Turnitin Skripsi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS (STH) PADA ANAK USIA SEKOLAH DI KECAMATAN KOTO TANGAH KOTA PADANG



Skripsi Diajukan ke Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Sebagai Pemenuhan Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Kedokteran Oleh TEGUH IMANA NUGRAHA NIM: 1410312045



FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2018



ABSTRACT THE RELATION BETWEEN ENVIRONMENTAL SANITATION AND PERSONAL HYGIENE WITH SOIL TRANSMITTED HELMINTHS (STH) INFECTIONS IN SCHOOL-AGED CHILDREN’S IN KOTO TANGAH, PADANG By Teguh Imana Nugraha Soil Transmitted Helminths infections was one of the health problems in Indonesia. Environmental sanitation and poor personal hygiene were the main factors of this diseases. The government has made various efforts to eradicates this diseases, but in the facts, some Indonesian peoples were still suffered this infections, especially in school-aged children’s. The purpose of this study was to determine the relation between environmental sanitation and personal hygiene, such as hand washing, nail cleanliness, and footwear’s using habit’s with the Soil Transmitted Helminths (STH) infections. This study used an observational analytic design method of cross-sectional study for school-aged children’s in Koto Tangah which were the students of Siaga’s kindergarten and the first grade students of forty eight elementary school from February until August in 2018. The samples of this study was sixty one school-aged children’s through total sampling technique. The data were obtains through laboratory tests, interviews, and observations using a questionnaires. Bivariate analysis was done by using Chi-square test with the confidence interval of 95% at the significance level of 5% (α=0.05). The result of this study showed that the rate of Soil Transmitted Helminths infection was 4.9%. The infection rates of each Helminths types were Roundworms 4.9%, Whipworms 1.6% and Hookworms 0%. The statistical test indicates probabilities for the relation between the variable of environmental sanitation, hand washing, nail cleanliness, and footwear’s using habits with STH infections were 0.551, 0.455, 0.226, and 0.100 respectively. It can be concluded that there are no significant relation between environmental sanitation and personal hygienes (hand washing, nail cleanliness, and footwear’s using habit’s) with STH infections in school-aged children’s in Koto Tangah, Padang. Keywords : Soil Transmitted Helminths infections, environmental sanitation, personal hygiene



Fakultas Kedokteran Universitas Andalas



2



ABSTRAK HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS (STH) PADA ANAK USIA SEKOLAH DI KECAMATAN KOTO TANGAH KOTA PADANG Oleh Teguh Imana Nugraha Infeksi Soil Transmitted Helminths merupakan salah satu permasalahan kesehatan masyarakat di Indonesia. Keadaan sanitasi lingkungan dan personal hygiene yang buruk, merupakan dua faktor utama penyebab penyakit ini. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya pemberantasan, namun pada kenyataannya masih banyak masyarakat Indonesia yang menderita penyakit ini terutama di kalangan anak usia sekolah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara sanitasi lingkungan dan personal hygiene yaitu kebiasaan mencuci tangan, kebersihan kuku, dan penggunaan alas kaki dengan infeksi Soil Transmitted Helminths (STH). Penelitian ini menggunakan desain observasional analitik dengan metode cross-sectional pada anak usia sekolah yang merupakan siswa TK Siaga dan SDN 48 Ganting kelas I di Kecamatan Koto Tangah sebanyak 61 orang yang dilaksanakan pada bulan Februari sampai Agustus 2018. Pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling. Instrumen penelitian adalah kuesioner (pedoman wawancara) dan alat pemeriksaan laboratorium (parasitologi). Analisa data menggunakan metode Chi-square Test dengan derajat kepercayaan (CI) 95%. Hasil penelitian menunjukkan angka infeksi STH sebesar 4.9%, dengan rincian infeksi A.lumbricodes 4.9%, infeksi T.trichiura 1.6% dan infeksi cacing tambang 0%. Dari hasil uji statistic didapatkan nilai probabilitas untuk hubungan variabel sanitasi lingkungan, kebiasaan mencuci tangan, kebersihan kuku, dan penggunaan alas dengan infeksi STH masing – masing sebesar 0.551, 0.455, 0.226, dan 0.100. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara sanitasi lingkungan dan personal hygiene (kebiasaan mencuci tangan, kebersihan kuku, dan penggunaan alas kaki) dengan infeksi STH pada anak usia sekolah di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang. Kata kunci : Soil Transmitted Helminths, sanitasi lingkungan, personal hygiene.



Fakultas Kedokteran Universitas Andalas



3



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 185 Tahun 2014 tentang



Percepatan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi (PPAMS), sanitasi merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Sanitasi meliputi pelayanan air limbah, persampahan, drainase, kesehatan, kebersihan, dan merupakan salah satu aspek pembangunan yang memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat.1 Berdasarkan data World Health Organization/UNICEF’s Joint Monitoring Programme



for



Water



Supply



and



Sanitation tahun



2014,



Indonesia



menempati urutan ke-3 teratas sebagai negara dengan sanitasi yang buruk di dunia. Hal ini dikarenakan masih terdapat 109 juta penduduk Indonesia yang tidak mendapatkan akses sanitasi yang layak, serta masih banyaknya buang air besar sembarangan. Sanitasi lingkungan berkaitan dengan kesehatan, pola hidup, kondisi lingkungan permukiman, estetika, dan personal hygiene perorangan.2 Personal hygiene atau higiene perorangan merupakan kebersihan diri sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan, baik secara fisik maupun psikologis.3 Tujuan dari personal hygiene adalah memperbaiki kebersihan diri, mencegah penyakit, meningkatkan kepercayaan diri dan menciptakan keindahan. Seseorang dikatakan memiliki kebersihan diri apabila telah menjaga kebersihan tubuh yang meliputi kebersihan kulit, gigi, mulut, rambut, mata, hidung, telinga, tangan, kaki, kuku, kebersihan genitalia, dan kerapian pakaiannya.4 Penerapan sanitasi lingkungan dan personal hygiene yang buruk, serta didukung oleh keadaan iklim tropis di Indonesia yang memiliki kelembaban udara tinggi, akan menyebabkan Soil Transmitted Helminths (STH) yaitu penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah berkembang dengan baik.5 Terdapat tiga jenis Soil Transmitted Helminths (STH) yaitu cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura), dan cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus).6 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas



4



Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2018, lebih dari 1,5 milyar orang atau sekitar 24% penduduk dunia terinfeksi STH, dimana angka kejadian terbesar berada di sub-Sahara Afrika, Amerika, China dan Asia Timur. Lebih dari 267 juta anak usia pra-sekolah dan 568 juta anak usia sekolah bertempat tinggal di daerah yang beresiko dimana parasit ini mudah tertular dan membutuhkan pengobatan serta langkah pencegahan.7 Anak usia sekolah merupakan generasi penerus yang diharapkan bangsa dapat tumbuh, berkembang, dan menjadi sumber daya manusia yang berkualitas di masa depan. Jika terinfeksi kecacingan, maka anak akan mengalami gangguan konsentrasi belajar dan gangguan tumbuh kembang yang mempengaruhi kemampuan anak dalam menerima pelajaran sekolahnya.8 Infeksi kecacingan dapat menyebabkan penurunan kesehatan, gizi, dan produktivitas pada penderita. Morbiditas penyakit berhubungan dengan jumlah cacing yang menginfeksi tubuh. Infeksi yang ringan belum menimbulkan gejala, sedangkan infeksi yang lebih berat dapat menyebabkan gejala berupa diare, sakit perut, lesu, kelemahan, gangguan kognitif, dan perkembangan fisik.7 Prevalensi penyakit kecacingan di Indonesia berdasarkan laporan survei Pengendalian dan Penyehatan Lingkungan (P2LP) tahun 2015 adalah sebesar 28,12%.9 Padahal pemerintah telah menetapkan target untuk menurunkan prevalensi penyakit kecacingan menjadi 0,05 menandakan tidak terdapat hubungan antara variabel independen dan dependen.



BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1



Deskripsi Lokasi Penelitian Berdasarkan PP nomor 17 pada tanggal 21 Maret tahun 1980, Kecamatan



Koto Tangah yang sebelumnya termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Padang Pariaman telah resmi dinyatakan sebagai wilayah administrasi Kota Padang. Kecamatan Koto Tangah terletak di Lubuk Buaya, Kota Padang, Provinsi Sumatra



Fakultas Kedokteran Universitas Andalas



47



Barat, dengan luas wilayah 232,25 km2 dan jumlah penduduk yang menempati sebanyak 161.638 jiwa.73 Kecamatan Koto Tangah yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Padang Pariaman dan berada dalam jarak 7 km dari pusat Kota Padang, memiliki batas – batas wilayah sebagai berikut : a. Sebelah barat berbatasan dengan Samudera Indonesia b. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Pauh dan Kabupaten Solok c. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Padang Pariaman d. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Padang Utara, Nanggalo, dan Kuranji Penelitian dilakukan pada anak usia sekolah di Kecamatan Koto Tangah yang bersekolah di TK Siaga dan SDN 48 Ganting yang merupakan siswa taman kanak-kanak dan sekolah dasar yang berada di Kelurahan Batang Kabung atau disebut juga Kelurahan Ganting. Sekolah ini berada di daerah perkampungan yang berbatasan langsung dengan pantai. Lingkungan sekolah yang diapit oleh rumahrumah pemukiman penduduk dengan luas tanah yang relatif sempit. TK Siaga dengan luas tanah yang hanya 400 m2 dan SDN 48 Ganting dengan luas tanah 1598 m2. Selain itu, selokan di lingkungan sekolah tersumbat dan sampah berserakan di jalan. Sarana dan prasarana mencuci tangan belum mencukupi dan tidak semuanya bisa digunakan dengan baik. Kondisi tersebut memungkinkan telur STH untuk dapat berkembang dengan baik. Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan Kota Padang, sekitar 40% siswa berasal dari keluarga yang kurang mampu.



5.2



Karakteristik Responden Karakteristik responden yang terdiri atas jenis kelamin, tingkatan



kelas, dan pekerjaan orang tua. Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diihat pada tabel berikut. Tabel 5.1 : Distribusi Karakteristik Responden Karakteristik Responden



Frekuensi (F)



%



Jenis Kelamin



Fakultas Kedokteran Universitas Andalas



48



-



Laki laki



28



45.9



-



Perempuan



33



54.1



Tingkatan Kelas -



TK



20



32,8



-



I



41



67.2



Pekerjaan Orang Tua -



Buruh



27



44.3



-



Nelayan



12



19.7



-



Pedagang



13



21.3



-



Pegawai Swasta



6



9.8



-



PNS



3



4.9



Tabel 5.1 menunjukkan bahwa sebanyak 28 orang (45.9%) responden berjenis kelamin laki – laki dan sebanyak 33 orang (54.1%) responden yang berjenis kelamin perempuan. Responden terdiri dari tingkatan TK sebanyak 20 orang (32,8%) dan siswa kelas I SD sebanyak 41 orang (67.2%). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh prevalensi terbanyak pekerjaan orang tua responden berprofesi sebagai buruh yaitu 27 orang (44.3%), sedangkan jenis pekerjaan dengan prevalensi terkecil adalah pegawai negeri sipil (PNS) yaitu 3 orang (4.9%).



5.3



Sanitasi Lingkungan



Fakultas Kedokteran Universitas Andalas



49



Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat 39.3 %



60.7 %



Gambar 5.1 : Distribusi Frekuensi Sanitasi Lingkungan Rumah Berdasarkan hasil observasi langsung ke rumah-rumah responden, diperoleh sanitasi lingkungan rumah yang memenuhi syarat adalah 60.7%. Tabel 5.2 : Distribusi Jawaban Kuesioner Sanitasi Lingkungan No



Item Pertanyaan



N



%



. 1.



2.



Darimana sumber air untuk keperluan di rumah ? PDAM



39



63.9



Sumur



22



36.1



Ya



60



98.4



Tidak



1



1.6



Ya



56



91.8



Tidak



5



8.2



Ya



60



98.4



Tidak



1



1.6



Apakah dirumah ada Jamban/WC yang di pakai oleh anggota keluarga ?



3.



4.



Apakah ada tempat pembuangan sampah ?



Apakah ada sarana pembuangan air limbah (SPAL) ?



Berdasarkan tabel 5.2, diperoleh rincian sanitasi lingkungan rumah responden yaitu sumber air yang berasal dari PDAM sebanyak 63.9%, ketersediaan tong sampah didalam rumah sebanyak 91.8%, dan kepemilikan jamban beserta SPAL sebanyak 98.4%.



Fakultas Kedokteran Universitas Andalas



50



5.4



Personal Hygiene



5.4.1



Kebiasaan Mencuci Tangan Tidak Baik



Baik



19.7 %



80.3 %



Gambar 5.2 : Distribusi Frekuensi Kebiasaan Mencuci Tangan Gambar 5.2 menunjukkan sebagian besar responden (80.3%) memiliki kebiasaan mencuci tangan yang baik. Tabel 5.3 : Distribusi Jawaban Kuesioner Kebiasaan Mencuci Tangan No



Item Pertanyaan



N



%



. 1.



2.



Apakah adik selalu mencuci tangan sebelum makan ? Ya



54



88.5



Tidak



7



11.5



Ya



52



85.2



Tidak



9



14.8



Dengan air dan sabun



50



82.0



Dengan air saja



11



18.0



Apakah setelah bermain dengan tanah adik mencuci tangan ?



3.



Dengan apa adik mencuci tangan setelah BAB ?



Berdasarkan tabel 5.3, diperoleh rincian kebiasaan mencuci tangan responden sebagian besar sudah baik, yaitu mencuci tangan sebelum makan sebanyak 88.5%, mencuci tangan setelah bermain tanah sebanyak 85.2%, dan mencuci tangan menggunakan sabun setelah BAB sebanyak 82.0%.



Fakultas Kedokteran Universitas Andalas



51



5.4.2



Kebersihan Kuku Tidak Bersih



Bersih 31.1 %



68.9 %



Gambar 5.3 : Distribusi Frekuensi Kebersihan Kuku Gambar 5.3 menunjukkan sebagian besar responden (68.9%) memiliki kebersihan kuku yang bersih. Tabel 5.4 : Distribusi Jawaban Kuesioner Kebersihan Kuku No



Item Pertanyaan



N



%



. 1.



2.



3.



Berapa kali dalam seminggu adik memotong kuku ? 1x dalam 1 minggu



50



82.0



1x dalam 2 minggu atau lebih



11



18.0



Ya



39



63.9



Tidak



22



36.1



Tidak



40



65.6



Ya



21



34.4



Apakah kuku anak bersih ? (observasi)



Apakah kuku anak panjang ? (observasi)



Berdasarkan hasil observasi langsung kepada responden yang dijelaskan pada tabel 5.4, diperoleh kuku anak yang bersih sebanyak 63.9%, kuku yang pendek sebanyak 65.6%, dan responden yang memotong kuku sekali dalam seminggu sebanyak 82.0%.



Fakultas Kedokteran Universitas Andalas



52



5.4.3



Penggunaan Alas Kaki Jarang



Sering 16.4 %



83.6 %



Gambar 5.4 : Distribusi Frekuensi Penggunaan Alas Kaki Gambar 5.4 menunjukkan sebagian besar responden (83.6%) memiliki kebiasaan yang sering menggunakan alas kaki. Tabel 5.5 : Distribusi Jawaban Kuesioner Penggunaan Alas Kaki No



Item Pertanyaan



N



%



. 1.



2.



Apakah setelah bermain adik mencuci kaki ? Ya



37



60.7



Tidak



24



39.3



Ya



53



86.9



Tidak



8



13.1



Ya



40



65.6



Tidak



21



34.4



Apakah setiap keluar rumah/bermain adik memakai alas kaki (sandal,sepatu) ?



3.



Apakah adik memakai alas kaki bila hendak BAB ?



Berdasarkan tabel 5.3, diperoleh rincian penggunaan alas kaki responden yaitu mencuci kaki setelah bermain sebanyak 60.7%, menggunakan alas kaki ketika keluar rumah sebanyak 86.9%, dan memakai alas kaki bila hendak BAB sebanyak 67.2%. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas



53



5.5



Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) Hasil pemeriksaan feses dengan menggunakan metode pemeriksaan



langsung/sediaan basah larutan eosin 2% untuk mengetahui prevalensi infeksi STH pada responden menunjukkan hasil yang rendah sebagaimana dijelaskan pada gambar berikut. Negatif



Positif



4,9 %



95,1 %



Gambar 5.5 : Distribusi Frekuensi Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) Pada gambar 5.5 didapatkan sebanyak 3 orang dari 61 populasi (4.9%) responden positif terinfeksi STH. Jenis telur cacing yang ditemukan dalam pemeriksaan adalah telur Ascaris lumbricoides (cacing gelang), telur Trichuris trichiura (cacing cambuk), dan tidak ditemukan telur cacing tambang. Tabel 5.6 :



Distribusi Jenis Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH)



Jenis Infeksi



Frekuensi (F) Positif



%



Negatif



%



Ascaris lumbricoides



3



4.9



58



95.1



Trichuris trichiura



1



1.6



60



98.4



Cacing Tambang



0



0



0



0



Pada tabel 5.6 diperoleh distribusi infeksi STH berdasarkan jenis cacing yaitu sebanyak 3 orang (5.3%) positif terinfeksi A.lumbricoides, sebanyak 1 orang (1.5%) positif terinfeksi T.trichiura, dan tidak ada yang terinfeksi cacing tambang (0%). Dari total 3 orang responden yang terinfeksi STH, terdapat 1 orang responden yang terinfeksi oleh A.lumbricoides dan T.trichiura sekaligus.



Fakultas Kedokteran Universitas Andalas



54



5.6



Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel



dependen dengan variabel independen. Variabel dependen yaitu infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) dan variabel independen terdiri dari sanitasi lingkungan dan personal hygiene (kebiasaan mencuci tangan, kebersihan kuku, dan penggunaan alas kaki. Hasil analisis bivariat ditampilkan dalam tabel berikut. Tabel 5.7



: Hubungan antara Sanitasi Lingkungan dan Personal Hygiene dengan Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) Variabel



Sanitasi Lingkungan Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Kebiasaan Mencuci Tangan Baik Tidak Baik Kebersihan Kuku Bersih Tidak Bersih Penggunaan Alas Kaki Sering Jarang



F



Positif %



f



Negatif %



P



1 2



1,6 3,3



37 21



60,7 34,4



0,551



2 1



3,3 1,6



48 10



78,7 16,4



0,455



1 2



1,6 3,3



41 17



67,2 27,9



0,226



3 0



4,9 0



50 8



82,0 13,1



0,100



Tabel 5.7 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara sanitasi lingkungan dan personal hygiene (kebiasaan mencuci tangan, kebersihan kuku, dan penggunaan alas kaki) dengan infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) pada anak usia sekolah di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang.



Fakultas Kedokteran Universitas Andalas



55



BAB 6 PEMBAHASAN 6.1



Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) pada Anak Usia Sekolah di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang Penelitian ini dilakukan pada 61 orang responden anak usia sekolah yang



terdiri dari 20 orang siswa TK Siaga dan 41 orang siswa SDN 48 Ganting kelas I. Pemeriksaan sampel dilakukan di laboratorium parasitologi Fakultas Kedokteran Unand dan didapatkan sebanyak 3 orang responden (4.9%) positif terinfeksi STH dengan rincian ditemukannya telur cacing Ascaris lumbricoides (cacing gelang) sebanyak 3 orang (4.9%), telur Trichuris trichiura (cacing cambuk) sebanyak 1 orang (1.6%) dan tidak ditemukan telur cacing tambang. Dari total 3 orang yang terinfeksi STH, terdapat 1 orang yang terinfeksi oleh A.lumbricoides dan T.trichiura sekaligus. Kejadian infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) yang rendah ini dikarenakan pemerintah Kota Padang telah melakukan pemberian obat filariasis massal pada bulan Oktober 2017 lalu, sehingga STH yang diperiksa juga ikut mati disebabkan oleh efek obat tersebut. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Mahmudah (2017) pada siswa sekolah dasar di SD Barengan Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah menunjukkan angka positif yang tinggi terinfeksi kecacingan yaitu sebesar 40,21%.74 Pada tahun yang sama, Lestari mendapatkan angka positif infeksi kecacingan yang lebih tinggi yaitu sebesar 57.5% pada siswa SDN IV Cikiwul dan MIN Bantar Gebang Kota Bekasi.75 Angka persentase infeksi kecacingan yang rendah ditemukan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Derek, dkk (2017) di SD Negeri 58 Manado yaitu sebesar 9.8% dan penelitian oleh Susilawati pada tahun yang sama di Kelurahan Baktate Kecamatan Kupang Barat yaitu sebesar 12%.76,77 Angka nasional infeksi kecacingan di Indonesia adalah sebesar 28.12%. 78 Perbedaan angka infeksi kecacingan pada masing-masing hasil penelitian ini



Fakultas Kedokteran Universitas Andalas



56



kemungkinan disebabkan oleh adanya perbedaan faktor risiko di beberapa lokasi penelitian, terutama yang berhubungan dengan kondisi sanitasi lingkungan, personal hygiene, dan kondisi alam atau geografi.79 Penurunan kejadian infeksi kecacingan pada responden anak usia sekolah di Kecamatan Koto Tangah mungkin saja terjadi karena banyak hal, seperti personal hygiene, sanitasi lingkungan, status gizi anak yang sudah membaik, tingkat pengetahuan masyarakat yang tinggi, meningkatnya penghasilan per kepala keluarga, serta efek obat filariasis yang diberikan pemerintah Kota Padang pada bulan Oktober 2017 lalu. Status gizi tidak dilakukan dalam penelitian ini dan penilaian status gizi anak dapat diambil dari hasil penimbangan berat badan, tinggi badan, ukuran lingkar lengan atas, dan ukuran lingkar kepala anak. 6.2



Hubungan



antara



Sanitasi



Lingkungan



dengan



Infeksi



Soil



Transmitted Helminths (STH) Hasil uji Chi-Square test hubungan sanitasi lingkungan dengan infeksi kecacingan menunjukkan p = 0.551 berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara sanitasi lingkungan dengan infeksi Soil Transmitted Helminths (STH). Dari 21 orang responden yang sanitasi lingkungan rumahnya tidak memenuhi syarat terdapat 2 orang (3.3%) positif terinfeksi STH. Hasil observasi langsung ke rumah-rumah responden, sebagian besar sanitasi lingkungan responden sudah memenuhi syarat (60.7%), akan tetapi 22 rumah responden (36.1%) masih menggunakan sumber air bersih yang berasal dari sumur gali untuk keperluan sehari-hari dan tidak semuanya memenuhi syarat air bersih. Sebanyak 5 rumah responden (8.2%) tidak menyediakan fasilitas tong sampah di dalam rumah, keluarga responden menggantungkan sampah sebelum di buang pada pagi hari atau malam hari ke tempat pembuangan sampah umum yang disediakan pemerintah di pinggir jalan. Selain itu, 1 rumah responden (1.6%) tidak memiliki jamban dan sarana pembuangan air limbah (SPAL), sehingga keluarga tersebut menggunakan pantai sebagai alternatif untuk memenuhi keperluan mandi, mencuci dan buang air besar. Secara umum keadaan ini menggambarkan bahwa kondisi sanitasi lingkungan rumah anak usia sekolah di Kecamatan Koto Tangah sudah memenuhi



Fakultas Kedokteran Universitas Andalas



57



standar sebagai lingkungan yang memenuhi persyaratan kesehatan. Sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi syarat tentu dapat menjadi rantai penyebaran penyakit infeksi kecacingan. Kesehatan lingkungan di Indonesia merupakan salah satu permasalahan utama yang sedang diupayakan demi meningkatan derajat kesehatan masyarakat. Masalah lingkungan meliputi kurangnya penyediaan air bersih, kurangnya pembuangan kotoran yang sehat, keadaan rumah yang tidak sehat, usaha higiene yang belum menyeluruh, pembuangan sampah dan limbah di daerah pemukiman yang kurang baik. Kondisi ini dipicu oleh beberapa faktor, diantaranya tingkat kemampuan ekonomi masyarakat, kurangnya pengetahuan, kurangnya kesadaran dalam pemeliharaan lingkungan, dan masih kurangnya kebijakan-kebijakan dari pemerintah yang mendukung peningkatan kualitas kesehatan lingkungan ini.80 Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Kusmi (2015) di Kelurahan Purus Kota Padang dan Chadijah (2014) di Kota Palu dan Kundaian (2011) bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara sanitasi lingkungan rumah dengan infeksi STH.



81,82



Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Mahmudah



(2017) di Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali dan Jalaludin (2009) di Kecamatan Blang Mangat Kabupaten Lhoksumawe bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara sanitasi lingkungan dengan infeksi STH.52,75 Perbedaan dari beberapa penelitian terdahulu, kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor sanitasi yang mempengaruhi infeksi STH. Penelitian Mahmudah (2017) menambahkan komponenen rumah (langit-langit, dinding, lantai, jendela, ventilasi, sarana pembuangan asap dapur, dan pencahayaan) dengan infeksi STH. Sedangkan pada penelitian Jalaluddin (2009) menemukan faktor-faktor lain selain pengaruh sanitasi lingkungan yang akan mempengaruhi infeksi kecacingan. Berbeda dengan penelitian yang peneliti lakukan yang tidak menambahkan pengaruh komponen rumah terhadap infeksi STH.52,75 Keadaan



sehat



merupakan



hasil



interaksi



antara



manusia



dan



lingkungannya. Lingkungan yang tidak memenuhi standar merupakan faktor utama yang akan menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat, salah satunya adalah infeksi kecacingan. Semakin baik kondisi lingkungan, maka



Fakultas Kedokteran Universitas Andalas



58



semakin kecil kemungkinan terjadinya infeksi STH terutama infeksi pada anak usia sekolah. 6.3



Hubungan antara Personal Hygiene dengan Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH)



6.3.1 Hubungan antara Kebiasaan Mencuci Tangan dengan Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) Hasil uji Chi-Square test hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) menunjukkan p = 0,455, berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan mencuci tangan dengan infeksi STH. Hasil penelitian dari 48 orang responden yang mempunyai kebiasaan mencuci tangan yang baik terdapat 2 orang (3.3%) positif terinfeksi STH. Sebagian besar responden sudah memiliki kebiasaan mencuci tangan yang baik (80.3%), akan tetapi masih diperoleh responden yang mempunyai kebiasaan mencuci tangan tidak baik meliputi tidak mencuci tangan sebelum makan sebanyak 7 orang (11.5%), setelah bermain sebanyak 9 orang (14.8%), dan responden yang hanya mencuci tangan setelah buang air besar dengan air tanpa menggunakan sabun sebanyak 11 orang (18.0%). Hal ini kemungkinan disebabkan karena sebagian besar responden sudah membiasakan kebiasaan tersebut saat belajar dalam materi usaha kesehatan sekolah (UKS), pelajaran olahraga, dan telah diterapkan di dalam lingkungan keluarga. Selain itu, dari hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan infeksi cacing A.lumbricoides lebih besar dibandingkan dengan jenis STH yang lain. Cacing ini ditularkan melalui mulut (oral) bukan menembus kulit melalui kaki sebagaimana cacing tambang dan Strongyloides stercoralis. Kebiasaan mencuci tangan mempunyai pengaruh yang besar terhadap infeksi STH, mencuci tangan menggunakan air dan sabun akan mematikan telur cacing yang melekat pada tangan dan kuku, hal ini dapat mengurangi infeksi STH. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Majid (2001) bahwa cara yang paling baik dalam memutus mata rantai penularan infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah yaitu dengan menjaga personal hygiene misalnya



Fakultas Kedokteran Universitas Andalas



59



mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan menggunting kuku secara rutin.83 Hasil penelitian ini mendukung penelitian Nusa, dkk. (2013) di Kecamatan Damau Kabupaten Kepulauan Talaud,



Endriani, dkk. (2010) di Kelurahan



Karangroto Semarang dan Sofiana (2010) di Kabupaten Salatiga Yogyakarta bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan mencuci tangan dengan infeksi STH.84,85,86 Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi, dkk. (2013) di Pulau Barrang Lompo Kota Talaud Makassar, Jalaluddin (2009) di Kota Lhokseumawe dan Rizki Rahmad (2008) di Kecamatan Sibolga Kota bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan mencuci tangan dengan infeksi STH pada siswa sekolah dasar.52,87, 88 Perbedaan dari beberapa penelitian terdahulu, kemungkinan disebabkan dengan beberapa faktor hygiene yang mempengaruhi infeksi STH. Dari penelitian Rizki Rahmad (2008) menambahkan hubungan jajanan dengan infeksi STH. Sedangkan pada penelitian Jalaluddin (2009) menemukan faktor-faktor lain yang mempengaruhi infeksi kecacingan selain pengaruh personal hygiene. Berbeda dengan penelitian yang peneliti lakukan yang tidak menambahkan tentang jajanan siswa SD dalam pengaruhnya pada infeksi STH.52,88 Walaupun sudah mencuci tangan menggunakan air dan sabun sebelum makan, setelah buang air besar, dan bermain tanah tetapi masih terkena infeksi STH, hal ini kemungkinan disebabkan karena sering berkontak dengan tanah, jajan sembarangan, dan kebersihan kuku yang kotor. Oleh karena itu personal hygiene harus dijaga untuk menghindari infeksi tersebut.88 6.3.2 Hubungan antara Kebersihan Kuku dengan Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) Hasil uji Chi-square test hubungan kebersihan kuku dengan infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) menunjukkan p = 0.226, berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara kebersihan kuku dengan infeksi STH. Dari 41 responden yang mempunyai kebersihan kuku yang bersih terdapat 1 orang (1.6%) yang positif terinfeksi STH. Sebagian besar responden memiliki kuku yang bersih (68.9%), akan tetapi masih ditemukan responden yang memotong kuku 1 kali



Fakultas Kedokteran Universitas Andalas



60



dalam 2 minggu atau lebih sebanyak 11 orang (18.0%), responden dengan kuku yang panjang sebanyak 21 orang (34.4%), dan responden yang mempunyai kuku kotor sebanyak 22 orang (36.1%). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nusa, dkk. (2013) di Kecamatan Damau Kabupaten Kepulauan Talaud, penelitian Endriani, dkk (2010) di Kelurahan Karangroto Semarang dan Sofiana (2010) di Kabupaten Salatiga Yogyakarta bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kebersihan kuku dengan infeksi STH.84,85,86 Sedangkan ditemukan hasil yang berbeda dari penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi, dkk. (2013) di Pulau Barrang Lompo Kota Makassar, Rizki Rahmad (2008) di Kecamatan Sibolga Kota dan penelitian Jalaluddin (2009) di Kota Lhokseumawe bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebersihan kuku dengan infeksi STH. 52,87,88 Penelitian Agustina (2000) di Kabupaten Bandung mendapatkan bahwa ada hubungan yang erat antara tanah dan kuku yang tercemar oleh telur A.lumbricodes dengan kejadian Ascariasis.89 Perbedaan tersebut dapat disebabkan karena faktor personal hygiene lain yang ditemukan. Pada penelitian Rahmad Rizki (2008) di Kecamatan Sibolga Kota didapatkan prevalensi kecacingan yang cukup tinggi pada anak yang sering menggigit kuku ketika sedang bermain dan memasukkan jari tangan kedalam mulut.88 Personal hygiene seperti kebersihan kuku merupakan salah satu faktor yang berperan dalam infeksi STH. Infeksi kecacingan dapat dipengaruhi oleh kebiasaan siswa bermain di tanah. Sebagian responden yang tidak menjaga kebersihan kuku dan memiliki kuku yang kotor kemungkinan disebabkan oleh ketidaktahuan responden bahwa infeksi STH sebagian besar ditularkan melalui tangan yang kotor dan kuku panjang yang menyimpan telur cacing. Apabila tangan dan kuku tidak dicuci dengan bersih, maka telur cacing yang tersimpan di dalam kuku akan ikut tertelan ketika makan. 90 Kuku yang terawat dan bersih juga merupakan cerminan kepribadian seseorang, kuku yang panjang dan tidak terawat akan menjadi tempat melekat berbagai kotoran yang mengandung bahan dan mikroorganisme diantaranya bakteri dan telur cacing.91 6.3.3 Hubungan antara Penggunaan Alas Kaki dengan Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH)



Fakultas Kedokteran Universitas Andalas



61



Hasil Chi-Square test hubungan penggunaan alas kaki dengan infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) menunjukkan p = 0.100, berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara penggunaan alas kaki dengan infeksi STH. Dari 50 responden yang sering menggunakan alas kaki terdapat 3 orang (4.9%) positif terinfeksi STH. Sebagian besar responden (83.6%) memiliki kebiasaan menggunakan alas kaki yang baik, akan tetapi masih ditemukan 24 orang (39.3%) yang tidak mencuci kaki setelah bermain, 21 orang (34.4%) yang tidak menggunakan alas kaki saat hendak BAB, dan 8 orang (13.1%) yang tidak menggunakan alas kaki ketika keluar rumah. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rizki Rahmad (2008) di Kecamatan Sibolga Kota, penelitian Endriani, dkk (2010) di Kelurahan Karangroto Semarang dan penelitian Nusa, dkk. (2013) di Kabupaten Kepulauan Talaud bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara penggunaan alas kaki dengan infeksi STH.84,85,88 Tetapi ditemukan hasil yang berbeda pada penelitian yang dilakukan oleh Jalaluddin (2009) di Kota Lhokseumawe dan Pertiwi, dkk. (2013) di Kota Makassar bahwa ada hubungan yang bermakna antara penggunaan alas kaki dengan infeksi STH.52,87 Hal ini kemungkinan disebabkan karena jenis infeksi terbanyak yang ditemukan pada penelitian ini adalah A.lumbricodes. Dari 61 responden yang diperiksa, tidak ada yang terinfeksi cacing tambang. Selain itu, responden juga sudah menggunakan alas kaki (sandal atau sepatu) ketika bermain di atas tanah. Hal ini sudah diajarkan oleh orang tua dan guru untuk melindungi kaki dari bahaya benda asing dan penyakit kecacingan yang dapat membahayakan keselamatan mereka. 6.4



Keterbatasan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan



menggunakan rancangan cross sectional yaitu penelitian yang dilakukan dengan sekali pengamatan pada suatu saat tertentu terhadap objek yang berubah, berkembang atau tumbuh menurut waktu. Penelitian ini tidak dapat memberikan penjelasan sebab akibat, akan tetapi hubungan yang ada hanya menunjukkan hubungan variabel dependen dengan variabel independen.



Fakultas Kedokteran Universitas Andalas



62



BAB 7 PENUTUP 7.1



Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan setelah dilakukan serangkaian analisis



dan pembahasan, maka dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Prevalensi infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) pada anak usia sekolah di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang adalah 4.9 persen. 2. Sebagian besar sanitasi lingkungan di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang sudah baik, tetapi masih ditemukan beberapa rumah dengan sumber air bersih yang berasal dari sumur gali, tidak memiliki tempat sampah di dalam rumah, dan terdapat satu rumah yang tidak memiliki jamban dan SPAL. 3. Sebagian besar personal hygiene anak usia sekolah di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang sudah baik, tetapi masih ditemukan beberapa anak dengan kebiasaan mencuci tangan yang buruk dan sepertiga anak memiliki kuku yang panjang dan kotor. 4. Tidak ada hubungan yang bermakna antara sanitasi lingkungan dengan infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) pada anak usia sekolah di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang. 5. Tidak ada hubungan yang bermakna antara personal hygiene (kebiasaan mencuci tangan, kebersihan kuku, dan penggunaan alas kaki) dengan infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) pada anak usia sekolah di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang. 7.2



Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka beberapa saran yang disampaikan



adalah sebagai berikut: 1. Bagi Masyarakat Masyarakat perlu meningkatkan kondisi sanitasi lingkungan yang lebih baik, berupa sumber air bersih, penyediaan tempat sampah didalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas



63



rumah, ketersediaan jamban dan saluran pembuangan air limbah (SPAL), serta menerapkan personal hygiene yang baik untuk memperoleh lingkungan yang sehat dan terbebas dari infeksi Soil Transmitted Helminths (STH). 2. Bagi Orang Tua Orang tua merupakan seseorang yang paling bertanggung jawab terhadap kondisi seorang anak. Oleh karena itu, diharapkan kepada orang tua agar memperhatikan personal hygiene anaknya dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) supaya terhindar dari berbagai penyakit, terutama infeksi Soil Transmitted Helminths (STH). 3. Bagi Sekolah Sekolah perlu mengaktifkan kembali program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) untuk menerapkan perilaku disiplin kebersihan bagi siswa dengan cara mengadakan sanksi kepada siswa yang tidak menjaga kebersihan diri, dan menerapkan gerakan cuci tangan pakai sabun (CTPS) di sekolah sebagaimana yang telah diwajibkan oleh pemerintah. 4. Bagi Dinas Kesehatan Untuk Dinas Kesehatan Kota Padang, dilihat dari tingginya angka infeksi kecacingan secara nasional yaitu 28.12 persen, perlu dilakukan pemeriksaan dan pengobatan cacing secara berkala setiap 6 bulan sekali pada anak usia sekolah yang dilaksanakan oleh pihak puskesmas Lubuk Buaya. 5. Bagi Peneliti Lanjutan Karena keterbatasan variabel yang diteliti maka disarankan pada penelitian selanjutnya untuk meneliti lebih luas dan mendalam dengan variabel-variabel lain yang belum tergali seperti menganalisis hubungan antara



kebersihan



kuku



dengan



infeksi



cacing



A.lumbricoides,



menganalisis hubungan antara penggunaan alas kaki dengan infeksi cacing tambang, mengidentifikasi karakteristik siswa dengan infeksi STH, atau menemukan variabel independen lain seperti konsumsi makanan jajanan siswa di sekolah dan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan infeksi kecacingan.



Fakultas Kedokteran Universitas Andalas



64



Fakultas Kedokteran Universitas Andalas



65