Annisa Nur Komefek [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Nama : Annisa Nur Fitriani NPM : 10100119144 Kelas : B



Pasien Down Syndrome Diduga Meninggal Tidak DIberi Makan 10 Hari



TEMPO.CO, Jakarta - Pasien down syndrome diduga meninggal tidak diberi makanan selama 10 hari akibat miskomunikasi dan kelambanan oleh staf salah satu rumah sakit di Inggris. Giuseppe "Joe" Ulleri, 61 tahun, mendadak jatuh di rumahnya di Withington, Manchester, dan dirawat di Manchester Royal Infirmary (MRI) pada 26 Februari 2016. Menurut laporan Daily Mail, 27 Maret 2019, dia mengalami retak di panggul, pergelangan tangan dan lehernya, tetapi luka-luka awalnya tidak diketahui oleh petugas medis dan hanya terlihat setelah penjaga membawanya kembali ke rumah sakit sehari kemudian. Kesulitannya menelan berlanjut selama beberapa hari, menyebabkan staf memutuskan untuk memberinya selang makanan naso-gastrik pada 9 Maret agar tidak membuatnya tersedak. Tetapi selang itu tidak membuatnya nyaman dan dilepas sehari kemudian. Dikarenakan komunikasi yang buruk antara staf medis, dan keterlambatan dalam memutuskan bagaimana cara terbaik untuk memberinya makan, menyebabkan Joe tanpa nutrisi selama 10 hari dan akhirnya meninggal pada 20 Maret. "Ketika di rumah sakit Joe dirawat oleh berbagai staf, dari perawat hingga spesialis bicara dan ahli gizi. Lalu disimpulkan bahwa Joe tidak bisa makan melalui mulut dan karena khawatir dia bisa menghirup makanan ke dalam paru-parunya. Selang naso-gastrik dipasang, tetapi terbukti bermasalah dan hanya dipasang selama 24 jam," kata koroner untuk Manchester City Angharad Davies. "Setelah itu Joe tidak mendapat nutrisi untuk waktu yang lama, dan satu-satunya asupan melalui tabung naso-gastrik," tambahnya. Kerabat mengatakan dia tidak diberi makan selama 10 hari karena miskomunikasi dan tidak adanya tindakan dari staf, yang membuatnya menderita pneumonia fatal. Saudaranya, Peter, mengatakan pada pemeriksaan, "Kami punya dua pertanyaan: mengapa ada penundaan? Dan apakah penundaan itu berkontribusi pada kematian dini Joe?" “Kami juga memiliki keprihatinan besar tentang kualitas perawatan yang ia terima di Manchester Royal Infirmary," tambahnya. "Di MRI gedung-gedung itu memiliki status kelas pertama, tetapi perawatannya kelas tiga."



Petugas koroner mengatakan kepada juri di pengadilan bahwa mereka akan diminta untuk memutuskan pada akhir pekan ini sejumlah masalah, termasuk apakah perawatannya di rumah sakit tepat, dan langkah-langkah yang sesuai diambil untuk memastikan pasien down syndrome itu mendapat asupan gizi yang cukup.



SOLUSI Menurut saya, brdasarkan kasus tersebut bahwa komunikasi yang terjalin antara dokter maupun staff kesehatan dengan pasien tidak berjalan dengan baik, seharusnya sebagai tenaga medis pelayanan kesehatan, diwajibkan memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik terutama dengan pasien nya sendiri. Interaksi yang akrab seperti cenderung membuat pasien memiliki derajat kesehatan yang lebih baik dibanding dengan pasien yang memiliki hubungan yang dingin dengan dokternya. Rasa empati ini bisa ditimbulkan oleh jalinan hubungan yang akrab antara kedua pihak. Hubungan yang akrab akan terjadi jika pasien dan dokter saling jujur dan terbuka. Pasien memiliki hak untuk menentukan jenis pengobatan yang akan dilakukan. Oleh karena itu, dokter atau tenaga medis pun harus memberikan informasi keadaan kesehatan pasien dan pilihan prosedur pengobatan yang bisa dilakukan. Jangan lupa untuk menggunakan strategi seperti strategi komunikasi efektif empatik dan santun. Tidak semua pasien mengerti kosakata medis atau kosakata lainnya. Oleh karena itulah, dalam berkomunikasi selama masa sebelum pengobatan diperlukan suatu upaya komunikasi yang menggunakan bahasa yang sederhana atau sesuai dengan tingkat wawasan pasien. Dengan demikian pasien bisa mengerti dengan lebih mudah dan cepat. Teknik komunikasi efektif yang satu ini tidak diragukan lagi efektivitasnya. Bahasa tubuh adalah salah satu hal yang bisa mempengaruhi persepsi pasien terhadap maksud dari komunikasi yang dilakukan oleh dokter. Walaupun bahasa yang digunakan baik, akan tetapi dari bahasa tubuhnya dokter tidak menunjukkan bahasa tubuh yang mendukung, maka bisa jadi maksud yang sebenarnya dari pesan tersebut justru berlawanan dengan apa yang diinginkan oleh dokter. Oleh karena itulah, dokter harus menunjukkan bahasa tubuh yang sesuai. Misalnya senyum, intonasi yang sesuai untuk menunjukkan keramahan, dan berbagai macam bahasa tubuh lain yang mendukung sesuai dengan kepentingan komunikasi dokter. Dokter harus menyampaikan keadaan pasien secara utuh tanpa menutupi atau melupakan khususnya bagian yang penting dari kondisi kesehatan pasien.