Askep Gerontik Sistem Integumen-1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN MASALAH INTEGUMEN



Disusun Oleh Kelompok 6 : 1. Fanny Desfa Hapsari



(1603031)



2. Irma Setiawati



(1603039)



3. Kristian Dwikurniawan



(1603043)



4. Mila Zaskia



(1603053)



PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA SEMARANG 2019



BAB I PENDAHULUAN



A.



Latar Belakang Kulit adalah organ yang paling luas pada tubuh, mewakili kira-kira 16% dari berat badan orang dewasa. Kulit bersifat fleksibel dan tahan terdapat perubahan-perubahan yang terjadi sepanjang kehidupan sehari-hari. Tanpa fleksibilitas ini, suatu jabatan tangan yang sederhana akan menimbulkan pengelupasan kulit akibat regangan dan tekanan. Secara structural, kulit adalah suatu organ kompleks yang terdiri dari epidermis, dermis, dan subkutis. Hal yang dikaitkan dengan penuaan adalah khususnya perubahan yang terlihat pada kulit seperti atropi, keriput, dan kulit yang kendur. Perubahan yang terlihat sangat abervariasi, tetapi pada prinsipnya terjadi karena hubungan antara penuaan intreinstik (alami) dan penuaan ekstrinsik (lingkungan). Proses penuaan normal dimulai dari stratum korneum yaitu lapisan paling luar dari epidermis, stratum korneum terutama terdiri dari timbunan korneosit. Dengan peningkatan usia, jumlah keseluruhan sel-sel dan lapisan sel secara esensial tetap tidak berubah, tetapi kohesi sel mengalami penurunan. Waktu perbaikan lapisan sel menjadi lambat, menghasilkan waktu penyembuhan yang lebih lama. Penurunan kekohesivan sel dalam hubungannya dengan penggantian sel beresiko terhadap lansia. Pelembab pada stratum korneum berkurang, tetapi status barier air tampaknya tetap terpelihara, yang berakibat pada penampilan kulit yang kasar dan kering. Kekasaran ini menyebabkan pemantulan cahaya menjadi tidak seimbang, yang menyebabkan kulit kurang bercahaya yang sering dihubungkan dengan kemudahan dan kesehatan yang baik. Perubahan degeneratif dalam jaringan elastis dimulai sekitar usia 30 tahun. Serabut elastis dan jaringan kolagen secara bertahap dihancurkan oleh enzimenzim, menghasilkan perubahan dalam penglihatan karena adanya kantung dan pengeriputan pada daerah sekitar mata. Pada saat elastisitas menurun, dermis meningkatkan kekuatan peregangannya; hasilnya adalah lebih sedikit ‘’melentur’’ ketika kulit mengalami tekanan. Organisasi kolagen menjadi tidak teratur, dan turgor kulit hilang.



Vaskularitas juga menurun, dengan lebih sedikit pembuluh darah kecil yang umumnya terdapat pada dermis yang memiliki vaskuler sangat tinggi. Dermis berisi lebih sedikit fibroblast, makrofag, dan sel batang. Secara visual kulit tampak pucat dan kurang mampu untuk melakukan termoregulasi. Lansia oleh karena hal tersebut beresiko tinggi untuk mengalami hipertermia atau hipotermia. B.



Tujuan Agar mahasiswa dapat memahami dan mengaplikasikan asuhan keperawatan tentang masalah system integument pada lansia.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Sistem Integumen Kulit merupakan bagian dari sistem integumen manusia. Kulit manusia memiliki persentase sebesar lima belas persen dari total keseluruhan berat badan orang dewasa sehingga dapat dikatakan bahwa kulit memiliki porsi besar dari tubuh (Kanitakis, 2002). Sistem Integumen dibentuk oleh kulit dan struktur derivatif. Kulit mempunyai sebanyak tiga lapisan utama yaitu Epidermis, Dermis dan Jaringan Subkutan (Kanitaksis, 2002). B. Perubahan Sistem Integumen pada Lansia Menurut Reichel (2009), penuaan pada kulit dikategorikan menjadi dua, yaitu penuaan intrinsik dan penuaan ekstrinsik. Penuaan intrinsik adalah perubahan kulit yang terjadi akibat proses penuaan secara kronologis atau normal, sedangkan penuaan ekstrinsik merupakan perubahan kulit yang disebabkan oleh faktor-faktor lain, seperti gaya hidup, diet, radikal bebas, paparan sinar UV, dan kebiasaan lainnya. Secara struktural, kulit yang tersusun atas tiga lapisan, diantaranya epidermis, dermis, dan jaringan subkutan akan mengalami perubahan akibat bertambahnya usia. Selain itu, rambut, kuku, dan kelenjar keringat sebagai aksesoris kulit juga mengalami perubahan. Secara fungsional kulit juga akan mengalami perubahan akibat degradasi sel-sel kulit. Perubahan Epidermis Stratum korneum yang merupakan lapisan terluar epidermis akan mengalami penurunan jumlah lipid seiring bertambahnya usia sehingga rentan terjadi kerusakan. Penurunan proliferasi sel-sel epidermis (keratinosit) juga menyebabkan stratum korneum lebih lama dalam mengatasi kerusakan tersebut. Pada usia 25 tahun, sel-sel melanosit yang berfungsi memberikan warna kulit dan melindungi kulit dari radiasi ultraviolet akan mulai mengalami penurunan jumlah aktif sebanyak 10% hingga 20% per dekade. Selain itu, sel-sel Langerhans yang berperan sebagai makrofag juga akan menurun seiring bertambahnya usia, sekitar 20% hingga 50%, menyebabkan penurunan respons kekebalan kulit sehingga rentan terhadap infeksi (Reichel, 2009). Menurut Miller (2012), jumlah sel-sel epidermis akan menurun lebih banyak sekitar dua hingga tiga kali lipat pada kulit yang



terpapar sinar matahari dibandingkan dengan kulit yang terlindung dari sinar matahari. Menurunnya protein dan filagrin (berperan dalam pengikatan filamenfilamen keratin ke dalam makrofibril) dapat menyebabkan kulit tampak kering dan bersisik, terutama pada bagian ekstremitas bawah. Sebagai tambahan, produksi vitamin D juga menurun pada usia tua disebabkan menurunnya jumlah 7dehydrocholesterol (perkursor biosintesis vitamin D) pada epidermis diikuti oleh tidak adekuatnya asupan vitamin D dan paparan sinar ultraviolet. Perubahan Dermis Pada usia tua terjadi perubahan kulit khususnya pada lapisan dermis, mencakup penurunan ketebalan dan penurunan vaskularisasi serta komponen sel. Dermis tersusun atas 80% kolagen yang memberikan daya elastisitas dan fleksibilitas pada kulit serta 5% elastin yang mempertahankan ketegangan kulit dan kemampuan meregang sebagai respon terhadap gerakan. Dermis mengalami penurunan ketebalan secara bertahap disertai penipisan kolagen sebanyak 1% setiap tahunnya. Sedangkan, elastin mengalami peningkatan kuantitas namun menurun secara kualitas disebabkan oleh pertambahan usia dan faktor lingkungan (Miller, 2012). Penurunan jumlah kolagen dan serat-serat elastis dapat menyebabkan kelemahan, hilangnya ketahanan, dan kerutan halus tampak pada kulit yang menua. Penurunan ketebalan juga dapat menyebabkan pembuluh darah mudah ruptur. Substansi dasar yang terkandung dalam dermis juga akan berkurang sehingga dapat menyebabkan penurunan turgor kulit. Perubahan Jaringan Subkutan Pertambahan usia menyebabkan perubahan pada jumlah dan distribusi lemak subkutan. Beberapa area jaringan subkutan mengalami atrofi, misalnya pada permukaan telapak kaki, tangan, wajah, dan ekstremitas bawah. Sebagian lainnya mengalami hipertrofi pada bagian pinggang dan pinggul. Secara keseluruhan jumlah lemak subkutan menurun secara bertahap mulai dekade ketiga hingga kedelapan (Miller, 2012). Hal ini menyebabkan orang tua kehilangan bantalan tubuh yang melindunginya dari tekanan dan kehilangan suhu berlebih. Selain itu, pertambahan usia juga memengaruhi saraf pada kulit yang berperan dalam mengenali sensasi tekanan, getaran, dan sentuhan.



C. Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Kulit pada Lansia Perubahan kulit yang terjadi pada lansia dapat disebabkan dari faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik yang menyebabkan terjadinya perubahan kulit pada lansia karena adanya proses penuaan dan perubahan biologis yang terprogram, sedangkan faktor ekstrinsik yang dapat mempengaruhi perubahan kulit pada lansia adalah lingkungan seperti terpapar matahari dan polusi, gaya hidup dan kebersihan diri (Farage et al, 2010 dalam Voegeli, 2012). Faktor instrinsik pada lansia dapat disebabkan karena adanya perubahan pada fungsi dan struktur sistem integumen. Hal ini terjadi karena adanya penurunan melanin pada lapisan epidermis, sehingga terjadi penurunan respons perlindungan kulit terhadap sinar matahari. Oleh karena itu, lansia berisiko tinggi untuk mengalami kerusakan kulit akibat terpajan sinar matahari yang berlebihan. Lesi yang khas dari pajanan matahari termasuk keratosis seboroik dan aknitik, keratoakantoma, epitelioma sel basal dan karsinoma sel skuamosa. Selain itu, penurunan kekuatan imun atau tidak adanya respons inflamasi juga dapat menyebabkan lansia mengalam peningkatan kerentanan terhadap virus dan infeksi. Sementara faktor ekstrinsik dapat bersumber dari lingkungan dan kebersihan diri. Ketika kulit menjadi kering seiring dengan penuaan, kelembaban yang rendah merupakan faktor predisposisi bagi lansia mengalami pruritus yang diakibatkan oleh kulit yang kering. Tingkat kelembaban sekitar 40% dianggap sebagai tingkat kelembapan paling rendah yang dapat ditoleransi dengan baik oleh kulit. Efek dari kelembapan udara yang rendah dapat juga ditangani dengan mempertahankan asupan cairan yang memadai. Selain itu, penuaan dini karena terpajan cahaya matahari terlalu lama dapat menyebabkan kondisi kulit yang rusak akibat sinar UV. Perubahan dini adalah hasil peradangan kronis yang dikenal dengan elastosis. Serabut elastis berangsur-angsur mengalami degradasi, menjadi lebih tebal, dan tidak teratur, serta menyebabkan kulit menjadi keriput dan kendur (Stanley, 2006)



D. Definisi Decubitus Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat. Dekubitus atau luka tekan adalah kerusakan jaringan yang terlokalisir yang disebabkan karena adanya kompresi jaringan yang lunak diatas tulang yang menonjol (bony prominence) dan adanya tekanan dari luar dalam jangka waktu yang lama. Kompresi jaringan akan menyebabkan gangguan pada suplai darah pada daerah yang tertekan. Apabila ini berlangsung lama, hal ini dapat menyebabkan insufisiensi aliran darah, anoksia atau iskemi jaringan dan akhirnya dapat mengakibatkan kematian sel Luka tekan (pressure ulcer) atau dekubitus merupakan masalah serius yang sering tejadi pada pasien yang mengalami gangguan mobilitas, seperti pasien stroke, injuri tulang belakang atau penyakit degeneratif. Istilah dekubitus sebenarnya kurang tepat dipakai untuk menggambarkan luka tekan karena asal kata dekubitus adalah decumbere yang artinya berbaring. Ini diartikan bahwa luka tekan hanya berkembang pada pasien yang dalam keadaan berbaring. Padahal sebenarnya luka tekan tidak hanya berkembang pada pasien yang berbaring, tapi juga dapat terjadi pada pasien yang menggunakan kursi roda atau prostesi. Oleh karena itu istilah dekubitus sekarang ini jarang digunakan di literatur literatur untuk menggambarkan istilah luka tekan. E. Etiologi 1. Faktor intrinsik: penuaan (regenerasi sel lemah), sejumlah penyakit yang menimbulkan seperti dm, status gizi, underweight atau kebalikannya overweight, anemia, hipoalbuminemia, penyakit-penyakit neurologik dan penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah, keadaan hidrasi/cairan tubuh 2. Faktor ekstrinsik:kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan medik yang menyebabkan penderita terfiksasi pada suatu sikap tertentu, duduk yang buruk, posisi yang tidak tepat, perubahan posisi yang kurang.



F. Patofisiologi Immobile atau terpancang pada tempat tidurnya secara pasif dan berbaring (lebih dari 2 jam),tekanan daerah sakrum akan mencapai 60-70 mmhg dan daerah tumit mencapai 30-45 mmhg (normal: tekanan daerah pada kapiler berkisar antara 16 mmhg-33 mmhg), iskemik, nekrosis jaringan kulit. Selain faktor tegangan, ada faktor lain yaitu: faktor teregangnya kulit misalnya gerakan meluncur ke bawah pada penderita dengan posisi dengan setengah berbaring Faktor terlipatnya kulit akibat gesekan badan yang sangat kurus dengan alas tempat tidur, sehingga seakan-akan kulit “tertinggal” dari area tubuh lainnya. G. Tanda dan Gejala, Stadium dan Komplikasi 1. Stadium satu a. Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut: perubahan temperatur kulit (lebih dingin atau lebih hangat) b. Perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak) c. Perubahan sensasi (gatal atau nyeri) d. Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu. 2. Stadium dua Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang yang dangkal. 3. Stadium tiga Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam



4. Stadium empat Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium iv dari luka tekan. H. Faktor resiko 1. Mobilitas dan aktivitas 2. Penurunan sensori persepsi 3. Kelembapan 4. Tenaga yang merobek (shear) 5. Pergesekan (friction) 6. Nutrisi 7. Usia 8. Tekanan arteriolar yang rendah 9. Stress emosional 10. Merokok 11. Temperatur kulit I. Klasifikasi Dan Stadium Ulkus Dekubitus Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dari suatu ulkus dekubitus dan perbedaan temperatur dari ulkus dengan kulit sekitarnya, dekubitus dapat dibagi menjadi tiga: 1. Tipe normal Mempunyai beda temperatur sampai dibawah lebih kurang 2,5oc dibandingkan kulit sekitarnya dan akan sembuh dalam perawatan sekitar 6 minggu. Ulkus ini terjadi



karena iskemia jaringan setempat akibat tekanan, tetapi aliran darah dan pembuluhpembuluh darah sebenarnya baik. 2. Tipe arterioskelerosis Mempunyai beda temperatur kurang dari 1oc antara daerah ulkus dengan kulit sekitarnya. Keadaan ini menunjukkan gangguan aliran darah akibat penyakit pada pembuluh darah (arterisklerotik) ikut perperan untuk terjadinya dekubitus disamping faktor tekanan. Dengan perawatan, ulkus ini diharapkan sembuh dalam 16 minggu. 3. Tipe terminal Terjadi pada penderita yang akan meninggal dunia dan tidak akan sembuh. J. Manifestasi klinik 1. Perubahan proliferasi dan perbaikan sel Lansia lebih rentan terhadap ulserasi pada kulit dan struktur yang lebih dalam yang diakibatkan oleh penekanan karena penurunan massa otot dan lemak pada tubuhnya, juga penuruna sensitivitas mereka terhadap tekanan dan nyeri. Braden dan bergstrom menggambarkan suatu bagan konseptual untuk menjelaskan keterkaitan antara faktor nutrisi, kelembapan, persepsi sensori, aktivitas, mobilitas, dan gesekan gesekan pengelupasan kulit dalam perkembangan dari luka akibat tekanan. Ketika cadangan nutrisi habis, hanya sedikit nutrisi yang tersedia pada saat kondisi stress. Status cairan menurun, dan massa otot rangka menurun, jaringan kehilangan itegritas strukturalnya, dan ketika trauma terjadi. Kerusakan yang timbul lambat untuk diperbaiki. Sirkulasi pembuluh darah perifer mengalami penurunan, dan pompa pusat tidak mempunyai cadangan yang cukup untuk menangani stress dan peningkatan permintaan dari perifer. Penurunan dalam peredaran darah perifer dan hilangnya lemak subkutan mengurangi perlindungan individu dari panas dan dingin. Lansia mempunyai lebih sedikit kemampuan untuk mengisolasi panas dan berkurangnya dasar kapiler untuk memfasilitasi pendinginan melalui vasodilatasi.respon hiperemi terhadap tekanan lokal minkin lambat atau tidak ada, mengkasilka iskemia jaringan yang diperpanjang dan sebagai akibatnya timbul ulserasi. Insidensi edema dependen lebih banyak



ditemukan pada lansia, menyebabkan tungkai terasa berat, sakit, dan mengalami ulserasi. Penurunan proliferasi sel dan waktu perputaran yang lebih panjang menghasilkan suatu efek yang diperpanjang pada pengiritasikulit lokal seperti deterjen cair dan agens topikal. Terapi difokuskan pada pengidentifikasikan zat yang mengganggu, menghilangkan nya dan memulai perawatan. Namun , absorpsi agens topikal untuk perawatan adalah lambat, menyebabkan respon yang sangat lambat. Pemantauan yang berkesinambungan diperlukan untuk mengakomodasi penundaan absorpsi dan respon, juga menunda waktu pembersihannya, memberikan kombinasi untuk memperpanjang efek obat topikal tersebut. Mekanisme pemberian transdermal untuk pengobatan seperti dosis dan efek sistemikyang diharapkan dari nitrogliserin harus dipantau secara ketat. 2. Penurunan kekuatan imun Perubahan kompetensi imun mencerminkan perubahan dalam imunitas sel, seperti penurunan fungsi dan jumlah sel t da b. Lansia menunjukkan suatu penurunan atau tidak adanya respon inflamasi. Fenske dan lober melaporkan bahwa lokasi uji tempel kulit harus dipantau 3 minggu setelah penempelan suatu iritan yang dicurigai.kecenderungan lansia untuk menderita kanker kulit juga merupakan akibat suatu gangguan fungsi imun. Peningkatan kerentanan terhadap virus perkutan dan infeksi jamur adalah konsekuensilain dari penurunan kompetensi imun lansia. Infeksi jamur dapat menyebar dengan cepat, sering disebabkan oleh inkontensia, dan kemungkinan sulit diobati.karena penyebaran infeksi jamur kuli yang cepat, diagnosis dan perawatannya harus cepat untuk menghindari konsekuensi sistemik. K. Proses penyembuhan luka Lansia beresiko tinggi mengalami dekubitus karena adanya perubahan nutrisi, perubahan sensasi untuk perlindungan terhadap tekanan, adanya penyakit kronis, defisit perawatan diri, dukungan dirumah tidak adekuat, inkontensia, defisit, mobilitas, dan perubahan



tingkat kesadaran . Pada tahun 1992 – edisi pertama presure ulcers in adult : prediction and prevention diterbitkan olek agency for health care policy and research. Petunjuk ini sangat bermanfaat dalam menentuka suatu program yang menyeluruh untuk mengidentifikasi individu yang beresiko tinggi dan strategi awal untuk pencegahan dan pemeliharaan integritas kulit. Dekubitus terjadi terutama diatas tonjolan tulang tetapi munkin juga terjadi pada daerah jaringan lain yang tertekan tempat terpasangnya slang , daerah di bawah restrain dan daerah jaringan lunak yang tertekan oleh suatu traksi atau bidai adalah beberapa contoh lokasi non tulang yang merupakan predisposisi terjadinya nekrosis akibat tekanan. Setiap jaringan dapat mengalami ulserasi jika terpajan tekanan dari luar yang lebih besar dibandingkan tekanan penutupan kapiler untuk jangka panjang. Derajat ulserasi bergantung pada beberapa faktor, baik faktor instrinsik maupun ekstrinsik. Pada saat tekanan terus berlanjut tanpa interupsi, jaringan tersebut menjadi kekurangan oksigen dan nutrisi yang penting bagi metabolismesel dan kemudian sel mengalami hipoksia dan membengkak. Jika diberi tekanan pada titik ini , jaringan akan dipenuhi darah karena pembuluh darah kapiler membesar dan daerah tersebut akan berwarna kemerahan yang dikenal secara klinis sebagai hiperemia regional.dalam keadaan ini area yang berada dibawah tekanan dapat dengan sepenuhnya kembali kekondisi semula pada saat faktor resiko telah dikenali dan dihilangkan dan tindakan pencegahan dimulai. Namun , jika masalah tidak diketahui pada titik ini, tekanan tidak akan dapat dihilangkan dan edema sel akan berkembang menjadi trombosis pembuluh darah kecil, penurunan suplai oksigen yang lebih lanjut, dan jaringan akan mulai mengalami ulserasi. Derajat lesi dibedakan atas : 1. Lesi derajat 1 dilihat sebagai daerah berwarna merah, daerah yang jelas tidak memucat ketika ketika dilakuka palpasi ringan, yang mengidisikan adanya kerusakan jaringan yang lebih dalam.



2. Lesi derajat 2 epidermis telah mengelupas, menampakkan dermis yang memiliki vaskularisasi sangat tinggi. Bila sensasi tetap utuh , lesi derajat 2 ini sangat menyakitkan. 3. Lesi derajat 3 pada saat lapisan lapisan jaringan mengalami nekrosis, subkutis menjadi lebih terlibat mendorong ke arah perkembangan. Ulkus ini dapay dengan cepat mengikis bagian tepi sementara lapisan jaringan subkutan mengalami nekrosis lebih cepat dibandingkan dengan dermis yang sangat vaskuler 4. Lesi derajat 4 mengakibatkan infeksi tulang lokal dan sulit, serta memakan waktu cukup lama untuk sembuh tanpa intrvensi pembedahan. L. Pengelolaan Dekubitus Pengelolaan dekubitus diawali dengan kewaspadaan untuk mencegah terjadinya dekubitus dengan mengenal penderita risiko tinggi terjadinya dekubitus, misalnya pada penderita yang immobil dan konfusio. Tindakan berikutnya adalan menjaga kebersihan penderita khususnya kulit, dengan memandikan setiap hari. Sesudah keringkan dengan baik lalu digosok dengan lotion, terutama dibagian kulit yang ada pada tonjolan-tonjolan tulang. Sebaiknya diberikan massase untuk melancarkan sirkulasi darah, semua ekskreta/sekreta harus dibersihkan dengan hati-hati agari tidak menyebabkan lecet pada kulit penderita. Tindakan selanjutnya yang berguna baik untuk pencegahan maupun setelah terjadinya dekubitus adalah: 1. Meningkatkan status kesehatan penderita; umum; memperbaiki dan menjaga keadaan umum penderita, misalnya anemia diatasi, hipoalbuminemia dikoreksi, nutirisi dan hidarasi yang cukup, vitamin (vitamin C) dan mineral (Zn) ditambahkan khusus; coba mengatasi/mengoabati penyakit-penyakit yang ada pada penderita, misalnya DM. 2. Mengurangi/memeratakan faktor tekanan yang mengganggu aliran darah; 



Alih posisi/alih baring/tidur selang seling, paling lama tiap dua jam. Keberatan pada cara ini adalah ketergantungan pada tenaga perawat yang



kadang-kadang sudah sangat kurang, dan kadang-kadang mengganggu istirahat penderita bahkan menyakitkan. 



Kasur khusus untuk lebih memambagi rata tekan yang terjadi pada tubuh penderita, misalnya; kasur dengan gelembung tekan udara yang naik turun, kasur air yang temperatur airnya dapat diatur. (keberatan alat canggih ini adalah harganya mahal, perawatannya sendir harus baik dan dapat rusak).







Mengurangi regangan kulit dan lipatan kulit yang menyebabkan sirkulasi darah setempat terganggu



Bila sudah terjadi dekubitus, tentukan stadium dan tindakan medik menyesuaikan apa yang dihadapi: 1. Dekubitus derajat I Dengan reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis; kulit yang kemerahan dibersihkan hati-hati dengan air hangat dan sabun, diberi lotion, kemudian dimassase 2-3 kali/hari. 2. Dekubitus derajat II Dimana sudah terjadi ulkus yang dangkal; Perawatan luka harus memperhatikan syarat-syarat aseptik dan antiseptik. Daerah bersangkutan digesek dengan es dan dihembus dengan udara hangat bergantian untuk meransang sirkulasi. Dapat diberikan salep topikal, mungkin juga untuk meransang tumbuhnya jaringan muda/granulasi, Penggantian balut dan salep ini jangan terlalu sering karena malahan dapat merusakkan pertumbuhan jaringan yang diharapkan. 3. Dekubitus derajat III Dengan ulkus yang sudah dalam, menggaung sampai pada bungkus otot dan sering sudah ada infeksi; Usahakan luka selalu bersih dan eksudat disusahakan dapat mengalir keluar. Balut jangan terlalu tebal dan sebaliknya transparan sehingga permeabel untuk masukknya udara/oksigen dan penguapan. Kelembaban luka dijaga



tetap basah, karena akan mempermudah regenarasi sel-sel kulit. Jika luka kotor dapat dicuci dengan larutan NaCl fisiologis. Antibiotik sistemik mungkin diperlukan. 4. Dekubitus derajat IV Dengan perluasan ulkus sampai pada dasar tulang dan sering pula diserta jaringan nekrotik; Semua langkah-langkah diatas tetap dikerjakan dan jaringan nekrotik yang adal harus dibersihkan, sebab akan menghalangi pertumbuhgan jaringan/epitelisasi. Beberapa preparat enzim coba diberikan untuk usaha ini, dengan tujuan mengurangi perdarahan, dibanding tindakan bedah yang juga merupakan alternatif lain. Setelah jaringan nekrotik dibuang danluka bersih, penyembuhan luka secara alami dapat diharapkan. Beberapa usaha mempercepat adalah antara lain dengan memberikan oksigenisasi pada daerah luka, Tindakan dengan ultrasono untuk membuka sumbatansumbatan pembuluh darah dan sampai pada transplantasi kulit setempat. Angka mortalitas dekubitus derajat IV ini dapat mencapai 40%. M. Penatalaksanaan Dekubitus 1. Perawatan luka decubitus 2. Penerangan untuk pasien dan keluarga 3. Bila ulkus kecil dapat sembuh sendiri bila faktor penyebab dihilangkan. 4. Usaha pencegahan keadaan yang lebih buruk. 5. Mengurangi tekanan dengan cara mengubah posisi selama 5 menit setiap 2 jam. 6. Menggunakan alas tidur yang empuk, kering dan kebersihan kulit  dijaga jangan sampai kotor karena urin dan feses. 7. Terapi obat : 



Obat antibacterial topical untuk mengontrol pertumbuhan bakteri







Antibiotik prupilaksis agar luka tidak terinfeksi



8. Terapi diet



Agar terjadi proses penyembuhan luka yang cepat, maka nutrisi harus adekuat yang terdiri dari kalori, protein, vitamin, mineral dan air. Penatalaksanaan klien dekubitus memerlukan pendekatan holistic yang menggunakan keahlian pelaksana yang berasala dari beberapa disiplin ilmu kesehatan (AHCPR, 1994; Olshansky, 1994) Gambaran keseluruhan dekubitus akan menjadi dasar pembuatan pohon pengangambilan keputusan yang digunakan untuk menentukan rencana tindakan (AHCPR, 1994, Maklebust dan Siegreen, 1991).



BAB III ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Identitas a. b. c. d. e. f. g.



Identitas Pasien Nama Usia Jenis kelamin Status Pernikahan Agama Alamat Pekerjaan



h. i. j. k. l.



Identitas penanggung jawab Nama : Ny. R Usia : 50 tahun Alamat : ds. ngemplak Pekerjaan : jualan sayur Hubungan dengan pasien : anak



: Ny. S : 69 tahun : perempuan : janda : islam : ds. ngemplak : pengangguran



2. Keluhan Utama Pasien mengatakan gatal pada daerah bokong 3. Riwayat Kesehatan A. Riwayat Kesehatan Sekarang Klien mengatakan merasa gatal-gatal sudah 2 hari yang lalu, klien sudah mengatakan keluhan kepada anggota keluarga, tetapi dari pihak keluarga hanya karena mengira hanya gatal biasa jadi keluarga memberi tepung kanji pada area yang gatal. B. Riwayat Kesehatan Dahulu Sebelumnya klien tidak pernah mengalami hal semacam ini. C. Riwayat Kesehatan Keluarga



Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit yang menular 4. POLA PENGKAJIAN FUNGSIONAL A. Pola Persepsi-Managemen Kesehatan Keluarga pasien mengatakan jika anggota keluarga ada yang sakit langsung dibawa ke pusat layanan kesehatan B. Pola Nurtisi –Metabolik Pola makan klien sedikit tapi sering, sehari bisa 3-5 kali. Minum hanya sedikit 3 gelas/hari. C. Pola Eliminasi Semenjak sakit klien menggunakan pempers dan tidak susah BAB/BAK D. Pola Latihan-Aktivitas Semenjak sakit, klien hanya terbaring diatas tempat tidur. Penilaian Aktifitas INDEKS KATZ Macam ADL



NO



0



1



SKORE 2



1



Makan







2



Kontinen ( BAB/BAK )







3



Berpindah



4 5



Mandi Ke kamar kecil







6 Berpakaian Keterangan : 1 : Mandiri 2 : Dengan alat bantu 3 : Dibantu orang lain 4 : Dibantu orang lain dan alat 5 : Semua dengan bantuan







3



4











E. Pola Kognitif Perseptual Fungsi penglihatan klien berkurang, pendengaran klien sudah mulai terganggu, fungsi perasa, pembau masih kuat. Daya ingat klien jangka pendek kadangkadang ingat kadang-kadang lupa, dan untuk jangka panjangnya masih banyak yang diingat. Pengkajian Fungsi Kongnitif



NO ITEM PERTANYAAN BENAR SALAH 1 Jam berapa sekarang ?  Jawaban : 13.00 2 Tahun berapa sekarang ?  Jawaban : 2019 3 Kapan bapak/ibu lahri ?  Jawaban : lupa 4 Berapa umur bapak/ibu sekarang ?  Jawaban : 39 5 Di mana alamat bapak/ibu sekarang ?  Jawaban : ds. ngemplak 6 Berapa jumalah anggota keluarga yang tinggal bersama  bapak/ibu sekarang ? Jawaban : 5 7 Berapa jumalah anggota keluarga yang tinggal bersama  bapak/ibu sekarang? Jawaban : 5 8 Tahun berapa hari kemerdekaan indonesia ?  Jawaban :1945 9 Siapa nama Presiden RI sekarang?  Jawaban : jokowi 10 Coba hitung terbalik dari angka 20 ke 1?  Jawaban : 20, 19, 16, 15, 11, 12……1 JUMLAH BENAR Keterangan : Salah 0-3 : Fungsi intelektual utuh Salah 4-5 : Fungsi intelektual kerusakan ringan Salah 6-8 : Fungsi intelektual kerusakan sedang Salah 9-10 : Fungsi intelektual kerusakan berat F. Pola Istirahat-Tidur Klien tidak meminum obat-obatan, untuk pola tidur klien selalu tidur dengan keadaan tidak nyaman (sering mimpi buruk), terkadang klien juga sering terbangun tiap malam G. Pola Konsep Diri-persepsi Diri Kadang klien mengatakan bahwa sudah bosan hidup dan ingin mati saja H. Pola Peran dan Hubungan Klien sering marah-marah jika pendapat menurutnya dianggap tidak penting,, klien terkadang sering meracau tidak jelas.



I. Pola Reproduksi/Seksual Klien mengatakan bahwa dirinya sudah menopous J. Pola Pertahanan Diri (Coping-Toleransi Stres ) Menggambarkan kemampuan untuk menanngani stress dan penggunaan system pendukung. Penggunaan obat untuk menangani stress,interaksi dengan orang terdekat, menangis, kontak mata,metode koping yang biasa digunakan,efek penyakit terhadap tingkat stress 1. Apakah anda sebenarnya puas dengan kehidupan anda ? Ya TIDAK 2. Apakah anda telah meninggalkan banyak kegiatan dan minat atau kesenangan anda? YATidak 3. Apakah anda merasa kehidupan anda kosong? YA Tidak 4. Apakah anda sering merasa bosan? YA Tidak 5. Apakah anda mempunyai semangat yang baik setiap saat? Ya TIDAK 6. Apakah anda takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada anda? YA Tidak 7. Apakah anda merasa bahagia untuk sebagian besar hidup anda? Ya TIDAK 8. Apakah anda sering merasa tidak berdaya YA Tidak 9. Apakah anda lebih senang tinggal dirumah daripada keluar dan mengerjakan sesuatu yang baru? YA Tidak 10. Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah dengan daya ingat anda dibanding kebanyakan orang? YA Tidak  11. Apakah anda pikir bahwa hidup anda sekarang ini menyenangkan? Ya TIDAK 12. Apakah anda merasa tidak berharga seperti perasaan anda saat ini? YA Tidak 13. Apakah anda merasa anda penuh semangat? Ya TIDAK 14. Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada harapan YA Tidak 15. Apakah anda pikir bahwa orang lain lebih baik keadaannya daripada anda? YA Tidak  Keterangan : Skor: Hitung jumlah jawaban yang bercetak tebal dan huruf besar Setiap jawaban bercetak tebal dan berhuruf besar mempunyai nilai 1 Skor 5 – 9 : Depresi Ringan sampai sedang Skor 10 – 15 : Depresi Berat Skor 0 – 5 : Normal K.



Pola Keyakinan Dan Nilai



Klien selalu melakukan sholat tepat waktu, klien juga selalu ikut acara ngaji bersama lansia-lansia lain. 5. PEMERIKSAAN FISIK A. Tanda – Tanda Vital NO TANGGAL 1



20 september 2019



2



21 september 2019



3



22 september 2019



TANDA – TANDA VITAL TD NADI RR SUHU 150/80 92 37 36,5º C mmHg x/mnt x/mnt 130/80 90 35 37,5º C mmHg x/mnt x/mnt 150/90 85 36 37º C mmHg x/mnt x/mnt



B. Pemeriksaan Head To Toe 1. Kepala : rambut berwarna putih semua, kulit kepala bersih 2. Mata :penglihatan terganggu, sclera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis 3. Hidung : hidung tampak bersih, simetris, septum berada di tengah 4. Mulut dan tenggorokan : gigi ompong, klien selalu nginang 5. Telinga : tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan 6. Leher : tidak ada benjolan, tidak ada kelenjar tiroid 7. Dada  Thorak : Inspiksi : dada kiri dan kanan tampak simetris, tidak ada luka/lesi. Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan. Perkusi : terdengar bunyi sonor disemua lapang paru. Auskultasi : terdengar bunyi wheezing.  Jantung : Inspiksi : ictus cordis tidak terlihattidak terlihat sianosis. Palpasi : tidak ada pembesaran jantug. Perkusi : terdengar bunyi pekak. Auskultasi : tidak terdengar bunyi jantung tambahan. 8. Abdomen : Inspiksi : tampak simetris, tidak ada lesi, kulit nampak keriput. Auskultasi : refluk 10x/mnt. Palpasi : tidak ada pembesaran,hati, tidak ada nyeri tekan. Perkusi : terdengar bunyi timpani. 9. Genetalia : semenjak klien sakit yang membersihkan area genetalia klien yaitu keluarga. 10. Integmumen : kulit nampak keriput dan kendur, terlihat adanya kemerahan atau ulkus di bagian pantat (bokong). 11. Ekstermitas : ekstermitas atas tidak terdapat masalah, tetapi pada ekstermitas bawah tidak bisa digerakkan setelah jatuh.



6. PEMERIKSAAN PENUNJANG



a. Darah lengkap Peningkatan tertentu awal menunjukkan hemo konsentrasi, sehubungan dengan perpindahan atau kehilangan cairan dan untuk mengetahui adanya defisiensi nutrisi pada klien. Jika terjadi leukositosis karena adanya kehilangan sel pada sisi luka dan respon inflamasi terhadap edema. Glukosa serum yang terjadi peningkatan karena respon stres. b. Biopsi luka Untuk mengetahui jumlah bakteri. c. Kultur swab Untuk mengidentifikasi tipe bakteri pada permukaan ulkus. d. Pembuatan foto klinis Dibuat untuk memperlihatkan sifat serta luasnya kelainan kulit atau ulkus dan dipergunakan untuk perbaikan setelah dilakukan terapi. 7. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL 1. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan, perawatan luka. 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, ketidak mampuan memasukkan makanan melalui mulut. 3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mekanis dari jaringan sekunder akibat tekanan dan gesekan. 4. Kerusakan mobilitas fisik bergubungan dengan nyeri atau tak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan. 5. Koping individu inefektif  berhubungan dengan luka kronis, relaksasi tidak adekuat, metode koping tidak efektif.



6. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan hilangnya lapisan kulit, kecacatan, nyeri. 7. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajannya informasi, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi. 8. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit, pemajangan ulkus decubitus terhadap feses/drainase urine dan personal hygiene yang kurang. 8. Intervensi



No. DX DX. 1



TUJUAN DAN KH Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan nyeri pasien berkurang dengan KH : 1.



Klien melaporkan nyeri berkurang atau terkontrol



2.



Menunjukkan ekspresi wajah atau postur tubuh rileks



INTERVENSI 1.



Tutup luka sesegera mungkin.



2.



Tinggikan ekstremitas yang terdapat luka secara periodik.



3.



Beri tempat tidur yang dapat diubah ketinggiannya.



4.



Ubah posisi dengan sering dan ROM secara pasif maupun aktif sesuai indikasi.



5.



Perhatikan lokasi nyeri dan intensitas (skala 0-10).



6.



Berikan tindakan kenyamanan seperti pijatan pada area yang tidak sakit, perubahan posisi dengan sering.



7.



Dorong penggunaan tehnik manajemen stress. Seperti



No. DX



TUJUAN DAN KH



INTERVENSI relaksasi progresif,napas dalam. 8.



Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan.



9.



Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai indikasi.



1. Auskultasi bising usus. 2. Anjurkan makan sedikit tapi sering. Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi dengan KH : 1. Nutrisi adekuat (sesuai dengan kebutuhan) 2. Tidak mual dan muntah DX. 2 DX. 3



3. Berat badan stabil Setelah diberikan asuhan keperawatan



3. Dorong pasien untuk memandang diet sebagai pengobatan dan untuk membuat pilihan makanan / minuman tinggi kalori/protein. 4. Lakukan oral hygiene sebelum makan. 5. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi. 1. Observasi ukuran, warna,



selama 3 x 24 jam, diharapkan



kedalaman luka, jaringan



integritas kulit pasien teratasi dengan



nekrotik dan kondisi sekitar



KH :



luka.



1. Menunjukkan regenerasi jaringan.



2. Pantau/ evaluasi tanda- tanda vital dan perhatikan adanya demam.



No. DX



TUJUAN DAN KH



INTERVENSI 3. Identifikasi derajat perkembangan luka tekan (ulkus). 4. Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik dan antiseptik.



2. Menunjukkan penyembuhan decubitus



5. Bersihkan jaringan nekrotik. 6. Kolaborasi: 1. Anjurkan keluarga membantu klien mobilisasi. 2. Atur posisi klien tiap 2 jam. 3. Bantu klien untuk latihan rentang gerak secara konsisten yang diawalai dengan pasif kemudian aktif.



Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan



semua aktivitas sesuai



kerusakan mobilitas fisik pasien teratasi



kemampuannya.



dengan KH : 1. Klien mampu beraktivitas, miring kanan miring kiri dengan dibantu oleh keluarga 2. Keadaan luka membaik DX. 4 DX. 5



4. Dorong partisipasi klien dalam



5. Buat jadwal latihan secara teratur. 6. Tingkatkan latihan ADL melalui fisioterapi, hidroterapi, dan perawatan. 7. Kolaborasi dengan fisioterapi



Setelah diberikan asuhan keperawatan



1. Kaji keefektifan strategi koping



No. DX



TUJUAN DAN KH



INTERVENSI dengan mengobservasi perilaku. Misalnya kemampuan menyatakan perasaan dan



selama 1 x 24 jam, diharapkan koping klien efektif dengan KH : 1. Menyatakan kesadaran



perhatian. 2. Bantu pasien untuk mengidentifikasi stresor spesifik



kemampuan koping / kekuatan



dan kemungkinan strategi untuk



pribadi



mengatasinya.



2. Mendemonstrasikan metode koping efektif.



3. Beri reinforcement positif dan support mental pada klien.



Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam, diharapkan gangguan citra tubuh pasien teratasi dengan KH : 1. Menyatakan penerimaan situasi diri. 2. Memasukan perubahan dalam DX. 6 DX. 7



1. Kaji perubahan pada pasien. 2. Berikan harapan dalam parameter situasi individu,



konsep diri tanpa harga diri



jangan memberikan keyakinan



negatif.



yang salah.



Setelah diberikan asuhan keperawatan



1. Kaji tingkat pemahaman klien



selama 1 x 30 menit, diharapkan pasien



dan keluarga terhadap proses



dan keluarga mengetahui tentang



penyakit.



penyakitnya dengan KH : 1. Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan.



2. Beri HE tentang penyakit, pencegahan, dan pengobatannya. 3. Tekankan pentingnya melanjutkan pemasukan diet



No. DX



TUJUAN DAN KH



INTERVENSI tinggi kalori dan protein. 4. Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi



2. Berpartisipasi dalam program pengobatan



medik seperti inflamasi, demam, perubahan karakteristik nyeri. 2. Observasi tanda vital. Perhatikan demam, mengigil, berkeringat,



Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan resiko infeksi klien teratasi dengan KH : 1. Mencapai penyembuhan luka tepat pada waktunya dan bebas dari jaringan eksudat, demam DX. 8



atau mengigil.



peningkatan nyeri. 3. Catat warna kulit, suhu, kelembaban. 4. Ganti laken yang sudah kotor dengan yang bersih. 5. Jaga kebersihan diri pasien.



D.    Implementasi (sesuai dengan intervensi) E.     Evaluasi DX.1 : 1. Klien melaporkan nyeri berkurang atau terkontrol 2. Menunjukkan ekspresi wajah atau postur tubuh rileks DX.2 : 1. Nutrisi adekuat (sesuai dengan kebutuhan)



2. Tidak mual dan muntah 3. Berat badan stabil DX.3 : 1. Menunjukkan regenerasi jaringan. 2. Menunjukkan penyembuhan decubitus DX.4 : 1. Klien mampu beraktivitas, miring kanan miring kiri dengan dibantu oleh keluarga 2. Keadaan luka membaik DX.5 : 1. Menyatakan kesadaran kemampuan koping / kekuatan pribadi 2. Mendemonstrasikan metode koping efektif. DX.6 : 1. Menyatakan penerimaan situasi diri. 2. Memasukan perubahan dalam konsep diri tanpa harga diri negatif. DX.7 : 1. Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan. 2. Berpartisipasi dalam program pengobatan DX.8 : 1. Mencapai penyembuhan luka tepat pada waktunya dan bebas dari jaringan eksudat, demam atau mengigil.



BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Proses penuaan epidermis mengalami perubahan ketebalan sangat sedikit seiring penuaan sesorang. Namun, terdapat perlambatan dalam proses perbaikan sel, jumlah sel basal yang lebih sedikit, dan penurunan jumlah dan kedalaman rete ridge. Rete ritge dibentuk oleh penonjolan epidermal dari lapisan basal yang mengarah kebawah



kedalam dermis. Pendataran dari rete ridge tersebut mengurangi area kontak antara epidermis dan dermis, menyebabkan mudah terjadi pemisahan antara lapisan-lapisan kulit ini. Akibatnya adalah proses penyembuhan kulit yang rusak ini lambat dan merupakan predisposisi infeksi bagi individu tersebut. Kulit dapat mengelupas akibat penggunaan plester atau zat lain yang dapat menimbulkan gesekan. Oleh karena itu, penting untuk menggunakan suatu perekat yang tidak lebih kuat dari taut epidermaldermal itu sendiri untuk mencegah atau meminimalkan cedera akibat penggunaan plester. Pada saat individu mengalami penuaan, volume dermal mengalami penurunan, dermis menjadi tipis, dan jumlah sel biasanya menurun. Konsekuensi fisiologis dari perubahan ini termasuk penundaan atau penekanan timbulnya penyakit pada kulit, penutupan dan penyembuhan luka lambat, penurunan termoregulasi, penurunan respon inflamasi, dan penurunan absorbsi kulit terhadap zat-zat topical. Perubahan degeneratif dalam jaringan elastis dimulai sekitar usia 30 tahun. Serabut elastis dan jaringan kolagen secara bertahap dihancurkan oleh enzim-enzim, menghasilkan perubahan dalam penglihatan karena adanya kantung dan pengeriputan pada daerah sekitar mata. Pada saat elastisitas menurun, dermis meningkatkan kekuatan peregangannya; hasilnya adalah lebih sedikit ‘’melentur’’ ketika kulit mengalami tekanan. Organisasi kolagen menjadi tidak teratur, dan turgor kulit hilang.



DAFTAR PUSTAKA



Steanley, Mickey. Patresia, G.B. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta:Egc Capernito, Linda Juall. 1999. Rencana Diagnosa Dan Dokumentasi Keperawatan: Diagnosa Keperawatan Dan Masalah Kolaboratif Ed.2. Jakarta : Egc.



Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana



Keperawatan



: Pedoman Perencanaan



Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : Egc. Nurachman, Elly. 2001. Nutrisi Dalam Keperawatan. Jakarta : Sagung Seto



Dan