Askep - Gerontik - Wisney FIX [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI PADA TN. A.C DI RUANG KENANGA UPT KESEJAHTERAAN SOSIAL SEKSI KESEJAHTERAAN SOSIAL KUPANG



OLEH : NAMA



: Heldai Iwisni Stima Sabuna



NIM



: 48802819



PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA KUPANG 2020



BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organisation (WHO) 2014 mendefinisikan , lansia adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan. Lanjut usia akan mengalami penurunan fungsi tubuh akibat perubahan fisik, psikososial, kultural, spiritual. Perubahan fisik akan mempengaruhi berbagai sistem tubuh salah satunya adalah sistem kardiovaskuler. Masalah kesehatan akibat dari proses penuaan dan sering terjadi pada sistem kardiovaskuler yang merupakan proses degeneratif, diantaranya yaitu penyakit hipertensi. Penyakit hipertensi pada lansia merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan hipertensi sistolik diatas 140 mmHg dan diastoliknya menetap atau kurang dari 90 mmHg yang memberi gejala yang berlanjut, seperti stroke, penyakit jantung koroner (Kellicker, 2016). Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istrahat / tenang ( Kemenkes RI, 2015 ).Hiperetensi merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan kematian pada lansia. ( Riskesdas 2013 ). Hipertensi dapat juga menyebabkan gagal ginjal, kebutaan, pecahnya pembuluh darah dan gangguan kognitif (WHO, 2013). Berdasarkan data WHO 2014 prevalensi hipertensi pada kelompok usia 65-74 tahun sebagai berikut: prevalensi keseluruhan 49,6%, untuk hipertensi derajat 1 (140159/90-90 mmHg), 18,2% untuk hipertensi derajat 2 (160-179/100-109 mmHg) dan 6,5% untuk hipertensi derajat 3 (180/110 mmHg). Berdasarkan prevalensi hipertensi lansia di Indonesia sebesar 45,9% untuk umur 55-64 tahun, 57,6% umur 65-74 tahun dan 63,8% umur >75 tahun.Prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan pengukuran tekanan darah pada umur ≥18 tahun adalah sebesar 25,8%. Prevalensi tertinggi di Bangka Belitung (30,9%), diikuti 1 Buku Panduan Praktik Profesi Keperawatan Gerontik



Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%). (Balitbang Kemenkes RI, 2013). Menurut hasil survei yang didapat oleh Depkes (2013), jumlah prevalensi lansia yang menderita hipertensi di Indonesia tahun 2013 pada kelompok usia 45-64 tahun mencapai4,02% dan pada kelompok usia >65 tahun mencapai angka 5,17%. Sedangkan pada tahun 2018 mengalami peningkatan sebesar 31,7%. Berdasarkan



hasil



Riset



Kesehatan



Dasar



(RISKESDAS)



tahun



2018



menunjukkan angka prevalensi Hipertensi hasil pengukuran mencapai 34,1% meningkat tajam dari 25,8% pada tahun 2013, dengan angka prevalensi tertinggi di Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 44,1% dan terendah di provinsi Papua sebesar 22,2%. Prevelansi hipertensi lansia di Indonesia 2013 dengan jumlah 25,8% sedangkan pada tahun 2018 mengalami peningkatan sebesar 34,1% ( Riskesdas 2018 ). Berdasarkan data dari dinas kesehatan propinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2015, pasien hipertensi menduduki urutan ke-5 penyakit terbanyak di NTT dengan jumlah pasien 39.344 orang (Profil NTT, 2015). Prevelansi hipertensi lansia di Nusa Tenggara Timur pada tahun 2015 mencakupi 39,344 kasus dengan total 13,7%. ( Profil NTT, 2015 ) dan mengalami peningkatan di tahun 2018 dengan total 27,2% ( Riskesdas 2018 )Data hipertensi yang di dapatkan di desa Oelatsala dari 1020 orang, 117 orang yang menderita hipertensi dengan presentasi (16%) dan 628 orang tidak menderita hipertensi dengan presentase (84%). Berbagai upaya telah dilakukan akan tetapi jumlah hipertensi pada lansia terus meningkat, maka di adakan perkesmas dan posyandu lansia dengan tujuan untuk mengontrol kasus hipertensi pada lansia. B. Tujuan Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang konsep penyakit hipertensi yang terjadi pada lansia beserta asuhan keperawatannya.



2 Buku Panduan Praktik Profesi Keperawatan Gerontik



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Lansia 1. Definisi Lansia Lansia adalah seorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas baik pria maupun wanita, yamg masih aktif beraktifitas yang bekerja maupun mereka yang tidak berdaya untuk mencari nafka sendiri hingga bergantung pada orang lain untuk menghidupi drinya sendiri (nugroho, 2006). Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho, 2006). Keperawatan Gerontik adalah Suatu bentuk pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu dan kiat/teknik keperawatan yang berbentuk bio-psikososio-spritual dan kultural yang holistik, ditujukan pada klien lanjut usia, baik sehat maupun sakit pada tingkat individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. 2. Batasan Lansia WHO yang lama dan yang baru a. Yang lama 1) Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun, 2) Usia tua (old) :75-90 tahun, dan 3) Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun. 3 Buku Panduan Praktik Profesi Keperawatan Gerontik



b. Yang baru: 1) Setengah baya : 66- 79 tahun, 2) Orang tua : 80- 99 tahun, 3) Orang tua berusia panjang Depkes RI (2005) batasan lansia dibagi menjadi tiga katagori, a. Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun, b. Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas, c. Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke atas dengan masalah kesehatan. 3. Teori Proses manua pada lansia Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dati suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu, anak, deawasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun secara psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kuran jelas, penghilatahan semakin memburuk, gerakan lambat, dan igur tubuh yang tidak proposional. 4. Ciri-ciri Lansia a. Lansia merupakan periode kemunduran. Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka akan mempercepat proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi. b. Lansia memiliki status kelompok minoritas. Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya lansia 4 Buku Panduan Praktik Profesi Keperawatan Gerontik



yang lebih senang mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi negatif, tetapi ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap sosial masyarakat menjadi positif. c. Menua membutuhkan perubahan peran. Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan sosial di masyarakat sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan lansia sebagai ketua RW karena usianya. d. Penyesuaian yang buruk pada lansia. Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula. Contoh : lansia yang tinggal bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga diri yang rendah. B. Konsep Lansia Sebagai Populasi Berisiko 1. Masalah fisik Masalah yang hadapi oleh lansia adalah fisik yang mulai melemah, sering terjadi radang persendian ketika melakukan aktivitas yang cukup berat, indra pengelihatan yang mulai kabur, indra pendengaran yang mulai berkurang serta daya tahan tubuh yang menurun, sehingga sering sakit. 2. Masalah kognitif ( intelektual ) Masalah yang hadapi lansia terkait dengan perkembangan kognitif, adalah melemahnya daya ingat terhadap sesuatu hal (pikun), dan sulit untuk bersosialisasi dengan masyarakat di sekitar. 3. Masalah emosional



5 Buku Panduan Praktik Profesi Keperawatan Gerontik



Masalah yang hadapi terkait dengan perkembangan emosional, adalah rasa ingin berkumpul dengan keluarga sangat kuat, sehingga tingkat perhatian lansia kepada keluarga menjadi sangat besar. Selain itu, lansia sering marah apabila ada sesuatu yang kurang sesuai dengan kehendak pribadi dan sering stres akibat masalah ekonomi yang kurang terpenuhi. 4. Masalah spiritual Masalah yang dihadapi terkait dengan perkembangan spiritual, adalah kesulitan untuk menghafal kitab suci karena daya ingat yang mulai menurun, merasa kurang tenang ketika mengetahui anggota keluarganya belum mengerjakan ibadah, dan merasa gelisah ketika menemui permasalahan hidup yang cukup serius.



C. Konsep Hipertensi 1. Definisi Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istrahat / tenang ( Kemenkes RI, 2015 ). Hiperetensi adalah salah satu penyakit yang menyebabkan kematian pada lansia. Jadi seseorang disebut mengidap hipertensi jika tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 95 mmHg, dan tekanan darah perbatasan bila tekanan darah sistolik antara 140 mmHg-160 mmHg dan tekanan darah diastolik antara 90 mmHg-95 mmHg (Poerwati, 2010). Sedangkan menurut lembaga-lembaga kesehatan nasional (The National Institutes of Health) mendefinisikan hipertensi sebagai tekanan sistolik yang sama atau di atas 140 dan tekanan diastolik yang sama atau di atas 90.



6 Buku Panduan Praktik Profesi Keperawatan Gerontik



2. Klasifikasi Klasifikasihipertensimenurut WHO, yaitu: a) Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama dengan 140 mmHg dan diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg b) Tekanan darah perbatasan (broder line) yaitu bila sistolik 141-149 mmHg dan diastolik 91-94 mmHg c) Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan diastolik lebih besar atau sama dengan 95mmHg. Klasifikasi menurut The Joint National Committee on the Detection and Treatment of Hipertension, yaitu: 1.



2.



Diastolik a.



< 85 mmHg



: Tekanan darah normal



b.



85 – 99 mmHg



: Tekanan darah normal tinggi



c.



90 -104 mmHg



: Hipertensi ringan



d.



105 – 114 mmHg



: Hipertensi sedang



e.



>115 mmHg



: Hipertensi berat



Sistolik (dengan tekanan diastolik 90 mmHg) a.



< 140 mmHg



: Tekanan darah normal



b.



140 – 159 mmHg



: Hipertensi sistolik perbatasan terisolasi



c.



> 160 mmHg



: Hipertensi sistolik teriisolasi



Krisis hipertensi adalah Suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang mendadak (sistole ≥180 mmHg dan/atau diastole ≥120 mmHg), pada penderita hipertensi, yg membutuhkan penanggulangan segera yang ditandai oleh tekanan 7 Buku Panduan Praktik Profesi Keperawatan Gerontik



darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target (otak, mata (retina), ginjal, jantung, dan pembuluh darah).



Tingginya tekanan darah bervariasi, yang terpenting adalah cepat naiknya tekanan darah, diantaranya yaitu: 1.



Hipertensi Emergensi Situasi dimana diperlukan penurunan tekanan darah yang segera dengan obat antihipertensi parenteral karena adanya kerusakan organ target akut atau progresif target akut atau progresif. Kenaikan TD mendadak yg disertai kerusakan organ target yang progresif dan di perlukan tindakan penurunan TD yg segera dalam kurun waktu menit/jam.



2.



Hipertensi Urgensi Situasi dimana terdapat peningkatan tekanan darah yang bermakna tanpa adanya gejala yang berat atau kerusakan organ target progresif bermakna tanpa adanya gejala yang berat atau kerusakan organ target progresif dan tekanan darah perlu diturunkan dalam beberapa jam. Penurunan TD harus dilaksanakan dalam kurun waktu 24-48 jam (penurunan tekanan darah dapat dilaksanakan lebih lambat (dalam hitungan jam sampai hari).



3. Etiologi Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik (idiopatik). Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau 8 Buku Panduan Praktik Profesi Keperawatan Gerontik



peningkatan tekanan perifer.  Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi: 1.



Genetik: Respon neurologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau transport Na.



2.



Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan darah meningkat.



3.



Stress Lingkungan.



4.



Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua serta pelebaran pembuluh darah.



Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu: 1.



Hipertensi Primer Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system rennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas. Ciri lainnya yaitu: umur (jika umur bertambah maka TD meningkat), jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari perempuan), ras (ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih), kebiasaan hidup (konsumsi garam yang tinggi melebihi dari 30 gr, kegemukan atau makan berlebihan, stres, merokok, minum alcohol, dan minum obat-obatan (ephedrine, prednison, epineprin).



2.



Hipertensi Sekunder Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vaskuler renal, diabetes melitus, stroke.



9 Buku Panduan Praktik Profesi Keperawatan Gerontik



Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-perubahan pada: 1.



Elastisitas dinding aorta menurun.



2.



Katub jantung menebal dan menjadi kaku.



3.



Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur



20



tahun



kemampuan



jantung



memompa



darah



menurun



menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya. 4.



Kehilangan elastisitas pembuluh darah.Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.



4. Patofisiologi Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.



10 Buku Panduan Praktik Profesi Keperawatan Gerontik



Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.



Vasokonstriksi



yang



mengakibatkan



penurunan



aliran



ke



ginjal,



menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, 2012).



11 Buku Panduan Praktik Profesi Keperawatan Gerontik



Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff sphygmomanometer (Darmojo, 2014). Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan ke sel jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan darah. Dan apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan



dengan



Angiotensinogen.



Dengan



adanya



perubahan



pada



angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan darah. Dengan peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan pada organ-organ seperti jantung. (Suyono, Slamet. 2013) 5. Pathway Obesitas



Merokok



Stress



Penimbunan kolesterol



Nikotin dan karbon monoksida masuk aliran darah



Pelepasan adrenalin dan kortisol



Penyempitan pembuluh darah



Merusak lapisan endotel pembuluh darah



Vasokonstriksi pembuluh darah



Konsumsi garam berlebih Retensi cairan



Peningkatan volume darah dan sirkulasi



Kurang olah raga



Alkohol Peningkatan kadar kortisol Meningkatnya sel darah merah Meningkatnya viskositas



Aterosklerosis



Usia di atas 50 Kelainan fungsi ginjal tahun



Penebalan Meningkatnya tahanan perifer dinding aorta & pembuluh darah arteri besar Elastisitas Efek konstriksi pembuluh arteri perifer darah menurun Tahanan perifer meningkat



Feokromositoma



Tidak mampu membuang sejumlah garam dan air di dalam tubuh



Memacu stress



Volume darah dalam tubuh meningkat



Jantung bekerja keras untuk memompa HIPERTENSI



Otak



Ginjal Vasokonstriksi



Sinkope



pembuluh darah otak meningkat Tekanan



ginjal Blood flow



12



Retina



Hidung



Telinga



Spasme arteriole



Perdarahan



Suara berdenging



SuplaiPanduan O2 ke Retensi Buku Praktik Profesi Keperawatan pembuluh darahGerontik otak menurun



Kenaikan beban kerja jantung



Indera



Hipertrofi otot jantung Penurunan



Resiko tinggi cidera Resiko terjadi gangguan perfusi jaringan serebral



meningkat



keseimbangan



Respon RAA Nyeri kepala



Vasokonstriksi



Gangguan rasa nyaman nyeri



Resiko tinggi cidera



Resiko penurunan curah jatung



Rangsang aldosteron Retensi natrium Oedem



Gangguan keseimbangan volume cairan



6. Tanda Dan Gejala Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis. Menurut Rokhaeni (2011) manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu: mengeluh sakit kepala, pusing lemas, kelelahan, sesak nafas, gelisah, mual muntah, epistaksis, kesadaran menurun. a) Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg. b) Sakit kepala c) Pusing / migraine



13 Buku Panduan Praktik Profesi Keperawatan Gerontik



d) Rasa berat ditengkuk e) Penyempitan pembuluh darah f) Sukar tidur g) Lemah dan lelah h) Nokturia i) Azotemia j) Sulit bernafas saat beraktivitas 7. PemeriksaanPenunjang Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu: 1.



Pemeriksaan yang segera seperti: a.



Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji hubungan dari selsel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti: hipokoagulabilitas, anemia.



b.



Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.



c.



Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh pengeluaran Kadar ketokolamin (meningkatkan hipertensi).



d.



Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.



e.



Kalsium serum: Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi.



14 Buku Panduan Praktik Profesi Keperawatan Gerontik



f.



Kolesterol



dan



trigliserid



serum:



Peningkatan



kadar



dapat



mengindikasikan pencetus untuk/ adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskuler). g.



Pemeriksaan tiroid: Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi.



h.



Kadar aldosteron urin/serum: untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab).



i.



Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM.



j.



Asam urat: Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi.



k.



Steroid urin: Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme.



l.



EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya hipertrofi ventrikel kiri ataupun gangguan koroner dengan menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.



m. Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah pengobatan terlaksana) untuk menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran jantung. 2.



Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang pertama): a.



IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit parenkim ginjal, batu ginjal / ureter.



b.



CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.



15 Buku Panduan Praktik Profesi Keperawatan Gerontik



c.



IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: Batu ginjal, perbaikan ginjal.



d.



Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi: Spinal tab, CAT scan.



e.



USG untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan sesuai kondisi klinis pasien



8. Penatalaksanaan



16 Buku Panduan Praktik Profesi Keperawatan Gerontik



Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi: 1) Terapi tanpa Obat  Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi: diet destriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr, diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh. 2) Penurunan berat badan 3) Penurunan asupan etanol 4) Menghentikan merokok 5) Latihan Fisik Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu: Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain. Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu 6) Edukasi Psikologis Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi: a.



Tehnik Biofeedback



17 Buku Panduan Praktik Profesi Keperawatan Gerontik



Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal. Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan. b.



Tehnik relaksasi Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks Pendidikan Kesehatan (Penyuluhan). Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.



7)



Terapi dengan Obat Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat pengobatan hipertensi pada umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita.



9. Komplikasi Efek pada organ, otak (pemekaran pembuluh darah, perdarahan, kematian sel otak: stroke), ginjal (malam banyak kencing, kerusakan sel ginjal, gaga lginjal), jantung (membesar, sesaknafas, cepatlelah, gagaljantung).



18 Buku Panduan Praktik Profesi Keperawatan Gerontik



FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN GERONTIK Nama Mahasiswa Tempat Praktek Tanggal Praktek Tanggal Pengkajian



: Heldai Iwisni Stima Sabuna : Ruang Kenanga : 13-18, April-2020 : 14, April-2020



ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN HIPERTENSI



Data Umum Pasien



Penanggung Jawab :



19 Buku Panduan Praktik Profesi Keperawatan Gerontik



Nama No RM Umur Agama Alamat Pendidikan terakhir Pekerjaan terakhir Tanggal masuk



: Tn. A.C : 11xxxx : 69 tahun : Katolik : Pasir Panjang, RW 01 / RT 08 : SMA : Nelayan : 11, Mei 2017



Hub dengan pasien: Anak



GENOGRAM



6



Alasan utama datang ke Panti Sosial: Klien mengatakan bahwa dirinya dibawa oleh anaknya ke panti untuk mendapatkan pelayanan medis dan perawatan, karena klien menderita Hipertensi. Beberapa bulan yang lalu Tn A.C mengeluh sering pusing-pusing. Menurut dokter Tn A.C menderita hipertensi sedang, setelah diberi obat kondisinya agak mulai membaik.



Keluhan utama saat ini: Klien mengeluh, merasa tegang pada daerah tengkuk yang mengakibatkan klien susah tidur dan serimg pusing,apalagi tiba-tiba berdiri akan terasa pusing Riwayat kesehatan keluarga: Klien mengatakan bahwa ayah dan ibu tidak menderita penyakit menurun. Riwayat Alergi Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi terhadap makanan, minuman, ataupun obat-obatan. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum 20 Buku Panduan Praktik Profesi Keperawatan Gerontik



Nyeri Status gizi



: Skala nyeri 4 (0-10) : BB saat ini : 47 kg TB: 159 cm Gizi cukup Gizi lebih



Personal Hygine



BMI: …..... Gizi kurang



: Klien menjaga kebersihan diri dengan baik, mandi 2X sehari, berpakaian rapi, tempat tidur tersusun rapi dan bersih. Penerima manfaat juga tidak memiliki bau badan yang menyengat.



2. Sistem persepsi sensori Pendengaran : Pendengaran baik, tidak memakai alat bantu pendengaran, bentuk telinga simetris, telinga bersih. Penglihatan



: Klien memiliki penglihatan sudah kabur, sehingga jika membaca menggunakan bantuan kaca mata. Konjutiva anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada katarak, reflek pupil baik ( mengecil saat terkena cahaya), bentuk mata simetris.



Pengecap/Penghidu



: Tidak ada bau mulut, gigi ada yang tanggal/ copot pada bagian depan atas, terdapat karies gigi, tidak menggunakan gigi palsu. Hidung, tidak ada pembesaran sinus. Tidak ada sumbatan di hidung, tidak ada epitaksis, tidak ada lesi.



Peraba



: Kulit tampak keriput, turgor kulit kurang dari 2 detik, tidak ada lesi, capiraly reptil kurang dari 2 detik.



3. Sistem pernafasan Frekuensi : 22 x/menit Suara nafas : Vesikuler



4. Sistem kardiovaskular Tekanan darah : 180/90 MmHg Detik 5. Sistem saraf pusat Kesadaran Orientasi waktu Orientasi orang



Nadi: 80 x/Menit



Capillary



Refill: