Andi Sitti Rahmah H021191041 Makalah Jurnal Superkapasitor [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Tugas Individu



MAKALAH “Karbon Aktif yang Berasal dari Kulit Jagung dengan Kinerja Elektrokimia yang Ditingkatkan untuk Superkapasitor Tegangan Tinggi”



DISUSUN OLEH ANDI SITTI RAHMAH H021191041



DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2021



1



KATA PENGANTAR Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Makassar, 23 Agustus 2021



Penyusun



2



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.........................................................................................................2 DAFTAR ISI.....................................................................................................................3 BAB I : PENDAHULUAN..................................................................................................4 1.1 Latar Belakang...........................................................................................................4 1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................6 BAB II : METODOLOGI....................................................................................................7 2.2 Bahan ......................................................................................................................7 2.3 Persiapan karbon berpori yang berasal dari kulit jagung.........................................7 2.4 Karakterisasi bahan..................................................................................................7 2.5 Pengukuran elektrokimia.........................................................................................8 BAB III : HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................................9 3.1 Karakterisasi Struktural dan Morfologis...................................................................9 3.2 Karakterisasi Elektrokimia......................................................................................14 BAB IV : KESIMPULAN..................................................................................................20 4.1 Kesimpulan.............................................................................................................20 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................21



3



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kendaraan listrik dan alat-alat listrik portabel telah meningkat dalam kehidupan kita sehari-hari karena peningkatan pesat dari perangkat penyimpanan energi seperti baterai lithium-ion, baterai natrium-ion, superkapasitor dll. Di antara berbagai sistem penyimpanan energi, superkapasitor (juga disebut kapasitor elektrokimia) telah menerima lebih banyak perhatian untuk aplikasi daya tinggi karena sifatnya. Perkembangan kendaraan listrik dan alat-alat listrik portabel telah meningkat dalam kehidupan kita sehari-hari karena peningkatan pesat dari perangkat penyimpanan energi seperti baterai lithium-ion, baterai natrium-ion, superkapasitor dll. Di antara berbagai sistem penyimpanan energi , superkapasitor (juga disebut kapasitor elektrokimia) telah mendapat perhatian lebih untuk aplikasi daya tinggi karena sifatnya seperti kepadatan daya yang tinggi, kepadatan energi yang wajar, siklus hidup yang panjang dan berbagai aplikasi dari elektronik portabel hingga kendaraan listrik hibrida. Penyimpanan muatan dalam superkapasitor disebabkan oleh akumulasi muatan elektrostatik pada antarmuka elektroda/elektrolit (disebut kapasitor lapis ganda elektrik, EDLC), dan juga karena reaksi redoks permukaan (jenis superkapasitor lain yaitu pseudoca pacitors). Superkapasitor EDLC yang dilaporkan biasanya menggunakan berbagai jenis bahan karbon yang meliputi karbon aktif, bawang karbon, graphene, karbon turunan karbida dll. Dari semua ini, karbon aktif turunan biomassa telah mengumpulkan perhatian yang signifikan karena kelimpahan alami mereka, biaya rendah dan struktur hirarkis. Berbagai macam prekursor biomassa telah digunakan sejauh ini untuk mendapatkan bahan karbon untuk EDLC seperti daun mimba, tempurung kelapa, kulit pisang, putih telur, kepompong sutra, manusia rambut, tongkol jagung, biji jagung, sekam padi dll. Selain prekursor yang berasal dari biomassa, limbah non-biodegradable seperti limbah plastik juga telah digunakan sebagai prekursor karbon untuk aplikasi EDLC. Karena muatan disimpan pada antarmuka elektroda/elektrolit, luas permukaan spesifik tinggi (SSA) bahan elektroda adalah kriteria utama untuk meningkatkan kinerja elektrokimia EDLC. Umumnya, bahan karbon yang diturunkan dari biomassa untuk aplikasi superkapasitor diproses dengan proses aktivasi untuk meningkatkan SSA yang pada gilirannya dapat menghasilkan peningkatan kapasitas penyimpanan elektrokimia. Namun, laporan literatur menunjukkan bahwa kinerja elektrokimia tidak selalu meningkat secara signifikan dengan peningkatan SSA. Untuk mencapai kinerja elektrokimia yang tinggi, bersama dengan SSA yang tinggi,



4



atribut karbon aktif seperti struktur pori yang optimal, volume pori mesopori yang besar dengan ukuran pori yang optimal dan morfologi yang disesuaikan diperlukan. Untuk mendapatkan porositas yang diinginkan di atas, agen pengaktif yang berbeda seperti NaOH, KOH dan ZnCl 2 serta dengan memvariasikan kondisi pengaktif telah dilaporkan. Terlepas dari agen pengaktif dan kondisi, morfologi dan kristalinitas bahan karbon sebelum aktivasi juga mempengaruhi sifat mikrostruktur karbon aktif yang dihasilkan. Fokus dari pekerjaan ini adalah untuk Meningkatkan konduktivitas karbon aktif dengan meningkatkan kristalinitas (dengan proses aktivasi dua langkah) selain mencapai luas permukaan spesifik yang tinggi. Dalam pekerjaan ini, kulit jagung digunakan sebagai prekursor untuk mendapatkan bahan karbon aktif dalam proses dua langkah. Pada langkah pertama, sampel kulit jagung kering dikarbonisasi dalam atmosfer inert pada 1000 °C selama 1 jam. Pada langkah kedua, aktivasi karbon yang dihasilkan dilakukan dengan menggunakan KOH dalam jumlah yang bervariasi sebagai agen pengaktif. Selanjutnya, pengaruh morfologi kulit jagung terkarbonisasi pada evolusi morfologi, struktur pori, kristalinitas karbon aktif yang dihasilkan dan kinerja elektrokimia diselidiki dalam penelitian ini. Lagu dkk. melaporkan karbon hierarki turunan sekam jagung untuk aplikasi superkapasitor menggunakan elektrolit berair [27]. Namun, studi sistem tiga elektroda dan jendela tegangan operasi rendah dari elektrolit berair membatasi aplikasinya untuk penggunaan praktis. Dari sudut pandang penggunaan praktis dan kondisi tegangan operasi tinggi, kami melakukan studi elektrokimia menggunakan elektrolit organik (1 M tetraetilamonium tetrafluoroborat (TEABF4) dalam asetonitril (AN)) yang pada gilirannya meningkatkan kepadatan energi sejak E 1/2 CV2 di mana E adalah rapat energi, C adalah kapasitansi spesifik total dan V adalah tegangan operasi. Karbon aktif yang dihasilkan menunjukkan densitas energi tinggi 20 Wh kg -1 pada 1 A g densitas arus 1 yang signifikan lebih baik dibandingkan dengan superkapasitor konvensional (5 Wh kg-1). Dia menunjukkan kapasitansi spesifik 80 F g-1 pada kerapatan arus 1 A g-1, kinerja laju yang baik, dan stabilitas siklus yang baik (retensi elektrolit berair, kapasitansi spesifik 127 F g-1 pada 1 A g-1 saat ini kepadatan diamati. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengaruh karbon aktif dan non aktif terhadap kinerja elektrokimia 2. Bagaimana perbandingan kapasitansi spesifik, kerapatan energi dan kerapatan daya antara elektrolit KOH dan elektrolit organic ? 3. Bagaimana pengaruh peningkatan rasio KOH terhadap peningkatan luas spesifik ?



5



4. bagaimana kelayakan perkursor kulit jagung dijadikan sebagai karbon aktif untuk superkapasitor ?



BAB II METODOLOGI 2.1 Bahan: Kulit jagung manis (diperoleh dari pasar lokal Hyderabad, Telangana, India), pelet Kalium hidroksida (KOH, SDFCL, 85%), Tetraetil amonium tetrafluoroborat (TEABF4, Sigma-Aldrich, 99%), Asetonitril (Sigma- Aldrich, 99,8%). 2.2 Persiapan karbon berpori yang berasal dari kulit jagung Kulit jagung manis dikumpulkan dari pasar lokal dan dipotong kecil-kecil, dicuci dengan air DI untuk menghilangkan kontaminan dan dikeringkan dalam oven udara panas pada suhu 60 °C semalaman. Kulit jagung manis yang sudah dikeringkan diberi label SCH. Sintesis karbon aktif melibatkan dua langkah. Pada langkah pertama, potongan kulit jagung manis dikarbonisasi dalam tungku tubular pada 1000 °C di bawah atmosfer argon dengan laju pemanasan 5 C min1 selama 1 jam. Bubuk terkarbonisasi diberi label sebagai NSCH (Sekam jagung manis nonaktif). Pada tahap kedua, sampel karbon NSCH ditambahkan ke dalam larutan KOH dengan dua perbandingan berat yang berbeda yaitu perbandingan berat 1:1 dan perbandingan berat karbon terhadap KOH 1:4. Campuran yang dihasilkan disonikasi selama 20 menit menggunakan bath sonicator diikuti dengan pengadukan selama 2 jam pada suhu kamar. Campuran yang dihasilkan dikeringkan dalam oven udara panas pada suhu 105 C. Serbuk kering selanjutnya dipanaskan pada suhu 800 C selama 2 jam dengan laju pemanasan 5 °C min-1 di bawah atmosfer argon. Karbon aktif yang diperolehbahan dicuci dengan air deionisasi sampai pH netral dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60 C semalaman. Sampel yang dicuci dan dikeringkan yang diperoleh dengan menggunakan rasio 1:1 dan 1:4 berat NSCH terhadap KOH diberi label masingmasing sebagai ASCH-1:1 dan ASCH 1:4. 2.3 Karakterisasi bahan Studi karakterisasi morfologi dilakukan menggunakan mikroskop elektron pemindaian emisi lapangan (FESEM) (Carle Zeiss SUPRA 40™) (JEOL JSM7800F) dan mikroskop elektron transmisi (TEM) (JEOL JEM 2100). Untuk studi TEM, sampel karbon digiling hingga bubuk dan didispersikan dalam



6



etanol dengan ultrasonikasi dan diendapkan pada kisi tembaga berlapis karbon dengan pengecoran tetes. Difraksi sinar-X (XRD) pola diperoleh dengan menggunakan difraktometer sinar-X PANalytical (X'pert PRO) yang dilengkapi dengan sumber radiasi Cu – kα (panjang gelombang, 1,54). Spektrum Raman dari sampel yang dikarbonisasi dan diaktifkan adalah direkam menggunakan spektrometer mikro Raman Bruker (SENTERRA) dengan sumber laser eksitasi dengan panjang gelombang 532 nm. Isoterm adsorpsi dan desorpsi nitrogen dari sampel teraktivasi diperoleh dengan menggunakan Instrumen Quantachrome ASiQwin™ (degassing pada 300 °C selama 4 jam). Analisis termal dilakukan dengan menggunakan SDT Q600 TGA analyzer (TA instrumen). Analisis termogravimetri (TGA) sampel dilakukan hingga suhu 900 °C di udara. 2.4 Pengukuran elektrokimia Karakterisasi elektrokimia dilakukan dengan menggunakan elektrokimia AMETEK-PARASTAT MC dalam elektrolit 6 M KOH dan 1 M TEABF4/AN berair. Elektroda kerja dibuat dengan mencampurkan karbon aktif, karbon hitam dan pengikat poli (vinylidene fluoride) (PVDF) dengan perbandingan massa 80:10:10 dan dibuat menjadi bubur dengan beberapa tetes N-methyl pyrrolidinone (NMP) pelarut. Bubur kemudian dilapisi pada cakram baja tahan karat 12 mm (untuk pengukuran elektrolit berair)/aluminium foil (untuk pengukuran tidak berair) dan dikeringkan pada 100 °C selama 3 jam dan dipotong menjadi cakram bundar 12 mm menggunakan cakram presisi pemotong. Akhirnya, sel-sel datar dirakit menggunakan lembaran serat kaca (100 m) sebagai pemisah dalam glove box yang diisi argon. Voltametri siklik (CV) dilakukan pada kecepatan pemindaian yang berbeda (5, 10, 20, 50 dan 100 mV s-1 dan galvanostatic charge-discharge (GCD) pada berbagai kepadatan arus untuk menilai perilaku redoks karbonisasi dan sampel yang diaktifkan. Spektroskopi impedansi elektrokimia (EIS) juga dilakukan dalam rentang frekuensi 0,01 Hz-100 kHz dengan amplitudo 10 mV. Kapasitansi spesifik dari sistem dua elektroda dihitung dari profil GCD menggunakan persamaan berikut.



(1) Dimana CS (F g-1) adalah kapasitansi spesifik, arus I dalam ampere (A) m= massa dari bahan aktif, tegangan ΔV diterapkan dan t adalah waktu pengosongan dalam detik . Rapat energi (Et) dan rapat daya (Pt) superkapasitor simetris dihitung menggunakan persamaan berikut



7



(2) (3) Di mana Et (Wh kg-1) adalah rapat energi spesifik, Pt (W kg -1) adalah rapat daya spesifik, Ct = Cs/4 (F g -1) adalah total kapasitansi spesifik sel berdasarkan beban beban bahan aktif di kedua elektroda, ΔV adalah tegangan sel untuk pengisian dan pengosongan dan Δt adalah waktu pengosongan dalam detik.







8



BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Karakterisasi Struktural dan Morfologis Selain sifat karbon sebelum aktivasi, sifat mikrostruktur karbon aktif juga bergantung pada sifat bio-limbah prekursor. Sifat mikrostruktur bahan karbon aktif mempengaruhi kinerja elektrokimia mereka. Dalam penelitian ini, kulit jagung digunakan sebagai prekursor bio-limbah untuk mensintesis karbon aktif karena terdiri dari selulosa (43%), hemiselulosa (31%), lignin (22%) dan abu (1,9%). Struktur hierarki intrinsik menjadikan kulit jagung (SCH) sebagai prekursor karbon yang cocok untuk menghasilkan karbon berpori dengan kinerja elektrokimia yang ditingkatkan. Morfologi sampel NSCH dan ASCH-1:1 ditunjukkan pada: Gambar 1. Gambar penampang sebagai SCH kering (prekursor bio-limbah) di Gambar. S1 (A) menunjukkan struktur berlapis-lapis yang khas dari prekursor bio-limbah berbasis kayu seperti serat kulit pohon rami. Dinding sel kulit jagung ditunjukkan pada gambar penampang Gambar. S1(b) terdiri dari lapisan S3 internal hemiselulosa, lapisan S1 luar lignin dan lapisan S2 tengah selulosa kristal. Gambar perbesaran rendah dari SCH kering pada Gambar. S1(c–d) menunjukkan struktur seperti filamen dengan paku. Morfologi SCH setelah karbonisasi (NSCH) dari Gambar. S1(e–f) dan Gambar 1(a-b) mirip dengan SCH yang dikeringkan dengan struktur partikel silika putih pada permukaannya (Gambar. 1c). EDS (spektroskopi dispersi energi) dan pemetaan unsur Gambar. S2 menegaskan keberadaan partikel silika. Analisis TGA (pada Gambar. S3) dari NSCH menunjukkan sekitar 5,3 % berat silika. Partikel silika ini dihilangkan selama aktivasi dan penghilangan partikulat ini dapat menciptakan porositas tambahan (dikonfirmasi dari EDS dan pemetaan unsur yang ditunjukkan pada Gambar. S4). Gambar perbesaran rendah dari karbon aktif ASCH-1:1 ditunjukkan pada Gambar. 1d dan e. Sifat keropos dari karbon aktif diamati pada gambar perbesaran tinggi ASCH-1:1 (Gbr. 1f). Pori-pori yang lebih besar terlihat dalam morfologi sampel ASCH-1:1 mungkin dihasilkan melalui penghilangan partikel silika. Selama aktivasi, karbon bereaksi dengan KOH untuk menghasilkan karbon berpori luas permukaan yang tinggi dengan reaksi redoks berikut dan evolusi gas selanjutnya meningkatkan porositas. 6KOH 2C→2K + 3H2 + 2K2CO3



(4)



9



K2CO3 → K2O + CO2



(5)



CO2 + C→2CO



(6)



K2CO3 + 2C→2K + 3CO



(7)



C + K2O→2K + CO



(8)



Gambar 1. Gambar FESEM dari (a, b, c) NSCH dan (d, e, f) ASCH -1:1 karbon berpori



10



Gambar 2. Gambar TEM dari (a–c) NSCH, (d–f) ASCH -1:1 dan (g–i) ASCH-1:4 karbon berpori Agen pengaktif, KOH menembus antara struktur berlapis (pada dasarnya hadir sebagai SCH kering) dan memisahkan struktur berlapis selama aktivasi selain menciptakan pori-pori. Mobilitas elektron meningkat dalam kasus struktur seperti berlapis 2D yang selanjutnya meningkatkan elektrokimia. Namun, lapisan tidak sepenuhnya terpisah menjadi lembaran karena suhu karbonisasi yang lebih tinggi (1000 °C) yang dilakukan sebelum aktivasi. Di sini morfologi prekursor bio-limbah dan suhu karbonisasi menentukan morfologi karbon aktif yang dihasilkan. Gambar TEM perbesaran tinggi dari karbon aktif menunjukkan bahwa ada peningkatan kristalinitas lokal setelah aktivasi (Gambar 2.f dan i) karena etsa daerah yang lebih amorf. Aktivasi kimia prekursor bio-limbah dengan menggunakan KOH activating agent dilakukan baik dengan proses satu langkah maupun proses dua langkah. Biasanya, dalam proses satu langkah aktivasi, pembentukan volume mikropori ditemukan lebih tinggi [35] sedangkan, dalam kasus proses dua langkah, volume mesopori ditemukan lebih tinggi [36]. Dalam proses dua langkah, karbonisasi hasil bio-limbah dalam pembentukan pori-pori dan aktivasi selanjutnya menyebabkan pelebaran pori-pori yang sudah ada sebelumnya yang meningkatkan volume mesopori. Dalam studi ini, karbon berpori diaktifkan oleh proses dua langkah. Porositas dan luas permukaan spesifik (SSA) dari karbon turunan SCH diselidiki 11



menggunakan Metode Brunauer-Emmett-Teller (BET) ditunjukkan pada Gambar 3. Semua sampel dihilangkan gasnya pada suhu 300 °C selama 4 jam sebelum analisis BET. Karbon non-aktif menunjukkan isoterm Tipe-I dengan total SSA 501 m2 g-1 dengan mikroporositas.



Gambar 3. (a) isoterm adsorpsi-desorpsi N2 dan (b) distribusi ukuran pori karbon NSCH, ASCH-1:1 dan ASCH-1:4. Setelah aktivasi, terjadi peningkatan volume mesopori seiring dengan peningkatan SSA (1370 m2 g-1) dan oleh karena itu, dapat menampung banyak muatan selama proses elektrokimia. Peningkatan volume mesopori ASCH-1:1 adalah karena aktivasi serta dari penghilangan silika selama aktivasi. Ini menunjukkan diameter pori rata-rata 3,6 nm yang lebih besar dibandingkan dengan karbon non-aktif (dikonfirmasi dengan metode Barrett-Joyner-Halenda (BJH)). Karbon aktif menunjukkan kombinasi dari kedua Tipe-IV (karakteristik karbon mesopori) dan tipe-I isoterm (karakteristik karbon mikropori). Kehadiran struktur seperti lembaran dengan mikroporositas dan mesopori meningkatkan kinerja elektrokimia. Mikropori membantu dalam adsorpsi-desorpsi ion elektrolit yang menyimpan energi dengan menyediakan situs aktif sedangkan mesopori membantu ion elektrolit untuk mencapai mikropori dengan menyediakan jalur transportasi yang lebih luas. Dengan peningkatan rasio berat KOH terhadap karbon, secara mengejutkan, tidak ada perubahan pada luas permukaan spesifik, baik karbon ASCH-1:1 maupun ASCH-1:4 menunjukkan SSA sekitar 1370 m 2 g-1. Kemungkinan alasan untuk luas permukaan spesifik yang serupa adalah penggunaan suhu karbonisasi yang lebih tinggi untuk memperoleh NSCH sebelum proses aktivasi yang menghasilkan karbon berurutan dengan porositas yang lebih sedikit. Namun, interkalasi ion kalium lebih efektif dalam jaringan karbon dengan pemesanan yang lebih sedikit. Dibandingkan dengan ASCH-1:1, ada peningkatan volume mikropori dan penurunan volume mesopori dalam kasus ASCH-1:4. Tabel 1 jumlah- merangkum detail SSA dan karakteristik pori



12



NSCH, ASCH-1:1 dan ASCH-1:4. Sampel karbon non-aktif dan karbon aktif dicirikan dengan difraksi sinarX (XRD) dan spektroskopi Raman (Gambar 4). Pola XRD dari NSCH, ASCH1:1 dan ASCH-1:4 ditunjukkan padaGambar 4A. Semua pola XRD menampilkan dua puncak karakteristik pada nilai 2θ sekitar 23–24o dan 43,3o yang sesuai dengan (002) dan (100) refleksi karbon grafit (Nomor kartu JCPDS 41–1487). Refleksi lemah (002) diamati pada posisi puncak di sekitar nilai 2θ masing-masing 23,58, 24,35 dan 24,0 untuk NSCH, ASCH-1:1 dan ASCH-1:4. Pergeseran nilai 2Θ menuju sudut yang lebih besar setelah aktivasi menyebabkan penurunan d-spacing. Nilai d-spacing refleksi (002) yang diamati untuk NSCH, ASCH-1:1 dan ASCH-1:4 berturut-turut adalah 0,376 nm, 0,367 nm dan 0,370 nm. Jarak d pada NSCH, ASCH-1:1 dan ASCH-1:4 lebih besar dibandingkan dengan jarak d grafit (0,335 nm) yang menunjukkan pembentukan karbon keras. Penurunan d-spacing setelah aktivasi menghasilkan peningkatan kristalinitas. Kristalinitas keseluruhan karbon aktif meningkat karena etsa karbon amorf oleh KOH. Aktivasi serupa mekanisme dan peningkatan kristalinitas telah dilaporkan oleh peneliti lain . spektrum Raman (Gambar 4b) karbon NSCH dan ASCH menunjukkan pita D dan G pada sekitar 1336 cm-1 dan 1580 cm-1, masing-masing. Secara umum, D-band dikaitkan dengan cacat bahan karbon sedangkan G-band muncul karena peregangan atom karbon sp2. Rasio intensitas D-band dan G-band (ID/IG) sesuai dengan derajat grafitisasi dan rasio ID/IG yang lebih rendah mewakili derajat grafitisasi yang lebih tinggi. Rasio ID/IG dari NSCH, ASCH-1:1 dan ASCH-1:4 dihitung dengan rasio area yang sesuai (yaitu terintegrasi rasio intensitas) dan bukan dari intensitas puncak. Rasio ID/IG dari NSCH, ASCH-1:1 dan ASCH-1:4 ditemukan masing-masing 2,88, 2,84 dan 2,77. Penurunan rasio ID/IG setelah aktivasi, menunjukkan pengetsaan sebagian besar karbon amorf oleh KOH dan tetap menempel pada dinding grafit karena suhu aktivasi yang lebih tinggi (800 C). Tabel 1. Rincian perbandingan SSA dan karakteristik pori NSCH, ASCH-1:1 dan ASCH-1:4 karbon.



13



SBET: Luas permukaan spesifik dengan metode BET, Smikro: Luas permukaan mikropori dievaluasi dengan metode plot-t, Vt: Volume pori total, Vmic: Volume mikropori, Vmeso: Volume mesopori.



3.2 Karakterisasi Elektrokimia Karbon aktif yang dihasilkan (ASCH-1:1) menunjukkan luas permukaan spesifik yang tinggi dan volume mesopori yang besar dengan morfologi seperti berlapis 2D dan oleh karena itu diuji untuk aplikasi superkapasitor. Awalnya, karakterisasi elektrokimia karbon berpori ASCH-1:1 dilakukan dalam sistem dua elektroda simetris menggunakan elektrolit KOH 6 M. Jendela tegangan operasi 6 M KOH adalah dari 0 V ke 1 V. Gambar 5a menunjukkan voltametri siklik karbon berpori ASCH-1:1 pada laju pemindaian yang berbeda seperti 5 mV s-1,10 mV s-1, 20 mV s-1, 50 mV s-1 dan 100 mV s-1. Semua kurva berbentuk simetris dan persegi panjang yang menunjukkan perilaku EDLC dan tidak adanya perilaku pseudocapacitor. Untuk mengkonfirmasi lebih lanjut perilaku EDLC, siklus galvanostatic charge-discharge (GCD) dilakukan pada kepadatan arus yang berbeda dan ditunjukkan pada Gambar 5B. Semua kurva GCD menunjukkan bentuk segitiga dengan perilaku linier yang menegaskan bahwa penyimpanan muatan disebabkan oleh pembentukan lapisan ganda listrik dan sangat reversibel. Dari kurva GCD, kapasitansi spesifik maksimum 127 F g-1, 123 F g-1,112 F g-1, 101 F g-1 dan 88 F g-1 diperoleh pada 1 A g-1, 2 A g-1, 5 A g-1, 10 A g-1 dan 20 A g-1 rapat arus masing-masing. Kemampuan tingkat penting untuk aplikasi superkapasitor kinerja tinggi tion, kapasitansi spesifik dihitung dari kurva GCD pada kepadatan arus yang berbeda ditunjukkan pada: Gambar 5C. ASCH-1:1 menunjukkan retensi kapasitansi yang baik sebesar 69% pada laju arus tinggi (20 A g-1 kerapatan arus), indicator cating kemampuan tingkat yang sangat baik. Electrochemical impedance spectroscopy (EIS) dilakukan untuk mengetahui perilaku resistif bahan elektroda terhadap aplikasi superkapasitor. Plot Nyquist karbon berpori ASCH-1:1 yang diukur dalam rentang frekuensi 0,01HZ hingga 100 k Hz ditunjukkan pada Gambar 5D. Diameter setengah lingkaran di wilayah frekuensi tinggi mewakili resistansi transfer muatan (RCT) pada antarmuka antara elektroda dan ion elektrolit. Ini menunjukkan perilaku kapasitif yang ideal dengan menunjukkan fitur garis hampir vertikal di wilayah frekuensi rendah dengan resistansi transfer muatan (RCT) 1Ω. Resistensi transfer muatan yang rendah menghasilkan kinerja elektrokimia yang tinggi. ASCH-1:1 menunjukkan rapat energi 4,4 Wh kg-1 dan rapat daya 248 W kg-1 pada 1 A g-1 dalam larutan elektrolit KOH 6 M. Energi dan kerapatan daya elektroda berbasis karbon dalam larutan alkali dibatasi oleh jendela potensial operasinya (biasanya 1V). Tegangan operasi



14



tinggi adalah salah satu fitur penting untuk meningkatkan kepadatan energi superkapasitor karena mereka memiliki kepadatan energi sedang. Oleh karena itu, karakterisasi elektrokimia karbon berpori NSCH, ASCH-1:1 dan ASCH-1:4 dilakukan dalam elektrolit organik TEABF4/AN 1 M menggunakan sistem dua elektroda simetris. Jendela tegangan operasi elektrolit TEABF4/AN adalah dari 0 V hingga 2,7 V. Voltametri siklik (CV) dari karbon non-aktif dan karbon aktif pada laju pemindaian 50 mV s-1 ditunjukkan pada Gambar 6A. Dibandingkan dengan NSCH, CV dari ASCH-1:1 dan ASCH-1:4 menunjukkan area lingkaran terbesar yang menunjukkan kapasitansi tinggi. Kurva simetris dan berbentuk persegi panjang menunjukkan bahwa penyimpanan muatan adalah karena kapasitansi lapisan ganda (EDLC). Kedua karbon aktif menunjukkan kinerja laju yang sangat baik dengan menunjukkan bentuk seperti persegi panjang bahkan pada laju pemindaian tinggi (100 mV s-1). Kurva GCD yang dilakukan pada kerapatan arus 1 A g -1 untuk sampel yang tidak diaktifkan dan yang diaktifkan ditunjukkan pada Gambar 6B. Kurva GCD dari karbon non-aktif dan sampel aktif hampir simetris dan kurva berbentuk segitiga dengan perilaku linier, menunjukkan kapasitansi lapisan ganda listrik. Waktu pemakaian karbon aktif lebih banyak dibandingkan dengan karbon nonaktif, oleh karena itu karbon aktif menunjukkan stabilitas elektrokimia yang tinggi.49]. Pada kerapatan arus 1 A g-1, bahan elektroda NSCH, ASCH-1:1 dan ASCH 1:4 menunjukkan sifat spesifik kapasitansi 18, 80 dan 79 A g-1 masingmasing.



Gambar 4. (a) pola XRD dan (b) spektrum Raman dari karbon berpori NSCH, ASCH -1:1 dan ASCH-1:4



15



Gambar 5. Kinerja elektrokimia ASCH-1:1 dalam sistem dua elektroda dengan elektrolit KOH 6 M (a) kurva CV pada laju pemindaian yang berbeda (b) kurva GCD pada berbagai rapat arus (c) kapasitansi spesifik pada rapat arus berbeda dan (d) Spektrum EIS ASCH-1:1.



Tingginya kapasitansi spesifik karbon aktif karena morfologinya seperti berlapis (diperoleh karena efek pengelupasan KOH) dengan SSA tinggi selain dari distribusi ukuran pori yang sempit dan volume mesopori yang tinggi. Morfologi seperti berlapis ini memungkinkan difusi ion lebih cepat dan meningkatkan penyimpanan elektrokimia. Kapasitansi spesifik ASCH-1:1 lebih unggul dari beberapa karbon aktif yang disintesis dari berbagai prekursor biomassa / bio-limbah yang ditunjukkan pada Tabel 2. Gambar 7a dan b menunjukkan CV pada berbagai tingkat pemindaian dan siklus GCD yang dilakukan pada kerapatan arus yang berbeda seperti 1 A g-1, 2 A g-1, 5 A g-1, 10 A g-1 dan 20 A g-1 karbon ASCH-1:1. Karbon aktif yang dibuat dengan jumlah KOH yang lebih tinggi (ASCH-1:4) menunjukkan SSA yang serupa (1378 m 2g1 ) dengan ASCH-1:1 (1373 m2 g-1). Oleh karena itu, kapasitansi spesifik dari ASCH-1:4 tetap hampir sama, meskipun terjadi peningkatan luas mikropori dan volume mikropori. Hal ini karena beberapa dari mikropori tidak dapat diakses oleh ion elektrolit dan pori-pori yang lebih besar dari ion elektrolit terlarut umumnya berkontribusi pada pembentukan lapisan ganda listrik. NS Gambar Tambahan. S5 menunjukkan CV pada berbagai tingkat pemindaian dan siklus GCD yang dilakukan pada kepadatan arus yang berbeda seperti 1 A g-1, 2 A g-1, 5 A g-1, 10 A g-1 dan 20 A g-1 dari ASCH-1:4.



16



Kemampuan tingkat NSCH, ASCH-1:1 dan ASCH-1:4 ditunjukkan pada Gambar 8A. Karbon NSCH menunjukkan retensi kapasitansi kurang (66%) dibandingkan dengan karbon aktif. Kedua sampel yang diaktifkan (ASCH-1:1 dan ASCH-1:4) menunjukkan retensi kapasitansi yang baik sebesar 69% pada rapat arus tinggi 20 A g-1, menunjukkan kemampuan tingkat yang sangat baik. Karena suhu pra-karbonisasi yang lebih tinggi, tidak ada banyak penurunan kapasitansi spesifik (55 A g-1) pada kepadatan arus tinggi yang membuatnya berguna sebagai bahan potensial untuk aplikasi daya tinggi.



Gambar 6. Karakterisasi elektrokimia karbon berpori dilakukan pada elektrolit organik 1 M TEABF4/AN menggunakan sistem dua elektroda simetris. Perbandingan, (a) CV NSCH, ASCH-1:1 dan ASCH-1:4 pada 50 Mv/s dan (b) kurva GCD dari NSCH, ASCH-1:1 dan ASCH-1:4 pada 1 A/g kepadatan arus.



Tabel 2.Perbandingan kinerja elektrokimia karbon aktif turunan sekam jagung dengan karbon aktif turunan biomassa yang disintesis dengan metode berbeda menggunakan elektrolit organik.



17



Gambar 7. Karakterisasi elektrokimia ASCH-1:1 dilakukan pada elektrolit organik 1 M TEABF4/AN menggunakan sistem dua elektroda simetris. (a) kurva CV pada berbagai tingkat pemindaian dan (b) kurva GCD yang diukur pada kerapatan arus yang berbeda.



18



Gambar 8. Karakterisasi elektrokimia dilakukan pada elektrolit organik TEABF4/AN 1 M menggunakan sistem dua elektroda simetris (a) Kemampuan laju karbon NSCH, ASCH-1:1 dan ASCH-1:4 (b) Stabilitas siklik ASCH-1:1 berpori karbon lebih dari 5000 siklus pada 2 A/g (c) Spektroskopi Impedansi Elektrokimia (EIS) karbon NSCH, ASCH-1:1 dan ASCH-1:4. dan (d) plot Ragone karbon ASCH-1:1 dalam elektrolit organik dan elektrolit berair.



Siklus GCD karbon ASCH-1:1 dilakukan hingga 5000 siklus pada 2 A g -1 untuk menentukan stabilitas siklik yang ditunjukkan padaGambar 8B. Ini menunjukkan stabilitas siklik yang baik (90% kapasitansi retensi setelah 5000 siklus pada 2 A g-1) dibandingkan dengan biomassa lainnya prekursor yang digunakan untuk aplikasi superkapasitor. Plot Nyquist karbon berpori NSCH dan ASCH-1:1 dan ASCH-1:4 (ditunjukkan pada Gambar 8c) menunjukkan fitur garis hampir vertikal di wilayah frekuensi rendah yang menunjukkan perilaku kapasitif yang ideal. Diameter setengah lingkaran di wilayah frekuensi yang lebih tinggi dari ASCH-1:1 lebih kecil dari karbon NSCH yang menunjukkan bahwa karbon aktif kurang tahan terhadap elektrolit dibandingkan dengan karbon non-aktif dan dengan demikian memiliki tinggi kinerja elektrokimia. Karbon ASCH-1:1 menunjukkan RCT sebesar 4 yang lebih rendah dari NSCH (7,8 ). Secara umum, turunkan transfer biaya resistansi yang lebih tinggi adalah kapasitansi spesifik. Resistensi transfer muatan yang lebih rendah dari ASCH1:1 berkontribusi pada konduktivitas listrik yang baik dan oleh karena itu meningkatkan kerapatan daya pada laju arus yang tinggi selama siklus



19



pengisian-pengosongan. Konduktivitas listrik yang tinggi dari karbon aktif adalah karena suhu pra-karbonisasi yang lebih tinggi (1000 oC). Setelah aktivasi, sebagian besar karbon amorf tergores oleh KOH, menghasilkan peningkatan keseluruhan dalam kristalinitas (yang terbukti dari XRD). Gambar 8d menunjukkan plot Ragone dari karbon berpori ASCH-1:1 dalam elektrolit berair dan organik. ASCH-1:1 menunjukkan kepadatan energy 4,4 Wh kg-1 pada kerapatan daya 248 W kg-1 dalam air 6 M KOH elektrolit. Sedangkan pada elektrolit organik terjadi peningkatan densitas energi dan densitas daya karena kapasitansi spesifik tinggi yang ditunjukkan oleh ASCH1:1 dan tegangan operasi tinggi. Ini menunjukkan kepadatan energi tinggi 20 Wh kg-1 pada kepadatan daya 681 W kg-1. Dia menunjukkan kinerja yang stabil pada tingkat yang lebih tinggi dengan mempertahankan kepadatan energi maksimum 13,8 Wh kg-1 pada karbon aktif (ASCH-1:1) dibandingkan dengan karbon aktif turunan biomassa mutakhir (ditunjukkan pada tabel 2). Ini lebih unggul dibandingkan dengan beberapa karbon aktif yang dibuat dari berbagai prekursor biomassa seperti batu ceri, rambut jagung, serat kulit rami. NS keseluruhan peningkatan kinerja elektrokimia karbon berpori ASCH-1:1 disebabkan oleh luas permukaan spesifik yang tinggi (1378 m2 g-1) yang diperoleh karena aktivasi, peningkatan volume mesopori karena metode aktivasi dua langkah yang digunakan, morfologi seperti berlapis (karena peran pengelupasan KOH selama aktivasi), resistansi transfer muatan rendah dihasilkan karena suhu pra-karbonisasi yang lebih tinggi. Oleh karena itu, karbon aktif yang berasal dari bio-waste prekursor kulit jagung manis dianggap sebagai kandidat potensial untuk superkapasitor tegangan tinggi dalam sistem dua elektroda simetris.



20



BAB IV KESIMPULAN 4.1 Kesimpulan 1. peningkatan kinerja elektrokimia karbon berpori ASCH-1:1 disebabkan oleh luas permukaan spesifik yang tinggi (1378 m2 g -1) yang diperoleh karena aktivasi 2. Ketika karakterisasi elektrokimia ASCH-1:1 dilakukan dalam 6 M KOH, menunjukkan kapasitansi spesifik 127 F g-1 dengan kerapatan energi rendah (4,4 Wh Kg-1). Ini menunjukkan peningkatan kepadatan energi dan kapasitansi spesifik bila dilakukan dalam elektrolit organik. Didapatkan rapat energi tinggi 20 Wh kg-1 pada rapat daya 681 W kg-1 dengan retensi 13,8 Wh kg-1 pada rapat daya tinggi 13,4 kW kg-1 3. ASCH-1:4 menunjukkan kapasitansi spesifik yang serupa sekitar 79 F g -1 pada kerapatan arus 1 A g-1 Dari atas fitur, kami menemukan bahwa peningkatan rasio berat KOH terhadap karbon selama aktivasi, tidak selalu mengarah pada peningkatan luas permukaan spesifik, itu tergantung pada morfologi dan kristalinitas karbon sebelum aktivasi. 4. karbon aktif yang berasal dari prekursor kulit jagung manis dianggap sebagai kandidat potensial untuk superkapasitor tegangan tinggi dalam sistem namun dari hasil yang didapatkan memberikan ide untuk memilih prekursor karbon yang lebih baik dari berbagai prekursor bio-limbah dan mengoptimalkan kondisi sintesis karbon aktif untuk aplikasi superkapasitor kinerja tinggi



21



DAFTAR PUSTAKA Malothu Usha Rani a , Katchala Nanaji b , Tata Narasinga Rao b , Atul Suresh Deshpande a, 2020, “Corn Husk Derived Activated Carbon With Enhanced Electrochemical Performance For High-Voltage Supercapacitors”, Journal of Power Sources 471, India:Elsevier.



22



23