5 MK Kep Jiwa [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Nur
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN



ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN MASALAH KEPERAWATAN UTAMA :



1. 2. 3. 4. 5.



GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PERILAKU KEKERASAN ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI HARGA DIRI RENDAH DEFISIT PERAWATAN DIRI



DISUSUN OLEH : NURASIAH JAMIL NIM : 032001D17052



PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DINAS KESEHATAN AKADEMI PERAWAT KESEHATAN SAKRA 2019



ASKEP JIWA PADA KLIEN DENGAN MASALAH UTAMA GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI A. PENGERTIAN Halusinasi adalah suatu sensori persepsi terhadap sesuatu hal tanpa stimulus dari luar. Halusinasi merupakan pengalaman terhadap mendengar suara tuhan, suara setan dan suara manusia yang berbicara terhadap dirinya, sering terjadi pada klien skizofrenia. (Stuart and Sundeen, 1998) Halusinasi adalah gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatau yang sebenarnya tidak ada. hal itu memungkinkan mempengaruhi pmikiran mereka mencakup perasaan merasa mendengar, melihat, membau, meraba, merasa. Halusinasi adalah penerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indra seorang pasien,yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun dasarnya mungkin organik fungsional, psikotik ataupun histerik. (Maramis, 2004) Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau gambaran dan fikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapt meliputi semua system pengindraan (Dalami,2009)



B. ETIOLOGI 1. Faktor Predisposisi Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada respon munculnya neurobiology halusinasi menurut Stuart, 2007 antara lain : a. Faktor biologis Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif. b. Faktor psikologis Keluarga, pengasuh dan lingkungan sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien misalnya anak diperlakukan oleh ibu yang pencemas, terlalu melindungi, dingin dan tidak berperasaan, sementara yang mengambil jarak dengannya.



1



c. Faktor sosial budaya Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress sehingga tidak menutup kemungknan budaya ataupun adat yang dianggap terlalu berat bagi seseorang dapat menyebabkan saseorang menjadi gangguan jiwa. 2. Faktor Presipitasi Menurut Stuart (2007) : a. Biologis Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan. b. Stres lingkungan Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku dan umumnya lingkungan yang dapat mendukung bertambahnya gangguan jiwa adalah lingkungan perkotaan yang dimana tingkat individualismenya sangat tinggi. c. Sumber Koping Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor berlebihnya informasi pada syaraf yang menerima dan memperoses inflamasi di thalamus frontal otak. C. RENTANG RESPON HALUSINASI



Respon Adaptif -



Pikiran logis Persepsi akurat Emosi konsisten Perilaku social Hubungan sosial



Respon maladaptif - Pikiran terkadang menyimpang - Ilusi - Emosional berlebihan - Perilaku ganjil - Menarik diri



- Kelainan pikiran - Halusinasi - Tidak mampu mengatur emosi - Ketidakteraturan - Isolasi sosial



2



Skema 4.1 Rentang Respon Halusinasi (Stuart dan Sundeen 1998). Keterangan : a. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma social budaya yang berlaku. 1) Pikiran logis : pandangan yang mengarah pada kenyataan. 2) Persepsi akurat : pandangan yang tepat pada kenyataan. 3) Emosi konsisten dengan pengalaman : perasaan yang timbul dari pengalaman ahli. 4) Perilaku Social : sikap dan tingkah laku masih dalam batas normal 5) Hubungan Social : proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan. b. Respon psikososial 1) Proses pikir terganggu 2) Ilusi : penilaian yang salah tentang penerapan yang benar-benar terjadi karena ransangan panca indra. 3) Emosi berlebihan atau berkurang 4) Perilaku yang tidak biasa 5) Menarik Diri : menghindar intraksi dengan orang lain. c. Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma sosial budaya dan lingkungan. 1) Kelainan pikiran : keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walupun tidak diyakini oleh orang lain. 2) Halusinasi : persepsi sensori yang salah atau pesepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada. 3) Kerusakan proses emosi : perubahan sesuatu yang timbul dari hati. 4) Perilaku tidak terorganisir : suatu perilaku yang tidak teratur. 5) Isolasi social : kondisi kesendirian yang di alami oleh individu dan diterima sebagai suatu kecelakaan yang negatif.



3



D. GEJALA HALUSINASI Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003), seseorang yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas yaitu : 1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai. 2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara. 3. Gerakan mata abnormal. 4. Respon verbal yang lambat. 5. Diam. 6. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk. 7. Perilaku menyerang teror seperti panik. 8. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain. 9. Menarik diri atau katatonik. 10. Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas 11. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah. 12. Penyempitan kemampuan konsenstrasi. 11. Dipenuhi dengan pengalaman sensori



E. FASE-FASE HALUSINASI Halusinasi yang dialami oleh klien bila berada pada intensitasnya dan keparahan



(Stuart and Larai,2005) membagi halusinasi klien mengendalikan



dirinya semakin berat fase halusinasinya.Klien semakin berat mengalami ansietas dan makin ,dikendaalikan halusinasinya lengkap tercantum dalam tabel.



4



Tabel : 1. Fase-fase Halusinasi (Stuart and Larai,2005) Fase FASE 1 (Comforting): Fase dimana halusinasi memberi rasa nyaman, ansietas sedang secara umum halusinasi sebagai suatu yang menyenangkan



Karakteristik Prilaku Klien - Mengalami ansietas, kesepian, - Tersenyum tertawa sendiri. rasa ber-salah, dan ketakutan. - Menggerakkan bibir tampa - Mencoba berfokus pada suara. pikiran yang dapat - Pergerakan mata yang cepat. menghilangkan ansietas. - Respon verbal yang lambat. - Pikiran dan pengala-man - Diam dan berkonsentrasi sensori masih ada dalam kontrol kesada-ran NON PSIKOTIK.



Fase II (Condemning): - Menyalahkan - Tingkat kecemasan berat, halusinasi memberatkan



- Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan - Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk men-



- Peningkatan syaraf otonom yang menun-jukkan peningkatan ansietas, peningkatan TD, denyut nadi dan pernafasan.



jauhkan dirinya dari sumber yang di persepsikan, - Klien mungkin merasa malu karena pengala-man sensorinya dan menarik diri dari orang lain (Non Psikotik



- Penyempitan kemam-puan konsentrasi, dan kehilangan kemam-puan membedakan halusinasi dan realita



Tahap lll (Controling): - Ansietas berat pengalaman sensori menjadi penguasa



- Klien berhenti meng-hentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah mem-biarkan halusinasi menguasai dirinya. - Klien mungkin meng-alami kesepian jika pengalaman sensori tersebut berakhir (psikotik)



- Kemampuan di-kendalikan, halusinasi akan lebih di takuti, - Kerusakan berhubu-ngan dengan orang lain - Rentang perhatian hanya beberapa meng-alami kesepian jika tanda-tanda fisik ansietas berat, tremor, tidak mampu memaha-mi peraturan.



Fase IV (Conquering / Panik) - Klien sudah dikuasai oleh halusinasi - Klien panik



Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi berahir dari beberapa jam / hari jika Intervensi terapeutik (psikotik berat)



- Perilaku tremor akibat panik, resiko tinggi mencederai diri sendiri dan orang lain - Halusinasi berubah menjadi mengancam - Halusinasi dapat memerintah dan memarahi klien - Klien mulai merasa takut, tidak berdaya - Halusinasi mulai menguasai klien sehingga klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain dan lingkungannya secara nyata



5



F. JENIS-JENIS HALUSINASI Macam-macam Halusinasi (Stuart, 2007) 1. Halusinasi pendengaran Klien mendengar suara atau bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata sedangkan orang lain tidak mendengarnya. 2. Halusinasi pengelihatan Klien melihat gambaran yang jelas atau samar-samar tanpa stimulus yang nyata akan tetapi orang lain tidak melihatnya. 3. Halusinasi penciuman Klien mencium bau-bau yang muncul dari sumber-sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata sedangkan orang lain tidak dapat menciumnya. 4. Halusinasi pengecapan Klien



merasa



makan



sesuatu



yang



tidak



nyata, biasanya penderita



merasakan rasa nyaman atau gelisah. 5. Halusinasi perasaan Klien merasa sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus yang nyata dan orang lain tidak merasakannya



G. DAMPAK HALUSINASI TERHADAP PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR 1. Nutrisi Klien dengan halusinasi biasanya asyik dengan dunianya sendiri, sehingga ia kurang memperhatikan dirinya dan akhirnya keinginan untuk makan tidak ada, selain itu, bila halusinasi mengancam atau menyuruh klien tidak makan, maka ia akan menolak dan menghindari makan. 2. Istirahat dan tidur Suara yang didengar terus-menerus membuat klien asyik dengan dunianya sendiri sehingga istirahat dan tidur tidur terganggu. 3. Personal hygiene Klien dengan halusinasi kadang merasa cemas, takut sehingga menimbulkan perasaan tidak aman dan curiga sehingga menurunkan minat klien untuk



6



mangurus dirinya sendiri sehingga klien kurang perhatian dan motivasi terhadap perawatan dirinya sendiri. 4. Kebutuhan aman Jika halusinasi mengancam maka klien cenderung merasa takut, gelisah dan merasa tidak aman sehingga timbul gangguan terhadap rasa aman. 5. Komunikasi Klien halusinasi cendrung berkomunikasi sendiri seolah-olah sedang berbicara dengan seseorang, kadang sulit untuk memulai percakapan sehingga timbul gangguan komunikasi. 6. Sosialisasi Klien halusinasi cenderung asyik dengan dirinya sendiri dan bersikap masa bodoh terhadap lingkungan sehingga klien menarik diri dan intraksi social terganggu. 7. Kebutuhan spiritual Halusinasi sering dirasakan sebagai suara Tuhan, syaitan atau kekuatan sehingga klien tidak menyadarinya sehingga kehilangan kontrol hidupnya, akibatnya klien terputus dengan sesama atau dengan tuhan, harapan dan kepercayaan. Dampaknya adalah spiritual terganggu. 8. Aktualisasi Diri Klien halusinasi cenderung bersikap masa bodoh terhadap lingkungan dan dirinya sendiri serta tidak mampu mengambil keputusan yang logis dalam menggunakan pencapaian dalam aktivitas diri.



ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian Adapun data yang dapat dikumpulkan pada klien dengan masalah keperawatan utama halusinasi adalah sebagai berikut : a. Identitas Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan tanggal pengkajian. Identitas penanggung jawab meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, hubungan dengan klien.



7



b. Alasan masuk rumah sakit / keluhan utama Merupakan penyebab klien dibawa ke RS, umumnya alasan masuk RS pada klien dengan masalah utama halusinasi adalah karena mendengar bisikan-bisikan misterius seperti suara-suara yang memerintah klien untuk bunuh diri, orang lain atau merusak lingkungannya, atau juga karena melihat dan mencium sesuatu yang membuatnya merusak lingkungannya. c. Faktor predisposisi Faktor predisposisi klien dengan masalah utama halusinasi adalah : klien pernah atau tidaknya mengalami gangguan jiwa dimasa lalu, riwayat pengobatan kurang berhasil, pengalaman masa lalu tidak menyenangkan, trauma psikis seperti penganiayaan, penolakan, dihina atau klien menjadi saksi penganiayaan, adanya kekerasan dalam keluarga, adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. d. Pemeriksaan fisik 1) Tanda vital : tekanan darah klien dengan masalah utama halusinasi cendrung meningkat, nadi meningkat. 2) Berat Badan klien dengan halusinasi biasanya menurun. 3) Keluhan fisik : klien biasanya mengeluh dan mengalami gangguan pola makan dan tidur sehingga terjadi penurunan berat badan. e. Aspek psikososial 1) Genogram Biasanya hubungan klien dengan keluarga kurang harmonis. 2) Konsep Diri Pada umumnya pengkajian konsep diri klien dengan masalah utama halusinasi adalah : klien menerima anggota tubuh yang dimilikinya, klien mengetahui status dan posisi klien sebelum dirawat, klien tidak mampu bekerja sebagaimana mestinya, klien mempunyai harapan bisa sembuh dari penyakitnya dan bisa segera kembali kerumahnya, klien mengalami harga diri rendah berhubungan dengan kegagalan



8



yang terjadi dimasa lalu dan klien merasa tidak dihargai oleh orang lain. f. Hubungan Sosial Klien dengan masalah utama halusinasi biasanya mengalami gangguan dalam hubungan sosial. g. Spiritual Biasanya ada masalah dalam pemenuhan kebutuhan spiritual, tidak dapat konsentrasi dalam setiap ibadah sholat. h. Status mental 1) Penampilan Penampilan klien tidak rapi, misalnya rambut acak-acakan, gigi tidak pernah disikat, kancing baju tidak tepat dan



baju tidak pernah



diganti. 2) Pembicaraan Pembicaraan klien lambat dan pelan. 3) Aktivitas motorik Klien dengan halusinasi biasanya mengalami tegang dan gelisah. 4) Alam perasaan Klien dengan halusinasi biasanya merasa sedih dan putus asa, dan kadang gembira yang berlebihan. 5) Afek Klien dengan halusinasi biasanya memiliki afek labil yaitu emosi yang cepat berubah. 6) Interaksi selama wawancara Klien dengan halusinasi biasanya bermusuhan, tidak kooperatif, mudah tersinggung, curiga dan kontak mata kurang. 7) Persepsi Klien dengan halusinasi



biasanya



mendengar suara-suara



yang



mengancam, sehingga klien cenderung menyendiri, pandangan kosong, kadang-kadang bicara sendiri dan melamun. 8) Proses berpikir



9



Proses pikir klien dengan halusinasi biasanya Sirkumtansial



yaitu



pembicaraan berbelit-belit tetapi sampai pada tujuan pembicaraan dan perseverasi yaitu pembicaraan yang diulang berkali-kali. 9) Isi Pikir Klien dengan halusinasi biasanya mengalami gangguan isi pikir : waham terutama waham curiga. 10)



Tingkat kesadaran dan orientasi tempat dan waktu.



Klien dengan halusinasi biasanya tingkat kesadaranya compos mentis dan memiliki orientasi tempat dan tempat yang baik 11)



Memori



Klien dengan halusinasi biasanya memorinya kurang baik. 12)



Tingkat konsentrasi



Klien dengan halusinasi biasanya kurang



mampu



berkonsentrasi,



mudah beralih dan tidak mampu berhitung sederhana. i. Kebutuhan persiapan pulang 1) Makan Klien biasanya mampu melakukanya dengan bantuan minimal. 2) Buang air besar / buang air kecil Klien biasanya mampu melakukannya dengan bantuan minimal. 3) Mandi Klien biasanya mampu melakukannya dengan bantuan minimal tetapi sering tidak bersih. 4) Berpakaian / berhias Klien biasanya jarang mengganti pakaian dan biasanya pakaian sering tidak sesuai. 5) Istirahat tidur Biasanya istirahat dan tidur klien terganggu. j. Mekanisme koping Koping yang biasa digunakan pada klien dengan masalah utama halusinasi adalah : 1)



Regresi yaitu menghindari stres, kecemasan dengan menampilkan perilaku kembali seperti masa kanak-kanak.



10



2)



Proyeksi yaitu keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi kepada orang lain karena kekesalan yang dilakukan sendiri.



3)



Menarik diri yaitu ketidak mampuan mengadakan hubungan dengan orang lain atau daya lingkungan disekitarnya secara wajar dan hidup dalam khayalan sendiri yang tidak realistik.



4)



Represi yaitu menekan perasaan dan pengalaman yang menyakitkan atau



konflik



atau



ingatan



dari



kesadaran yang



cenderung



memperkuat mekanisme ego lainnya. k. Masalah psikososial Biasanya



klien



mendapat



perlakuan



yang



tidak



wajar



dari



lingkungannya sepeti direndahkan dan tidak dihargai. l. Aspek medik Meliputi diagnosa medis dan terapi obat-obatan yang digunakan klien selama masa perawatan. m. Pohon Masalah



Akibat /Effect



Resiko perilaku mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan



Core Problem / masalah utama



Gangguan sensori / persepsi : Halusinasi Pendengaran



Defisit Perawatan Diri



Isolasi social : menarik diri



Harga diri rendah



Skema : 1. Pohon Masalah Klien Dengan Masalah Utama Halusinasi (Budi Anna Keliat, 2005.) 2. Diagnosa Keperawatan a.



Gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran



b.



Resiko prilaku mencederai diri sendiri



c.



Defisit perawatan diri



11



3. Rencana Keperawatan



Tabel : 2. Rencana Keperawatan Klien Dengan Masalah Utama Halusinasi Perencanaan Diagnosa Kep 1 Gangguan Persepsi sensori halusinasi pendengaran



Tujuan



Kriteria



Intervensi



Rasional



2 TUM : Klien dapat mengontrol halusinasinya.



3



4



5



TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya



1.1 Ekspresi wajah 1.1.1 Bina hubungan 1.1.1 Hubung an ber-sahabat, saling percaya saling menunjukan rasa dengan mengpercaya senang, ada ungkapkan sebagai kontak mata, mau komunikasi dasar berjabat tangan, terapeutik : intervensi mau a.Sapa klien yang menyebutkan dengan ramah terapeutik nama, mau baik verbal perawat menjawab salam, maupun non klien. klien mau duduk verba bermpingan b. Perkenalkan dengan perawat , diri dengan klien mau sopan. mengutara-kan c. Tanyakan masalah yang nama lengkap dihadapi klien dan nama panggilan yang disukai. d. Jelaskan tujuan pertemuan e. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya f. Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien



12



1



2 3 TUK 2: 2.1 Klien dapat Klien dapat menyebut-kan mengenal waktu, isi, dan halusinasinya frekwensi timbulnya halusinasi.



4 5 2.1.1 Adakan kontak 2.1.1 Mengu-rangi sering dan waktu singkat secara kosong bagi bertahap. klien sehingga dapat mengurangi frekwensi halusinasi 2.1.2 Observasi 2.1.2 Halusinasi ingkah laku harus klien yang dikenalkan terkait deterlebih ngan halusidahulu oleh nasinya perawat agar intervensi efektif. 2.1.3 Bantu klien 2.1.3 Klien mungme ngenal kin tidak halusinasinya. mampu a. Jika meneuntuk mengmukan klien ungkapkan sedang berpersepsi halusinasi maka peratanyakan wat memapakah ada fasi litasi suara yang klien mengdidengarnya ungkap-kan b. Jika klien secara menjawab terbuka ada, lanjutkan : apa yang dikatakan suara itu. c. Katakan bahwa perawat percaya caya klien mendengar suara itu, namun perawat sendiri tidak mendengar (dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau meng-hakimi)



13



1



2



3



2.2 Klien dapat mengungkapkan bagaimana perasaannya terhadap halusinasi tersebut



4 d.Katakan bahwa perawat akan membantu klien



5



2.2.1 Diskusikan 2.2.1 Peran serta dengan klien: aktif klien a. Situasi yang sangat menimbulkan menentukan atau tidak efektifitas menimbulkan tindakan halusinasi keperawatan (saat sendiri, yang dilakukan. jengkel, atau sedih) b. Waktu dan frekwensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, dan malam, terus menerus atau sewaktuwaktu). c. Diskusikan dengan klien apa yang klien rasakan



TUK 3 : 3.1 Klien dapat 3.1.1 Identifikasi Klien dapat menyebutkan ber-sama klien mengontrol tindakan- tindakan tindakan yang halusinasinya yang biasa dilakudilakukan jika kan untuk terjadi mengendali-kan halusinasi halusinasinya (tidur, makan, menyibukkan diri, dll



3.1.1 Tindakan yang biasa-nya dilaku-kan klien merupakan upaya mengatasi halusinasinya



3.1.2 Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian pada klien



3.1.2Memberi kan hal yang positif atau pengakuan akan mening-katkan harga diri klien



14



1



2



3 3.2 Klien dapat menyebut-kan cara baru untuk mengontrol halusinasinya



4 5 3.2.1 Diskusikan 3.2.1 Dengan dengan klien halusinasi tentang cara baru yang termengontrol kontrol oleh halusinasinya klien maka a. Menghardik, risiko mengusir atau kekerasan tidak tidak terjadi. memperduli kan halusinasinya b. Bercakapcakap dengan orang lain jika halusinasinya muncul. c. Melakukan kegiatan sehari-hari. 3.2.2 Dorong klien 3.2.2 Pengulangan untuk menyehasil diskusi butkan yang dapat kembali cara dilakukan untuk klien me memutuskan rupakan halusinasi suatu tanda konsentrasi 3.2.3 Beri pujian nya. atas upaya 3.2.3. Pujian klien merupakan pengakuan yang dapat meningkatkan motivasi dan harga diri klien



3.3 Klien dapat 3.3.1 Dorong klien mendemonmemilih strasikan cara tindakan apa baru mengonyang akan trol halusinadilakukan sinya.



3.3.1 Memberi kesempatan pada klien untuk memutuskan tindakan dapat meningkatkan harga diri.



15



1



2



3



4



5



3.3.2 Dorong klien memilih tindakan apa yang akan dilakukan



3.3.2 Memberi kesempatan pada klien untuk memutuskan tindakan dapat meningkatkan harga diri. 3.3.3 Dorong klien 3.3.3 Membantu untuk klien memengikuti lupakan TAK halusinasinya dan meningkatkan daya konsentrasi 3.3.4 Berikan pujian 3.3.4 Pujian merupada klien atas pakan keberhasilanpengakuan nya yang dapat meningkatkan motivasi dan harga diri klien TUK 4 : 4.1 Keluarga dapat 4.1.1 Anjurkan klien 4.1.1 Keluarga Klien menmembina untuk memberidapat berpardapat dukuhubungan saling tahu keluarga tisipasi dalam ngan keluarpercaya dengan jika mengalami membantu klien ga dalam perawat. halusinasi. mengontrol mengontrol halusinasinya. halusinasinya 4.2 Keluara dapat 4.2.1 Diskusikan 4.2.1 Meningkatme-nyebutkan dengan keluarga kan pengetapengertian, tanda (pada saat berhuan keluarga dan gejala serta kunjung) tentang halusi-. tindakan untuk a. gejala halumengendalikan sinasi yang halusinasinya dialami klien b. Cara yang dilakukan keluarga untuk membantu klien mengenal realita



16



1



2



3



TUK 5: 5.1 Klien dan Klien dapat keluarga dapat memanfaatmenye-butkan kan obat dosis, dan efek dengan benar samping obat untuk mengontrol halusinasinya 5.2 Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar 5.3 Klien dapat informasi tentang efek samping obat



4 c. Cara merawat . anggota keluarga yang halusinasi : beri kegiatan, dan makan bersama. d. Beri informasi waktu folow 5.1.1 Diskusikan dengan klien dan kelurga tentang dosis, frekuensi dan manfaat obat.



5.2.1 Anjurkan pasien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya 5.3.1 Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping obat yang dirasakan



5.4 Klien mema5.4.1 Diskusikan hami akibat akibat berhentinya berhenti obat obat tanpa tanpa konsultasi konsultasi 5.5 Klien dapat 5.5.1 Bantu klien menyebutkan mengguna kan prinsip 5 benar obat dengan penggunaan prinsip 5 obat benar



5



5.1.1 Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga serta me- motivasi klien untuk minum obat 5.2.1 Menilai kemampuan klien dalam pengobatan nya sendiri. 5.3.1 Dengan mengetahui efek samping obat klien akan tahu apa yang harus dilakukan setelah minum obat 5.4.1 Program pengobatan dapat berjalan sesuai rencana. 5.5.1 Klien dapat mandiri dalam penggunaan obat dengan prinsip 5 bena



17



ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN MASALAH UTAMA : PERILAKU KEKERASAN A. PENGERTIAN Menurut Stuart G.W. (2007), perilaku kekerasan dapat dimanifestasikan secara fisik (mencederai diri sendiri, peningkatan mobilitas tubuh), psikologis (emosional, marah, mudah tersinggung, dan menentang), spiritual (merasa dirinya sangat berkuasa, tidak bermoral). Perilaku Kekerasan adalah suatu kedaan dimana seseorang melakuan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri ataupun orang lain. Sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk dimana seorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol. (Iyus Yosep, 2009 )



B. PENYEBAB 1. Faktor Predisposisi Faktor pendukung terjadinya perilaku kekerasan, Purwanto (2009) : a. Faktor biologis 1) Intinctual drive theory (teori dorongan naluri) Teori ini menyatakan bahwa PK disebabkan oleh suatu dorongan kebutuhan dasar yang kuat. 2) Psycomatic theory (teori psikomatik) Pengalaman marah adalah akibat respon psikologis terhadap stimulus internal maupun eksternal. Dalam hal ini sistem limbik berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun menghambat rasa marah. b. Faktor psikologis 1) Frustasion aggresion theory ( teori argesif frustasi) Menurut teori ini PK terjadi sebagai hasil akumulasi frustasi apabila keinginan untuk mencapai sesuatu gagal/ terhambat. Keadaan tersebut mendorong individu berperilaku agresif karena perasaan frustasi akan berkurang melalui perilaku kekerasan.



18



2) Behavioral theory (teori perilaku) Kemarahan adalah proses belajar, hal



ini dapat dicapai



apabila



tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, 3) Existential theory (teori eksistensi) Bertindak sesuai perilaku adalah kebutuhan yaitu kebutuhan dasar manusia apabila kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui perilaku konstruktif maka individu akan memenuhi kebutuhannya melalui perilaku destruktif. c. Faktor sosio cultural 1) Social enviroment theory (teori lingkungan) Lingkungan



sosial



mempengaruhi



sikap



individu



dalam



mengekspresikan marah. Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap PK akan menciptakan



seolah-olah PK diterima.



2) Social learning theory (teori belajar sosial) PK dapat dipelajari langsung maupun melalui proses sosialisasi. 2. Faktor Presipitasi Bila dilihat dari sudut perawat-klien, maka faktor yang mencetuskan terjadinya perilaku kekerasan terbagi dua, yaitu : a. Klien :Kelemahan fisik, keputusasaan, ketidak berdayaan, kurang percaya diri. b. Lingkungan : Ribut, kehilangan orang/objek yang berharga, konflik interaksi social c. Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri : harga diri rendah.



19



C. RENTANG RESPON MARAH



Rentang Respon Marah



Adaptif



Asertif



Maladaptif



Frustasi



Pasif



Agresif



Amuk/PK



Skema 4.3 : Rentang Respon Marah (Sumber : Stuart G.W. 2007) Rentang respon marah yang adaftif meliputi : 1. Asertif Adalah mengemukakan pendapat/ekspresi tidak senang tidak setuju tanpa menyakiti lawan bicara. Hal ini menimbulkan ketegangan. 2. Frustasi Adalah respon akibat gagal mencapai tujuan, kepuasan atau rasa aman yang tidak terjadi biasanya dalam keadaan tersebut, individu tidak menemukan alternatif lain.



Rentang respon marah yang maladaptif, meliputi : 1. Pasif Adalah perilaku yang ditandai dengan perasaan tidak mampu untuk mengungkapkan perasaannya sebagai usaha mempertahankan hak-haknya, merasa kurang mampu, harga diri rendah, pendiam, malu, sulit diajak bicara. 2. Agresif Adalah suatu perilaku yang menyertai marah merupakan dorongan mental untuk bertindak dan masih terkontrol. 3. Amuk/ Perilaku Kekerasan Adalah Rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontroldiri sehingga dapat merusak diri dan lingkungan.



20



D. PROSES TERJADINYA MARAH Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari hari yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam, kecemasan dapat menimbulkan kemarahan (Purba dkk, 2008). Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu mengungkapkan secara verbal, menekan, menantang. Dari ketiga cara ini, cara yang pertama



adalah konstruktif sedang dua cara



lain adalah destruktif.



Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan bila cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada



diri



sendiri



atau



lingkungan



dan



akan



tampak



sebagai depresi



psikomatik atau agresi dan ngamuk(Purba dkk, 2008). Kemarahan diawali oleh adanya stressor yang berasal dari internal atau eksternal. Stressor internal



seperti



penyakit



hormonal, dendam, kesal



sedangkan stressor eksternal bisa berasal dari



ledekan,



cacian, makian,



hilangnya benda berharga, tertipu, penggusuran, bencana dan sebagainya. Hal tersebut akan mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada sistem individu (Disruption & Loss). Hal yang terpenting adalah bagaimana seorang individu memaknai setiap kejadian yang menyedihkan atau



menjengkelkan



tersebut



(Personal meaning) (Purba dkk, 2008). Bila seseorang memberi makna positif, misalnya : macet adalah waktu untuk istirahat, penyakit adalah sarana penggugur dosa, suasana bising adalah melatih persyarafan telinga (nervus auditorius) maka ia akan dapat melakukan kegiatan secara



positif



(Compensatory



act)



dan



tercapai perasaan



lega



(Resolution). Bila iagagal dalam memberikan makna menganggap segala sesuatunya sebagai ancaman dan tidak mampu melakukan kegiatan positif (olah raga, menyapu atau baca puisi saat dia marah dan sebagainya) maka akan muncul perasaan tidak berdaya dan sengsara (Helplessness). Perasaan itu



akan memicu timbulnya kemarahan (Anger). Kemarahan yang diekpresikan keluar (Expressed outward) dengan kegiatan



yang



konstruktif (Contruktive



Kemarahan



action)



dapat



menyelesaikan



masalah.



yang diekpresikan keluar (Expressed outward) dengan kegiatan



21



yang destruktif (Destruktive action) dapat menimbulkan perasaan bersalah dan menyesal (Guilt). Kemarahan yang dipendam (Expressed inward) akan menimbulkan gejala psikosomatis (Poinful symptom) (Yosep, 2007).



E. GEJALA DAN TANDA Manifestasi Klinik perilaku kekerasan, Menurut Stuart G.W. (2007) : 1.



Emosi: jengkel, marah (dendam), rasa terganggu, merasa takut, tidak aman, cemas.



2.



Fisik :Muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, keringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat.



3.



Intelektual : Mendominasi, bawel, berdebat, meremehkan.



4.



Spiritual:Keraguan, kebijakan / keberanian diri, tidak bermoral, kreativitas terhambat.



5.



Sosial :Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.



F. PENATALAKSANAAN 1. Medis Menurut Yosep (2007) obat-obatan yang biasa diberikan pada pasien dengan marah atau perilaku kekerasan adalah : a. Antianxiety dan sedative hypnotics Obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi yang akut. Benzodiazepine seperti Lorazepam dan Clonazepam, sering digunakan dalam kedaruratan psikiatrik untuk menenangkan perlawanan klien. b. Buspirone obat antianxiety. Efektif dalam mengendalikan perilaku kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi. c. Antidepressants. Penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan perilaku agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood. d. Amitriptyline dan Trazodone Menghilangkan



agresifitas



yang berhubungan dengan cedera kepala dan



gangguan mental organik.



22



e. Lithium efektif untuk agresif karena panik. Antipsychotic dipergunakan untuk perawatan perilaku kekerasan.



2. Keperawatan Menurut Yosep (2007) perawat dapat



mengimplementasikan berbagai



cara untuk mencegah dan mengelola perilaku agresif melaui rentang intervensi keperawatan.



Strategi preventif



Kesadaran diri Pendidikan klien Latihan asertif



Strategi antisipatif



Komunikasi Perubahan lingkungan Tindakan perilaku



Strategi pengurungan



Managemen krisis Seclusion Restrains



Skema 4.4 Rentang Intervensi Keperawatan Pada Klien Perilaku Kekerasan



Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa : a. Strategi preventif 1) Kesadaran diri Perawat harus menyadari bahwa steres yang di hadapinya dapat mempengaruhi komunikasnya dengan klien. Bila perawat terebut merasa letih, cemas, marah, atau apatis maka akan sulit baginya untuk membuat klien tertarik. Untuk mencegah semua itu, maka perawat harus menerus meningkatkan kesadaran dirinya dan melakukan supervisi dengan memisahkan antara masalah pribadi dan masalah klien. 2) Pendidikan klien Pendidikan mengenai cara berkomunikasi dan mengekspresikan marah yang tepat. Banyak klien yang mengalami kesulitan mengekspresikan prasaannya,



kebutuhan,



hasrat,



dan



bahkan



kesulitan



mengkomunikasikan semua ini kepada orang lain.



23



3) Latihan asertif Kemampuan dasar yang harus dimiliki perawat : a) Berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang b) Mengatakan”tidak” untuk suatu yang tidak beralasan c) Sanggup melakukan komplain d) Mengekspresikan penghargaan dengan tepat b. Strategi antisipatif 1) Komunikasi Strategi berkomunikasi dengan klien perilaku agresif : a) Bersikap tenang b) Bicara lembut c) Bicara dengan tidak menghakimi d) Bicara netral dan dengan cara yang kongkrit e) Tunjukkan resfek pada klien f) Hindari intensitas kontak mata langsung g) Fasilitasi pembicaraan klien h) Dengarkan klien i) Jangan buat janji yang tidak dapat perawat tepati 2) Perubahan lingkungan Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas seperti : membaca, grup program yang dapat mengurangi perilaku klien yang tidak sesuai dan meningkatkan adaptasi sosialnya. 3) Tindakan perilaku Pada dasarnya membuat kontrak dengan klien mengenai perilaku yang dapat diterima dan tidak dapat diterima serta konsekuensi yang didapat bila kontrak dilanggar. b. Strategi pengurungan 1) Managemen krisis 2) Seclusion Merupakan



tindakan



keperawatan



yang



terakhir



dengan



menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien tidak dapat keluar atas kemauannya sendiri, dipisahkan dengan pasien lain.



24



a) Pengekangan fisik Merupakan tindakan keperawatan yang terakhir ada dua macam pengekangan fisik secara mekanik (menggunakan manset, seprai pengekang) atau isolasi (menempatkan kien dalam suatu ruangan dimana klien tidak dapat keluar atas kemauannya sendiri). b) Restrains Tujuan tindakan keperawatan adalah untuk memonitor alat restrains mekanik atau manual terhadap pergerakan klien. c) Isolasi Adalah menempatkan klien pada suatu ruangan dimana klien tidak dapat keluar atas kemauannya sendiri.



ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Identitas klien Pada umumnya identitas klien yang dikaji pada klien dengan masalah utama perilaku kekerasan (marah) adalah identitas klien yang meliputi nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk rumah sakit (MRS) dan nomer register. Sedangkan identitas penanggung jawab meliputi : nama, umur, hubungan keluarga dan alamat keluarga. b. Alasan Masuk Rumah Sakit Merupakan penyebab klien dibawa ke RS dan pada umumnya alasan masuk rumah sakit klien dengan perilaku kekerasan adalah merusak, mengamuk, bicara kasar, tangan mengepal, pandangan tajam, bermusuhan, tidak bisa diarahkan, biasanya klien mengatakan “semua memusuhi saya”. c. Faktor Predisposisi 1) Pada umumnya pernah gangguan jiwa di masa lalu. 2) Pengobatan sebelumnya kurang berhasil. 3) Pengalaman masa lalu yang kurang menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya dan sampai penganiayaan. 4) Ada anggota keluarga yang pernah mangalami gangguan jiwa.



25



5) Pengalaman masa yang tidak menyenangkan yaitu kegagalan yang dapat menimbulkan frustasi. d. Faktor Presipitasi Secara umum, seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, adanya ancaman terhadap konsep diri. ataupun eksternal.



Ancaman dapat berupa internal



Contoh stresor eksternal : serangan secara psikis,



kehilangan hubungan yang dianggap bermakna, dan adanya kritikan dari orang lain.



Contoh stresor internal : gagal dalam bekerja, merasa



kehilangan orang yang dicintai, dan ketakutan terhadap penyakit yang di derita. e. Pemeriksaan fisik 1) Tanda vital Tekanan darah pada klien dengan PK relatif meningkat, nadi takikardi, suhu meningkat dan frekuensi respirasi bertambah. 2) Ukuran BB/ TB biasanya tidak mengalami perubahan yang bermakna. 3) Keluhan fisik Klien biasanya merasa tidak sakit dan tidak ada keluhan fisik. f. Aspek psikososial 1) Genogram Dalam genogram klien dengan PK biasanya hubungan klien dengan keluarga kurang harmonis, komunikasi yang terganggu. 2) Konsep diri Biasanya merasa tidak berharga, hidup tidak berguna, harga diri rendah, klien mampu membentuk identitas diri, klien mampu berperan sesuai dengan umur dan profesinya. 3) Hubungan social Biasanya klien dengan perilaku kekerasan mengalami gangguan hubungan sosial, seperti bermusuhan atau malu bicara dengan orang lian. 4) Spiritual Biasanya sebelum sakit aktif melakukan ibadah.



26



5) Status mental a) Penampilan Penampilan tidak rapi, rambut tidak rapi, pakaian tidak rapi. b) Pembicaraan Pembicaraan klien dengan amuk kasar, lantang, menantang. c) Aktivitas motorik Biasanya klien gelisah tidak dapat duduk dengan tenang, mondarmandir, menentang peraturan rumah sakit. d) Alam perasaan Biasanya tidak tenang, ekspresi wajah tegang dan marah. e) Afek Biasanya sesuai (appropriate afect) saat marah ekspresi wajah klien tampak tegang. f) Interaksi selama wawancara Biasanya klien menunjukkan bahwa dirinya bermusuhan, tidak kooperatif, mudah tersinggung, tatapan mata tajam. g) Persepsi Biasanya gangguan persepsi terutama halusinasi pendengaran, klien biasanya mendengar suara-suara yang mengancam, sehingga klien cenderung melawan. h) Proses pikir Biasanya kehilangan asosiasi, tiba-tiba terhambat dalam proses pikir. i) Isi pikir Biasanya mengalami gangguan proses pikir: waham terutama waham curiga atau waham



kebesaran, sehingga klien merasa mampu



mengendalikan orang lain dengan mudah sesuai dengan kehendak klien walaupun tidak benar. j) Tingkat kesadaran Biasanya klien tampak bingung dan kacau k) Memori Biasanya tidak mengalami gangguan, dimana klien mampu mengingat hal-hal yang telah terjadi.



27



l) Tingkat konsentrasi dan berhitung Klien dengan amuk pada umumnya mengalami gangguan dalam konsentrasi berhitung. m) Kemampuan penilaian Biasanya mengalami gangguan penilaian ringan. n) Daya tilik diri Klien biasanya mengingkari penyakit yang dideritanya. g. Kebutuhan pulang 1) Makan Biasanya klien menolak makan dan tidak mampu menyiapkan makanannya sendiri serta membersihkan alat makannya. 2) BAB dan BAK Kemampuan menggunakan dan membersihkan kamar mandi kurang. 3) Mandi Biasanya klien tidak memiliki minat dalam perawatan diri (mandi). 4) Istirahat dan tidur Kebutuhan istirahat dan tidur klien biasanya terganggu. h. Mekanisme koping Koping yang digunakan klien biasanya proyeksi, displacement dan cenderung kadang mencederai orang lain. i. Masalah psikososial dan lingkungan Biasanya mendapat perlakuan yang tidak wajar dari lingkungan seperti klien diejek karena klien menderita gangguan jiwa. j. Pengetahuan Klien dengan amuk biasanya kurang mengetahui dalam hal mencari bantuan, faktor predisposisi, koping mekanisme dan sistem pendukung dan obat-obatan sehingga penyakit klien semakin berat. k. Aspek medik Meliputi diagnosa medis dan terapi obat-obatan yang digunakan oleh klien selama perencanaan.



28



l. Pohon Masalah Resiko prilaku mencidrai diri



PERILAKU KEKERASAN



Harga Diri Rendah



Akibat



Malah utama (core problem)



Penyebab



Skema 4.5 Pohon Masalah Perilaku Kekerasan Dikutip dari : Keliat, 2005. 2. Diagnosa Keperawatan a. Perilaku kekerasan b. Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain c. Harga diri rendah kronis



29



3. Rencana Keperawatan



Tabel 4.6. Rencana Keperawatan pada Klien dengan Masalah Keperawatan Utama Perliaku Kekerasan No



Diagnosa Kep.



1 2 1. Perilaku kekerasan



Perencanaan Tujuan Kriteria Hasil 3 4 TUM : Klien dapat melanjutkan hubungan peran sesuai dengan tanggung jawab. TUK : 1. Klien dapat 1. Klien mau membalas membina salam hubungan 2. Klien mau menjabat saling tangan percaya 3. Klien mau menyebutkan nama 4. Klien mau tersenyum 5. Klien mau kontak mata 6. Klien mau mengetahui nama perawat 7. Menyediakan waktu untuk kontak



Intervensi 5



1. Beri salam/panggil nama klien 2. Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan 3. Jelaskan maksud hubungan interaksi 4. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat 5. Beri rasa aman dan sikap empati 6. Lakukan kontak singkat tapi sering



2. Klien dapat 1. Klien dapat mengung- 1. Beri kesempatan untuk Mengidentikapkan perasaannya mengungkapkan fikasi penye- 2. Klien dapat mengperasaannya bab perilaku ungkapkan penyebab 2. Bantu klien untuk kekerasan perasaan jengkel atau mengungkapkan kesal (dari diri sendiri, penyebab jengkel atau dari lingkungan atau kesal orang lain) 3. Klien dapat 1. Klien dapat meng1. Anjurkan klien mengmengidentifi ungkapkan perasaan ungkapkan yang dialami -kasi tandasaat marah atau saat marah atau jengkel tanda jengkel 2. Observasi tanda perilaku perilaku 2. Klien dapat kekerasan kekerasan menyimpulkan tanda- 3. Simpulkan bersama klien tanda jengkel atau tanda-tanda jengkel atau kesal yang dialami kesal yang dialami klien



30



1



2



3 4 4. Klien dapat 1. Klien dapat mengmengidentiungkap-kan perilaku fikasi kekerasan yang biasa perilaku dilakukan kekerasan 2. Klien dapat bermain yang biasa peran dengan perilaku dilakukan kekerasan yang biasa dilakukan 3. Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan 4. Klien dapat mengetahui cara yang biasa dapat menyelesaikan masalah/ tidak



5 1. Anjurkan klien untuk mengungkap-kan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan klien 2. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan 3. Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai 4. Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai



5. Klien dapat mengidentifi -kasi akibat perilaku kekerasan



Klien dapat menjelaskan 1. Bicarakan akibat atau akibat dari cara yang kerugian dari cara yang digunakan klien dilakukan klien 2. Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang digunakan oleh klian 3. Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat 4. Berikan pujian jika klien mengetahui cara lain yang sehat



6. Klien dapat mengidentifi -kasi cara konstruktif dalam merespon terhadap kemarahan



Klien dapat melaku-kan 1. Diskusikan dengan klien cara berespon terhadap cara lain yang sehat. kemarahan secara a. Secara fisik : tarik konstruktif nafas dalam jika sedang kesal atau mengukur bantal / kasur atau olahraga atau pekerjaan yang memerlukan tenaga secara verbal katakan bahwa anda sedang kesal atau tersinggung atau jengkel b. social lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat ;



31



1



2



3



4



7. Klien dapat 7.1Klien dapat mendemonst mendemon-strasikan ra-sikan cara cara mengontrol mengontrol perilaku kekerasan perilaku - Fisik : tarik nafas kekerasan dalam, olah raga, menyiram tanaman - Verbal : mengatakannya secara langsung dengan tidak menyakiti - Spiritual : sembahyang, berdo’a atau ibadah 8. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan



5 c. latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan secara spiritual : anjurkan klien sembahyang, berdo,a atau ibadah lain, meminta pada Tuhan untuk diberi kesabaran. 1. Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien 2. Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang dipilih 3. Bantu klien menstimulasi cara tersebut (roleplay) 4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien



8.1 Keluarga klien 1. Identifikasi kemampuan dapat : keluarga merawat klien a. Menyebutkan cara dari sikap apa yang telah merawat klien yang dilakukan keluarga berperilaku terhadap klien sendiri. kekerasan 2. Jelaskan peran serta b. Mengungkapkan keluarga dalam merawat rasa puas dalam klien merawat klien 3. Jelaskan cara-cara merawat klien : 1) Terkait dengan cara mengontrol perilaku marah secara konstruktif 2) Sikap tenang, bicara tenang dan jelas 4. Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien 5. Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi



32



1



2



3 9. Klien dapat menggunaka n obatobatan yang diminum dan kegunaannya (jenis, waktu, dosis dan efek)



4 1.



2.



Klien dapat 1. menyebutkan obatobat yang diminum dan kegunaannya 2. (jenis, waktu, dosis dan efek) Klien dapat minum obat sesuai program 3. pengobatan



4. 5.



6.



5 Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien pada klien dan keluarga Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter Jelaskan prinsip benar minum obat (baca nama yang tertera pada botol obat, dosis obat, waktu dan cara minum) Anjurkan klien minum obat tepat Anjurkan klien melaporkan pada perawat atau dokter jika merasakan efek yang tidak menyenangkan Beri pujian jika klien minum obat dengan benar



33



ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN MASALAH UTAMA HARGA DIRI RENDAH A. KONSEP DASAR KONSEP DIRI 1. Pengertian Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan memperngaruhi individu dalam hubungan dengan orang lain, termasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuan, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginan (Suliswati, 2009). 2. Teori Perkembangan Konsep Diri Konsep diri belum ada saat bayi dilahirkan, tetapi berkembang secara bertahap, saat bayi dapat membedakan dirinya dari orang lain, mempunyai nama sendiri, pakai sendiri. Anak mulai dapat mempelajari dirinya, yang mana kaki, tangan, mata dan sebagainya serta kemampuan berbahasa akan memperlancar proses tumbuh-kembang anak. Seseorang dengan konsep diri yang positif dapat mengeksplorasi dunianya secara terbuka dan jujur karena latar belakang dan penerimaannya sukses, konsep diri yang positif berasal dari pengalaman yang positif yang mengarah pada kemampuan pemahaman. Karakter individu dengan konsep diri yang positif : 1. Mampu membina hubungan pribadi, mempunyai teman dan gampang bersahabat. 2. Mampu berpikir dan membuat keputusan. 3. Dapat beradaptasi dan menguasai lingkungan. Konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan inidvidu dan sosial yang mal adaptif. Setiap individu dalam kehidupannya tidak terlepas dari berbagai stresor, dengan adanya stresor akan menyebabkan ketidakseimbangan dalam diri sendiri. Dalam usaha mengatasi ketidakseimbangan tersebut individu menggunakan koping yang berisfat membangun (konstruktif) ataupun koping yang bersifat merusak (destruktif).



34



Koping yang konstruktif akan menghasilkan respons yang adaptif yaitu aktualisasi diri dan konsep diri yang positif.



3. Rentang Respons Konsep Diri



Adaptif



Aktualisasi diri



Maladaptif



Konsep diri positif



Harga diri rendah



Kekacauan identitas



depersonalisasi



Skema 4.6 Rentang Respon Konsep Diri (Suliswati, 2009, dikutip dari Townsend, 1996) Keterangan : Respon adaptif adalah respon yang dihadapi klien bila klien menghadapi masalah dapat menyelesaikan secara baik antara lain : a. Aktualisasi diri Kesadaran akan diri berdasarkan konservasi mandiri termasuk persepsi masa lalu akan diri dan perasaannya b. Konsep diri positif Menunjukkan individu akan sukses dalam manghadapi masalah Respon mal adaptif adalah respon individu dalam menghadapi masalah dimana individu tidak mampu meremehkan masalah tersebut. Respon maladaptif gangguan konsep diri adalah : a. Gangguan harga diri Transisi antara respon konsep diri positif dan mal-adaptif. b. Kekacauan identitas Identitas diri kacau atau tidak jelas sehingga tidak memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan c. Depoersonalisasi (tidak mengenal diri) Tidak mengenal diri yaitu mempunyai kpribadian yang kurang sehat, tidak mampu berhubungan dengan orang lain secara intim. Tidak ada rasa percaya diri atau tidak dapat membina hubungan dengan orang lain.



35



4. Komponen Konsep Diri a. Citra Tubuh (Body Image) Citra diri atau gambaran diri adalah sikap individu mempersepsikan tubuhnya, baik secara sadar maupun tidak sadar, meliputi , ukuran, fungsi, penampilan dan potensi tubuh berikut bagain-bagianya. (Sunaryo, 2004). b. Ideal Diri (Self-Ideal) Ideal diri adalah persepsi individu tentang perilakunya, disesuaikan dengan standar pribadi yang terkait dengan cita-cita, harapan, dan keinginan, tipe orang yang diidam-idamkan, dan nilai yang dicapai (Sunaryo, 2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi ideal diri (Sunaryo, 2004) 1) Menetapkan ideal diri sebatas kemampuan. 2) Faktor culture dibandingkan dengan standar orang lain. 3) Hasrat melebihi orang lain. 4) Hasrat memenuhi kebutuhan realistik. 5) Hasrat menghindari kegagalan. 6) Adanya perasaan cemas dan rendah diri. c. Harga Diri (Self-Esteem) Harga diri adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai, dengan cara menganalisis seberapa jauh perilaku individu tersebut sesuai dengan ideal diri. Harga diri dapat diperoleh melalui orang lain dan diri sendiri. (Sunaryo, 2004). Aspek utama harga diri adalah dicintai, disayangi, dikasihi orang lain dan mendapat penghargaan dari orang lain. d. Peran (Self-Role) Peran adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan oleh masyarakat dihubungkan dengan fungsi individu didalam kelompok sosialnya (Suliswati, 2009). Hal-hal penting yang terkait dengan peran (Sunaryo, 2004 ) : 1) Peran dibutuhkan individu sebagai aktualisasi diri. 2) Peran yang memenuhi kebutuhan dan sesuai ideal diri, menghasilkan harga diri yang tinggi atau sebaliknya. 3) Posisi individu di masyarakat dapat menjadi stresor terhadap peran.



36



4) Stress peran timbul karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran atau tuntutan posisi yang tidak mungkin dilaksnakan. 5) Stress peran, terdiri dari : konflik peran, peran yang tidak jelas, peran yang tidak sesuai, dan peran yang terlalu banyak. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri individu terhadap peran (Suliswati, 2009) : 1) Kejelasan perilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan peran. 2) Tanggapan yang konsisten dari orang-orang yang berarti terhadap perannya. 3) Kecocokan dan keseimbangan antar-peran yang diembannya. 4) Keselarasan norma budaya dan harapan individu terhadap perilaku. 5) Pemisahan situasi yang akan menciptakan penampilan peran yang tidak sesuai. e. Identitas diri Identitas diri merupakan sintesis dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh, tidak dipengaruhi oleh pencapaian tujuan atribut/jabatan dan peran. Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain, dan tidak ada duanya. Kemandirian timbul dari perasaan berharga (respek pada diri sendiri), kemampuan dan penguasaan diri (Suliswati, 2009). Hal-hal yang terkait dengan identitas diri : (Sunaryo 2004) 1) Berkembang



sejak



masa



kanak-kanak,



bersamaan



dengan



berkembangnya konsep diri 2) Individu yang memiliki perasaan identitas yang kuat akan memandang dirinya tidak sama dengan orang lain, unik, dan tidak ada duanya. 3) Identitas jenis kelamin berkembang secara bertahap sejak bayi. 4) Identitas jenis kelamin dimulai dari konsep laki-laki dan perempuan serta dipengaruhi oleh pandangan maupun perlakuan masyarakat. 5) Kemandirian timbul dari perasaan berharga, menghargai diri, sendiri, kemampuan, dan pemguasaan diri. 6) Individu yang mandiri dapat mengatur dan menerima dirinya.



37



Ciri-ciri individu dengan identitas diri positif (Suliswati, 2009) : 1) Mengenal diri sebagai organisme yang utuh terpisah dari orang lain. 2) Mengakui jenis kelamin sendiri. 3) Memandang berbagai aspek dalam dirinya sebagai suatu keselarasan. 4) Menilai diri sendiri sesuai dengan penilaian masyarakat. 5) Menyadari hubungan masa lalu, sekarang dan yang akan datang. 6) Mempunyai tujuan yang bernilai yang dapat dicapai/ direalisasikan.



5. Keperibadian Yang Sehat Ciri-ciri individu yang mempunyai kepribadian sehat (Suliswati, 2009) : a. Citra tubuh positif dan akurat Kesadaran akan diri berdasar atas observasi mandiri dan perhatian yang sesuai akan kesehatan diri termasuk persepsi saat ini dan yang lalu akan diris endiri dan perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan dan potensi tubuh. b. Ideal diri realistis Individu yang mempunyai ideal diri realistis akan mempunyai tujuan hidup yang dapat dicapai. c. Harga diri tinggi Individu yang mempunyai harga diri tinggi akan memandang dirinya sebagai seseorang yang berarti dan bermanfaat. d. Penampilan peran memuaskan Individu dengan penampilan peran memuaskan akan dapat berhubungan dengan orang lain secara intim dan mendapat kepuasan. Ia dapat mempercayai dan terbuka pada orang lain dan membina hubungan interdependen. e. Identitas jelas Individu merasakan keunikan dirinya yang memberi arah kehidupan dalam mencapai tujuan.



38



6. Gangguan Konsep Diri Konsep diri merupakan semua pikiran, keyakinan, dan kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui siapa dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan yang lain. (W.I Mubarak dkk, 2007 dikutip dari stuart and sundeen, 1998). a. Faktor Predisposisi 1) Faktor predisposisi gangguan citra tubuh (Suliswati, 2009) : a) Kehilangan/kerusakan bagian tubuh (anatomi dan fungsi). b) Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh (akibat pertumbuhan dan perkembangan atau penyakit). c) Proses patologik penyakit dan dampaknya terhadap struktur maupun fungsi tubuh. d) Prosedur pengobatan (radiasi, kemoterapi, transplantasi) 2) Faktor predisposisi gangguan harga diri (Suliswati, 2009): b) Penolakan dari orang lain. c) Kurang penghargaan. d) Pola asuh yang salah : terlalu dilarang, terlalu dikontrol, terlalu dituruti, terlalu dituntut dan tidak konsisten. e) Persaingan antar-saudara. f) Kesalahan dan kegagalan yang berulang. g) Tidak mampu mencapai standar yang ditentukan. 3) Faktor predisposisi gangguan peran (Suliswati, 2009) : a) Transisi peran yang sering terjadi pada proses perkembangan, perubahan situasi dan keadaan sehat-sakit. b) Ketegangan peran, ketika individu menghadapi dua harapan yang bertentangan secara terus menerus yang tidak terpenuhi. c) Keraguan peran, ketika individu kurang pengetahuannya tentang harapan peran yang spesifik dan bingung tentang tingkah laku peran yang sesuai. d) Peran yang terlalu banyak.



39



4) Faktor predisposisi gangguan identitas diri (Suliswati, 2009) : a) Ketidakpercayaan orang tua pada anak. b) Tekanan dari teman sebaya. c) Perubahan struktur sosial. b. Faktor Presipitasi (Stresor Pencetus) 1) Trauma Masalah spesifik sehubungan dengan konsep diri adalah situasi yang membuat individu sulit menyesuaikan diri atau tidak dapat menerima khususnya trauma emosi seperti penganiayaan fisik, seksual, dan psikologis pada masa anak-anak atau merasa terancam kehidupannya atau menyaksikan kejadian berupa tindakan kejahatan (Suliswati, 2009). 2) Ketegangan peran Ketegangan peran adalah perasaan frustasi ketika individu merasa tidak adekuat melakukan epran atau melakukan peran yang bertentangan dengan hatinya atau tidak merasa cocok dalam melakukan perannya. Ketegangan peran ini sering dijumpai saat terjadi konflik peran, keraguan peran dan terlalu banyak peran. Konflik peran terjadi saat individu menghadapi dua harapan yang bertentangan dan tidak dapat dipenuhi (Suliswati, 2009). Ada tiga jenis transisi peran : a) Transisi peran perkembangan Setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada identitas. Setiap



tahap



perkembangan



harus



dilalui



individu



dengan



menyelesaikan tugas perkembangan yang berbeda-beda, hal ini dapat merupakan stresor bagi konsep diri (Suliswati, 2009). b) Transisi peran situasi Terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian c) Transisi peran sehat – sakit Terjadi akibat pergeseran dari keadaan sehat ke keadaan sakit.



40



Transisi ini dapat dicetuskan oleh (Stuart, Gail, 2007) : (1)Kehilangan bagian tubuh. (2)Perubahan ukuran, bentuk, penampilan, atau fungsi tubuh. (3)Perubahan fisik yang berhubungan dengan tumbuh kembang normal. (4)Prosedur medis dan keperawatan. 7. Mekanisme Koping Mekanisme koping termasuk pertahanan koping jangka pendek atau jangka panjang serta penggunaan mekanisme pertahanan ego untuk melindungi diri sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang menyakitkan (Stuart, Gail W, 2006 ) a. Koping Jangka Pendek Karakteristik koping jangka pendek (Suliswati, 2009) : 1) Aktivitas yang dapat memberikan kesempatan lari sementara dari krisis. Misalnya menonton televisi, kerja keras, olahraga berat. 2) Aktivitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara. Misalnya, ikut kegiatan sosial politik, agama. 3) Aktivitas yang memberi kekuatan atau dukungan sementara terhadap konsep diri. Misalnya, aktivitas yang berkompetisi yaitu pencapaian akademik atau olahraga. 4) Aktivitas yang mewakili jarak pendek untuk membuat masalah identitas menjadi kurang berarti dalam kehidupan. Misalnya, penyalahgunaan zat. b. Koping Jangka Panjang Koping jangka panjang dikategorikan dalam penutupan identitas dan identitas negatif (Suliswati, dkk, 2009). 1) Penutupan identitas Adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh orang yang penting bagi individu tanpa memperhatikan keinginan, aspirasi dan potensi individu. 2) Identitas negatif Asumsi identitas yang tidak wajar dapat diterima oleh nilai-nilai dan harapan masyarakat.



41



c. Mekanisme Pertahanan Ego Mekanisme pertahanan ego yang sering dipakai (Suliswati, 2009) : 1) Fantasi, kemampuan menggunakan tanggapan-tanggapan yang sudah ada (dimiliki) untuk menciptakan tanggapan baru. 2) Disosiasi, respons yang tidk sesuai dengan stimulus. 3) Isolasi, menghindari diri dari interaksi dengan lingkungan luar. 4) Projeksi, kelemahan dan kekurangan pada diri sendiri dilontarkan pada orang lain. 5) Displacement, mengeluarkan perasaan tertekan pada orang yang kurang mengancam dan kurang menimbulkan reaksi emosi



B. KONSEP HARGA DIRI RENDAH 1. Pengertian Harga diri rendah dapat terjadi secara (Keliat, 1998) : a. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus dioperasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu terjadi (korban perkosaan, dituduh Korupsi Kolusi Nepotisme, dipenjara tiba-tiba). Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena : 1) Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis, pemasangan kateter, pemeriksaan perineal). 2) Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat/sakit/penyakit. 3) Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa persetujuan. b. Kronik yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum sakit/dirawat. Klien ini mempunyai cara berpikir yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya.



42



2. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi gangguan harga diri (Suliswati, 2005) : a. Penolakan dari orang lain. b. Kurang penghargaan. c. Pola asuh yang salah : terlalu dilarang, terlalu dikontrol, terlalu ituruti, terlalu dituntut dan tidak konsisten. d. Persaingan antar-saudara e. Kesalahan dan kegagalan yang berulang 2. Faktor Presipitasi (Stresor Pencetus) a. Trauma Masalah spesifik klien dengan HDR adalah situasi yang membuat individu sulit menyesuaikan diri atau tidak dapat menerima khususnya trauma emosi seperti penganiayaan fisik, seksual, dan psikologis pada masa anak-anak atau merasa terancam kehidupannya atau menyaksikan kejadian berupa tindakan kejahatan. b. Ketegangan peran Ketegangan peran adalah perasaan frustasi ketika individu merasa tidak adekuat melakukan peran atau melakukan peran yang bertentangan dengan hatinya. Ketegangan peran ini sering dijumpai saat terjadi konflik peran, keraguan peran dan terlalu banyak peran. Konflik peran terjadi saat individu menghadapi dua harapan yang bertentangan dan tidak dapat dipenuhi (Suliswati, 2005). Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dan individu mengalaminya sebagai frustasi (Stuart,2006). 4. Tanda dan Gejala Ciri-ciri yang memiliki Harga Diri Tinggi, Dariuszky (2004): a. Mempunyai harapan yang positif dan realitis atas usahanya maupun hasil dari usahanya. b. Bersedia mempertanggungjawabkan kegagalan maupun kesalahannya. c. Memandang dirinya sama dan sederajat dengan orang lain.



43



d. Cenderung melakukan aktivitas-aktivitas yang bertujuan untuk memperbaiki atau menyempurnakan dirinya. e. Tidak kuatir akan keselamatan hidupnya, berani mengambil resiko. f. Mempunyai bukti atau alasan yang kuat untuk menghargai dirinya sendiri atas keberhasilan yang telah diraihnya. g. Relative puas dan bahagia dengan hidupnya dan kemampuannya cukup bagus dalam hal penyesuaian diri.



ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Identitas klien Pada umumnya identitas yang dikaji pada klien dengan HDR adalah biodata meliputi : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk RSJ dan nomor register. Sedangkan penanggung jawab meliputi : nama, umur, hubungan keluarga dan alamat keluarga. b. Alasan masuk rumah sakit Merupakan penyebab klien dibawa ke rumah sakit, pada umumnya alasan masuk rumah sakit pada klien dengan masalah keperawatan utama harga diri rendah adalah klien mengatakan dirinya tidak berguna, klien mengatakan malas melakukan apa-apa. c. Predisposisi Faktor predisposisi klien dengan masalah utama HDR umumnya adalah pernah atau tidaknya mengalami gangguan jiwa, usaha pengobatan bagi klien yang telah mengalami gangguan jiwa karena semakin sering masuk rumah sakit jiwa dan gagal dalam pengobatan sebelumnya maka prognosa klien semakin jelek, trauma psikis seperti penganiayaan, penolakan, kekerasan dalam keluarga dan keturunan yang mengalami gangguan jiwa serta pengalaman yang tidak menyenangkan bagi klien sebelum mengalami gangguan jiwa.



44



d. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik meliputi tanda vital, pada umumnya tekanan darah dan frekuensi nadi klien semakin lama semakin menurun karena aktivitas fisik klien menurun, penurunan relatif lambat, demikian juga berat badan menurun, karena asupan kurang adekuat, tinggi badan relatif tetap dan keluhan biasanya pusing, gangguan tidur terutama dini hari dan perawatan diri sangat memerlukan bantuan. e. Aspek psikososial 1) Genogram Pada umumnya menggambarkan struktur keluarga. 2) Konsep diri Pada umumnya klien dengan masalah keperawatan utama HDR mengalami gangguan seperti : tidak menerima bagian tubuhnya, merasa tidak berharga, hidup tidak berguna, tidak mampu mempertahankan kontak mata, sering memalingkan wajah, tidak mampu membentuk identitas diri, tidak mampu berperan sesuai dengan umur atau profesinya. 3) Hubungan social Pada umumnya klien dengan masalah keperawatan utama HDR mengalami gangguan seperti merasa kehilangan orang yang berarti, tidak pernah melakukan kegiatan kelompok atau masyarakat dan mengalami hambatan dalam pergaulan. 4) Status spiritual Biasanya spiritual pada klien dengan masalah utama HDR tidak mengalami gangguan dalam melaksanakan ibadah. f. Status mental 1) Penampilan Biasanya klien berpenampilan tidak rapi, rambut acak-acakan, kulit kotor, gigi kuning, klien tidak mengetahui kapan dan dimana harus mandi, tetapi penggunaan pakaian sesuai dengan keadaan. 2) Pembicaraan Pada umumnya klien tidak mampu memulai pembicaraan, bila berbicara topik yang dibicarakan tidak jelas atau kadang menolak diajak bicara.



45



3) Aktivitas motorik Umumnya klien tampak lesu, tidak bergairah dalam beraktivitas. 4) Alam perasaan Biasanya klien tampak putus asa dan dimanifestasikan dengan sering melamun. 5) Afek Afek klien biasanya sesuai, yaitu ekspresi wajah dan perasaannya sesuai (Apropiate afect). 6) Interaksi selama wawancara Biasanya klien menunjukkan tidak mampu mempertahankan kontak mata, menunduk dan kadang-kadang menolak untuk berbicara dengan orang lain. 7) Persepsi Pada umumnya klien dengan masalah utama HDR tidak mengalami perubahan persepsi sensori. 8) Isi pikir Biasanya tidak mengalami gangguan isi pikir, baik waham maupun depersonalisasi atau waham curiga. 9) Proses pikir Biasanya terlambat sehingga klien kadang jarang mau bicara. 10)



Kesadaran



Biasanya klien dengan masalah utama HDR tidak mengalami gangguan kesadaran. 11)



Memori



Biasanya tidak mengalami gangguan memori, dimana klien mampu mengingat hal-hal yang telah terjadi. 12)



Konsentrasi dan berhitung



Pada umumnya tidak mengalami gangguan dalam konsentrasi dan berhitung. 13)



Kemampuan penilaian



Biasanya tidak mengalami gangguan dalam penilaian.



46



14)



Daya tilik diri



Klien biasanya mengingat penyakit yang dideritanya.



2. Diagnosa Keperawatan



POHON MASALAH



EFFECT/ AKIBAT



:



CORE PROBLEM



:



ETIOLOGI/PENYEBAB :



MENARIK DIRI



HDR



BERDUKA/ GANGGUAN CITRA TUBUH



Gambar 4.7 Pohon Masalah Klien Harga Diri Rendah



a.



Harga Diri Rendah (HDR)



b.



Isolasi Sosial : Menarik Diri



c.



Gangguan Citra Tubuh



47



3. Rencana Tindakan Keperawatan Klien Dengan HDR



Tabel 4.8 Rencana Keperawatan Klien Dengan Masalah Utama : HDR Perencanaan Diagnosis Intervensi Kep. Tujuan Kriteria Evaluasi (1) (2) (3) (4) (5) 1 Harga diri TUM : rendah Klien memiliki konsep diri yang positif. TUK : 1. Setelah 3x 1.1 Membina hubungan saling 1. Klien dapat interaksi klien percaya dengan menggunakan membina menunjukkan ekpresi prinsip komunkasi terapieutik: hubungan wajah bersahabat, a. Sapa klien dengan ramah baik saling menunjukkan rasa verbal maupun non verbal percaya senang, ada kontak b. Perkenalkan diri dengan sopan. dengan mata, mau berjabat c. Tanyakan namalengkap dan perawat. tangan, mau nama panggilan yang disukai menyebutkan nama, klien. mau men-jawab d. Jelaskan tujuan pertemuan. salam, klien mau e. Jujur dan menepati janji. duduk berdampingan f. Tunjukkan sipat empati dan dengan perawat, mau menerima keadaan klien apa meng-utarakan adanya. masalah yang g. Beri perhatian dan perhatikan dihadapi. kebutuhan dasar manusia.



No



2. Klien dapat 2. Setelah 3x interaksi 2.1 Diskusikan dengan klien tentang : mengedentiklien dapat menyea. Aspek positif yang dimiliki fikasi aspek butkan : klien, keluarga dan positif dan a. Aspek positif lingkungan kemampuan dan kemam-puan b. Kemampuan yang dimiliki yang dimiliki. yang klien miliki. klien. Aspek positif 2.2 Bersama klien buat daftar keluarga. tentang: b. Aspek positif a. Aspek positif klien, keluarga, lingkungan klien. lingkungan b. Kemampuan yang dimiliki klien. 2.3 Beri pujian yang realistis, hindarkan memberi penilaian negatif. 3. Klien dapat 3. Setelah dilakukan 3x 3.1 Diskusikan dengan klien menilai interaksi kemampuan yang dapat dikemampuan menyebutkan laksankan. yang dimiliki kemampuan yang 3.2 Diskusikan kemampuan yang untuk didapat dilaksanakan dapat dilanjutkan pelaksanaanlaksanakan nya.



48



1



2



3 4 5 4. Klien dapat 4. Setelah dilakukan 3x 4.1 Rencanakan bersama klien merencanaka interaksi klien aktivitas yang dapat dilakukan n kegiatan membuat rencana setiap hari sesuai kemampuan sesuai dengan kegiatan harian. klien. kemampuan a. Kegiatan mandiri yang dimiliki. b. Kegiatan dengan bantuan. 4.2 Tingkatkan dengan kondisi klien. 4.3 Berikan contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien lakukan. 5. Klien dapat 5. Setelah dilakukan 3x 5.1 melakukan interaksi klien kegiatan meman-faatkan sesuai dengan system pendukung 5.2 rencana yang yang ada dikeluarga. dibuat. 5.3



Anjurkan klien untuk melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan. Pantau kegiatan yang dilaksankan klien. Beri pujian atas usaha yang telah dilakukan klien. 5.4 Diskusikan kemungkinan pelaksa-naan kegiatan setelah pulang.



6. Klien dapat 6. Setelah dilakukan 3x 6.1 Beri pendidikan kesehatan pada memamfaatinteraksi klien keluarga tentang cara merawat kan system meman-faatkan klien dengan harga diri rendah. pendukung system pendukung 6.2 Bantu keluarga memberikan yang ada. yang ada dilkeluarga. dukungan selama klien dirawat. 6.3 Bantu klien menyiapkan lingkunan dirumah.



49



ASKEP KLIEN DENGAN MASALAH UTAMA ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI



A. PENGERTIAN Menarik diri adalah reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis.Reaksi fisik yaitu individu pergi atau menghindari sumber stresor.Misalnya menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lainlain.Sedangkan



reaksi



psikologis



individu



menunjukkan



prilaku



apatis,



mengisolasi diri, tidak berminat sering disertai rasa takut dan bermusuhan. (Rasmus, 2001) Isolasi social merupakan upaya menghindari komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanefestasikan dengan mengisolasikan



diri,



tidak



ada



perhatian



dan



tidak



sanggup



berbagi



pengalaman (Iyus Yosep dan Titin. 2014)



B. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB MENARIK DIRI 1. Faktor-faktor Predisposisi Menurut Stuart G.W (2006), faktor predisposisi dari gangguan hubungan sosial adalah : a. Faktor perkembangan Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan mempengaruhi respons sosial maladaptif pada individu. Sistem keluarga yang terganggu dapat berperan dalam perkembangan respons sosial maladaptif. Beberapa orang percaya bahwa individu yang mengalami masalah ini adalah orang yang tidak berhasil memisahkan dirinya dari orang tua. b. Faktor Biologis Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial maladaptif. Bukti terdahulu menunjukkan keterlibatan neuro transmiter dalam perkembangan gangguan ini namun tetap diperlukan penelitian lebih lanjut.



50



c. Faktor sosio-kultural Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan hubungan. Hal ini akibat dari transiensi norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang kurang produktif, seperti lanjut usia (lansia), orang cacat dan penderita penyakit kronis. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku, dan sistem nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas. Harapan yang tidak realistis terhadap hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan dengan gangguan ini. 2. Faktor Presipitasi Menurut Stuart G.W. (2006) Stresor pencetus dapat dikelompokkan dalam dua kategori yaitu : a. Stresor sosio-kultural Stres dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang yang berarti, misalnya karena dirawat di rumah sakit. b. Stresor psikologis Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntunan untuk berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tingkat tinggi.



C. RENTANG RESPON SOSIAL



Rentang Respon Sosial Adaptif



-



Maladaptif



Menyendiri Otonomi Berkerjasama Saling tergantung



- Merasa sendiri - Menarik diri - Tergantung



- Manipulasi - Inspulsif - Narkisisme



Skema 4.8 Rentang Respon Hubungan Sosia (Stuart G.W.,2007)



51



Keterangan : Respon adaptif adalah respon yang diterima oleh norma sosial dan kultural dimana individu tersebut menjelaskan masalah dalam normal. Adapun Respon Adaptif tersebut adalah : 1. Menyendiri (solitude) Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah di lakukan di lingkungan sosialnya. 2. Otonomi Merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ideide pikiran, perasaan dalam hubungan sosial. 3. Kebersamaan Suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima. 4. Saling ketergantung (interdependent) Merupakan kondisi saling tergantung antar individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal. 5. Kesepian Merasa dirinya di tinggalkan. Respon Maladaptif Respon maladaptif adalah respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial dan kebudayaan suatu tempat. Adapun Respon Maladaptif meliputi : 1. Menarik diri Keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain. 2. Ketergantungan (dependen) Terjadi bila seseorang gagal dalam mengembangkan rasa percaya diri atau kemampuan untuk berfungsi secara sukses. 3. Manipulasi Gangguan hubungan sosial yang terdapat pada indidu yang menganggap orang lain sebagai objek. Individu tersebut tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam. 4. Impulsif Tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman, penilaian yang buruk dan individu ini tidak dapat di andalkan. 5. Narsisisme Harga dirinya rapuh, secara terus menerus, bersedia mendapatkan penghargaan dan pujian yang egosentri dan pencemburu.



52



D. TANDA DAN GEJALA Menurut Kusumawati (2011) tanda dan gejala isolasi sosial adalah sbb : 1. Menyen diri dalam ruangan, sedih, afek datar 2. Tidak berkomunikasi, menarikdiri, tidakmelakukankontakmata 3. Perhatian dan tindakan yang tidak sesuai dengan perkembangan usianya 4. Berpikir menurut pemikirannya sendiri, tindakan berulang dan tidak bermakna 5. Mengekpresikan penolakan atau kesepian pada orang lain 6. Tidak ada asosiasi antara ide satu dengan yang lainnya 7. Menggunakan kata kata simbolik, Menggunakan kata yang tidak berarti 8. Kontak mata kurang atau tidak mau menatap lawan bicaranya 9. Menarik diri dari lingkungan bergaul, suka melamun, berdiam diri.



E. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan pada klien isolasi sosial terdiri dari : 1. Suasana terapi (lingkungan terapeutik) Yang dimaksud suasana terapi adalah suasana yang diciptakan oleh dokter atau perawat dengan klien yang dapat membantu proses penyembuhan klien. Dalam teori keperawatan jiwa.Hal ini dikenal dengan menciptakan hubungan saling percaya antara perawat dengan klien. 2. Farmakoterapi Farmakoterapi adalah bentuk penatalaksanaan penderita isolasi sosial dengan pemberian obat-obatan anti psikotik, seperti haloperidol. Pengobatan ini diharapkan mampu memperbaiki keadaan somatik atau biologis tubuh yang berhubungan dengan perubahan prilaku penggunaan obat-obatan anti psikotik dapat mempengaruhi keseimbangan neurontransmiter pada sistem embolik otak sehingga efek gangguan prilaku seperti menarik diri dapat teratasi.. 3. Psikoterapi Psikoterapi dilakukan dengan pemberian support kepada klien untuk meningkatkan aspek positif diri. Pada penderita gangguan jiwa dengan prilaku isolasi sosial : menarik diri, bentuk psikoterapi dalam keperawatan yang paling efektif digunakan adalah terapi aktifitas kelompok dengan sosialisasi (W.F Maramis, 2005).



53



ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian Adapun data yang dapat dikumpulkan pada klien dengan masalah utama isolasi sosial : menarik diri adalah sebagai berikut : a. Identitas Pada umumnya identitas klien yang dikaji pada klien dengan masalah utama menarik diri adalah biodata meliputi : inisial, umur, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian dan nomor register. Sedangkan penanggung jawab meliputi : nama, umur, hubungan keluarga, alamat keluarga. b. Alasan masuk rumah sakit Merupakan penyebab klien dibawa kerumah sakit dan pada umumnya alasan masuk rumah sakit pada klien dengan masalah utama menarik diri adalah keluhan selalu menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang lain. c. Faktor predisposisi Pada umumnya faktor predisposisi klien dengan masalah utama menarik diri adalah pernah atau tidaknya mengalami gangguan jiwa, usaha pengobatannya, riwayat trauma psikis seperti penganiayaan, penolakan, kekerasan dalam keluarga dan keturunan yang mengalami gangguan jiwa serta pengalaman yang tidak menyenangkan bagi klien sebelum mengalami ganggguan jiwa. d. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan meliputi : 1) Tanda vital Tekanan darah klien dengan mashlah utama isolasi sosial cenderung meningkat, nadi meningkat. 2) Keluhan fisik Klien biasanya mengeluh dan mengalami gangguan pola makan dan tidur sehingga terjadi penurunan berat badan. Klien biasanya tidak menghiraukan kebersihan dirinya.



54



e. Psikososial 1) Genogram Dalam genogram biasanya hubungan klien dengan keluarga kurang harmonis dan biasanya klien tidak memiliki orang terdekat. 2) Konsep diri Pada umumnya klien dengan masalah utama menarik diri mengalami gangguan konsep diri seperti : merasa tidak berharga, hidup tidak berguna,



tidak



mampu



memperrahankan



kontak



mata,



sering



memalingkan wajah, harga diri rendah, tidak mampu membentuk identitas diri dan tidak mampu berperan sesuai dengan umur atau profesinya. 3) Hubungan sosial Pada umumnya klien dengan masalah utama menarik diri mengalami gangguan seperti tidak merasa memiliki teman dekat, tidak pernah melakukan kegiatan kelompok atau masyarakat dan mengalami hambatan dalam pergaulan. 4) Spritual Biasanya adanya masalah dalam pemenuhan kebutuhan spritual, tidak dapat konsentrasi dalam setiap ibadah solat. f. Status mental 1) Penampilan Biasanya klien berpenampilan tidak rapi, rambur acak-acakan, kulit kotor, gigi kuning, penggunaan pakaian sesuai dengan keadaan. 2) Pembicaraan Pada umumnya klien tidak mampu memulai pembicaraan, bila berbicara topik yang dibicarakan tidak jelas atau kadang menolak diajak bicara. 3) Aktivitas motorik Biasanya klien tampak lesu, tidak bergairah dalam beraktivitas, kadang gelisah dan mondar mandiri. 4) Alam perasaan Alam perasaan klien biasanya tampak putus asa dimanifestasikan dengan sering melamun.



55



5) Afek Afek klien biasanya datar 6) Interaksi selama wawancara Biasanya klien menunjukkan kurang kontak mata dan kadang-kadang menolak untuk bicara dengan orang lain. 7) Persepsi Biasanya ganguan persepsi terutama halusinasi pendengaran, klien biasanya mendengar suara-suara yang mengancam, sehingga klien cenderung menyendiri, pandangan kosong, bicara sendiri dan melamun. 8) Proses pikir Biasanya kehilangan asosiasi, terlambat dalam proses pikir. 9) Isi pikir Biasanya mengalami gangguan isi pikir : waham terutama waham curiga 10)



Tingkat kesadaran



Biasanya klien tidak megnalami gangguan kesadaran. 11)



Memori



12)



Kemampuan penilaian



Biasanya klien tidak mengalami gangguan pada penilaian 13)



Daya tilik diri



Klien biasanya mengingat penyakit yang dideritanya. g. Kebutuhan persiapan pulang 1) Kemampuan klien memenuhi / menyediakan kebutuhan biasanya alam kemampuan klien dalam memenuhi / menyediakan kebutuhan tidak tergantung oleh orang lain, tetapi klien harus masih mendapat motivasi dan dukungan dari orang lain. 2) Kegiatan hidup sehari-hari a) Perawatan diri : biasanya klien masih tergantung dengan orang lain dan klien perlu motivasi untuk mealkukan perawatan pada dirinya sendiri. b) Nutrisi : biasanya klien memisahkan diri saat makan



56



3) Kemampuan klien Biasanya klien belum mampu dalam mengantisipasi kebutuhan sendiri, membuat keputusan berdasarkan keinginan sendiri dan mengatur penggunaan obat serta melakukan pemeriksaan kesehatan. 4) Sistem pendukung Biasanya klien memiliki sistem pendukung dalam keluarga, tetapi biasanya tidak memiliki teman dekat. h. Mekanisme koping Koping yang digunakan klien biasanya proyeksi menghindar dan kadang mencederai diri. i. Masalah psikologi dan lingkungan Biasanya klien mendapat perlakuan yang tidak wajar dari lingkungan seperti klien direndahkan atau diejek karena klien menderita gangguan jiwa. j. Pengetahuan Biasanya klien kurang penegtahuan dalam hal mencari bantuan, mekanisme koping dan sistem pendukung sehingga penyakit klien semakin berat.



Pohon Masalah Akibat ----------------



Resiko perubahan persepsi sensori



Masalah utama ------



Penyebab --------------



Isolasi sosial : menarik diri



Gangguan harga diri : harga diri rendah



Gambar 4.9 Pohon Masalah Isolasi Sosial : Menarik Diri ( Keliat, 1999 Dikutip Dalami, 2009 ) 2. Diagnosa Keperawatan a.



Isolasi sosial : Menarik diri



b.



Resiko perubahan persepsi sensosri



c.



Gangguan harga diri : harga diri rendah.



57



3. Rencana Keperawatan Tabel 4.10 Rencana Tindakan Perawatan Klien Dengan Masalah Keperawatan Utama : Isolasi Sosial No 1 1



Diagnosa Kep. 2 Isolasi sosial : Menarik diri



Perencanaan Tujuan Intervensi Umum dan Kriteria Evaluasi Khusus 3 4 5 TUM : Klien dapat 1.1 Ekspresi wajah 1.1.1 Bina hubungan saling percaya berinteraksi bersahabat, dengan menggunakan prinsip dengan orang menun-jukkan komunikasi terapiutik. lain sehingrasa senang, ada a. Sapa klien dengan nama ga tidak terkontak mata, mau baik verbal maupun nonjadi Isolasi berjabat tangan, verbal. sosial : mau b. Perkenalkan diri dengan menarik diri. menyebutkan sopan. TUK : 1 nama, mau c. Tanyakan nama lengkap Klien dapat menjawab salam, dan nama panggilan yang membina mau duduk disukai klien. hubungan berdampingan d. Jelaskan tujuan pertemuan. saling dengan perawat, e. Jujur dan menepati janji percaya. mau f. Tunjukkan sikap empati mengutarakan dan menerima klien apa masalah yang adanya. dihadapi. g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien TUK : 2 2.1 Klien dapat 2.1.1 Kaji pengetahuan klien Klien dapat menye-butkan tentang perilaku menarik diri menyebutpenyebab dan tandanya: kan menarik diri yang a. Dirumah ibu tinggal penyebab berasal dari : dengan siapa. menarik diri. b. Siapa yg paling dekat  Diri sendiri dengan ibu  0rang lain c. Dengan siapa ibu tidak  Lingkungan dekat. d. Apa yang membuat ibu tidak dekat 2.1.2 Beri kesempatan kepada klien untuk meng-ungkapkan perasaan yang menyebabkan klien tidak mau bergaul. 2.1.3 Berikan pujian ter-hadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya



58



1



2



3 4 5 TUK : 3 3.1 Klien dapat me- 3.1.1 Kaji pengetahuan klien Klien dapat nyebutkan tentang keuntungan memiliki mekeuntungan berteman. nyebutkan interaksi dengan 3.1.2 Beri kesempatan pada klien keuntungan orang lain : untuk berinteraksi dengan ber-interaksi orang lain.  Banyak teman dengan orang 3.1.3 Diskusikan bersama klien  Tidak sendiri lain dan tentang keuntu-ngan  Bisa diskusi, dll kerugian berinteraksi dengan orang lain. tidak ber3.1.4 Beri penguatan positif interaksi terhadap kemampuan dengan orang mengungkapkan pera-saan lain. tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain. 3.2 Klien dapat 3.2.1 Kaji pengetahuan klien tenmenyebutkan tang kerugian bila tidak kerugian bila berinteraksi dengan orang lain. tidak ber- 3.2.2 Beri kesempatan kepada klien interaksi dengan untuk mengungkapkan peraorang lain, saan tentang kerugian bila misalnya : tidak berinteraksi dengan orang lain  Sendiri  Tidak memiliki 3.2.3 Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak teman berinteraksi dengan orang lain.  Sepi, dll. 3.2.4 Beri penguatan positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain TUK : 4 4.1 Klien dapat men- 4.1.1 Kaji kemampuan klien Klien dapat demonstrasikan membina hubungan dengan melaksanaka interaksi sosial orang lain. n interaksi secara bertahap 4.1.2 Bermain peran tentang cara sosial secara antara lain : berhubungan/ ber-interaksi bertahap. dengan orang lain.  Klien-Perawat  klien-Perawat- 4.1.3 Dorong dan bantu klien untuk berinteraksi dengan orang lain Perawat lain melalui tahap :  Klien–Perawat Klien–Perawat Perawat lain–  Klien–Perawat-Perawat lain klien lain  Klien–Perawat-Perawat lain–  Klien-Keluarga/ klien lain kelompok/ masyarakat  Klien–Keluarga/ kelompok/ masyarakat. 4.1.4 Beri penguatan positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai..



59



1



2



3



4



5 4.1.5 Bantu klien untuk mengevaluasi keuntungan menjalin hubungan sosial 4.1.6 Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu, yaitu berinteraksi dengan orang lain 4.1.7 Motivasi klien untuk meng-ikuti kegiatan ruangan. 4.1.8 Beri penguatan positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan TUK : 5 5.1 Klien dapat 5.1.1 Dorong klien untuk mengKlien dapat mengungkapkan ungkapkan perasaanya bila mengperasa-annya berinteraksi dengan orang lain. ungkapkan setelah ber- 5.1.2Diskusikan dengan klien ten-tang perasaan-nya. interaksi dengan perasaan keuntungan orang lain untuk : berinteraksi dengan orang lain. 5.1.3Beri penguatan positif atas  Diri sendiri kemampuan klien meng Orang lain ungkapkan perasaan keuntungan berhubungan dengan orang lain TUK : 6 6.1 Keluarga dapat : 1.1.1 Bina hubungan saling percaya Klien dapat dengan keluarga  Menjelaskan memberdayaa. Salam, perkenalan diri. perasaannya. kan sistem b. Jelaskan tujuan.  Menjelaskan pendukung c. Buat kontrak. cara merawat atau keluarga. d. Eksplorasi perasaan klien. klien menarik 1.1.2 Diskusikan dengan anggota diri. keluarga tentang :  Mendemonstrasi a. Perilaku menarik diri. kan cara b. Penyebab perilaku menarik perawatan klien diri. menarik diri. c. Akibat yang akan terjadi jika  Berpartisipasi perilaku menarik diri tidak dalam perawatan ditanggapi. klien menarik d. Cara keluarga menghadapi diri. klien menarik diri.  1.1.3 Dorong anggota keluarga untuk memberi dukungan berkomunikasi dengan orang lain. 1.1.4 Anjurkan anggota keluarga untuk secara rutin ber-gantian menjenguk klien minimal 1x seminggu. 1.1.5 Beri penguatan positif atas halhal yang telah dicapai oleh keluarga



60



ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH KEPERAWATAN UTAMA DEFISIT PERAWATAN DIRI A. PENGERTIAN Defisit perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan hidupnya, kesehatannya dan kesejahteraannya sesuai dengan kondisi kesehatannya. Klien dinyatakan terganggu perawatan dirinya ika tidak dapat melakukan perawatan dirinya (Mukhripah & Iskandar, 2012). Defisit perawatan diri adalah ketidakmampuan dalam : kebersihan dir, makan, berpakaian, berhias diri, makan sendiri, buang air besar atau kecil sendiri (toileting) (Keliat B. A, dkk, 2011).



B. PENYEBAB Menurut Depkes (2000), penyebab kurang perawatan diri adalah : 1. Faktor presdiposisi a. Perkembangan Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu. b. Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri. c. Kemampuan realitas turun Klien



gangguan



jiwa



dengan



kemampuan



realitas



yang



kurang



menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri. d. Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri. (Mukhripah & Iskandar, 2012).



61



2. Faktor presipitasi Faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri (Mukhripah & Iskandar, 2012). Menurut Depkes (2000) didalam buku (Mukhripah & Iskandar, 2012) faktor – faktor yang mempengaruhi personl higiene adalah : 1. Body image Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya. 2. Praktik social Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi peruabahan personal hygiene. 3. Status sosial ekonomi Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampoo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya. 4. Pengetahuan Pengetahuan personal hygiene sangat penting akrena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misanya, pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya. 5. Budaya Disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan. 6. Kebiasaan orang Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, shampoo dan lain – lain. 7. Kondisi fisik atau psikis Pada keadaan tertentu/ sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.



62



C. JENIS-JENIS DEFISIT PERAWATAN DIRI Menurut Nanda (2015), jenis perawatan diri terdiri dari : 1. Defisit perawatan diri: Mandi Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan mandi/beraktivitas perawatan diri untuk diri sendiri. 2. Defisit perawatan diri: Berpakaian Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas berpakaian dan berias untuk diri sendiri. 3. Defisit perawatan diri: Makan Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas sendiri. 4. Defisit perawatan diri: Eliminasi Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas eliminasi sendiri (Nurjannah, 2015)



D. RENTANG RESPON



Adaptif



Maladaptif



Pola perawatan diri seimbang



Kadang perawatan diri kadang tidak



Tidak melakukan perawatan diri



Skema 4.11 Rentang Respon Perawatan Diri



Keterangan : 1. Pola perawatan diri seimbang : saat klien mendapatkan stresor dan mampu untuk berperilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan klien seimbang, klien masih melakukan perawatan diri. 2. Kadang perawatan diri kadang tidak : saat klien mendapatkan stresor kadang – kadang klien tidak memperhatikan perawatan dirinya. 3. Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia tidak peduli dan tidak bisa melakukan perawatan saat stresor



63



E. TANDA DAN GEJALA Adapun tanda dan gejala defisit perawatan diri menurut Fitria (2009) adalah sebagai berikut : 1. Mandi/hygiene Klien mengalami ketidakmampuan membersihkan badan, memperoleh sumber air, mengatur suhu/aliran air mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta keluar masuk kamar mandi. 2. Berpakaian/berhias Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil pakaian, menanggalkan pakaian, serta mengganti pakaian. Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam, memilih pakaian, meggunakan alat tambahan, menggunakan kancing tarik, melepaskan pakaian, menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan pada tingkat yang memuaskkan, mengambil pakaian dan mengenakan sepatu. 3. Makan Klien mempunyai ketidakmampuan menelan makanan, mempersiapkan makanan, mengunyah makanan, meggunakan alat tambahan, mendapat makanan, membuka container, mengambil makanan dari wadah lalu memasukannya ke mulut, melengkapi makan, mencerna makanan menurut cara diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas, serta mencerna cukup makanan dengan aman. 4. Eliminasi Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan ke jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi pakaian untuk toileting, membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau kamar kecil (Mukhripah & Iskandar, 2012).



F. AKIBAT Akibat dari defisit perawatan diri adalah gangguan pemeliharaan kesehatan. Gangguan pemeliharaan kesehatan ini bentuknya bisa bermacam – macam. Akibat dari defisit perawat diri adalah sebagai berikut :



64



1. Kulit yang kurang bersih merupakan penyebab berbagai gangguan macam penyakit kulit (kadas, kurap, kudis, panu, bisul, kusta, patek atau frambosa, dan borok). 2. Kuku yang kurang terawat dan kotor sebagai tempat bibit penyakit yang masuk ke dalam tubuh. Terutama penyakit alat – alat pernapasan. Disamping itu kuku yang kotor sebagai tempat bertelur cacing, dan sebagai penyakit cacing pita, cacing tambang, dan penyakit perut. 3. Gigi dan mulut yang kurang terawat akan berakibat pada gigi berlubang, bau mulut, dan penyakit gusi 4. Gangguan lain yang mungkin muncul seperti gastritis kronis (karenan kegagalan dalam makan), penyebaran penyakit dari orofecal (karena hygiene BAB/BAK sembarangan) (Wahit Iqbal, dkk.,2015) Sedangkan menurut (Tarwoto dan Wartonah, 2010) akibatnya defisit perawatan diri adalah : 1. Dampak fisik Banyak



gangguan



kesehatan



yang



diderita



seseorang



karena



tidak



terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang serimembran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, gangguan fisik pada kuku. 2. Dampak psikososial Masalah yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri, dan gangguan interaksi social.



G. MEKANISME KOPING Menurut (Stuart & Sundeen, 2000) didalam didalam (Herdman Ade, 2011) mekanisme koping menurut penggolongannya dibagi menjadi 2 yaitu : 1. Mekanisme koping adaptif Mekanisme koping yang mendukund fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar mencapai tujuan. Kategorinya adalah klien bisa memenuhi kebutuhan perawatn diri secara mandiri.



65



2. Mekanisme koping maladaptive Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya adalah tidak mau merawat diri



H. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan dengan defisit perawatan diri menurut (Herdman Ade, 2011) adalah sebagai berikut : 1. Meningkatan kesadaran dan kepercayaan diri 2. Membimbing dan menolong klien perawatan diri 3. Ciptakan lingkungan yang mendukung 4. BHSP (bina hubungan saling percaya)



I. POHON MASALAH



Effect



Gangguan pemeliharaankesehatan (BAB/BAK,mandi, makan minum)



Masalah Utama (Core Problem )



Defisi Perawatan diri



Etiologi



Menurunya motivasi dalam perawatan diri Menarik diri



Skema 4.12 Pohon Masalah Defisit Peeawatan Diri (Keliat, 2006)



J. DIAGNOSA KEPERAWATAN Defisit Perawatan Diri : Kebersihan diri (Mandi) , berdandan , makan, BAB/BAK



66



K. RENCANA KEPERAWATAN Tabel 4.17 Rencana Keperawatan Klien Dengan Masalah Keperawatan Utama Defisit Perawatan Diri No 1 1.



Dx Perencanaan Kep TUK dan TUM Rencana Keperawatan 2 3 4 Defisit TUM : Perawatan Klien dapat memelihara Diri kesehatan sendiri secara mandiri TUK : 1. Klien dapat membina Bina hubungan saling percaya dengan hubungan saling percaya, prinsip komunikasi terapeutik dengan kriteria : 1. Sapa klien dengan ramah baik - Ekspresi wajah berverbal maupun non verbal sahabat, menunjuk-kan 2. Perkenalkan diri dengan sopan rasa senang 3. Tanyakan nama lengkap klian dan - Bersedia menyebutkan nama panggilan klien nama, ada kontak mata, 4. Jelaskan tujuan pertemuan klien, bersedia duduk 5. Jujur dan menepati janji berdampingan dengan 6. Tunjukkan sikap empati dan perawat menerima klian apa adanya - Klien bersedia meng 7. Beri perhatian pada pemenuhan utarakan masalah yang kebutuhan dasar dihadapinya 2. Klien dapat mengidenti- 1. Kaji pengetahuan klien tentang fikasi kebersihan dirinya, kebersihan diri klien dan tandanya dengan kriteria : klien 2. Beri kesempatan klien untuk dapat menyebutkan menjawab pertanyaan kebersihan dirinya 3. Berikan punjian terhadap kemampuan klien menjawab 3. Klien dapat menjelas-kan 1. Menjelaskan pentingnya pentingnya kebersihan kebersihan diri diri dengan kriteria : klien 2. Meminta kembali klien dapat memahami menjelaskan pentingnya kebersihan pentingnya kebersihan diri diri 3. Diskusikan dengan klien tentang kebersihan diri 4. Beri penguatan positif atas jawabanya



67



1.



1



2



3 4 4. Menjelaskan per-alatan 1. Menjelaskan alat yang dibutuhkan yang diguna-kan untuk dan cara membersihkan diri menjaga kebersihan diri 2. Memperagakan cara memdan cara melakukan bersihkan diri dan memperkebersihan diri gunakan alat membersihkan diri 3. Meminta klien untuk memperagakan ulang alat dan cara kebersihan diri 4. Beri pujian positif terhadap klien 5. Menjelaskan cara makan yang benar



1. Jelaskan cara makan yang benar 2. Beri kesempatan klien untuk bertanya dan mendemons-trasikan cara makan yang benar 3. Beri pujian positif pada klien



6. Menjelaskan cara mandi yang benar



1. Jelaskan cara mandi yang benar 2. Beri kesempatan klien untuk bertanya dan mendemons-trasikan cara mandi yang benar 3. Beri pujian positif pada klien



7. Menjelaskan cara berdandan yang benar



1. Jelaskan cara berdandan yang benar 2. Beri kesempatan klien untuk bertanya dan mendemons-trasikan cara berdandan yang benar 3. Beri pujian positif pada klien



6. Menjelaskan cara 1. Jelaskan cara toileting yang benar toileting yang benar 2. Beri kesempatan klien untuk dengan kriteria klien bertanya dan mendemons-trasikan dapat toileting dengan cara toileting yang benar benar 3. Beri pujian positif pada klien 7. Mendiskusikan masalah 1. Jelaskan pada keluarga tentang yang dirasa-kan dengan pengertian, tanda dan gejala serta kriteria : keluarga dapat jenis-jenis defisit perawatan diri mengerti tentang cara 2. Jelaskan pada keluarga tentang cara merawat klien merawat klien dengan defisit perawatan diri



68



DAFTAR PUSTAKA



Damayanti & Iskandar (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa, PT. Reflika Aditama, Bandung Ermawati,dkk (2009) : Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa; Trans Info Media, Jakarta. Kartini Kartono (2011). Patologi Sosial 3 Gangguan-Gangguan Kejiwaan, PT. Rajagrafindo, Jakarta Keliat, B.A. (2005). Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta: EGC. Keliat Budi Anna, dkk ; 2011, Manajemen Kasus Gangguan Jiwa CMHN (Intermediate Course), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Keliat Budi Anna, dkk ; 2011, Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (Basic Course), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Lilik. (2011). Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu Purwaningsih & Karlina. (2010). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika. Suliswati, dkk ; 2012 , Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.



Yosep Iyus (2011). Keperawatan Jiwa, revisi empat, PT. Refika Aditama, Bandung.



69