Tingkatan Hadis  [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Nama



: Nurazizah Amir



NIM



: 180105023



Mata Kuliah : Ilmu Hadits Prodi



: Pendidikan Bhs. Arab (PBA)



TINGKATAN HADIS A. Tingkatan Hadis dari segi Jumlah Periwayatnya 1. Hadis Mutawatir Hadis mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta dari sejumlah rawi yang semisal mereka dan seterusnya sampai akhir sanad dan semuanya bersandar kepada pacaindra. Kata-kata jam’ katsir (sejumlah banyak rawi) artinya jumlah itu tidak dibatasi dengan bilangan, melainkan dibatasi dengan jumlah yang secara rasional tidak mungkin mereka bersepakat untuk berdusta. Demikian pula, mustahil mereka berdusta atau lupa secara serentak. 1 Sebagian ulama berpendapat bahwa hadis mutawatir itu satu bagian dari hadis masyhur, seperti yang dikatakan Ibnu al-Shalah dan al-Nawawi.  Macam-macam Hadis Mutawatir Para ulama membagi hadis mutawatir menjadi 2, yaitu : a. Mutawatir lafzhi, adalah hadis yang mutawatir riwayatnya dengan satu redaksi, seperti hadis:2



َ ‫َو َحدَثَنَاَ َم َح َمدََبنَعَبي‬ َ‫صيَن‬ َ َ‫عَوانَة‬ َ َ‫يَ َحدَثَنَاَأَبََو‬ َ ‫يَ َح‬ َ ‫َدَالغََب َر‬ َ ‫ع َنَأََب‬ َ‫صلَىَاللَه‬ َ ‫َر‬ َ َ‫صاَلح‬ َ َ َ‫سَولََاللَ َه‬ َ َ‫ع َنَأََب َي‬ َ ‫َقَا َل‬,َ‫َرةََقَا َل‬ َ ‫ع َنَأََب َيَ َه َري‬ َ.‫َمن َالنَار‬ َ ََ‫ي َ َمتَعَ َمدَا َفََليَتَبََوأَ َ َمَقعَد‬ َ َ‫ب‬ َ َ‫ َ َم َن َ َكذ‬:َ ‫سلَ َم‬ َ َ ‫َو‬ َ َ‫عل‬ َ ‫علََي َه‬ .)‫البخاريَومسلم‬ Artinya : Berbicara kepada kami Muhammad bin Ubaid al-Gabary diceritakan lagi oleh Abu Awanah dari Abi Hasin dari Abi Shalih dari Abi Hurairah berkata, berkata Rasulullah SAW : “Barangsiapa 1 2



Nuruddin ‘Itr, ‘Ulumul Hadis, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2017), Cet. 5, h. 428. Ibid, h. 431.



1



berbuat dusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah bersiapsiap untuk mengambil tempat di neraka”.َ (HR. al-Bukhari dan Muslim).3 b. Mutawatir ma’nawi, adalah hadis yang isi / kandungannya diriwayatkan secara mutawatir dengan redaksi yang berbeda-beda. Misalnya hadis-hadis tentang tingkah laku Nabi ketika shalat, bergaul dengan masyarakat, dan lain-lain. 4 Contoh hadis mutawatir ma’nawi adalah hadis tentang mengangkat tangan dalam berdoa.



َ‫عاَِ َه‬ ََ ‫َم‬ َ ‫َيئ‬ َ َ‫نَد‬ َ ََ‫صلَىَاللَه‬ َ ‫َو‬ َ َ‫َكانََالنََبي‬ َ ‫سلَ َم َََلَي َرفَ َعََيدََي َهَفَ َيَش‬ َ ‫علَي َه‬ .‫َضَإبطيه‬ َ َ‫اَلََفَ َيَاَل َستَ َشق‬ َ ‫اءََوَإنَهََيَ َرفَ َعَ َحتَىَيَ َرىَبَي‬ Artinya : “Nabi SAW tidak mengangkat kedua tangannya dalam doadoa beliau, kecuali dalam shalat Istisqa’ dan beliau mengangkat tangannya hingga tampak putih-putih kedua ketiaknya.” (H.R Bukhari).5 Dalam penelitian as-Suyuti terdapat 100 periwayatan yang menjelaskan bahwa Nabi mengangkat kedua tangannya ketika berdoa dalam beberapa kondisi yang berbeda, seperti dalam shalat Istisqa’, pada saat hujan angin ribut, dalam suatu pertempuran dan lain-lain, maka disimpulkan bahwa mengangkat



tangan



dalam



berdoa



mutawatir



melihat



keseluruhan



periwayatan dalam kondisi berbeda tersebut.6 2. Hadis Ahad Hadis ahad yaitu hadis yang diriwayatkan oleh satu, dua atau sedikit orang yang tidak mencapai derajat masyhur, apalagi mutawatir. Keterikatan orang islam terhadap informasi hadis ahad tergantung pada kualitas periwayatnya dan kualitas persambungan sanadnya. Bila sanad hadis itu tidak bersambung, atau ada periwayat yang tidak dipercaya maka hadis itu tidak



3



Imam Abi Al-Husain Muslim Ibn Al-Hajjaj bin Muslim An-Naisabury. Shahih Muslim. Jus II. t.c. (Beirut: Dar Ihya al Kutubil Arabiyah. t.th.), h. 782. 4 Muh. Zuhri, Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 2003), Cet. 2, h. 85. 5 M. Agus Solahuddin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), h. 167. 6 H. Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Semarang: CV. Toha Putra, 2004), h. 131.



2



dapat mengikat orang islam untuk mempergunakannya sebagai dasar beramal. Sebaliknya, bila sanadnya bersambung dan kualitas periwayatnya bagus maka menurut Jumhur, hadis itu harus dijadikan dasar. Lebih dari 20 alasan yang dikemukakan oleh Musthafa al-Siba’i bahwa hadis ahad diperlukan sebagai dasar syariat islam, antara lain:  Diriwayatkan oleh Imam Malik dari Ishaq ibn Abi Thalhah dan Anas ibn Malik yang mengatakan, “aku pernah memberi Abu Thalhah, Abu ‘Ubaidah ibn al-Jarrah dan Ubai ibn Ka’b minuman dari perasan anggur dan kurma.” Kemudian seseorang datang dan berkata, “sesungguhnya khamar itu telah diharamkan.” Maka Abu Thalhah berkata, “hai Anas, buanglah dan ambil botol itu, dan pecahkan!” Kemudian minuman itu dibuang dan botolpun dipecahkan. Sebelum datang larangan ini, masyarakat memahami bahwa minuman keras itu boleh diminum. Beberapa orang yang disebut didalam riwayat ini termasuk yang berpengetahuan seperti ini. Kedatangan seseorang dengan sebuah berita membuat mereka mempercayai berita tersebut, kendati diriwayatkan secara Ahad.  Hukuman potong tangan dapat dijatuhkan kepada pencuri yang mencuri harta genap satu nishab apabila dipersaksikan oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi terpercaya. Kesaksian dua orang saksi juga menggambarkan bahwa sebenarnya riwayat (kesaksian) mereka termasuk berita Ahad juga. Menurut ulama hadis pada umumnya, hadis hanya dibagi menjadi dua, Mutawatir dan Ahad. Ini artinya, hadis masyhur termasuk bagian dari hadis ahad. Namun, menurut mazhab Hanafi hadis dibagi menjadi tiga, yaitu hadis mutawatir, masyhur, dan ahad.7 Dimasa Imam al-Bukhari, Imam Muslim, dan imam-imam sebelumnya, nilai hadis itu ada dua, yaitu maqbul disebut hadis shahih, yang mardud disebut hadis dha’if. Namun, ada juga hadis apabila disebut dha’if atau shahih rasanya kurang tepat. Maka al-Tirmidzi mengatakan hadis semacam ini disebut hadis hasan (baik). Berikut penjelasan pembagian hadis ahad. 7



Muh. Zuhri, op.cit, h. 86-87



3



a. Hadis Shahih Ibn al-Shalah mengatakan bahwa “hadis shahih adalah hadis yang musnad, yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh orang yang berwatak adil dan dhabith dan orang yang berwatak seperti itu juga sampai puncaknya, hadis mana tidak syadz dan tidak pula mengandung cacat.” Diantara hadis-hadis shahih adalah hadis yang diriwayatkan oleh alBukhari dan Muslim. Mereka berkata:



َ ‫َحدَثَنَاَقَتََيبَةََب‬ َ‫َنَالقَعقاعَعنَأبي‬ َ َ‫ع َن‬ َ ‫س َعَيدََ َحدَثَنَاَ َج َري‬ َ َ‫َر‬ َ َ‫َن‬ َ ‫ع َم‬ َ ‫ارةََب‬ َ‫َجاءَرجلَالىَرسولَاللهَصلىَاللهَعليهَوسلمَفقال‬,َ‫هريرةَقال‬ َ‫َثمَمن‬:َ‫قال‬.َ‫َامك‬:َ‫يارسولَاللهَمنَاحقَبحسنَصحابتيَ؟َقال‬ ََ.‫َثمَمنَ؟َقالَثمَابوك‬:َ‫َقال‬.‫َامك‬:َ‫َثمَمنَ؟َقال‬:َ‫َقال‬.‫َامك‬:َ‫؟َقال‬ Artinya : Meriwayatkan kepada kami Qutaibah bin Said, ia berkata: “Meriwayatkan kepada kami Jarir dari ‘Umarah bin al-Qa’qa dari Abu Zur’ah dari Abu Hurairah, ia berkata: ‘Datang seorang laki-laki kepada Rasulullah Saw., lalu berkata: ‘Ya Rasulullah, siapakah yang paling berhak mendapatkan perlakuanku yang baik ?’ Rasulullah menjawab: ‘Ibumu.’ Orang itu bertanya lagi: ‘Kemudian siapa?’ Rasulullah menjawab: ‘Ibumu.’ Orang itu bertanya lagi: ‘Kemudian siapa?’ Rasulullah menjawab: ‘Ibumu.’ Orang itu kembali bertanya: ‘Kemudian siapa?’ Rasulullah menjawab: ‘Kemudian bapakmu.”’ Sanad hadis diatas bersambung melalui pendengaran orang yang adil dan dhabith dari orang yang semisalnya. Al-Bukhari dan Muslim adalah dua orang imam yang agung dalam bidang ini.8 Para rawi dalam sanad diatas seluruhnya orang tsiqat dan dipakai berhujah oleh para imam. Untaian sanad diatas telah dikenal di kalangan muhadditsin, dan padanya tidak terdapat hal-hal yang janggal. Demikian pula matan hadis tersebut sesuai dengan dalil-dalil tentang masalah yang



8



Nuruddin ‘Itr, op. cit, h. 244.



4



sama. Jadi hadis tersebut termasuk hadis shahih dengan sendirinya (shahih lidzatihi).9 b. Hadis Hasan Hadis hasan adalah hadis yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh rawi yang adil, yang rendah tingkat kekuatan daya hafalnya, tidak rancu dan tidak cacat. Hadis shahih diriwayatkan oleh rawi yang sempurna daya hafalnya yakni kuat hafalannya dan tinggi tingkat akurasinya, sedangkan rawi hadis hasan adalah yang rendah tingkat daya hafalannya. 10 Contoh hadis hasan adalah hadis yang diriwayatkan Ahmad, ia berkata, “Yahya bin Said meriwayatkan hadis kepada kami dari Bahz bin Hakim, ia mengatakan, ‘Meriwayatkan hadi kepadaku Bapakku dari kakekku, katanya: Aku bertanya:



َ.‫َثمَامك‬:َ‫َثمَمنَ؟َقال‬:َ‫َامكَقالَقلت‬:َ‫يارسولَاللهَمنَاَبَرَ؟َقال‬ .‫َثمَمنَ؟َقالَامكَثمَاباكَثمَاَلقربَقاَلقرب‬:َ‫قالَقلت‬ Artinya : Ya Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti ?” Rasulullah menjawab, “kepada ibumu.” Aku bertanya, “Lalu kepada siapa?” Rasulullah menjawab, “Lalu kepada ibumu.” Aku bertanya, “Lalu kepada siapa ?” Rasulullah menjawab, “ibumu kemudian bapakmu, kemudian kerabat terdekat dan selanjutnya.” Sanad hadis ini bersambung, tak ada kejanggalan dan tidak ada cacat padanya, karena baik dalam rangkaian sanadnya maupun dalam matannya tidak terdapat perbedaan diantara riwayat-riwayatnya. Imam Ahmad dan gurunya, Yahya bin Said al-Qaththan, adalah dua orang imam yang agung. Bahz bin Hakim adalah orang yang jujur dan dapat menjaga diri sehingga dinilai tsiqat oleh Ali bin al-Madini, Yahya bin Main, al-Nasa’i, dan lainnya. Akan tetapi sebagian ulama mempermasalahkan sebagian riwayatnya dan oleh karena itu Syu’bah bin al-Hajjaj memperbincangkannya. Hal ini tidak mencabut sifat ke-dhabith9



Ibid. Ibid, h. 266.



10



5



annya tetapi mengesankan bahwa ia rendah tingkat ke-dhabith-annya. Bapak Bahz, yaitu Hakim, dinilai tsiqat oleh al-Ajli dan Ibnu Hibban. AlNasa’i berkata, “Laisa bihi ba’sun.” Dengan demikian tingkatan hadis Bahz adalah hasan lidzatihi sebagaimana hasil penilaian para ulama, bahkan termasuk tingkat hadis hasan yang tertinggi. 11 Menurut para ulama, hadis hasan dapat naik derajatnya menjadi shahih karena ada hadis lain yang isinya sama diriwayatkan melalui jalur lain yang kualitasnya tidak lebih rendah. Dengan kata lain, hadis hasan ini terangkat menjadi shahih karena jalur lain, didalam ilmu Musthalah Hadis disebut “shahih lighairih”. Dengan demikian, hadis shahih itu ada dua macam, shahih lidzatihi (keshahihannya muncul dari dirinya sendiri) dan shahih lighairih. Dengan demikian pula, hadis hasan yang sendirian, tanpa dikaitkan dengan jalur lain, disebut hasan lidzatih. Contoh hadis sebagai berikut



َ‫عنَمحمدَبنَعمروَعنَأبيَسلمةَعنَأبيَهريرةَأنَرسولَالله‬ َ‫ َلوَل َأن َأشق َعلى َأمتي َألمرتهم‬:َ ‫صلى َالله َعلي َه َوسلم َقال‬ َ .‫بالسواكَعندَكلَصالة‬ Artinya : (Dari Muhammad ibn ‘Amr dari Abu Salamah dari Abu



َ



Hurairah, bahwa Rasulullah SAW berkata, “Sekiranya tidak merepotkan kepada ummatku, niscaya aku perintah mereka bersiwak (gosok gigi) untuk setiap kali handak shalat.”) Diperoleh informasi bahwa seorang periwayat yang bernama Muhammadi ibn ‘Amru ibn ‘Alqamah terkenal kejujurannya. Tetapi, ia tidak termasuk orang yang kuat hafalan. Karena itu, ada yang menilainya lemah dari segi kekuatan hafalan, dan ada yang menilai “adil” dari segi kejujurannya, sehingga hadis ini disebut Hasan lidzatihi. Kemudian ia naik derajat menjadi Shahih lighairih karena hadis tersebut diriwayatkan melalui jalur lain, oleh al-‘Araj dan Sa’id al-Maqbari.12



11 12



Ibid, h. 267-268. Muh. Zuhri, h. 93-94.



6



c. Hadis Dha’if Hadis dha’if adalah hadis yang kehilangan salah satu syaratnya sebagai hadis makbul (yang dapat diterima). Syarat-syarat hadis makbul ada 6, yaitu : 1) rawinya adil; 2) rawinya dhabith; meskipun tidak sempurna; 3) sanadnya bersambung; 4) padanya tidak terdapat suatu kerancuan; 5) padanya tidak terdapat ‘illat yang merusak; 6) pada saat dibutuhkan, hadis yang bersangkutan menguntungkan (tidak mecelakakan).13 Contoh hadis dha’if adalah hadis yang dikeluarkan oleh Ibnu Majah dalam kitab Sunan-nya: Meriwayatkan kepada kami Abu Ahmad alMarrar bin Hammuyah, katanya: Meriwayatkan kepada kami Muhammad bin al-Mushaffa, katanya: Meriwayatkan kepada kami Baqiyyah bin alWalid dar Tsaur bin Yazid dari Khalid bin Mi’dan dari Abu Umamah dari Nabi Saw bahwa beliau berkata:



.‫منَقامَليلتىَالعيدينَيحتسبَللهَلمَيمتَقلبهَيومَتموتَالقلوب‬ Artinya: Barangsiapa berdiri mengerjakan shalat pada malam dua hari raya semata-mata karena Allah, maka tidak akan mati hatinya pada hari semua hati mati. Para rawi sanad diatas adalah tsiqat. Hanya saja Tsaur bin Yazid dituduh sebagai berpaham Qadariyah. Namun dalam kesempatan ini ia meriwayatkan hadis yang tidak berkaitan dengan perilaku bid’ah itu sehingga tidak menghalangi kehujjahannya. Muhammad bin Mushaffah adalah shaduq dan banyak hadisnya sehingga Ibnu Hajar menjulukinya sebgai seorang hafiz. Al-Dzahabi berkata, “Ia adalah tsiqat dan masyhur. Akan tetapi, dalam beberapa riwayatnya terdapat banyak kemungkaran.”



13



Nuruddin ‘Itr, h. 291.



7



Dalam sanad hadis diatas terdapat Baqiyah bin al-Wadi. Ia adalah salah seorang imam yang hafiz. Ia adalah shaduq, tetapi banyak melakukan tadlis dari para rawi yang dha’if dan Muslim meriwayatkan hadis darinya hanya sebagai mutba’ah. Dalam kesempatan ini ia tidak menegaskan bahwa ia mendengar hadis tersebut secara langsung dari Tsaur bin Yazid dan karenanya hadis ini maenjadi dha’if. Para ulama berpendapat bahwa kita disunnahkan menhidupkan malam dua hari raya dengan zikir kepada Allah dan bentuk ketaatan yang lain atas dasar hadis dha’if di atas, sebagaimana ditegaskan oleh alNawawi, bahwa hadis tersebut dapat diamalkan sehubungan dengan fadha ‘il al-a’mal.14 B. Tingkatan Hadis Menurut Macam Periwayatannya 1. Hadis yang Bersambung Sanadnya a. Hadis Muttashil Hadis Muttashil disebut pula dengan hadis maushul. Hadis muttashil adalah hadis yang didengar oleh masing-masing rawinya yang diatasnya sampai kepada ujung sanadnya, baik hadis marfuk maupun hadis mauquf.15 Hadis marfuk adalah ucapan, perbuatan, ketetapan, atau sifat yang disandarkan kepada Nabi Muhamad Saw secara khusus. Sedangkan hadis mauquf adalah sesuatu yang disandarkan kepada para sahabat r.a. dan tidak sampai kepada Rasulullah Saw.16 Contoh hadis muttashil marfuk adalah hadis yang diriwayatkan oleh Maliki dari Nafi’ dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah Saw bersabda:



.‫الذيَتفوتهَصالةَالعصرَكأنماَوترَاحلهَوماله‬ Artinya : Orang yang tidak mengerjakan shalat Asar itu seakan-akan menimpakan bencana kepada keluarga dan hartanya.



14



Ibid, h. 302. Ibid, h. 361. 16 Ibid, h. 337-338. 15



8



Contoh hadis muttashil mauquf adalah hadis yang diriwayatkan oleh Malik dari Nafi’ bahwa ia mendengar Abdullah bin ‘Umar berkata:



. ‫منَاسلفَسلفاَفالَيشترطَاَلَقضاءه‬ Artinya : Barangsiapa mengutangi orang lain, maka tidak boleh menentukan syarat lain kecuali harus membayarnya. Masing-masing hadis diatas adalah muttashil atau mushul, karena masing-masing rawinya mendengarnya dari periwayat di atasnya, dari awal sampai akhir.17 b. Hadis Musnad Hadis musnad adalah hadis yang sanadnya bersambung dan marfuk kepada Rasulullah Saw. Contohnya adalah hadis tentang meninggalkan salat Asar pada pembahasan sebelumnya, karena hadis tersebut muttashil marfuk.18 c. Hadis Mu’an’an dan Mu’annan 1) Hadis Mu’an’an Hadis mu’an’an adalah hadis yang pada sanadnya terdapat ungkapan “Fulan’an Fulan”, dan tidak dijelaskan apakah hadis itu diceritakan atau dikabarkan oleh Fulan (kedua) atau didengar darinya. Sebagian ulama mengategorikan hadis mu’an’an kedalam hadis mursal dan munqathi’ sehingga persambungan sanadnya ditegaskan dengan cara mendengar ucapan guru ataukah dengan cara lain. Pendapat yang shahih dan yang berlaku adalah dengan mengambil jalan tengah dan mengategorikan hadis mu’an’an kedalam hadis muttashil. Pendapat ini dipilih oleh jumhur ulama hadis dan ulama lainnya; disamping itu hadi mu’an’an ini oleh para penulis kitab yang khusus memuat hadis-hadis shahih dimasukkan kedalam kitab yang khusus memuat hadis-hadis shahih dimasukkan kedalam kitab mereka dan mereka menerimanya. Abu ‘Umar bin Abdil Barr dan alDani menganggap bahwa yang demikian telah disepakati oleh para ahli riwayah. Akan tetapi, mereka mensyaratkan dua hal bagi hadis 17 18



Ibid, h. 362 Ibid, h. 363.



9



mu’an’an supaya bisa dikategorikan kedalam hadis muttashil. Kedua syarat tersebut adalah: a) adanya bukti pertemuan antara rawi yang meriwayatkan dengan ‘an’anah itu dengan gurunya, b) rawi itu bebas dari gejala-gejala tadlis. Apabila seorang rawi telah memenuhi dua kriteria ini, maka kata-kata “an Fulan”, yang diucapkan itu sama dengan apabila ia berkata “haddatsani” ataus “sami’tu”. Karena apabila ada bukti bahwa ia bertemu dengan gurunya dan ia bukan seorang mudallis, maka ia tentu tidak akan meriwayatkan dari orang yang bertemu dengannya hadis-hadis yang tidak ia dengar darinya. Dengan demikian kata ‘an yang diucapkannya secara lahiriah menunjukkan bersambungnya sanad kecuali apabila ada bukti lain. Contoh hadis mu’an’an adalah sebagai berikut.



َ‫حدثنيَمالكَعنَابنَشهابَعنَحميدَابنَعبدَالرحمنَعن‬ َ‫ابنَهريرةَرضيَاللهَعنهَانَرسولَاللهَصلىَاللهَعليهَوسلم‬ َ ‫َمنَقامَرمضانَايماناَواحتساباَغفرلهَما تقدمَمنَذنبه‬:َ‫قال‬ Artinya : Malik menceritakan kepadaku dari Ibnu Syihab dari Hamid Ibnu Abdirrahman dari Abu Hurairah r.a bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa yang menunaikan shalat ramadhan dengan keimanan dan mengharap pahala, (maka) diampuni dosadosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim). 2) Hadis Mu’annan Hadis mu’annan adalah hadis yang pada sanadnya terdapat katakata “Fulan anna Fulan”. Pendapat jumhur, yakni pendapat shahih, meyatakan bahwa hadis mu’annan itu sama dengan hadis mu’an’an. Perbedaan huruf dan lafal itu tidak menjadi masalah, melainkan yang prinsip adalah



10



adanya pertemuan, pergaulan, dan proses belajar mengajar diantara rawi mu’annan dan rawi yang di atasnya. 19 d. Hadis Musalsal Hadis musalsal adalah hadis yang para rawinya secara estafet melakukan hal yang sama atas sikap yang sama dengan rawi-rawi sebelumnya atau terhadap rawinya. Hadis musalsal terbagi menjadi beberapa bagian. 1) Hadis musalsal karena perkataan para rawinya, seperti hadis Mu’adz bin Jabal r.a, bahwa Rasulullah Saw pernah berkata kepadanya:



َ‫َاللهمَاعنيَعلى‬:َ‫يامعاذَانيَاحبكَفقلَفيَدبرَكلَصالة‬ َ .َ‫ذكركَوحسنَعبادتك‬ Artinya : Wahai Mu’adz, aku sungguh mencintaimu. Oleh karena itu, ucapkanlah setiap selesai salat: Ya Allah, berilah pertolongan kepadaku untuk (senantiasa) berzikir, bersyukur, dan beribadah dengan baik kepada-Mu. Setiap rawinya dalam menyampaikan hadis tersebut berkata:



.َ‫واناَاحبكَفقل‬ Artinya : Dan saya (juga) mencintaimu, maka ucapkanlah itu!20 2) Hadis musalsal karena tindakan para rawinya, seperti hadis Abu Hurairah r.a: Abdul Qasim (gelar Rasulullah Saw) menjalinkan jari tangannya kepada jari tanganku seraya berkata,



.َ‫خلقَاللهَاَلرضَيومَالسبت‬ Artinya : Allah menciptakan bumi ini pada hari sabtu. Hadis ini dianggap musalsal karena dengan berjalinnya tangan rawi yang menyampaikannya dengan tangan rawi menerimanya. Ada pula hadis musalsal karena para rawinya meletakkan tangannya di pundak rawi yang menerimanya, dan ada pula karena rawinya meletakkan tangan di kepala rawi yang menerimanya.



19 20



Ibid, h. 366 Ibid, h. 369.



11



3) Hadis musalsal karena ucapan dan tindakan para rawinya sekaligus seperti hadis Anas. Ia berkata Rasulullah Saw bersabda:



َ‫َليجد َالعبد َحالوة َاَليمان َحتى َيؤمن َبالقدر َخيره َوشره‬ َ .َ‫حلوهَومره‬ Artinya : Tidak seorang hamba pun dapat memperoleh manisnya iman, sehingga ia beriman kepada qadar, baiknya dan jeleknya, manisnya dan pahitnya. Rasulullah Saw lalu memegang jenggotnya seraya berkata :



َ .َ‫امنتَبالقدرَخيرهَوشرهَحلوهَومره‬ Artinya : Aku beriman kepada qadar, baiknya dan jeleknya, manisnya dan pahitnya Hadis ini disebut mulsal karena setiap rawinya mengikuti tindakan Nabi SAW yang demikian. 4) Hadis musalsal karena gaya bahasa para rawinya yakni berdekatan gaya bahasa yang mereka pakai atau bahkan benar-benar sama. 5) Hadis musalsal dengan identitas para rawinya, seperti kesamaan nama mereka, umpamanya sama-sama bernama Muhammad. Termasuk pula kesamaan predikat mereka, seperti semua rawinya adalah fuqaha, huffaz, orang-orang yang berumur panjang, dan para sufi. 6) Hadis musalsal karena sifat-sifat rawi yang berkaitan dengan bahasa penyampaian hadis, waktunya dan tempatnya. Contoh sifat-sifat yang berkaitan dengan kata-kata penyampaian hadis adalah hadis musalsal dengan kata-kata sami’tu Fulanun, akhbarana Fulanun, atau akhbarana Fulanun wallahi. Contoh sifat-sifat yang berkenaan dengan tempat adalah hadis yang dikabulkan doanya di Multazam.21 e. Hadis ‘Ali



21



Ibid, h. 371-372.



12



Hadis ‘Ali adalah hadis yang sanadnya sedikit jumlah rawinya dan bersambung. Demikian pula apabila rawinya lebih dahulu mendengar hadis yang bersangkutan atau gurunya lebih dahulu wafat. Ketinggian sanad itu memiliki nilai yang sangat positif yakni menunjukkan kekuatannya, karena kemungkinan terjadinya cacat hadis pada sanad tersebut lebih sedikit, sebab setiap rawi boleh jadi telah membawa cacat. Oleh karena itu, makin sedikit untaian rawinya, maka makin sedikit celah-celah kemungkinan terjadinya cacat dan oleh karena itu ketinggian sanad merupakan suatu faktor kekuatan sanad.22 Ketinggian sanad ditinjai dari berbagai macam seginya dibagi menjadi lima; tetapi secara garis besarnya dibagi menjadi dua bagian; yaitu tinggi (dekat)jaraknya karena sedikit untaian rawinya dan tinggi sifatnya. Adapun ketinggian sanad karena pendeknya rangkaian itu terbagi menjadi tiga yaitu : 1) ‘Ali Mutlak yaitu dekat kepada Rasulullah SAW dari segi jumlah rangkaian rawi dalam sanad yang shahih dan bersih dan merupakan hadis ‘ali yang paling utama serta paling tinggi. 23 2) ‘Ali Nisbi, yaitu dekat kepada salah seorang imam hadis, seperti dekat kepada Malik, al-Auza’i, Sufyan, dan Syu’bah. Sanad yang demikian disebut sebagai anad yang ‘ali tiada lain bilamana sanad tersebut shahih menurut imam yang bersangkutan dengan julah rawi yang sedikit. 3) Dekat kepada kitab-kitab hadis yang masyhur, yakni dekatnya sanad seorang muhaddits apabila ditinjau dari (dubandungkan dengan) periwayatannya melalui jalur Shahihain dan empat kitab sunan. Sebab seandainya suatu hadis diriwayatkan melalui jalur salah satu kutubussittah maka sanadnya akan lebih jauh (nazil) daripada apabila diriwayatkan tidak melalui jalur kutubussittah.24



22



Ibid, h. 374-375. Ibid, h. 375. 24 Ibid, h. 377 23



13



Para ulama telah menyusun sejumlah kitab yang termasyhur diantaranya adalah kitab yang menghimpun hadis-hadis tsulatsiyyah (hadis yang rangkaian sanadnya terdiri dari tiga orang rawi); seperti Tsulatsiyyat al-Musnad dan kitab Tsulatsiyyat al-Bukhari. Contoh hadis tsulatsiyyah adalah hadis riwayat Imam Ahmad, ia berkata: Meriwayatkan hadis kepada kami Sufyan, katanya: Aku berkata kepada ‘Amr (untuk minta hadis), ia berkata: Aku mendengar Jabir berkata: Suatu hari lewatlah seorang laki-laki di dalam masjid sambil membawa sejumlah anak panah. Maka Rasulullah SAW berkata kepadanya:



َ ‫امسكَبنصلها‬ Artinya : Peganglah mata panahmu itu! Laki-laki itu berkata: “Ya.” Al-Bukhari meriwayatkan: Meriwayatkan kepada kami Makki bin Ibrahim, ia berkata: Meriwayatkan hadis kepada kami Yazid bin Abu ‘Ubaid dari Salamah, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW berkata:



َ .َ‫منَيقلَعليَمالمَاقلَفليتبوأَمقعدهَمنَالنار‬ Artinya : Barangsiapa berkata atas namaku sesuatu yang tidak aku katakan, maka hendaklah ia bersiap-siap menempati tempat tinggalnya dalam neraka.25 f. Hadis Nazil Hadiz nazil adalah kebalikan dari hadis ‘ali, yaitu hadis yang jauh jarak sanadnya. Hadis nazil dibagi menjadi 5 bagian, yaitu : 1) Nazil Mutlak, yaitu banyaknya perantara untuk sampai kepada Nabi SAW. 2) Nazil Nisbi, yaitu banyaknya perantara untuk sampai kepada salah seorang imam hadis.



25



Ibid, h. 376



14



3) Jauhnya sanad melalui jalur selain kutubussittah dibanding sanad yang melalui jalur kutubussittah. Sanad yang demikian disebut nazil nisbi juga. 4) Dan 5). Lebih akhir meninggalnya seorang rawi. Demikian juga lebih akhir mendengarnya hadis. Dua bagian yang terakhir ini adalah hadis nazil dari segi sifatnya. Sebagian muhadditsin beranggapan bahwa sanad nazil lebih utama daripada sanad ‘ali. Mereka beragumentasi bahwa rawi dalam sanad nazil harus bersungguh-sungguh terhadap matan hadis dan takwilnya, serta karakteristik para rawinya. Dan ketika kesungguhan itu lebih banyak maka pemilik riwayat hadiz nazil itu lebih banyak pahalanya. Ibn al-Mubarak berkata, “Kualitas suatu hadis itu tidak ditentukan oleh dekatnya sanad, melainkan ditentukan oleh ke-tsiqat-an para rawinya. Al-Hafizh as-Silafi berkata, “yang paling menentukan adalah pengambilan dari para ulama. Maka hadis nazil dari para ulama itu lebih utama daripada hadis ‘ali dari orang-orang bodoh. Demikian menurut ahli riwayat.26 Contoh perbandingan hadis ‘aly dan nazil :27



َ‫َومنَكان‬,‫منَكانَيؤمنَباللهَواليومَاَلخرَفليقلَخيراوَليصمت‬ َ‫ َومن َكان َيؤمن َبالله‬,‫يؤمن َبالله َواليوم َاَلخر َفليكرم َجاره‬ َ .‫واليومَاَلخرَفليكرمَضيفه‬ Artinya : “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya.” Hadis tersebut diriwayatkan dari Imam Muslim sebanyak 6 rawi dan Imam Bukhari sebanyak 5 rawi, perbandingan sebagai berikut : 26



Ibid, h. 379-380. Pelangi Blog.”Pengertian Hadts ‘Aly, Hadits Nazil, Hadits Mu’an’an, dan Hadits Muannan”, https://www.pelangiblog.com/2019/03/pengertian-hadits-aly-hadits-nazil.html. 27



15



 Hadis ‘aly (5 rawi) : Imam Bukhari  Qutaibah bin Sa’id  Abdul Akhwash  Abu Hashin  Abu Shalih  Abu Hurairah  Nabi SAW.  Hadis Nazil (6 rawi) : Imam Muslim  Harmalah bin Yahya  Ibnu Wahab  Yunus  Ibnu Syihab  Abu Salmah  Abu Hurairah  Nabi SAW. g. Tambahan Rawi pada Sanad Muttashil Yang dimaksud adalah bertambahnya serang rawi dalam suatu sanad yang muttashil, sedangkan pada sanad lain ia tidak disebut-sebut. Contoh hadis yang diriwayatkan oleh al-Turmudzi dalam kitab al‘Ilal al-Kabir dari Jarir bin Hazim dari Ibnu Ishaq dari al-Zuhri dari Umar bin Abdul Aziz dari al-Rabi bin Sabrah dari bapaknya bahwa Rasulullah SAW melarang nikah mut’ah pada hari penaklukan Makkah. Al-Turmudzi berkata, “Saya bertanya kepada Muhammad, yakni al-Bukhari, tentang hadis ini. “Ia menjawab, “Ini adalah hadis yang salah. Yang shahih adalah al-Zuhri dari la-Rabi’ bin Sabrah dari bapaknya dan padanya tidak ada Umar bin Abdul Aziz. Kesalahan itu terjadi dari Jarir bin Hazim. Barangkali sebab kesalahannya adalah -sebagaimana diceritakanbahwa al-Zuhri mendengar hadis tersebut dari al-Rabi’ di sisi Umar bin Abdul Aziz. Maka Jarir menyangka hadis tersebut dari al-Zuhri dari Umar bin Abdul Aziz dari al-Rabi’. Hadis tersebut diriwayatkan melalui beberapa jalur dalam Shahih Muslim dan Musnad Ahmad dari al-Zuhri dari al-Rabi’, dan dalam semua sanad itu tidak terdapat Umar bin Abdul Aziz.28 2. Hadis yang Terputus Sanadnya a. Hadis Munqathi’ Menurut al-Hafizh Ibnu Abdil Barr, hadis munqathi’ adalah setiap hadis yang tidak bersambung sanadnya, baik yang disandarkan kepada Nabi SAW maupun disandarkan kepada yang lain. Hadis yang tidak



28



Nuruddin ‘Itr, h. 381.



16



bersambung sanadnya adalah hadis yang pada sanadnya gugur seorang atau beberapa orang rawi pada tingkatan (thabaqat) manapun.29 Contoh hadis muntaqhi’ Hadis Riwayat Abu Dawud



َ‫حدثناَشجاعَبنَمخلدَثناَهشيمَاخبرناَيونسَبنَعبيدَعنَالحسن‬ َ‫َفكانَيصلىَلهمَعشرين‬.َ‫انَعمرَجمعَالناسَعلىَابيَبنَكعب‬ َ َ...َ‫ليلةَوَلَيقنتَبهمَاَلَفيَالنصفَالباقى‬ Artinya : “Meriwayatkan hadis kepad akami Syuja’ bin Makhlad, katanya: Meriwayatkan hadis kepada kami Husyaim, katanya: Meriwayatkan hadis kepada kami Yunus bin Ubaid dari al-Hasan, ia berkata: Sesungguhnya Umar (Ubay) mengimani shalat mereka selama dua puluh hari dan ia tidak memimpin doa qunut kecuali pada separuh (bulan ramadhan) yang kedua...” Sanad hadis ini adalah munqathi’. Al-Hasan al-Bashri dilahirkan pada tahun 21 H, sedangkan Umar bin al-Khaththab wafat pada akhir tahun 23 H atau pada awal Muharram tahun 24 H. Maka bagaimana mungkin al-Hasan mendengar hadis dari ‘Umar bin al-Khaththab. b. Hadis Mursal Hadis mursal adalah hadis yang disandarkan kepada Nabi oleh seorang tabiin dengan mengatakan. “Rasulullah SAW berkata...” baik tabiin besar maupun tabiin kecil. Contohnya adalah hadis riwayat al-Syafi’i



َ‫اخبرنا َسعيد َعن َبن َجريج َقال َاخبرني َحميد َاَلعرج َغن‬ َ‫مجاهدَانهَقالَكانَالنبيَصلىَاللهَعليهَوسلمَيطهرَمنَالتلبية‬ َ ...‫َلبيكَاللهمَلبيك‬... Artinya : Menyampaikan hadis kepada kami Said dari Ibnu Juraij, katanya: Menyampaikan hadis kepadaku Humaid ‘al-A’raj dan Mujahid,



29



Ibid, h. 384.



17



ia berkata bahwa dahulu Nabi Muhammad SAW mengeraskan bacaan talbiyah “labbaikallahumma labbaik” (aku memenuhi panggilan-Mu ya Allah, aku memenuhi panggilan-Mu).... Mujahid adalah seorang tabiin dan tidak pernah berjumpa dengan Nabi SAW serta tidak menyebutkan perantara antara dirinya dan Nabi SAW. Oleh karena itu, hadis tersebut adalah hadis mursal.30 Hadis mursal itu harus didukung oleh salah satu dari empat faktor berikut. 1) Diriwayatkan secara musnad melalui jalan lain. 2) Diriwayatkan secara mursal (pula) oleh rawi lain yang tidak menerima hadis tersebut dari guru-guru pada sanad yang pertama, karena hal ini menunjukkan berbilangnya jalur hadis itu. 3) Sesuai dengan pendapat sebagian sahabat. 4) Sesuai dengan pendapat kebanyakan ahli ilmu. c. Hadis Muallaq Hadis mu’allaq adalah hadis yang dibuang permulaan sanadnya (yakni rawi yang menyampai hadis kepada penulis kitab), baik seorang maupun lebih, dengan berurutan meskipun sampai akhir sanad.31 Hadis-hadis mu’allaq ada yang shahih dan ada yang tidak shahih. Oleh karena itu, apabila ia menegaskan suatu hadis dari Nabi SAW atau dari sahabat Nabi SAW maka hadis tersebut shahih. Adapun apabila suatu hadis di-ta’liq dari orang yang bukan sahabat, maka tidak dapat dinilai shahih secara mutlak, melainkan harus diteliti lebih dahulu para rawinya yang tercantum dan syarat-syarat keshahihan hadis lainnya. Contoh hadis mu’allaq yang shahih adalah hadis tentang puasa. Shilah berkata dari ‘Ammar:



َ .َ‫منَصامَيومَالشكَفقدَعصىَاباَالقاسمَصلىَاللهَعليهَوسلم‬ Artinya : Barangsiapa berpuasa pada hari



yang diragukan



keberadaannya (apakah termasuk bulan Sya’ban ataukah termasuk bulan Ramadhan), maka ia telah durhaka kepada Abul Qasim SAW. 30 31



Ibid, h. 388. Ibid, h. 392.



18



Shila adalah putra Zufr, salah seorang tokoh tabiin. Hadis ini shahih menurut al-Turmudzi dan lainnya. Contoh hadis yang dha’if adalah hadis tentang zakat. Thawus berkata bahwa Mu’adz bin Jabal berkata kepada penduduk Yaman:



َ .َ‫انتونيَبعرضَثيابَخميصَأوَلبيسَفيَالصدقة‬ Artinya : Berikanlah kepadaku harta benda, meskipun berupa pakaian pola segi empat atau yang sudah sering terpakai, untuk sedekah. Sanad hadis ini sampai kepada Thawus adalah shahih. Akan tetapi, ia tidak akan pernah mendengar hadis dari Mu’adz. Jadi sanadnya munqathi’, tidak shahih.32 d. Hadis Mu’dhal Kata al-Mu’dhal, menurut pendapat yang paling kuat, berasal dari kata A’dhalahu yakni ‘memayahkannya’. Menurut istilah muhadditsin, hadis mu’dhal adalah hadis yang pada mata rantai sanadnya gugur dua orang rawi atau lebih di satu tempat, baik pada awal sanad, tengah sanad, maupun di akhir sanad. Contoh hadis mu’dhal adalah sebagai berikut. Hadis riwayat Malik dari Muadz bin Jabal. Katanya: “Wasiat Rasulullah SAW



yang terakhir kepadaku adalah ketika aku



menginjakkan kaki di sadel kendaraan, beliau berkata:



َ .َ‫حسنَخلقكَللناسَيامعاذَبنَجبل‬ Artinya : Baguskanlah akhlakmu kepada manusia, Wahai Mu’adz bin Jabal. Antara Malik dan Mu’adz bin Jabal berselang lebih dari dua orang rawi. Dengan demikian, hadis ini disebut mu’dhal.33 e. Hadis Mudallas Tadlis secara etimologis berasal dari kata al-dalas, yakni bercampurnya gelap dan terang. Hadis mudallas dinamai demikian karena ia mengandung kesamaran dan ketertutupan.



32 33



Ibid, h. 394. Ibid, h. 398.



19



Para ulama membagi hadis mudallas menjadi beberapa bagian, yaitu tadlis isnad dan tadlis syuyukh. 1) Tadlis Isnad Tadlis isnad terbagi menjadi empat macam tadlis. a) Tadlis Isqath Tadlis



isqath



adalah



apabila



seorang



muhaddits



meriwayatkan suatu hadis yang tidak didengarnya dari orang yang pernah bertemu dengannya dan pernah didengar hadisnya, lalu hadis tersebut dinisbatkan kepadanya untuk memberi kesan bahwa ia telah mendengar hadis itu darinya. Atau dari orang yang pernah berjumpa dengannya tetapi tidak pernah didengar hadisnya untuk memberi kesan bahwa ia telah bertemu dan mendengar hadis itu darinya.34 Contoh hadis mudallis yang demikian adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abu ‘Awanah dari al-‘Amasy dan Ibrahim alTaimi dari ayahnya dari Abu Dzarr bahwa Nabi SAW berkata :



َ .َ‫َياَحنانَياَمنان‬:َ‫فالنَفيَالنارَينادى‬ Artinya : Si Fulan dalam neraka memanggil-manggil “Ya Hannanu, Ya Mannanu” (wahai zat yang Maha Pengasih, Wahai zat yang Maha Pemberi Anugerah). Abu Awanah berkata: Saya bertanya kepada al-A’masy: “Benarkah kau mendengar hadis ini dari Ibrahim ?” Ia menjawab “Tidak.” Hadis itu diriwayatkan kepadaku oleh Halim bin Jubair darinya. Jadi, al-A’masy men-tadlis hadis itu dari Ibrahim, tetapi ketika ia dimintai penjelasan, ia menjelaskan perantara antara dirinya dan Ibrahim. b) Tadlis Taswiyah Tadlis taswiyah adalah seorang mudallis meriwayatkan suatu hadis yang melalui rawi dha’if yang terdapat diantara dua rawi yang tsiqat yang salah satunya bertemu dengan yang lain,



34



Ibid, h. 400.



20



lalu rawi yang dha’if itu tidak dicantumkan dan diantara dua orang rawi yang tsiqat itu, kemudian dicantumkan sebuah ungkapan yang mengesankan adanya proses penerimaan hadis antara kedua orang itu tidak secara tegas. Dengan demikian tampak bahwa sanad hadis yang bersangkutan terdiri atas sederetan rawi yang tsiqat bagi orang yang tidak mengetahui hal yang sebenarnya. Para muhaddits mutaqaddimin menamainya dengan tajwid, karena mudallis itu hanya menyebutkan para rawi yang baik-baik dan membuang rawi yang lain. Diantara rawi yang dikenal banyak melakukan tadlis adalah Baqiyah bin al-Walid al-Himshi dan al-Walid bin Muslim alDimasyqi,



sehingga



mereka



banyak



diperbincangkan



karenanya.35



َ ‫َماأَ َخ َر َجه‬ ََ‫ع َنَ َم َح َمد‬ َ ‫سَو َس‬ َ ‫ع َنَأََب َيَأََميَةََالطر‬ َ َ،ََ‫ي‬ َ َ‫ي‬ َ ‫ََالط َحا َو‬ َ ‫ َ َحدَثَنَا‬،‫َوهب َبن َعطية‬ َ ‫َالَوَلَيدَ َب‬ َ‫ َ َحدَثَنَا‬،‫َن َ َم َسَلَم‬ َ‫ب‬ َ ‫َن‬ َ‫ب‬ َ،ََ‫َال َج َر َشي‬ َ ‫ع َنَ َح‬ َ ‫ع َنَأََب َيَ َمنََي‬ َ َ‫ع َطيَة‬ َ َ‫َن‬ َ َ،‫ي‬ َ ‫سانَب‬ َ ‫اَألََو َزا َع‬ َ:‫سلَ َم‬ َ َ‫َن‬ َ ‫َر‬ َ ََ‫صلَىَالله‬ َ َ ‫َو‬ َ َ‫سولََالل َه‬ َ ‫َقَا َل‬:‫ع َم َرَقَا َل‬ َ ‫ع َنَاب‬ َ ‫علََي َه‬ َ ‫َفَ َحتَىَيَ َعَبدََالله‬ َ‫َر َزَقي‬ َ ‫َر‬ َ ‫"َبَ َعثَتَََبال‬ َ ‫سي‬ َ ‫َو َج َع َل‬،َ َ ‫َََلَش‬ َ ‫يكَلَه‬ َ‫ف‬ َ ‫تَح‬ َ ‫َت‬ َ ‫َوال‬، َ ‫صغ‬ َ ‫َظ َل‬ َ َ‫َار‬ َ َ‫علَىَ َم َنَخَال‬ َ َ‫َو َج َع َلَالذََلَة‬،‫ي‬ َ ‫َر َم َح‬ َ‫َمَن َهَم‬ َ َ‫َو َم َنَت‬،‫ي‬ َ ‫شبَهََبَقََوَمَفَ َهَو‬ َ ‫أََم َر‬ Dalam hadits tersebut, Al-Wālid membuang satu rawi antara Al-Auzāʽī dan Hassān bin ʽAṭiyyah yang bernama Abdurrahman bin Tsabit yang merupakan rawi dhaif sehingga terkesan bahwa sanad tersebut bebas dari rawi dhaif. Hal ini telah diakui sendiri oleh AlWalīd saat ditanya oleh Al-Hutsaim bin Kharijah terkait perilakunya membuang perawi setelah Auzā’ī. Ia menjawab, agar orang yang



35



Ibid, h. 402.



21



menerima hadits tersebut percaya bahwa hadits tersebut bukan hadits dhaif.



c) Tadlis Qath’ Tadlis



qath’



adalah



memisahkan



persambungan



adaturriwayah dengan nama rawinya. Contohnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Ali bin Khasyram.



َ‫ َحدثك َ؟‬:َ ‫ َفقيل َله‬.َ ‫ َالزهري‬:َ ‫كنا َعند َابن َعيينة َفقال‬ َ َ‫َلم‬:َ‫َسمعتهَمنهَ؟َفقال‬:َ‫َالزهريَفقيلَله‬:َ‫َثمَقال‬،‫فسكت‬ َ‫اسمعه َمنه َوَل َممن َسمعه َمنه َحدثني َعبد َالرزاق َعن‬ َ .‫معمرَعنَالزهرى‬ Artinya : Pernah ketika kami berada disamping Ibnu Uyainah, maka ia berkata, “Al-Zuhri” Maka ditanyakan kepadanya, “Apakah Al-Zuhri meriwayatkan hadis kepadamu ?” Maka ia diam. Kemudian ia berkata, “Al-Zuhri” Maka ditanyakan kepadanya, “Apakah engkau mendengar hadis darinya?” Maka ia berkata, “Saya tidak mendengar hadis itu dari al-Zuhri dan tidak dari orang yang mendengarnya darinya, melainkan meriwayatkan kepadaku Abdurrazzaq dari Ma’mar dari al-Zuhri. Hadis ini merupakan contoh tadlis iaqath beserta gugurnya adaturriwayah. d) Tadlis ‘Athaf Tadlis ‘athaf adalah pernyataan seorang rawi bahwa ia telah menerima hadis dari seorang gurunya dengan menyertakan guru lain yang tidak ia dengar hadis tersebut darinya. Al-Hakim berkata, “Sejumlah rawi meriwayatkan hadis kepada kami bahwa sekelompok murid Husyaim pada suatu hari sepakat untuk tidak menerima hadis mudallis darinya. Namun ia cukup cerdik untuk itu, maka pada suatu ketika ia meriwayatkan hadis dengan mengatakan:



22



َ .َ‫حدثناَحصينَومغيرةَعنَابراهيم‬ Artinya : Meriwayatkan hadis kepada kamu Hushain dan Mughirah dari Ibrahim... Setelah selesai ia berkata, “Apakah pada hari ini aku mentadlis hadis kepada kalian ?” Mereka menjawab: “Tidak.” Ia lalu berkata: “Aku tidak mendengar dari Mughirah satu huruf pun dari hadis yang aku sampaikan ini. Sebenarnya aku berkata :



َ .َ‫حدثنيَحصينَومغيرةَغيرَمسموعَلى‬ Artinya : Meriwayatkan hadis kepadaku Hushain, sedangkan Mughirah tidak saya dengar hadisnya. Yakni ia menyembunyikan kata-kata yang tidak ia ungkapkan kepada murid-muridnya itu, sebagaimana yang ia jelaskan. Hukum tadlis isnad dengan segala jenisnya adalah sangat dibenci oleh kebanyakan ulama. Syu’bah bin al-Hajjaj bekata, “Tadlis itu saudaranya bohong. “Sulaiman bin Dawud alMunaqqari berkata, “Tadlis, penyembunyian fakta, bujuk rayu palsu, penipuan, dan kebohongan pada hari rusaknya seluruh rahasia (hari kiamat) akan dikumpulkan dalam satu jalur.”36 2) Tadlis Syuyukh Tadlis syusyukh adalah seorang meriwayatkan hadis yang didengarnya dari seorang guru lalu menyebutkannya dengan nama, gelar, nasab, atau sidatnya yang tidak dikenal dengan maksud agar tidak diketahui siapa ia sebenarnya. Contohnya, al-Harits bin Abi Usamah meriwayatkan hadis dari al-Hafizh Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Ubaid bin Sufyan yang lebih dikenal dengan nama Ibnu Abi al-Dunya. Al-Harits itu lebih tua daripada al-Hafizh Abu Bakar, lalu ia men-tadlis-nya;



36



Ibid, h. 402-404.



23



kadang-kadang menyebutnya Abdullah bin Sufyan, dan kadangkadang menyebutnya Abu Bakar bin Sufyan...37 f. Hadis Mursal Khafi Hadis mursal khafi adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang rawi dari guru yang sezaman, tetapi ia tidak pernah mendengar hadisnya serta tidak pernah bertemu dengannya. Hadis mursal khafi itu termasuk hadis munqathi’. Akan tetapi, inqitha-nya tidak tampak, karena kesezamanan dua orang rawi itu mengesankan kesinambungan sanad diantara mereka. Diantara contoh hadis mursal khafi adalah hadis yang diriwayatkan oleh al-Turmudzi dalam kitab al-‘Ilal al-Kabir:



َ‫حدثناَابراهيمَبنَعبدَاللهَالهروىَناهشيمَاناَيونسَبنَعبيدَعن‬ َ‫َمطلَالغنيَظلمَوإذا‬:َ‫َقالَرسولَالله‬:َ‫نافعَعنَبنَعمرَقال‬ َ .َ‫احلتَعلىَمليَفاتبعهَوَلَتبعَبيعتينَفيَبيعة‬ Artinya : Meriwayatkan hadis kepada kami Ibrahim bin Abdullah alHarawi, katanya: Meriwayatkan hadis kepada kami Husyaim, katanya: Meriwayatkan hadis kepada kami Yunus bin Ubaid dari Nafi’ dari Ibnu Umar r.a, katanya, Rasulullah SAW bersabda: Penundaan pembayaran utang oleh orang kaya itu suatu penganiayaan. Apabila utangmu dilimpahkan (pembayarannya dipindahkan) kepada orang yang kaya, maka turutilah. Dan jangan kamu menjual dengan dua ketentuan penjualan dalam satu waktu. Tampak bahwa saat sanad hadis ini adalah muttashil. Yunus bin Ubaid sazaman dan pernah bertemu dengan Nafi’, sehingga ada yang menganggapnya sebagai salah seorang yang mendengar Nafi’. Akan tetapi, para kritikus hadis berkata bahwa ia tidak pernah mendengar hadis darinya. Al-Bukhari berkata, “saya tidak pernah tahu bahwa Yunus mendengar hadis dari “Nafi.” Demikian pula pendapat Ibnu Ma’in,



37



Ibid, h. 405-406.



24



Ahmad bin Hanbal, dan Abu Hatim. Jadi hadis diatas termasuk hadis mursal khafi. C. Tingkatan Hadis-hadis Dha’if disebabkan oleh Cacat Perawi 1. Hadis Maudhu’ Hadis maudhu’ adalah hadis yang diada-adakan dan dibuat-buat. Yakni hadis disandarkan kepada Rasulullah SAW dengan dusta dan tidak ada kaitan yang hakiki dengan Rasulullah. 38 Contoh hadis maudhu’ yang berkaitan dengan keutamaankeutamaan Abu Bakar, Utsman, Ali, Abbas, Muawiyah, dan sebagainya. Salah satu diantaranya sebagai berikut



َ ‫ابوَبكرَيلىَامتيَبعدى‬ Artinya : Abu Bakar akan memimpin umatku setelah aku.39 2. Hadis Matruk Hadis matruk adalah hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang dusta dan hadis itu tidak diketahui kecuali hanya melalui jalannya; disamping itu ia menyalahi kaidah-kaidah yang telah maklum. Demikian pula hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang dikenal pendusta dalam bicaranya meskipun ia tidak pernah terbukti dengan jelas melakukan kedustaan dalam meriwayatkan hadi Nabi SAW. 40 Contoh hadis matruk adalah hadis al-Jarud bin Yazid al-Naisaburi (Al-Dzahabi berkata; “Diantara musibah yang ditimpakannya”) dari Bahz dari bapaknya dari kakeknya, ia berkata, “Apabila seorang suami berkata kepada istrinya, ‘Kamu kutalak selama setahun Insya Allah,’ maka ia tidak berdosa.”41 3. Hadis Munkar Hadis munkar adalah hadis yang hanya diriwayatkan oleh seorang rawi, baik menyalahi riwayat orang lain maupun tidak menyalahinya, meskipun rawi tersebut tsiqat.42



38



Ibid, h. 308. Ibid, h. 310. 40 Ibid, h. 306. 41 Ibid, h. 307 42 Ibid, h. 462 39



25



Contoh hadis munkar : Imam Ahmad berkata tentang Aflah bin humaid al-Anshari, salah seorang periwayat Shahihain yang tsiqat : Aflah telah meriwayatkan dua buah hadis munkar, yakni hadis “Sesungguhnya Rasulullah SAW berambut lebat dan panjang” dan hadis “Rasulullah SAW menentukan miqat bagi penduduk Irak Dzati Irqin.” Imam Ahmad menamai dua buah hadis tersebut sebagai hadis munkar karena kedua-duanya hanya diriwayatkan oleh Aflah, padahal ia adalah seorang rawi yang tsiqat. 4. Hadis Mu’allal Hadis mu’allal adalah hadis yang padanya terlihat ‘illat yang merusak keshahihahannya, sedangkan lahirnya terbebas darinya. ‘Illat adalah faktor abstrak yang menodai hadis sehingga merusak keshahihannya. Ditinjau dari tempat terdapatnya ‘illat hadis mu’allal itu dibagi menjadi tiga macam, yaitu nu’allal dalam sanad, mu’allal dalam matan, dan mu’allal dalam kedua-duanya.43 a. Hadis Mu’allal dalam Sanad Kadang-kadang ‘illat yang terdapat dalam hadis mu’allal jenis ini dapat mencacatkan sanad dan mencacatkan matan, seperti apabila suatu hadi tidak dikenal kecuali melalui seorang periwayat, lalu ternyata padanya terdapat ‘illat, seperti idhthirab, inqitha qitha yang tersembunyi, atau merupakan hadis mauquf yang marfuk, dan sebagainya. Diantara contohnya adalah hadis Ibnu Juraij dari Musa bin ‘Uqbah dari Suhail bin Abi Shalih dari bapaknya dari Abu Hurairah r.a. dengan marfuk:



43



Ibid, h. 482.



26



َ‫منَجلسَمجلساَكثرَفيهَلفطهَفقالَقبلَانَيقومَسبحانك‬ َ‫اللهمَوبحمدكََلالهَاَلَانتَاستغفركَواتوبَاليكَاَلَغفر‬ َ .َ‫لهَماكانَمنَمجلسه‬ Artinya : Barangsiapa hadir dalam suatu majelis yang padanya banyak terjadi kegaduhan kemudian sebelum berdiri ia berkata, “Maha suci Engkau, Ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Tiada Tuhan selain Engkau. Aku mohon ampun kepada-Mu dan aku bertobat kepada-Mu,” maka ia mendapat ampunan atas dosa yang terjadi dalam majelis tersebut. Lahir hadis ini shahih, sehingga banyak hafiz tertipu lalu menshahihkannya, tetapi padanya terdapat ‘illat yang samar dan merusak. Yang benar dalam hal ini adalah riwayat Wahib bin Khalid al-Bahili dan Suhail dari ‘Aun bin Abdillah dari perkataan Abu Hurairah, tidak marfuk.44 b. Hadis Mu’allal dalam Matan Contoh hadis Abdullah bin Mas’ud katanya: Rasulullah SAW bersabda :



َ .َ‫الطيرةَمنَالشركَوماَمناَاَلَولكنَاللهَيذهبهَبالتوكل‬ Artinya : Tenung itu termasuk perbuatan syirik, dan setiap orang dari kita pasti. Akan tetapi Allah menghilangkannya dengan jalan kita bertawakkal. Secara lahir, sanad dari matan hadis ini shahih. Hanya saja matnnya ternodai ‘illat yang samar, yakni pada kata-kata wa minna illaa’. Al-Bukhari berkata : Sulaiman bin Harb berkata sehubungan dengan hadis ini :



َ .َ‫وماَمناَاَلَولكنَيذهبهَبالتوكل‬ Artinya : ...dan tidak ada dari kita. Akan tetapi Allah menghilangkannya dengan tawakkal.



44



Ibid, h. 483.



27



Selaiman berkata: “Demikianlah yang aku ketahui dari perkataan Abdullah bin Mas’ud. Al-Khaththabi berkata: Kata-kata “Wa ma minna illa” artinya adalah ‘dari setiap kata pasti dapat terkena tenung.’ Namun beliau tidak melanjutkan ucapannya karena terhalang oleh kebencian beliau terhadapnya. Karenanya beliau membuang kelanjutan kata-kata tersebut



untuk



meringkas



pembicaraan



dan



mengandalkan



pemahaman orang yang mendengarnya. 45 c. Hadis Mu’allal dalam Sanad dan Matan Contoh hadis yang dikeluarkan oleh al-Nasa’i dan Ibnu Majah dari riwayat Baqiyyah dari Yunus dari al-Zuhri dari Salim dari Ibnu Umar dari Nabi SAW berliau bersabda :



َ .َ‫منَادركَركعةَمنَصالةَالجمعةَوغيرهاَفقدَادرك‬ Artinya : Barangsiapa mendapatkan satu rakaat (dari sisa waktu) dalam sahalat Jumat atau lainnya, maka ia telah menunaikan (shalatnya). Abu Hatim al-Razi berkata: Hadis ini salah matan dan sanadnya. Yang benar hadis ini dari al-Zuhri dari Abu Salamah dari Abu Hurairah dari Nabi SAW :



َ .َ‫منَادركَمنَصالةَركعةَفقدَادركها‬ Artinya : Barangsiapa mendapatkan satu rakaat dari suatu salat (masih pada waktunya), maka ia mendapatkan salat itu. Adapun kata-kata “min salat al-jum’ati wa ghairiha” tidak terdapat dalam hadis ini. Jadi matan dan sanad tersebut dipertanyakan. Hadis ini diriwayatkan dalam Shahihain dan lainnya dari banyak jalan dengan redaksi yang berbeda dengan riwayat Baqiyah dan Yunus. Hal ini menunjukkan adanya ‘illat dalam hadis riwayat Baqiyyah itu.46



45 46



Ibid, h. 485. Ibid, h. 485-486.



28



5. Hadis Mudhtharib Hadis mudhtharib adalah hadis yang diriwayatkan dari seorang rawi atau lebih dengan beberapa redaksi yang berbeda dan dengan kualitas yang sama, sehingga tidak ada yang dapat diunggulkan dan tidak dapat dikompromikan.47 Diantara contoh hadis mudhtharib adalah hadis Zaid bin Arqam dari Rasulullah SAW bersabda :



َ‫إنَهذَالحشوشَمحتضرةَفاذاَاتىَاحدكمَالخالءَفليقلَاعوذ‬ َ .َ‫باللهَمنَالحبثَوالخباِث‬ Artinya : Sesungguhnya taman ini terkena bencana. Apabila salah seorang diantara kamu memasuki kakus, berdoalah: ‘Aku berlindung kepada Allah dari makhluk jahat laki-laki dan makhluk jahat perempuan,’ Al-Turmudzi berkata “Hadis Zaid bin Arqam sanadnya mengandung kemudhthariban.” Sebab kemudhthariban hadis ini adalah adanya perselisihan yang cukup banyak tentang dari siapa Qatadah menerima hadis tersebut.48 6. Hadis Maqlub Hadis maqlub adalah hadis yang rawinya menggantikan suatu bagian darinya dengan yang lain, baik dalam sanad atau matan, dan apabila karena lupa atau sengaja. a. Hadis maqlub yang terjadi karena kelupaan rawinya. Seperti matan suatu hadis yang diriwayatkan dengan sanad tertentu



oleh



rawinya



sehingga



ia



meriwayatkan



dengan



menggunakan sanad lain. Contohnya hadis yang diriwayatkan dari Ishaq bin Isa alThabba’, katanya:



47 48



Ibid, h. 465. Ibid, h. 466.



29



َ‫َقالَرسول‬:َ‫حدثناَجريرَبنَحازمَعنَثابتَعنَانسَقال‬ َ‫َاذاَاقيمتَالصالةَفالَتقوموا‬:َ‫اللهَصلىَاللهَعليهَوسلم‬ َ .َ‫حتىَتروني‬ Artinya : Meriwayatkan hadis kepada kami Jarir bin Hazim dari Tsabit dari Anas r.a katanya Rasulullah SAW bersabda: Apabila shalat telah siap didirikan, maka janganlah kamu berdiri sehingga kamu melihatku. Ishaq bin Isa berkata, “Kemudian saya datang kepada Hammad dan bertanya kepadanya perihal hadis ini. Ia menjawab: Abu al-Nadhar (yakni Jarir bin Hazim) salah duga. Sesungguhnya kami berada di majelis Tsabit al-Bannani, dam Hajjaj bin Abu Utsman ada bersama kami. Hajjaj al-Shawwaf meriwayatkan hadis kepada kami dari Yahya bin Abu Bakar dari Abdullah bin Abu Qatadah dari bapaknya bahwa Rasulullah SAW berkata:



َ .َ‫اذاَاقيمتَالصالةَفالَتقومواَحتىَتروني‬ Artinya : Apabila shalat telah siap didirikan, maka janganlah kamu berdiri sehingga kamu melihatku. Abu al-Nadhar menduga bahwa hadis tersebut termasuk hadis yang diriwayatkan kepada kami oleh Tsabit dari Anas. Jelaslah bagaimana tertukarnya sanad oleh rawinya, dimana dia telah menempatkan matan pada selain sanad yang sebenarnya. 49 b. Hadis maqlub yang terjadi karena kesengajaan rawinya. Hadis jenis ini paling bahaya, sehingga para ulama sangat besar perhatiannya untuk mengkaji dan membongkar rahasianya serta menjelaskan latar belakang dan motif para rawi yang melakukan hal itu. Diantara latar belakang dan motif tersebut adalah: 1) Keinginan perawi untuk mengemukakan hal-hal yang aneh kepada orang lain. 49



Ibid, h. 467-468.



30



2) Keinginan seorang rawi untuk menguji ahli hadis yang lain, ia hafal atau tidak, dan apakah hafalannya masih baik atau sudah kacau. Al-Iraqi memberi contoh hadis maqlub jenis kedua ini dengan hadis yang diriwayatkan oleh ‘Amr bin Khalid al-Harrani dari Hammad bin ‘Amr al-Nashibi dari al-A’masy dari Abu Shahlih dari Abu Hurairah, (hadis marfuk):



.َ‫اذاَلقيتمَالمشركينَفيَطريقَفالَتبدأهمَبالسالم‬ Artinya : Apabila kamu bertemu dengan orang-orang musyrik di tengah jalan, maka jangan kalian mulai ucapkan salam kepada mereka. Hadis



ini



maqlub



sanadnya.



Hammad



bin



`Amr



memalingkannya dengan mengaku meriwayatkannya dari al-‘Amsy, padahal telah diketahui umum bahwa hadis ini diriwayatkan dari Suhail bin Abu Shalih dari bapaknya dari Abu Hurairah.50 7. Hadis Munqalib Hadis muqalib adalah hadis yang terbalik sebagian lafalnya hingga pengertiannya berubah. 8. Hadis Mudraj Idraj menurut bahasa adalah ‘memasukkan sesuatu dalam lipatan sesuatu yang lain.’ Mudraj menurut istilah muhadditsin adalah : segala sesuatu yang tersebut dalam kandungan suatu hadis dan bersambung tanpa adanya pemisah, padahal ia bukan bagian dari hasi itu. Para ulama membagi idraj sesuai dengan tempatnya menjadi sua bagian; mudraj matan dan mudraj sanad. a. Mudraj matan Mudraj matan adalah ucapan sebagian rawi dari kalangan sahabat atau dari generasi setelahnya yang tercacat dalam matan hadis dan bersambung dengannya.



50



Ibid, h. 470.



31



Dengan kata lain, tiada tanda yang memisahkan antara hadis dan ucapan rawi tersebut, sehingga ia menimbulkan kebingungan bagi orang yang tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya. Contoh mudraj matan adalah hadis A’isyah tentang permulaan turunnya wahyu. Katanya:



َ‫كان َاول َمابدئ َبه َرسول َالله َصلى َالله َعليه َوسلم َمن‬ َ‫ َفكان ََل َيرى َرؤيا َاَل‬.َ ‫الوحي َالرؤيا َالصادقة َفيَالنوم‬ َ‫جاءتَمثلَفلقَالصباحَثمَحببَاليهَالخالءَفكانَيخلوَبفار‬ َ‫حراءَيتحنثَفيهَ(وهوَالتعبد)ََالياليَاوَلتَالعددَقباَان‬ َ .َ‫ينزعَالىَاهله‬ Artinya : Wahyu yang pertama kali disampaikan kepada Rasulullah SAW adalah mimpi yang beran dalam tidur. Beliau tidak melihat mimpi kecuali beliau menyaksikan suasana terang seperti pagi hari. Kemudian ditanamkan rasa cinta dalam dirinya untuk berkhalwat di Gua Hira’. Beliau berkhalwat disana untuk ber-tahannu- yakni beribadah- didalamnya selama beberapa malam sebelum kembali keluarganya... Kata-kata



‫وهو َالتعبد‬



(yakni beribadah) adalah ucapan al-



Zuhri yang disertakan dalam hadis, suatu tafsiran dari kata ‫يتحنث‬



.



b. Mudraj Isnad Para ulama menyebutkan beberapa bentuk mudraj sanad yang secara garis besarnya adalah sebagai beriku. 1) Seorang rawi mendengar suatu hadis dari banyak guru dengan beraneka ragam jalur sanadnya, kemuadian ia meriwayatkannya dengan satu jalur sanad tanpa menjelaskan perbedaannya. Diantara mudraj sanad bentuk ini kami temukan adalah hadis riwayat Abu Dawud.



32



َ‫حدثناَسليمانَبنَداودَالمهريَاخبرناَابنَوهبَاخبرني‬ َ‫جريرَبنَحازمَوسماَاخرَعنَابيَاسحاقَعنَعاصم‬ َ‫بنَضمرةَوالحارثَاَلعورَعنَعليَرضيَاللهَعنه‬ َ‫َفاذاَكانتَلكَماِتاَدرهم‬:َ‫عنَالنبيَصلىَاللهَعليهَوسلم‬ َ .َ‫وحالَعليهاَالحولَففيهاَخمسةَدراهم‬ Artinya : Meriwayatkan kepada kami Sulaiman bin Dawud alMahri, katanya: menceritakan hadis kepada kami Ibnu Wahb, katanya : menceritakan hadis kepadaku Jarir bin Hazim dan ia menyebut rawi lainnya dari Abu Ishaq dari Ashim bin Dhamrah dan al-Harits al-‘Awar dari Ali r.a, dari Nabi SAW, beliau bersabda : “Apabila kamu memilki harta 200 dirham dan telah berusia setahun dalam milikmu, maka padanya wajib zakat lima dirham...” Dalam hadis ini terjadi idraj suatu sanad ke dalam sanad lain. Yakni bahwa Ashim bin Dhamrah meriwayatkan hadis ini dengan



mauquf



pada



‘Ali,



sedangkan



al-Harits



meriwayatkannya dengan marfuk tetapi ia adalah rawi yang dicurigai berdusta. Kemudian Jarir datang meriwayatkannya dengan marfuk dengan bersumber dari riwayat mereka berdua. Abu Dawud telah menjelaskan bahwa Syubah dan Sufyan (dua tokoh ilmuwan) serta lainnya meriwayatkan hadis ini dari Abu Ishaq dari ‘Ashim dari ‘Ali dan mereka tidak me-rafa’-kannya. Dengan demikian kita ketahui bahwa Jarir patut dicurigai telah menjadikan hadis ini marfuk dari ‘Ashim. Disamping itu ia melakukan idraj terhadap riwayat ‘Ashim itu dengan riwayat alHarits. 2) Seorang rawi memiliki sebagian matan, tetapi ia juga memiliki sebagian matan lainnya dari sanad lain. Kemudian matan sanad tersebut diriwayatkan oleh salah seorang muridnya secara sempurna dengan satu sanad.



33



Diantara contoh mudraj sanad jenis ini adalah hadis Said bin Abu Maryam dari Malik dari al-Zuhri dari Anas dengan marfuk:



َ ‫َلتباغضواَوَلَتحاسدواَوَلتنافسوا‬ Artinya : Janganlah kamu saling membenci, jangan saling dengki, dan jangan bermewah-mewahan... Kata-kata



‫وَلتنافسوا‬



(jangan bermewah-mewahan)



dalam hadis ini adalah mudraj menurut sanad ini. Adapun asal kalimat ini dari hadis lain yang diriwayatkan oleh Malik dari Abu al-Zinad dari Abu Hurairah dengan marfuk. 3) Seorang muhaddits membacakan suatu sanad hadis, kemudian terjadilah sesuatu sehingga ia mengeluarkan kata-katanya sendiri. Kemudian kata-katanaya itu dianggap oleh sebagian orang yang mendengarnya sebagai matan sehingga mereka meriwayatkan kata-kata tersebut dengan sanad yang dibaca muhaddits itu. Contohnya adalah kisah Tasbit bin Musa (seorang zahid) dalam meriwayatkan kata-kata :



َ َ‫منَكثرتَصالتهَبااليلَحسنَوجههَبالنهار‬ Artinya : Barangsiapa banyak melaksanakan shalat malam, maka wajahnya akan ceria di siang hari. Suatu hari Tasbit bin Musa datang kepada Syuraik bin Abdillah al-Qadhi ketika ia sedang membackan sanad berikut :



َ‫ثناَاَلعمشَعنَعنَابيَسفيانَعنَجابرَقالَرسول‬ َ ...َ‫اللهَصلىَاللهَعليهَوسلم‬ Artinya : Meriwayatkan hadis kepada kami al-A’masy dari Abu Sufyan dari Jabir: Rasulullah SAW berkata:... Ketika Syuraik memandang Tsabit, ia membaca hadis di atas dengan maksud bahwa Tsabit adalah orang yang sangat layak dengan makna hadis tersebut; karena memang ia



34



seorangyang zahid dan wara’. Akan tetapi Tsabit menganggap bahwa sanad yang telah dibaca sebelumnya adalah sanah hadis tersebut sehingga ia meriwayatkan hadis ini dengan yang diduganya ini.51 9. Hadis Syadzdz Hadis syadzdz adalah hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang makbul yang menyalahi riwayat orang yang lebih utama darinya, baik karena jumlahnya lebih banyak ataupun lebih tinggi daya hafalnya. 52 Hadis syadzdz sesuai dengan tempat terjadinya kejanggalan itu, dapat dibagi menjadi dua, yaitu syadzdz dalam sanad dan syadzdz dalam matan. Contohnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh al-Daraquthni dari ‘Aisyah r.a bahwa Rasulullah SAW kadang-kadang mengqashar shalat dalam perjalanan dan kadang-kadang berbuka puasa dan kadangkadang berpuasa. Hadis ini para rawinya tsiqat dan sanadnya dinilai shahih oleh alDaraquthni. Akan tetapi hadis ini janggal dalam sanad dan matannya. Kejanggalan dalam sanadnya adalah karena riwayat ini menyalahi riwayat yang disepakati oleh para rawi yang tsiqat dari A’isyah, bahwa kandungan riwayat itu merupakan tindakan A’isyah sendiri, tidak marfuk kepada Rasulullah SAW. Adapun kejanggalannya dalam matan adalah bahwa tindakan Nabi yang shahih, menurut mereka, adalah beliau senantiasa melaksanakan salat qasar dalam perjalanan.53



51



Ibid, h. 472-476. Ibid, h. 458. 53 Ibid, h. 459. 52



35



DAFTAR PUSTAKA ‘Itr, Nuruddin. 2017. ‘Ulumul Hadis. Terjemahan oleh Mujiyo. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Zuhri, Muh. 2003. Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya. Abi Zukran. Puasalah Ramadhan Imanan Wahtisaban. http://ustmokhtarshafie. blogspot.com/2012/08/puasalah-ramadhan-imanan-wahatisabah.html?m=1. Diakses pada tanggal (5 Agustus 2012). Avisha.com. Hadis Mutawatir dan Hadis Ahad. http://abiavisha.blogspot.com/ 2013/02/hadis-mutawatir-dan-hadis-ahad.html?m=1. Diakses pada tanggal (09 Februari 2013). Kutaradjablog.spot. Tafsir Hadits (Hadits Mu’an’an dan Hadits Muannan). http://kutaradja92.blogspot.com/2014/04/hadits-muanan-dan-haditsmuannan.html?m=1. Diakses pada tanggal (17 April 2014). NUOnline. Kajian Hadits Mudallas dan Pembagiannya. http://islam.nu.or/id/post/ read/104169/kajian-hadits-mudallas-dan-pembagiannya. Diakses pada tanggal (28 Maret 2019). Pelangi Blog. Pengertian Hadts ‘Aly, Hadits Nazil, Hadits Mu’an’an, dan Hadits Muannan. https://www.pelangiblog.com/2019/03/pengertian-hadits-alyhadits-nazil.html. Diakses pada tanggal (01 Maret 2019).



36