Akuntansi Untuk Entitas Partai Politik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Akuntansi untuk Entitas Partai Politik: Studi Partai Politik di Indonesia Ismail Siagian – 1509200070011 Fakhriza – 1509200070014 ABSTRAK Standarisasi akuntansi dan pelaporan pertanggungjawaban keuangan partai politik, akan memberikan informasi kepada publik bagaimana partai tersebut memperoleh dana, kecakapannya mengelola dana, dan tertib pembelanjaannya. Pencatatan keuangan yang transparan akan memberikan gambaran kepada publik tentang kualitas dan komitmen partai tersebut dalam upaya bersama mencegah terjadinya taktik politik uang (money politic). Laporan keuangan juga akan memberikan gambaran apakah partai tersebut telah menjalankan mandat rakyat (konstituen) yang memilihnya, atau lebih dipengaruhi oleh orang atau kelompok kepentingan yang memberikan sumbangan besar kepada partai tersebut. Paper ini akan mendiskusikan mengenai mengenai sistem akuntansi pada partai politik, dan perlu tidaknya mengembangkan standar akuntansi yang khusus mengatur perlakukan akuntansi dan pelaporan keuangan sesuai dengan karakteristik partai politik. Keyword: partai politik, akuntabilitas, PSAK



I.



PENDAHULUAN Karakter utama partai politik adalah faktor kekuasaan yang dimilikinya



dan perannya dalam mewakili rakyat. Tujuan akhir dari partai politik adalah mendapatkan mandat dari konstituennya untuk memegang kekuasaan melalui pemilihan umum (pemilu). Keberhasilan suatu partai politik diukur dengan banyaknya jumlah suara yang direbutnya melalui pemilu. Upaya untuk mendapatkan suara pemilih, partai akan menjual programnya dan kandidatkandidatnya kepada pemilih lewat kegiatan kampanye. Pada saat kampanye, banyak sekali janji janji yang diberikan partai sehingga agar pemilih percaya bahwa partai dialah yang terbaik dan berhak memegang kekuasaan negara. Apabila menang maka ada dua jalur kekuasaan yang dipegang partai politik, yaitu jalur pengambil keputusan (eksekutif) dan jalur pembuat kebijakan (legislatif). Dari kedua jalur inilah partai politik dapat membuat suatu keputusan



1



dengan mengatasnamakan rakyat. Setiap keputusan yang dibuat oleh partai politik akan memiliki dampak yang sangat luas terhadap harkat hidup orang banyak. Dengan demikian partai politik harus sangat berhati-hati dalam setiap gerak langkahnya dan harus memastikan bahwa setiap tindakan yang dilakukan adalah demi masyarakat banyak, bebas dari politik uang dan pengaruh kelompok kepentingan (vested interest group). Kenyataannya sulit sekali untuk melepaskan pengaruh kelompok kepentingan ini dari partai politik karena justru sifat dari partai politik itu yang hidup dari dukungan masyarakat. Kelangsungan hidup partai politik sangat tergantung pada sumbangan yang diterimanya, baik dari anggotanya sendiri maupun dari simpatisannya. Sangat mudah bagi kelompok kepentingan untuk mempengaruhi partai politik melalui "sumbangan" yang diberikannya. Kandidat partai politik tentu akan mempunyai sikap membalas budi bagi orang atau kelompok yang memberikan sumbangan sangat besar bagi partai politiknya. Jika hal ini terjadi, partai politik tidak lagi mewakili kepentingan masyarakat banyak. Partai politik menjadi perpanjangan tangan dari kelompokkelompok tertentu sementara setiap gerak langkah partai politik tetap berdampak luas bagi masyarakat banyak. Ini tentu akan mengancam eksistensi sistem demokrasi. Dengan demikian, cara terbaik untuk memastikan bahwa sebuah partai politik tidak dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan kelompok tertentu adalah dengan membatasi sumber dana yang boleh diterimanya, menciptakan sistem yang transparan dan bertanggung jawab, dalam hal pencatatan mengenai sumber dana tersebut. Seluruh sumbangan harus tercatat lengkap dengan identitas penyumbang. Sumbangan-sumbangan ini termasuk yang berbentuk natura, nilai setara kasnya harus dilaporkan dalam laporan keuangan. Undang-undang Nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik telah mengatur soal sumber dana, pengelolalan dan pertanggungjawaban keuangan parpol. Di antaranya pasal 34 yang menyebutkan bahwa sumber dana dan pengeluaran yang berasal dari APBN/ APBD wajib diaudit oleh Badan Perencana Keuangan (BPK). Selain itu, dalam pasal 39 disebutkan soal pengeolalan keuangan parpol harus diselenggarakan secara transparan dan akuntabel, yaitu dengan dilakukannya audit



2



dari akuntan publik dan diumumkan secara periodik. Dengan demikian, semestinya masyarakat luas memiliki akses yang mudah untuk mengetahui pengelolaan keuangan dalam suatu parpol, mengingat sebagian dari sumber dana tersebut berasal dari APBN/ APBD. Namun pada kenyataannya, pelaporan keuangan itu masih dilakukan setengah hati, jika tidak ditutup-tutupi. Laporan keuangan yang dihasilkan, bisa dilihat apakah ada sumbangansumbangan yang berasal dari kelompok-kelompok tertentu dengan jumlah yang sangat besar. Juga kita bisa melihat dari penggunaan dananya, apakah cukup mewakili penerimaan dana “resmi” ataukah ada penerimaanpenerimaan khusus yang tidak tercatat. Terlihat bahwa hampir semua partai politik membuat laporan yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan KPU. Hal ini terkait dengan kelengkapan identitas sumbangan, format laporan yang digunakan dan ketentuan penyerahan rekening khusus dana kampanye. Beberapa ketentuan tentang identitas sesuai dengan pengaturan Pasal 19 Peraturan KPU Nomor 17 tahun 2013 masih belum terpenuhi. Masih buruknya kualitas pelaporan dari Partai Politik masih belum menjamin adanya transparansi dan akuntabilitas dana kampanye Pemilu 2014 di sisi publik. Di sisi yang lain, Partai Politik masih enggan untuk terbuka 100 persen kepada publik yang mengindikasikan dana kampanye yang dilaporkan masih jauh dari upaya membangun citra baik di mata publik. (TI Indonesia, 2014). Paper ini akan mendiskusikan mengenai sistem akuntansi pada partai politik, dan perlu tidaknya mengembangkan standar akuntansi yang khusus mengatur perlakukan akuntansi dan pelaporan keuangan sesuai dengan karakteristik partai politik. Sebelum berlanjut ke tujuan utama paper ini perlu dijelaskan terlebih dahulu karakteristik partai politik (bagian II), akuntabilitas keuangan partai politik (bagian III), peran dan fungsi akuntansi pada partai politik (bagian IV), kemudian mendiskusikan PSAK nomor 45 dalam pelaporan keuangan partai politik (bagian V). Terakhir, bagian VI akan memberikan kesimpulan atas tujuan penulisan paper ini.



3



II.



KARAKTERISTIK PARTAI POLITIK Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh



sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (pasal 1 UU 2/2011). Tujuan umum partai politik adalah a) mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b) menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; c) mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan d) mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sedangkan tujuan khusus partai politik adalah a) meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan; b) memperjuangkan cita-cita Partai Politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan c) membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sebagai salah satu lembaga demokrasi, partai politik berfungsi sebagai berikut: 1. Partai politik berfungsi untuk mengembangkan kesadaran atas hak dan kewajiban politik rakyat. Dalam hal ini partai politik berperan sebagai sarana sosialisasi politik masyarakat dalam rangka melakukan pendidikan politik bagi rakyat. 2. Partai politik berfungsi menyalurkan kepentingan masyarakat dalam pembuatan kebijakan negara. Dalam hal ini partai politik berperan sebagai sarana komunikasi politik yang mana partai politik menyalurkan aneka ragam pendapat, aspirasi, dan kepentingan masyarakat dalam pembuatan kebijakan negara. 3. Partai politik berfungsi untuk membina dan mempersiapkan anggota masyarakat untuk mengisi jabatan-jabatan politik sesuai dengan mekanisme demokrasi. Partai politik merupakan juga sebagai sarana untuk melakukan



4



rekrutmen politik dengan mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik dalam rangka memperluas partisipasi politik masyarakat. 4. Partai politik sebagai sarana pengatur konflik dengan mengatasi persaingan dan perbedaan pendapat dalam masyarkat (Halim dan Kusufi, 2014). Untuk mencapai tujuan dan menjalankan fungsi-fungsi tersebut, partai politik membutuhkan sumber keuangan. Keuangan partai politik bersumber dari: 1. Iuran anggota; 2. Sumbangan, dapat berupa uang, barang dan/atau jasa, yang sah menurut hukum; dan 3. Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Bantuan keuangan dari APBN/ APBD diberikan secara proporsional kepada partai politik yang mendapatkan kursi di DPR/DPRD. (UU No. 2 Tahun 2011). Disamping itu aktivitas partai politik dilarang melakukan pencarian dana, sebagai berikut: 1. menerima dari pihak asing sumbangan dalam



bentuk apa pun yang



bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; 2. menerima sumbangan berupa uang, barang, ataupun jasa dari pihak mana pun tanpa mencantumkan identitas yang jelas; 3. menerima sumbangan dari perseorangan dan/atau perusahaan/badan usaha melebihi batas yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan; 4. meminta atau menerima dana dari badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha milik desa atau dengan sebutan lainnya;atau 5. menggunakan fraksi di Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota sebagai sumber pendanaan Partai Politik. Pada dasarnya aktivitas politik adalah aktivitas untuk memperoleh, mengelola, dan mengatur kekuasaan bagi amanat dan mandat dari konstituennya dengan cara-cara yang demokratis. Partai politik memiliki karakteristik utama yaitu faktor kekuasaan yang dimilikinya dan perannya dalam mewakili rakyat. Tujuan akhir dari partai politik adalah mendapatkan mandat dari konstituennya untuk memegang kekuasaan lewat cara-cara demokratis, yaitu pemilihan umum. Keberhasilan suatu partai politik diukur dengan banyak jumlah suara yang direbutknya lewat pemilihan umum. Hal ini menjadikan salah satu karakteristik 5



partai politik yang membedakannya dengan organisasi nirlaba lainnya, yaitu bahwa partai politik memperjuangkan kepentingan. Partai politik memiliki kepengurusan yang tersebar di berbagai tingkat di daerah. Partai politik membentuk kepengurusan tingkat pusat yang disebut dengan Dewan Pengurus Pusat (DPP) yang berkedudukan di ibukota negara. Begitu juga untuk tingkat provisi disebut Dewan Pengurus Wilayah (DPW) yang berkedudukan di ibukota provinsi, dan Dewan Pengurus Cabng (DPC) yang berkedudukan di kabupaten/kota. III.



AKUNTABILITAS KEUANGAN PARTAI POLITIK Pengaturan terhadap pengendalian politik uang sebenarnya dapat dijumpai



dalam undang-undang yangmengatur partai politik yaitu Undang-undang No. 2 tahun 1999 dan undang-undang tentang Pemilihan Umum yaitu Undang-undang No. 3 tahun 1999 dan dalam Keputusan KPU No. 2, 1999 b. Dalam undangundang dan peraturan ini telah diatur: 1.



Pembatasan terhadap sumber dana kampanye yaitu dari partai politik yang bersangkutan, pemerintah (APBN dan atau APBD), dan pihak-pihak lain yang tidak mengikat yang meliputi badan-badan swasta, perusahaan, yayasan



2.



atau perorangan. Pelarangan untuk membentuk badan usaha dan menanamkan saham di badan



3.



usaha karena merupakan organisasi nirlaba. Pembatasan jumlah sumbangan untuk masing-masing penyumbang, baik perorangan maupun perusahaan, yaitu sebesar Rp 15 juta untuk individu dan



4.



Rp 150 juta untuk perusahaan, semuanya dalam kurun waktu satu tahun. Pertanggungjawaban keuangan partai politik ditetapkan melalui kewajiban partai politik untuk memelihara sumbangan yang terbuka untuk diaudit serta



5.



mencatat secara detil penyumbang. Kewajiban menyampaikan daftar sumbangan beserta laporan keuangan kepada



6.



Mahkamah Agung (MA). Menetapkan mekanisme pengawasan dan penjatuhan sanksi, baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana, termasuk atas pelanggaran terhadap



7.



ketentuan keuangan partai politik. Pembatasan jumlah maksimum dana kampanye lewat aturan yang dikeluarkan



8.



oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yaitu sebesar Rp 110 milyar. Dana kampanye tidak boleh berasal dari pihak asing. 6



9.



Kewajiban melaporkan dana kampanye Pemilu 15 hari sebelum hari pemungutan



10. 11.



suara dan 25 hari setelah hari pemungutan suara. Kewajiban melaporkan laporan keuangan tahunan setiap akhir tahun. Melaporkan laporan keuangan beserta daftar sumbangan kepada Mahkamah Agung. Untuk dasar hukum pelaporan dan audit partai politik, tertera secara khusus di dalam: 1. Pasal 15 UU No.2 tahun 1999 tentang partai politik, yang menyatakan: (1) Partai politik wajib melaporkan daftar penyumbang beserta laporan keuangannya. (2) Laporan sebagaimana dimaksud ayat (1) sewaktu-waktu dapat diaudit oleh akuntan publik. 2. Pasal 49 UU No. 3 tahun 1999 tentang Pemilihan Umum: (1) Dana kampanye Pemilihan Umum diaudit oleh akuntan publik dan hasilnya dilaporkan oleh partai politik peserta Pemilu kepada KPU. Dari kedua pasal tersebut, kami melihat bahwa tidak diatur secara jelas maksud dan bentuk laporan keuangan dimaksud, sehingga walaupun IAI memakai PSAK 45, tetapi Mahkamah Agung mengeluarkan format tersendiri. Format laporan keuangan yang ditetapkan MA tidak memenuhi syarat sebagai laporan keuangan (hanya melaporkan penerimaan dana, pengeluaran dana, dan sisa dana) bahkan tidak memenuhi PSAK 45 yang ditetapkan oleh IAI. Terjadi ketidakseragaman dan ketidakcukupan informasi keuangan dalam laporan keuangan yang disampaikan oleh partai politik (Hafild, 2003). IV.



PERAN DAN FUNGSI AKUNTANSI PADA PARTAI POLITIK Peran dan fungsi akuntansi dalam lingkungan partai politik dapat dibagi



menjadi dua kelompok, yaitu peranan dan fungsi akuntansi bagi pihak internal maupun pihak eksternal partai politik. Pembagian dalam kedua kelompok tersebut juga menggambarkan pengguna dari informasi akuntansi. Peran dan fungsi akuntansi bagi pihak internal yaitu: 1. Ketua Partai Politik. Ketua Partai Politik menggunakan akuntansi untuk menyusun perencanaan, mengevaluasi kemajuan yang dicapai dalam usaha memenuhi tujuan, dan melakukan tindakan-tindakan koreksi yang diperlukan. Keputusan yang diambil harus berdasarkan informasi akuntansi, seperti



7



menentukan peralatan apa yang sebaiknya dibeli, berapa persediaan ATK yang harus ada di bagian perlengkapan, dan lain-lain. 2. Staf. Staf berkepentingan dengan informasi mengenai transparansi pelaporan kegiatan dan pelaporan keuangan Partai Politik. Staf juga tertarik dengan informasi yang memungkinkan untuk menilai kemampuan organisasinya dalam melaksanakan administrasi keuangan di tingkat Partai Politik sebagai cermin akuntabilitas publik dan miniatur pelaksanaan administrasi publik di tingkat lokal atau nasional. 3. Anggota. Perbedaan anggota dengan staf yaitu pada sifat keaktifannya dalam partai politik. Staf merupakan anggota partai politik yang ikut mengurusi operasional partai. Sedangkan anggota adalah orang yang menjadi bagian dan pendukung partai, tetapi belum tentu masuk menjadi pengurus partai. Sementara peran dan fungsi akuntansi bagi pihak eksternal sebagai berikut: 1. Donatur. Donatur berkepentingan dengan informasi mengenai keseriusan dan kredibilitas Partai Politik untuk menjalankan program-program pencerdasan masyarakat secara politik. Para donatur juga ingin mengetahui laporan keuangan atas dana yang telah diberikan untuk Partai Politik. 2. Supplier/Pemasok/Kreditur. Supplier tertarik dengan informasi akuntansi yang memungkinkanya untuk memutuskan apakah jumlah yang terhutang akan dapat dibayar oleh Partai Politik pada saat jatuh tempo. 3. Konstituen/Basis Massa. Adanya laporan keuangan Partai Politik yang transparan dan akuntabel akan mengundang simpati masyarakat, dan akan dapat menepis isu miring bahwa Partai Politik hanya aktif sewaktu pemilu dan setelah pemilu kembali melupakan rakyat. 4. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BPK berkepentingan untuk memeriksa (mengaudit) laporan pertanggung jawaban partai politik atas penggunaan dana bantuan keuangan dari pemerintah (pusat dan daerah) sebagaimana amanat dari PP Nomor 05 Tahun 2009 Pasal 14 ayat 2. 5. Pemerintah (pusat dan daerah). Pemerintah pusat dan daerah berkepentingan untuk menerima laporan pertanggungjawaban partai politik yang telah diaudit oleh BPK atas penggunaan dana bantuan keuangan dari APBN atau APBD.



8



V.



PSAK NOMOR 45 DALAM PELAPORAN KEUANGAN PARTAI POLITIK Usulan yang disampaikan dalam makalah ini bertujuan untuk mengatur



pelaporan keuangan partai politik. Dengan adanya standar pelaporan diharapkan laporan keuangan organisasi partai politik dapat lebih mudah dipahami, memiliki relevensi, dapat diandalkan, dan memiliki daya banding yang tinggi. Pertanyaan utamanya adalah: Apakah PSAK 45 dapat dipakai sebagai standar pelaporan keuangan partai politik? Untuk menjawabnya, harus dibedah dahulu apa itu PSAK 45 dan kemudian dikonfrontasikan dengan karakter partai politik. Laporan keuangan yang dihasilkan oleh PSAK Nomor 45 sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5.



Laporan Posisi Keuangan Laporan Aktivitas Laporan Perubahan dalam Aset Neto/Ekuitas Laporan Arus Kas Catatan atas Laporan Keuangan PSAK adalah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 45 yang



dikeluarkan oleh IAI untuk organisasi nirlaba. Dalam audit yang dikoordinir oleh IAI untuk dana kampanye pada tahun 1999 dan laporan keuangan, maka PSAK 45 inilah yang dipakai. Ada tiga pendapat dalam hal ini untuk pemakaian PSAK. Pendapat pertama mengatakan PSAK 45 masih bisa dipakai sebagai standar akuntansi keuangan partai politik, karena karakter partai politik mirip dengan karakter organisasi nirlaba. Yang perlu dibuat adalah pedoman pembuatan laporan keuangan/pedoman audit keuangan partai politik untuk melengkapi PSAK 45 tersebut. Pendapat kedua menyatakan bahwa tidak perlu membuat standar akuntansi keuangan khusus partai politik tetapi memodifikasi PSAK 45 sehingga memenuhi kebutuhan transparansi dan akuntabilitas keuangan partai politik. Modifikasi lalu dilengkapi dengan pedoman pembuatan dan pencatatan laporan keuangan. Pendapat ketiga menyatakan perlu dibuat suatu standar laporan keuangan khusus untuk partai politik. Karena karakter partai politik tidak sama dengan karakter organsiasi nirlaba. Beberapa karakteristik khusus partai politik tersebut antara lain: jika pada organisasi nirlaba pada umumnya terdapat kejelasan jenis barang dan/atau jasa yang dihasilkannya, maka tujuan utama partai politik adalah 9



dalam rangka meraih kekuasaan politik; perjuangan utama partai politik dilakukan melalui Pemilihan Umum, kepentingan publik yang lebih besar; dan adanya kegiatan besar lima tahunan yaitu kegiatan kampanye. Di samping itu, beberapa peraturan yang secara khusus mengatur partai politik sehingga menyebabkan kekhususan pada keuangan partai politik. Undang-undang ini berbeda dengan undang-undang yang mengatur partai politik. Karena faktor kekuasaan yang dimiliki partai politik, maka aturan-aturan keuangan partai politik harus lebih ketat untuk mencegah korupsi politik dan dominasi kelompok-kelompok kepentingan. Sumbangan tidak ada kewajiban melaporkan daftar penyumbang (terutama individu). Daftar penyumbang wajib dilaporkan.Hasil kegiatan berupa jasa pelayanan untuk kepentingan umum. Hasil kegiatan berupa kekuasaan politik. Akuntabilitas berupa kegiatan sesuai dengan tujuan organisasi dan manajemen yang baik. Akuntabilitas berupa bersih dari politik uang, kepatuhan pada hukum dan posisi politik sesuai dengan janji kepada rakyat. Kinerjanya dinilai dari rasio biaya terhadap kualitas jasa dan jasa/ produk sosial yang dihasilkan. Kinerjanya dinilai dari rasio biaya dan jumlah suara yang didapatkannya dalam Pemilu. Kecuali untuk ormas, pada umumnya organisasi nirlaba bukan merupakan organisasi publik sehingga kebutuhan publik untuk menilai kinerjanya lebih kecil dibanding partai politik. Merupakan organisasi publik sehingga kebutuhan publik untuk menilai kinerja partai politik lebih besar dibanding organisasi nirlaba lainnya. Hasil tinjauan ini, kami cenderung pada posisi mendukung pendapat ketiga, yaitu bahwa partai politik memerlukan suatu standar akuntansi khusus partai politik. Perbedaan karakteristik ini mengakibatkan perbedaan transaksi keuangan, bentuk laporan keuangan dan pengukuran-pengukuran tertentu terhadap pos-pos dalam laporan keuangan. Adapun alasan-alasannya dijelaskan di bawah ini.



Tabel 1 Perbedaan Karakteristik Antara Organisasi Nirlaba dan Partai Politik



10



Organisasi Nirlaba



Partai Politik



Undang-undang yayasan



Undang-undang partai politik dan undang-undang pemilu



Tidak ada batasan penyumbang



Ada batasan penyumbang



Tidak ada batasan maksimal jumlah sumbangan



Ada batasan maksimal jumlah sumbangan



Tidak ada kewajiban melaporkan daftar penyumbang (terutama individu).



Daftar penyumbang wajib dilaporkan.



Hasil kegiatan berupa jasa pelayanan untuk kepentingan umum.



Hasil kegiatan berupa kekuasaan politik.



Akuntabilitas berupa kegiatansesuai dengan tujuan organisasi dan manajemen yang baik.



Akuntabilitas berupa bersih dari politik uang, kepatuhan pada hukum dan posisi politik sesuai dengan janji kepada rakyat.



Kinerjanya dinilai dari rasio biaya terhadap kualitas jasa dan jasa/produk sosial yang dihasilkan.



Kinerjanya dinilai dari rasio biaya dan jumlah suara yang didapatkannya dalam Pemilu.



Kecuali untuk ormas, pada umumnya organisasi nirlaba bukan merupakan organisasi publik sehingga kebutuhan publik untuk menilai kinerjanya lebih kecil dibanding partai politik Sumber: Hafild, 2003.



Merupakan organisasi publik sehingga kebutuhan publik untuk menilai kinerja partai politik lebih besar dibanding organisasi nirlaba lainnya



Dari tabel diatas jelaslah bahwa karakter organisasi nirlaba tidak sama dengan karakter partai politik, sehingga dengan demikian standar laporan keuangannya pun tidak bisa sama. Laporan PSAK 45 menyajikan laporan kepada pengurus organisasi, donatur, kelompok dampingan dan publik mengenai kinerja organisasi yang berkenaan dengan jumlah dana yang dia terima dan jenis kegiatan yang dilakukannya. Akuntabilitas di sini lebih banyak diarahkan kepada apakah organisasi tersebut telah menjalankan manajemen organisasi yang baik, dalam hal ini keuangan, dan melakukan kegiatan sesuai dengan tujuan dari organisasi



11



tersebut. Tujuan yang lain adalah apakah kegiatan yang dilakukan memberikan dampak yang seimbang dengan dana yang dikeluarkan. Sedangkan akuntabilitas dari partai politik diukur dari kepatuhannya pada undang-undang dan peraturan yang mengaturnya, serta apakah ada konflik kepentingan di dalam manajemen dan keuangan par-tai politik yang bersangkutan. Kegiatan partai politik berhubungan dengan menarik minat warga negara sebanyak-banyaknya untuk memilih dia (dalam kampanye) atau melakukan pendidikan politik bagi warga negara anggotanya serta lobby dan akitivitas politik lainnya (di luar kampanye). Sehingga kegiatan yang dia laporkan adalah bagaimana partai politik tersebut telah menjalankan amanat rakyat yang memilih dia. Laporan keuangan kemudian memberikan informasi kepada publik bagaimana partai politik itu dijalankan, dan apakah ada dominasi kelompok tertentu pada partai tersebut yang diakibatkan oleh dominasi keuangan kelompok tersebut di dalam partai atau tidak. Partai politik harus menunjukkan kepada publik bahwa dia bebas dari politik uang, korupsi, kolusi dan nepotisme. Oleh karena itu maka aturan-aturan partai politik membatasi jumlah sumbangan dan sumber sumbangan dan mewajibkan melaporkan seluruh penyumbang kepada publik. Hal-hal seperti ini tidak diatur dalam undang-undang yang mengatur organisasi nirlaba (misalnya UU Yayasan). Selain informasi mengenai kemungkinan konflik kepentingan dan politik uang, laporan keuangan partai politik juga menunjukkan apakah partai tersebut merupakan partai yang patuh dan hormat pada aturan-aturan hukum yang mengaturnya. Kepatuhan ini penting, karena bagaimana mungkin sebuah partai politik dapat menjalankan kekuasaan negara apabila dia sendiri tidak mematuhi dan menjalankan undangundang yang mengaturnya. Sehingga kepatuhan ini merupakan sebuah laporan tersendiri yang harus dikemukakan oleh auditor dalam laporan keuangan partai politik. Mengenai konflik kepentingan dan kepatuhan ini, tidak diatur dalam PSAK 45. Oleh karena itu, PSAK 45 tidak bisa dipakai sebagai standar akuntansi keuangan partai politik. Perlu ada standar akuntansi keuangan khusus partai politik. Sudah tentu pihak yang berwenang membuat standar akuntansi keuangan adalah Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Namun demikian, mandat pembuatan



12



standar ini haruslah diberikan oleh UU Partai Politik. Oleh karena itu, kami mengusulkan IAI untuk membuat PSAK khusus untuk partai politik dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Merupakan organisasi nirlaba yaitu organisasi yang tidak mencari keuntungan finansial. 2. Entitas demokrasi yang memperjuangkan kepentingannya melalui Pemilihan Umum. 3. Sumber daya utama entitas berasal dari iuran anggota, dan para penyumbang yang tidak mengharapkan pembayaran kembali atau manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan. 4. Entitas yang tidak dapat mendirikan badan usaha dan/atau memiliki saham suatu badan usaha. 5. Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis, dalam arti kepemilikan dalam partai politik tidak dapat dijual, dialihkan, atau ditebus kembali, atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian sumber daya entitas pada saat likuidasi atau pembubaran entitas. 6. Terikat dengan peraturan dan perundang-undangan khusus yang mempunyai implikasi terhadap perlakuan akuntansinya. 7. Hidup dari sumbangan masyarakat luas, oleh karena itu laporan keuangannya harus memuat dengan jelas daftar penyumbang lengkap dengan identitas. 8. Entitas yang harus bebas dari konflik kepentingan politik uang dan patuh pada aturan-aturan yang mengaturnya. 9. Kinerjanya dilihat dari jumlah suara yang didapatkannya dalam Pemilihan Umum. 10. Struktur pengorganisasian partai politik tersebar di berbagai tingkat daerah (perlunya entitas pelaporan dan pelaporan konsolidasi). 11. Partai politik merupakan organisasi publik sehingga akuntabilitas publik sangat besar. VI.



KESIMPULAN Penyusunan Laporan keuangan tahunan Partai politik mengacu pada



PSAK No. 45 tentang akuntansi untuk organisasi nirlaba yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dan terdiri atas laporan berikut ini: Laporan Posisi Keuangan, Laporan Aktivitas, Laporan Perubahan dalam aktiva Neto/Ekuitas, Laporan arus kas, Cacatan atas laporan keuangan. Selain mengacu pada PSAK No. 45. Penyusunan laporan keuangan partai politik juga terikat pada ketentuan 13



yang terdapat dalam perundang-undangan mengenai partai politik dan pemilu seperti Undang-undang No. 2 tahun 2008, Undang-undang No. 2 tahun 2011, dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 17 Tahun 2013. Standar laporan keuangan khusus untuk partai politik perlu dibuat. Hal ini karena karakter partai politik yang tidak sama dengan karakter organisasi nirlaba. Perbedaan karakteristik ini mengakibatkan perbedaan transaksi keuangan, bentuk laporan keuangan dan pengukuran-pengukuran tertentu terhadap pos-pos dalam laporan keuangan. REFERENSI Bastian, I., Hardani, W., & Saat, S. (2007). Akuntansi untuk LSM dan partai politik. Jakarta: Erlangga. Hafild, E. (2003). Laporan studi standar akuntansi keuangan khusus partai. Tim studi Rini P. Samadikun, Mahmudin Muslim, Ragil Kuncoro. Jakarta: Transparency Internationa (TI) Indonesia. Halim, A. dan Kusufi, MS. (2014). Teori, konsep, dan aplikasi akuntansi sektor publik: dari anggaran hingga laporan keuangan dari pemerintah hingga tempat ibadah. Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat. Ikatan Akuntan Indonesia. (2004). Standar akuntansi keuangan: PSAK nomor 45 tentang standar akuntansi untuk entitas nirlaba. Jakarta: Salemba Empat. Junaidi, V. dkk. (2011). Anomali keuangan partai politik: pengaturan dan praktek. Editor Didik Supriyanto. Jakarta: Kemitraan Bagi Pembaharuan Tata Pemerintahan. Surbakti, R. (2015). Peta Permasalahan dalam keuangan politik Indonesia. Jakarta: Kemitraan Bagi Pembaharuan Tata Pemerintahan. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaporan Dana Kampanye Peserta Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Transparency International Indonesia. (2014). “Kajian Tentang Pelaporan Awal Dana Kampanye Partai Politik Pemilu 2014: KPU Perlu Tegas Atas Buruk Laporan Dana Kampanye Partai Politik”. http://www.ti.or.id/index.php/press-release/2014/01/01/kajian-tentangpelaporan-awal-dana-kampanye-partai-politik-pemilu-2014kpu-perlu-tegasatas-buruk-laporan-dana-kampanye-partai-politik Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 Tentang Partai Politik.



14



Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 Tentang Partai Politik.



15