Tradisi Marapi Pada Masa Nifas [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PERMASALAHAN FAKTUAL PROMOSI KESEHATAN BERDASARKAN LINGKUP IBU NIFAS (Tradisi Marapi Pada Ibu Nifas di Desa Manunggang Jae, Sumatera Utara) DOSEN PENGAMPU: Siti Rofi’ah, S.ST, M.Kes,



Kelas :Chamomile Kelompok :5 Disusun oleh : 1. Dewi Yuli Anggraini



(P1337424220003)



2. Risna Nurul Fatimah



(P1337424220004)



3. Nur Afidatul Mumin



(P1337424220009)



4. Mudrikah



(P1337424220018)



5. Naila Isyatir Rodhiyah



(P1337424220033)



6. Nina Anggraeni



(P1337424220047)



PRODI D3 KEBIDANAN MAGELANG POLTEKKES KEMENKES SEMARANG TAHUN AJARAN 2020/2021



KATA PENGANTAR Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.tanpa pertolonganNya, mungkin kami tidak akan sanggup menyelesaikan laporan ini dengan baik.Laporan ini disusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya laporan ini dapat terselesaikan walaupun ada kesalahan. Laporan ini memuat tentang “ Tradisi Marapi pada ibu nifas di desa Manunggang Jae, Sumatera Utara” dan sengaja dipilih karena menarik perhatian penulis untuk dicermati dan perlu mendapat dukungan dari semua pihak yang peduli terhadap dunia pendidikan dan kesehatan.Kami juga mengucapkan terimakasih kepada ibu Siti Rofi’ah, S.ST, M.Kes, selaku dosen pembimbing dan teman-teman yang telah banyak membantu menyusun agar dapat menyelesaikan laporan ini dengan sebaik-baiknya.Semoga laporan ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun laporan ini memiliki kekurangan, kami mohon untuk saran dan kritiknya agar laporan ini dapat menjadi lebih baik. Terimakasih.



Selasa,16 Maret 2021



Kelompok 5 1.1



BAB I PENDAHULUAN I.



Latar Belakang Masa nifas merupakan periode kritis dalam keberlangsungan hidup ibu dan bayi baru lahir. Sebagian besa kematian ibu dan bayi baru lahir terjadi dalam 1 bulan pertama setelah persalinan. Untuk itu, perawatan kesehatan selama periode ini sangat dibutuhkan oleh ibu dan bayi baru lahir agar dapat terhindar dari risiko kesakitan dan kematian. World Health Organization (WHO) menganjurkan agar pelayanan kesehatan masa nifas (postnatal care) bagi ibu mulai diberikan dalam kurun waktu 24 jam setelah melahirkan oleh tenaga kesehatan yang kompeten, misalnya dokter, bidan atau perawat (SDKI, 2017). Perawatan masa nifas merupakan suatu upaya yang dilakukan bidan, ibu nifas dan keluarga dengan tujuan agar kebutuhan nutrisi pada ibu nifas tercukupi, personal hygine terjaga, adanya perawatan payudara, istirahat dan tidur cukup, sehingga dapat mencegah terjadinya tanda bahaya selama masa nifas yang dapat membahayakan kesehatan ibu dan berdampak pada kematian (Nurjanah, 2013). Kepercayaan dan keyakinan budaya terhadap perawatan ibu post partum, masih banyak di jumpai di lingkungan masyarakat. Mereka meyakini budaya perawatan ibu setelah melahirkan dapat memberikan dampak yang positif dan menguntungkan bagi mereka.Salah satunya yaitu Tradisi Marapi pada ibu nifas di desa Manunggang Jae, Sumatera Utara Tradisi marapi adalah tradisi mengasapkan atau memanaskan ibu yang baru melahirkan bersama bayinya selama 40 hari yang dilakukan oleh ibu nifas di Kota Padangsidimpuan Provinsi Sumatera Utara. Sampai saat ini praktik tradisi marapi masih banyak dilakukan oleh masyarakat. Jenis perawatan dalam tradisi ini meliputi pengasapan (marapi) dan manjonjongi api (berdiri di atas perapian). Tradisi marapi tetap ada dan masih bertahan di kalangan masyarakat Desa Manunggang Jae Kota Padangsidimpuan karena tradisi ini merupakan tradisi turun-temurun dan praktiknya masih dianjurkan oleh tetua kampung maupun orang tua. Tradisi marapi sekalipun dilakukan dengan maksud mengupayakan kesehatan ibu nifas dan bayinya, namun tradisi ini berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan seperti gangguan sistem pernapasan, luka bakar, infeksi luka perineum,dehidrasi, vasodilatasi, penurunan tekanan darah dan iritasi kulit.Hal ini di perkuat bahwa perilaku masyarakat dalam memelihara kesehatan dipengaruhi oleh determinan sosial yaitu budaya (tradisi). Disarankan kepada masyarakat agar melakukan perawatan masa nifas dengan cara yang lebih sehat, kepada tenaga kesehatan untuk mengembangkan upaya promosi dan edukasi kesehatan tentang perawatan ibu nifas dan bayi baru lahir.



II.



TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi praktik tradisi marapi dan hubungannya dengan kesehatan ibu dan bayi di Desa Manunggang Jae.



III.



MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan, baik secara teoritis maupun praktis, diantaranya: 







Manfaat teoritis. Hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan informasi dan pemahaman bahwa derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh determinan sosial di antaranya adalah tradisi. Manfaat praktis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk Pemerintah Daerah dan Dinas Kesehatan dalam merumuskan rencana intervensi untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi akibat tradisi marapi. Memberikan informasi bagi tenaga kesehatan di puskesmas maupun di desa dalam melakukan pendekatan untuk mengedukasi masyarakat khususnya ibu nifas tentang risiko kesehatan yang terjadi pada ibu dan bayi yang melakukan tradisi marapi.



BAB II PEMBAHASAN LINGKUP PROMOSI KESEHATAN PADA IBU NIFAS A. Topik Permasalahan Tradisi Marapi pada ibu nifas di desa Manunggang Jae, Sumatera Utara B. Teori Penyelesaian Masalah Dalam menyelesaikan permasalahan mengenai tradisi marapi ini kita menggunakan Teori Transtheoritical Model (TTM). 1. Precontemplation (Tidak siap) Masyarakat belum berniat atau tidak tertarik untuk merubah kebiasaan ini sehingga mereka masih melakukan tradisi marapi ini tanpa memperhatikan bahaya yang dapat ditimbulkan.Padahal mereka tahu apa saja akibat yang dapat terjadi pada ibu dan bayi apabila melakukan tradisi ini akan tetapi mereka terap saja melakukan nya karena mengganggap sudah menjado tradisi yang turun temurun. 2. Contemplation (Mulai bersiap) Masyarakat mulai berniat sedikit demi sedikit untuk merubah kebiasaan tradisi marapi ini dengan memperhatikan keselamatan dan kesehatan pada ibu dan bayi.Mereka berniat melakukan perilaku tersebut selama beberapa bulan kedepan. 3. Preparation (Persiapan) Dalam hal ini masyarakat siap untuk memulai perubahan.Mereka mulai mengambil tindakan untuk menggunakan bahan-bahan yang aman dan menggunakan takaran yang tepat, membuat ventilisasi agar asap tidak berkumpul disalam ruangan, menggunakan wadah agar abu tidak berserakan di lantai dan tertiup oleh udara. 4. Tahap Action (aksi) Masyarakat sudah benar-benar melakukan perubahan. mereka sudah melakukan tradisi marapi dengan memperhatikan aspek keselamatan dan kesehatan ibu dan bayinya. 5. Tahap Maintenance (Pemeliharaan) Masyarakat sudah menjadikan perubahan ini suatu kebiasaan.Karena tradisi marapi ini sulit untuk dihilangkan begitu saja oleh karena itu mereka tetap melakukannya akan tetapi selalu memperhatikan keamanan,keselamatam dan kesehatan bagi ibu dan bayinya



C. Peran Bidan dalam Penyelesaian Permasalahan Dalam menyelesaikan permasalahan mengenai tradisi marapi ini,peran bidan yang dapat diberikan yaitu sebagai advocator.Bidan disini memberikan penyuluhan dan pengetahuan mengenai informasi kesehatan pada masa ibu jifas dan juga memberitahukan apa saja dampak yang dapat ditimbulkan dari melakukan tradisi marapi ini.Meskipun demikian,kenyataanya masih banyak ibu nifas yang melakukan tradisi marapi ini dan mereka menganggap hal itu adalah suatu kebiasaan turun temurun.Dengan demikian,bidan juga memberikan saran bahwa boleh melakukan tradisi marapi ini akan tetapi harus memperhatikan beberapa hal yaitu: - Harus dilakukan dengan hati-hati. - Memperhatikan jarak antara si ibu dan bayi dengan bara api yang digunakan. - Asap api tidak langsung terhirup oleh ibu maupun si bayinya. D. Alasan Pilih Teori dalam Penyelesaian Masalah Dalam lingkup promosi kesehatan pada ibu nifas kita memilih topik permasalahan yaitu tradisi marapi di desa Manunggang Jae, Sumatera Utara.Dari permasalah ini kita menggunakan Teori Transtheoritical Model (TTM)..Ada beberapa alasan Teori Transtheoritical Model (TTM) tepat digunakan dalam permasalahan ini yaitu: 1. Karena untuk melakukan perubahan pada masyarakat yang masih kental dengan tradisi kita tidak bisa memutus atau membuang tradisinya, kita hanya perlu memberikan solusi agar pelaksanaan nya lebih aman dan memperhatikan aspek kesehatan ibu dan bayi. Untuk melakukan perubahan tersebut kita tidak bisa secara langsung dan cepat, melainkan secara bertahap dan berproses. 2. Kelebihan dari teori TTM adalah memiliki strategi yang jelas dalam merubah perilaku individu yaitu terdapat tahapan berubah dan proses berubah dalam mencapai perubahan. Tetaapi teori TTM memiliki keterbatasan yaitu proses berubah membutuhkan waktu yang cukup lama dan ketekunan untuk mencapai perubahan. 3. Teori TTM menjadikan kesiapan individu menjadi hal yang utama.Karena dalam teori TTM kesiapan individu akan dinilai .Kesiapan individu untuk merubah tradisi marapi pada ibu nifas dengan cara yang lebih sehat.Kita sebagai tenaga Kesehatan tidak boleh memaksa untuk tidak melakukan tradisi marapi pada ibu nifas dikarenakan tradisi tersebut sudah menjadi tradisi wajib didaerahnya.Kita harus memberi penjelasan tentang bahaya tradisi marapi agar ibu nifas mengerti dan siap untuk merubah tradisi marapi dengan cara yang sehat.



E. Media dalam Promosi Kesehatan



1. 2. 3. 4. 5.



Pemaparan materi dalam bentuk power point Leaflet Video Booklet Stiker



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Tradisi marapi merupakan salah satu tradisi yang masih dilakukan oleh masyarakat di Desa Manunggang Jae. Tradisi marapi dilakukan oleh ibu nifas dengan tujuan untuk memberikan kehangatan pada ibu nifas dan bayinya agar ibu dan bayi tidak cepat sakit karena kedinginan. Jenis perawatan yang dilakukan berupa marapi (pengasapan) dan manjonjongi api (berdiri di atas perapian). Masyarakat Desa Manunggang Jae tetap mempertahankan tradisi marapi dengan berbagai alasan, diantaranya adalah bahwa tradisi ini sudah dilakukan sejak dahulu dan merupakan warisan nenek moyang atau tradisi turun-temurun. Tradisi ini juga dilakukan atas anjuran tetua kampung dan anjuran ibu maupun ibu mertua. Tradisi marapi masih merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Penelitian ini membuktikan bahwa determinan sosial masih mengikat perilaku masyarakat dalam memelihara kesehatan. Tradisi marapi sekalipun dilakukan dengan maksud mengupayakan kesehatan ibu nifas dan bayinya tapi pada kenyataannya praktik tradisi ini merupakan perilaku berisiko yang dapat merugikan kesehatan ibu dan bayi. Risiko gangguan kesehatan yang dialami oleh ibu dan bayi diantaranya adalah gangguan sistem pernapasan, luka bakar, infeksi luka perineum, dehidrasi, vasodilatasi, penurunan tekanan darah, ruam di kulit dan bahkan akibat fatal yang paling perlu diwaspadai adalah dapat mengakibatkan kematian. B. Saran Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan yang telah dibuat maka dapat diberikan saran-saran sebagai berikut: - Bagi masyarakat. Perawatan masa nifas untuk ibu dan bayi diharapkan dapat dilakukan dengan cara yang lebih sehat. Misalnya untuk menghangatkan ibu dan bayi bisa menggunakan selimut atau dengan alat maupun benda yang tidak menimbulkan asap. Pelaksanaan manjonjongi api dapat dilakukan tanpa menggunakan sabut kelapa dan daun-daunan yang dibakar. Mendapatkan manfaat dari daun-daunan dapat dilakukan dengan direbus, kemudian airnya dapat diminum atau digunakan sebagai campuran untuk air mandi ibu. Diharapkan dengan cara demikian ibu dan bayi dapat terhindar dari asap saat melakukan tradisi marapi. - Bagi tenaga kesehatan. Mengembangkan promosi kesehatan dan memberikan edukasi tentang perawatan ibu nifas dan bayi baru lahir terhadap masyarakat terutama kepada ibu nifas dan keluarga. Perlu intervensi khusus terhadap ibu yang masih melakukan tradisi marapi.