Tugas Kelompok - Bab 4 - Makna Dan Dimensi Budaya - Manajemen Internasional [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH MANAJEMEN INTERNASIONAL MAKNA DAN DIMENSI BUDAYA Dosen Pengampu: Sabaruddin, MBA, M.S.P.A



ANGGOTA KELOMPOK 11 1. Ninda Novianasari



5160211376



2. Andri Kurnia Putra



5160211391



3. Rastini



5160211392



4. Endah Pangestuti R



5160211402



5. Intan Nur Isnaini R



5160211415



FAKULTAS BISNIS, PSIKOLOGI DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS TEKNOLOGI YOGYAKARTA 2019



i



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Makna dan Dimensi Budaya. Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan dosen pada mata kuliah Manajemen Internasional. Dalam proses penyusunan tugas ini tentu kami menjumpai hambatan, namun berkat dukungan dari berbagai pihak, akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Dengan ini kami ingin menyampaikan terima kasih kepada Sabaruddin,MBA,M.S.P.A. selaku dosen Manajemen International. Besar harapan kami, makalah ini dapat bermanfaat bagi semua orang yang membacanya dan dapat membantu teman-teman yang lain dikemudian hari. Akhir kata, kami mohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan.



Yogyakarta, 13 Oktober 2019



Penulis



ii



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 4 BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 5 SIFAT BUDAYA.................................................................................................................. 5 KERAGAMAN BUDAYA ................................................................................................... 5 NILAI-NILAI BUDAYA...................................................................................................... 7 Perbedaan dan Persamaan Budaya di Berbagai Dunia ..................................................... 7 Transisi Nilai .................................................................................................................... 8 Dimensi Budaya Hofstede .............................................................................................. 10 Dimensi Budaya Trompenaars ....................................................................................... 12 PENGINTEGRASIAN BUDAYA DAN MANAJEMEN PROYEK GLOBE .................. 15 Budaya dan Manajemen ................................................................................................. 15 Dimensi Budaya GLOBE ............................................................................................... 16 Analisis Negara GLOBE ................................................................................................ 17 BAB III PENUTUPAN............................................................................................................ 19 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 20



iii



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Setiap budaya mempunyai sifat atau karakteristik masing-masing. Ini menjadi salah satu pembeda antara budaya satu dengan budaya lainnya. Tantangan utama untuk melakukan bisnis secara internasional adalah mengadaptasi secaran efektif budayabudaya yang berbeda. Adaptasi tersebut membutuhkan pemahaman tentang keragaman budaya, persepsi, stereotip, dan nilai. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak penelitian dilakukan pada dimensi budaya dan sikap, dan hasilnya telah terbukti berguna dalam memberikan profil integratif budaya internasional. Namun, sebuah kata peringatan harus diberikan ketika membahas profil negara. Harus diingat bahwa stereotip dan generalisasi yang berlebihan seharusnya dihindari, selalu terdapat perbedaan individu dan bahkan subbudaya didalam masing-masing negara. Hal ini menguji makna budaya sebagaimana hal itu diterapkan pada manajemen internasional, meninjau ulang beberapa perbedaan dan persamaan nilai dari berbagai kelompok, memahami pentingnya dimensi-dimensi budaya dan dampaknya pada perilaku, dan menguji pengelompokan budaya.



1.2 Rumusan Masalah 1. Apa itu sifat budaya? 2. Bagaimana keragaman budaya masyarakat dapat secara langsung mempengaruhi pendekatan-pendekatan manajemen? 3. Apa yang termasuk dalam nilai-nilai budaya? 4. Bagaimana pengintegrasian budaya dan manajemen: proyek GLOBE?



1.3 Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui sifat budaya organisasi 2. Untuk mengetahui keragaman budaya 3. Untuk mrngetahui nilai-nilai budaya 4. Untuk mengetahui pengintegrasian budaya dan manajemen: proyek GLOBE



4



BAB II PEMBAHASAN A. SIFAT BUDAYA Budaya berasal dari Bahasa Latin cultura yang terkait dengan pemujaan atau ibadah. Budaya



(culture)



memerlukan



pengetahuan



yang orang-orang



gunakan



untuk



menginterpretasikan pengalaman dan menghasilkan perilaku social. Pengetahuan tersebut membentuk nilai, menciptakan sikap, dan mempengaruhi lingkungan. Karakteristik Budaya: 1. Belajar, budaya tidak diwariskan atau berdasarkan biologis namun memerlukan pembelajaran dan pengalaman. 2. Berbagi, anggota sebuah kelompok, organisasi atau masyarakat yang berbagi budaya namun tidak spesifik pada individu tunggal 3. Transgenerasional, budaya adalah kumulatif, di wariskan, diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. 4. Simbolis, budaya didasarkan pada kapasitas manusia untuk menyimbolkan atau menggunakan sesuatu untuk merepresentasikan yang lain. 5. Berpola, budaya memiliki struktur dan terintegrasi ; suatu perubahan dibagian tertentu akan membawa perubahan pada yang lain 6. Adaptif, budaya didasarkan pada kapasitas manusia untuk berubah atau beradaptasi , berlawanan dengan dorongan yang lebih atau proses adaptasi hewan secara genetic.



B. KERAGAMAN BUDAYA Budaya masyarakat dapat secara langsung mempengaruhi pendekatan-pendekatan manajemen: a. Sentralisasi versus Desentralisasi pengambilan keputusan Dibeberapa masyarakat, manajemen puncak membuat semua keputusankeputusan oganisasional yang penting. Dimasyarakat lain, keputusan-keputusan menyebar keseluruh perusahaan, serta manajer level menengah dan bawah berpartisipasi secara aktif dalam membuat keputusan-keputusan penting. b. Keamanan versus Berisiko Dibeberapa masyarakat, pengambilan keputusan manjerial menghindari risiko dan memiliki kesulitan yang besar dengan kondisi yang tidak pasti. Dimasyarakat



5



yang lain, pengambilan resiko sangat didukung, dan pengambilan keputusan dibawah kondisi ketidakpastian merupakan hal yang umum. c. Penghargaan Individu versus Kelompok Dibeberapa negara, personel yang melakukan pekerjaan luar biasa diberi penghargaan individu dalam bentuk bonus atau komisi. Dinegara lain, norma budaya menuntut penghargaan kelompok dan penghargaan individu tidak disukai. d. Prosedur Informal versus Formal Dibeberapa masyarakat, banyak hal yang diselesaikan melalui cara informal. Dimasyarakat yang lain, prosedur formal tercantum dan diikuti secara kaku. e. Kesetiaan Organisasi Tinggi versus Rendah Dibeberapa masyarakat, orang menyamakan diri mereka sangat kuat dengan organisasi mereka. Dimasyarakat yang berbeda, orang menyamakan dirinya dengan kelompok pekerjaannya, seperti teknisi atau mekanik. f. Kerjasama versus Persaingan Dibeberapa masyarakat mendorong kerjasama diantara orang-orang mereka. Dimasyarakat lain mendorong persaingan diantara orang-orang mereka. g. Jangka Pendek versus Jangka Panjang Beberapa budaya sangat focus pada wilayah jangka pendek misalnya tujuan jangka pendek yaitu profit dan efisiensi. Budaya yang lain lebih berminat untuk tujuan jangka Panjang misalnya pengembangan pangsa pasar dan teknologi. h. Stabilitas versus Ekonomi Budaya beberapa negara mendukung stabilitas dan bertahan atas adanya perubahan. Budaya yang lain menempatkan nilai yang tinggi pada inovasi dan perubahan. Cara lain menggambarkan keragaman budaya adalah melalui pemisahan komponen secara visual. Lingkaran luar berisi artefak eksplisit dan produk-produk budaya. Level ini dapat dilihat dan terdiri atas Bahasa, makanan, bangunan, dan seni. Lingkaran ditengah berisi norma-noma dan nilai nilai masyarakat baik secara formal maupun informal, dan didesain untuk membantu orang memahami bagaimana seharusnya mereka berperilaku. Lingkaran dalam berisi hal-hal yang sifatnya implisit, 6



asumsi dasar yang mengatur perilaku. Dengan memahami asumsi-asumsi tersebut, para anggota budaya dapat mengatur sendiri cara yang dapat membantu mereka meningkatkan efektivitas proses pemecahan masalah dan berinteraksi dengan baik dengan yang lain. Cara tambahan untuk memahami perbedaan budaya adalah dengan membandingkan budaya sebagai distribusi normal



C. NILAI-NILAI BUDAYA Dimensi utama pada studi budaya adalah nilai. Nilai (values) adalah keyakinan dasar yang dimiliki oleh seseorang terkait dengan apa yang benar dan yang salah, baik dan buruk, penting dan tidak penting. Nilai ini dipelajari dari budaya dimana seseorang dibesarkan, dan membantu mereka mengarahkan perilakunya. Perbedaan pada nilai budaya sering kali menghasilkan praktik-praktik bisnis yang beragam. Contohnya bahwa nilai-nilai Amerika Serikat dapat menghasilkan sekumpulan respons bisnis dan nilai-nilai alternatif dapat memberikan respons yang berbeda. a) Perbedaan dan Persamaan Budaya di Berbagai Budaya Nilai-nilai personal telah menjadi fokus pada sejumlah studi antar budaya. Secara umum, temuan menunjukkan bahwa baik perbedaan maupun persamaan antara nilai-nilai kerja dan nilai-nilai manajerial atas kelompok yang berbeda. Sebagai contoh, satu studi menemukan perbedaan-perbedaan dalam nilai-nilai kerja antara orientasi Barat dan orientasi suku karyawan kulit hitam di Afrika Selatan. Kelompok yang berorientasi Barat sebagaian besar menerima prinsip-prinsip etika kerja Protestan, tetapi kelompok yang berorientasi suku tidak. Hasilnya menjelaskan terkait dengan perbedaan-perbedaan latar belakang budaya di kedua kelompok. Perbedaan-perbedaan



pada



nilai-nilai



kerja



juga



telah



ditemukan



merefleksikan budaya dan industrialisasi. Para peneliti memberikan kuesioner nilainilai personal kepada lebih dari 2.000 manajer di lima negara : Australia (n = 281), India (n = 485), Jepang (n = 301), Korea Selatan (n= 161), dan Amerika Serikat (n = 833). PVQ berisi 66 konsep yang terkait dengan tujuan bisnis, tujuan personal, ide-ide terkait dengan orang-orang dan kelompok-kelompok orang, ide-ide tentang topiktopik umum. Konsep-konsep ideologi dan filosofi termasuk mewakili sistem-sistem nilai utama seluruh kelompok. Hasilnya menunjukkan bahwa beberapa perbedaan signifikan antara para manajer di tiap-tiap kelompok. Para manajer AS menempatkan nilai yang tinggi pada kebijaksanaan mendapatkan pengaruh dan perhatian kepada orang lain. Para manajer Jepang menempatkan nilai yang tinggi pada perbedaan 7



dengan atasan, komitmen perusahaan, serta penggunaan yang hati-hati atas keagresifan dan pengendalian. Para manajer Korea menempatkan nilai yang tinggi pada keuletan dan keagresifan pribadi serta nilai yang rendah untuk penghargaan atas orang lain. Para manajer India meletakan nilai tinggi pada pengejaran tujuan yang tidak agresif. Manajer Australia menempatkan hal-hal yang penting dan utama pada nilai-nilai yang merefleksikan pendekatan rendah pada manajemen dan perhatian yang tinggi kepada orang lain. Dalam jangka pendek, sistem-sistem nilai yang melintasi batasan-batasan negara sering kali berbeda. Pada saat yang sama, persamaan nilai-nilai yang ada diantara budaya. Pada kenyataanya, penelitian menunjukkan bahwa para manajer dari negara-negara yang berbeda sering kali memiliki nilai-nilai personal yang mirip terkait dengan kesuksesan. England dan Lee menguji nilai-nilai manajerial pada beragam sampel, yaitu manajer AS (n = 878), Jepang (n = 312), Australia (n= 301), dan India (n= 500). Mereka menemukan bahwa : 1. Terdapat hubungan yang cukup kuat antara tingkat kesuksessan yang dicapai oleh para manajer dan nilai-nilai personal mereka. 2. Merupakan bukti bahwa pola-pola nilai memprediksi kesuksesan manajerial dan dapat digunakan dalam menyeleksi dan menempatkan keputusan. 3. Meskipun terdapat perbedaan-perbedaan negara dalam hubugannya antara nilainilai dan kesuksesan, ditemukan diantara empat negara terdapat persamaan. 4. Pola umum menunjukan bahwa makin sukses manajer maka makin prakmatis, dinamis, memiliki nilai-nilai yang berorientasi pada pencapaian, sementara para manajer yang kurang sukses menunjukkan lebih statis dan memiliki nilai-nilai pasif. Makin sukses manajer makin berorientasi pada pencapaian dan memiliki peran aktif dalam berinteraksi dengan piak-pihak lain yang membantu dalam mencapai tujuan organisasi. Manajer yang kurang sukses memiliki nilai-nilai yang terkait dengan lingkungan yang statis dan terlindungi dimana mereka mengambil peran yang relatif pasif. b) Transisi Nilai George England menemukan bahwa sistem-sistem nilai personal relatif stabil dan tidak berubah secara cepat. Namun, terjadi perubahan di dalam nilai-nilai manajerial sebagai hasil dari budaya dan teknologi. Contoh yang tepat adalah Jepang. Reichel dan Flynn menguji pengaruh lingkungan AS pada nilai-nilai budaya manajer Jepang yang bekerja untuk perusahaan Jepang di AS. Khususnya, mereka fokus 8



memperhatikan nilai-nilai organisasi kunci sebagai pekerjaan seumur hidup, otoritas formal, orientasi kelompok, senioritas, dan peternalisasi. Hal-hal berikut adalah apa yang mereka temukan : 1. Pekerjaan seumur hidup diterima secara luas dalam budaya Jepang, tetapi di AS para manajer Jepang tidak percaya bahwa masa jabatan tanpa syarat di satu organisasi adalah hal yang penting. Namun, mereka percaya bahwa keamanan pekerjaan adalah penting. 2. Otoritas formal, kapatuhan, dan kesesuaian dengan posisi hierarkis adalah penting di Jepang, tetapi para manajer di AS tidak memersepsikan kepatuhan dan kesesuaian merupakan hal yang sangat penting dan menolak ide bahwa seseorang seharusnya tidak mempertanyakan atasan. Namun, mereka mendukung konsep adanya otoritas formal. 3. Orientasi kelompok, kerja sama, kesesuaian, dan kompromi adalah nilai-nilai organisasional yang penting di Jepang. Para manajer di AS mendukung nilia-nilai ini, tetapi juga percaya bahwa penting untuk menjadi seorang individu, dan memelihara keseimbangan antara orientasi kelompok dan orientasi pribadi. 4. Di Jepang, personel organisasional sering kali dihargai berdasarkan senioritas, bukan jasanya. Dukungan untuk nilai ini secara langsung dipengaruhi oleh lamanya para manajer Jepang di AS. Makin lama mereka ada di sana, makin rendah dukungan bagi nilai-nilai ini. 5. Paternalisme, sering kali diukur dengan keterlibatan manajer baik pada masalahmasalah personal maupun masalah-masalah di luar pekerjaan, hal ini sangat penting di Jepang. Manajer Jepang di AS tidak setuju, perlawanan ini terkait positif dengan lamanya mereka berada di Amerika Serikat. Terdapat bukti bahwa individualisme di Jepang terus meningkat, menunjukkan bahwa nilai-nilai Jepang berubah dan tidak hanya di antara para manajer yang berada di luar Jepang. Kemerosotan ekonomi yang panjang telah meyakinkan banyak orang Jepang bahwa mereka tidak dapat bergantung pada perusahaan besar atau pemerintah untuk memastikan masa depan mereka. Mereka harus melakukannya sendiri. Hasilnya, saat ini terdapat peningkatan jumlah orang-orang Jepang yang mulai menerima apa yang disebut “era tanggung jawab personal”. Ketimbang mencela individualisme sebagai ancaman masyarakat, mereka menawarkannya sebagai solusi penting untuk banyak negara atas kondisi ekonomi yang buruk. Vice chairman lobi bisnis negara terbesar menyimpulkan pemikiran ini pada pembukaan konferensi 9



terbaru tentang perubahan ekonomi saat dia berkata, “Dengan membentuk tanggung jawab pribadi, kita harus melanjutkan dinamisme terhadap perekonomian dan merevitalisasi masyarakat.” Pemikiran ini didukung oleh penelitian Lee dan Peterson yang mengungkapkan bahwa suatu budaya dengan orientasi kewirausahaan yang kuat adalah penting bagi persaingan global, khususnya pada sektor bisnis kecil. Karenanya tren sekarang ini mungkin akan sangat membantu perekonomian Jepang dalam membantu memenuhi persaingan global di dalam negeri. Fokus di sini pada Jepang yang disebabkan pengalaman dan bukti nyata. Sementara ini, budaya dan nilai-nilai Jepang terus berkembang, negara-negara lain seperti Cina mulai menjalani era baru. Kita mendiskusikan dalam bab 2 bagaimana Cina bergerak menjauh dari budaya kolektivisme, dan tampaknya seolah-olah Cina tidak yakin nilai-nilai budaya apa yang diikuti. Konfusianisme telah dijalankan lebih dari 2.000 tahun, tetapi pesan yang ampuh melalui pengajaran Konfusius dikalahkan di dunia di mana profit menjadi suatu prioritas. Sekarang, Konfusianisme mencapai popularitas lagi secara perlahan, menekankan, respek terhadap kekuasaan, perhatian terhadap orang lain, keseimbangan, keharmonisan, dan sebagainya. Sementara hal ini memberikan perlindungan bagi beberapa orang, tetapi juga menimbulkan masalah dengan pemerintah, sejak mereka harus membuktikan kelayakan untuk tetap berkuasa. Selama Cina terus menjadi makmur, harapan kesatuan budaya mungkin hanya angan. Banyak yang masih perhatian dengan kurangnya alternatif jika pertumbuhan Cina terhambat, menciptakan bahkan lebih membingungkan dalam perjalanan untuk mempertahankan nilai-nilai budaya. c) Dimensi Budaya Hofstede Beberapa peneliti telah mencoba untuk memberikan paduan gambaran budaya dengan sub-sub bagian, atau dimensi-dimensi. Secara khusus, peneliti Belanda Geert Hoftstede mengidentifikasi empat dimensi, dan terakhir lima dimensi budaya yang membantu menjelaskan bagaimana dan mengapa orang-orang dari berbagai budaya berperilaku. Data awalnya dikumpulkan dari dua survei kuesioner dengan lebih dari 116.000 responden di lebih dari 70 negara di seluruh dunia-membuatnya menjadi studi dengan dasar organisasional terbesar yang pernah dilakukan. Individu-individu dalam studi ini semua bekerja di anak perusahaan lokal IBM. Sebagai hasilnya, penelitian Hofstede dikritik karena studi tersebut hanya fokus pada satu perusahaan, tetapi dia telah menyangkal kritik tersebut. Hofstede menyadari keheranan beberapa orang tentang bagaimana karyawan dari suatu perusahaan tertentu seperti IBM dapat 10



berfungsi sebagai sampel untuk menemukan sesuatu tentang budaya negara mereka pada umumnya. Namun, sampel untuk perbandingan lintas negara tidak perlu merepresentasi, sepanjang mereka setara secara fungsional. Karyawan IBM adalah sampel yang sempit, tetapi sangat sesuai. Karyawan dari perusahaan multinasional secara umum dan IBM secara khusus membentuk sumber-sumber yang menarik atas informasi untuk membandingkan ciri-ciri negara, karena mereka memilikipersamaan dalam respek terhadap karyawan yang lain dari pada secara kewarganegaraan: para karyawan mereka, jenis pekerjaan mereka, dan-untuk pekerjaan-pekerjaan yang sesuai-tingkat pendidikan mereka. Oleh karena itu, membandingkan anak-anak perusahaan IBM menunjukkan perbedaan budaya nasional dengan kejelasan yang tidak biasa. Studi massif Hofstede berlanjut menjadi titik fokus bagi riset-riset tambahan. Empat dimensi terkenal yang diuji oleh Hofstede adalah (1) jarak kekuasaan, (2) penghindaran ketidakpastian, (3) individualism, dan (4) maskulinitas. Lima dimensi terbaru adalah orientasi waktu, yang tidak terlalu dikenal, tetapi dapat membantu menggambarkan orientasi budaya jangka panjang versus jangka pendek. Sementara itu, orientasi waktu adalah penting bagi pemahaman kita tentang budaya, empat dimensi asli telah menerima paling banyak perhatian dan karenanya menjadi fokus utama di sini. 1. Jarak Kekuasaan jarak kekuasaan (power distance) adalah “sejauh mana anggota-anggota institusi atau organisasi yang kurang memiliki kekuasaan menerima kekuasaan yang didistribusikan secara tidak merata. Negara-negara di mana orang-orang secara “membabi buta” mematuhi perintah atasan-atasan mereka yang memiliki jarak kekuasaan yang tinggi. 2. Penghindaran



Ketidakpastian



Penghindaran



ketidakpastian



(uncertainty



avoindance) adalah “sejauh mana orang-orang merasa terancam oleh situasi yang membingungkan dan mencciptakan keyakinan serta banyak institusi yang menghindari hal ini. 3. Individualisme (individualism) adalah kecenderungan orang untuk hanya melihat dirinya dan keluarga dekatnya. 4. Maskulinitas Maskulinitas (masculinity) adalah karakteristik budaya di mana nilai-nilai dominan daam masyarakat adlah kesuksesan, uang, dan barang-barang. 5. Pengintegrasian Dimensi Pemaparan empat dimensi budaya bermanfaat dalam membantu menjelaskan perbedaan-perbedaan di antara berbagai negara, dan 11



pnelitian Hofstede telah memperluas fokus ini dan menunjukkan bahwa negaranegara dapat digambarkan dengan pasangan-pasangan dimensi ini. Dalam penelitian Hofstede selanjutnya, pemasangan dan pengelompokkan dapat memberikan ringkasan yang bermanfaat bagi para manajer internasional. d) Dimensi Budaya Trompenaars Dimensi budaya Hofstede dan pengelompokkan negara dikenal secara luas dan diterima dalam studi manajemen internasional. Penggambaran yang lebih baru atas bagaimana budaya-budaya berbeda, oleh peneliti Belanda lain, Fons Trompenaars, menerima perhatian yang meningkat. Penelitian Trompenaars dilakukan lebih dari periode 10 tahun dan dipublikasi pada 1994. Pengembangan sangat berorientasi nilai dan berorientasi hubungan seperti halnya sosiologis terkenal Talcott



Parsons.



Trompenaars



menurunkan



lima orientasi



hubungan



yang



menunjukkan cara di mana orang terkait dengan orang lain; hal ini dapat dipertimbangkan menjadi dimensi budaya yang dianalogikan pada dimensi-dimensi Hofstede. Trompenaars juga melihat sikap terhadap waktu dan lingkungan, dan hasil penelitiannya memberikan informasi yang bermanfaat yang dapat membantu menjelaskan bagaimana budaya berbeda dan menawarkan cara-cara praktis di mana perusahaan-perusahaan multinasional dapat menjalankan bisnis di berbagai negara. Diskusi berikutnya menjelaskan tiap-tiap orientasi lima hubungan maupun sikap terhadap waktu dan lingkungan. Universalisme versus Partikularisme Universalisme (universalism) adalah keyakinan bahwa ide-ide dan praktik-praktik dapat diterapkan di manapun tanpa perubahan. Partikularisme (particularism) adalah keyakinan bahwa situasi mendikte bagaimana ide-ide atau praktik-praktik seharusnya diterapkan. Dalam budaya dengan universalisme yang tinggi, fokus lebih pada aturan-aturan formal dari pada hubungan, kontrak-kontrak bisnis sangat dipatuhi, dan orang percaya bahwa “kesepakatan adalah kesepakatan.” Dalam budaya dengan partikularisme yang tinggi, fokus lebih pada hubungan dan kepercayaan dari pada aturan-aturan formal. Dalam budaya partikularis, kontrak hukum sering diubah, dan orang saling mengenal dengan lebih baik, mereka sering mengubah cara kesepakatan dijalankan. Individualisme



versus



Komunitarianisme



Individualisme



dan



Komunitarianisme adalah dimensi kunci pada penelitian awal Hofstede. Meskipun Trompenaars menurunkan dua hubungan secara berbeda dari yang dilakukan Hofstede, mereka masih memiliki makna dasar yang sama, meskipun pada 12



penelitiannya



yang



lebih



baru



Trompenaars



telah



menggunakan



kata



komunitarianisme dari pada kolektivisme. Baginya, individualism mengacu pada orang-orang yang terkait dengan dirinya sendiri sebagai individu, sementara komunitarianisme (communitarianism) mengacu pada diri mereka sebagai bagian dari kelompok. Netral versus Emosional Budaya Netral (neutral culture) adalah budaya di mana emosi dipertahankan. Orang-orang di negara-negara ini mencoba untuk menunjukkan perasaannya; mereka bertindak dengan tenang dan menjaga kesabran mereka. Budaya emosional (emotional culture) adalah budaya di mana emosi diekspresikan secara terbuka dan alami. Orang-rang dalam budaya emosional sering kali banyak tersenyum, berbicara dengan keras ketika mereka bersemangat, dan saling menyapa dengan penuh semangat. Spesifik versus Menyebar Budaya Budaya spesifik (specific culture) adalah budaya di mana individu memiliki ruang public yang luas, yang membiarkan orang lain masuk dan berbagi serta memiliki sedikt ruang privasi yang dijaganya dan bagikan hanya kepada teman atau relasi



terdekat. Budaya menyebar (diffuse



culture) adalah budaya di mana ruang public dan ruang privasi memiliki ukuran yang sama dan individu menjaga ruang publiknya secara hati-hati, karena masuk ke ruang public sama dengan ketika memasuki ruang pribadi. Dalam budaya spesifik, orang sering kali diundang ke ruang public seseorang; individu di budaya ini sering kali terbuka dan ekstrover; dan terdapat pemisahan yang kuat antara kehidupan pekerjaan dan kehidupan privasi. Di buadaya menyebar, orang tidak secara cepat diundang ke ruang public seseorang, karena saat mereka berada di ruang public tersebut, mereka akan dengan mudahnya masuk ke ruang pribadinya individu di budaya ini sering kali taampak tidak langsung dan tertutup, dan kehidupan pekerjaan serta privasi sering kali terhubung secara dekat. Pencapaian versus Anggapan Budaya pencapaian (achievement culture) adalah budaya di mana orang disepakati statusnya berdasarkan seberapa bagus dia menjalankan fungsinya. Budaya anggapan (ascription culture) adalah budaya di mana status dihubungkan berdasarkan siapa atau apa jabatan orang tersebut. Budaya pencapaian memberikan status yang tinggi bagi pencapai sesuatu yang tinggi, misalnya penjual nomor satu perusahaan atau peneliti medis yang telah menemukan obat bagi kanker tulang yang bentuknya langka. Budaya anggapan memberikan status berdasarkan usia, gender, hubungan sosial. Sebagai contoh, dalam budaya anggapan, 13



seseorang yang telah berada di perusahaan selama 40 tahun mungkin didengarkan dengan seksama karena rasa hormat kepada orang tersebut atas usia dan lamanya bersama perusahaan, dan seseorang yang mempunyai teman di status yang tinggi mungkin disepakati statusnya karena orang yang dia kenal. Waktu Selain lima orientasi hubungan, perbedaan utama budaya yang lain adalah cara di mana orang-orang berurusan dengan waktu. Trompenaars telah mengidentifikasi dua pendekatan yang berbeda: sekuensial dan sinkronisasi. Pada budaya di mana pendekatan sekuensial adalah umum, orang cenderung melakukan satu aktivitas pada waktu tertentu, memenuhi janji secara tepat, dan menunjukkan preferensi yang kuat untuk mengikuti rencana yang mereka tata dan tidak menyimpang darinya pada budaya di mana pendekatan sinkronisasi adalah umum, orang cenderung mengerjakan lebih dari satu aktivitas pada waktu tertentu, janji adalah perkiraan dan dapat diubah saat itu juga, dan jadwal secara umum merupakan subordinasi hubungan. Orang-orang di dalam budaya sinkronisasi waktu sering kali akan menghentikan apa yang mereka kerjakan untuk bertemu dan menyapa seseorang yang datang ke kantornya. Lingkungan Trompenaars juga menguji cara di mana orang terkait dengan lingkungannya. Perhatian khusus seharusnya diberikan apakah mereka yakin dalam mengendalikan



hasil



(inner-direccted)



atau



membiarkannya



terjadi



dengan



sendirinya(outer-directed). 1. Apa yang terjadi pada saya adalah apa yang saya kerjakan sendiri. 2. Terkadang saya merasa bahwa saya tidak memiliki cukup kendali atas arah kehidupan yang saya jalanin. Para manajer yang yakin dalam mengendalikan lingkungannya sendiri akan memilih pilihan pertama; para manajer yang yakin bahwa mereka dikendalikan oleh lingkungannya dan tidak dapat berbuat banyak akan memilih pilihan kedua. Pola atau Pengelompokkan Budaya Seperti karya Hofstede, penelitian Trompenaars merupakan asal untuk pola atau pengelompokkan budaya. Karya Hofstede



dan



Trompenaars



memberikan



batu



loncatan,



tidak



menentukan



karakteristik, tetapi bagaimana melihat kelompok-kelompok negara-negara, sebagian karena informasi mereka bersinggungan dan sebagian lagi karena mereka tampak mengisi kekosongan dari penelitian-penelitian yang lain. Penelitian berikutnya mungkin akan dilakukan, karena budaya adalah sangat berat untuk mendasari 14



motivasi masyarakat. Terlebih lagi, sebagaimana dunia menjadi makin terintegrasi dengan adanya globalisasi, hal itu dapat dipostulatkan bahwa budaya mulai berubah dalam upaya untuk memainkan permainan secara efektif.



D. PENGINTEGRASIAN BUDAYA DAN MANAJEMEN: PROYEK GLOBE Program penelitian Kepemimpinan Global dan Efektivitas Perilaku Organisasi (Global Leadership and Organizational Behavior Effectiveness-GLOBE) merefleksikan pendekatan tambahan untuk mengukur perbedaan-perbedaan budaya. Proyek GLOBE melanjutkan dan mengintegrasikan analisis-analisis sebelumnya atas atribut-atribut dan variabel-variabel budaya. Pusat dari proyek adalah mempelajari dan mengevaluasi sembilan atribut budaya yang berbeda dengan menggunakan para manajer menengah dari 951 organisasi di 62 negara." Tim terdiri atas 170 cendekiawan yang bekerja sama untuk mensurvei 17.000 manajer di tiga industri jasa keuangan, makanan yang diproses, dan telekomunikasi. Pada saat mengembangkan pengukuran dan melakukan analisis, mereka juga menggunakan ukuran arsip kemakmuran ekonomi negara dan kesejahteraan fisik serta psikologi budaya yang dipelajari. Negara-negara diseleksi, sehingga setiap lokasi geografi yang utama di dunia direpresentasikan. Negara-negara tambahan, termasuk negara-negara dengan jenis sisiem politik dan ekonoml yang unik, dipilih untuk menciptakan database yang lengkap dan komprehensif untuk membangun analisis Penelitian ini telah dipertimbangkan di antara yang paling canggih di bidangnya sampai saat ini, dan kolaborasi penelitian Hofstede dan GLOBE dapat memberikan suatu pandangan yang berpengaruh pada faktor-faktor utama pengkarakteristikan budaya global. a. Budaya dan Manajemen Para peneliti GLOBE mengikuti keyakinan bahwa atribut-atribut tertentu yang membedakan satu budaya dengan yang lain dapat digunakan untuk memprediksi praktik-praktik organisasional dan kepemimpinan yang paling sesuai, efektif, dan dapat diterima di dalam budaya-budaya tersebut. Di samping itu, mereka menentang bahwa budaya masyarakat memiliki pengaruh langsung pada budaya organisasional dan bahwa penerimaan pemimpin berasal dari atribut-atribut pemimpin yang mengikat dan perilaku-perilaku terhadap norma-norma bawahan." Proyek GLOBE dibentuk untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dasar tentang variabel-variabel budaya yang membentuk proses kepemimpinan dan 15



organisasional. Meta- tujuan dari GLOBE adalah mengembangkan dasar teori secara empiris untuk menggambarkan, memahami, dan memprediksi dampak variabel budaya spesifik pada proses kepemimpinan dan organisasional serta keefektifan proses tersebut. Secara keseluruhan, GLOBE berharap untuk memberikan panduan standar global yang memperkenankan para manajer untuk fokus pada spesialisasi lokal. Tujuan khususnya termasuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar berikut. 



Adakah perlaku pemimpin, atribut-atribut, dan praktik-praktik organisasional yang diterima secara universal dan efektif di seluruh budaya?







Adakah perilaku pemimpin, atribut-atribut, dan praktik-praktik organisasional yang diterima dan efektif hanya di beberapa budaya?







Bagaimana atribut-atribut budaya sosial dan organisasional memengaruhi jenis perilaku pemimpin dan praktik-praktik organisusional yang diterima dan efektif?







Apa pengaruh pelanggaran norma-norma budaya yang relevan terhadap praktikpraktik kepemimpinan dan organisasional







Apa yang kedudukannya relatif pada masing-masing budaya yang dipelajari di tiap-tiap sembilan dimensi inti budaya?







Dapatkah aspck-aspck perilaku pemimpin, atribut-atribut, dan praktik-praktik organisasional yang universal dan spesifik budaya dijelaskan terkait dengan teori yang mendasari yang menjelaskan perbedaan sistematis lintas budaya?



b. Dimensi Budaya GLOBE Proyek GLOBE mengidentifikasi sembilan dimensi budaya: 1. Penghindaran ketidakpastian didefinisikan sebagai tingkat dimana anggotaanggota organisasi atau masyarakat berusaha untuk menghindari ketidakpastian dengan bergantung pada norma-norma sosial, ritual-ritual, dan praktik-praktik birokrasi untuk mengurangi peristiwa-peristiwa masa depan yang tidak dapat diprediksi. 2. Jarak kekuasaan didefinisikan sebagai tingkat dimana anggota-anggota organisasi atau masyarakat berharap dan setuju bahwa kekuasaan harus dibagi secara bervariasi. 3. Kolektivisme I: Koletivisme sosial mengacu pada tingkat dimana praktik-praktik organisasional dan institusi sosial mendorong serta menghargai distribusi kolektif sumber daya-sumber daya dan tindakan kolektif. 16



4. Kolektvisme II: Kolektivisme di dalam kelompok mengacu pada tingkat dimana individu-individu mengekspresikan kebanggaan, kesetiaan, keterpaduan di dalamorganisasi atau keluarga mereka. 5. Egalitarianisme gender didefinisikan sebagai tingkat dimana organisasi atau masyarakat meminimalkan perbedaan peran gender dan diskriminasi gender. 6. Ketegasan didefinisikan sebagai tingkat dimana individu-individu dalam organisasi atau masyarakat adalah tegas, konfrontasional, dan agresif di dalam hubungannasional. 7. Orientasi masa depan didefinisikan sebagai tingkat dimana individu-individu di dalam organisasi atau masyarakat mengikut sertakan perilaku yang berorientasi pada masadepan seperti perencanaan, investasi pada masa depan, dan menunda kepuasan. 8. Orientasi performa mengacu pada tingkat dimana organisasi atau masyarakat mendorong dan menghargai anggota-anggota organisasi atas perbaikan performa dan performa yang sangat prima. 9. Orientasi kemanusiaan didefinisikan sebagai tingkat dimana individu-individu didalam organisasi atau masyarakat mendorong dan menghargai individu-individu untuk menjadi adil, altruistis, ramah, murah hati, peduli, dan baik kepada yang lain. c. Analisis Negara GLOBE



Analisis GLOBE secara umum berhubungan dengan Hofstede dan Trompenaars meskipun dengan beberapa perbedaan yang dihasilkan dari definisidefinisi variabel dan metodologi. Hofstede adalah satu-satunya peneliti dan penulis temuannya, sementara GLOBE terdiri atas sekelompok perspektif; Hofstede fokus pada satu institusi dan mensurvei para karyawan, sementara GLOBE mewawancarai para manajer di banyak perusahaan. Pengujian proyek GLOBE telah menghasilkan perincian yang luas atas bagaimana para manajer berperilaku dan bagaimana budaya yang berbeda dapat menghasilkan manajer dengan perspektif yang serupa di beberapa bidang. Para manajer Brazil dibandingkan dengan manajer di AS dalam struktur jaringan, berdasarkan faktor-faktor seperti individualisme, kesadaran sosial dan status profesi, serta perilaku yang beresiko. Para manajer Brazil biasanya sadar akan kelas dan status, jarang berbicara dengan bawahan pada tingkat pribadi didalam ataupun



17



diluar pekerjaan. Mereka terkenal menghindari konflik didalam kelompok dan usahausaha berisiko serta cenderung menunjukan kedinamisan kelompok terkait dengan proses pengambilan keputusan. Para manajer AS tidak fokus pada kelas atau tingkat status yang berbeda. Mereka lebih cenderung untuk mengambil risiko, lebih individualistik, toleransi pada struktur pengambilan keputusan perorangan langsung. Baik Brazil maupun AS menunjukan bagaimana hal tersebut penting untuk memiliki komunikasi kelompok pada beberapa tingkat.



18



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Budaya (culture) memerlukan pengetahuan yang orang-orang gunakan untuk menginterpretasikan pengalaman dan menghasilkan perilaku social. Budaya juga memiliki karakteristik dipelajari, dibagi, transgenerational, simbolik, terpola, dan adaptif. Nilai (values) adalah keyakinan dasar yang dimiliki oleh seseorang terkait dengan apa yang benar dan yang salah, baik dan buruk, penting dan tidak penting. Nilai ini dipelajari dari budaya dimana seseorang dibesarkan, dan membantu mereka mengarahkan perilakunya. Studi massif Hofstede berlanjut menjadi titik fokus bagi riset-riset tambahan. Empat dimensi terkenal yang diuji oleh Hofstede adalah (1) jarak kekuasaan, (2) penghindaran ketidakpastian, (3) individualism, dan (4) maskulinitas. Lima dimensi terbaru adalah orientasi waktu, yang tidak terlalu dikenal, tetapi dapat membantu menggambarkan orientasi budaya jangka panjang versus jangka pendek. Penelitian oleh Trompnaars telah menguji lima orientasi hubungan: universalisme versus partikularisme, individualisme versus komunitarianisme, emosional versus netral, spesifik versus menyebar, pencapaian versus anggapan. Program penelitian Kepemimpinan Global dan Efektivitas Perilaku Organisasi (Global Leadership and Organizational Behavior Effectiveness-GLOBE) merefleksikan pendekatan tambahan untuk mengukur perbedaan-perbedaan budaya. Proyek GLOBE melanjutkan dan mengintegrasikan analisis-analisis sebelumnya atas atribut-atribut dan variabel-variabel budaya. Pusat dari proyek adalah mempelajari dan mengevaluasi sembilan atribut budaya yang berbeda dengan menggunakan para manajer menengah



19



DAFTAR PUSTAKA



Luthans, Fred dan Doh, Jonathan P. (2014). Manajemen International. Jakarta: Salemba Empat https://qobid.files.wordpress.com/2015/01/makna-dan-dimensi-budaya.pdf



20