14 0 558 KB
ANALISIS KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA UDANG VANNAMEI (Litopenaus Vannamei) DI DESA MOROREJO KECAMATAN KALIWUNGU KABUPATEN KENDAL
PROPOSAL PENELITIAN
Oleh : Ahmad Nasirin NIM : 124010125
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG
2016
ANALISIS KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA UDANG VANNAMEI (Litopenaus Vannamei) DI DESA MOROREJO KECAMATAN KALIWUNGU KABUPATEN KENDAL
PROPOSAL PENELITIAN Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan studi Strata 1 guna memperoleh gelar Sarjana Pertanian
Oleh : Ahmad Nasirin NIM : 124010125
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG 2016
i
Halaman Pengesahan Laporan
ANALISIS KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA UDANG VANNAMEI (Litopenaus Vannamei) DI DESA MOROREJO KECAMATAN KALIWUNGU KABUPATEN KENDAL Proposal ini telah disetujui Pada tanggal: .........................................................................................................
Oleh : Ahmad Nasirin NIM : 124010125
Pembimbing I
Pembimbing II
Sri Wahyuningsih, SP., MP. (NPP.06.01.1.0034)
Rossi Prabowo, S.Si., M.Si. (NPP. 06.05.0.0136)
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Wahid Hasyim Semarang
Lutfi Aris Sasongko, S.TP., M.Si. Npp.06.02.1.0074
ii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...................................................................................................I HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................II DATAR ISI....................................................................................................................III DATAR TABEL...........................................................................................................V BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang................................................................................................1 1.2. Perumusan Masalah.......................................................................................4 1.3. Tujuan Penelitian............................................................................................4 1.4. Manfaat Penelitian.........................................................................................4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori................................................................................................5 2.2.1. Sejarah udang Vannamei...........................................................5 2.2.2. Klasifikasi dan Morfologi Udang Vannamei.......................5 2.2.3. Budidaya Udang Vannamei......................................................6 2.2.4. Pemanenan...........................................................................................................10 2.2.5. Pendapatan Usaha Tani....................................................................................11 2.2.6. Biaya......................................................................................................................12 2.2.7. Penerimaan dan Pendapatan...........................................................................13 2.2.8. Keuntungan..........................................................................................................14 2.2.10. RC ratio..............................................................................................................15 2.2.Kerangka Pemikiran.......................................................................................15 2.3.Penelitian Terdahulu.......................................................................................18 2.4.Hipotesis.............................................................................................................19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Dasar..................................................................................................20 3.2. Metode Pelaksanaan......................................................................................20 3.3. Metode Pengambilan sempel......................................................................20 3.3.1. Metode Pengambilan Sampel Daerah...........................................20 3.3.2. Metode Penentuan Responden........................................................20
iii
3.4. Macam dan Sumber Data.............................................................................21 3.4.1. Data Primer...................................................................................................21 3.4.2. Data Sekunder..............................................................................................21 3.5. Teknik Pengumpulan Data..........................................................................21 3.6.Metode Analisis Data.....................................................................................22 3.6.1. Pengujian Hipotesis Pertama..................................................................22 3.6.2. Pengujian Hipotesis Kedua......................................................................23 3.7. Pembatasan Masalah.....................................................................................23 3.8. Asumsi...............................................................................................................24 3.9.Devinisi dan Pengukuran Variabel............................................................24 3.10. Daftar Pustaka...............................................................................................26
iv
DAFTAR TABEL Tabel 1. Produksi udang Vannamei............................................................................3
v
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir dan lautan mempunyai peran yang penting sebagai sumber penghidupan bagi penduduk Indonesia. Kedua wilayah ini diperkirakan menjadi tumpuan bagi pembangunan bangsa Indonesia di masa depan. Hal ini disebabkan sebagian besar wilayah Indonesia merupakan wilayah pesisir dan laut yang memiliki berbagai sumber daya alam serta jasa lingkungan yang beragam. Ada beberapa sumber daya alam pesisir yang dapat dikelola dan dikembangkan, diantaranya sumber daya perikanan yang mencakup sumber daya perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Perikanan budidaya meliputi budidaya payau, pantai dan laut. Semakin menurunnya produksi yang dihasilkan oleh perikanan tangkap, maka usaha pemanfaatan lahan tambak, khususnya budidaya air payau (tambak udang) diharapkan mampu menopang target produksi nasional perikanan (Alikodra 2005). Udang Vannamei masuk ke Indonesia pada tahun 2001. Pada 2002, pemerintah memberikan izin kepada dua perusahaan swasta untuk mengimpor induk udang Vannamei sebanyak 2.000 ekor. Selain itu, juga mengimpor benur sebanyak 5 juta ekor dari Hawai dan Taiwan serta 300.000 ekor dari Amerika Latin. Induk dan benur tersebut kemudian dikembangkan oleh hatchery pemula. Sekarang, usaha tersebut telah dikomersilkan dan berkembang pesat karena peminat udang Vannamei semakin meningkat (Haliman, 2005). Spesies ini relatif mudah untuk berkembang biak dan dibudidayakan, maka udang Putih (Vannamei) menjadi salah satu spesies andalan dalam budidaya udang di beberapa negara dunia. Beberapa keunggulan yang dimiliki udang putih antara lain responsif terhadap pakan yang diberikan, lebih tahan terhadap serangan penyakit dan lingkungan yang kurang baik. Udang Putih juga memiliki pasaran yang pesat ditingkat Internasional (Ariawan, 2005).
1
2
Udang Vannamei memiliki nafsu makan yang tinggi dan dapat memanfaatkan pakan dengan kadar protein rendah, sehingga pada sistem budidaya dengan pola semi intensif biaya pakan dapat diminimalisir (Burhanuddin,2009). Sehingga produkrifitas udang Vannamei ini bisa dipertahankan. Kehadiran jenis udang Vannamei diharapkan tidak hanya menambah pilihan bagi petambak tapi juga menopang kebangkitan usaha pertambakan terutama komoditas udang, introduksi jenis udang baru yang lebih unggul dan tahan penyakit tampaknya menjadi salah satu kunci perwujudan mimpi di atas, selain memperkaya dan menambah alternafit jenis udang baru yang lebih tahan penyakit, peluang investasi pertambakan udang diyakini bakal kembali prospektif, apalagi hasil budidaya pada lahan uji coba di sejumlah daerah memang menunjukkan tingginya produktivitas dibanding perolehan hasil, semisal jenis udang windu yang telah di kenal sebelumnya. (Haliman dan Adijaya, 2005) Apabila dilihat saat ini, permintaan udang jenis Vannamei dari Indonesia oleh pasar dunia masih terbuka dan prospektif. Pasar Amerika dan Jepang, misalnya permintaan dari Indonesia cukup tinggi. Komoditi udang jenis Vannamei dari Indonesia bahkan mulai menggeser pasar udang windu yang sempat meraih masa keemasan pada tahun 1980an. Pada dekade itu, udang windu yang banyak dibudidayakan di Makassar, Aceh dan Jatim, sempat booming, tapi, produksi udang windu dalam empatlima tahun belakangan cenderung menurun, karena berbagai sebab, seperti bibit kurang sehat serta kondisi lingkungan yang terus dipacu berproduksi, sehingga hasilnya semakin tidak bisa optimal.(Rusmiyati,2014) Berdasarkan penelitian Boyd dan Clay (2000), produktivitasnya mencapai lebih 13.600 kg/ha. Produktivitas yang tinggi ini karena udang putih mempunyai beberapa keunggulan dibanding spesies jenis lainnya, antara lain: tingkat kelulusan hidup tinggi ketersediaan benur yang
berkualitas, kepadatan tebar tinggi, tahan penyakit dan konversi pakan rendah.
3
Desa Mororejo sendiri budidaya udang Vannamei cukup berkembang dengan baik ini menunjakan bahwa potensi yang ada di desa tersebut sangatlah baik potensi tersebut membantu perekonomian masyarakat yang notabe wilayahnya pesisir laut. Dengan pemahaman penguasaan teknologi budidaya dengan baik tidak menutup kemungkinan budidaya udang Vannamei di desa mororejo bisa masuk ke pasar luar negeri, dengan harga kisaran 50.000 70.000/kg di pasar dalam negeri. Pembudidaya udang Vannamei di desa Mororejo menggunakan metode intensif sehingga udang yang dihasilkan tidak kalah bagus kualitasnya ketimbang udang Tabel 1. Produksi Dan Nilai Produksi Tambak Kabupaten Kendal Tahun 2014 Kecamatan
Bandeng
Udang
District
Kilogram
(Rp.000)
Kilogram
(Rp.000)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
1. Kaliwungu 2. Brangsong
2.275.000 539.300
28.126.500 6.666.250
1.415.000 411.100
79.005.900 3.316.900
3. Kendal
649.300
8.029.550
298.914
16.584.750
4. Patebon
538.700
6.638.250
927.771
60.234.625
5. Cepiring
327.500
4.004.000
67.300
3.827.700
6. Kangkung
424.300
5.243.150
23.450
623.350
7. Rowosari
173.900
2.143.150
11.950
309.250
Jml/Total 2014 2013
4.928.000 5.091.800
60.890.850 61.539.750
3.155.485 31.150.650
163.901.575 187.850.200
2012
4.987.500
61.969.346
2.326.915
91.949.450
Sumber Data: Badan Pusat Statistik Kabupaten Kendal 2015 Bedasarkan tabel diatas tahun 2014 kecamatan kaliwungu memperlihatkan udang menduduki urutan pertama ini tidak menutup kemungkinan bahwa budidaya udang Vannamei ini bisa lebih diperhatikan sebagai komoditas ekspor unggulan apabila diusahakan secara maksimum.
4
1.2.Perumusan Masalah Bedasarkan paparan diatas yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Apakah usaha budidaya tambak udang Vannamei memberikan pendapatan dan keuntungan bagi petambak di Desa Mororejo, Kecamatan Kaliwunggu, Kabupaten Kendal. 2. Bagaimana kelayakan usaha udang Vannamei di desa Mororejo, Kecamatan Kaliwunggu, Kabupaten Kendal di tinjau dari RC ratio. 1.3.Tujuan Penelitian Bedasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian adalah: 1. Mengetahui tingkat pendapatan dari usaha udang Vannamei di Desa Mororejo Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal. 2. Mengetahui kelayakan usaha udang Vannamei ditinjau dari RC ratio di Desa Mororejo Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan melalui penelitian ini, yaitu: 1. Sebagai acuan bahwa budidaya udang Vannamei di Desa Mororejo perlu digiatkan. 2. Sebagai acuan budidaya udang Vannamei di budidaya selanjutnya 3. Bagi peneliti: untuk menambah pengetahuan dan untuk meningkatkan kemampuan di bidang penelitian budidaya udang Vannamei yang dapat memberi manfaat dalam melakukan penelitian lebih lanjut. 4. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah/dinas terkait dalam menentukan kebijakan untuk meningkatkan daerah tersebut. 5. Sebagai bahan informasi bagi pembaca untuk dijadikan bahan kajian guna menambah wawasan dan pengetahuan serta sebagai referensi penelitian selanjutnya.
BAB II TIJAUAN PUSTAKA 2.1.Landasan Teori 2.1.1. Sejarah Udang Vannamei Udang putih (L.Vannamei) merupakan spesies introduksi yang dibudidayakan di Indonesia. Udang putih yang dikenal oleh masyarakat dengan udang Vannamei ini berasal dari perairan Amerika Tengah. Negaranegara di Amerika Tengah dan selatan seperti Ekuador, Venezuela, Panama, Brazil, dan Meksiko sudah lama membudidaykan jenis udang yang dikenal juga dengan pasific white shrimp ini. Di Indonesia, udang Vannamei baru diintroduksi dan dibudidayakan mulai awal tahun 2000an dengan menunjukkan hasil yang menggembirakan. Masuknya undang Vannamei ini telah menggairahkan kembali usaha pertambakan Indonesia yang mengalami kegagalan budidaya akibat serangan penyakit, terutama bintik putih (white spot). White spot telah menyerangan tambaktambak udang udang windu baik yang dikelola secara tradisional maupun intensif meskipun telah menerapkan teknologi tinggi dengan fasilitas yang lengkap. 2.1.2. Klasifikasi dan Morfologi Udang Vannamei Klasifikasi Udang Vannamei (Litopenaus Vannamei) menurut Haliman dan Adijaya (2005), adalah sebagi berikut: Kingdom Sub kingdom
: :
Animalia Metazoa
Filum
:
Artrhopoda
Sub filum
:
Crustacea
Kelas
:
Malascostraca
Sub kelas
:
Eumalacostraca
Super ordo
:
Eucarida
Ordo
:
Decapoda
Sub ordo
:
Dendrobrachiata
Infra ordo
:
Penaeidea
5
6
Super famili Famili
: :
Penaeioidea Penaeidae
Genus
:
Litopenaeus
Spesies
:
Litopenaeus Vannamei
Tubuh udang Vannamei dibentuk oleh dua cabang (biramous), yaitu exopodite dan endopodite. Seluruh tubuhnya tertutup oleh eksoskeleton yang terbuat dari bahan kitin. Tubuhnya beruasruas dan mempunyai aktivitas berganti kulit luar (eksoskeleton) secara periodik (molting). Bagian tubuh udang Vannamei sudah mengalami modifikasi, sehingga dapat digunakan untuk beberapa keperluan antara lain : makan, bergerak dan membenamkan diri ke dalam lumpur, menopang insang, karena struktur insang udang mirip bulu unggas serta organ sensor seperti antenna dan antennulae (Haliman dan Adijaya, 2005). Litopenaeus Vannamei, biasa juga disebut sebagai udang putih dan masuk ke dalam famili Penaidae. Anggota famili ini menetaskan telurnya diluar tubuh setelah telur dikeluarkan oleh udang betina. Udang penaeid dapat dibedakan dengan jenis lainnya dari bentuk dan jumlah gigi pada rostrumnya. Penaeid Vannamei memiliki 2 gigi pada tepi rostrum bagianventral dan 89 gigi pada tepi rostrum bagian dorsal. Umumnya, tubuh udang dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kepala dan bagian badan. Bagian kepala menyatu dengan bagian dada disebut cephalothorax yang terdiri dari 13 ruas, yaitu 5 ruas di bagian kepala dan 8 ruas di bagian dada. Bagian dada dan abdomen terdiri dari 6 ruas, tiaptiap ruas (segmen) mempunyai sepasang anggota badan (kaki renang) yang beruasruas pula. Pada ujung ruas keenam terdapat ekor kipas 4 lembar dan satu telson yang berbentuk runcing. (Rusmiyati, 2014) 2.1.3. Budidaya Udang Vannamei
Menurut (Andi, 2011) pembesaran udang Vannamei merupakan suatu kegiatan budidaya yang bertujuan untuk menghasilkan udang Vannamei ukuran konsumsi. Dalam kegiatan, pembesaran ini udang
7
Vannamei didorong untuk tumbuh secara maksimum hingga mencapai ukuran panen atau sesuai ukuran pasar. 1. Persiapan Tambak a. Pengeringan/pengolahan tanah dasar Air dalam tambak dibuang, ikanikan liar diberantas dengan saponin, genagan air yang masih tersisa di beberapa tempat harus di pompa keluar. Selanjutnya tambak dikeringkan sampai retakretak 2
kalau perlu dibalik dengan cara ditraktor sehingga H S menghilang karena teroksidasi. Pengeringan secara sempurna juga dapat membunuh bakteri patogen yang ada di pelataran tambak.(Rusmiyati, 2014) Menurut (Andi, 2011) Kolam yang digunakan dalam budidaya udang Vannamei (litopaneaus Vannamei) adalah pola intensif yaitu kolam yang dilengkapi terpal menutupi semua bagian, pompa air, kincir, pakan 100% pelet dan tingkat penebaran yang tinggi. Jumlah 2
kolam yang ada 9 petak, masing masing petak berukuran 4000m dan 1 2.
kolam terbesar berukuran 8000 m Total luas kolam secara 2.
keseluruhan sebesar 40.000m
Kedalamam kolam budidaya udang Vannamei rata rata 2,5 meter, ketinggian air dari dasar kolam 1,5 2 meter, setiap kolam memiliki 1 Center line yang berguna untuk menyedot lumpur, 2 jembatan piling serta 2 anco untuk mengecek kondisi udang, Setiap kolam mempunyai saluran pengisian dan pemasukan yang terpisah untuk keperluan penggantian,penyiapan kolam sebelum penebaran benih, sirkulasi air dan pemanenan. b. Pencegahan hama dan penyakit 1. Tidak membuang dan mengganti air apabila udang yang dipelihara diketahui terkena virus. Tindakan ini dilakukan untukmencegah penyebaran penyakit ke perairan umum dan tambak lainnya.
8
2. Tumbuhan air yang diambil dari petakan tambak, tidak dibuang ke petak lain atau perairan umum karena dikhawatirkan dapat menyebarkan penyakit. 3. Udang yang sakit atau mati segera dikeluarkan dari tambak dan dicelupkan ke larutan formalin, selanjutnya dikubur diluar area petakan tambak. 4. Menerapkan biosekuriti pada seluruh kegiatan dan area pertambakan, yaitu : a. Menyiapkan bak sterilisasi bagi manusia yang ingin masuk ke area tambak, b. Membatasi akses manusia dan hewan pembawa penyakit, antara lain kepiting,burung, dan hewan lainnya untuk masuk ke area tambak dengan pembuatan pagar pembatas dari jaring ke sekeliling tambak. c. Pengendalian hewan berupa burung dapat dilakukan dengan membuat penghalau berupa tali senar di atas tambak.(BMP, 2014). c. Pengapungan dan pemupukan Perbaikan kualitas tanah dan air dilakukan pemberian kapur bakar (CaO), 1000 kg/ha, dan kapur pertanian sebanyak 320 kg/ha. Selanjutnya masukkan air ke tambak sehingga tambak menjadi macakmacak kemudian dilakukan pemupukan dengan pupuk urea (150/kg/ha). d. Pengisian air Pengisisan air dilakukan setelah seluruh persiapan dasar tambak telah rampung dan air dimasukkan ke dalam tambak secara bertahap. Ketinggian air tersebut dibiarkan dalam tambak selama 23 minggu sampai kondisi air betulbetul siap ditebari benih udang. Tinggi air di petak pembesaran diupayakan ≥1,0m.
9
2. Persiapan Tebar Persiapan yang perlu dilakukan sebelum penebaran benur yaitu persiapan tambak dan peralatannya. Dinding tambak digosok sehari sebelum tebar yang bertujuan untuk memicu munculnya pakan alami dan mencegah lumut tumbuh subur di dinding tambak. Kincir perlu dinyalakan minimal 12 jam sebelum benur ditebar untuk membuang gasgas beracun dan meningkatkan kadar oksigen terlarut (DO,dissolved oxygen) didalam tambak. Kincir air dimatikan satu jam sebelum benur ditebar bisa istirahat (Haliman dan Adijaya, 2005). Penebaran benur udang Vannamei dilakukan setelah plangton tumbuh baik (710 hari) sesudah pemupukan. Benur Vannamei yang digunakan adalah PL10PL12 berat awal 0,001g/ekor diperoleh dari hatchery yang telah mendapatkan rekomendasi bebas pantogen, spesific pathogen free (SPF). Kreteria benur Vannamei yang baik adalah mencapai ukuran PL10 atau organ ingsannya telah sempurna, seragam atau rata tubuh benih dan usus terlihat jals, berenang melawan arus benur yang lulus seleksi dan telah mengalami proses aklimatisasi bisa langsung ditebar perlahanlahan kedalam petak pembesaran dengan dengan kepadatan 100 2
125/m . 3. Hama dan penyakit Menurut (FAO,2006) beberapa macam hama yang mengganggu tambak udang, baik yang merupakan hama langsung maupun hama yang tidak langsung adalah: a. Hama penggangu Kepiting, udang penggali (Thalassina), kerangkerangan, jamur. b. Hama penyaing Bekicot, ikan, kepiting, udang. c. Hama predator Ikan, kepiting, burung, manusia, serangga, ular, berangberang, kadal.
10
1.
Jenis penyakit yang dapat menyerang pada udang yaitu penyakit viral (penyakit yang disebabkan oleh virus) salah satu kendala dalam budidaya udang vaname adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Taura Syndrome Virus (TSV). Udang vaname (Litopenaeus Vannamei) yang telah terinfeksi TSV dapat mengalami kematian 8085% sehingga dapat menimbulkan kerugian dalam pembudidayaannya. Kerusakan (luka) yang disebabkan oleh virus tersebut dapat terlihat dari warna tubuh yang menjadi kemerahan, terutama pada ekor udang yang mati. Bercak hitam (melanisasi) yang tidak beraturan di bawah lapisan kutikula akan tampak pada udang yang masih bertahan hidup tetapi udang ini kemudian menjadi pembawa (carrier) virus tersebut (Rufiati, 2008).
2. Penyakit Bakterial, beberapa jenis penyakit bekterial yang dijumpai menyerang udang di antaranya adalah penyakit ingsan hitam, penyakit ekor geripis, kaki putus, bercak hitam, kulit dan otot hitam (black splincter disease). Bekteri Vibrio Sp. Seperti Vibrio Alginolyticus, V. Parahaemolyticus, dan V. Angguillanum merupakan bekteri yang erat kaitannya dengan penyakit tersebut. Peningkatakan virulensi patogen di perkuat dengan dengan jeleknya manajemen kualitas air, yang tidak jarang menimbulkan kematian udang. 2.1.4. Pemanenan Penen udang dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu panen sebagian dan penen keseluruhan (total). Panen sebagian dilakukan dengan tujuan untuk menagkap udang yang besarbesar saja. Alat yang paling umum digunakan untuk panen sebagian yaitu prayang yang terbuat dari
bambu.prayangan dipasang di tepi pematang tambak pada malam hari dengan bagian prayang terletak tegak lurus pada pematang dan ujung
11
luarnya tepat berada di mulut prayangan. Cara lain adalah dengan menggunakan jala. Panen keseluruhan (total) dimaksudkan untuk menagkap seluruh udang yang dipelihara. Pemanenan total dilakukan dengan cara mengeringkan petakan tambak sehingga kedalaman air 1020 cm hanya pada caren. Alat yang digunakan biasanya berupa seser besar yang mulutnya direndam dalam dalam lumpur dasar tambak lalu dorong sambil mengangkatnya jika diperkirakan sudah banyak udang yang masuk ke dalam seser.(Suyanto dan Mujiman, 2002) Udang Vannamei dapat dipanen setelah berumur 120 hari (DOC 120, DOC = day of culture) dengan berat berkisar 1620 g/ekor. Pemanenan udang Vannamei dapat dilakukan kapan saja, tetapi umumnya pemanenan dilakukan pada malam hari. Selain untuk menghindari terik matahari, pemanenan pada malam hari juga bertujuan untuk mengurangi resiko udang ganti kulit selama panen akibat stres, karena udang yang ganti kulit akan menyebabkan penurunan harga jual. (Haliman dan adijaya, 2005) 2.1.5. Pendapatan Usahatani Ukuran keberhasilan suatu manajemen usahatani adalah produktivitas yang diperoleh dari usaha tani tersebut. Suatu usahatani dikatakan berhasil jika petani dapat membayar semua biayabiaya yang dikeluarkan dan dapat menjaga kontinuitas usahanya. Atau penerimaan yang diterima lebih besar dari pada biaya yang dikeluarkan. Penerimaan usahatani adalah semua nilai produk yang dihasilkan dari suatu usahatani pada periode waktu tertentu. Penerimaan mencakup produk usahatani yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan untuk bibit dan pakan ternak, digunakan untuk pembayaran dan disimpan. Penerimaan usahatani diperoleh dari perkalian antara total produksi dengan harga pasar yang berlaku pada periode waktu tertentu (Soekartawi dkk,1991).
12
2.1.6. Biaya Menurut Mulyadi (2002) biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Menurut Soeharjo dan Patong (1973) biaya usahatani atau disebut juga pengeluaran usahatani adalah nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi. Biaya usahatani dapat berbentuk biaya tunai danbiaya yang diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dibayar dengan uang, seperti biaya pembelian sarana produksi dan biaya upah tenaga kerja. Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani apabila bunga modal dan nilai kerja keluarga diperhitungkan. Sedangkan menurut Gilarso (2011) menyatakn bahwa biaya adalah semua pengorbanan yang perlu suatu usaha untuk satu proses produksi, dinyatakan dalam uang dalam proses pasar yang berlaku. Jika secara skala khusus diperhatiakan hubungan antara jumlah produk dan biaya produksi, maka jenis biaya dibagai menjadi dua kelompok yaitu: 1. Biaya Tetap (fixed cost) Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya yang secara keseluruhan tetap, atau tidak dapat berubah, jika ada perubahan dalam besar kecilnya jumlah produk yang dihasilkan (sampai batas tertentu). 2. Biaya Variabel (variabel cost) Biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya dapat berubah sesuai dengan (tergantung dari) besar kecilnya jumlah produksi. Keberhasilan dari suatu usaha dapat dilihat dari besarnya pendapatan dan penerimaan yang diperoleh dari hasil usaha. Menurut Gilarso (2003 ) biaya dikelompokkan menjadi dua yaitu:
a. Biaya implisit yaitu biaya yang secara ekonomis harus diperhitungkan sebagai biaya produksi meskipun tidak
13
dibayar dalam bentuk uang. Seperti tambak milik sendiri, tenaga kerja keluarga. b. Biaya eksplisit yaitu semua pengeluaran yang dipergunakan untuk membayar fsktor produksi. Seperti pembelian benur, pakan, sarana produksi dan tenaga kerja. Menurut Gilarso (2011) menyatakan bahwa biaya produksi merupakan penjumlahan dari dua komponen biaya yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variabel cost). Gabungan biaya tetap dan biaya variabel disebut biaya total (total cost) yang secara umum dirumuskans sebagai berikut: TC=FC + VC Keterangan: TC = Biaya total (total cost) FC = Biaya tetap (fixed cost) VC
= Biaya variabel (variabel cost) Biaya penyusutan adalah penggantian kerugian atau
pengurangan nilai disebabkan karena waktu dan cara penggunaan modal tetap. Besarnya dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
=
−
Keterangan : DC = Biaya penyusutan NB = Nilai beli NS = Nilai sisa U = Umur ekonomis 2.1.7. Penerimaan dan Pendapatan Menurut Soekartawi (2003) penerimaan adalah banyaknya jumlah produksi dikalikan harga (banyaknya input dikalikan harga). Jumlah penerimaan (total revenue) didefinisikan sebagai penerimaan dari
14
penjualan barang tertentu yang diperoleh dari sejumlah satuan barang yang terjual dengan harga penjualan setiap satuan yang dapat di rumuskan sebagai berikut : TR = P . Q Keterangan : TR = Total Revenue/Total penerimaan (Rp/kg) P
= Price/Harga (Rp/kg)
Q
= Quantity/ Jumlah produksi (kg) Menurut Soedarsono (2004) Pendapatan dihitung dengan menggunakan konsep pendapatan yaitu dengan cara mengurangi total penerimaan dengan total biaya pendapatan. Menurut Soekarawi (1990) Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dan seluruh pengeluaran pada usaha tambak. Penerimaan merupakan nilai dari seluruh produksi baik yang dijual, dikonsumsi oleh petambak sendiri, diberikan kepada orang lain sebagai upah tenaga panen, dan digunakan dalam proses produksi. Dengan rumus sebagai berikut: NR = TR – TC *) Keterangan: NR
=Pendapatan/income (Rp)
TR
=Total penerimaan/Total Revenue (Rp)
TC
=Total biaya/Total Costs (Rp)
*)
=biaya yang secara nyata dikeluarkan oleh petambak
2.1.8. Keuntungan Sedangkan
keuntungan
menurut
keuntungan dapat ditulis sebagai berikut: π = TR – TC Keterangan: π = Besar Keuntungan
Wilson
Bangun
(2007)
15
TR = Total penerimaan (Total revenue) TC = Total biaya (total cost) 2.1.9. RC Ratio Menurut Soekartawi, (1995)Untuk mengetahui apakah usaha yang dijalankan tersebut layak atau tidak maka, dapat digunakan penghitungan dengan membandingkan total penerimaan dengan total biaya. Sehingga didapat ru mus sebagai berikut: RC = TR : TC Dimana : RC = Revenue Cost Ratio TR = Total Penerimaan (Total Revenue) TC = Total Biaya (Total Cost) Dengan Ketentuan: Nilai RC > 1 maka usaha yang dijalankan layak Nilai RC 1 maka usaha yang dijalankan layak Nilai RC