Askep Nanda [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DIAGNOSA NANDA



1.



Risiko terhadap perubahan suhu tubuh Definisi : Keadaan dimana seorang individu gagal mempertahankan suhu tubuh dalam batasan normal 36-37,5ºC. Faktor yang berhubungan : Patofisiologis Berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu tubuh : Koma/peningkatan tekanan intrakranial Tumor otak/trauma kepala Cedera Serebrovaskular Infeksi/inflamasi Berhubungan dengan penurunan sirkulasi : Anemia Penyakit neurivaskular/penyakit vaskular perifer Vasodilatasi/syok Berhubungan dengan penurunan kemampuan berkeringat : Tindakan Berhubungan dengan efek pendinginan : Infus cairan parenteral/transfusi darah Dialisis Selimut pendingin Ruangan operasi Situasional Berhubungan dengan pemajanan terhadap hujan, angin, pemajanan terhadap panas matahari Berhubungan dengan kelembaban yang berlebihan Berhubungan dengan pakaian yang tidak sesuai Berhubungan dengan mengkonsumsi alkohol Berhubungan dengan dehidrasi/malnutrisi Maturisional Berhubungan dengan regulasi suhu tak efektif : Bayi baru lahir Bayi prematur Lanjut usia



2.



Hipotermia Definisi : Keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami penurunan suhu tubuh terus-menerus dibawah 35, 5ºC per rektal karena peningkatan kerentanan terhadap faktor-faktor eksternal. Faktor yang berhubungan : Situasional (Personal, lingkungan) Berhubungan dengan panas, hujan, angin Berhubungan dengan pakaian yang tidak sesuai dengan iklim Berhubungan dengan penurunan sirkulasi : Berat badan yang ekstrim Berhubungan dengan mengkonsumsi alkohol Berhubungan dengan dehidrasi Berhubungan dengan inaktivitas Maturisional Berhubungan dengan regulasi suhu takefektif : Bayi baru lahir Lansia Data mayor : Suhu dibawah 35,5ºC per rektal Kulit dingin Pucat (sedang) Menggigil (ringan) Data minor : Kekacauan mental/ngantuk/gelisah Penurunan nadi dan pernapasan Kakeksia/malnutrisi Kriteria hasil : Individu akan : 1. Mengidentifikasi faktor-faktor risiko terhadap hipotermia. 2. Menghubungkan metoda mempertahankan kehangatan/pencegahan kehilangan panas. 3. mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal.



Intervensi : 1. Ajarkan klien untuk mengurangi pemajanan terhadap lingkungan dingin yang lama. 2. Jelaskan pada anggota keluarga bahwa neonatus, bayi dan lanjut usia lebih rentan terhadap kehilangan panas. 3. Ajarkan tanda-tanda awal hipotermia : kulit dingin, pucat, menggigil. 4. Jelaskan perlunya minum air 8-10 gelas setiap hari 5. Jelaskan perlunya menghindari alkohol pada cuaca yang sangat dingin. 6. Ajarkan untuk mengenakan pakaian ekstra. 3.



Hipertermia : Definisi : Keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami peningkatan suhu tubuh terus-menerus diatas 37,8 per oral atau 38,8ºC per rektal karena peningkatan kerentanan terhadap faktor-faktor eksternal. Faktor yang berhubungan : Tindakan Berhubungan dengan penurunan kemampuan untuk berkeringat : (Pengobatan khusus) Situasional Berhubungan dengan pemajanan pada panas (matahari) Berhubungan dengan pakaian yang tidak sesuai dengan iklim Berhubungan dengan penurunan sirkulasi : Berat badan yang ekstrim Dehidrasi Berhubungan dengan insufisiensi hidrasi untuk aktivitas yang berat Maturisional Berhubungan dengan regulasi suhu tak efektif : Bayi baru lahir Bayi prematur Lanjut usia Data mayor : Suhu lebih tinggi 37,8 per oral atau 38,8ºC per rektal Data minor : Kulit kemerahan Hangat bila disentuh Frekwensi pernapasan meningkat



Takikardi Merinding Dehidrasi Nyeri atau sakit yang spesifik atau umum (mis; sakit kepala, pegal-pegal) Malaise/keletihan/kelemahan Kehilangan nafsu makan Kriteria hasil : Individu akan : 1. Mengidentifikasi faktor-faktor risiko terhadap hipertermia. 2. Menghubungkan metoda pencegahan hipertermia. 3. Mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal. Intervensi : 1. Ajarkan klien pentingnya mempertahankan masukan cairan yang adekuat (sedikitnya 2000 ml/hari kecuali terdapat kontraindikasi penyakit jantung atau ginjal) untuk mencegah dehidrasi 2. Pantau masukan dan haluaran. 3. Kaji apakah pakaian atau bedcover terlalu hangat untuk lingkungan atau aktivitas yang direncanakan. 4. Ajarkan pentingnya peningkatan masukan cairan selama cuaca panas dan latihan 5. Jelaskan mengapa anak-anak dan lansia lebih berisiko terhadap hipertermia. 6. Jelaskan perlunya menghindari alkohol, kafein, dan makan banyak dan makanan berat selama cuaca panas. 7. Jelaskan pentingnya mengenakan pakaian longgar, tipis dan menyerap keringat 8. Ajarkan tanda-tanda awal hipertermia atau serangan panas : Kulit kemerahan, keletihan, sakit kepala, kehilangan nafsu makan. 4.



Takefektif termoregulasi Definisi : Keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami ketidakmampuan untuk mempertahankan suhu tubuh normal secara efektif dengan adanya ketidaksesuaian atau perubahan faktor-faktor eksternal. Faktor yang berhubungan Situasional (Personal, lingkungan) Berhubungan dengan fluktuasi suhu lingkungan Berhubungan dengan benda-benda yang basah dan dingin (pakaian, tempat tidur) Berhubungan dengan permukaan tubuh yang basah Berhubungan dengan pakaian yang tidak sesuai dengan cuaca Maturisional Berhubungan dengan terbatasnya regulasi kompensasi metabolik



Usia lanjut Bayi baru lahir Kriteria hasil : Bayi akan 1. Mempunyai suhu antara 36,4-37,5ºC. Orang tua akan 1. Menjelaskan teknik untuk menghindari kehilangan panas dirumah. Intervensi : 1. Kurangi atau hilangkan sumber-sumber kehilangan panas pada bayi a. Evaporasi - Saat mandi, siapkan lingkungan yang hangat. - Basuh dan keringkan setiap bagian untuk mengurangi evaporasi - Batasi waktu kontak dengan pakaian atau selimut basah b. Konveksi - Hindari aliran udara (pendingin udara, kipas angin, lubang angin terbuka) c. Konduksi - Hangatkan seluruh barang-barang untuk perawatan (stetoskop, timbangan, tangan pemberi perawatan, baju, sprei) d. Radiasi - Kurangi benda-benda yang menyerap panas (logam) - Tempatkan ayunan bayi tempat tidur jauh dari tembok (diluar) atau jendela jika mungkin. 2. Pantau suhu tubuh bayi a. Jika suhu dibawah normal - Selimuti dengan dua selimut - Pasang tutup kepala - Kaji sumber-sumber lingkungan untuk kehilangan panas - Jika hipotermia menetap lebih dari 1 jam, rujuk kepada yang lebih ahli. - Kaji terhadap komplikasi stres dingin, hipoksia, asidosis respiratorik, hipoglikemi, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, penurunan berat badan b. Jika suhu diatas normal - Lepaskan selimut - Lepaskan tutup kepala, jika dikenakan - Kaji suhu lingkungan sekali lagi - Jika suhu hipertermia menetap lebih dari 1 jam, laporkan dokter. 3. Ajarkan pemberi perawatan mengapa bayi rentan terhadap suhu (panas dan dingin) a. Peragakan cara untuk penghematan panas selama mandi. b. Intruksikan bahwa tidak perlu mengukur suhu secara rutin dirumah c. Ajarkan untuk mengukur suhu jika bayi panas, sakit, atau peka rangsang 4. Ajarkan lanjut usia mengapa mereka rentan terhadap cuaca panas dan dingin 5. Rujuk ke hipotermia dan hipertermia untuk pencegahan



5.



Kerusakan pertukaran gas Definisi Keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan jalannya gas (O2 dan CO2) yang aktual atau risiko antara alveoli paru-paru dan sistem vaskular. Faktor yang berhubungan Lihat Risiko terhadap perubahan fungsi pernapasan. Data mayor Dispnea saat melakukan aktivitas Data minor Bingung/agitasi. Kecenderungan untuk mengambil posisi tiga titik (duduk, 1 tangan pada setiap lutut, condong kedepan). Bernapas dengan bibir dengan fase ekspirasi yang lama. Letargi dan keletihan. Peningkatan tahanan vaskular pulmonal. Penurunan motilitas lambung. Penurunan isi oksigen, penurunan saturasi O2, penurunan PCO2 seperti yang diperlihatkan oleh hasil analisa gas darah. Sianosis.



6.



Ketidakmampuan meneruskan ventilasi spontan Definisi Suatu keadaan dimana individu tidak dapat mempertahankan pernapasan yang adekuat untuk mendukung kehidupannya. Ini dilakukan karena penurunan gas arteri, peningkatan kerja pernapasan, dan penurunan energi. Data mayor Dispnea Peningkatan laju metabolik Data minor Peningkatan kegelisahan Ketakutan



Peningkatan penggunaan otot-otot tambahan pernapasan Penurunan tidal volume Peningkatan frekuensi jantung Penurunan PO2 Penurunan SatO2 Catatan : Diagnosa ini menggambarkan ketidakcukupan pernapasan dengan penyesuaian perubahan metabolik yang bertentangan dengan kehidupan. Situasi ini memerlukan penatalaksanaan keperawatan dan medis yang cepat. Ketidakmampuan untuk bernapas spontan secara terus-menerus merupakan masalah kolaboratif yaitu hipoksemia. Tanggung gugat keperawatan adalah untuk terus-menerus mamantau status dan untuk mengatasi perubahan dalam status dengan intervensi yang sesuai menggunakan protokol. 7.



Ketidakefektifan pola pernapasan Definisi Keadaan dimana seorang individu mengalami kehilangan ventilasi yang aktual atau risiko yang berhubungan dengan perubahan pola pernapasan. Faktor yang berhubungan Lihat Risiko terhadap perubahan fungsi pernapasan. Data mayor Perubahan dalam frekuensi atau pola pernapasan (dari nilai dasar) Perubahan pada nadi Data minor Ortopnea, takipnea, hiperpnea, hiperventilasi. Pernapasan disritmik Pernapasan sukar/berhati-hati. Kriteria hasil Individu akan : 1. Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif dan mengalami pertukaran gas pada paru-paru. 2. Menyatakan faktor-faktor penyebab, jika diketahui dan menyatakan cara-cara adaptif mengatasi faktor-faktor tersebut.



Intervensi 1. Pastikan individu bahwa tindakan tersebutu dilakukan untuk menjamin keamanan. 2. Alihkan perhatian individu dari memikirkan tentang keadaan ansietas dengan meminta individu mempertahankan kontak mata dengan anda. Katakan, ” Sekarang perhatikan saya dan bernapaslah perlahan-lahan bersama saya seperti ini.” 3. Pertimbangkan penggunaan kantong kertas jika bermaksud mengeluarkan kembali ekspirasi udara. 4. tetap bersama individu dan latih untuk bernapas perlahan-lahan, bernapas lebih efektif. 5. Jelaskan seorang dapat belajar untuk mengatasi hiperventilasi melalui kontrol pernapasan secara sadar apabila penyebabnya tidak diketahui. 6. Mendiskusikan kemungkinan penyebab, fisik dan emosional dan metoda penanganan yang efektif. 8.



Ketidakefektifan bersihan jalan napas Definisi Suatu keadaan dimana individu mengalami suatu ancaman yang nyata atau risiko pada status pernapasan sehubungan dengan ketidakmampuan batuk secara efektif. Faktor yang berhubungan Lihat Risiko terhadap perubahan fungsi pernapasan. Data mayor Batuk tidak efektif atau tidak ada batuk Ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi jalan napas. Data minor Bunyi napas abnormal Frekwensi, irama kedalaman pernapasan abnormal Kriteria hasil Individu akan : 1. Tidak mengalami aspirasi 2. Menunjukkan batuk efektif dan peningkatan pertukaran gas dalam paru-paru.



Intevensi 1. Instruksikan individu untuk melakukan metode batuk terkontrol yang tepat a. Napas dalam dan selambat mungkin dengan posisi duduk setegak mungkin. b. Gunakan pernapasan diafragma. c. Tahan napas selama 3-5 detik kemudian hembuskan secara perlahan sebanyak pernapasan ini jika mungkin melalui mulut (rangka iga bawah dan abdomen harus turun) d. Ambil napas kedua, tahan, batukkan dengan kuat dari dada (bukan dari belakang mulut atau tenggorokan), gunakan dua batuk pendek yang benar-benar kuat. 2. Kaji adanya program analgesik. a. Kaji apakah individu terlalu lesu. b. Kaji apakah individu masih merasa nyeri. 3. Lakukan batuk apabila individu tampak mempunyai tingkat penyembuhan nyeri terbaik dengan tingkat kewaspadaan dan penampilan fisik yang optimal. 4. Bebat insisi abdomen atau dada dengan tangan, bantal atau keduanya. 5. Pertahankan hidrasi yang adekuat. 6. Pertahankan kelembaban udara inspirasi adekuat. 7. Rencanakan periode istirahat (setelah batuk, sebelum makan) 8. Latih dengan semangat dan anjurkan batuk, menggunakan penguatan yang positif. 9. Lanjutkan dengan penyuluhan kesehatan dengan penguatan hal-hal yang penting dalam perawatan. Hargai dan anjurkan usaha dan kemajuan individu yang baik. 9.



Risiko terhadap perubahan fungsi pernapasan Definisi Keadaan dimana individu berisiko mengalami suatu ancaman pada jalannya udara yang melalui saluran pernapasan dan pada pertukaran gas (O2-CO2) antara paru-paru dan sistem vaskular. Faktor yang berhubungan Patifisiologis Berhubungan dengan sekresi yang kental atau sekresi yang berlebihan Infeksi Fibrosis kistik Influensa



Berhubungan dengan imobilitas, sekresi statis, dan batuk tidak efektif Penyakit persarafan (Sindrom guillain barre, miastenia gravis) Depresi sistem saraf pusat/trauma kepala Cedera serebrovaskular (stroke) Quadriplegia Tindakan Berhubungan dengan imobilitas Efek sedasi dari medikasi Anestesia umum atau spinal Berhubungan dengan supresi refleks batuk Berhubungan dengan penurunan oksigen dalam udara inspirasi. Situasional (Personal, lingkungan) Berhubungan dengan imobilitas Pembedahan atau trauma Nyeri, ketakutan, ansietas Keletihan Kerusakan persepsi/kognitif Berhubungan dengan kelembaban yang sangat tinggi atau rendah Berhubungan dengan hilangnya mekanisme pembersiha siliar, respons inflamasi, dan peningkatan pembentukan lendir. Merokok Faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan perubahan fungsi pernapasan Lihat faktor yang berhubungan Kriteria hasil Individu akan : 1. Melakukan latihan napas dalam setiap jam (menghela napas panjang) dan latihan batuk sesuai kebutuhan. 2. Mencapai fungsi paru-paru yang maksimal. 3. Mengutarakan pentingnya latihan paru-paru setiap hari. Intervensi 1. Kaji terhadap adanya penurunan nyeri yang optimal dengan periode keletihan atau depresi pernapasan yang minimal. 2. Beri semangat untuk melakukan ambulasi segera setelah konsisten dengan rencana perawatan medis. 3. Jika tidak dapat berjalan, tetapkan suatu aturan untuk turun dari tidur duduk dikursi beberapa kali sehari. 4. Tingkatkan aktivitas secara bertahap, jelaskan bahwa fungsi pernapasan akan meningkat dan dispneu akan menurun dengan melakukan latihan. 5. Bantu untuk reposisi, mengubah-ubah posisi tubuh dengan sering dari satu sisi ke sisi yang lainnya. 6. Beri semangat untuk melakukan latihan napas dalam dan latihan batuk yang



terkontrol 5 kali setiap jam. 7. Ajarkan individu untuk menggunakan botol tiup atau spirometer setiap jam saat bangun. 8. Auskultasi bidang paru setiap 8 jam, tingkatkan frekuensi jika ada gangguan bunyi napas. 10.



Risiko terhadap risiko penularan infeksi Definisi : Keadaan dimana seorang individu berisiko untuk menyebarkan agen-agen pathogen atau oportunistik kepada orang lain. Faktor-faktor risiko Lihat faktor yang berhubungan Faktor yang berhubungan Patofisiologi Berhubungan dengan Kolonisasi organisme yang sangat resisten antibiotik Pemajanan penularan melalui udara Pemajanan penularan kontak (langsung, tidak langsung, kontak dengan droplet) Pemajanan penularan melalui sarana angkutan Pemajanan penularan melalui vektor Tindakan Berhubungan dengan material yang menimbulkan infeksi berbahaya Berhubungan dengan kondisi tempat tinggal yang tidak bersih (pembuangan limbah, higiene pribadi) Berhubungan dengan area dipertimbangkan berisiko tinggi terhadap penyakit yang menular melalui vektor (malaria, rabies). Berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang sumber-sumber atau pencegahan infeksi. Berhubungan dengan penggunaan obat intravena. Berhubungan dengan pola-pola seksual multiple Maturisional Bayi baru lahir Berhubungan dengan lahir di luar lingkungan pelayanan kesehatan Berhubungan dengan pemajanan ibu terhadap penyakit menular selama periode prenatal atau perinatal.



Kriteria hasil Individu akan : 1. Mengungkapkan kebutuhan untuk diisolasi sampai tidak menularkan infeksi. 2. Menggambarkan cara penularan penyakit. 3. memperagakan cuci tangan yang cermat selama perawatan di rumah sakit. Intervensi 1. Identifikasi penjamu yang rentan berdasarkan pada fokus pengkajian terhadap faktor-faktor risiko dan riwayat pemajanan. 2. Identifikasi cara penularan berdasarkan pada agen-agen penginfeksi. a. Melalui udara b. Kontak - Langsung - Tidak langsung. - Kontak dengan droplet. c. Penularan melalui media makanan, air, darah. d. Penularan melalui vektor (serangga, hewan) 3. Lakukan tingkat kewaspadaan isolasi yang sesuai. Konsulkan dengan praktisioner pengendalian infeksi. 4. Amankan ruangan yang digunakan, tergantung pada jenis infeksi dan praktek higiene dari orang yang terinfeksi. 5. Mengikuti Tingkat Kewaspadaan Pencegahan Infeksi Universal. 6. Rujuk pada praktisioner pengendalian infeksi untuk tindak lanjut. 7. Ajarkan klien mengenai rantai infeksi dan tanggung jawab pasien baik di rumah sakit maupun di rumah. 11.



Risiko terhadap infeksi Definisi : Keadaan dimana seorang individu berisiko terserang oleh agen patogenik dan oportunistik (virus, jamur, bakteri, protozoa, atau parasit lain) dari sumber-sumber eksternal, sumber-sumber eksogen dan endogen. Faktor yang berhubungan Patofisiologi Berhubungan dengan melemahnya daya tahan tubuh penjamu Penyakit kronis Kanker Gagal ginjal Artritis Gangguan hematologi



Diabetes mellitus Gangguan hepatik Gangguan pernapasan Penyakit kolagen Gangguan yang diturunkan Alkoholisme Imunosupresi Imunodefisiensi Perubahan atau insufisiensi leukosit Diskrasia darah Perubahan sistem integumen Penyakit periodontal Berhubungan dengan melemahnya sirkulasi Limfaedema Obesitas Penyakit vaskuler perifer Tindakan Berhubungan dengan tempat masuknya organisme Pembedahan Dialisis Nutrisi parenteral total Adanya saluran invasif Intubasi Pemberian makan enteral Berhubungan dengan melemahnya daya tahan penjamu Terapi radiasi Transplan organ Terapi obat-obatan (mis; kemoterapi, imunosupresan) Situasional (Personal, lingkungan) Berhubungan dengan melemahnya daya tahan penjamu Immobilisasi berkepanjangan Masa tinggal di rumah sakit meningkat Malnutrisi Stres Merokok Riwayat infeksi Berhubungan dengan masuknya organisme Trauma Periode postpartum Gigitan (hewan, manusia, serangga) Cedera termal Lingkungan hangat, lembab, gelap (lipatan kulit, bidai) Berhubungan dengan kontak agen-agen menular (nosokomial atau yang didapat dari komunitas) Maturisional (Bayi baru lahir)



Berhubungan dengan peningkatan kerentanan bayi Kurangnya antibodi maternal Kurangnya flora normal Luka terbuka (umbilikus, sirkumsisi) (Bayi/anak) Berhubungan dengan kerentanan Kurang imunisasi (Lansia) Berhubungan dengan kerentanan lansia Kondisi yang melemah Penurunan respons imun Penyakit kronis multiple Kriteria hasil Individu akan : 1. Memperlihat teknik cuci tangan yang sangat cermat. 2. Bebas dari proses infeksi nosokomial selama perawatan di rumah sakit 3. Memperlihatkan kemampuan tentang faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan infeksi dan melakukan tindakan pencegahan yang tepat untuk mencegah infeksi Intervensi 1. Identifikasi individu yang berisiko terhadap infeksi nosokomial a. Kaji terhadap prediktor - Infeksi (prabedah) - Operasi abdomen atau thoraks - Operasi lebih dari 2 jam - Prosedur genitouranius - Instrumentasi (ventilator, pengisap, kateter, nebulizer, trakeostomi, alat pemantau invasif) - Aestesia b. Kaji terhadap faktor-faktor yang mengacaukan - Usia lebih muda dari 1 tahun, atau lebih tua dari 65 tahun - Obesitas - Kondisi-kondisi penyakit yang mendasari (PPOK, DM, penyakit kardiovaskuler) - Penyalahgunaan obat terlarang - Status nutrisi - Perokok 2. Kurangi organisme-organisme yang masuk ke dalam tubuh a. Cuci tangan dengan cermat b. Teknik antiseptik c. Tindakan isolasi d. Diagnostik yang perlu atau prosedur terapeutik e. Pengurangan mikroorganisme yang dapat ditularkan melalui udara 3. Lindungi individu yang defisit imun dari infeksi



a. Instruksikan individu untuk meminta kepada seluruh pengunjung dan personil untuk mencuci tangan sebelum mendekati individu. b. Batasi pengunjung bila memungkinkan c. Batasi alat-alat invasif (IV, spesimen laboratorium) untuk yang benar-benar perlu saja. d. Ajarkan individu dan anggota keluarga tanda dan gejala infeksi 4. Kurangi kerentanan individu terhadap infeksi a. Dorong dan pertahankan masukan kalori dan protein dalam diet (lihat Perubahan nutrisi). b. Pantau penggunaan atau penggunaan berlebihan terapi antimikroba. c. Berikan terapi antimikroba yang telah diresepkan dalam 15 menit dari waktu yang dijadwalkan d. Minimalkan lamanya tinggal di rumah sakit 5. Amati terhadap manifestasi klinik infeksi (mis; demam, urine keruh, drainase purulen) 6. Instruksikan individu dan keluarga mengenal penyebab, risiko-risiko dan kekuatan penularan infeksi. 7. Laporkan penyakit-penyakit menular. 12.



Perubahan perfusi jaringan perifer Definisi Keadaan dimana individu mengalami atau berisiko mengalami suatu penurunan dalam nutrisi dan pernapasan pada tingkat seluler perifer suatu penurunan dalam suplai darah kapiler. Faktor yang berhubungan Patofisiologis Berhubungan dengan perlemahan aliran darah (Gangguan vaskuler) Arteriosklerosis Hipertensi Aneurisma Trombosis arteri Trombosis vena dalam Penyakit vaskuler kolagen Artritis reumatoid Diabetes mellitus Diskariasis darah (gangguan trombosit) Gagal ginjal Kanker/tumor Varises Penyakit burger’s



Krisis sel sabit Sirosis alkoholisme Tindakan Berhubungan dengan imobilisasi Berhubungan dengan adanya aliran invasif Berhubungan dengan tekanan pada tempat/konstriksi (balutan, stocking) Berhubungan dengan trauma pembuluh darah Situasional (Personal, lingkungan) Berhubungan dengan tekanan dari uterus yang membesar pada sirkulasi perifer Berhubungan dengan tekanan dari abdomen yang membesar pada pelvik dan sirkulasi perifer Berhubungan dengan pengumpulan venosa yang tergantung Berhubungan dengan hipotermia Berhubungan dengan efek vasokonstriksi dari tembakau Berhubungan dengan penurunan volume yang bersirkulasi : dehidrasi Data mayor Penurunan atau tidak adanya denyut nadi Perubahan warna kulit Pucat (arteri) Sianosis (Vena) Hiperemi reaktif (arteri) Perubahan suhu kulit Lebih dingin (arteri) Lebih hangat (vena) Kriteria hasil Individu akan : 1. Mengidentifikasi faktor-faktro yang meningkatkan sirkulasi perifer 2. Mengidentifikasi perubahan gaya hidup yang perlu 3. Mengidentifikasi cara medis, diet, pengobatan, aktivitas yang meningkatkan vasodilatasi 4. Melaporkan penurunan dalam nyeri 5. Menggambarkan kapan saat menghubungi dokter/tenaga kesehatan Intervensi 1. Ajarkan individu untuk a. Mempertahankan ekstremitas dalam posisi tergantung b. Mempertahankan ekstremitas yang hangat (jangan mengunakan bantalan pemanas atau botolair panas, karena individu dengan penyakit vaskuler perifer dapat mengalami gangguan sensasi dan tidak akan dapat menentukan jika suhu panas merusak jaringan, penggunaan pemanas eksternal juga dapat meningkatkan kebutuhan metabolis dari jaringan melewati batas kapasitasnya.



c. Kurangi risiko trauma - Ubah posisi sedikitnya setiap jam - Hindari menyilangkan kaki - Kurangi penekanan eksternal (mis; sepatu sempit) - Hindari pelundung tumut dari kulit - Dorong latihan rentang gerak 2. Rencanakan suatu program berjalan setiap hari a. Instruksikan individu dalam alasan untuk program b. Ajarkan individu untuk menghindari kelelahan c. Instruksikan untuk menghindari peningkatan dalam latihan sampai dikaji oleh dokter terhadap masalah jantung d. Pastikan kembali individu yang berjalan tidak melukai pembuluh darah atau otot. 3. Ajarkan faktor yang meningkatkan aliran darah vena a. Tinggikan ekstremitas diatas jantung, kecuali ada kontraindikasi mis; penyakit jantung, gangguan pernapasan. b. Hindari berdiri atau duduk dengan tungkai bawah tergantung untuk jangka waktu lama. c. Pertimbangkan penggunaan balutan atau stocking elastis dibawah lutut untuk mencegah statis vena. d. Kurangi atau lepaskan kompresi vena eksternal yang mengganggu aliran vena. - Hindari bantal di belakang lutut atau penyangga lutut tempat tidur. - Hindari penyilangan tungkai bawah - Ubah posisi, gerakkan ekstremitas atau menggoyangkan jari tangan kaki setiap jam - Hindari penggunaan ikat kaos kaki dan stocking tipis diatas lutut. 4. Ukur lingkaran dasar dari betis dan paha jika individu berisiko trombosis vena dalam atau jika hal ini dicurigai 5. Ajarkan individu untuk a. Hindari perjalanan panjang menggunakan mobil atau pesawat, bila tidak bisa dihindari bangun dan berjalan sedikitnya setiap jam. b. Pertahankan kekeringan kulit terlumasi (kulit pecah menghilangkan hambatan fisik terhadap infeksi) c. Gunakan pakaian hangat selama cuaca dingin d. Gunakan kaos kaki katun atau wol e. Hindari dehidrasi dalam cuaca panas f. Berikan perhatian khusus terhadap kaki dan jari-jari kaki. - Cuci kaki dan keringkan secara seksama setiap hari - Tidak merandam kedua kaki - Hindari sabun keras atau kimia termasuk iodine pada kaki - Pertahankan kuku dalam keadaan terpotong dan halus g. Amati kaki dan kedua tungkai bawah terhadap cedera dan penekanan h. Gunakan kaus kaki bersih i. Gunakan sepatu yang menopang, cocok, dan nyaman j. Amati sepatu bagian dalam setiap hari terhadap garis kasar. 6. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor risiko a. Diet : - Hindari makanan tinggi kolesterol



- Modifikasi masukan natrium untuk mengontrol hipertensi - Rujuk ke ahli gizi b. Teknik relaksasi untuk mengurangi efek strs c. Berhenti merokok d. Program latihan 13.



Perubahan pada pola eliminasi urinarius Definisi : Keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami disfungsi eliminasi urine Faktor yang berhubungan Patofisiologi Berhubungan dengan inkompeten outlet kandung kemih Anomali saluran kemih kongenital Berhubungan dengan penurunan kapasitas kandung kemih atau iritasi kandung kemih Infeksi Trauma Uretritis Glikosuri Karsinoma Berhubungan dengan penurunan isyarat kandung kemih atau kerusakan kemampuan untuk mengenali isyarat kandung kemih Infeksi/trauma/cedera medulla spinalis Infeksi/trauma/cedera otak Cedera serebrovaskular Penyakit demielinisasi Multiple sklerosis Neuropati alkohol Parkinsonisme Tindakan yang berhubungan Berhubungan dengan efek pembedahan pada sfingter kandung kemih Pasca Prostatektomi Diseksi pelvik ekstensif Berhubungan dengan instrumentasi diagnostik Berhubungan dengan penurunan tonus kandung kemih Anastesi umum atau spinal Terapi obat Antihistamin Epinefrin Antikolinergik Sedatif Tranqulizer



Relaksan otot Kateter pasca indwelling Situasional (Personal, lingkungan) Berhubungan dengan kelemahan otot dasar panggul Obesitas Penuaan Penurunan berat badan yang baru dialami Kelahiran anak Berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengkomunikasikan kebutuhan Berhubungan dengan obstruksi outlet kandung kemih Impaksi fekal/konstipasi kronis Berhubungan dengan penurunan tonus otot kandung kemih Depresi Supresi intensional (dekondisi yang disebabkan diri sendiri) Kekacauan mental Dellirium Berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengakses kamar mandi pada saat yang diperlukan Kerusakan mobilitas Penggunaan kafein/alkohol Maturisional (Anak-anak) Berhubungan dengan kapasitas kandung kemih yang kecil Berhubungan dengan kurang motivasi Data mayor Melaporkan atau mengalami masalah eliminasi urine, seperti Dorongan berkemih Sering berkemih Keragu-raguan Nokturia Enuresis Menetes Distensi kandung kemih Inkontinens Volume urine residu yang banyak Kriteria hasil Individu akan 1. Menjadi kontinen (terutama selama siang hari, malam, 24 jam) 2. Mampu mengidentifikasi penyebab inkontinens dan rasional untuk pengobatan



Intervensi 1. Pertahankan hidrasi optimal a. Tingkatkan hidrasi 2000-3000 ml/hari, kecuali ada kontraindikasi. b. Bagi jarak cairan setiap 2 jam c. Kurangi masukan cairan setelah jam 19.00 d. Kurangi masukan kopi, teh, cola pekat, alkohol, dan jus grapefruit e. Hindari jumlah masukan jus tomat dan jus jeruk yang besar karena cairan tersebut cenderung membuat urine menjadi basa 2. Pertahankan nutrisi yang adekuat untuk menjamin eliminasi usus sedikitnya sekali setiap 3 hari 3. Tingkatkan berkemih a. Pastikan privasi dan rasa nyaman. b. Gunakan fasilitas toilet, jika mungkin, daripada bedpan c. Berikan klien pria kesempatan berdiri. d. Bantu individu dengan bedpan untuk memfleksikan lututnya. e. Ajarkan evaluasi postural (membungkuk ke depan saat duduk diatas toilet) 4. Tingkatkan integritas personal dan berikan motivasi untuk meningkatkan kontrol kandung kemih. 5. Tunjukkan pada individu bahwa inkontinens dapat disembuhkan atau sedikitnya dikontrol untuk mempertahankan martabat. 6. Harapkan pada individu untuk menjadi kontinen (mis; sarankan menggunakan pakaian ketat, jangan sarankan menggunakan bedpan) 7. Tingkatkan integritas kulit a. Identifikasi individu yang berisiko mengalami ulkus akibat tekanan. b. Cuci area, bilas, dan keringkan dengan baik setelah episiode inkontinens. c. Gunakan salep pelindung, jika diperlukan. 8. Kaji pola berkemih a. Waktu dan jumlah masukan cairan b. Tipe cairan c. Jumlah inkontinen d. Jumlah berkemih, apakan volunter atau involunter e. Adanya sensasi keinginan untuk berkemih f. Jumlah retensi g. Jumlah residual h. Jumlah urine yang dikeluarkan i. Identifikasi aktivitas tertentu yang mengawali berkemih (mis;gelisah, berteriak, latihan) 9. Jadwalkan masukan cairan dan waktu berkemih. 10. Jadwalkan program keteterisasi intermitten a. Jelaskan alasan untuk program kateterisasi b. Jelaskan hubungan masukan cairan dan frekwensi kateterisasi c. Jelaskan pentingnya pengosongan kandung kemih pada waktu yang telah dijadwalkan.



11. Ajarkan pencegahan infeksi saluran kemih (ISK) a. Beri dorongan pengosongan kandung kemih secara teratur. b. Pastikan masukan cairan yang adekuat. c. Jaga keasaman urine, hindari jus jeruk nipis, cola pekat, kopi. 12. Ajarkan individu untuk memantau tanda-tanda dan gejala-gejala ISK a. Peningkatan mukus dan sedimen b. Darah dalam urine c. Perubahan dalam warna d. Peningkatan suhu, menggigil, gemeteran e. Perubahan sifat urine f. Nyeri supra pubik g. Nyeri berkemih h. Dorongan berkemih i. Nyeripunggung bawah dan atau nyeri panggul 14.



Perubahan nutrisi : lebih dari kebutuhan tubuh Definisi Keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami penambahan berat badan yang berhubungan dengan masukan yang melebihi kebutuhan metabolik. Faktor yang berhubungan Patofisiologi Berhubungan dengan perubahan pola kepuasan Obat-obatan (Kortikosteroid, antihistamin) Radiasi (penurunan indera pengecapan dan penciuman) Situasional (Personal, lingkungan) Berhubungan dengan risiko kenaikan berat badan lebih dari 25-39 pon saat hamil Berhubungan dengan kurangnya pengetahuan nutrisi dasar Maturisional (Orang dewasa/lansia) Berhubungan dengan penurunan pola aktivitas dan penurunan kebutuhan metabolik. Data mayor Kelebihan berat badan (10% lebih tinggi dari standar tubuh ideal) Obesitas (20% lebih tinggi dari standar tubuh ideal) Lipatan kulit trisep lebih besar dari 15 mm pada pria, dan 25 mm pada wanita Data minor Melaporkan adanya pola makan yang tidak diinginkan Masukan melebihi kebutuhan metabolik Pola aktivitas monoton



Kriteria hasil Individu akan 1. Mengalami peningkatan penggunaan aktivitas dengan penurunan berat badan. 2. Menjelaskan hubungan antara aktivitas dengan berat badan. 3. Mengidentifikasi pola makan yang menunjang penambahan berat badan 4. Penurunan berat badan Intervensi 1. Tingkatkan kesadaran individu tentang tipe/jumlah makanan yang dikonsumsi a. Instruksikan individu untuk menyimpan buku harian diet selama satu minggu. - Apa, kapan, dimana, dan mengapa dimakan? - Apakah melakukan hal lain (mis; menonton TV, persiapan makan malam) - Emosi tepat sebelum makan - Keberadaan orang lain b. Tinjau ulang buku harian diet dengan individu untuk menunjukkan pola (mis; waktu, tempat, orang-orang, emosi, makanan) c. Tinjau ulang item-item makanan yang tinggi dan rendah kalori. 2. Bantu individu untuk menetapkan tujuan yang realistis (mis; dengan menurunkan masukan oral 500 kalori akan mengakibatkan penurunan berat badan 1-2 pon setiap minggu) 3. Ajarkan teknik-teknik modifikasi perilaku a. Makan hanya pada tempat khusus di rumah (mis;meja makan) b. Jangan makan saat melakukan aktivitas lain seperti membaca atau menonton TV, makan hanya apabila duduk. c. Minum 240 cc air sebelum makan. d. Gunakan piring kecil, sehingga porsi kelihatan lebih banyak. e. Siapkan porsi kecil, hanya cukup untuk makan dan kelebihan sisa disingkirkan. f. Jangan pernah makan dari piring orang lain. g. Makan pelan-pelan dan kunyah dengan seksama. h. Letakkan peralatan makan dan tunggu 15 detik antara gigitan. i. Makan kudapan rendah kalori yang perlu dikunyah untuk kepuasan kebutuhan oral (wortel, seledri, apel) j. Kurangi cairan berkalori; minum diet soda atau air. 4. Rencanakan program berjalan harian dan secara bertahap tingkatkan kecepatan dan jarak berjalan. a. Mulai dengan 500 m sampai 1 km/hari; tambahkan 100m/minggu. b. Tingkatkan dengan perlahan c. Hindari menahan atau mendorong terlalu keras dan menjadi terlalu letih. d. Hentikan segera jika tanda berikut ini terjadi: - Rasa sesak atau nyeri dada. - Sangat sukar bernapas. - Sakit terasa melayang. - Pening. - Kehilangan kontrol otot.



- Mual. e. Tetapkan waktu teratur dalam sehari untuk latihan, dengan tujuan 3-5 kali seminggu dengan durasi 15-45 menit dan dengan frekuensi jantung 80% dari tes stress atau penghitungan kasar (170x/menit untuk usia 20-29 tahun; 160x/menit untuk usia 30-39 tahun; 150x/menit untuk usia 40-49 tahun; 140x/menit untuk usia 50-59 tahun). 15.



Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh Definisi Suatu keadaan dimana individu yang tidak mengalami puasa atau yang berisiko mengalami penurunan berat badan yang berhubungan dengan masukan yang tidak adekuat atau metabolisme nutrien yang tidak adekuat untuk kebutuhan metabolik. Faktor yang berhubungan Patofisiologi Berhubungan dengan peningkatan kebutuhan kalori dan kesulitan dalam mencerna kalori yang mencukupi Luka bakar Infeksi Ketergantungan bahan-bahan kimia Kanker Trauma Berhubungan dengan disfagia Cedera serebrovaskular Sklerosis amiotrofik lateral Serebral palsi Parkinson’s Kelainan neurovaskuler Distrofi otot Berhubungan dengan penurunan penyerapan nutrien Penyakit Crohn’s Fibrosis kistik Intoleransi laktosa Berhubungan dengan penurunan keinginan untuk makan Pernurunan tingkat kesadaran Berhubungan dengan muntah yang dirangsang sendiri, menolak untuk makan Anoreksia nervosa Berhubungan dengan keengganan untuk makan karena takut akan keracunan Perilaku paranoid Berhubungan dengan anoreksia, agitasi fisik berlebihan Kelainan bipolar Berhubungan dengan anoreksia dan diare Infeksi protozoa



Berhubungan dengan muntah, anoreksia, kerusakan pencernaan Pankreatitis Berhubungan dengan anoreksia, kerusakan metabolisme lemak dan protein, dan kerusakan penyimpanan vitamin Sirosis Tindakan Berhubungan dengan peningkatan kebutuhan protein dan vitamin untuk penyembuhan luka Pembedahan Medikasi Rekonstruksi bedah mulut Kawat rahang Terapi radiasi Berhubungan dengan ketidakadekuatan absorpsi sebagai efek dari Kolkisin Piremetamin Antasida Neomisin Asam para-Aminosalisilat Berhubungan dengan penurunan masukan oral, ketidaknyamanan mulut, mual, muntah Terapi radiasi Kemoterapi Tonsilektomi Situasional (Personal, lingkungan) Berhubungan dengan penurunan keinginan untuk makan Anoreksia Depresi Stres Isolasi sosial Mual dan muntah alergi Berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang nutrisi yang adekuat Berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengunyah Kerusakan gigi atau tidak punya gigi Pemasangan gigi palsu tidak kuat Maturisional Berhubungan dengan ketidakadekuatan masukan Kurang stimulasi emosional/sensori Kurang pengetahuan tentang pemberi asuhan Berhubungan dengan malabsorpsi, batasan diet, dan anoreksi Penyakit seliaka Intoleransi laktosa Fibrosis kistik Berhubungan dengan kesulitan menghisap (bayi) dan disfagia Serebral palsi



Bibir sumbing atau palatum Berhubungan dengan ketidakadekuatan menelan, keletihan, dan dispnea Penyakit jantung kongenital Prematuritas Data mayor Melaporkan ketidakadekuatan masukan makanan kurang dari masukan makanan yang dianjurkan dengan atau tanpa penurunan berat badan Kebutuhan-kebutuhan metabolik aktual atau risiko dalam masukan nutrisi yang berlebihan. Data minor Berat badan 10%-20% atau lebih dibawah berat badan ideal untuk tinggi badan Lipatan kulit trisep, lingkar lengan tengah kurang dari 60% standar pengukuran Kelemahan otot dan nyeri tekan Peka rangsang mental dan kekacauan mental Penurunan albumun serum Kriteria hasil Individu akan : 1. Meningkatkan masukan oral 2. Menjelaskan faktor-faktor penyebab bila diketahui 3. Menjelaskan rasional dan prosedur untuk pengobatan Intervensi 1. Tentukan kebutuhan kalori harian yang realistis dan adekuat. Konsulkan pada ahli gizi. 2. Timbang berat badan setiap hari, pantau hasil pemeriksaan laboratorium 3. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat. 4. Ajarkan individu untuk menggunakan penyedap rasa untuk membantu meningkatkan rasa dan aroma makanan (lemon, mint, cengkeh, kayu manis, rosemary) 5. Beri dorongan individu untuk makan dengan orang lain (makanan disajikan di ruang keluarga atau kelompok) 6. Rencanakan perawatan sehingga prosedur yang tidak menyenangkan atau menyakitkan tidak dilakukan sebelum makan. 7. Berikan kesenangan, suasana yang rileks (tidak terlihat pispot, jangan ramai) 8. Atur rencana perawatan untuk mengurangi atau menghilangkan bau yang menyebabkan ingin muntah atau prosedur yang dilakukan mendekati waktu makan. 9. Ajarkan atau bantu individu untuk istirahat sebelum makan. 10. Ajarkan individu untuk menghindari bau masakan-makan yang digoreng, kopi yang dimasak-jika mungkin.



11. Pertahankan kebersihan mulut sebelum dan sesudah mengunyah. 12. Tawarkan makan porsi kecil tapi sering untuk mengurangi perasaan tegang pada lambung (enam kali perhari dengan makanan kecil) 13. Atur agar mendapatkan nutrien yang berprotein/kalori sangat tinggi yang disajikan pada individu saat ingin makan. (mis; jika kemoterapi dilakukan pagi hari, sajikan makan pada sore hari menjelang makan). 14. Instruksikan individu yang mengalami penurunan napsu makan untuk : a. Makan makanan kering saat bangun tidur. b. Makan makanan asin jika tidak ada pantangan. c. Hindari makanan yang terlalu manis, menggemukkan, berminyak. d. Cobalah minuman bening, yang hangat. e. Minum sedikit-sedikit melalui sedotan. f. Makan kapan saja bila dapat ditoleransi. g. Makan dalam porsi kecil rendah lemak dan makan lebih sering. 15. Coba suplemen komersial yang tersedia dalam banyak bentuk (bubuk, pudding, cair) 16. Jika individu mengalami kelainan makan (Townsend, 1994) a. Tetapkan tujuan-tujuan masukan bersama klien, dokter, dan ahli gizi. b. Bicarakan tentang keuntungan-keuntungan dari kepatuhan dan konsekuensi dari ketidakpatuhan. c. Jika masukan makanan yang harus ditolak, ingatkan dokter. d. Duduk temani individu selama makan, batasi waktu makan sampai 30 menit. e. Amati sedikitnya 1 jam sebelum. Temani klien ketika ke kamar mandi. f. Timbang badan klien saat ia bangun dan setelah berkemih pertama. g. Berikan dorongan untuk perbaikan, tetapi jangan fokuskan pembicaraan pada makanan atau cara makan. h. Sejalan makin membaiknya individu, gali isu-isu tentang citra diri, timbang kembali, dan awasi. 17. Untuk individu yang hiperaktif a. Berikan makanan dan minuman yang tinggi protein, tinggi kalori. b. Tawarkan lebih sering makanan kecil. Hindari makanan yang tidak mengandung kalori (mis; soda) c. Berjalan-jalan bersama individu saat diberikan makanan kecil.



16.



Perubahan Kenyamanan : Nyeri Definisi : Keadaan dimana individu mengalami sensasi yang tidak menyenangkan dalam berespons terhadap suatu rangsangan yang berbahaya. Faktor yang berhubungan : Bio-patofisiologis (Kehamilan) Berhubungan dengan kontraksi uterus selama persalinan Berhubungan dengan trauma pada perineum selama persalinan dan kelahiran Berhubungan dengan involusi uterus dan pembengkakan payudara Berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot : (Gangguan muskuloskeletal) Fraktur Kontraktur Spasme Artritis Gangguan medula spinalis (Gangguan viseral) Jantung Hati Hepatik Usus Pulmoner Kanker Gangguan vaskuler Vasospasme Oklusi Flebitis Vasodilatasi (sakit kepala) Berhubungan dengan inflamasi Saraf Tendon Sendi Otot Berhubungan dengan keletihan, malaise dan atau pruritus Penyakit menular (rubela, cacar air) Hepatitis Pankreatitis Berhubungan dengan pengaruh dari kanker Berhubungan dengan kram abdomen, diare, dan muntah-muntah Berhubungan dengan inflamasi dan otot polos



Batu ginjal Infeksi gastrointestinal Tindakan Berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot : Operasi Kecelakaan Luka bakar Diagnostik : Pungsi vena, skan invasif, biopsi Berhubungan dengan mual-mual dan muntah-muntah Kemoterapi Anestesia Situasional Berhubungan dengan demam Berhubungan dengan imobilisasi/posisi yang tidak tepat Berhubungan dengan aktivitas yang berlebihan Berhubungan dengan titik tekanan (bidai yang ketat, balutan elastik) Berhubungan dengan respons alergi Berhubungan dengan iritan kimia Berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan akan kemandirian tidak terpenuhi Maturisional Bayi : kolik Bayi dan masa anak-anak awal : tumbuh gigi Masa kanak-kanak : cedera, bertumbuh kembang Remaja : Sakit kepala, nyeri dada, dismenorea



17.



Nyeri akut Definisi : Keadaan dimana individu mengalami dan melaporkan adanya rasa ketidaknyamanan yang hebat atau sensasi yang tidak menyenangkan selama 6 bulan atau kurang. Faktor yang berhubungan : Rujuk pada Perubahan kenyamanan Data Subjektif : Komunikasi (verbal atau penggunaan kode) tentang nyeri yang dideskripsikan. Objektif : Perilaku yang sangat hati-hati, perlindungan. Memusatkan diri. Mempersempit fokus (perubahan persepsi waktu, gangguan proses berpikir). Perilaku distraksi (mengerang, menangis, mondar-mandir, mencari orang lagi, gelisah). Raut wajah kesakitan (mata kuyu, terlihat lelah, meringis) Perubahan tonus otot (tidak bergairah sampai kaku) Respons-respons autonom (diaforesis, perubahan tekanan darah dan nadi), dilatasi pupil, perubahan frekwensi napas. Kriteria hasil : Individu akan 1. Memperlihatkan bahwa orang lain membenarkan nyeri itu ada. 2. Memperlihatkan pengurangan nyeri setelah melakukan tindakan penurunan rasa nyeri yang memuaskan. Anak-anak akan, berdasarkan usia dan kemampuannya : 1. Mengidentifikasi sumber-sumber nyeri. 2. Mengidentifikasi aktivitas yang akan meningkatkan dan menurunkan nyeri. 3. Menggambarkan rasa nyaman dari orang-orang lain selama mengalami nyeri. Intervensi : 1. Tingkatkan pengetahuan a. Jelaskan sebab-sebab nyeri kepada individu, jika diketahui. b. Menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung, jika diketahui. c. Jelaskan pemeriksaan diagnostik dan prosedur secara detail dengan menghubungkan ketidaknyamanan dan sensasi yang akan dirasakan, dan perkiraan lamanya terjadi nyeri. 2. Berikan informasi yang akurat untuk mengurangi rasa takut. 3. Hubungkan penerimaan anda tentang respons individu terhadap nyeri. a. Mengenali adanya rasa nyeri.



b. Mendengarkan dengan penuh perhatian mengenai nyeri. c. Memperlihatkan bahwa anda sedang mengkaji nyeri karena anda ingin mengerti lebih baik (bukan untuk menentukan apakah nyeri tersebut benar-benar ada). 4. Kaji keluarga untuk mengetahui adanya kesalahan konsep tentang nyeri atau penanganannya. 5. Bicarakan alasan-alasan mengapa individu dapat mengalami peningkatan atau penurunan nyeri (mis; keletihan meningkatkan nyeri, distraksi menurunkan nyeri). a. Berikan dorongan anggota keluarga untuk saling menceritakan rasa prihatinnya secara pribadi. b. Kaji apakah keluarga menyangsikan nyeri dan bicarakan pengaruhnya pada individu yang mengalami nyeri. c. Anjurkan keluarga untuk tetap memberikan perhatian walaupun nyeri tidak diperlihatkan. 6. Berikan kesempatan kepada individu untuk istirahat selama siang dan waktu tidur yang tidak terganggu pada malam hari. 7. Bicarakan dengan individu dan keluarga penggunaan terapi distraksi, bersamaan dengan metode lain untuk menurunkan nyeri. 8. Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut, bernapas dengan teratur. 9. Ajarkan penurunan nyeri noninvasif a. Relaksasi - Intruksikan teknik-teknik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri. - Tingkatkan relaksasi pijat punggung, masase, atau mandi air hangat. - Ajarkan teknik relaksasi khusus (mis; bernapas perlahan, teratur, dan napas dalamkepalkan tinju-menguap) b. Stimulasi kutan - Bicarakan dengan individu berbagai metoda stimulasi kulit dan efek-efeknya pada nyeri. - Bicarakan setiap metoda berikut ini dan tindakan kewaspadaannya: Botol air panas Bantalan pemanas listrik Mandi rendam air hangat Kantung panas lembab Hangatnya sinar matahari Selimut dari plastik diatas area yang sakit untuk menahan panas tubuh (mis;lutut, siku) - Bicarakan setiap metoda berikut dan tindakan kewaspadaannya: Handuk dingin (diperas) Rendaman air dingin Kantung es Kantung jeli dingin Masase es - Jelaskan manfaat terapeutik dari preparat mentol dan masase/pijat punggung. 10. Berikan individu pengurang rasa sakit yang optimal dengan analgesik. 11. Setelah pemberian pengurang rasa sakit, kembali 30 menit kemudian untuk mengkaji efektifitasnya.



12. Berikan informasi yang akurat untuk meluruskan kesalahan konsep pada keluarga (mis; ketagihan, ragu-ragu tentang nyeri). 13. Berikan individu kesempatan untuk membicarakan ketakutan, marah, dan rasa frustrasinya di tempat tersendiri, pahami kesukaran situasi. 14. Berikan dorongan individu untuk membicarakan pengalaman nyerinya. 15. Untuk anak-anak : a. Kaji pengalaman nyeri anak - Tentukan konsep anak tentang penyebab nyeri, jika mungkin - Mintalah anak untuk menunjukkan area nyeri. - Untuk anak-anak dibawah 4-5 tahun gunakan skala Oucher lima wajah dari sangat senang (1) sampai menangis (5). - Untuk anak-anak diatas 4 tahun, minta anak untuk membuat peringkat nyeri dengan menggunakan skala nyeri 0-5 (0=tidak nyeri dan 5=nyeri sekali) - Tanyakan pada anak apa yang memperingan nyeri dan apa yang membuatnya lebih buruk. - Kaji jika takut atau kesepian mempunyai andil terhadap nyeri. b. Tingkatkan rasa nyaman dengan penjelasan yang jujur dan kesempatan untuk memilih : - Katakan sebenarnya, jelaskan Berapa besar hal itu akan menyebabkan nyeri. Berapa lama hal itu akan berlangsung. Apa yang dapat membantu menguranginya. - Jangan mengancam (mis; ”jika kamu tetap tidak dapat menahan maka kamu tidak boleh pulang”). - Jelaskan secara eksplisit dan tekanan pada anak bahwa nyeri bukan merupakan hukuman. - Jelaskan pada orang tua bahwa anak dapat menangis lebih keras bila mereka ada, tetapi kehadiran mereka itu penting untuk meningkatkan kepercayaan. - Jelaskan pada anak bahwa prosedur tersebut diperlukan agar dia menjadi lebih sehat, dan adalah penting untuk menahan sehingga dapat dilakukan dengan cepat. - Bicarakan dengan orang tua pentingnya menceritakan yang sebenarnya; instruksikan pada orang tua untuk : Mengatakan kepada anak kapan mereka pergi dan kapan mereka kembali. Mengatakan pada anak bahwa mereka tidak dapat menghilangkan nyeri, tetapi bahwa mereka menemani (kecuali dalam keadaan bila orang tua tidak diijinkan untuk tinggal) - Berikan kesempatan pada orang tua untuk berbagi perasaan mereka tentang nyeri yang dialami oleh anak dan ketidakberdayaan. c. Persiapankan anak untuk yang menimbulkan nyeri. - Diskusi prosedur dengan orang tua; pastikan apa yang telah mereka katakan pada anak. - Jelaskan prosedur dengan kata-kata yang sesuai usia anak dan tingkat perkembangannya. - Katakan ketidaknyamanan yang akan dirasakan (mis; apa yang akan anak rasakan, kecap, lihat, atau cium). - Berikan dorongan anak untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan sebelum dan



selama prosedur; minta anak menceritakan pada anda apa yang ia pikir akan terjadi dan mengapa. - Bicaralah dengan anak (yang cukup besar-diatas 3,5 tahun) bahwa Anda berharap anak akan dapat menahan bahwa perilaku tersebut membuat anda senang. Tidak apa-apa untuk menangis atau meremas tangan anda jika terasa nyeri. - Agar orang tua dapat hadir menyaksikan prosedur ( terutama untuk anak-anak 18 bulan sampai 5 tahun) d. Jelaskan pada anak bahwa dia dapat dialihkan perhatiannya dari prosedur jika hal itu adalah keinginannya (penggunaan distraksi tanpa sepengetahuan anak tentang ketidaknyamanan yang akan terjadi adalah tidak dianjurkan karena anak akan belajar untuk tidak percaya) - Ceritakan sebuah dongeng menggunakan boneka. - Mintalah anak untuk memberikan nama atau menghitung objek-objek dalam sebuah gambar. - Mintalah anak untuk melihat gambar dan menunjuk objek-objek tertentu (”Dimana anjing?”) - Mintalah pada anak untuk bercerita kepada anda tentang binatang kesayangan. - Mintalah pada anak untuk menghitung kedipan mata anda. e. Berikan anak privasi selama prosedur yang menyakitkan; gunakan ruang tindakan daripada tempat tidur anak. f. Bantulah anak mengatasi akibat nyeri : - Katakan pada anak kapan prosedur menyakitkan berakhir. - Gendong anak kecil untuk menunjukan prosedur telah berakhir. - Berikan dorongan pada anak untuk membicarakan pengalaman nyeri (menggambar atau menunjukkannya dengan boneka) - Berikan dorongan pada anak untuk melakukan prosedur yang menyakitkan dengan menggunakan peralatan yang sama pada boneka dengan pengawasan. - Berikan pujian pada anak untuk ketahanan dan memperlihatkan bahwa nyeri telah ditangani dengan baik, tanpa memperhatikan perilaku anak (kecuali anak mengamuk kepada orang lain). - Beri anak cindera mata tentang nyeri (plester, lencana atas keberhasilannya)



18.



Nyeri kronis Definisi : Keadaan dimana seorang individu mengalami nyeri yang menetap atau intermitten dan berlangsung lebih dari 6 bulan. Faktor yang berhubungan : Rujuk pada Perubahan kenyamanan. Data mayor : Individu melaporkan bahwa nyeri telah ada lebih dari 6 bulan (mungkin satu-satunya pengkajian data yang ada) Data minor : Ketidaknyamanan. Marah, frustrasi, depresi karena situasi. Raut wajah kesakitan. Anoreksia, penurunan berat badan. Insomnia. Gerakan yang sangat hati-hati. Spasme otot. Kemerahan, bengkak, panas. Perubahan warna pada area yang terganggu. Abnormalitas refleks. Kriteria hasil : Individu akan 1. Mengungkapkan bahwa orang lain mengesahkan bahwa nyeri itu ada. 2. Melakukan tindakan penurun nyeri noninvasif yang dipilih untuk menangani nyeri. 3. Mengungkapkan adanya kemajuan dan peningkatan aktivitas sehari-hari. Intervensi : 1. Kaji pengalaman nyeri individu; tentukan intensitas nyeri pada saat terburuk dan terbaik. 2. Berikan informasi yang akurat untuk mengurangi ketakutan. 3. Ungkapkan penerimaan anda tentang respons terhadap nyeri a. Mengakui adanya nyeri. b. Mendengarkan dengan penuh perhatian pada keprihatinan terhadap nyeri individual. c. Perlihatkan bahwa anda mengkaji nyeri karena anda ingin lebih mengerti.



4. Kaji keluarga untuk mengetahui adanya kesalahan konsep tentang nyeri atau penanganannya. 5. Bicarakan alasan-alasan mengapa seorang individu mengalami peningkatan atau penurunan nyeri. a. Berikan dorongan anggota keluarga untuk saling menceritakan rasa prihatinnya secara pribadi. b. Kaji apakah keluarga menyangsikan nyeri dan bicarakan pengaruhnya pada individu yang mengalami nyeri. c. Anjurkan keluarga untuk tetap memberikan perhatian walaupun nyeri tidak diperlihatkan. 6. Berikan individu kesempatan untuk istirahan selama siang dan dengan waktu tidur yang tidak terganggu pada malam hari. 7. Bicarakan dengan individu dan keluarga penggunaan terapi distraksi, bersamaan dengan metode lain untuk menurunkan nyeri. 8. Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut, bernapas dengan teratur. 9. Ajarkan penurunan nyeri noninvasif (rujuk ke intervensi nyeri akut) 10. Berikan individu pengurang rasa sakit yang optimal dengan analgesik. 11. Setelah pemberian pengurang rasa sakit, kembali 30 menit kemudian untuk mengkaji efektifitasnya. 12. Berikan informasi yang akurat untuk meluruskan kesalahan konsep pada keluarga (mis; ketagihan, ragu-ragu tentang nyeri). 13. Kaji pengaruh nyeri kronis pada kehidupan individu, melalui individu dan keluarga. a. Kinerja (pekerjaan, tanggung jawab peran) b. Interaksi sosial. c. Finansial. d. Kegiatan sehari-hari (tidur, makan, mobilitas, seksual) e. Kognitif/suasana hati (konsentrasi, depresi) f. Unit keluarga (respons-respons dari anggota keluarga) 14. Jelaskan hubungan antara nyeri kronis dan depresi. 15. Bicarakan dengan individu dan keluarga berbagai modalitas tindakan yang tersedia (terapi keluarga, terapi kelompok, modifikasi perilaku, hipnosis,akupuntur, program latihan).



19.



Perubahan eliminasi usus : Konstipasi Definisi : Keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko tinggi mengalami statis pada usus besar, mengakibatkan jarang buang air besar, keras, feses kering. Faktor yang berhubungan Patofisiologis Berhubungan dengan kelainan inervasi, otot- otot dasar pelvis lemah, dan imobilisasi : Lesi medula spinalis Cedera medula spinal Spina bipida Demensia Cedera serebrovaskular (CSV, stroke) Penyakit neurologis Berhubungan dengan penurunan kecepatan metabolisme : Obesitas Diabetik neuropatik Uremia Hipotiroidisme Hiperparatiroidisme Berhubungan dengan penurunan peristaltik : Hipoksia (jantung, pulmoner) Tindakan Berhubungan dengan efek samping (khusus) : Antasida Alumunium Anestetik Aspirin Zat besi Fenotiasine Barium Kalsium Antikolinergik Diuretik Narkotik Agen Antiparkinson Situasional Berhubungan dengan penurunan peristaltis Imobilisasi Kehamilan Stress Kurang latihan Berhubungan dengan ketitakteraturan pola eliminasi Berhubungan dengan takut akan nyeri Berhubungan dengan masukan cairan takadekuat



20.



Data mayor Frekwensi menurun Feses keras, kering Mengejan saat mengeluarkan feses Distensi abdomen Data minor Tekanan pada rektal Sakit kepala, nafsu makan menurun Nyeri abdomen Kriteria hasil Individu akan : 1. Menjelaskan program terapeutik defekasi 2. melaporkan atau memperlihatkan peningkatan eliminasi usus 3. menjelaskan rasional dari intervensi Intervensi 1. Ajarkan pentingnya keseimbangan diet a. Tinjau daftar makanan yang banyak mengandung bulk - Buah-buahan segar berkulit - Sekam - Kacang-kacangan - Roti dan sereal - Buah-buahan dan sayuran yang dimasak - Jus buah b. Termasuk hampir 800 gr buah-buahan dan sayuran untuk defekasi normal setiap hari c. Secara bertahap tingkatkan makanan berserat d. Anjurkan masukan cairan 2 liter (8-10 gelas) kecuali terdapat kontraindikasi e. Anjurkan minum segelas air hangat 30 menit sebelum sarapan pagi yang dapat merangsang pengeluaran feses. f. Tetapkan waktu eliminasi yang teratur g. Bantu individu untuk berposisi normal agak jongkok untuk memungkinkan penggunaan optimum otot-otot abdomen dan efek gaya gravitasi. h. Ajarkan cara untuk memasase dengan ringan di abdomen bagian bawah ketika sedang di toilet i. Jika terjadi pengerasan feses, masukan minyak mineral hangat dan biarkan selama 20-30 menit. Gunakan sarung tangan yang diberi pelumas dengan baik, pecahkan feses yang keras dan buang pecahan-pecahannya. Pantau terhadap stimulasi vagal (pening, nadi melemah) j. Jelaskan bahaya penggunaan laksatif dan enema.



21.



Perubahan eliminasi usus : Diare Definisi : Keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami defekasi sering dengan feses cair, atau feses tidak berbentuk. Faktor yang berhubungan : Patofisiologis : Berhubungan dengan malabsorpsi, atau inflamasi Kwarsiorkor Gastritis Ulkus peptikum Penyakit Crohn’s Kanker kolon Spastis kolon Diverkulitis Kolitis ulserativa Berhubungan dengan defisiensi laksatase Berhubungan dengan peningkatan peristaltis Kecepatan metabolik (hipertiroidisme) Berhubungan dengan proses infeksi Disentri Kolera Malaria Typhoid Hepatitis infeksiosa Berhubungan dengan sekresi lemak yang berlebihan dalam feses : Disfungsi hepar Berhubungan dengan inflamasi dan ulserasi dari mukosa gastrointestinal : Tingginya pembuangan tingginya kadar pembuangan Tindakan : Berhubungan dengan malabsorpsi atau inflamasi Intervensi operasi pada usus Berhubungan dengan efek samping dari (khusus) : Agen tiroid Antasida Laksatif Pelunak feses Antibiotik Agen kemoterapi kanker Berhubungan dengan tingginya pelarut dalam makanan enteral Situasional (personal, lingkungan) Berhubungan dengan stres atau ansietas



Berhubungan dengan makanan yang mengiritasi (buah-buahan, sereal) Berhubungan dengan perjalanan jauh Berhubungan dengan perubahan bakteri dalam air Berhubungan dengan bakteri, virus, atau parasit yang tidak ada daya imunnya Berhubungan dengan peningkatan konsumsi kafein Maturisional Bayi Berhubungan dengan air susu (ibu, formula) Data mayor : Feses lunak, cair dan atau Peningkatan frekwensi defekasi Data minor : Dorongan Nyeri abdomen Frekwensi bising usus meningkat Peningkatan dalam keenceran atau volume feses Kriteria hasil : Klien akan : 1. Menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi jika mengetahuinya. 2. Menjelaskan rasional dari intervensi 3. melaporkan diare berkurang Intervensi : 1. Kaji faktor-faktor penyebab/yang mempengaruhi : makanan perselang, makanan terkontaminasi, perjalanan keluar negeri. 2. Kurangi diare a. Hentikan makanan padat b. Hentikan pemberian susu formula c. Hindari produk susu, lemak, buah-buahan, sayur-sayuran. 3. Tingkatkan masukan oral untuk mempertahankan berat jenis normal urine. 4. Perbanyak cairan tinggi kalium dan natrium (air daging) 5. hati-hati terhadap penggunaan cairan yang sangat panas atau dingin. 6. Jelaskan pada klien dan orang terdekat tentang intervensi yang perlu dilakukan untuk pencegahan mendatang. 7. Jika berhubungan dengan makanan perselang : a. Ganti selang pada pemberian selanjutnya. b. Berikan lebih lambat bila terjadi tanda-tanda intoleransi c. Jika diinginkan, hangatkan didalam air hangat sampai mencapai suhu ruang. d. Encerkan makanan bila terlalu kental.



e. Ikuti makanan perselang dengan jumlah air yang telah ditentukan untuk menjamin rehidrasi. 8. Ajarkan tindakan pencegahan yang harus dilakukan bila melakukan perjalanan keluar negeri. a. Hindari makanan yang disajikan dingin, salad, susu, keju. b. Minum-minuman yang mengandung karbonat atau minuman botol. c. Kupas buah-buahan dan sayuran segar. 9. Jelaskan cara untuk mencegah penyebaran infeksi (cuci tangan, penyimpanan yang tepat, memasak, dan menangani makanan).



22.



Kurang perawatan diri : mandi/hygiene Definisi Keadaan dimana individu mengalami kegagalan kemampuan untuk melaksanakan atau menyelesaikan mandi/aktivitas kebersihan diri Faktor yang berhubungan Patofisiologis Berhubungan dengan kurang koordinasi Berhubungan dengan spastisitas Berhubungan dengan kelemahan otot Berhubungan dengan paralisis Berhubungan dengan atrofi Berhubungan dengan kontraktur otot Berhubungan dengan status koma Berhubungan dengan kelainan visual Berhubungan dengan tidak berfungsinya atau kehilangan anggota gerak Berhubungan dengan regresi pada tingkat perkembangan sebelumnya Berhubungan dengan perilaku ritualistik yang berlebihan Tindakan Berhubungan dengan alat eksternal Berhubungan dengan keletihan pasca operatif dan nyeri Situasional (Personal, lingkungan) Berhubungan defisit kognitif Berhubungan dengan nyeri Berhubungan dengan kurang motivasi Berhubungan dengan keletihan Berhubungan dengan kebingungan Berhubungan dengan ansietas ketidakmampuan Maturisional Berhubungan dengan penurunan kemampuan visual dan motorik, kelemahan otot



Data Kurangnya kemampuan untuk mandi sendiri (termasuk membasuh keseluruhan badan, menyisir rambut, menggosok gigi, melakukan perawatan kulit, dan kuku serta menggunakan rias wajah) a. Tidak dapat atau tidak ada keinginan untuk membasuh tubuh atau bagian-bagian tubuh b. Tidak dapat menggunakan sumber air c. Ketidakmampuan merasakan kebutuhan terhadap tindakan kebersihan Kurangnya kemampuan mengenakan pakaian sendiri (termasuk pakaian rutin atau pakaian khusus, bukan pakaian malam) a. Kegagalan kemampuan untuk memakai atau melepaskan pakaian b. Ketidakmampuan untuk mengancingkan pakaian c. Ketidakmampuan untuk berdandan diri yang memuaskan Kriteria hasil Individu akan 1. Mengidentifikasi kesukaan akan aktivitas perawatan diri 2. Mendemostrasikan kebersihan yang optimal setelah bantuan dalam perawatan diberikan 3. Berpartisipasi secara fisik dan atau verbal dalam aktivitas perawatan diri a. Melaksanakan aktivitas mandi pada tingkat yang optimal b. Melaporkan rasa puas dengan pencapaian meskipun dalam keterbatasan c. Menghubungkan perasaan kenyamanan dan kepuasan dengan kebersihan tubuh d. Mendemonstrasikan kemampuan untuk menggunakan alat-alat bantu adaptif e. Menggambarkan faktor-faktor penyebab dari kurangnya kemampuan untuk mandi Intervensi 1. Dorong individu untuk menggunakan lensa atau alat bantu korektif yang ditentukan 2. Pertahankan kehangatan suhu kamar mandi; pastikan suhu air yang disukai individu 3. Berikan privasi selama mandi rutin 4. Berikan seluruh perlengkapan mandi dalam batas yang mudah dicapai 5. Berikan pengamanan dalam kamar mandi (mis; lantai tidak licin, batang pegangan, bel) 6. Jika individu mampu secara fisik, dorong menggunakan bak mandi atau pancuran, tergantung pada fasilitas rumah sakit dalam persiapan pulang ke rumah. 7. Berikan peralatan adaptif jika dibutuhkan a. Kursi atau tempat duduk tidak ada sandaran sewaktu mandi b. Pemegang spon yang panjang mencapai punggung atau ekstremitas bawah c. Tempat pegangan pada dinding kamar mandi d. Papan mandi untuk pindah ke kursi e. Alas atau keset yang tidak licin f. Sarung tangan pencuci dengan kantung untuk sabun



g. Sikat gigi yang sudah teradaptasi h. Alat pencukur i. Pegangan semprotan pancuran 8. Untuk individu kekurangan penglihatan a. Tempatkan perlengkapan mandi dalam lokasi paling sesuai untuk individu b. Pertahankan bel pemanggil dalam jarak yang mudah dijangkau c. Berikan derajat privasi yang sama d. Secara verbal beritahukan diri anda sebelum memasuki atau meninggalkan area pemandian e. Observasi kemampuan individu untuk menempatkan seluruh peralatan mandi f. Observasi kemampuan individu untuk melaksanakan perawatan mulut, menyisir rambut. g. Berikan tempat untuk pakaian bersih yang mudah dijangkau. 9. Untuk individu dengan anggota tubuh hilang atau sakit a. Mandikan pada pagi awal atau sebelum tidur pada malam hari. b. Dorong individu untuk mengunakan cermin selama mandi untuk mengamati area kulit yang mengalami paralise c. Dorong individu yang mengalami amputasi untuk mengamati anggota gerak yang tersisa untuk keutuhan kulit yang baik. d. Berikan hanya beberapa pengawasan atau bantuan yang diperlukan untuk belajar kembali penggunaan ekstremitas atau adaptasi terhadap kecacatan 10. Untuk individu dengan kemunduran kognitif a. Berikan waktu konsisten untuk mandi rutin sebagai bagian dari suatu program terstruktur untuk membantu menurunkan ansietas b. Pertahankan instruksi-instruksi sederhana dan hindari pengalihan-pengalihan; orientasi tujuan adanya perlengkapan mandi. c. Jika individu tidak dapat memandikan keseluruhan tubuh, biarkan individu memandikan suatu bagian tubuhnya sampai benar; berikan umpan balik positif terhadap keberhasilan d. Aktivitas pengawasan dilakukan sampai individu dapat dengan aman melaksanakan tugas yang tidak dibantu e. Dorong perhatian terhadap tugas, tetapi waspada terhadap kelelahan yang dapat meningkatkan ansietas 11. Pastikan bahwa fasilitas mandi di rumah tersedia dan bantu dalam menentukan jika ada berbagai kebutuhan untuk adaptasi. 12. rujuk kepada terapi okupasi atau pelayanan sosial untuk membantu dalam mendapatkan perlengkapan yang dibutuhkan.



23.



Kurang pengetahuan Definisi Suatu keadaan dimana seorang individu atau kelompok mengalami defisiensi pengetahuan kognitif atau keterampilan-keterampilan psikomotor berkenaan dengan kondisi atau rencana pengobatan. Data mayor : Mengungkapkan kurang pengetahuan atau keterampilan-keterampilan/permintaan informasi. Mengekspresikan suatu ketidakakuratan persepsi status kesehatan. Melakukan dengan tidak tepat perilaku kesehatan yang dianjurkan atau yang diinginkan. Data minor : Kurang integrasi tentang rencana pengobatan ke dalam aktivitas sehari-hari. Memperlihatkan atau mengekspresikan perubahan psikologis (mis; ansietas, depresi) mengakibatkan kesalahan informasi atau kurang informasi. Catatan : Kurang pengetahuan tidak menunjukkan respons, perubahan, atau pola disfungsi manusia, tetapi lebih sebagai suatu etiologi atau faktor penunjang (Jenny, 1987). Kurang pengetahuan dapat menambah suatu variasi respons-respons (mis; ansietas, kurang perawatan diri). Semua diagnosa keperawatan mempunyai hubungan dengan penyuluhan klien/keluarga sebagai bagian dari keperawatan (mis; perubahan eliminasi usus, kerusakan komunikasi verbal). Apabila penyuluhan secara langsung berhubungan dengan suatu diagnosa keperawatan yang khusus, maka cakupkan penyuluhan dalam perencanaan. Apabila penyuluhan diperlukan sebelum melakukan suatu prosedur, maka dapat digunakan diagnosa keperawatan ansietas yang berhubungan dengan lingkungan yang tidak dikenal. Apabila pemberian informasi diarahkan untuk membantu individu atau keluarga dengan perawatan diri di rumah, maka diagnosa ketidakefektifan penatalaksanaan aturan terapeutik dapat diindikasikan



24.



Ketidakefektifan penatalaksanaan aturan terapeutik Definisi : Suatu pola dimana individu mengalami atau berisiko tinggi mengalami kesukaran berintegrasi ke dalam suatu program kehidupan sehari-hari terhadap pengobatan penyakit dan akibat dari penyakit yang memenuhi tujuan-tujuan kesehatan khusus. Faktor yang berhubungan Tindakan Berhubungan dengan kompleksitas aturan terapeutik Berhubungan dengan biaya finansial dari aturan Berhubungan dengan kompleksitas sistem perawatan kesehatan Berhubungan dengan efek samping terapi Situasional (Personal, Lingkungan) Berhubungan dengan konflik pengambilan keputusan Berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan Berhubungan dengan konflik keluarga Berhubungan dengan tidak mempercayai aturan Berhubungan dengan tidak mempercayai petugas pelayanan kesehatan Berhubungan dengan konflik keyakinan tintang kesehatan Berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang keseriusan masalah Berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang kerentanan Berhubungan dengan kekurangan kepercayaan diri Berhubungan dengan pengalaman tidak berhasilnya sebelumnya Berhubungan dengan hambatan pada komprehensif : Defisit kognitif Kerusakan pendengaran Ansietas Keletihan Motivasi Masalah-masalah ingatan Maturisional (Anak-anak, remaja) Berhubungan dengan ketakutan karena merasa berbeda Data mayor Mengungkapkan keinginan untuk mengatasi pengobatan penyakit dan pencegahan akibat penyakit tersebut. Mengungkapkan kesulitan dengan pengaturan/integrasi salah satu atau lebih aturan yang diharuskan untuk pengobatan penyakit dan efek-efeknya atau pencegahan komplikasi-komplikasi.



Data minor Percepatan (yang diharapkan atau yang tidak diharapkan) dari gejala penyakit. Mengungkapkan bahwa tidak melakukan tindakan untuk mencakupkan aturan pengobatan dalam rutinitas sehari-hari. Mengungkapkan bahwa tidak melakukan tindakan mengurangi faktor-faktor risiko kemajuan penyakit dan gejala sisanya. Kriteria hasil Individu akan : 1. Mengungkapkan ansietas berkurang tentang ketakutan akan ketidaktahuan, ketakutan akan kehilangan kontrol, atau kesalahan konsepsi. 2. Menggambarkan proses penyakit, penyebab-penyebab dan faktor-faktor penunjang pada gejala, dan aturan untuk penyakit atau kontrol gejala. 3. Mengungkapkan maksud untuk melakukan perilaku kesehatan yang diperlukan atau keinginan untuk pulih dari penyakit dan pencegahan kekambuhan atau komplikasi. Intervensi 1. Identifikasi faktor-faktor penyebab atau penunjang yang menghalangi penatalaksanaan yang efektif : a. Kurang percaya b. Kekurangan percaya diri c. Kekurangan pengetahuan d. Kekurangan sumber-sumber 2. Bangun rasa percaya dan kekuatan (Zerwich, 1992) a. Dapatkan jalan masuk ke dalam sistem keluarga, jangan mengambil alih b. Hindari impresi yang dipaksakan c. Dengarkan untuk mendapatkan keprihatinan tentang pengharapan yang terlalu berlebihan. d. Upayakan untuk mengetahui kesesuaian antara kebutuhan-kebutuhan yang diungkapkan dengan layanan-layanan yang diberikan perawat e. Temukan kekuatan-kekuatan yang dimiliki keluarga dan perkuat f. Terima individu sebagaimana adanya g. Perlihatkan secara menetap, namun bertahap secara perlahan. h. Perlihatkan kejujuran, konsistensi, kestabilan. i. Pertahankan kontak yang telah terbina dengan individu atau dengan hubungan telepon. 3. Tingkatkan percaya diri dan kemajuan diri yang positif (Bandura, 1982) a. Gali dengan individu penatalaksanaan masalah yang telah berhasil pada masa lalu. b. Ceritakan kisah tentang keberhasilan orang lain. c. Jika memungkinkan, beri dorongan kesempatan untuk menyaksikan orang lain yang telah secara berhasil mengatasi situasi yang serupa. d. Beri dorongan keikutsertaan dalam kelompok penolong diri sendiri.



e. Jika respons autonom tinggi (mis; nadi cepat, diaforesis) akan mengurangi rasa percaya diri, ajarkan pengalihan ansietas jangka pendek (Graiger, 1990) - Melihat keatas. - Kontrol pernapasan - Rendahkan bahu - Ubah intonasi suara - Beri arahan diri (berteriak jika mungkin) - Latihan - ”Tutupi wajah anda” – ubah ekspresi wajah anda - Ubah perspektif; bayangkan menonton situasi tersebut dari jarak jauh. 4. Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi belajar. a. Persepsi tentang keseriusan b. Kerentanan terhadap komplikasi c. Prognosis d. Persepsi tentang kemajuan kontrol e. Tingkat ansietas f. Status finansial g. Sistem pendukung h. Pengalaman-pengalaman masa lalu i. Status fisik j. Status emosional k. Kemampuan kognitif 5. Tingkatkan sikap positif dan keikutsertaan secara aktif individu dan keluarga a. Kumpulksn ekspresi-ekspresi tentang perasaan, keprihatinan, dan pertanyaanpertanyaan dari individu dan keluarga. b. Beri dorongan individu/keluarga untuk mencari informasi dan membuat keputusan yang diinformasikan c. Jelaskan tanggung jawab individu/keluarga dan bagaimana hal ini dapat diselesaikan. 6. Jelaskan dan bicarakan (Rakel, 1992): a. Proses penyakit b. Aturan pengobatan (Pengobatan, diet, prosedur-prosedur, peralatan yang digunakan) c. Rasional aturan. d. Pengharapan (individu,keluarga) akan aturan e. Efek samping aturan f. Perubahan gaya hidup yang diperlukan g. Metoda untuk memantau kondisi h. Sumber-sumber dukungan yang tersedia. i. Perubahan-perubahan lingkungan rumah yang diperlukan 7. Jelaskan bahwa perubahan gaya hidup dan kebutuhan belajar akan membutuhkan waktu untuk terintegrasi. a. Berikan dengan materi-materi tercetak b. Jelaskan siapa yang harus dihubungi untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan. 8. Identifikasi rujukan atau layanan-layanan komunitas yang diperlukan untuk tindak lanjut.



25.



Kerusakan komunikasi verbal Definisi : Keadaan dimana seorang individu mengalami, atau dapat mengalami kemunduran kemampuan untuk mengirim atau menerima pesan (mis; mempunyai kesukaran pertukaran pikiran, ide-ide, atau keinginan) Faktor yang berhubungan : Patofisiologis Berhubungan dengan kekacauan mental, pikiran yang tidak realistis Gangguan skizofrenik Gangguan delusi Gangguan psikotik Gangguan paranoid Berhubungan dengan kerusakan fungsi motoris dari otot-otot bicara Berhubungan dengan iskemik lobus temporal atau frontal (Kerusakan serebral) Afasia ekspresif atau reseptif Cedera serebrovaskular Kerusakan otak (mis; kelahiran, trauma) Depresi sistem saraf pusat/peningkatan tekanan intra kranial Tumor (kepala, leher, atau medula spinalis) Retardasi mental Hipoksia kronis serebral (Kerusakan neurologis) Quadriplegia Penyakit sistem saraf (miastenia, multiple sklerosis, distrofi otot) Paralisis pita suara Berhubungan dengan kerusakan kemampuan menghasilkan suara Kerusakan pernapasan (napas pendek) Edema laring/infeksi Deformitas oral Bibir sumbing atau palatum Maloklusi atau fraktur rahang Kehilangan gigi Disatria Berhubungan dengan kerusakan pendengaran Tindakan Berhubungan dengan kerusakan kemampuan menghasilkan suara Intubasi trakea Trakeostomi/trakeotomi/laringektomi Operasi kepala, wajah, leher, atau mulut Nyeri (tenggorokan atau mulut)



Letargi efek anestesia Situasional Berhubungan dengan penurunan perhatian Keletihan Kemarahan Ansietas (berat/panik) Nyeri Berhubungan dengan barier psikologis (mis; ketakutan, malu) Berhubungan dengan kurang privasi Berhubungan dengan kehilangan memori terbaru Maturisional Berhubungan dengan rangsang sensori takadekuat (Usia lanjut) Berhubungan dengan kerusakan pendengaran Data mayor : Menolak untuk berbicara. Kerusakan kemampuan untuk berbicara. Berbicara tidak sesuai atau tidak bicara atau tidak berespons. Data minor : Ketidakmampuan untuk bicara bahasa dominan. Gagap. Disatria. Afasia. Masalah dalam menemukan kata-kata yang tepat. Pernyataan tidak mengerti atau salah mengerti. Kriteria hasil : Individu akan 1. Mengenakan alat bantu dengar (bila sesuai) 2. Menerima pesan-pesan melalui metode alternatif (mis; komunikasi tertulis, bahasa isyarat, bicara dengan jelas pada telinga yang baik). 3. Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi. 4. Meningkatkan kemampuan untuk mengerti. 5. Mengatakan penurunan frustrasi dalam berkomunikasi. Intervensi : 1. Gunakan faktor-faktor yang meningkatkan pendengaran dan pengertian. a. Bicara dengan terang dan jelas, menghadap kearah klien. b. Kurangi suara-suara dalam ruangan yang tidak pelu - Hanya satu orang yang bicara



- Waspada pada latar belakang suara-suara berisik (mis; menutup pintu, mematikan TV atau radio). c. Ulangi, kemudian persingkat, bila klien kelihatan tidak mengerti semua maksud. d. Gunakan sentuhan dan gerakan untuk meningkatkan komunikasi. e. Jika klien hanya dapat mengerti bahasa isyarat, hadirkan interpreter/penerjemah sesering mungkin. f. Jika klien berada dalam kelompok, tempatkan klien dibarisan terdepan. g. Dekati klien dari sisi dimana fungsi pendengaran lebih baik. h. Jika klien bisa membaca gerak bibir, berhadapan dengan klien dan bicara secara perlahan-lahan dan jelas. 2. Berikan metoda alternatif komunikasi yang lain a. Gunakan kertas dan pensil, huruf alfabet, isyarat tangan, kedipan mata, anggukan tangan, bel isyarat. b. Buat kartu-kartu dengan gambar-gambar atau kata-kata ungkapan yang biasa digunakan. (mis; basahi bibir saya, pindahkan kaki saya, segelas air pispot) c. Anjurkan klien untuk menunjuk, gunakan gerakan dan phantomim. d. Konsulkan ke ahli patologi wicara untuk bantuan dalam mendapatkan kartu yang berisi kata-kata atau gambar-gambar. 3. Berikan lingkungan tenang. a. Gunakan suara yang normal dan bicara tidak terburu-buru dengan frase singkat. b. Anjurkan orang untuk menggunakan waktu bicara yang cukup dam menggunakan kata secara hati-hati dengan gerakan bibir yang jelas. c. Kurangi gangguan eksternal. d. Tunda percakapan jika klien lelah. 4. Gunakan teknik-teknik untuk meningkatkan pengertian. a. Tatap wajah individu dan pertahankan kontak mata, jika mungkin. b. Gunakan perintah satu tahap yang tidak rumit dan langsung. c. Pastikan hanya satu orang yang bicara. d. Anjurkan penggunaan gerakan dan phantomim. e. Cocokan kata-kata dengan gerakan, gunakan gambar-gambar. f. Akhiri percakapan dengan catatan sukses (mis; kembali pada pokok yang lebih mudah) g. Gunakan kata-kata yang dama untuk tugas-tugas yang sama. 5. Buat suatu upaya bersama untuk mengerti saat individu tersebut berbicara. a. Berikan waktu yang cukup untuk mendengar jika individu berbicara perlahan. b. Ulang pesan individu dengan keras untuk memastikan. c. Berikan respons pada semua upaya untuk bicara meskipun tidak dapat dipahami. (mis; “Saya benar-benar tidak tahu apa yang anda katakan, dapatkah anda mencoba mengatakannya sekali lagi?”) d. Abaikan kesalahan dan kata-kata tidak sopan. e. Jangan pura-pura mengerti jija anda tidak mengerti. f. Berikan individu untuk berespons, jangan memotong, berikan kata-kata hanya kadang-kadang. 6. Ajarkan teknik-teknik untuk memperbaiki bicara. a. Minta individu untuk memperlambat bicara, dan ucapkan setiap kata dengan jelas, sementara memberikan contoh.



b. Anjurkan individu untuk bicara dengan frase yang singkat. c. Anjurkan untuk berbicara dengan kecepatan lebih lambat atau bernapas sebelum bicara. d. Anjurkan individu untuk mengambil waktu dan berkonsentrasi pada pembentukan kata. e. Mintalah individu untuk menulis pesan-pesan atau membuat gambar jika sukar melakukan komunikasi verbal. f. Anjurkan individu untuk berbicara dalam kalimat pendek. g. Ajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat dijawab dengan “ya” atau “tidak”. h. Fokuskan pada saat sekarang; hindari topik-topik kontroversial, emosional, abstrak, atau terlalu panjang. 7. Ungkapkan masalah frustrasi terhadap ketidakmampuan untuk berkomunikasi, jelaskan bahwa kesabaran diperlukan oleh perawat maupun individu yang sedang mencoba berbicara. 8. berikan kesempatan untuk membuat keputusan tentang perawatan (mis; “Apakah anda lebih menyukai jus jeruk atau jus apel?”) 9. Ajarkan teknik-teknik kepada orang terdekat dan pendekatan berulang untuk meningkatkan komunikasi. 10. jika perlu seorang penerjemah, coba rencanakan kunjungan rutin seseorang mengerti bahasa individu tersebut. 26.



Kerusakan integritas jaringan Definisi Keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko untuk mengalami kerusakan integument, kornea, atau jaringan membrane mukosa. Faktor yang berhubungan Patofisiologis Berhubungan dengan inflamasi antara dermal-epidermal Psoriasis Eksim Lupus eritematosus Skleroderma (Perubahan-perubahan metabolik dan endokrin) DM Hepatitis Sirosis Gagal ginjal Ikterik Kanker Disfungsi tiroid (Bakterial)



Impetigo Folukulitis Selulitis (Virus) Herper Ginggivitis AIDS (Jamur) Dermatofitosis Kaki atlet Vaginitis Berhubungan dengan penurunan darah dan nutrisi ke jaringan DM Penyakit ginjal Obesitas Dehidrasi Perubahan vaskular perifer Statis vena Arteriosklerosis Anemia Kelainan kardiopulmonal Anoreksia nervosa Tindakan Berhubungan dengan penurunan aliran darah dan nutrisi ke jaringan Status puasa Pembedahan Berhubungan dengan imobilisasi : efek sedasi Berhubungan dengan trauma mekanik Kawat rahang Traksi Gips Alat ortopedik Berhubungan dengan efek-efek radiasi pada sel-sel basal dan epitelium Berhubungan dengan efek-efek iritan mekanika atau tekanan Torniket Papan kaki Restrein Balutan, plester, larutan Kateter urine Selang nasogastrik Selang endotrakeal Bidai/prostese oral Lensa kontak Situasional (Personal, situasional) Berhubungan dengan trauma kimia Ekskresi



Sekresi Bahan-bahan berbahaya Berhubungan dengan iritan lingkungan Iritasi-luka bakar sinar matahari Suhu Kelembaban Parasit Sengatan serangga Inhalas Berhubungan dengan efek-efek tekanan atau imobilisasi Maturisional Berhubungan dengan kulit kering, tipis, penurunan vaskularitas dermal : efek penuaan Data mayor Gangguan kornea, integumen, atau jaringan membran mukosa atau invasi struktur tubuh (insisi, ulkus dermal, ulkus kornea, lesi oral) Data minor Lesi Edema Eritema Kekeringan membran mukosa Leukoplakia Lidah kotor Kriteria hasil Individu akan : 1. Mengidentifikasi penyebab kerusakan jaringan mekanik. 2. Berpartisipasi dalam perencanaan untuk meningkatkan penyembuhan luka. 3. Memperlihatkan kemajuan penyembuhan luka jaringan. Intervensi 1. Anjurkan mobilitas pada tingkat yang paling tinggi untuk menghindari periode tekanan yang lama. 2. Untuk kerusakan neuromuskular a. Ajarkan klien/orang terdekat tindakan yang tepat untuk mencegah tekanan, robekan, gesekan, maserasi. b. Ajarkan untuk mengenali tanda-tanda awal kerusakan jaringan c. Ubah posisi sedikitnya setiap 2 jam. d. Dengan sering tingkatkan perputaran tubuh dengan pengangkatan minor dalam berat badan. 3. Jaga kulit tetap bersih dan kering.



4. Hindari pengelupasan epidermis saat melepas plester. 5. Gunakan alat yang menyebarkan tekanan jika diperlukan 6. Batasi posisi kepala pada klien berisiko tinggi sampai kurang dari 30º. Hindari penggunaan tempat tidur yang bagian lututnya dapat terlipat. 7. Gunakan metoda untuk menampung inkontinensia usus atau kandung kemih. 8. Ajarkan aplikasi yang tepat dari kantong stoma. 9. Gunakan teknik kantong stoma untuk menahan drainase dari fistula/ulkus. 10. Anjurkan sabun ringan yang tidak merubah pH kulit. 11. Ajarkan menggunakan sarung tangan/baju pelindung apabila menggunakan produk kimia dalam lingkungan pekerjaan. 27.



Kelebihan volume cairan Definisi : Keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami kelebihan cairan intraseluler atau interstisial. Faktor yang berhubungan Patofisiologis Berhubungan dengan gangguan mekanisme regulator Gagal ginjal, akut atau kronik Berhubungan dengan peningkatan preload, penurunan kontraktilitas, dan penurunan curah jantung Infark miokard Gagal jantung kongestif Gagal jantung kiri Penyakit katup Takikardi/aritmia Berhubungan dengan hipertensi porta, tekanan osmotik koloid plasma rendah, retensi natrium Penyakit hepar : Sirosis, Asites, Kanker Berhubungan dengan kerusakan arus balik vena Varikose vena Penyakit vaskuler perifer Flebitis kronis Imobilitas Tindakan Berhubungan dengan retensi natrium dan air Pemberian terapi kortikosteroid Situasional (Personal, lingkungan) Berhubungan dengan kelebihan masukan natrium/cairan Berhubungan dengan rendahnya masukan protein Diet Malnutrisi



Berhubungan dengan venostatis/pengumpulan venosa Imobilitas Bidai atau balutan yang kuat Berdiri atau dududk dalam waktu yang lama Berhubungan dengan kompresi vena oleh uterus pada ibu hamil Berhubungan dengan drainase limfatik yang tidak adekuat Mastektomi Maturisional (Lansia) Berhubungan dengan kerusakan arus balik vena Peningkatan resistensi dan penurunan efisiensi katup Data mayor Edema Kulit menegang, mengkilap Data minor Masukan lebih banyak daripada haluaran Sesak napas Kenaikan berat badan Kriteria hasil Individu akan : 1. Mengungkapkan faktor-faktor penyebab dan metode-metode pencegahan edema 2. memperlihatkan penurunan edema perifer dan sakral. Intervensi 1. Kaji masukan diet dan kebiasaan yang dapat menunjang retensi cairan 2. Anjurkan individu untuk menurunkan masukan garam 3. Ajarkan individu untuk a. Membaca label untuk kandungan natrium b. Hindari makanan yang menyenangkan, makanan kaleng, dan makanan beku. c. Masak tanpa garam dan gunakan bumbu-bumbu untuk menambah rasa (lemon, kemangi, mint) d. Gunakan cuka mengganti garam untuk rasa sop, rebusan, dan lain-lain 4. Kaji adanya bukti-bukti venostatis pada bagian tergantung. 5. Jaga ekstremitas yang mengalami edema setinggi diatas jantung apabila mungkin (kecuali jika terdapat kontraindikasi oleh gagal jantung) 6. Instruksikan individu untuk menghindari celana yang terbuat dari kaos/korset, celana setinggi lutut, dan menyilangkan tungkai bawah dan latihan tetap meninggikan tungkai bila mungkin. 7. Untuk drainase yang tidak adekuat :



a. Jaga ekstremitas ditinggikan diatas bantal b. Ukur tekanan darah pada lengan yang tidak sakit c. Jangan memberi suntikan atau memasukan cairan intravena pada lengan yang sakit. d. Lindungi lengan yang sakit dari cedera. e. Anjurkan individu untuk menghindari deterjen yang kuat, membawa kantong yang berat, merokok, mencederai kulit ari atau bintil pada kuku, meraih kedalam oven yang panas, menggunakan perhiasan atau jam tangan, atau menggunakan bando. f. Peringatkan individu untuk menemui dokter jika lengan menjadi merah, bengkak, atau keras lain dari biasa. 8. Lindungi lengan yang edema dari cedera. 28.



Kekurangan volume cairan Definisi Keadaan dimana seorang individu yang tidak menjalani masa puasa atau berisiko mengalami dehidrasi vaskular, interstisial, atau intravaskular. Faktor yang berhubungan : Patofisiologi Berhubungan dengan haluaran urine yang berlebihan Diabetes yang tak terkontrol. Berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan dengan jalan evaporatif karena luka bakar Berhubungan dengan peningkatan kehilangan cairan Demam Drainase abnormal Peritonitis Diare Situasional Berhubungan dengan mual/muntah Berhubungan dengan menurunnya motivasi untuk minum cairan Depresi Keletihan Berhubungan dengan masalah diet Berhubungan dengan makanan melalui selang dengan terlarut yang tinggi Berhubungan dengan kesulitan menelan atau makan sendiri Nyeri mulut, nyeri tenggorokan Berhubungan dengan panas/sinar matahari yang berlebihan, kekeringan. Berhubungan dengan kehilangan melalui : Kateter indwelling Drein



Berhubungan dengan ketidakcukupan cairan untuk upaya olahraga atau kondisi cuaca. Berhubungan dengan penggunaan yang berlebihan dari: Laksatif atau enema Diuretik atau alkohol. Maturisional (Bayi/anak) Berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh Penurunan penerimaan cairan Penurunan pemekatan urine (Lansia) Berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh Penurunan penerimaan cairan Penurunan sensasi haus Data mayor Ketidakcukupan masukan cairan oral Keseimbangan negatif antara masukan dan haluaran Penurunan berat badan Kulit/membran mukosa kering Data minor Peningkatan natriun serum Penurunan haluaran urine atau haluaran berlebihan Urine memekat atau sering berkemih Penurunan turgor kulit Haus/mual/anokresia Kriteria hasil Individu akan : 1. Meningkatkan masukan cairan minimal 2000 ml/hari (kecuali bila ada kontraindikasi) 2. Menceritakan perlunya untuk meningkatkan masukan cairan selama stres atau panas 3. Mempertahankan berat jenis urine dalam batas normal 4. Memperlihatkan tidak adanya tanda dan gejala dehidrasi Intervensi 1. Kaji yang disukai dan yang tidak disukai; beri minuman kesukaan dalam batas diet 2. Rencanakan tujuan masukan cairan untuk setiap pergantian (mis; 1000 ml selama pagi, 800 ml sore, dan 200 ml malam hari) 3. Kaji pengertian individu tentang alasan-alasan untuk mempertahankan hidrasi yang



adekuat dan metoda-metoda untuk mencapai tujuan masukan cairan. 4. Untuk anak-anak, tawarkan : a. Bentuk-bentuk cairan yang menarik (es krim bertangkai, jus dingin, es berbentuk kerucut) b. Wadah yang tidak biasa (cangkir berwarna, sedotan) c. Sebuah permainan atau aktivitas (suruh anak minum jika tiba giliran anak) 5. Suruh individu mempertahankan laporan yang tertulis dari masukan cairan dan haluaran urine, jika perlu. 6. Pantau masukan; pastikan sedikitnya 1500 ml peroral setiap 24 jam. 7. Pantau haluaran; pastikan sedikitnya 1000-1500 ml setiap 24 jam. 8. Pantau berat jenis urine 9. Timbang berat badan setiap hari dengan jenis baju yang sama, kehilangan berat badan 2%-4% menunjukan dehidrasi ringan, 5%-9% dehidrasi sedang. 10. Ajarkan bahwa kopi, teh, dan jus buah anggur menyebabkan diuresis dan dapt menambah kehilangan cairan. 11. Pertimbangkan kehilangan cairan tambahan yang berhubungan dengan muntah, diare, demam, selang drein. 12. Pantau kadar elektrolit darah, nitrogen urea darah, urine dan serum osmolalitas, kreatinin, hematokrit, dan hemoglobin. 13. Untuk drainase luka : a. Pertahankan catatan yang cermat tentang jumlah dan jenis drainase. b. Timbang balutan, jika perlu, untuk memperkirakan kehilangan cairan. c. Balut luka untuk meminimalkan kehilangan cairan. 29.



Kekacauan mental akut Definisi Keadaan dimana terjadi awitan tiba-tiba dari sekelompok global, gangguan kesadaran yang berfluktuatif, perhatian, persepsi, memori, orientasi, berpikir, siklus tidurbangun, dan perilaku psikomotor (APA, 1987) Faktor yang berhubungan Berhubungan dengan hipoksia serebral dan atau gangguan dalam metabolisme (Gangguan cairan dan elektrolit) Dehidrasi. Deplesi volume. Asidosis/alkalosis. Hiperkalsemia. Hiperkalemia. Hipo/hipernatremia. Hipo/hiperglikemia. (Defisiensi nutrisi) Defisiensi folat/vitamin B12 Anemia.



Defisiensi niasin. Defisiensi magnesium. (Gangguan kardiovaskular) Infark miokard Gagal Jantung Kongestif Disritmia. Blok Jantung (Gangguan pernapasan) PPOK Emboli paru Tuberkulosis. Pneumonia. (Infeksi) Sepsis Meningitis Infeksi Saluran Kemih (Gangguan metabolisme dan endokrin) Hipo/hipertiroidisme Hipo/hiperpituitarisme Gangguan paratiroid Hipotensi postural Hipo/hipertermia Gagal ginjal atau hepar (Gangguan system saraf pusat) Trauma kepala Tumor Kejang dan keadaan pascakonvulsif Tekanan hidrosefalus (Penyakit kolagen dan reumatoid) Artritis temporal. Nodosa periartritis. Lupus eritematosa. Tindakan Berhubungan dengan gangguan dalam metabolisme serebral Operasi Obat terapeutik (narkotik, narkoleptik). Anestesi umum Efek samping obat ( Diuretik, digitalis, fenitoin, dll). Situasional (Personal, lingkungan) Berhubungan dengan ganguan metabolisme serebral Reaksi putus obat dari alkohol, sedatif, hipnotis Intoksikasi logam berat Berhubungan dengan nyeri Berhubungan dengan sumbatan usus Berhubungan dengan imobilitas Berhubungan dengan intoksikasi kimiawi:



Alkohol Kokain Ampetamin Opiat Barbiturat Halusinogen Data mayor Awitan tiba-tiba dari gangguan yang berfluktuasi dari : Kesadaran Perhatian Persepsi Memori Orientasi Berpikir Siklus bangun-tidur Perilaku psikomotor (waktu reaksi, kecepatan gerak, alur pembicaraan, gerakan involunter, tulisan tangan) Data minor Terlalu berjaga-jaga Halusinasi Ilusi Kriteria hasil Episode kekacauan mentalnya menghilang Intervensi 1. Kaji terhadap faktor-faktor penyebab dan yang mempengaruhi. Pastikan bahwa keseluruhan diagnostik kerja telah dilengkapi - Laboratorium HSD dan elektrolit. B12 dan folat, tiamin VDRL SGOT, SGPT, dan bilirubin Urinalisis Serum tiroksin dan serum bebas tiroksin Kalsium dan fosfat Kreatinin dan BUN Glukosa



Diagnostik EEG EKG X-Ray CT Scan - Evaluasi psikiatrik 2. Tingkatkan komunikasi yang mempengaruhi rasa integritas individu a. Periksa sikap-sikap tentang kekacauan mental (dalam diri, orang terdekat, pemberi asuhan) - Memberi penyuluhan kepada keluarga, orang terdekat, dan pemberi asuhan mengenai situasi dan metoda koping. b. Pertahankan standar empati, perawatan dengan rasa hormat. c. Berupaya untuk mendapatkan informasi yang akan memberikan topik-topik yang berguna dan berarti untuk pembicaraan (hal-hal yang disukai, yang tidak disukai, minat, hobi, riwayat pekerjaan). Wawancara di pagi hari. d. Berikan dorongan pada orang terdekat dan pemberi asuhan untuk bicara lambat dengan suara yang pelan dan pada volume rata-rata (kecuali terdapat defisit pendengaran), seperti pada orang dewasa ke orang lain, kontak mata, dan seperti jika seseorang mengharapkan untuk mengerti. e. Berikan rasa hormat dan tingkatkan rasa berbagi. - perhatikan pada apa yang sedang dikatakan individu. - Pilih komentar-komentar yang berguna dan lanjutkan berbicara. - Panggil individu dengan namanya dan perkenalkan diri anda setiap kali kontak; gunakan sentuhan bila diterima dengan baik. - Perlihatkan pada individu bahwa anda memperhatikan dan bersahabat (melalui senyum, tindakan yang tenang, humor dan pujian, jangan membantah). - Fokuskan pada perasaan yang terdapat dibalik kata-kata atau tindakan. f. Gunakan bantuan memori, bila sesuai. 3. Berikan asupan sensori yang mencukupi dan berarti a. Pertahankan agar individu tetap terorientasi terhadap tempat dan waktu. b. Anjurkan keluarga untuk membawa benda-benda yang dikenal dengan baik dari rumah (mis;photo dengan kaca yang tidak memantul, syal) c. Bicarakan peristiwa-peristiwa terbaru . 4. Jangan menyokong kekacauan mental individu. 5. Cegah cedera pada individu. 6. Tingkatkan keamanan klien. 7. Jangan anjurkan penggunaan restrein, eksplorasi alternatif lain. a. Evaluasi apakah kegelisahan individu berhubungan dengan nyeri, jika digunakan analgesik sesuaikan dosisnya. b. Buatkan daftar dari keluarga atau teman-teman untuk mengawasi inividu selama periode kekacauan mental.



30.



Askep Intoleransi Aktivitas Definisi: Penurunan dalam kapasitas fisiologi seseorang untuk melakukan aktivitas sampai tingkat yang diinginkan atau yang dibutuhkan (Magnan,1987) Faktor yang berhubungan Berhubungan dengan gangguan sistem transpor oksigen : (Jantung) (Pernapasan) Penyakit jantung kongenital PPOK Kardiomiopati Atelektasis Gagal jantung kongestif Angina (Sirkulasi) Infark miokard Anemia Disritmia Hipovolemia Berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme : (Infeksi) (Tindakan) Infeksi virus Operasi Hepatitis Pemeriksaan diagnostik (Penyakit kronis) Tirah baring lama Ginjal Hepar (Lingkungan) Stress ekstrim Nyeri Berhubungan dengan ketidakadekuatan sumber energi : Obesitas Malnutrisi Ketidakadekuatan diet Berhubungan dengan ketidakaktifan : Depresi Kurang motivasi Gaya hidup monoton Data yang harus ada Perubahan respons terhadap aktivitas Pernapasan : Dispnoe Takipnoe Sesak napas Nadi Lemah Frekwensi menurun Frekwensi meningkat



Tekanan darah Gagal meningkat dengan aktivitas Diastolik meningkat 15 mmHg Data yang mungkin ada : Pucat atau sianosis Kekacauan mental Kelemahan Keletihan Vertigo Kriteria hasil Individu akan : 1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menurunkan toleransi aktifitas 2. Memperlihatkan kamajuan (ketingkat yang lebih tinggi dari mobilitas yang mungkin) 3. Memperlihatkan penurunan tanda-tanda hipoksia terhadap aktifitas (nadi, tekanan darah, pernapasan) 4. Melaporkan reduksi gejala-gejala intoleransi aktivitas Intervensi 1. Kaji respon individu terhadap aktivitas a. Ukur nadi, tekanan darah, pernapasan saat istirahat b. Ukur tanda vital segera dan 3 menit setelah istirahat. c. Hentikan aktivitas klien bila : - Keluhan nyeri dada, dispnoe, vertigo, kekacauan mental - Frekwensi nadi menurun - Tekanan sistolik menurun - Tekanan diastolik meningkat 15 mmHg - Frekwensi pernapasan menurun d. Kurangi intensitas, frekwensi, lamanya aktivitas bila - Frekwensi nadi lebih dari 3 menit untuk kembali frekwensi awal (atau 6 denyut lebih cepat dari frekwensi awal). - Frekwensi pernapasan meningkat berlebihan setelah aktivitas. - Terdapat tanda-tanda hipoksia. 2. Meningkatkan aktivitas secara bertahap a. Untuk klien yang pernah tirah baring lama, mulai melakukan rentang gerak sedikitnya 2 kali sehari. b. Rencanakan waktu istirahat sesuai dengan jadwal sehari-hari klien. c. Berikan kepercayaan kepada klien bahwa mereka dapat meningkatkan status mobilitasnya. d. Beri penghargaan pada kemajuan yang dicapai. e. Beri kesempatan klien membuat jadwal aktivitas dan sasaran pencapaian. f. Tingkatkan toleransi dengan membiarkan klien melakukan aktivitas yang lebih



lambat, lebih banyak istirahat, atau dengan banyak bantuan. g. Secara bertahap tingkatkan aktivitas diluar tempat tidur 15 menit setiap hari, tiga kali sehari. h. Izinkan klien untuk mengatur frekwensi ambulasi. i. Anjurkan klien untuk memakai alas kaki yang nyaman. 3. Ajarkan klien metoda penghematan energi untuk aktivitas. a. Luangkan waktu untuk istirahat. b. Lebih baik duduk daripada berdiri saat melakukan aktivitas, kecuali hal ini memungkinkan. c. Saat melakukan suatu aktivitas, istirahat setiap 3 menit selama 5 menit untuk membiarkan jantung pulih. d. Hentikan aktivitas jika keletihan atau terlihat tanda-tanda hipoksia. 4. Instruksikan klien untuk konsulasi kepada dokter atau ahli terapi fisik untuk program latihan jangka panjang. 5. Rujuk kepada perawat komunitas untuk tindak lanjut jika diperlukan. 31.



Askep Gangguan Pola Tidur Definisi : Keadaan dimana individu mengalami atau berisiko mengalami suatu perubahan dalam kuantitas atau kualitas pola istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman atau menggangu gaya hidup yang diinginkan. Faktor yang berhubungan : Patofisiologi Berhubungan sering terbangun : (Kerusakan transport oksigen) Angina Arteriosklerosis Gangguan pernapasan Gangguan sirkulasi (Kerusakan eliminasi usus dan urine) Diare Konstipasi Retensi Urine Disuria Frekuensi (Kerusakan metabolisme) Hipertiroidisme Ulkus gastrikum Gangguan hepatik Tindakan Berhubungan dengan kesulitan menjalani posisi yang biasa



Bidai, traksi Nyeri Terapi IV Berhubungan dengan tidur siang hari yang berlebihan : (Obat-obatan) Tranquilizer Sedatif Hipnotik Antidepresan Antihipertensif Amfetamin Kortikosteroid Soporifik Barbiturat Situasional (Personal, Lingkungan) Berhubungan dengan hiperaktivitas yang berlebihan Ansietas panik Berhubungan dengan tidur siang hari yang berlebihan Berhubungan dengan ketidakadekuatan aktivitas pada siang hari. Berhubungan dengan depresi Berhubungan dengan respons ansietas Berhubungan dengan rasa tak nyaman Berhubungan dengan gangguan gaya hidup Emosional Sosial Berhubungan dengan perubahan irama sirkadian Berhubungan dengan ketakutan Maturisional (Anak) Berhubungan dengan ketakutan pada kegelapan (Wanita dewasa) Berhubungan dengan perubahan hormonal (mis; pramenopause) Data mayor : Kesukaran untuk tertidur dan tetap tidur Data minor : Keletihan waktu bangun atau sepanjang hari Tidur sejenak atau sepanjang hari Agitasi Perubahan suasana hati



Kriteria hasil Individu akan : 1. Menggambarkan faktor yang mencegah atau menghambat tidur. 2. Mengidentifikasi teknik untuk menginduksi tidur. 3. melaporkan keseimbangan optimal dari istirahat dan aktivitas. Intervensi : 1. Kurangi kebisingan. 2. Organisasi prosedur untuk memberikan jumlah terkecil gangguan selama periode tidur (mis; sewaktu individu bangun untuk pengobatan juga berikan penanganan dan pengukuran tanda vital) 3. Jika berkemih sepanjang malam mengganggu, batasi masukan cairan waktu malam dan berkemih sebelum berbaring. 4. Tetapkan bersama individu suatu jadwal untuk program aktivitas sepanjang waktu (jalan, terapi fisik) 5. Batasi jumlah dan panjang waktu tidur jika berlebihan (mis; lebih dari 1 jam) 6. Kaji bersama individu, keluarga, atau orang tua terhadap waktu tidur rutin – waktu praktik kebersihan, ritual (membaca, mainan) – dan patuhi sedekat mungkin jika memungkinkan. 7. Batasi masukan minuman yang mengandung kafein 8. Untuk anak-anak : a. Jelaskan waktu malam pada anak (bulan, bintang) b. Diskusikan bagaimana beberapa orang (perawat, pekerja pabrik) bekerja pada malam hari. c. Bandingkan kebalikan bahwa jika malam datang di tempat mereka, maka akan terjadi siang hari bagi orang-orang di tempat lain. d. Jika terjadi mimpi buruk, dorong anak untuk bicara mengenai hal ini jika mungkin. Yakinkan pada anak bahwa ini merupakan suatu mimpi meskipun kelihatannya sangat nyata. Berbagi perasaan dengan anak bahwa anda juga pernah bermimpi. e. Berikan anak lampu malam dan/atau senter untuk digunakan, agar anak dapat mengontrol kegelapan. f. Yakinkan anak bahwa anda akan berada didekatnya sepenjang malam. 9. Jelaskan kepada individu dan orang terdekat lainnya penyebab gangguan tidur/istirahat dan kemungkinan cara untuk menghindarinya.



32.



Askep ansietas Definisi : Keadaan dimana individu/kelompok mengalami perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivasi system syaraf autonom dalam berespons terhadap ancaman tidak jelas, non spesifik. Faktor yang berhubungan Patofisiologi Setiap faktor yang mengganggu kebutuhan dasar manusia akan makanan, air, kenyamanan, dan keamanan. Situasional Berhubungan dengan ancaman aktual atau yang dirasakan terhadap konsep diri : Kehilangan benda-benda yang dimiliki Kegagalan (atau keberhasilan) Perubahan dalam status atau prestise Kurang penghargaan dari orang lain Dilema etik Berhubungan dengan kehilangan orang terdekat (aktual atau risti) : Kematian Perceraian Tekanan budaya Perpindahan Perpisahan sementara atau permanen Berhubungan dengan ancaman integritas biologis (aktual atau risti) : Menjelang kematian Serangan Penyakit Prosedur invasif Berhubungan dengan perubahan dalam lingkungan (aktual atau risti) : Perawatan rumah sakit Perpindahan Pensiun Bahaya terhadap keamanan Polutan lingkungan Berhubungan dengan perubahan status sosioekonomi (aktual atau risti) : Pengangguran Pekerjaan baru Promosi Berhubungan dengan transmisi ansietas orang lain terhadap individu. Maturasional Bayi/anak Berhubungan dengan perpisahan Berhubungan dengan lingkungan atau orang asing



Berhubungan dengan perubahan hubungan sebaya Remaja Berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri : Perkembangan seksual Perubahan hubungan dengan teman sebaya Dewasa Berhubungan dengan konsep diri : Kehamilan Menjadi orang tua Perubahan karir Efek penuaan Lansia Berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri : Kehilangan sensori Kehilangan motorik Masalah finansial Perubahan pensiun Data yang harus ada : Fisiologi Peningkatan frekwensi denyut jantung Insomnia Kenaikan tekanan darah Keletihan dan kelamahan Peningkatan frekwensi pernapasan Semburat merah atau pucat Diaforesis Mulut kering Dilatasi pupil Pegal-pegal dan nyeri Perubahan tinggi suara/suara tremor Gemetar Kegelisahan Palpitasi Pingsan/pusing Mual-mual atau muntah Parestesia Sering berkemih Bercak kemerahan Diare



Emosional Klien mengaku tentang Keprihatinan Ketidak-berdayaan Kehilangan kontrol Kegelisahan Ketegangan atau menjadi sangat gembira Ketidakmampuan untuk rileks Ketidakberuntungan yang diantisipasi Klien memperlihatkan Peka rangsang/tidak sabar Mengkritik diri sendiri dan orang lain Marah meledak-ledak Menarik diri Menangis Kurang inisiatif Kecenderungan menyalahkan orang lain Mencela diri sendiri Reaksi terkejut Kognitif Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi Kurang waspada terhadap lingkungan sekitar Pelupa Melamun Berorientasi pada masa lalu Pikiran buntu Terlalu perhatian Kriteria hasil Seseorang akan : 1. Menggambarkan ansietas dan pola kopingnya 2. Menghubungkan peningkatan psikologi dan kenyamanan fisiologis 3. Menggunakan mekanisme koping yang efektif dalam menangani ansietas



Intervensi 1. Kaji ansietas : ringan, sedang, berat 2. Memberikan ketentraman dan kenyamanan hati a. Tinggal bersama klien b. Jangan atau meminta klien untuk membuat keputusan c. Berbicara dengan tenang dan perlahan, menggunakan kalimat yang pendak dan sederhana d. Waspada terhadap perhatian anda sendiri dan hindari ansietas yang timbal balik e. Perlihatkan rasa empati (mis ; datang dengan tenang, menyentuh, membiarkan menangis, berbicara) 3. Singkirkan stimulasi yang berlebih (mis; tempatkan klien di ruangan yang lebih tenang); batasi kontak dengan orang lain 4. Apabila ansietas telah berkurang, bantu klien untuk mengenali ansietas dengan tujuan untuk mulai memahami atau memecahkan masalah a. Berikan dorongan klien untuk mengingat dan menganalisa peristiwa ansietas serupa. b. Gali perilaku alternatif apa yang mungkin telah digunakan jika kopingnya maladaptif. 5. Bantu klien yang sedang marah a. identifikasi adanya marah (mis; perasaan frustasi, ansietas, ketidakberdayaan, adanya peka rangsang, berbicara meledak-ledak) b. Kenali reaksi anda terhadap perilaku klien; waspadai perasaan anda sendiri dalam bekerja dengan individu yang sedang marah. c. Bantu dalam membuat hubungan antara frustasi dengan perasaan selanjutnya. d. Sebutkan batasan-batasan dengan jelas; katakan pada individu apa yang benarbenar diharapkan (mis; ”Saya tidak dapat membiarkan anda berteriak”[melempar benda-benda, dsb]). e. Ketika menyebutkan perilaku yang tidak dapat diterima, berikan suatu alternatif (mis; beri ruangan yang tenang, aktifitas fisik, kesempatan untuk berkomunikasi dari hati ke hati) f. Kembangkan strategi modifikasi perilaku; bicarakan dengan seluruh personil yang terlibat agar konsisten g. Lakukan interaksi dengan klien apabila dia tidak banyak menuntut atau manipulatif 6. Bila berkenan, berikan aktifitas yang dapat mengurangi ketegangan (mis; aktivitas fisik, permainan-permainan) 7. Bantu anak yang sedang marah a. Berikan dorongan pada anak untuk mengungkapkan kemarahannya (mis; ”Apa yang kamu rasakan ketika disuntik?”, ” Bagaimana perasaanmu jika Mimin tidak mau bermain denganmu?”)



b. Katakan pada anak bahwa marah adalah hal yang biasa (mis;”Saya kadang-kadang marah jika saya tidak mendapatkan apa yang saya inginkan.”) c. Berikan dorongan dan biarkan anak untuk mengekspresikan marah dalam cara yang dapat diterima (mis; berbicara keras-keras, memukul mainan, berlari keluar mengelilingi rumah) 8. Untuk orang-orang yang diidentifikasi mengalami ansietas kronis dan mekanisme koping maladaptif, rujuk untuk penanganan psikiatrik berkelanjutan 33.



Perubahan perfusi jaringan perifer Definisi Keadaan dimana individu mengalami atau berisiko mengalami suatu penurunan dalam nutrisi dan pernapasan pada tingkat seluler perifer suatu penurunan dalam suplai darah kapiler. Faktor yang berhubungan Patofisiologis Berhubungan dengan perlemahan aliran darah (Gangguan vaskuler) Arteriosklerosis Hipertensi Aneurisma Trombosis arteri Trombosis vena dalam Penyakit vaskuler kolagen Artritis reumatoid Diabetes mellitus Diskariasis darah (gangguan trombosit) Gagal ginjal Kanker/tumor Varises Penyakit burger’s Krisis sel sabit Sirosis alkoholisme Tindakan Berhubungan dengan imobilisasi Berhubungan dengan adanya aliran invasif Berhubungan dengan tekanan pada tempat/konstriksi (balutan, stocking) Berhubungan dengana trauma pembuluh darah Situasional (Personal, lingkungan) Berhubungan dengan tekanan dari uterus yang membesar pada sirkulasi perifer Berhubungan dengan tekanan dari abdomen yang membesar pada pelvik dan sirkulasi perifer



Berhubungan dengan pengumpulan venosa yang tergantung Berhubungan dengan hipotermia Berhubungan dengan efek vasokonstriksi dari tembakau Berhubungan dengan penurunan volume yang bersirkulasi : dehidrasi Data mayor Penurunan atau tidak adanya denyut nadi Perubahan warna kulit Pucat (arteri) Sianosis (Vena) Hiperemi reaktif (arteri) Perubahan suhu kulit Lebih dingin (arteri) Lebih hangat (vena) Kriteria hasil Individu akan : 1. Mengidentifikasi faktor-faktro yang meningkatkan sirkulasi perifer 2. Mengidentifikasi perubahan gaya hidup yang perlu 3. Mengidentifikasi cara medis, diet, pengobatan, aktivitas yang meningkatkan vasodilatasi 4. Melaporkan penurunan dalam nyeri 5. Menggambarkan kapan saat menghubungi dokter/tenaga kesehatan Intervensi 1. Ajarkan individu untuk a. Mempertahankan ekstremitas dalam posisi tergantung b. Mempertahankan ekstremitas yang hangat (jangan mengunakan bantalan pemanas atau botolair panas, karena individu dengan penyakit vaskuler perifer dapat mengalami gangguan sensasi dan tidak akan dapat menentukan jika suhu panas merusak jaringan, penggunaan pemanas eksternal juga dapat meningkatkan kebutuhan metabolis dari jaringan melewati batas kapasitasnya. c. Kurangi risiko trauma - Ubah posisi sedikitnya setiap jam - Hindari menyilangkan kaki - Kurangi penekanan eksternal (mis; sepatu sempit) - Hindari pelundung tumut dari kulit - Dorong latihan rentang gerak 2. Rencanakan suatu program berjalan setiap hari a. Instruksikan individu dalam alasan untuk program b. Ajarkan individu untuk menghindari kelelahan c. Instruksikan untuk menghindari peningkatan dalam latihan sampai dikaji oleh



dokter terhadap masalah jantung d. Pastikan kembali individu yang berjalan tidak melukai pembuluh darah atau otot. 3. Ajarkan faktor yang meningkatkan aliran darah vena a. Tinggikan ekstremitas diatas jantung, kecuali ada kontraindikasi mis; penyakit jantung, gangguan pernapasan. b. Hindari berdiri atau duduk dengan tungkai bawah tergantung untuk jangka waktu lama. c. Pertimbangkan penggunaan balutan atau stocking elastis dibawah lutut untuk mencegah statis vena. d. Kurangi atau lepaskan kompresi vena eksternal yang mengganggu aliran vena. - Hindari bantal di belakang lutut atau penyangga lutut tempat tidur. - Hindari penyilangan tungkai bawah - Ubah posisi, gerakkan ekstremitas atau menggoyangkan jari tangan kaki setiap jam - Hindari penggunaan ikat kaos kaki dan stocking tipis diatas lutut. 4. Ukur lingkaran dasar dari betis dan paha jika individu berisiko trombosis vena dalam atau jika hal ini dicurigai 5. Ajarkan individu untuk a. Hindari perjalanan panjang menggunakan mobil atau pesawat, bila tidak bisa dihindari bangun dan berjalan sedikitnya setiap jam. b. Pertahankan kekeringan kulit terlumasi (kulit pecah menghilangkan hambatan fisik terhadap infeksi) c. Gunakan pakaian hangat selama cuaca dingin d. Gunakan kaos kaki katun atau wol e. Hindari dehidrasi dalam cuaca panas f. Berikan perhatian khusus terhadap kaki dan jari-jari kaki. - Cuci kaki dan keringkan secara seksama setiap hari - Tidak merandam kedua kaki - Hindari sabun keras atau kimia termasuk iodine pada kaki - Pertahankan kuku dalam keadaan terpotong dan halus g. Amati kaki dan kedua tungkai bawah terhadap cedera dan penekanan h. Gunakan kaus kaki bersih i. Gunakan sepatu yang menopang, cocok, dan nyaman j. Amati sepatu bagian dalam setiap hari terhadap garis kasar. 6. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor risiko a. Diet : - Hindari makanan tinggi kolesterol - Modifikasi masukan natrium untuk mengontrol hipertensi - Rujuk ke ahli gizi b. Teknik relaksasi untuk mengurangi efek strs c. Berhenti merokok d. Program latihan



Askep Klien Dengan Trauma Abdomen KONSEP DASAR A. Pengertian Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera (Sjamsuhidayat, 1997). Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis. Trauma penetrasi dan Trauma non penetrasi 1) Trauma penetrasi a.Luka tembak b. Luka tusuk 2) Trauma non-penetrasi a. Kompresi b. Hancur akibat kecelakaan c. Sabuk pengaman d. Cedera akselerasi Trauma pada dinding abdomen terdiri kontusio dan laserasi. 1. Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor. 2. Laserasi, jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di eksplorasi (Sjamsuhidayat, 1997). Atau terjadi karena trauma penetrasi. Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ. Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Sjamsuhidayat (1997) terdiri dari: 1. Perforasi organ viseral intraperitoneum Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen 2. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomenLuka tusuk pada abdomen dapat menguji



kemampuan diagnostik ahli bedah. 3. Cedera thorak abdomenSetiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi. B. Etiologi 1. Penyebab trauma penetrasi Luka akibat terkena tembakan Luka akibat tikaman benda tajam Luka akibat tusukan 2. Penyebab trauma non-peneterasi Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh Hancur (tertabrak mobil) Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga C. Patofisiologi Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi pendarahan intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis umum.Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan (Sjamsuhidayat, 1997) D. Manifestasi Klinis KlinisKasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis menurut Sjamsuhidayat (1997), meliputi: nyeri tekan diatas daerah abdomen, distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan.Pada trauma non-penetrasi (tumpul) pada trauma non penetrasi biasanya terdapat adanya Jejas atau ruktur dibagian dalam abdomen Terjadi perdarahan intra abdominal.  Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus tidak



normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena) Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah rauma. Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding abdomen. Pada trauma penetrasi biasanya terdapat: Terdapat luka robekan pada abdomen Luka tusuk sampai menembus abdomen  Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak Biasanya organ yang terkena penetrasiperdarahan/memperparah keadaan bisa keluar dari dalam andomen E. Pathways TraumaOperasiTerjadi perforasiLapisan abdomen(kontusio,laserasiMenekan Syaraf Peritonitis Terjadi perdarahan dalam jarLunak dan rongga abdomenNyeriMotilitas usus Dilakukan tindakandrainDisfungsi usus resiko tinggi infeksiRefluks usus output cairan lebihPeningkatan Gg keseimbangan elektrolitmetabolismeDefisit vol Cairan dan elektrolitintake nutrisikurangKelemahanfisikGangg. Mobilitas (atur sendiri yaa..peace) F. Penanganan Awal Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat Apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakuakan prosedur ABC jika ada indikasi, Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas. 1. Airway, dengan Kontrol Tulang BelakangMembuka jalan napas menggunakan teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya. 2. Breathing, dengan Ventilasi Yang AdekuatMemeriksa pernapasan dengan menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak, Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan). 3. Circulation,dengan Kontrol Perdarahan HebatJika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 15 : 2 (15 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas 1) Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul)



a. Stop makanan dan minuman b. Imobilisasi c. Kirim kerumah sakitd. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) Dilakukan pada trauma abdomen perdarahan intra abdomen, tujuan dari DPL adalah untuk mengetahui lokasi perdarahan intra abdomen. Indikasi untuk melakukan DPL, antara lain:(http://www.primarytraumacare.org/) Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya Trauma pada bagian bawah dari dada Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas Pasien cidera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera otak) Pasien cedera abdominalis dan cidera bmedula spinalis (sumsum tulang belakang) Patah tulang pelvis Pemeriksaan DPL dilakukan melalui anus, jika terdapt darah segar dalm BAB atau sekitar anus berarti trauma non-penetrasi (trauma tumpul) mengenai kolon atau usus besar, dan apabila darah hitam terdapat pada BAB atau sekitar anus berarti trauma non-penetrasi (trauma tumpul) usus halus atau lambung. Apabila telah diketahui hasil Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL), seperti adanya darah pada rektum atau pada saat BAB. Perdarahan dinyatakan positif bila sel darah merah lebih dari 100.000 sel/mm³ dari 500 sel/mm³, empedu atau amilase dalam jumlah yang cukup juga merupakan indikasi untuk cedera abdomen. Tindakan selanjutnya akan dilakukan prosedur laparotomi Kontra indikasi dilakukan Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL), antara lain: Hamil Pernah operasi abdominal Operator tidak berpengalaman Bila hasilnya tidak akan merubah penata-laksanaan 2) Penanganan awal trauma 3) Penetrasi (trauma tajam) a. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis b. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka. c. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.



d. Imobilisasi pasien e. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum f. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang. g.Kirim ke rumah sakit G. Penanganan di Rumah Sakit 1) Trauma penetrasi Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan. a. Skrinning pemeriksaan rongten. Foto rongten torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau Pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intraperitonium. Serta rongten abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum. b. IVP atau Urogram Excretory dan CT ScanningIni di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada. c. Uretrografi. Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra d. Sistografi Ini di gunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung kencing, contohnya pada 1)fraktur pelvis. 2) Trauma non-penetrasi Penanganan pada trauma benda tumpul di rumah sakit. a. Pengambilan contoh darah dan urine Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah lengkap, potasium, glukosa, amilase. b. Pemeriksaan RongtenPemeriksaan rongten servikal lateral, toraks anteroposterior dan pelvis adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita dengan multi trauma, mungkin berguna untuk mengetauhi udara ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas di bawah diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomi segera. c. Study kontras Urologi dan GastrointestinalDilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendens atau decendens dan dubur.



KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN I. Pengkajian Data DasarPemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan singkat tetapi menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki. Pengkajian data dasar menurut Doenges (2000), adalah: 1. Aktifitas/istirahat Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas, Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseim Bangan cedera (trauma) 2. Sirkulasi Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas(hipoventilasi, hiperventilasi, dll), 3. Integritas ego Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenangatau dramatis) Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi. 4. Eliminasi Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus ataumengalami gangguan fungsi.5. Makanan dan cairan Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahanSelera makan. Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.6. Neurosensori.Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigoData Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma,perubahan status mental,Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh. 7. Nyeri dan kenyamanan Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas danlokasi yang berbeda, biasanya lama. Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih. 8. PernafasanData Subyektif : Perubahan pola nafas. 9. KeamananData Subyektif : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan. Data Obyektif : Dislokasi gangg kognitif.Gangguan rentang gerak. II. Focus intervensi



1. Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan Tujuan : Terjadi keseimbangan volume cairan Intervensi : a. Kaji tanda-tanda vital R/ untuk mengidentifikasi defisit volume cairan b. Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin R/ mengidentifikasi keadaan perdarahan c. Kaji tetesan infus R/ awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan d. Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi. R/ cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan nuitrisi tubuh e. Tranfusi darah R/ menggantikan darah yang keluar 2. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen. (Doenges, 2000) Tujuan : Nyeri Teratasi Intervensi : a. Kaji karakteristik nyeri R/ mengetahui tingkat nyeri klien b. Beri posisi semi fowler. R/ mengurngi kontraksi abdomen c. Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti distraksi R/ membantu mengurangi rasa nyeri dengan mmengalihkan perhatian d. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi. R/ analgetik membantu mengurangi rasa nyeri e. Managemant lingkungan yang nyaman R/ lingkungan yang nyaman dapat memberikan rasa nyaman klien 3. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan tubuh Tujuan : Tidak terjadi infeksi Intervensi : a. Kaji tanda-tanda infeksi R/ mengidentifikasi adanya resiko infeksi lebih dini b. Kaji keadaan luka



R/ keadaan luka yang diketahui lebih awal dapat mengurangi resiko infeksi c. Kaji tanda-tanda vital R/ suhu tubuh naik dapat di indikasikan adanya proses infeksi d. Perawatan luka dengan prinsip sterilisasi R/ teknik aseptik dapat menurunkan resiko infeksi nosokomial e. Kolaborasi pemberian antibiotik R/ antibiotik mencegah adanya infeksi bakteri dari luar 4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan Tujuan: ansietas teratasi Kriteria hasil: a. Pasien mengungkapkan pemahaman penyakit saat ini b. Pasien mendemontrasikan koping positif dalm menghadapi ansietas Intervensi: a. Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang berhasil pada waktu lalu R/ koopong yang baik akan mengurangi ansietas klien b. Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut dan berikan penanganan R/ mengetahui nsietas, rasa takut klien bisa mengidentifikasi masalah dan umtuk memberikan penjelasan kepada klien c. Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan mengenai penyakit R/ apabila kliem tahu tentang prosedur dan tindakan yang akan dilakukan, klien mengerti dan diharapkan ansietas berkurang d. Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres R/ lingkungan yang nyaman dapat membuat klien nyaman dalam menghadapi situasi e. Dorong dan dukungan orang terdekat R/ memotifasi klien 5. Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik (Doenges, 2000) Tujuan : Dapat bergerak bebas Intervensi : a. Kaji kemampuan pasien untuk bergerak R/ identifikasi kemampuan klien dalam mobilisasi b. Dekatkan peralatan yang dibutuhkan pasien R/ meminimalisir pergerakan lien c. Berikan latihan gerak aktif pasif R/ melatih otot-otot klien



d. Bantu kebutuhan pasien R/ membantu dalam mengatasi kebutuhan dasar klien e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi. R/ terapi fisioterapi dapat memulihkan kondisi klien DAFTAR PUSTAKA Sjamsuhidayat. 1997, Buku Ajar Bedah,EC, Jakarta. Doenges. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta.Carpenito, 1998 Buku saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, Edisi 6, EGC ; Jakarta.Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1.UI : Media Aesculapiushttp://health.groups.yahoo.com/group/indofirstaid/24,04,2008 12.29amhttp://indofirstaid.tk/04,24,2008 12.30amhttp://titik-awal.blogspot.com/ 04,24,2008 13.00amhttp://www.primarytraumacare.org/ptcmam/training/ppd/ptc_indo.pdf/ 04,24,2008 13.10am Posted by cres at 1:07 AM 0 comments



Askep Klien Stroke A. KONSEP DASAR 1.Pengertian Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000) Perdarahan intracerebral adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan olek karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (UPF, 1994) 2.Anatomi fisiologi a. Otak Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998) Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masingmasing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls



pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna. Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh. Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan. Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995) b Sirkulasi darah otak Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi. (Satyanegara, 1998) Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri. Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk



sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini jmemperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organorgan vestibular. (Sylvia A. Price, 1995) Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula (yang tidak mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris. Dari sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial. (Satyanegara, 1998) 3 Patofisiologi Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter 100-400 mcmeter mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriolarteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus arteriotalamus dan cabangcabang paramedian arteria vertebro-basilar mengalami perubahan-perubahan degeneratif yang sama. Kenaikan darah yang “abrupt” atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari. Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besarakan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik. Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikutioleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum. Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Jusuf Misbach, 1999) 4 Dampak masalah



a Pada individu 1) Gangguan perfusi jaringan otak Akibat adanya sumbatan pembuluh darah otak, perdarahan otak, vasospasme serebral, edema otak 2) Gangguan mobilitas fisik Terjadi karena adanya kelemahan, kelumpuhan dan menurunnya persepsi / kognitif 3) Gangguan komunikasi verbal Akibat menurunnya/ terhambatnya sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kelemahan otot wajah 4) Gangguan nutrisi Akibat adanya kesulitan menelan, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, nafsu makan yang menurun 5) Gangguan eliminasi uri dan alvi Dapat terjadi akibat klien tidak sadar, dehidrasi, imobilisasi dan hilangnya kontrol miksi 6) Ketidakmampuan perawatan diri Akibat adanya kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kehilangan koordinasi / kontrol otot, menurunnya persepsi kognitif. 7) Gangguan psikologis Dapat berupa emosi labil, mudah marah, kehilangan kontrol diri, ketakutan, perasaan tidak berdaya dan putus asa. 8) Gangguan penglihatan Dapat terjadi karena penurunan ketajaman penglihatan dan gangguan lapang pandang. b Pada keluarga 1) Terjadi kecemasan 2) Masalah biaya 3) Gangguan dalam pekerjaan B. KONSEP KEPERAWATAN 1 Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990) a Pengumpulan data



Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998) 1) Identitas klien Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis. 2) Keluhan utama Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999) 3) Riwayat penyakit sekarang Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000) 4) Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995) 5) Riwayat penyakit keluarga Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus. (Hendro Susilo, 2000) 6) Riwayat psikososial Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga. 7) Pola-pola fungsi kesehatan a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral. b) Pola nutrisi dan metabolisme Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut. c) Pola eliminasi Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.



d) Pola aktivitas dan latihan Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah e) Pola tidur dan istirahat Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot f) Pola hubungan dan peran Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. g) Pola persepsi dan konsep diri Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif. h) Pola sensori dan kognitif Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir. i) Pola reproduksi seksual Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin. j) Pola penanggulangan stress Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. k) Pola tata nilai dan kepercayaan Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. 8. Pemeriksaan Fisik a) Keadaan umum (1) Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran (2) Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara (3) Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi b) Pemeriksaan integumen (1) Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu



(2) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis (3) Rambut : umumnya tidak ada kelainan c) Pemeriksaan kepala dan leher (1) Kepala : bentuk normocephalik (2) Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi (3) Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998) d) Pemeriksaan dada Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan. e) Pemeriksaan abdomen Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung. f) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine g) Pemeriksaan ekstremitas Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. h) Pemeriksaan neurologi (1) Pemeriksaan nervus cranialis Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central. (2) Pemeriksaan motorik Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh. (3) Pemeriksaan sensorik Dapat terjadi hemihipestesi. (4) Pemeriksaan refleks Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.(Jusuf Misbach, 1999) 9) Pemeriksaan penunjang a) Pemeriksaan radiologi (1) CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993) (2) MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E. Doenges, 2000) (3) Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998) (4) Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat



pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke. (Jusuf Misbach, 1999) b) Pemeriksaan laboratorium (1) Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara, 1998) (2) Pemeriksaan darah rutin (3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalajm serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. (Jusuf Misbach, 1999) (4) Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri. (Linardi Widjaja, 1993) b Analisa data Analisa data merupakan kegiatan intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi, mengklasifikasi, mengelompokkan, mengkaitkan data dan akhirnya menarik kesimpulan. c Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan merupaka suatu pernyataan dari masalah pasien yang nyata ataupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah pasien dapat ditanggulangi atau dikurangi. (Lismidar, 1990) 1) Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intracerebral. (Marilynn E. Doenges, 2000) 2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia (Donna D. Ignativicius, 1995) 3) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan sensori, penurunan penglihatan ( Donna D. Ignativicius, 1995) 4) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak (Donna D. Ignativicius, 1995) 5) Gangguan eliminasi alvi(konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat (Donna D. Ignativicius, 1995) 6) Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan ( Barbara Engram, 1998) 7) Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi (Donna D. Ignativicius, 1995) 8) Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama (Barbara Engram, 1998) 9) Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan penurunan refleks batuk dan menelan.(Lynda Juall Carpenito, 1998) 10) Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan dengan lesi pada upper motor neuron (Lynda Juall Carpenito, 1998)



2 Perencanaan Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perencanaan intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahapan perencanaan keperawatan klien adalah penentuan prioritas diagnosa keperawatan,penetuan tujuan, penetapan kriteria hasil dan menntukan intervensi keperawatan. Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah : a Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intra cerebral 1) Tujuan : Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal 2) Kriteria hasil : - Klien tidak gelisah - Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang. - GCS 456 - Pupil isokor, reflek cahaya (+) - Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 1620 kali permenit) 3) Rencana tindakan a) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan akibatnya b) Anjurkan kepada klien untuk bed rest totat c) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelain tekanan intrakranial tiap dua jam d) Berikan posisi kepala lebib tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri bantal tipis) e) Anjurkan klien untuk menghindari batukdan mengejan berlebihan f) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung g) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor 4) Rasional a) Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan b) Untuk mencegah perdarahan ulang c) Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat d) Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral e) Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang f) Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenagngan mingkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya g) Memperbaiki sel yang masih viabel



b Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia 1) Tujuan : Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya 2) Kriteria hasil - Tidak terjadi kontraktur sendi - Bertabahnya kekuatan otot - Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas 3) Rencana tindakan a) Ubah posisi klien tiap 2 jam b) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit c) Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit d) Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya e) Tinggikan kepala dan tangan f) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuklatihan fisik klien 4) Rasional a) Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan b) Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan c) Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan c Gangguan persepsi sensori baerhubungan dengan penurunan sensori penurunan penglihatan 1) Tujuan : Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal. 2) Kriteria hasil : - Adanya perubahan kemampuan yang nyata - Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat, orang 3) Rencana tindakan a) Tentukan kondisi patologis klien b) Kaji gangguan penglihatan terhadap perubahan persepsi c) Latih klien untuk melihat suatu obyek dengan telaten dan seksama d) Observasi respon perilaku klien, seperti menangis, bahagia, bermusuhan, halusinasi setiap saat e) Berbicaralah dengan klien secara tenang dan gunakan kalimat-kalimat pendek 4) Rasional a) Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan, sebagai penetapan rencana tindakan b) Untuk mempelajari kendala yang berhubungan dengan disorientasi klien



c) Agar klien tidak kebingungan dan lebih konsentrasi d) Untuk mengetahui keadaan emosi klien e) Untuk memfokuskan perhatian klien, sehingga setiap masalah dapat dimengerti. d Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak 1) Tujuan Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal 2) Kriteria hasil - Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi - Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isarat 3) Rencana tindakan a) Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isarat b) Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi c) Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang jawabannya “ya” atau “tidak” d) Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien e) Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi f) Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara 4) Rasional a) Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien b) Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain c) Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat komunikasi d) Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif e) Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi f) Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar e Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi 1) Tujuan Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi 2) Kriteria hasil - Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien - Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan sesuai kebutuhan 3) Rencana tindakan a) Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri b) Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan sikap sungguh c) Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan d) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau



keberhasilannya e) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi 4) Rasional a) Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual b) Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus c) Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk emepertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan d) Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu e) Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus f Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan 1) Tujuan Tidak terjadi gangguan nutrisi 2) Kriteria hasil - Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan - Hb dan albumin dalam batas normal 3) Rencana tindakan a) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk b) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, seama dan sesudah makan c) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah gagu jika dibutuhkan d) Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu e) Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang f) Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien dapat menelan air g) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan h) Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan i) Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau makanan melalui selang 4) Rasional a) Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien b) Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi c) Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler d) Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan e) Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar



f) Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut, menurunkan terjadinya aspirasi g) Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan merunkan resiko terjadinya tersedak h) Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu makan i) Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut g Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat 1) Tujuan Klien tidak mengalami kopnstipasi 2) Kriteria hasil - Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat - Konsistensifses lunak - Tidak teraba masa pada kolon ( scibala ) - Bising usus normal ( 15-30 kali permenit ) 3) Rencana tindakan a) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi b) Auskultasi bising usus c) Anjurkan pada klien untuk makan maknanan yang mengandung serat d) Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada kontraindikasi e) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien f) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif, suppositoria, enema) 4) Rasional a) Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab obstipasi b) Bising usu menandakan sifat aktivitas peristaltik c) Diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi reguler d) Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi reguler e) Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus oto abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltik f) Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan massa feses dan membantu eliminasi h Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama 1) Tujuan Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit 2) Kriteria hasil - Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka - Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka - Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka



3) Rencana tindakan a) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin b) Rubah posisi tiap 2 jam c) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol d) Lakukan massage pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi e) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi f) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit 4) Rasional a) Meningkatkan aliran darah kesemua daerah b) Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah c) Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol d) Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler e) Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan f) Mempertahankan keutuhan kulit i Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi 1) Tujuan : Jalan nafas tetap efektif. 2) Kriteria hasil : - Klien tidak sesak nafas - Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan - Tidak retraksi otot bantu pernafasan - Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit 3) Rencana tindakan : a) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat ketidakefektifan jalan nafas b) Rubah posisi tiap 2 jam sekali c) Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari) d) Observasi pola dan frekuensi nafas e) Auskultasi suara nafas f) Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien 4) Rasional : a) Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas b) Perubahan posisi dapat melepaskan sekret darim saluran pernafasan c) Air yang cukup dapat mengencerkan sekret d) Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas



e) Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas f) Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru j Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan kehilangan tonus kandung kemih, kehilangan kontrol sfingter, hilangnya isarat berkemih. 1) Tujuan : Klien mampu mengontrol eliminasi urinya 2) Kriteria hasil : - Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia - Tidak ada distensi bladder 3) Rencana tindakan : a) Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering b) Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari c) Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan kutaneus dengan penepukan suprapubik, manuver regangan anal) d) Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada jadwal yang telah direncanakan e) Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya 2000 cc per hari bila tidak ada kontraindikasi) 4) Rasional : a) Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi kandung kemih yang berlebih b) Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu mencegah enuresis c) Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung kemih d) Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume urine sehingga memerlukanuntuk lebih sering berkemih e) Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal. 3 Pelaksanaan Pelaksanaan asuhan keperawatan ini merupakan realisasi dari rencana tindakan keperawatan yang diberikan pada klien. 4 Evaluasi Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang di sengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang. (Lismidar, 1990)



DAFTAR PUSTAKA Ali, Wendra, 1999, Petunjuk Praktis Rehabilitasi Penderita Stroke, Bagian Neurologi FKUI /RSCM,UCB Pharma Indonesia, Jakarta. Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta. Depkes RI, 1996, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan, Diknakes, Jakarta. Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta. Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, EGC, Jakarta. Harsono, 1996, Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi 1, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hudak C.M.,Gallo B.M.,1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI, Volume II, EGC, Jakarta. Ignatavicius D.D., Bayne M.V., 1991, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach, An HBJ International Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia. Ignatavicius D.D., Workman M.L., Mishler M.A., 1995, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach, 2nd edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia. Islam, Mohammad Saiful, 1998, Stroke : Diagnosis Dan Penatalaksanaannya, Lab/SMF Ilmu Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. Juwono, T., 1996, Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek, EGC, Jakarta. Lismidar, 1990, Proses Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta. Mardjono M., Sidharta P., 1981, Neurologi Klinis Dasar, PT Dian Rakyat, Jakarta. Price S.A., Wilson L.M., 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4, Buku II, EGC, Jakarta. Rochani, Siti, 2000, Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Saraf Indonesia, Surabaya.



Satyanegara, 1998, Ilmu Bedah Saraf, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu Pendekatan Baru Millenium III, Bangkalan. Widjaja, Linardi, 1993, Patofisiologi dan Penatalaksanaan Stroke, Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. Posted by cres at 12:47 AM 0 comments



Saturday, August 9, 2008 Askep Klien Dengan Cidera Kepala KONSEP DASAR 1. Pengertian Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001) 2. Klasifikasi Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG): a. Ringan • GCS 13 – 15 • Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit. • Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma. b. Sedang • GCS 9 – 12 • Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. • Dapat mengalami fraktur tengkorak. c. Berat • GCS 3 – 8 • Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. • Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial. 3. Etiologi • Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.



• Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan. • Cedera akibat kekerasan. 4. Patofisiologis Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak. Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi. Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan “menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya. 5. Manifestasi Klinis • Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih • Kebungungan • Iritabel • Pucat • Mual dan muntah • Pusing kepala • Terdapat hematoma • Kecemasan



• Sukar untuk dibangunkan • Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal. 6. Komplikasi • Hemorrhagie • Infeksi • Edema • Herniasi 7. Pemeriksaan Penunjang • Laboratorium: darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT) • Rotgen Foto • CT Scan • MRI 8. Penatalaksanaan Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai berikut: 1. Observasi 24 jam 2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu. 3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi. 4. Anak diistirahatkan atau tirah baring. 5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi. 6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi. 7. Pemberian obat-obat analgetik. 8. Pembedahan bila ada indikasi. 9. Rencana Pemulangan / Discharge Planning 1. Jelaskan tentang kondisi anak yang memerlukan perawatan dan pengobatan. 2.



Ajarkan orang tua untuk mengenal komplikasi, termasuk menurunnya kesadaran, perubahan gaya berjalan, demam, kejang, sering muntah, dan perubahan bicara. 3. Jelaskan tentang maksud dan tujuan pengobatan, efek samping, dan reaksi dari pemberian obat. 4. Ajarkan orang tua untuk menghindari injuri bila kejang: penggunaan sudip lidah, mempertahankan jalan nafas selama kejang. 5. Jelaskan dan ajarkan bagaimana memberikan stimulasi untuk aktivitas sehari-hari di rumah, kebutuhan kebersihan personal, makan-minum. Aktivitas bermain, dan latihan ROM bila anak mengalami gangguan mobilitas fisik. 6. Ajarkan bagaimana untuk mencegah injuri, seperti gangguan alat pengaman. 7. Tekankan pentingnya kontrol ulang sesuai dengan jadual. 8. Ajarkan pada orang tua bagaimana mengurangi peningkatan tekanan intrakranial. KONSEP KEPERAWATAN A. Pengkajian • Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian. • Pemeriksaan fisik • Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi, ataksik) • Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK • Sistem saraf : • Kesadaran à GCS. • Fungsi saraf kranial à trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial. • Fungsi sensori-motor à adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang. • Sistem pencernaan • Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan, kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika pasien sadar à tanyakan pola makan? • Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan. • Retensi urine, konstipasi, inkontinensia. • Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik à hemiparesis/plegia, gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot. • Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan à disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.



• Psikososial à data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien dari keluarga. B. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah: 1. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial. 2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial. 3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran. 4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah. 5. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan intrakranial. 6. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala. 7. Resiko infeksi berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala. 8. Kecemasan orang tua-anak berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala. 9. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi. C. Intervensi Keperawatan 1. Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial. Tujuan : Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak ada sesak atau kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan dalam batas normal. Intervensi : • Kaji Airway, Breathing, Circulasi. • Kaji anak, apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari memposisikan kepala ekstensi dan hati-hati dalam mengatur posisi bila ada cedera vertebra. • Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada sekret segera lakukan



pengisapan lendir. • Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas. • Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan tinggikan 15 – 30 derajat. • Pemberian oksigen sesuai program. 2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial. Tujuan : Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada pusing hebat, kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Intervensi : • Tinggikan posisi kepala 15 – 30 derajat dengan posisi “midline” untuk menurunkan tekanan vena jugularis. • Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya • peningkatan tekanan intrakranial: fleksi atau hiperekstensi pada leher, rotasi kepala, valsava meneuver, rangsangan nyeri, prosedur (peningkatan lendir atau suction, perkusi). • tekanan pada vena leher. • pembalikan posisi dari samping ke samping (dapat menyebabkan kompresi pada vena leher). • Bila akan memiringkan anak, harus menghindari adanya tekukan pada anggota badan, fleksi (harus bersamaan). • Berikan pelembek tinja untuk mencegah adanya valsava maneuver. • Hindari tangisan pada anak, ciptakan lingkungan yang tenang, gunakan sentuhan therapeutic, hindari percakapan yang emosional. • Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan intrakranial sesuai program. • Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan karena dapat meningkatkan edema serebral. • Monitor intake dan out put. • Lakukan kateterisasi bila ada indikasi. • Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi dan pemenuhan nutrisi. • Libatkan orang tua dalam perawatan anak dan jelaskan hal-hal yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial. 3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran. Tujuan : Kebutuhan sehari-hari anak terpenuhi yang ditandai dengan berat badan stabil atau tidak menunjukkan penurunan berat badan, tempat tidur bersih, tubuh anak bersih, tidak ada iritasi pada kulit, buang air besar dan kecil dapat dibantu.



Intervensi : • Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan – minum, mengenakan pakaian, BAK dan BAB, membersihkan tempat tidur, dan kebersihan perseorangan. • Berikan makanan via parenteral bila ada indikasi. • Perawatan kateter bila terpasang. • Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian pelembek tinja untuk memudahkan BAB. • Libatkan orang tua dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan demonstrasikan, seperti bagaimana cara memandikan anak. 4. Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah. Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cayran atau dehidrasi yang ditandai dengan membran mukosa lembab, integritas kulit baik, dan nilai elektrolit dalam batas normal. Intervensi : • Kaji intake dan out put. • Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan ubun-ubun atau mata cekung dan out put urine. • Berikan cairan intra vena sesuai program. • Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan intrakranial. Tujuan : Anak terbebas dari injuri. Intervensi : • Kaji status neurologis anak: perubahan kesadaran, kurangnya respon terhadap nyeri, menurunnya refleks, perubahan pupil, aktivitas pergerakan menurun, dan kejang. • Kaji tingkat kesadaran dengan GCS • Monitor tanda-tanda vital anak setiap jam atau sesuai dengan protokol. • Berikan istirahat antara intervensi atau pengobatan. • Berikan analgetik sesuai program. 5. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala. Tujuan : Anak akan merasa nyaman yang ditandai dengan anak tidak mengeluh nyeri, dan tanda-tanda vital dalam batas normal. Intervensi : • Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri, lamanya,



serangannya, peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat, berkeringat dingin. • Mengatur posisi sesuai kebutuhan anak untuk mengurangi nyeri. • Kurangi rangsangan. • Pemberian obat analgetik sesuai dengan program. • Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur. • Berikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi. 6. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya injuri. Tujuan : Anak akan terbebas dari infeksi yang ditandai dengan tidak ditemukan tandatanda infeksi: suhu tubuh dalam batas normal, tidak ada pus dari luka, leukosit dalam batas normal. Intervensi : • Kaji adanya drainage pada area luka. • Monitor tanda-tanda vital: suhu tubuh. • Lakukan perawatan luka dengan steril dan hati-hati. • Kaji tanda dan gejala adanya meningitis, termasuk kaku kuduk, iritabel, sakit kepala, demam, muntah dan kenjang. 7. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala. Tujuan : Anak dan orang tua akan menunjukkan rasa cemas berkurang yang ditandai dengan tidak gelisah dan orang tua dapat mengekspresikan perasaan tentang kondisi dan aktif dalam perawatan anak. Intervensi : • Jelaskan pada anak dan orang tua tentang prosedur yang akan dilakukan, dan tujuannya. • Anjurkan orang tua untuk selalu berada di samping anak. • Ajarkan anak dan orang tua untuk mengekspresikan perasaan. • Gunakan komunikasi terapeutik. 8. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi. Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda gangguan integritas kulit yang ditandai dengan kulit tetap utuh. Intervensi : • Lakukan latihan pergerakan (ROM). • Pertahankan posisi postur tubuh yang sesuai. • Rubah posisi setiap 2 jam sekali atau sesuai dengan kebutuhan dan kondisi anak. • Kaji area kulit: adanya lecet. • Lakukan “back rub” setelah mandi di area yang potensial menimbulkan lecet dan pelan-



pelan agar tidak menimbulkan nyeri. KESIMPULAN Trauma kepala terdiri dari trauma kulit kepala, tulang kranial dan otak. Klasifikasi cedera kepala meliputi trauma kepala tertutup dan trauma kepala terbuka yang diakibatkan oleh mekanisme cedera yaitu cedera percepatan (aselerasi) dan cedera perlambatan (deselerasi). Cedera kepala primer pada trauma kepala menyebabkan edema serebral, laserasi atau hemorragi. Sedangkan cedera kepala sekunder pada trauma kepala menyebabkan berkurangnya kemampuan autoregulasi pang pada akhirnya menyebabkan terjadinya hiperemia (peningkatan volume darah dan PTIK). Selain itu juga dapat menyebabkan terjadinya cedera fokal serta cedera otak menyebar yang berkaitan dengan kerusakan otak menyeluruh. Komplikasi dari trauma kepala adalah hemorragi, infeksi, odema dan herniasi. Penatalaksanaan pada pasien dengan trauma kepala adalah dilakukan observasi dalam 24 jam, tirah baring, jika pasien muntah harus dipuasakan terlebih dahulu dan kolaborasi untuk pemberian program terapi serta tindakan pembedahan. DAFTAR PUSTAKA • Suriadi & Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak , Edisi I. Jakarta: CV Sagung Seto; 2001. • Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik , Volume II. Jakarta: EGC; 1996. • Cecily LB & Linda AS. Buku Saku Keperawatan Pediatrik . Edisi 3. Jakarta: EGC; 2000. • Suzanne CS & Brenda GB. Buku Ajar Medikal Bedah . Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC; 1999. Posted by cres at 7:46 AM 0 comments



Friday, August 8, 2008 Cantik Dengan Terapi suntik ( Injeksi ) Vitamin C Mengapa disuntik? Jika vitamin C dikonsumsi melalui mulut, kandungan asam askrobat dalam vitamin tersebut akan mudah hilang dalam proses metabolisme tubuh. Sehingga, cara suntik dianggap efektif mencapai sasaran. Langsung sampai ke pembuluh darah. Sebagai antioksidan, vitamin C juga dapat menghambat proses penuaan diri dan menghaluskan kerut pada permukaan kulit. Vitamin C menghambat kerja enzim tirosinase yang bertugas membantu pembentukan pigmen. Hasilnya, kulit lebih bersih dan cerah. Suntik vitamin C yang paling efektif adalah 1-2 kali seminggu. Dalam 4 minggu biasanya perubahan sudah terlihat. Selanjutnya, suntik dapat dilakukan sebulan sekali. "Biasanya kulit akan terlihat lebih cerah setelah sepuluh kali penyuntikan,"



ungkapnya. Jika Anda pergi ke daerah pegunungan yang dingin, biasanya kulit akan mudah menjadi kusam dan kering. Semakin tinggi suatu daerah, semakin rendah tekanan udaranya. Biasanya kulit akan menjadi lebih peka terhadap rangsangan dari luar. Begitu pula terhadap sinar ultraviolet matahari. "Kulit kering itu biasanya dari bawaan. Tapi perubahan cuaca dan iklim juga bisa memperburuk keadaan," ujarnya. Untuk mengembalikan kelembapan dan kesegaran kulit, Anda dapat melakukan treatment Oxy facial plus. Oxy facial plus adalah sebuah treatment yang memanfaatkan proses oksigenasi. Proses ini bermanfaat untuk merangsang pernafasan kulit, menambah persediaan oksigen pada kulit wajah dan memperlancar peredaran darah di bawah kulit. Cara ini dapat membantu menghilangkan racun atau toksin sehingga membuat kulit wajah terlihat awet muda. Oxy Facial Plus merupakan treatment perawatan wajah dengan menggunakan peeling (cara pengelupasan) yang sangat ringat bagi kulit. Bahan dasar yang digunakan untuk proses oksigenasi adalah asam glikolat atau asam buah yang dioleskan pada wajah. Pengelupasan menggunakan asam buah berguna untuk membersihkan dan memperbaiki lapisan sel kulit luar yang rusak. Tahap ini dilakukan untuk merangsang kulit menyerap oksigen murni. Selain itu, asam buah juga dapat membantu memperlancar pernafasan kulit dan mengembalikan kelembapan kulit wajah. Kulit Anda akan terlihat lebih bercahaya, bersih dan muda kembali. Selama perawatan, Anda akan diberikan Oxygen Inhalation 100%. Sehingga hasilnya lebih maksimal. Vitamin C memang memiliki banyak manfaat. Selain bersifat antioksidan yang mampu melawan radikal bebas, juga berperan dalam meningkatkan sistem imun. Vitamin ini juga berfungsi pada kelangsungan berbagai biokimia tubuh, seperti penyerapan zat besi dan menekan histamin atau komponen yang terlibat dalam terjadinya reaksi alergi. Mengkonsumsi vitamin C tidak hanya dilakukan secara oral saja, tetapi juga bisa melalui jarum suntik. Asupan melalui injeksi ini lebih efektif dan segera terasa khasiatnya karena zat-zatnya langsung masuk ke peredaran darah. Kondisi kesehatan akan segera pulih dan kulit pun terlihat lebih cerah berseri. Kondisi kekurangan gizi dan mineral dalam tubuh, salah satunya vitamin C, pada dasarnya berawal dari pola makan yang buruk. Apalagi saat ini kesibukan banyak orang yang tinggal di kota besar semakin meningkat. Radikal bebas pun semakin besar, seperti asap kendaraan bermotor dan rokok. Hal itulah yang membuat tubuh semakin rentan terhadap berbagai gangguan kesehatan. Daya tahan lebih mudah menurun dan serangan radikal bebas membuat sel-sel tubuh mudah rusak dan tidak mampu berfungsi dengan baik. Salah satu akibat dari proses kerusakan secara cepat itu adalah penuaan kulit lebih dini. Sebenarnya sumber vitamin C secara alami biasa anda dapatkan dari buah-buahan seperti



jeruk, jambu biji, anggur, pisang, apel, stroberi, pepaya, kiwi dan sebagainya. Sedangkan untuk jenis sayuran yang berisi vitamin C bisa didapatkan dari tomat, brokoli, bayam, kentang, paprika merah dan hijau. Tetapi seringkali seseorang mengabaikan asupan akan vitamin C yang memang dibutuhkan oleh tubuhnya sehingga tidak sesuai dengan standar kecukupan gizi. Bagi orang dewasa, mengkonsumsi vitamin C sedikitnya 60 miligram per hari. Angka ini didasarkan pada jumlah vitamin C yang diperlukan untuk mencegah penyakit kudis secara klinis dan melindungi tubuh dari kudis selama 30 hari. Dosis konsumsi vitamin C yang ideal adalah 75 miligram per hari. Diperkirakan, satu dari lima orang tidak mengonsumsi vitamin C sesuai anjuran. Perempuan hamil dan ibu menyusui sudah tentu harus mengonsumsi vitamin C lebih besar dari jumlah tadi. Beberapa orang mengatakan bahwa dosis optimal yang bisa dikonsumsi orang dewasa sebesar 500 miligram sehari. Ada anggapan yang mengatakan bahwa mengkonsumsi 200 miligram per hari sudah cukup. Tapi bagi orang yang tidak hidup dengan stres atau yang tidak sehat, dosis 500 miligram sebenarnya terlalu besar. Angka itu lebih cocok untuk mereka yang tinggal di kota besar yang penuh polusi, seperti Jakarta. Memang tidak semua orang sadar dan mau mengonsumsi makanan sehat seimbang. Padahal, kebiasaan itu secara tidak langsung menjamin pasokan zat gizi, mineral dan vitamin dalam tubuh secara memadai. Kondisi itu kemudian memunculkan berbagai pilihan. Bagi mereka yang kurang mendapat asupan vitamin melalui makanan alami, muncul berbagai produk suplemen sebagai jawabannya. Untuk orang yang bermasalah dengan pencernaan atau alergi terhadap makanan tertentu juga disediakan berbagai alternatif pilihan. Salah satu pilihan itu tersaji dalam bentuk injeksi atau suntikan vitamin. Selain vitamin C, di Indonesia juga dikenal adanya suntik vitamin neurotropika (B kompleks). Biasanya vitamin dikonsumsi melalui oral atau diminum, tetapi sejak tahun 1940, suntik vitamin C intravena (ke pembuluh darah lengan) untuk mempercepat pemulihan pasien pra dan pasca bedah. Hal ini kemudian terus berkembang. Orang dengan kondisi tertentu, meski tidak menjalani pembedahan, dapat memperoleh suntikan ini. Sehingga membuat banyak orang tertarik untuk mencoba suntik vitamin C karena sifat antioksidan dari vitamin ini. Keganasan radikal bebas ini dapat dipengaruhi oleh faktor usia (tua), penyakit, pola makan buruk, polusi udara, sinar ultraviolet. Salah satu masalah yang muncul akibat radikal bebas adalah terjadinya kerusakan kulit. Selain terlihat kusam dan berkerut, kulit juga jadi cepat tua serta muncul flek-flek hitam. Suntik vitamin C, selain dapat meningkatkan kekebalan tubuh dan mempercepat proses penyembuhan juga akan membuat kulit tampak lebih cantik dan awet muda. Hal ini berkaitan dengan cara kerja vitamin ini, yaitu menghambat kerja enzim tirosinase yang berperan dalam pembentukan pigmen. Jika kulit sering terpapar sinar matahari, enzim ini akan cepat terangsang untuk membentuk pigmen. Bila proses pigmentasi itu dihambat, otomatis kulit jadi bersih dan cerah.



Sehingga suntik vitamin C dianggap lebih efektif dalam mencapai sasaran karena langsung ke pembuluh darah. Kemungkinan kadar vitamin yang mudah larut dalam air ini hilang selama proses metabolisme, juga bisa dikurangi. Asam askorbat dalam vitamin C memang besar khasiatnya bagi tubuh dan kulit. Tapi akan mudah lenyap dalam proses metabolisme bila dikonsumsi secara oral. Itu menjadi salah satu pendorong gagasan dan minat dalam memperoleh asupan vitamin C lewat cara yang lebih praktis. Mereka yang memanfaatkan suntik vitamin ini kebanyakan perempuan berusia 20 sampai 40 tahun. Mereka merasa perlu suntik vitamin C karena bermasalah dengan tukak lambung (maag) bila mengonsumsi vitamin secara oral. Alasan lain yang dikemukakan adalah intensitas pekerjaan yang cukup padat sehingga menuntut daya tahan lebih tinggi dan suntikan vitamin C bisa membuat mereka terlihat lebih bugar serta sehat. Meski relatif aman, tetapi proses pemberian suntikan vitamin ini tidak boleh sembarangan. Pemberian vitamin ini harus dilakukan oleh dokter ahli dan melalui proses screening atau pemeriksaan medis serta wawancara. Hal ini harus dilakukan untuk menekan resiko efek samping, sekaligus demi mendapatkan manfaat secara maksimal. Sejauh ini tidak ada efek samping yang serius. Tapi, seseorang harus dipastikan tidak alergi jenis vitamin tertentu, terutama vitamin C dan tidak memiliki masalah dengan sistem metabolisme, seperti gangguan fungsi ginjal. Meskipun suntikan ini bisa menjadi salah satu alternatif pemasukan vitamin C ke dalam tubuh, tetapi anda harus tetap menjalankan pola makan sehat yang seimbang. Kunci mendapatkan kecukupan vitamin C secara ideal adalah mengkonsumsinya lebih sering agar vitamin ini bertahan lebih lama dalam tubuh. Asupan dalam jumlah kecil beberapa kali sehari, terbukti lebih efektif dalam memenuhi kebutuhan tubuh. Vitamin C berjasa bagi kulit melalui dua cara utama yaitu bertindak sebagai antioksidan dan membantu pembentukan kolagen. Sebagai antioksidan, vitamin C membentuk dan memperbaiki jaringan kulit rusak akibat radikal bebas. Cara radikal bebas merusak sel-sel tubuh sama dengan proses oksigen menyebabkan kertas berubah warna menjadi kuning atau mentega menjadi tengik. Pada kulit, oksidan menimbulkan kerusakan dan proses penuaan sehingga kulit cepat keriput. Fungsi utama vitamin C di sini adalah menghambat proses penuaan dini dan menghaluskan kerut. Pasokan vitamin C sebagai antioksidan akan menghambat kerja enzim tirosinase, yang bertugas membantu pembentukan pigmen di kulit. Meski pembentukan pigmen tetap terjadi, warnanya lebih pucat dan kulit akan terlihat lebih putih. Di dalam tubuh, antioksidan dibentuk lewat kerja sama vitamin A, C, E, mineral selenium dan glutation. Vitamin A meningkatkan kerja sel darah merah hingga bisa mengobati infeksi dan luka pada jaringan tubuh. Vitamin E melindungi sel dari radikal bebas untuk memperbaiki struktur DNA yang dirusak. Selenium, bersama vitamin E, membantu



menjaga kesehatan kulit, juga rambut dan mata. Glutation membersihkan radikal bebas berbahaya pada makanan berlemak. Vitamin C dan selenium dapat meningkatkan kadar glutation dalam tubuh. Kecukupan vitamin C akan membantu pembentukan kolagen atau senyawa berisi asam amino mirip lem pengikat sel. "Zat perekat" ini menjadi bagian susunan utama jaringan penghubung seperti kulit, tulang dan ikatan sendi tulang. Kolagen menjaga kekenyalan dan kelenturan kulit dengan bantuan vitamin C. Juga untuk mendukung berlangsungnya proses yang memungkinkan molekul mencapai bentuk terbaiknya (hydroxylation). Tugas vitamin C pula untuk menjaga kolagen dari risiko cepat rusak dan lemah. Menambahkan vitamin C pada biakan sel kulit (fibroblast) secara dramatis akan meningkatkan pelekatan kolagen. Jadi, ketika vitamin C diberikan secara memadai pada sel kulit, ada kesempatan baik untuk mengurangi kerutan dan meningkatkan kehalusan permukaan kulit. Inilah yang dimaksudkan sebagai peremajaan kulit karena kulit memang tampak lebih muda dan cerah. Orang pun menilainya lebih putih. Untuk mendapatkan manfaat maksimal suntik vitamin C, orang harus tetap memperhatikan konsumsi makanan dan bergaya hidup sehat, seperti menghindari makanan berlemak tinggi, atau yang mengandung zat pengawet, pewarna dan penyedap rasa. Pola makan yang tidak sehat dapat memicu terjadinya kerusakan kulit, seperti jadi berminyak dan timbul bercak. Intinya adalah tetap mengkonsumsi makanan secara seimbang. Karena kekurangan vitamin atau mineral tertentu bisa menyebabkan kerusakan kulit. Manfaatkan suplemen untuk kulit, termasuk suntik vitamin C, bila benar-benar memerlukan. Membatasi konsumsi alkohol, kopi dan teh. Bila berlebihan, jenis minuman tersebut dapat mempertinggi keasaman tubuh dan menimbulkan dehidrasi. Hal itu tentu tidak menguntungkan bagi kesehatan. Sebaiknya setiap hari minum air putih atau jus buah, yang berguna untuk mengeluarkan zat sisa dari tubuh dan membuat sel kulit tetap sehat. Minumlah 8-10 gelas (2-2,5 liter) air putih dalam sehari. Banyak orang baru minum bila haus. Padahal, haus bukan satu-satunya tanda tubuh perlu air. Kuah sayur atau jus jangan dimasukkan sebagai konsumsi minuman. Jumlah asupan air putih perlu ditambah jika anda banyak berolahraga atau berada di daerah beriklim panas. Bila terus-menerus kurang mengonsumsi air putih, kulit menjadi pucat, layu dan tidak segar. Cara termudah adalah meneguk segelas air putih begitu bangun pagi, lanjutkan secara teratur sepanjang hari dan segelas lagi sebelum tidur. Istirahat yang cukup dan kendalikan stres. Karena perasaan tenang dan rileks akan membantu memperlambat proses penuaan. Semoga bermanfaat. Posted by cres at 8:13 PM 0 comments



Terapi Kecantikan Dengan Vitamin C dan kolagen



Sejak ditemukan 65 juta tahun yang lalu, vitamin c lebih dikenal sebagai pekerja ajaib ’wonder worker’. Tak hanya meningkatkan daya tahan tubuh, vitamin c juga bermanfaat bagi kesehatan kulit dan rambut. Kandungan kolagen di dalam vitamin c menjadi asumsi bagi terbentuknya peremajaan sel kulit. Karen itulah, belakangan ini vitamin c banyak ‘dijual’ namanya sebagai pencegah penuaan dini dan pemberantasan masalah kulit. Masalah kulit Banyak hal yang menjadi penyebab kulit kering dan kusam diantaranya adalah karena paparan sinar matahari yang berlebihan, polusi udara, serta pola makan yang tidak seimbang. Bila tidak segera ditanggulangi, keadaan bisa semakin parah, seperti timbulnya jerawat, penuaan dini, dan bahkan pada tingkat ekstrem, kanker kulit. Masalah klasik ini dapat dihindari, salah satunya dengan terapi vitamin c. gunanya utnuk mempercepat proses regenerasai kulit, sehingga kulit menjadi lebih cerah sekaligus terhindar dari infeksi penuaan dini. Manfaat vitamin c sebagai antioksidan. Stress, rposes metabolisme tubh serta lingkungan yang tercemar menyebabkna timbulnya molekul oksigen yang tidak stabil, yang dimakan radikal bebas. Radikal bebas dapat menjadi musuh bagi kulit tubuh. Kulit, sebagai lapisan terluar tubuh, adalah bagian yang palling rentan terhadap kerja radikal bebas. Penggunaan vitamin c dalam dosis memadai dapat menetralisais radikal bebas tersebut. Dengan kata lain, vitamin c inilah yang dapat mencegah atau mengendalikan problem kulit. Penghasil kolegan dan elastin. Makin tua usia, produksi elastin dan kolagen makin berkurang. Saat kolagen menipis, kulit menjadi kendur, berkerut, dan penuh guratan. Dalam hal ini, vitamin c berperan mempercepat proses regenerasi sel serabut kolagen dan elsatin.dengan demikian elastisitas kulit akan terjaga sehingga kulit akan tampak kencang dan kenyal. Perawatan dengan vitamin c secara teratur juga dapat mencegah pernaan dini yang ditandiai dengan timbulnya kerut2 halus seputar mata, dahi, dan mulut. Penelitian klinis membuktikan bahwa vitamin c dapat meningkatkan kekenyalan kulit sekitar 50% dalam waktu dua minggu dan menghilangkan kerutan halus sekitar 85% dalam waktu 3 bulan. Menghambat pigmentasi dan vlek. Pigmentasi disebabkan oleh adanya enzim tiroksinase. Karena adanya vitami c, pigmen yang dihaslikan oleh enzim tadi menjadi berkurang jumlahnya atau warnyanya lebih pudar (hampir tidak tampak). Penggunaan vitamin c baru dapat memberi hasil optimal jika digabung dengan senyawa hydroquinone dan asam glikolat. Biasanya, bahan tersebut sudah tersedia dalam produk-produk kosmetik yang banyak beredar di pasaran. Ngintip dapur yuk!!!



Tengok dapur donk!!! Siapa tau ada bahan2 alami yang mengandung vitamin c yang dapat menjadi resep utnuk cantik dan awet muda. Kentang sebagai cleanser. Hancurkan kentang mentah dan oleskan pada wajh secara merata. Lalu bersihkan wajah dengan haduk yang telah dibsahi air hangat. Dapat dilakukan tiap hari utnuk menangkal jerawat. Lemon sebgai peeling Ambil satu buah lemon. Peras dan ambil sarinya. Parut kulitnya, campurkan dengan sari lemon. Taruh dalam wadah tertutup dan biarkan selama 8 jam. Oleskan endapan lemon pada wajah dengan cara ditepuk-tepuk. Biarkan hinggak kering lalu bersihkan dengan handuk basah. Terakhir bilas wajah dengan air dingin dan bubuhkan pelembab. Stroberi sebagai astrigent Campur ¼ cangkir stoberi yang sudah dicampurkan dengan ¼ cangkir cuka putih (white vinegar). Taruh dalam wadah tertutup dan biarkan beberapa jam. Kemudian, pisahkan biji stroberi dengan saringan bersih,. Tambahkan ¼ cangkir air mawar pada endapan stroberi cuka. Dapat dipakai sebagai astrigent. Tomat sebagai freshner. Potong dan hancurkan tomat. Lalu oleskan pada wajah secara merata. Tunggu hingga wajah terasa kencang, lalu bersihkan dengan haduk basah. Lemon beku untuk mengecilkan pori2 Campur perasan lemon dengan air. Tuangkan pada cetakan es batu, lalu masukkan ke dalam freezer. Setelah membeku, keluarkan dari cetakan lalu simpan dalam plastik. Ambil satu buah ‘es batu lemon’ dan usapkan pada wajah hingga mencair. Keringkan wajah dengan tissue wajah yang lembut. Buah campur sebagai pelembab Letakkan potongan buah aprikot, melon kuning, peach, dan stroberi dalam kain katun bersih. Lipat kain yang sudah berisi campuran buah, peras sehingga keluar sarinya sebanyak 2 sendok makan. Pansakan ¼ cangkir minyak almond dan ½ ons paraffin (lilin). Tuangkan minyak almond, lilin, dan sari buah dalam satu wadah, lalu tambahkan ¼ sendok teh larutan benzoin. Aduk2 kembali hingga bahan tercampur rata, lalu simpan di tempat dingin atau kulkas. Siap pakai setiap hari setelah mandi. Apel sebagai masker



Potong apel jadi empat bagian. Ambil satu potng yang belum dikupas, masukkan ke dalam blender. Tembahkan 1 sendok teh madu dan ½ sendok teh daun sage kering, lalu hancurkan bersama. Oleskan masker wajah dan biarkan hingga kering. Angkat sisa masker dengan handuk basah. Masker ini dapat dipakai utnuk kulit kering atau kulit Kombinasi. Bagi yang memiliki jeins kulit berminyak, tambahkan perasan lemon pada proses pencampuan. Posted by cres at 8:05 PM 0 comments



Metode Perawatan Kulit 1. CHEMICAL PEELING Chemical peeling merupakan suatu tindakan untuk pengelupasan kulit dengan menggunakan satu atau lebih bahan eksfoliasi pada kulit yang menyebabkan kerusakan pada epidermis dan dermis yang diikuti dengan regenerasi timbulnya epidermis dan dermis yang baru. Indikasi pemakaian pengelupasan kimiawi antara lain untuk peremajaan kulit, kelainan pigmen, akne, skar bekas akne, beberapa jenis tumor kulit, gangguan keratinisasi. Bahan yang digunakan berasal dari bahan yang menyebabkan inflamasi, eksfoliasi dan kerusakan kulit yang terkontrol.



2.PHOTO REJUVENATION Sesuai dengan namanya photorejuvenation digunakan untuk menyegarkan dan meremajakan kembali kulit wajah yang kusam. Kulit dapat menjadi kasar dan kusam karena pengaruh umur, lingkungan dan cuaca. Photo rejuvenation dilakukan dengan menggunakan sinar, bisa dengan sinar laser atau Intense Pulse Light(IPL) yang merupakan penyinaran antiinvasive estetik yang tanpa menyebabkan luka. Setelah wajah dibersihkan photo rejuvenation dilakukan selama 2030 menit. Photo rejuvenation berguna untuk melancarkan aliran darah ke kulit wajah. Terapi sinarnya mampu merangsang pertumbuhan kolagen baru, sehingga struktur kulit lebih kencang dan mengecilkan pori-pori, selain itu dapat menyamarkan pigmen. Pada umumnya perawatan ini tidak memiliki efek samping. Untuk hasil yang maksimal, dapat dilakukan secara rutin setiap 2-4 minggu.



3.MICRODERMABRASI



Perawatan ini berguna untuk mengangkat sel-sel kulit mati, flek dan pigmen dipermukaan kulit yang membuat wajah tampak kusam dan warnanya tidak merata. Microdermabrasi juga bisa menstimulasi kolagen sehingga bisa memperbaiki pori-pori dan menyamarkanya, meski efeknya tak sedalam laser. Selain itu bisa juga menghilangkan bekas jerawat yang tidak terlalu dalam. Perawatan ini dilakukan dengan cara mengikis lapisan kulit wajah bagian atas secara lembut. Mikrodermabrasi ada dua jenis ada yang menggunakan kristal maupun diamond. Kristal yang digunakan harus halus, steril, dan tidak menimbulkan penyakit saat mengenai kulit, sedangkan diamond memiliki permukaan yang tajam dan bisa digunakan untuk memotong, permukaan dibuat sedemikian rupa sehingga bisa mengikis secara baik dan halus. Setelah tindakan mikrodermabarasi bisa dilanjutkan dengan pemberian masker ataupun pemberian bahan-bahan nutrisi untuk kulit seperti vitamin C ataupun kolagen. akan lebih baik hasilnya bila pemasukan bahan tersebut menggunakan metode iontoforesis. Iontoforesis merupakan cara untuk memasukkan bahan nutrisi tersebut dengan alat khusus sehingga bahan tersebut akan lebih baik diserap oleh lapisan kulit yang lebih dalam. Tindakan ini tergolong ringan karena hanya dilakukan selama kurang lebih 15-20 menit. Tindakan ini perlu diulang paling tidak setiap 2 minggu sekali.



4.FACELIFTING menggunakan RADIOFREKUENSI Saat ini juga berkembang cara perawatan dengan menggunakan radiofrekuensi. Perawatan ini berguna untuk mengangkat kulit wajah yang sudah kendur, sehingga menjadi kencang kembali. Dengan cara ini kolagen menjadi lebih padat, sehingga bisa mengurangi kekenduran kulit. Perawatan menggunakan Radiofrekuensi dilakukan dengan gelombang yang kadar panasnya bisa disesuaikan. Cara di atas aman asalkan disesuaikan dengan kondisi kulit, sehingga untuk melakukan tindakan di atas sebaiknya dilakukan konseling dulu, mengenai riwayat penyakit yang pernah diaalami sehingga dapat dipilih tindakan mana yang tepat untuk dilakukan sesuai dengan kondisi kulit dan permasalahannya. Kontra indikasi tindakan perawatan seperti diatas antara lain riwayat radiasi, operasi kosmetik, riwayat herpes zoster, riwayat keloid dan skar hipertrofi, hamil, penggunaan isotretinoin. Perbedaan dengan facial tradisional yang sering dilakukan adalah pada facial tradisional pembersihan hanya sampai pada lapisan kulit yang paling atas sehingga tidak ada efek terapetik untuk membantu menghilangkan gangguan pada kulit. Pada beberapa tindakan perawatan di atas selain dapat merangsang kolagen yang akan



menyebabkan kulit menjadi muda dan cerah juga dapat membantu mengatasi berbagai gangguan kosmetik pada kulit seperti noda-noda, dan skar yang ringan maupun jerawat. Tindakan di atas sebaiknya dilakukan dibawah pengawasan dokter, sehingga bila terjadi efek samping yang terjadi dapat segera diatasi Sesuai namanya tindakan perawatan di atas berguna untuk rejuvenation atau peremajaan kulit maka tindakan tersebut tepat untuk perawatan anti aging atau anti penuaan yang sedang digencarkan saat ini. Posted by cres at 8:02 PM 0 comments



Tuesday, August 5, 2008 Askep Anak Dengan Leukemia KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001). Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi ssel darah putih dalam sumusm tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Juga terjadi proliferasi di hati, limpa dan nodus limfatikus, dan invasi organ non hematologis, seperti meninges, traktus gastrointesinal, ginjal dan kulit. B. ETIOLOGI Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia yaitu : 1. Faktor genetik : virus tertentu meyebabkan terjadinya perubahan struktur gen ( T cell leukemia-lymphoma virus/HTLV) 2. Radiasi ionisasi : lingkungan kerja, pranatal, pengobatan kanker sebelumnya 3. Terpapar zat-zat kimiawi seperti benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen anti neoplastik. 4. Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol 5. Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot 6. Kelainan kromosom : Sindrom Bloom’s, trisomi 21 (Sindrom Down’s), Trisomi G (Sindrom Klinefelter’s), Sindrom fanconi’s, Kromosom Philadelphia positif, Telangiektasis ataksia. C. JENIS LEUKEMIA 1. Leukemia Mielogenus Akut AML mengenai sel stem hematopeotik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel Mieloid: monosit, granulosit, eritrosit, eritrosit dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena; insidensi meningkat sesuai bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.



2. Leukemia Mielogenus Kronis CML juga dimasukkan dalam sistem keganasan sel stem mieloid. Namun lebih banyak sel normal dibanding bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan. CML jarang menyerang individu di bawah 20 tahun. Manifestasi mirip dengan gambaran AML tetapi tanda dan gejala lebih ringan, pasien menunjukkan tanpa gejala selama bertahun-tahun, peningkatan leukosit kadang sampai jumlah yang luar biasa, limpa membesar. 3. Luekemia Limfositik Akut ALL dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak-anak, lakilaki lebih banyak dibanding perempuan, puncak insiden usia 4 tahun, setelah usia 15 ALL jarang terjadi. Manifestasi limfosit immatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer, sehingga mengganggu perkembangan sel normal. 4. Leukemia Limfositik Kronis CLL merupakan kelainan ringan mengenai individu usia 50 sampai 70 tahun. Manifestasi klinis pasien tidak menunjukkan gejala, baru terdiagnosa saat pemeriksaan fisik atau penanganan penyakit lain. D. PATOFISIOLOGI a.Normalnya tulang marrow diganti dengan tumor yang malignan, imaturnya sel blast. Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet terganggu sehingga akan menimbulkan anemia dan trombositipenia. b.Sistem retikuloendotelial akan terpengaruh dan menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh dan mudah mengalami infeksi. c.Manifestasi akan tampak pada gambaran gagalnya bone marrow dan infiltrasi organ, sistem saraf pusat. Gangguan pada nutrisi dan metabolisme. Depresi sumsum tulang yangt akan berdampak pada penurunan lekosit, eritrosit, faktor pembekuan dan peningkatan tekanan jaringan. d.Adanya infiltrasi pada ekstra medular akan berakibat terjadinya pembesaran hati, limfe, nodus limfe, dan nyeri persendian. (Suriadi, & Yuliani R, 2001: hal. 175) E. TANDA DAN GEJALA 1. Aktivitas : kelelahan, kelemahan, malaise, kelelahan otot. 2. Sirkulasi :palpitasi, takikardi, mur-mur jantung, membran mukosa pucat. 3. Eliminsi : diare, nyeri tekan perianal, darah merah terang, feses hitam, penurunan haluaran urin. 4. Integritas ego : perasaan tidak berdaya, menarik diri, takut, mudah terangsang, ansietas. 5. Makanan/cairan: anoreksia, muntah, perubahan rasa, faringitis, penurunan BB dan disfagia 6. Neurosensori : penurunan koordinasi, disorientasi, pusing kesemutan, parestesia,



aktivitas kejang, otot mudah terangsang. 7. Nyeri : nyeri abomen, sakit kepala, nyeri sendi, perilaku hati-hati gelisah 8. Pernafasan : nafas pendek, batuk, dispneu, takipneu, ronkhi, gemericik, penurunan bunyi nafas 9. Keamanan : gangguan penglihatan, perdarahan spontan tidak terkontrol, demam, infeksi, kemerahan, purpura, pembesaran nodus limfe. 10. Seksualitas : perubahan libido, perubahan menstruasi, impotensi, menoragia. F. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Hitung darah lengkap : menunjukkan normositik, anemia normositik 2. Hemoglobulin : dapat kurang dari 10 gr/100ml 3. Retikulosit : jumlah biasaya rendah 4. Trombosit : sangat rendah (< 50000/mm) 5. SDP : mungkin lebih dari 50000/cm dengan peningkatan SDP immatur 6. PTT : memanjang 7. LDH : mungkin meningkat 8. Asam urat serum : mungkin meningkat 9. Muramidase serum : pengikatan pada leukemia monositik akut dan mielomonositik 10. Copper serum : meningkat 11. Zink serum : menurun 12. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan G. PENATALAKSANAAN 1. Pelaksanaan kemoterapi 2. Irradiasi kranial 3. Terdapat tiga fase pelaksanaan keoterapi : a. Fase induksi Dimulasi 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi kortikostreroid (prednison), vincristin dan L-asparaginase. Fase induksi dinyatakan behasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%. b. Fase Profilaksis Sistem saraf pusat Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine dan hydrocotison melaui intrathecal untuk mencegah invsi sel leukemia ke otak. Terapi irradiasi kranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami gangguan sistem saraf pusat. c. Konsolidasi Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan unutk mempertahankan remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala, mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi. KONSEP KEPERAWATAN



A. PENGKAJIAN 1. Riwayat penyakit : pengobatan kanker sebelumnya 2. Riwayat keluarga : adanya gangguan hematologis, adanya faktor herediter misal kembar monozigot) 3. Kaji adanya tanda-tanda anemia : kelemahan, kelelahan, pucat, sakit kepala, anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat 4. Kaji adanya tanda-tanda leukopenia : demam, stomatitis, gejala infeksi pernafasan atas, infeksi perkemihan; infeksi kulit dapat timbul kemerahan atau hiotam tanpa pus 5. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia : ptechiae, purpura, perdarahan membran mukosa, pembentukan hematoma, purpura; kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medula: limfadenopati, hepatomegali, splenomegali. 6. Kaji adanya pembesaran testis, hemAturia, hipertensi, gagal ginjal, inflamasi di sekkitar rektal dan nyeri. B. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI 1. Resiko tinggi infeksi berhubungn dengan menururnnya sistem pertahanan tubuh sekunder gangguan pematangan SDP, peningkatan jumlah limfosit immatur, imunosupresi, peneknan sumsum tulang. Tujuan : pasien bebas dari infeksi Kriteria hasil : a. Normotermia b. Hasil kultur negatif c. Peningkatan penyembuhan Intervensi : a. Tempatkan pada ruangan yang khusus. Batasi pengunjung sesuai indikasi. b. Cuci tangan untuk semua petugas dan pengunjung. c. Awsi suhu, perhatikan hubungan antara peningkatan suhu dan pengobatan kemoterapi. Observasi demam sehubungan dengan takikardia, hipotensi, perubahan mental samar. d. Cegah menggigil : tingkatkan cairan, berikan mandi kompres e. Dorong sering mengubah posisi, napas dalam dan batuk. f. Auskultsi bunyi nafas, perhatikan gemericik, ronkhi; inspeksi sekresi terhadap perubahan karakteristik, contoh peningktatan sputum atau sputum kental, urine bau busuk dengan berkemih tiba-tiba atau rasa terbakar. g. Inspeksi kulit unutk nyeri tekan, area eritematosus; luka terbuka. Besihkan kulit dengan larutan antibakterial. h. Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan sikat gigi halus. i. Tingkatkan kebersihan perianal. Berikan rendam duduk menggunakan betadine atau Hibiclens bila diindiksikan. j. Berikan periode istirahat tanpa gangguan k. Dorong peningkatan masukan makanan tinggi protein dan cairan. l. Hindari prosedur invasif (tusukan jarum dan injeksi) bila mungkin. m. Kolaborasi :  Awasi pemeriksaan laboratorium misal : hitung darah lerngkap, apakah SDP turun atau



tiba-tiba terjadi perubahan pada neutrofil; kultur gram/sensitivitas. Kaji ulang seri foto dada. Berikan obat sesuai indikasi contoh antibiotik. Hindari antipiretik yang mengandung aspirin. et rendah bakteri misal makanan dimasak, diprosesBerikan di 2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan berlebihan : muntah, perdarahan,diare ; penurunan pemasukan cairan : mual,anoreksia ; peningkatan kebutuhan cairan : demam, hipermetabolik Tujuan : volume cairan terpenuhi Kriteria hasil : a. Volume cairan adekuat b. Mukosa lembab c. Tanda vital stabil : TD 90/60 mmHg, nadi 100 x/menit, RR 20 x/mnt d. Nadi teraba e. Haluaran urin 30 ml/jam f. Kapileri refill < 2 detik Intervensi : a. Awasi masukan/haluaran. Hitung kehilangan cairan dan keseimbangna cairan. Perhatikan penurunan urin, ukur berat jenis dan pH urin. b. Timbang berat badan tiap hari c. Awasi TD dan frekuensi jantung d. Evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan kondisi membran mukosa. e. Beri masukan cairan 3-4 L/hari f. Inspeksi kulit/membran mukosa untuk petekie, area ekimosis; perhatikan perdarahan gusi, darah warna karat atau samar pada feses dan urin; perdarahan lanjut dari sisi tusukan invsif. g. Implementasikan tindakan untuk mencegah cedera jaringan/perdarahan. h. Batasi perawatan oral untuk mencuci mulut bila diindikasikan i. Berikan diet halus. j. Kolaborasi : Berikan cairan IV sesuai indikasi Awasi pemeriksaan laboratorium : trombosit, Hb/Ht, pembekuan. Berikan SDM, trombosit, faktor pembekuan. Pertahankan alat akses vaskuler sentral eksternal (kateter arteri subklavikula, tunneld, port implan) Berikan obat sesuai indikasi : Ondansetron, allopurinol, kalium asetat atau asetat, natrium biukarbonat, pelunak feses. 3. Nyeri berhubungan dengan agen fisikal seperti pembesaran organ/nodus limfe, sumsum tulang yang dikemas dengan sel leukemia; agen kimia pengobatan antileukemik Tujuan : nyeri teratasi Kriteria hasil : a. Pasien menyatakan nyeri hilang atau terkontrol b. Menunjukkan perilaku penanganan nyeri



c. Tampak rileks dan mampu istirahat Intervensi : a. Kaji keluhan nyeri, perhatikan perubahan pada derajat dan sisi (gunakan skala 0-10) b. Awasi tanda vital, perhatikan petunjuk non-verbal misal tegangan otot, gelisah. c. Berikan lingkungan tenang dan kurangi rangsangan penuh stres. d. Tempatkan pada posis nyaman dan sokong sendi, ekstremitas dengan bantal. e. Ubah posisi secara periodik dan bantu latihan rentang gerak lembut. f. Berikan tindakan kenyamanan ( pijatan, kompres dingin dan dukungan psikologis) g. Kaji ulang/tingkatkan intervensi kenyamanan pasien sendiri h. Evaluasi dan dukung mekanisme koping pasien. i. Dorong menggunakan teknik menajemen nyeri contoh latihan relaksasi/nafas dalam, sentuhan. j. Bantu aktivitas terapeutik, teknik relaksasi. k. Kolaborasi : Awasi kadar asam urat Berika obat sesuai indikasi : analgesik (asetaminofen), narkotik (kodein, meperidin, morfin, hidromorfon) Agen antiansietas (diazepam, lorazepam) 4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, peningkatan laju metabolik Tujuan : pasien mampu mentoleransi aktivitas Kriteria hasil : a. Peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur b. Berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari sesuai tingkat kemampuan c. Menunjukkan penurunan tanda fisiologis tidak toleran misal nadi, pernafasan dan TD dalam batas normal Intervensi : d. Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas.berikan lingkungan tenang dan periode istirahat tanpa ganggaun e. Implementasikan teknik penghematan energi, contoh lebih baik duduk daripada berdiri, pengunaan kursi untuk madi f. Jadwalkan makan sekitar kemoterapi. Berikan kebersihan mulut sebelum makan dan berikan antiemetik sesuai indikasi g. Kolaborasi : berikan oksigen tambahan 5. Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan trombositopenia Tujuan : pasien bebas dari gejala perdarahan Kriteria hasil : a. TD 90/60mmHg b. Nadi 100 x/mnt c. Ekskresi dan sekresi negtif terhadap darah d. Ht 40-54% (laki-laki), 37-47% ( permpuan)



e. Hb 14-18 gr% Intervensi : f. Pantau hitung trombosit dengan jumlah 50.000/ ml, resiko terjadi perdarahan. Pantau Ht dan Hb terhadap tanda perdarahan g. Minta pasien untuk mengingatkan perawat bila ada rembesan darah dari gusi h. Inspeksi kulit, mulut, hidung urin, feses, muntahan dan tempat tusukan IV terhadap perdarahan i. Pantau TV interval sering dan waspadai tanda perdarahan. j. Gunakan jarum ukuran kecil k. Jika terjadi perdarahan, tinggikan bagian yang sakit dan berikan kompres dingin dan tekan perlahan. l. Beri bantalan tempat tidur untuk cegh trauma m. Anjurkan pada pasien untuk menggunakan sikat gigi halus atau pencukur listrik. 6. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan terhentinya aliran darah sekunder adanya destruksi SDM Tujuan : perfusi adekuat Kriteria hasil : a. Masukan dan haluaran seimbang b. Haluaran urin 30 ml/jam c. Kapileri refill < 2 detik d. Tanda vital stabil e. Nadi perifer kuat terpalpasi f. Kulit hangat dan tidak ada sianosis Intervensi : a. Awasi tanda vital b. Kaji kulit untuk rasa dingin, pucat, kelambatan pengisian kapiler c. Catat perubahan tingkat kesadaran d. Pertahankan masukan cairan adekuat e. Evaluasi terjadinya edema f. Kolaborasi : Awasi pemeriksaan laboratorium ; GDA, AST/ALT, CPK, BUN Elektrolit serum, berikan pengganti sesuai indikasi Berikan cairan hipoosmolar DAFTAR PUSTAKA 1. Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001. 2. Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC; 1998 3. Doenges, Marilynn E. Nursing Care Plans: Guidelines For Planning And Documenting Patient Care. Alih Bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC; 1999 4. Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994



5. Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I. Jakarta : Salemba Medika; 2001 Posted by cres at 2:59 AM 0 comments



Askep Anak Dengan Hirscprung ( Mega Colon ) KONSEP DASAR A. Pengertian Ada beberapa pengertian mengenai Mega Colon, namun pada intinya sama yaitu penyakit yang disebabkan oleh obstruksi mekanis yang disebabkan oleh tidak adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus spontan dan tidak mampunya spinkter rectum berelaksasi. Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan ( Betz, Cecily & Sowden : 2000 ). Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi 3 Kg, lebih banyak laki – lakipada bayi aterm dengan berat lahir dari pada perempuan. ( Arief Mansjoeer, 2000 ). B. Etiologi Adapun yang menjadi penyebab Hirschsprung atau Mega Colon itu sendiri adalah diduga terjadi karena faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus. C. Patofisiologi Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden, 2002:197). Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ).



D. Manifestasi Klinis Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 – 28 jam pertama setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan empedu dan distensi abdomen. (Nelson, 2000 : 317). Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi total saat lahir dengan muntaah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi meconium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk yang dapat berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ). 1. Anak – anak a Konstipasi b Tinja seperti pita dan berbau busuk c Distenssi abdomen d Adanya masa difecal dapat dipalpasi e Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi ( Betz cecily & sowden, 2002 : 197 ). 2. Komplikasi a Obstruksi usus b Konstipasi c Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit d Entrokolitis e Struktur anal dan inkontinensial ( pos operasi ) ( Betz cecily & sowden, 2002 : 197 ) E. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan bisa ditemukan : a Daerah transisi b Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit c Entrokolitis padasegmen yang melebar d Terdapat retensi barium setelah 24 – 48 jam ( Darmawan K, 2004 : 17 ) 2. Biopsi isap Yaitu mengambil mukosa dan sub mukosa dengan alat penghisap dan mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa ( Darmawan K, 2004 :17 ) 3. Biopsi otot rektum Yaitu pengambilan lapisan otot rektum 4. Periksaan aktivitas enzim asetil kolin esterase dari hasil biobsi isap pada penyakit ini khas terdapat peningkatan, aktifitas enzimasetil kolin esterase ( Darmawan K, 2004 : 17 ) 5. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus ( Betz, cecily & Sowden, 2002 : 197 ) 6. Pemeriksaan colok anus



Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan. F. Penatalaksanaan 1. Medis Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal. Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu : a Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan ukuran normalnya. b Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama ( Betz Cecily & Sowden 2002 : 98 ) Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel, Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah diubah ( Darmawan K 2004 : 37 ) 2. Perawatan Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain : a Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara dini b Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak c Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan ) d Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang ( FKUI, 2000 : 1135 ) Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak – anak dengan mal nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya meningkat. Hal ini sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan juga adanya diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat digunakan nutrisi parenteral total ( NPT ) Konsep Tumbuh Kembang Anak Konsep tumbuh kembang anak difokuskan pada usia todler yakni 1 – 3 tahun bisa juga dimasukkan dalam tahapan pre operasional yakni umur 2 – 7 tahun. Menurut Yupi. S ( 2004 ) berdasarkan teori peaget bahwa masa ini merupakan gambaran kongnitif internal anak tentang dunia luar dengan berbagai kompleksitasnya yang tumbuh secara bertahap merupakan suatu masa dimana pikiran agak terbatas. Anak mampu menggunakan simbul melalui kata – kata, mengingat sekarang dan akan datang. Anak mampu membedakan dirinya sendiri dengan objek dalam dunia sekelilingnya baik bahasa maupun pikiranya bercirikan egesenterisme, ia tidak mahu menguasai ide persamaan terutama berkaitan



dengan masalah–masalah secara logis, tetapi dalam situasi bermain bebas ia cenderung untuk memperlihatkan perilaku logis dan berakal sehat pada tahap ini akan mulai mengenal tubuhnya Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang dapat diukur dengan ukuran berat ( gram, pounnd, kilogram ). Ukuran panjang ( cm, meter ). Umur tulang dan keseimbangan metabolik ( retensi kalium dan nitrogen tubuh ). Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi yang lebih komplek dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan ( Soetjiningsih, 1998: 1 ). Pada pertumbuhan fisik dapat dinilai pertambahan berat badan sebanyak 2,2 Kg/ tahun dan tinggi badan akan bertambah kira – kira 7,5 cm/ tahun. Proporsi tumbuh berubah yaitu lengan dan kaki tumbuh lebih cepat dari pada kepala dan badan lorosis lumbal pada medulla spinalis kurang terlihat dan tungkai mempunyai tampilan yang bengkok. Lingkar kepala meningkat 2,5 cm/ tahun dan fontanella anterior menutup pada usia 15 bulan. Gigi molar pertama dan molar kedua serta gigi taring mulai muncul ( Betz & Sowden, 2002: 546 ). 1. Strategi Pengurangan Dampak Hospitalisasi Pada Usia Todler Pada usia todler anak cenderung egosentris maka dalam menjelaskan prosedur dalam hubungan dengan cara apa yang akan anak lihat, dengar, bau, raba dan rasakan. Katakan pada anak tidak apa- apa menangis atau gunakan ekspresi verbal untuk mengatakan tidak nyaman. Pada usia ini juga mengalami keterbatasan kemampuan berkomunikasi lebih sering menggunakan perilaku atau sikap. Sedikit pendekatan yang sederhana menggunkan contoh peralatan yang kecil ( ijinkan anak untuk memegang peralatan ) menggunakan permainan. Pada usia ini menjadikan hubungan yang sulit antara anak dengan perawat diperlukan orang tua pada keadaan ini, apapun cara yang dilakukan anaka harus merupakan pertimbangan pertama. Ibu harus didorong untuk tinggal atau paling sedikit mengunjungi anaknya sesering mungkin ( Yupi, S 2004). KONSEP KEPERAWATAN DIAGNOSA, TUJUAN, DAN INTERVENSI KEPERAWATAN a. Konstipasi berhubungan dengan obstruksi ketidakmampuan Kolon mengevakuasi feces ( Wong, Donna, 2004 : 508 ) Tujuan : 1. anak dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adaptasi sampai fungsi eliminasi secara normal dan bisa dilakukan Kriteria Hasil 1. Pasien dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adapatasi 2. Ada peningkatan pola eliminasi yang lebih baik Intervensi : 1. Berikan bantuan enema dengan cairan Fisiologis NaCl 0,9 %



2. Observasi tanda vital dan bising usus setiap 2 jam sekali 3. Observasi pengeluaran feces per rektal – bentuk, konsistensi, jumlah 4. Observasi intake yang mempengaruhi pola dan konsistensi feses 5. Anjurkan untuk menjalankan diet yang telah dianjurkan b. Perubahan nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan saluran pencernaan mual dan muntah Tujuan : 1. Pasien menerima asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan Kriteria Hasil 1. Berat badan pasien sesuai dengan umurnya 2. Turgor kulit pasien lembab 3. Orang tua bisa memilih makanan yang di anjurkan Intervensi 1. Berikan asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan 2. Ukur berat badan anak tiap hari 3. Gunakan rute alternatif pemberian nutrisi ( seperti NGT dan parenteral ) untuk mengantisipasi pasien yang sudah mulai merasa mual dan muntah c. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang (Betz, Cecily & Sowden 2002:197) Tujuan : 1. Status hidrasi pasien dapat mencukupi kebutuhan tubuh Kriteria Hasil 1. Turgor kulit lembab. 2. Keseimbangan cairan. Intervensi 1. Berikan asupan cairan yang adekuat pada pasien 2. Pantau tanda – tanda cairan tubuh yang tercukupi turgor, intake – output 3. Observasi adanay peningkatan mual dan muntah antisipasi devisit cairan tubuh dengan segera d. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatanya. ( Whaley & Wong, 2004 ). Tujuan : pengetahuan pasien tentang penyakitnyaa menjadi lebih adekuat Kriteria hasil : 1. Pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakitnyaa, perawatan dan obat – obatan. Bagi penderita Mega Colon meningkat daan pasien atau keluarga mampu menceritakanya kembali Intervensi 1. Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal – hal yang ingn diketahui sehubunagndengan penyaakit yang dialami pasien 2. Kaji pengetahuan keluarga tentang Mega Colon 3. Kaji latar belakang keluarga 4. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan serta obat – obatan pada keluarga



pasien 5. Jelaskan semua prosedur yang akan dilaksanakan dan manfaatnya bagi pasien. Posted by cres at 2:56 AM 0 comments



Askep Anak Dengan Hiperbilirubinemia ( Icterus ) PENDAHULUAN Ikterus merupakan suatu gejala yang sering ditemukan pada Bayi Baru Lahir (BBL). Menurut beberapa penulis kejadian ikterus pada BBL berkisar 50 % pada bayi cukup bulan dan 75 % pada bayi kurang bulan. Perawatan Ikterus berbeda diantara negara tertentu, tempat pelayanan tertentu dan waktu tertentu. Hal ini disebabkan adanya perbedaan pengelolaan pada BBL, seperti pemberian makanan dini, kondisi ruang perawatan, penggunaan beberapa propilaksi pada ibu dan bayi, fototherapi dan transfusi pengganti. Asuhan keperawatan pada klien selama post partum juga terlalu singkat, sehingga klien dan keluarga harus dibekali pengetahuan, ketrampilan dan informasi tempat rujukan, cara merawat bayi dan dirinya sendiri selama di rumah sakit dan perawatan di rumah. Perawat sebagai salah satu anggota tim kesehatan mempunyai peranan dalam memberikan asuhan keperawatan secara paripurna. Tulisan ilmiah ini bertujuan untuk : 1. Agar perawat memiliki intelektual dan mampu menguasai pengetahuan dan keterampilan terutama yang berkaitan dengan asuhan keperawatan pada klien dan keluarga dengan bayi Ikterus (Hiperilirubinemia), 2. Agar Perawat mampu mempersiapkan klien dan keluarga ikut serta dalam proses perawatan selama di Rumah Sakit dan perewatan lanjutan di rumah. Atas dasar hal tersebut diatas maka penulis menyusun tulisan ilmiah dengan judul ”Asuhan Keperawatan dan Aplikasi Discharge Planing pada klien dengan Bayi Hiperbilirubinemia” KONSEP DASAR A.Definisi 1. Ikterus Fisiologis Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah Ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut (Hanifa, 1987): Timbul pada hari kedua-ketigaa Kadar Biluirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% padab neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan. Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per haric Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %d Ikterus hilang pada 10 hari pertamae Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadan patologis tertentuf



2. Ikterus Patologis / Hiperbilirubinemia Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%. 3. Kern Ikterus Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV. B. Etiologi 1. Peningkatan produksi : Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapata ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.b Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolikc yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis . Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).d Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20e (beta) , diol (steroid). Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubinf Indirek meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.g 2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine. 3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi , Toksoplasmosis, Siphilis. 4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik. 5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif C. Metabolisme Bilirubin Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin yang larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam



air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin binding site). Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis. D. Patofisiologi Hiperbilirubinemia Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( Markum, 1991). E. Penatalaksanaan Medis Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan : 1. Menghilangkan Anemia 2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi 3. Meningkatkan Badan Serum Albumin 4. Menurunkan Serum Bilirubin Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat. Fototherapi



Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine. Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia. Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah. Tranfusi Pengganti Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor : 1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu. 2. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir. 3. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama. 4. Tes Coombs Positif 5. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama. 6. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama. 7. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl. 8. Bayi dengan Hidrops saat lahir. 9. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus. Transfusi Pengganti digunakan untuk : 1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal. 2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan) 3. Menghilangkan Serum Bilirubin 4. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan Bilirubin Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.



Therapi Obat Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika. Penggolongan Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus: 1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama. Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun sbb: Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.a Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadangb Bakteri) Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.c Pemeriksaan yang perlu dilakukan: Kadar Bilirubin Serum berkala.d Darah tepi lengkap.e Golongan darah ibu dan bayi.f Test Coombs.g Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi Heparh bila perlu. 2. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir. Biasanya Ikterus fisiologis.a Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, ataub golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat misalnya melebihi 5mg% per 24 jam. Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih mungkin.c Polisetimia.d Hemolisis perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis,e pendarahan Hepar, sub kapsula dll). Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan yang perlu dilakukan: Pemeriksaan darah tepi.f Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.g Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.h Pemeriksaan lain bila perlu.i 3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu



pertama. Sepsis.a Dehidrasi dan Asidosis.b Defisiensi Enzim G6PD.c Pengaruh obat-obat.d Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.e 4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya: Karena ikterus obstruktif.a Hipotiroidismeb Breast milk Jaundice.c Infeksi.d Hepatitis Neonatal.e Galaktosemia.f Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan: Pemeriksaan Bilirubin berkala.a Pemeriksaan darah tepi.b Skrining Enzim G6PD.c Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.d ASUHAN KEPERAWATAN Untuk memberikan keperawatan yang paripurna digunakan proses keperawatan yang meliputi Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi. A. Pengkajian 1. Riwayat orang tua : Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO, Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI. 2. Pemeriksaan Fisik : Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking, refleks menyusui yang lemah, Iritabilitas. 3. Pengkajian Psikososial : Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak. 4. Pengetahuan Keluarga meliputi : Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan mempelajari Hiperbilirubinemia (Cindy Smith Greenberg. 1988) B. Diagnosa Keperawatan , Tujuan , dan Intervensi



Berdasarkan pengkajian di atas dapat diidentifikasikan masalah yang memberi gambaran keadaan kesehatan klien dan memungkinkan menyusun perencanaan asuhan keperawatan. Masalah yang diidentifikasi ditetapkan sebagai diagnosa keperawatan melalui analisa dan interpretasi data yang diperoleh. 1. Diagnosa Keperawatan : Kurangnya volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan, fototherapi, dan diare. Tujuan : Cairan tubuh neonatus adekuat Intervensi : Catat jumlah dan kualitas feses, pantau turgor kulit, pantau intake output, beri air diantara menyusui atau memberi botol. 2. Diagnosa Keperawatan : Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan efek fototerapi Tujuan : Kestabilan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan Intervensi : Beri suhu lingkungan yang netral, pertahankan suhu ant- 37ara 35,5 C, cek tanda-tanda vital tiap 2 jam. 3. Diagnosa Keperawatan : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan hiperbilirubinemia dan diare Tujuan : Keutuhan kulit bayi dapat dipertahankan Intervensi : Kaji warna kulit tiap 8 jam, pantau bilirubin direk dan indirek , rubah posisi setiap 2 jam, masase daerah yang menonjol, jaga kebersihan kulit dan kelembabannya. 4. Diagnosa Keperawatan : Gangguan parenting berhubungan dengan pemisahan Tujuan : Orang tua dan bayi menunjukan tingkah laku “Attachment” , orang tua dapat mengekspresikan ketidak mengertian proses Bounding. Intervensi : Bawa bayi ke ibu untuk disusui, buka tutup mata saat disusui, untuk stimulasi sosial dengan ibu, anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya, libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan, dorong orang tua mengekspresikan perasaannya. 5. Diagnosa Keperawatan : Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi yang diberikan pada bayi. Tujuan : Orang tua mengerti tentang perawatan, dapat mengidentifikasi gejalagejala untuk menyampaikan pada tim kesehatan Intervensi : Kaji pengetahuan keluarga klien, beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning, proses terapi dan perawatannya. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi dirumah. 6. Diagnosa Keperawatan : Risiko tinggi trauma berhubungan dengan efek fototherapi Tujuan : Neonatus akan berkembang tanpa disertai tanda-tanda gangguan akibat fototherapi Intervensi :



Tempatkan neonatus pada jarak 45 cm dari sumber cahaya, biarkan neonatus dalam keadaan telanjang kecuali mata dan daerah genetal serta bokong ditutup dengan kain yang dapat memantulkan cahaya; usahakan agar penutup mata tida menutupi hidung dan bibir; matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji adanya konjungtivitis tiap 8 jam; buka penutup mata setiap akan disusukan; ajak bicara dan beri sentuhan setiap memberikan perawatan. 7. Diagnosa Keperawatan : Risiko tinggi trauma berhubungan dengan tranfusi tukar Tujuan : Tranfusi tukar dapat dilakukan tanpa komplikasi Intervensi : Catat kondisi umbilikal jika vena umbilikal yang digunakan; basahi umbilikal dengan NaCl selama 30 menit sebelum melakukan tindakan, neonatus puasa 4 jam sebelum tindakan, pertahankan suhu tubuh bayi, catat jenis darah ibu dan Rhesus serta darah yang akan ditranfusikan adalah darah segar; pantau tandatanda vital; selama dan sesudah tranfusi; siapkan suction bila diperlukan; amati adanya ganguan cairan dan elektrolit; apnoe, bradikardi, kejang; monitor pemeriksaan laboratorium sesuai program. C. Aplikasi Discharge Planing. Pertumbuhan dan perkembangan serta perubahan kebutuhan bayi dengan hiperbilirubin (seperti rangsangan, latihan, dan kontak sosial) selalu menjadi tanggung jawab orang tua dalam memenuhinya dengan mengikuti aturan dan gambaran yang diberikan selama perawatan di Rumah Sakit dan perawatan lanjutan dirumah. Faktor yang harus disampaikan agar ibu dapat melakukan tindakan yang terbaik dalam perawatan bayi hiperbilirubinimea (Whaley &Wong, 1994): 1. Anjurkan ibu mengungkapkan/melaporkan bila bayi mengalami gangguangangguan kesadaran seperti : kejang-kejang, gelisah, apatis, nafsu menyusui menurun. 2. Anjurkan ibu untuk menggunakan alat pompa susu selama beberapa hari untuk mempertahankan kelancaran air susu. 3. Memberikan penjelasan tentang prosedur fototherapi pengganti untuk menurunkan kadar bilirubin bayi. 4. Menasehatkan pada ibu untuk mempertimbangkan pemberhentian ASI dalam hal mencegah peningkatan bilirubin. 5. Mengajarkan tentang perawatan kulit : Memandikan dengan sabun yang lembut dan air hangat.a Siapkan alat untuk membersihkan mata, mulut, daerah perineal dan daerahb sekitar kulit yang rusak. Gunakan pelembab kulit setelah dibersihkan untuk mempertahankanc kelembaban kulit. Hindari pakaian bayi yang menggunakan perekat di kulit.d Hindari penggunaan bedak pada lipatan paha dan tubuh karena dapate mengakibatkan lecet karena gesekan



Melihat faktor resiko yang dapat menyebabkan kerusakan kulit sepertif penekanan yang lama, garukan . Bebaskan kulit dari alat tenun yang basah seperti: popok yang basah karenag bab dan bak. Melakukan pengkajian yang ketat tentang status gizi bayi seperti : turgorh kulit, capilari reffil. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah : celsius)1. Cara memandikan bayi dengan air hangat (37 -38 2. Perawatan tali pusat / umbilikus 3. Mengganti popok dan pakaian bayi 4. Menangis merupakan suatu komunikasi jika bayi tidak nyaman, bosan, kontak dengan sesuatu yang baru 5. Temperatur / suhu 6. Pernapasan 7. Cara menyusui 8. Eliminasi 9. Perawatan sirkumsisi 10. Imunisasi 11. Tanda-tanda dan gejala penyakit, misalnya : letargi ( bayi sulit dibangunkan )a demam ( suhub > celsius)37 muntah (sebagian besar atau seluruh makanan sebanyak 2 x)c diare ( lebih dari 3 x)d tidak ada nafsu makan.e 12. Keamanan Mencegah bayi dari trauma seperti; kejatuhan benda tajam (pisau,a gunting) yang mudah dijangkau oleh bayi / balita. Mencegah benda panas, listrik, dan lainnyab Menjaga keamanan bayi selama perjalanan dengan menggunakanc mobil atau sarana lainnya. Pengawasan yang ketat terhadap bayi oleh saudara - saudaranya.d DAFTAR PUSTAKA Bobak, J. (1985). Materity and Gynecologic Care. Precenton. Cloherty, P. John (1981). Manual of Neonatal Care. USA. Harper. (1994). Biokimia. EGC, Jakarta. Hazinki, M.F. (1984). Nursing Care of Critically Ill Child. , The Mosby Compani CV,Toronto. Markum, H. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. Buku I. FKUI, Jakarta. Mayers, M. et. al. ( 1995). Clinical Care Plans Pediatric Nursing. Mc.Graw-Hill. Inc.,New York. Pritchard, J. A. et. al. (1991). Obstetri Williams. Edisi XVII. Airlangga University Press,Surabaya. Susan, R. J. et. al. (1988). Child Health Nursing. California, Posted by cres at 2:43 AM 0 comments



Askep Anak Dengan Atrium Septal Defact ( ASD ) A. KONSEP DASAR 1. Pengertian Atrial Septal Defect adalah adanya hubungan (lubang) abnormal pada sekat yang memisahkan atrium kanan dan atrium kiri. Kelainan jantung bawaan yang memerlukan pembedahan jantung terbuka adalah defek sekat atrium. Defek sekat atrium adalah hubungan langsung antara serambi jantung kanan dan kiri melalui sekatnya karena kegagalan pembentukan sekat. Defek ini dapat berupa defek sinus venousus di dekat muara vena kava superior, foramen ovale terbuka pada umumnya menutup spontan setelah kelahiran, defek septum sekundum yaitu kegagalan pembentukan septum sekundum dan defek septum primum adalah kegagalan penutupan septum primum yang letaknya dekat sekat antar bilik atau pada bantalan endokard. Macam-macam defek sekat ini harus ditutup dengan tindakan bedah sebelum terjadinya pembalikan aliran darah melalui pintasan ini dari kanan ke kiri sebagai tanda timbulnya sindrome Eisenmenger. Bila sudah terjadi pembalikan aliran darah, maka pembedahan dikontraindikasikan. Tindakan bedah berupa penutupan dengan menjahit langsung dengan jahitan jelujur atau dengan menambal defek dengan sepotong dakron. Tiga macam variasi yang terdapat pada ASD, yaitu 1. Ostium Primum (ASD 1), letak lubang di bagian bawah septum, mungkin disertai kelainan katup mitral. 2. Ostium Secundum (ASD 2), letak lubang di tengah septum. 3. Sinus Venosus Defek, lubang berada diantara Vena Cava Superior dan Atrium Kanan. 2. Patofisiologi Pada kasus Atrial Septal Defect yang tidak ada komplikasi, darah yang mengandung oksigen dari Atrium Kiri mengalir ke Atrium Kanan tetapi tidak sebaliknya. Aliran yang melalui defek tersebut merupakan suatu proses akibat ukuran dan complain dari atrium tersebut. Normalnya setelah bayi lahir complain ventrikel kanan menjadi lebih besar daripada ventrikel kiri yang menyebabkan ketebalan dinding ventrikel kanan berkurang. Hal ini juga berakibatvolume serta ukuran atrium kanan dan ventrikel kanan meningkat. Jika complain ventrikel kanan terus menurun akibat beban yang terus meningkat shunt dari kiri kekanan bisa berkurang. Pada suatu saat sindroma Eisenmenger bisa terjadi akibat penyakit vaskuler paru yang terus bertambah berat. Arah shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan kekiri sehingga sirkulasi darah sistemik banyak mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis. 3. Etiologi Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD. Faktor-faktor tersebut diantaranya : 1. Faktor Prenatal



a. Ibu menderita infeksi Rubella b. Ibu alkoholisme c. Umur ibu lebih dari 40 tahun d. Ibu menderita IDDM e. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu 2. Faktor genetik a. Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB b. Ayah atau ibu menderita PJB c. Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down d. Lahir dengan kelainan bawaan lain Gangguan hemodinamik Tekanan di Atrium kiri lebih tinggi daripada tekanan di Atrium Kanan sehingga memungkinkan aliran darah dari Atrium Kiri ke Atrium Kanan. 4. Manifestasi Klinik 1. Bising sistolik tipe ejeksi di daerah sela iga dua/tiga pinggir sternum kiri. 2. Dyspnea 3. Aritmia 5. Pemeriksaan penunjang 1. Laboratorium 2. Foto thorax 3. EKG ; deviasi aksis ke kiri pada ASD primum dan deviasi aksis ke kanan pada ASD Secundum; RBBB,RVH 4. Echo 5. Kateterisasi jantung ; prosedur diagnostik dimana kateter radiopaque dimasukan kedalam serambi jantung melalui pembuluh darah perifer, diobservasi dengan fluoroskopi atau intensifikasi pencitraan; pengukuran tekanan darah dan sample darah memberikan sumber-sumber informasi tambahan. 6. TEE (Trans Esophageal Echocardiography) 6. Komplikasi 1. Gagal Jantung 2. Penyakit pembuluh darah paru 3. Endokarditis 4. Aritmia 7. Terapi medis/pemeriksaan penunjang 1. Pembedahan penutupan defek dianjurkan pada saat anak berusia 5-10 tahun. Prognosis



sangat ditentukan oleh resistensi kapiler paru, dan bila terjadi sindrome Eisenmenger, umumnya menunjukkan prognosis buruk. 2. Amplazer Septal Ocluder 3. Sadap jantung (bila diperlukan). B. KONSEP KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Lakukan pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan yang mendetail terhadap jantung. b. Lakukan pengukuran tanda-tanda vital. c. Kaji tampilan umum, perilaku, dan fungsi: - Inspeksi : Status nutrisi¬¬ – Gagal tumbuh atau penambahan berat badan yang buruk berhubungan dengan penyakit jantung. Warna – Sianosis adalah gambaran umum dari penyakit jantung kongenital, sedangkan pucat berhubungan dengan anemia, yang sering menyertai penyakit jantung. Deformitas dada – Pembesaran jantung terkadang mengubah konfigurasi dada. Pulsasi tidak umum – Terkadang terjadi pulsasi yang dapat dilihat. Ekskursi pernapasan – Pernapasan mudah atau sulit (mis; takipnea, dispnea, adanya dengkur ekspirasi). Jari tabuh – Berhubungan dengan beberapa type penyakit jantung kongenital. Perilaku – Memilih posisi lutut dada atau berjongkok merupakan ciri khas dari beberapa jenis penyakit jantung. - Palpasi dan perkusi : Dada – Membantu melihat perbedaan antara ukuran jantung dan karakteristik lain (seperti thrill-vibrilasi yang dirasakan pemeriksa saat mampalpasi) Abdomen – Hepatomegali dan/atau splenomegali mungkin terlihat. Nadi perifer – Frekwensi, keteraturan, dan amplitudo (kekuatan) dapat menunjukkan ketidaksesuaian. - Auskultasi Jantung – Mendeteksi adanya murmur jantung. Frekwensi dan irama jantung – Menunjukkan deviasi bunyi dan intensitas jantung yang membantu melokalisasi defek jantung. Paru-paru – Menunjukkan ronki kering kasar, mengi. Tekanan darah – Penyimpangan terjadi dibeberapa kondisi jantung (mis; ketidaksesuaian antara ekstremitas atas dan bawah) Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian – mis; ekg, radiografi, ekokardiografi, fluoroskopi, ultrasonografi, angiografi, analisis darah (jumlah darah, haemoglobin, volume sel darah, gas darah), kateterisasi jantung. 2. Diagnosa keperawatan



1. Diagnosa keperawatan : Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan defek struktur. Tujuan : Klien akan menunjukkan perbaikan curah jantung. Kriteria hasil : a. Frekwensi jantung, tekanan darah, dan perfusi perifer berada pada batas normal sesuai usia. b. Keluaran urine adekuat (antara 0,5 – 2 ml/kgbb, bergantung pada usia ) Intervensi keperawatan/rasional a. Beri digoksin sesuai program, dengan menggunakan kewaspadaan yang dibuat untuk mencegah toxisitas. b. Beri obat penurun afterload sesuai program c. Beri diuretik sesuai program 2. Diagnosa keperawatan : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen Tujuan : Klien mempertahankan tingkat energi yang adekuat tanpa stress tambahan. Kriteria hasil : a. Anak menentukan dan melakukan aktivitas yang sesuai dengan kemampuan. b. Anak mendapatkan waktu istirahat/tidur yang tepat. Intervensi keperawatan/rasional a. Berikan periode istirahat yang sering dan periode tidur tanpa gangguan. b. Anjurkan permainan dan aktivitas yang tenang. c. Bantu anak memilih aktivitas yang sesuai dengan usia, kondisi, dan kemampuan. d. Hindari suhu lingkungan yang ekstrem karena hipertermia atau hipotermia meningkatkan kebutuhan oksigen. e. Implementasikan tindakan untuk menurunkan ansietas. f. Berespons dengan segera terhadap tangisan atau ekspresi lain dari distress. 3. Diagnosa keperawatan : Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan ketidakadekuatan oksigen dan nutrien pada jaringan; isolasi sosial. Tujuan : Pasien mengikuti kurva pertumbuhan berat badan dan tinggi badan. Anak mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang sesuai dengan usia Kriteria hasil : a. Anak mencapai pertumbuhan yang adekuat. b. Anak melakukan aktivitas sesuai usia c. Anak tidak mengalami isolasi sosial 3. Intervensi Keperawatan/rasional a. Beri diet tinggi nutrisi yang seimbang untuk mencapai pertumbuhan yang adekuat. b. Pantau tinggi dan berat badan; gambarkan pada grafik pertumbuhan untuk menentukan kecenderungan pertumbuhan.



c. Dapat memberikan suplemen besi untuk mengatasi anemia, bila dianjurkan. d. Dorong aktivitas yang sesuai usia. e. Tekankan bahwa anak mempunyai kebutuhan yang sama terhadap sosialisasi seperti anak yang lain. f. Izinkan anak untuk menata ruangnya sendiri dan batasan aktivitas karena anak akan beristirahat bila lelah. 4. Diagnosa keperawatan : Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan status fisik yang lemah. Tujuan : Klien tidak menunjukkan bukti-bukti infeksi Kriteria hasil : Anak bebas dari infeksi. Intervensi Keperawatan/rasional a. Hindari kontak dengan individu yang terinfeksi b. Beri istirahat yang adekuat c. Beri nutrisi optimal untuk mendukung pertahanan tubuh alami. 5. Diagnosa Keperawatan : Risiko tinggi cedera (komplikasi) berhubungan dengan kondisi jantung dan terapi Tujuan : Klien/keluarga mengenali tanda-tanda komplikasi secara dini. Kriteria hasil : a. Keluarga mengenali tanda-tanda komplikasi dan melakukan tindakan yang tepat. b. Klien/keluarga menunjukkan pemahaman tentang tes diagnostik dan pembedahan. Intervensi Keperawatan/rasional a. Ajari keluarga untuk mengenali tanda-tanda komplikasi : Gagal jantung kongestif : - Takikardi, khususnya selama istirahat dan aktivitas ringan. - Takipnea - Keringat banyak di kulit kepala, khususnya pada bayi. - Keletihan - Penambahan berat badan yang tiba-tiba. - Distress pernapasan Toksisitas digoksin - Muntah (tanda paling dini) - Mual - Anoreksia - Bradikardi. Disritmia Peningkatan upaya pernapasan – retraksi, mengorok, batuk, sianosis. Hipoksemia – sianosis, gelisah. Kolaps kardiovaskular – pucat, sianosis, hipotonia. b. Ajari keluarga untuk melakukan intervensi selama serangan hipersianotik - Tempatkan anak pada posisi lutut-dada dengan kepala dan dada ditinggikan. - Tetap tenang.



- Beri oksigen 100% dengan masker wajah bila ada. - Hubungi praktisi c. Jelaskan atau klarifikasi informasi yang diberikan oleh praktisi dan ahli bedah pada keluarga. d. Siapkan anak dan orang tua untuk prosedur. e. Bantu membuat keputusan keluarga berkaitan dengan pembedahan. f. Gali perasaan mengenai pilihan pembedahan. 6. Diagnosa Keperawatan : Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan penyakit jantung (ASD) Tujuan : Klien/keluarga mengalami penurunan rasa takut dan ansietas Klien menunjukkan perilaku koping yang positif Kriteria hasil : Keluarga mendiskusikan rasa takut dan ansietasnya Keluarga menghadapi gejala anak dengan cara yang positif Intervensi Keperawatan/rasional : a. Diskusikan dengan orang tua dan anak (bila tepat) tentang ketakutan mereka dan masalah defek jantung dan gejala fisiknya pada anak karena hal ini sering menyebabkan ansietas/rasa takut. b. Dorong keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan anak selama hospitalisasi untuk memudahkan koping yang lebih baik di rumah. c. Dorong keluarga untuk memasukkan orang lain dalam perawatan anak untuk mencegah kelelahan pada diri mereka sendiri. d. Bantu keluarga dalam menentukan aktivitas fisik dan metode disiplin yang tepat untuk anak. 4. Evaluasi Proses : langsung setalah setiap tindakan Hasil : tujuan yang diharapkan 1. Tanda-tanda vital anak berada dalam batas normal sesuai dengan usia 2. Anak berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang sesuai dengan usia 3. Anak bebas dari komplikasi pascabedah



Daftar Pustaka Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM (1996), Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Buku Ajar KEPERAWATAN KARDIOVASKULER (2001), Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita, Jakarta. Buku Saku Keperawatan Pediatrik (2002), Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta. Posted by cres at 2:37 AM 0 comments



Askep Anak Dengan Marasmus ( MEP )



A. KONSEP DASAR 1.PENGERTIAN • Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649). • Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein. (Suriadi, 2001:196). • Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. (Nelson, 1999:212). • Zat gizi adalah zat yang diperoleh dari makanan dan digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan, pertahanan dan atau perbaikan. Zat gizi dikelompokkan menjadi karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. (Arisman, 2004:157). • Energi yang diperoleh oleh tubuh bukan hanya diperoleh dari proses katabolisme zat gizi yang tersimpan dalam tubuh, tetapi juga berasal dari energi yang terkandung dalam makanan yang kita konsumsi. • Fungsi utama karbohidrat adalah sebagai sumber energi, disamping membantu pengaturan metabolisme protein. Protein dalam darah mempunyai peranan fisiologis yang penting bagi tubuh untuk : 1. Mengatur tekanan air, dengan adanya tekanan osmose dari plasma protein. 2. Sebagai cadangan protein tubuh. 3. Mengontrol perdarahan (terutama dari fibrinogen). 4. Sebagai transport yang penting untuk zat-zat gizi tertentu. 5. Sebagai antibodi dari berbagai penyakit terutama dari gamma globulin. Dalam darah ada 3 fraksi protein, yaitu : Albumin, globulin, fibrinogen. 2. ETIOLOGI • Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital. (Nelson,1999). • Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116). 3. PATOFISIOLOGI Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92). Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat,



protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh. (Nuuhchsan Lubis an Arlina Mursada, 2002:11). 4. MANIFESTASI KLINIK Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat badan sampai berakibat kurus,dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang dari bantalan pipi, muka bayi dapat tetap tampak relatif normal selama beberaba waktu sebelum menjadi menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung dan datar. Terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya normal, nadi mungkin melambat, mula-mula bayi mungkin rewe, tetapi kemudian lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul apa yang disebut diare tipe kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi mukus dan sedikit. (Nelson,1999). Selain itu manifestasi marasmus adalah sebagai berikut : 1. Badan kurus kering tampak seperti orangtua 2. Lethargi 3. Irritable 4. Kulit keriput (turgor kulit jelek) 5. Ubun-ubun cekung pada bayi 6. Jaingan subkutan hilang 7. Malaise 8. Kelaparan 9. Apatis 5. PENATALAKSANAAN 1. Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang kualitas biologiknya baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin. 2. Pemberian terapi cairan dan elektrolit. 3. Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah diare berat. 4. Pengkajian riwayat status sosial ekonomi, kaji riwayat pola makan, pengkajian antropometri, kaji manifestasi klinis, monitor hasil laboratorium, timbang berat badan, kaji tanda-tanda vital. Penanganan KKP berat



Secara garis besar, penanganan KKP berat dikelompokkan menjadi pengobatan awal dan rehabilitasi. Pengobatan awal ditujukan untuk mengatasi keadaan yang mengancam jiwa, sementara fase rehabilitasi diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi. Upaya pengobatan, meliputi : - Pengobatan/pencegahan terhadap hipoglikemi, hipotermi, dehidrasi. - Pencegahan jika ada ancamanperkembangan renjatan septik - Pengobatan infeksi - Pemberian makanan - Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain, seperti kekurangan vitamin, anemia berat dan payah jantung. Menurut Arisman, 2004:105 - Komposisi ppemberian CRO (Cairan Rehidrasi Oral) sebanyak 70-100 cc/kg BB biasanya cukup untuk mengoreksi dehidrasi. - Cara pemberian dimulai sebanyak 5 cc/kg BB setiap 30 menit selama 2 jam pertama peroral atau NGT kemudian tingkatkan menjadi 5-10 cc/kg BB/ jam. - Cairan sebanyak itu harus habis dalam 12 jam. - Pemberian ASI sebaiknya tidak dihentikan ketika pemberian CRO/intravena diberikan dalam kegiatan rehidrasi. - Berika makanan cair yang mengandung 75-100 kkal/cc, masing-masing disebut sebagai F-75 dan F-100. Menurut Nuchsan Lubis Penatalaksanaan penderita marasmus yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap, yaitu : 1. Tahap awal :24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamatkan jiwa, antara lain mengoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan IV. - cairan yang diberikan adalah larutan Darrow-Glukosa atau Ringer Laktat Dextrose 5%. - Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama. - Kemudian 140ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya. - Cairan diberikan 200ml/kg BB/ hari. 2. Tahap penyesuaian terhadap pemberian makanan - Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/ kg BB/ hari atau rata-rata 50 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 1-1,5 gr/ kg BB/ hari. - Kemudian dinaikkan bertahap 1-2 hari hingga mencapai 150-175 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 3-5 gr/ kg BB/ hari. - Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet TKTP ini lebih kurang 7-10 hari. 6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Pemeriksaan Fisik a. Mengukur TB dan BB b. Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan TB (dalam meter) c. Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik



menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita. d. Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak berlemak). 2. Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht, transferin. B. KONSEP KEPERAWATAN DIAGNOSA, TUJUAN DAN INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang). (Wong, 2004) Tujuan : Pasien mendapat nutrisi yang adekuat Kriteria hasil : meningkatkan masukan oral. Intervensi : a. Dapatkan riwayat diet b. Dorong orangtua atau anggota keluarga lain untuk menyuapi anak atau ada disaat makan c. Minta anak makan dimeja dalam kelompok dan buat waktu makan menjadi menyenangkan d. Gunakan alat makan yang dikenalnya e. Perawat harus ada saat makan untuk memberikan bantuan, mencegah gangguan dan memuji anak untuk makan mereka f. Sajikan makansedikit tapi sering g. Sajikan porsi kecil makanan dan berikan setiap porsi secara terpisah 2. Defisit volume cairan berhubungan dengan diare. (Carpenito, 2001:140) Tujuan : Tidak terjadi dehidrasi Kriteria hasil : Mukosa bibir lembab, tidak terjadi peningkatan suhu, turgor kulit baik. Intervensi : a. Monitor tanda-tanda vital dan tanda-tanda dehidrasi b. Monitor jumlah dan tipe masukan cairan c. Ukur haluaran urine dengan akurat 3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik. (Doengoes, 2000). Tujuan : Tidak terjadi gangguan integritas kulit



Kriteria hasil : kulit tidak kering, tidak bersisik, elastisitas normal Intervesi : a. Monitor kemerahan, pucat,ekskoriasi b. Dorong mandi 2xsehari dan gunakan lotion setelah mandi c. Massage kulit Kriteria hasilususnya diatas penonjolan tulang d. Alih baring 4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh Tujuan : Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi Kriteria hasil: suhu tubuh normal 36,6 C-37,7 C,lekosit dalam batas normal Intervensi : a. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan b. Pastikan semua alat yang kontak dengan pasien bersih/steril c. Instruksikan pekerja perawatan kesehatan dan keluarga dalam prosedur kontrol infeksi d. Beri antibiotik sesuai program 5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi (Doengoes, 2004) Tujuan : pengetahuan pasien dan keluarga bertambah Kriteria hasil: Menyatakan kesadaran dan perubahan pola hidup,mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala. Intervensi : a. Tentukan tingkat pengetahuan orangtua pasien b. Mengkaji kebutuhan diet dan jawab pertanyaan sesuai indikasi c. Dorong konsumsi makanan tinggi serat dan masukan cairan adekuat d. Berikan informasi tertulis untuk orangtua pasien 6. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan melemahnyakemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat masukan kalori atau nutrisi yang tidak adekuat. (Carpenito, 2001:157). Tujuan : Anak mampu tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya. Kriteria hasil : Terjadi peningkatan dalam perilaku personal, sosial, bahasa, kognitif atau aktifitas motorik sesuai dengan usianya. Intervensi : a. Ajarkan pada orangtua tentang tugas perkembangan yang sesuai dengan kelompok usia.



b. Kaji tingkat perkembangan anak dengan Denver II c. Berikan kesempatan bagi anak yang sakit memenuhi tugas perkembangan d. Berikan mainan sesuai usia anak. 7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen sekunder akibat malnutrisi. (Carpenito, 2001:3) Tujuan : Anak mampu beraktifitas sesuai dengan kemampuannya. Kriteria hasil : Menunjukkan kembali kemampuan melakukan aktifitas. Intervensi : a. Berikan permainan dan aktifitas sesuai dengan usia b. Bantu semua kebutuhan anak dengan melibatkan keluarga pasien 8. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan rendahnya masukan protein (malnutrisi). (Carpenio, 2001:143). Tujuan : Kelebihan volume cairan tidak terjadi. Kriteria hasil : Menyebutkan faktor-faktor penyebab dan metode-metode pencegahan edema, memperlihatkan penurunan edema perifer dan sacral. Intervensi : a. Pantau kulit terhadap tanda luka tekan b. Ubah posisi sedikitnya 2 jam c. Kaji masukan diet dan kebiasaan yang dapat menunjang retensi cairan. Posted by cres at 2:31 AM 0 comments



Askep Anak Dengan Kejang Demam sementara ( KDS ) A. KONSEP DASAR 1. Pengertian Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996). Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan demam (Walley and Wong’s edisi III,1996). Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul



mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun. 2. Patofisiologi a. Etiologi Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor otak, trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit, dan gejala putus alkohol dan obat gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik subcutan dan anoksia serebral. Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak diketahui etiologinya). 1) Intrakranial Asfiksia : Ensefolopati hipoksik – iskemik Trauma (perdarahan) : perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra ventrikular Infeksi : Bakteri, virus, parasit Kelainan bawaan : disgenesis korteks serebri, sindrom zelluarge, Sindrom Smith – Lemli – Opitz. 2) Ekstra kranial Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia, gangguan elektrolit (Na dan K) Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat. Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino, ketergantungan dan kekurangan produksi kernikterus. 3) Idiopatik Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits) b. Patofisiologi Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glucose,sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan keotak melalui system kardiovaskuler.



Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari permukaan dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui oleh ion NA + dan elektrolit lainnya, kecuali ion clorida. Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan didalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial nmembran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri karena penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi dipusi di ion K+ maupun ion NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik. Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis. c. Manifestasi klinik Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkhitis, serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik. Kejang berhenti sendiri, menghadapi pasien dengan kejang demam, mungkin timbul pertanyaan sifat kejang/gejala yang manakah yang mengakibatkan anak menderita epilepsy. untuk itu livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam menjadi 2 golongan yaitu :



1. Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion) 2. Epilepsi yang di provokasi oleh demam epilepsi trigered off fever Disub bagian anak FKUI, RSCM Jakarta, Kriteria Livingstone tersebut setelah dimanifestasikan di pakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu : 1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun 2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit. 3. Kejang bersifat umum,Frekuensi kejang bangkitan dalam 1th tidak > 4 kali 4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam 5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal 6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan. 3. Klasifikasi kejang Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik dan kejang mioklonik. a. Kejang Tonik Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus b. Kejang Klonik Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.



c. Kejang Mioklonik Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik. 4. Diagnosa banding kejang pada anak Adapun diagnosis banding kejang pada anak adalah gemetar, apnea dan mioklonus nokturnal benigna. a. Gemetar Gemetar merupakan bentuk klinis kejang pada anak tetapi sering membingungkan terutama bagi yang belum berpengalaman. Keadaan ini dapat terlihat pada anak normal dalam keadaan lapar seperti hipoglikemia, hipokapnia dengan hiperiritabilitas neuromuskular, bayi dengan ensepalopati hipoksik iskemi dan BBLR. Gemetar adalah gerakan tremor cepat dengan irama dan amplitudo teratur dan sama, kadang-kadang bentuk gerakannya menyerupai klonik . b. Apnea Pada BBLR biasanya pernafasan tidak teratur, diselingi dengan henti napas 3-6 detik dan sering diikuti hiper sekresi selama 10 – 15 detik. Berhentinya pernafasan tidak disertai dengan perubahan denyut jantung, tekanan darah, suhu badan, warna kulit. Bentuk pernafasan ini disebut pernafasan di batang otak. Serangan apnea selama 10 – 15 detik terdapat pada hampir semua bagi prematur, kadang-kadang pada bayi cukup bulan. Serangan apnea tiba-tiba yang disertai kesadaran menurun pada BBLR perlu di curigai adanya perdarahan intrakranial dengan penekanan batang otak. Pada keadaan ini USG perlu segera dilakukan. Serangan Apnea yang termasuk gejala kejang adalah apabila disertai dengan bentuk serangan kejang yang lain dan tidak disertai bradikardia. c. Mioklonus Nokturnal Benigna Gerakan terkejut tiba-tiba anggota gerak dapat terjadi pada semua orang waktu tidur. Biasanya timbul pada waktu permulaan tidur berupa pergerakan fleksi pada jari persendian tangan dan siku yang berulang. Apabila serangan tersebut berlangsung lama dapat dapat disalahartikan sebagai bentuk kejang klonik fokal atau mioklonik. Mioklonik nokturnal benigna ini dapat dibedakan dengan kejang dan gemetar karena timbulnya selalu waktu tidur tidak dapat di stimulasi dan pemeriksaan EEG normal. Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan 5. Penatalaksanaan



Pada umumnya kejang pada BBLR merupakan kegawatan, karena kejang merupakan tanda adanya penyakit mengenai susunan saraf pusat, yang memerlukan tindakan segera untuk mencegah kerusakan otak lebih lanjut. Penatalaksanaan Umum terdiri dari : a. Mengawasi bayi dengan teliti dan hati-hati b. Memonitor pernafasan dan denyut jantung c. Usahakan suhu tetap stabil d. Perlu dipasang infus untuk pemberian glukosa dan obat lain e. Pemeriksaan EEG, terutama pada pemberian pridoksin intravena Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera dilakukan. Bila terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2 – 4 ml/kg BB secara intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan larutan glukosa 10 % sebanyak 60 – 80 ml/kg secara intravena. Pemberian Ca – glukosa hendaknya disertai dengan monitoring jantung karena dapat menyebabkan bradikardi. Kemudian dilanjutkan dengan peroral sesuai kebutuhan. Bila secara intravena tidak mungkin, berikan larutan Ca glukosa 10 % sebanyak 10 ml per oral setiap sebelum minum susu. Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam bentuk larutan 50% Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 % mg SO4 (IV) sebanyak 2 – 6 ml. Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala hipotonia umum menyerupai floppy infant dapat muncul. Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik seperti hipoglikemia atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan pilihan utama untuk bayi baru lahir adalah Fenobarbital (Efek mengatasi kejang, mengurangi metabolisme sel yang rusak dan memperbaiki sirkulasi otak sehingga melindungi sel yang rusak karena asfiksia dan anoxia). Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg . kg BB IV berikan dalam 2 dosis selama 20 menit. Banyak penulis tidak atau jarang menggunakan diazepam untuk memberantas kejang pada BBL dengan alasan a. Efek diazepam hanya sebentar dan tidak dapat mencegah kejang berikutnya b. Pemberian bersama-sama dengan fenobarbital akan mempengaruhi pusat pernafasan c. Zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang dapat menghalangi peningkatan bilirubin dalam darah. 6. Pemeriksaan fisik dan laboratorium



a. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik lengkap meliputi pemeriksaan pediatrik dan neurologik, pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis dan berurutan seperti berikut : 1) hakan lihat sendiri manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak. 2) Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular. 3) Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu. 4) Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri. 5) Pemeriksaan fundus kopi dapat menunjukkan kelainan perdarahan retina atau subhialoid yang merupakan gejala potogonomik untuk hematoma subdural. Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi sitomegalovirus dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena yang berkelok – kelok di retina terlihat pada sindom hiperviskositas. 6) Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus. 7) Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak. b. Pemeriksaan laboratorium Perlu diadakan pemeriksaan laboratorium segera, berupa pemeriksaan gula dengan cara dextrosfrx dan fungsi lumbal. Hal ini berguna untuk menentukan sikap terhadap pengobatan hipoglikemia dan meningitis bakterilisasi. Selain itu pemeriksaan laboratorium lainnya yaitu 1) Pemeriksaan darah rutin ; Hb, Ht dan Trombosit. Pemeriksaan darah rutin secara berkala penting untuk memantau pendarahan intraventikuler.



2) Pemeriksaan gula darah, kalsium, magnesium, kalium, urea, nitrogen, amonia dan analisis gas darah. 3) Fungsi lumbal, untuk menentukan perdarahan, peradangan, pemeriksaan kimia. Bila cairan serebro spinal berdarah, sebagian cairan harus diputar, dan bila cairan supranatan berwarna kuning menandakan adanya xantrokromia. Untuk mengatasi terjadinya trauma pada fungsi lumbal dapat di kerjakan hitung butir darah merah pada ketiga tabung yang diisi cairan serebro spinal 4) Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia 5) Pemeriksaan EEG penting untuk menegakkan diagnosa kejang. EEG juga diperlukan untuk menentukan pragnosis pada bayi cukup bulan. Bayi yang menunjukkan EEG latar belakang abnormal dan terdapat gelombang tajam multifokal atau dengan brust supresion atau bentuk isoelektrik. Mempunyai prognosis yang tidak baik dan hanya 12 % diantaranya mempunyai / menunjukkan perkembangan normal. Pemeriksaan EEG dapat juga digunakan untuk menentukan lamanya pengobatan. EEG pada bayi prematur dengan kejang tidak dapat meramalkan prognosis. 6) Bila terdapat indikasi, pemeriksaan lab, dilanjutkan untuk mendapatkan diagnosis yang pasti yaitu mencakup : a) Periksaan urin untuk asam amino dan asam organic b) Biakan darah dan pemeriksaan liter untuk toxoplasmosis rubella, citomegalovirus dan virus herpes. c) Foto rontgen kepala bila ukuran lingkar kepala lebih kecil atau lebih besar dari aturan baku d) USG kepala untuk mendeteksi adanya perdarahan subepedmal, pervertikular, dan vertikular e) Penataan kepala untuk mengetahui adanya infark, perdarahan intrakranial, klasifikasi dan kelainan bawaan otak e) Top coba subdural, dilakukan sesudah fungsi lumbal bila transluminasi positif dengan ubun – ubun besar tegang, membenjol dan kepala membesar. 7. Tumbuh kembang pada anak usia 1 – 3 tahun 1. Fisik f. Ubun-ubun anterior tertutup. g. Physiologis dapat mengontrol spinkter 2. Motorik kasar a. Berlari dengan tidak mantap



b. Berjalan diatas tangga dengan satu tangan c. Menarik dan mendorong mainan d. Melompat ditempat dengan kedua kaki e. Dapat duduk sendiri ditempat duduk f. Melempar bola diatas tangan tanpa jatuh 3. Motorik halus a. Dapat membangun menara 3 dari 4 bangunan b. Melepaskan dan meraih dengan baik c. Membuka halaman buku 2 atau 3 dalam satu waktu d. Menggambar dengan membuat tiruan 4. Vokal atau suara a. Mengatakan 10 kata atau lebih b. Menyebutkan beberapa obyek seperti sepatu atau bola dan 2 atau 3 bagian tubuh 5. Sosialisasi atau kognitif a. Meniru b. Menggunakan sendok dengan baik c. Menggunakan sarung tangan d. Watak pemarah mungkin lebih jelas e. Mulai sadar dengan barang miliknya 8. Dampak hospitalisasi Pengalaman cemas pada perpisahan, protes secara fisik dan menangis, perasaan hilang



kontrol menunjukkan temperamental, menunjukkan regresi, protes secara verbal, takut terhadap luka dan nyeri, dan dapat menggigit serta dapat mendepak saat berinteraksi. Permasalahan yang ditemukan yaitu sebagai berikut : a) Rasa takut 1) Memandang penyakit dan hospitalisasi 2) Takut terhadap lingkungan dan orang yang tidak dikenal 3) Pemahaman yang tidak sempurna tentang penyakit 4) Pemikiran yang sederhana : hidup adalah mesin yang menakutkan 5) Demonstrasi : menangis, merengek, mengangkat lengan, menghisap jempol, menyentuh tubuh yang sakit berulang-ulang. b. Ansietas 1) Cemas tentang kejadian yang tidakdikenal 2) Protes (menangis dan mudah marah, (merengek) 3) Putus harapan : komunikasi buruk, kehilangan ketrampilan yang baru tidak berminat 4) Menyendiri terhadap lingkungan rumah sakit 5) Tidak berdaya 6) Merasa gagap karena kehilangan ketrampilan 7) Mimpi buruk dan takut kegelapan, orang asing, orang berseragam dan yang memberi pengobatan atau perawatan 8) Regresi dan Ansietas tergantung saat makan menghisap jempol 9) Protes dan Ansietas karena restrain c. Gangguan citra diri 1) Sedih dengan perubahan citra diri 2) Takut terhadap prosedur invasive (nyeri) 3) Mungkin berpikir : bagian dalam tubuh akan keluar kalau selang dicabut



B. KONSEP KEPERAWATAN TEORITIS 1. Pengkajian Yang paling penting peran perawat selama pasien kejang adalah observasi kejangnya dan gambarkan kejadiannya. Setiap episode kejang mempunyai karakteristik yang berbeda misal adanya halusinasi (aura ), motor efek seperti pergerakan bola mata , kontraksi otot lateral harus didokumentasikan termasuk waktu kejang dimulai dan lamanya kejang. Riwayat penyakit juga memegang peranan penting untuk mengidentifikasi faktor pencetus kejang untuk pengobservasian sehingga bisa meminimalkan kerusakan yang ditimbulkan oleh kejang. 1. Aktivitas / istirahat : keletihan, kelemahan umum, perubahan tonus / kekuatan otot. Gerakan involunter 2. Sirkulasi : peningkatan nadi, sianosis, tanda vital tidak normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan 3. Integritas ego : stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau penanganan, peka rangsangan. 4. Eliminasi : inkontinensia episodik, peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus spinkter 5. Makanan / cairan : sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak / gigi 6. Neurosensor : aktivitas kejang berulang, riwayat truma kepala dan infeksi serebra 7. Riwayat jatuh / trauma 2. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul 1. Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot. 2. Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neoromuskular 3. Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh



4. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan 5. Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi 3. INTERVENSI Diagnosa 1 Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot. Tujuan Cidera / trauma tidak terjadi Kriteria hasil Faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan pengobatan, meningkatkan keamanan lingkungan Intervensi Kaji dengan keluarga berbagai stimulus pencetus kejang. Observasi keadaan umum, sebelum, selama, dan sesudah kejang. Catat tipe dari aktivitas kejang dan beberapa kali terjadi. Lakukan penilaian neurology, tanda-tanda vital setelah kejang. Lindungi klien dari trauma atau kejang. Berikan kenyamanan bagi klien. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi anti compulsan Diagnosa 2 Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neuromuskular Tujuan Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi Kriteria hasil Jalan napas bersih dari sumbatan, suara napas vesikuler, sekresi mukosa tidak ada, RR dalam batas normal Intervensi



Observasi tanda-tanda vital, atur posisi tidur klien fowler atau semi fowler. Lakukan penghisapan lendir, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi Diagnosa 3 Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh Tujuan Aktivitas kejang tidak berulang Kriteria hasil Kejang dapat dikontrol, suhu tubuh kembali normal Intervensi Kaji factor pencetus kejang. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien. Observasi tanda-tanda vital. Lindungi anak dari trauma. Berikan kompres dingin pda daerah dahi dan ketiak. Diagnosa 4 Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan Tujuan Kerusakan mobilisasi fisik teratasi Kriteria hasil Mobilisasi fisik klien aktif , kejang tidak ada, kebutuhan klien teratasi Intervensi Kaji tingkat mobilisasi klien. Kaji tingkat kerusakan mobilsasi klien. Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan. Latih klien dalam mobilisasi sesuai kemampuan klien. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan klien. Diagnosa 5 Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi Tujuan Pengetahuan keluarga meningkat



Kriteria hasil Keluarga mengerti dengan proses penyakit kejang demam, keluarga klien tidak bertanya lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien. Intervensi Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien. Jelaskan pada keluarga klien tentang penyakit kejang demam melalui penkes. Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal yang belum dimengerti. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan pada klien. 6. EVALUASI 1. Cidera / trauma tidak terjadi 2. Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi 3. Aktivitas kejang tidak berulang 4. Kerusakan mobilisasi fisik teratasi 5. Pengetahuan keluarga meningkat Posted by cres at 2:27 AM 0 comments



Askep Anak Dengan Demam Tifoid ( Tifus ) A. KONSEP DASAR 1. Pengertian Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ). Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi ( Arief Maeyer, 1999 ). Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1996 ). Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (.Seoparman, 1996).



Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999). Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi. 2. Etiologi Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun. 3. Patofisiologi Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu. Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. 4. Manifestasi Klinik Masa tunas typhoid 10 – 14 hari



a. Minggu I pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut. b. Minggu II pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran. 5. Komplikasi a. Komplikasi intestinal 1) Perdarahan usus 2) Perporasi usus 3) Ilius paralitik b. Komplikasi extra intestinal 1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis. 2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik. 3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis. 4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis. 5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis. 6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis. 7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia. 6. Penatalaksanaan a. Perawatan. 1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.



2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan. b. Diet. 1) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein. 2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring. 3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim. 4. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari. c. Obat-obatan. 1) Klorampenikol 2) Tiampenikol 3) Kotrimoxazol 4) Amoxilin dan ampicillin 7. Pencegahan Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan pedas 8. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari : a. Pemeriksaan leukosit Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid. b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.



c. Biakan darah Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor : 1) Teknik pemeriksaan Laboratorium Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung. 2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit. Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali. 3) Vaksinasi di masa lampau Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif. 4) Pengobatan dengan obat anti mikroba. Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif. d. Uji Widal Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu : 1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman). 2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman). 3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman) Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk



diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid. Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal : a. Faktor yang berhubungan dengan klien : 1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi. 2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6. 3. Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut. 4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi. 5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial. 6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik. 7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah. 8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah tertular salmonella di masa lalu. b. Faktor-faktor Teknis 1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang lain. 2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal. 3. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain.



8. Tumbuh kembang pada anak usia 6 – 12 tahun Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel. Pertambahan berat badan 2 – 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah mulai mengembangkan cirri sex sekundernya. Perkembangan menitik beratkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi. a. Motorik kasar 1) Loncat tali 2) Badminton 3) Memukul 4) motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara bertahap meningkatkan irama dan keleluasaan. b. Motorik halus 1) Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan 2) Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik. c. Kognitif 1) Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi 2) Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah 3) Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal 4) Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang d. Bahasa 1) Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak 2) Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata penghubung dan kata depan 3) Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal 4) Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan



9. Dampak hospitalisasi Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan. Penyebab anak stress meliputi ; a. Psikososial Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran b. Fisiologis Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri c. Lingkungan asing Kebiasaan sehari-hari berubah d. Pemberian obat kimia Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun) a. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya b. Dapat mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri c. Selalu ingin tahu alasan tindakan d. Berusaha independen dan produktif Reaksi orang tua a. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan dampaknya terhadap masa depan anak b. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak familiernya peraturan Rumah sakit B. KONSEP KEPERAWATAN 1. Pengkajian Faktor Presipitasi dan Predisposisi



Faktor presipitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang tercemar oleh salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C yang ditularkan melalui makanan, jari tangan, lalat dan feses, serta muntah diperberat bila klien makan tidak teratur. Faktor predisposisinya adalah minum air mentah, makan makanan yang tidak bersih dan pedas, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc dan menyiapkan makanan. 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa yang mungkin muncul pada klien typhoid adalah : a. Resti ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit b.d hipertermi dan muntah. b. Resti gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat. c. Hipertermi b.d proses infeksi salmonella thypi. d. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik. e. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat. 3. Perencanaan Berdasarkan diagnosa keperawatan secara teoritis, maka rumusan perencanaan keperawatan pada klien dengan typhoid, adalah sebagai berikut : Diagnosa. 1 Resti gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hipertermia dan muntah. Tujuan Ketidak seimbangan volume cairan tidak terjadi Kriteria hasil Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam batas normal, tanda-tanda dehidrasi tidak ada Intervensi Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan peningkatan suhu tubuh, pantau intake dan output cairan dalam 24 jam, ukur BB tiap hari



pada waktu dan jam yang sama, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah nyeri dan distorsi lambung. Anjurkan klien minum banyak kira-kira 2000-2500 cc per hari, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl) dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan tambahan melalui parenteral sesuai indikasi. Diagnosa. 2 Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat Tujuan Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi Kriteria hasil Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan stabil/ideal, nilai bising usus/peristaltik usus normal (6-12 kali per menit) nilai laboratorium normal, konjungtiva dan membran mukosa bibir tidak pucat. Intervensi Kaji pola nutrisi klien, kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien, anjurkan tirah baring/pembatasan aktivitas selama fase akut, timbang berat badan tiap hari. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah, nyeri dan distensi lambung, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium seperti Hb, Ht dan Albumin dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antiemetik seperti (ranitidine). Diagnosa 3 Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi Tujuan Hipertermi teratasi Kriteria hasil Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan dan tidak terjadi komplikasi yang berhubungan dengan masalah typhoid. Intervensi Observasi suhu tubuh klien, anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien, beri kompres dengan air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi panas, anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik.



Diagnosa 4 Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik Tujuan Kebutuhan sehari-hari terpenuhi Kriteria hasil Mampu melakukan aktivitas, bergerak dan menunjukkan peningkatan kekuatan otot. Intervensi Berikan lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung, bantu kebutuhan sehari-hari klien seperti mandi, BAB dan BAK, bantu klien mobilisasi secara bertahap, dekatkan barang-barang yang selalu di butuhkan ke meja klien, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vitamin sesuai indikasi. Diagnosa 5 Resti infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive Tujuan Infeksi tidak terjadi Kriteria hasil Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari sekresi purulen/drainase serta febris. Intervensi Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR). Observasi kelancaran tetesan infus, monitor tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan infus, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti biotik sesuai indikasi. Diagnosa 6 Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat Tujuan Pengetahuan keluarga meningkat Kriteria hasil



Menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya, melalui perubahan gaya hidup dan ikut serta dalam pengobatan. Intervensinya Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya, Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien, beri kesempatan keluaga untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti, beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat, pilih berbagai strategi belajar seperti teknik ceramah, tanya jawab dan demonstrasi dan tanyakan apa yang tidak di ketahui klien, libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien 4. Evaluasi Berdasarkan implementasi yang di lakukan, maka evaluasi yang di harapkan untuk klien dengan gangguan sistem pencernaan typhoid adalah : tanda-tanda vital stabil, kebutuhan cairan terpenuhi, kebutuhan nutrisi terpenuhi, tidak terjadi hipertermia, klien dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri, infeksi tidak terjadi dan keluaga klien mengerti tentang penyakitnya. Posted by cres at 2:20 AM 0 comments



Askep Anak Dengan Demam Dengue ( DHF ) A. KONSEP DASAR 1. Pengertian Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Christantie Efendy,1995 ). Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina) (Seoparman , 1990). DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir,Patrick manson,2001). Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypty (Seoparman, 1996). Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang



tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. 2. Etiologi a. Virus dengue sejenis arbovirus. b. Virus dengue tergolong dalam family Flavividae dan dikenal ada 4 serotif, Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke II, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap in aktivitas oleh diatiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 70 oC. Keempat serotif tersebut telah di temukan pula di Indonesia dengan serotif ke 3 merupakan serotif yang paling banyak. 3. Patofisiologi Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty dan kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a,dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu. Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan factor penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF. Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah , menurunnya volume plasma , terjadinya hipotensi , trombositopenia dan diathesis hemorrhagic , renjatan terjadi secara akut. Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma klien mengalami hipovolemik. Apabila tidak diatasi bisa terjadi anoxia jaringan, acidosis metabolic dan kematian. 4. Tanda dan gejala a. Demam tinggi selama 5 – 7 hari b. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi. c. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma.



d. Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri. e. Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati. f. Sakit kepala. g. Pembengkakan sekitar mata. h. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening. i. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah). 5. Komplikasi Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya : a. Perdarahan luas. b. Shock atau renjatan. c. Effuse pleura d. Penurunan kesadaran. 6. Klasifikasi a. Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket positi, trombositopeni dan hemokonsentrasi. b. Derajat II : Manifestasi klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan spontan di bawah kulit seperti peteki, hematoma dan perdarahan dari lain tempat. c. Derajat III : Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan manifestasi kegagalan system sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, hipotensi dengan kulit yang lembab, dingin dan penderita gelisah. d. Derajat IV : Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan ditemukan manifestasi



renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi tak teraba. 7. Pemeriksaan penunjang a. Darah 1) Trombosit menurun. 2) HB meningkat lebih 20 % 3) HT meningkat lebih 20 % 4) Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3 5) Protein darah rendah 6) Ureum PH bisa meningkat 7) NA dan CL rendah b. Serology : HI (hemaglutination inhibition test). 1) Rontgen thorax : Efusi pleura. 2) Uji test tourniket (+) 8. Penatalaksanaan a. Tirah baring b. Pemberian makanan lunak . c. Pemberian cairan melalui infus. Pemberian cairan intra vena (biasanya ringer lactat, nacl) ringer lactate merupakan cairan intra vena yang paling sering digunakan , mengandung Na + 130 mEq/liter , K+ 4 mEq/liter, korekter basa 28 mEq/liter , Cl 109 mEq/liter dan Ca = 3 mEq/liter. d. Pemberian obat-obatan : antibiotic, antipiretik, e. Anti konvulsi jika terjadi kejang f. Monitor tanda-tanda vital ( T,S,N,RR). g. Monitor adanya tanda-tanda renjatan



h. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut i. Periksa HB,HT, dan Trombosit setiap hari. 9. Tumbuh kembang pada anak usia 6-12 tahun Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel. Pertambahan berat badan 2 – 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah mulai mengembangkan cirri sex sekundernya. Perkembangan menitik beratkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi. a. Motorik kasar 1) Loncat tali 2) Badminton 3) Memukul 4) Motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara bertahap meningkatkan irama dan kehalusan. b. Motorik halus 1) Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan 2) Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik. c. Kognitif 1) Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi 2) Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah 3) Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal 4) Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang d. Bahasa 1) Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak 2) Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata penghubung dan kata depan



3) Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal 4) Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan 10. Dampak hospitalisasi Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan. Penyebab anak stress meliputi ; a. Psikososial Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran b. Fisiologis Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri c. Lingkungan asing Kebiasaan sehari-hari berubah d. Pemberian obat kimia Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun) e. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya f. Dapat mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri g. Selalu ingin tahu alasan tindakan h. Berusaha independen dan produktif Reaksi orang tua a. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan dampaknya terhadap masa depan anak b. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak familiernya peraturan Rumah sakit.



B. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS 1. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal yang dilakukan perawat untuk mendapatkan data yang dibutuhkan sebelum melakukan asuhan keperawatan . pengkajian pada pasien dengan “DHF” dapat dilakukan dengan teknik wawancara, pengukuran, dan pemeriksaan fisik. Adapun tahapan-tahapannya meliputi : a. Mengkaji data dasar, kebutuhan bio-psiko-sosial-spiritual pasien dari berbagai sumber (pasien, keluarga, rekam medik dan anggota tim kesehatan lainnya). b. Mengidentifikasi sumber-sumber yang potensial dan tersedia untuk memenuhi kebutuhan pasien. c. Kaji riwayat keperawatan. d. Kaji adanya peningkatan suhu tubuh ,tanda-tanda perdarahan, mual, muntah, tidak nafsu makan, nyeri ulu hati, nyeri otot dan sendi, tanda-tanda syok (denyut nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit dingin dan lembab terutama pada ekstrimitas, sianosis, gelisah, penurunan kesadaran). 2. Diagnosa keperawatan . Penyusunan diagnosa keperawatan dilakukan setelah data didapatkan, kemudian dikelompokkan dan difokuskan sesuai dengan masalah yang timbul sebagai contoh diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus DHF diantaranya : a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan, muntah dan demam. b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue. c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan. d. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi e. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia. f. Shock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan 3. Intervensi Perumusan rencana perawatan pada kasus DHF hendaknya mengacu pada masalah



diagnosa keperawatan yang dibuat. Perlu diketahui bahwa tindakan yang bisa diberikan menurut tindakan yang bersifat mandiri dan kolaborasi. Untuk itu penulis akan memaparkan prinsip rencana tindakan keperawatan yang sesuai dengan diagnosa keperawatan : a. Gangguan volume cairan tubuh kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan , muntah dan demam. Tujuan : Gangguan volume cairan tubuh dapat teratasi Kriteria hasil : Volume cairan tubuh kembali normal Intervensi : 1) Kaji KU dan kondisi pasien 2) Observasi tanda-tanda vital ( S,N,RR ) 3) Observasi tanda-tanda dehidrasi 4) Observasi tetesan infus dan lokasi penusukan jarum infus 5) Balance cairan (input dan out put cairan) 6) Beri pasien dan anjurkan keluarga pasien untuk memberi minum banyak 7) Anjurkan keluarga pasien untuk mengganti pakaian pasien yang basah oleh keringat. b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue. Tujuan Hipertermi dapat teratasi Kriteria hasil Suhu tubuh kembali normal Intervensi 1) Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh



2) Berikan kompres dingin (air biasa) pada daerah dahi dan ketiak 3) Ganti pakaian yang telah basah oleh keringat 4) Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti terbuat dari katun. 5) Anjurkan keluarga untuk memberikan minum banyak kurang lebih 1500 – 2000 cc per hari 6) kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Therapi, obat penurun panas. c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan. Tujuan Gangguan pemenuhan nutrisi teratasi Kriteria hasil Intake nutrisi klien meningkat Intervensi 1) Kaji intake nutrisi klien dan perubahan yang terjadi 2) Timbang berat badan klien tiap hari 3) Berikan klien makan dalam keadaan hangat dan dengan porsi sedikit tapi sering 4) Beri minum air hangat bila klien mengeluh mual 5) Lakukan pemeriksaan fisik Abdomen (auskultasi, perkusi, dan palpasi). 6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Therapi anti emetik. 7) Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet. d. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi Tujuan Pengetahuan keluarga tentang proses penyakit meningkat



Kriteria hasil Klien mengerti tentang proses penyakit DHF 1) Kaji tingkat pendidikan klien. 2) Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit DHF 3) Jelaskan pada keluarga klien tentang proses penyakit DHF melalui Penkes. 4) beri kesempatan pada keluarga untuk bertanya yang belum dimengerti atau diketahuinya. 5) Libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien e. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trobositopenia. Tujuan Perdarahan tidak terjadi Kriteria hasil Trombosit dalam batas normal Intervensi 1) Kaji adanya perdarahan 2) Observasi tanda-tanda vital (S.N.RR) 3) Antisipasi terjadinya perlukaan / perdarahan. 4) Anjurkan keluarga klien untuk lebih banyak mengistirahatkan klien 5) Monitor hasil darah, Trombosit 6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi ,pemberian cairan intra vena. f. Shock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan Tujuan Shock hipovolemik dapat teratasi Kriteria hasil



Volume cairan tubuh kembali normal, kesadaran compos mentis. Intervensi 1) Observasi tingkat kesadaran klien 2) Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR). 3) Observasi out put dan input cairan (balance cairan) 4) Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi 5) kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi cairan. 4. Evaluasi. Evaluasi adalah merupakan salah satu alat untuk mengukur suatu perlakuan atau tindakan keperawatan terhadap pasien. Dimana evaluasi ini meliputi evaluasi formatif / evaluasi proses yang dilihat dari setiap selesai melakukan implementasi yang dibuat setiap hari sedangkan evaluasi sumatif / evaluasi hasil dibuat sesuai dengan tujuan yang dibuat mengacu pada kriteria hasil yang diharapkan. Evaluasi : a. Suhu tubuh dalam batas normal. b. Intake dan out put kembali normal / seimbang. c. Pemenuhan nutrisi yang adekuat. d. Perdarahan tidak terjadi / teratasi. e. Pengetahuan keluarga bertambah. f. Shock hopovolemik teratasi Posted by cres at 2:17 AM 0 comments



Askep Anak Dengan Gastro Enteritis ( GE ) / Diare KONSEP DASAR A. PENGERTIAN 1. Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cairan, dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari keadaan normal



yakni 100-200 ml sekali defekasi (Hendarwanto, 1999). 2. Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari. 3. Diare ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat bercampur lendir dan darah (Ngastiyah, 1997). 4. Diare Infeksius adalah suatu keadaan dimana anak sering buang air besar dengan tinja yang encer sebagai akibat dari suatu infeksi. (www.medicastore,2007) B. ETIOLOGI 1. Faktor infeksi · Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dsb), infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll), infeksi parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C. albicans). · Infeksi parenteral; merupakan infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat menimbulkan diare seperti: otitis media akut, tonsilitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. 2. Faktor Malabsorbsi Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Intoleransi laktosa merupakan penyebab diare yang terpenting pada bayi dan anak. Di samping itu dapat pula terjadi malabsorbsi lemak dan protein. 3. Faktor Makanan: Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan alergi terhadap jenis makanan tertentu. 4. Faktor Psikologis Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas) C. PATOFISIOLOGI Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah: 1. Gangguan osmotic Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektroloit ke dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.



2. Gangguan sekresi Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan selanjutnya timbul diare kerena peningkatan isi lumen usus. 3. Gangguan motilitas usus Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat timbul diare pula. D. MANIFESTASI KLINIS · Muntah. · Demam. · Nyeri Abdomen · Membran mukosa mulut dan bibir kering · Fontanel Cekung · Kehilangan berat badan · Tidak nafsu makan · Lemah Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan).Tanda-tandanya: Berak cair 1-2 kali sehari - Muntah tidak adaB - Haus tidak ada - Masih mau makan Masih mau bermain Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan/sedang. Tanda-tandanya: - Berak cair 4-9 kali sehari - Kadang muntah 1-2 kali sehari - Kadang panas - Haus - Tidak mau makan - Badan lesu lemas Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat.Tanda-tandanya: - Berak cair terus-menerus - Muntah terus-menerus - Haus sekali - Mata cekung - Bibir kering dan biru - Tangan dan kaki dingin - Sangat lemah - Tidak mau makan - Tidak mau bermain Tidak kencing 6 jam atau lebih - Kadang-kadang dengan kejang dan panas tinggi Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus, hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut. Seseoran yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik. Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul) Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.



Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut. E. KOMPLIKASI. · Dehidrasi · Renjatan hipovolemik · Kejang · Bakterimia · Mal nutrisi · Hipoglikemia · Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus. Dari komplikasi Gastroentritis,tingkat dehidrasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Dehidrasi ringan Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok. Dehidrasi Sedang Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit jelek, suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam. Dehidrasi Berat Kehilangan cairan 8 - 10 % dari bedrat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis. F. PEMERIKSAAN PENUNJANG Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui kadar elektrolit dan jumlah sel darah putih. Untuk mengetahui organisme penyebabnya, dilakukan pembiakan terhadap contoh tinja. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan tinja. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup,bila memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup,bila memungkinkan. Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui pungsi ginjal. pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita diare kronik. G. PENATALAKSANAAN · Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan). Tindakan: - Untuk mencegah dehidrasi, beri anak minum lebih banyak dari biasanya ASI (Air Susu Ibu) diteruskan - Makanan diberikan seperti biasanya - Bila keadaan anak bertambah berat, segera bawa ke Puskesmas terdekat



· Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan/sedang Tindakan: - Berikan oralit - ASI (Air Susu Ibu) diteruskan - Teruskan pemberian makanan - Sebaiknya yang lunak, mudah dicerna dan tidak merangsang - Bila tidak ada perubahan segera bawa kembali ke Puskesmas terdekat. · Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat Tindakan: - Segera bawa ke Rumah Sakit / Puskesmas dengan fasilitas Perawatan - Oralit dan ASI diteruskan selama masih bisa minum Takaran Pemberian Oralit. Umur Jumlah Cairan Di bawah 1 thn 3 jam pertama 1,5 gelas selanjutnya 0.5 gelas setiap kali mencret Di bawah 5 thn (anak balita) 3 jam pertama 3 gelas, selanjutnya 1 gelas setiap kali mencret Anak diatas 5 thn 3 jam pertama 6 gelas, selanjutnya 1,5 gelas setiap kali mencret Anak diatas 12 thn & dewasa 3 jam pertama 12 gelas, selanjutnya 2 gelas setiap kali mencret (1 gelas : 200 cc) Prinsip Penatalaksanaan a.Penatalaksanaan diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas: Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi. Tata kerja terarah untuk mengidentifkasi penyebab infeksi. Memberikan terapi simtomatik Memberikan terapi definitif. Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi. Ada 4 hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat, yaitu: 1) Jenis cairan yang hendak digunakan. Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena tersedia cukup banyak di pasaran meskipun jumlah kaliumnya rendah bila dibandingkan dengan kadar kalium tinja. Bila RL tidak tersedia dapat diberiakn NaCl isotonik (0,9%) yang sebaiknya ditambahkan dengan 1 ampul Nabik 7,5% 50 ml pada setiap satu liter NaCl isotonik. Pada keadaan diare akut awal yang ringan dapat diberikan cairan oralit untuk mencegah dehidrasi dengan segala akibatnya. 2) Jumlah cairan yang hendak diberikan. Pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak diberikan harus sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Jumlah kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan cara/rumus:



Mengukur BJ Plasma Kebutuhan cairan dihitung dengan rumus: BJ Plasma - 1,025 ———————- x BB x 4 ml 0,001 Metode Pierce Berdasarkan keadaan klinis, yakni: · diare ringan, kebutuhan cairan = 5% x kg BB · diare sedang, kebutuhan cairan = 8% x kg BB · diare ringan, kebutuhan cairan = 10% x kg BB



Metode Daldiyono Berdasarkan skoring keadaan klinis sebagai berikut: · Rasa haus/muntah = 1 · BP sistolik 60-90 mmHg = 1 · BP sistolik 120 x/mnt = 1 · Kesadaran apatis = 1 · Kesadaran somnolen, sopor atau koma = 2 · Frekuensi napas >30 x/mnt = 1 · Facies cholerica = 2 · Vox cholerica = 2 · Turgor kulit menurun = 1 · Washer women’s hand = 1 · Ekstremitas dingin = 1 · Sianosis = 2 · Usia 50-60 tahun = 1 · Usia >60 tahun = 2 Kebutuhan cairan = Skor——– x 10% x kgBB x 1 ltr 3) Jalan masuk atau cara pemberian cairan Rute pemberian cairan pada orang dewasa meliputi oral dan intravena. Larutan orali dengan komposisi berkisar 29 g glukosa, 3,5 g NaCl, 2,5 g NaBik dan 1,5 g KCl stiap liternya diberikan per oral pada diare ringan sebagai upaya pertama dan juga setelah rehidrasi inisial untuk mempertahankan hidrasi. 4) Jadual pemberian cairan Jadual rehidrasi inisial yang dihitung berdasarkan BJ plasma atau sistem skor diberikan dalam waktu 2 jam dengan tujuan untuk mencapai rehidrasi optimal secepat mungkin. Jadual pemberian cairan tahap kedua yakni untuk jam ke-3 didasarkan pada kehilangan cairan selama 2 jam fase inisial sebelumnya. Dengan demikian, rehidrasi diharapkan lengkap pada akhir jam ke-3.



b.Tata kerja terarah untuk mengidentifkasi penyebab infeksi. Untuk mengetahui penyebab infeksi biasanya dihubungkan dengan dengan keadaan klinis diare tetapi penyebab pasti dapat diketahui melalui pemeriksaan biakan tinja disertai dengan pemeriksaan urine lengkap dan tinja lengkap.Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa diperjelas melalui pemeriksaan darah lengkap, analisa gas darah, elektrolit, ureum, kreatinin dan BJ plasma.Bila ada demam tinggi dan dicurigai adanya infeksi sistemik pemeriksaan biakan empedu, Widal, preparat malaria serta serologi Helicobacter jejuni sangat dianjurkan. Pemeriksaan khusus seperti serologi amuba, jamur dan Rotavirus biasanya menyusul setelah melihat hasil pemeriksaan penyaring. Secara klinis diare karena infeksi akut digolongkan sebagai berikut: 1) Koleriform, diare dengan tinja terutama terdiri atas cairan saja. 2) Disentriform, diare dengan tinja bercampur lendir kental dan kadang-kadang darah. Pemeriksaan penunjang yang telah disinggung di atas dapat diarahkan sesuai manifestasi klnis diare. c.Memberikan terapi simtomatik Terapi simtomatik harus benar-benar dipertimbangkan kerugian dan keuntungannya. Antimotilitas usus seperti Loperamid akan memperburuk diare yang diakibatkan oleh bakteri entero-invasif karena memperpanjang waktu kontak bakteri dengan epitel usus yang seyogyanya cepat dieliminasi. d.Memberikan terapi definitif. Terapi kausal dapat diberikan pada infeksi: 1) Kolera-eltor: Tetrasiklin atau Kotrimoksasol atau Kloramfenikol. 2) V. parahaemolyticus, 3) E. coli, tidak memerluka terapi spesifik 4) C. perfringens, spesifik 5) A. aureus : Kloramfenikol 6) Salmonellosis: Ampisilin atau Kotrimoksasol atau golongan Quinolon seperti Siprofloksasin7) Shigellosis: Ampisilin atau Kloramfenikol 8) Helicobacter: Eritromisin 9) Amebiasis: Metronidazol atau Trinidazol atau Secnidazol 10) Giardiasis: Quinacrine atau Chloroquineitiform atau Metronidazol 11) Balantidiasis: Tetrasiklin 12) Candidiasis: Mycostatin 13) Virus: simtomatik dan suportif Penyakit Diare dapat ditularkan melalui: - Pemakaian botol susu yang tidak bersih Menggunakan sumber air yang tercemar - Buang air besar disembarang tempat Pencemaran makanan oleh serangga (lalat, kecoa, dll) atau oleh tangan yang kotor. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DIARE A.PENGKAJIAN. Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data,analisa data dan penentuan



masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi,observasi,psikal assessment. Kaji data menurut Cyndi Smith Greenberg,1992 adalah : Identitas klien. Riwayat keperawatan. Awalan serangan : Awalnya anak cengeng,gelisah,suhu tubuh meningkat,anoreksia kemudian timbul diare. Keluhan utama : Faeces semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung,tonus dan turgor kulit berkurang,selaput lendir mulut dan bibir kering,frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer. Riwayat kesehatan masa lalu. Riwayat penyakit yang diderita,riwayat pemberian imunisasi. Riwayat psikososial keluarga. Dirawat akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga,kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak,setelah menyadari penyakit anaknya,mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah. Kebutuhan dasar. Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari,BAK sedikit atau jarang. Pola nutrisi : diawali dengan mual,muntah,anopreksia,menyebabkan penurunan berat badan pasien. Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman. Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya. Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lamah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen. Pemerikasaan fisik. Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah,kesadran composmentis sampai koma,suhu tubuh tinggi,nadi cepat dan lemah,pernapasan agak cepat. Pemeriksaan sistematik : Inspeksi : mata cekung,ubun-ubun besar,selaput lendir,mulut dan bibir kering,berat badan



menurun,anus kemerahan. Perkusi : adanya distensi abdomen. Palpasi : Turgor kulit kurang elastis Auskultasi : terdengarnya bising usus. Pemeriksaan tinglkat tumbuh kembang. Pada anak diare akan mengalami gangguan karena anak dehidrasi sehingga berat badan menurun. Pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan tinja,darah lengkap dan doodenum intubation yaitu untuk mengetahui penyebab secara kuantitatip dan kualitatif. B. DIAGNOSA KEPERAWATAN · Kekurangan volume cairan b.d kehilangan berlebihan melalui feses dan muntah serta intake terbatas (mual). · Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan absorbsi nutrien dan peningkatan peristaltik usus. · Nyeri (akut) b.d hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal. · Kecemasan keluarga b.d perubahan status kesehatan anaknya · Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b.d pemaparan informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau keterbatasan kognitif. · Kecemasan anak b.d perpisahan dengan orang tua, lingkungan yang baru C. RENCANA KEPERAWATAN Dx.1 Kekurangan volume cairan b/d kehilangan berlebihan melalui feses dan muntah serta intake terbatas (mual) Tujuan : Kebutuhan cairan akan terpenuhi dengan kriteria tidak ada tanda-tanda dehidrasi Intervensi Rasional Berikan cairan oral dan parenteral sesuai dengan program rehidrasiPantau intake dan output. Sebagai upaya rehidrasi untuk mengganti cairan yang keluar bersama feses.Memberikan informasi status keseimbangan cairan untuk menetapkan kebutuhan cairan pengganti. Kaji tanda vital, tanda/gejala dehidrasi dan hasil pemeriksaan laboratorium Menilai status hidrasi, elektrolit dan keseimbangan asam basa Kolaborasi pelaksanaan terapi definitif Pemberian obat-obatan secara kausal penting setelah penyebab diare diketahui



Dx.2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien dan peningkatan peristaltik usus. Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria terjadi peningkatan bera badan Intervensi Rasional Pertahankan tirah baring dan pembatasan aktivitas selama fase akut. Menurunkan kebutuhan metabolik Pertahankan status puasa selama fase akut (sesuai program terapi) dan segera mulai pemberian makanan per oral setelah kondisi klien mengizinkan Pembatasan diet per oral mungkin ditetapkan selama fase akut untuk menurunkan peristaltik sehingga terjadi kekurangan nutrisi. Pemberian makanan sesegera mungkin penting setelah keadaan klinis klien memungkinkan. Bantu pelaksanaan pemberian makanan sesuai dengan program diet Memenuhi kebutuhan nutrisi klien Kolaborasi pemberian nutrisi parenteral sesuai indikasi Mengistirahatkan kerja gastrointestinal dan mengatasi/mencegah kekurangan nutrisi lebih lanjut Dx.3 : Nyeri (akut) b/d hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal. Tujuan : Nyeri berkurang dengan kriteria tidak terdapat lecet pada perirektal Intervensi Rasional Atur posisi yang nyaman bagi klien, misalnya dengan lutut fleksi. Menurunkan tegangan permukaan abdomen dan mengurangi nyeri Lakukan aktivitas pengalihan untuk memberikan rasa nyaman seperti masase punggung dan kompres hangat abdomen Meningkatkan relaksasi, mengalihkan fokus perhatian kliendan meningkatkan kemampuan koping Bersihkan area anorektal dengan sabun ringan dan airsetelah defekasi dan berikan perawatan kulit Melindungi kulit dari keasaman feses, mencegah iritasi Kolaborasi pemberian obat analgetika dan atau antikolinergik sesuai indikasi Analgetik sebagai agen anti nyeri dan antikolinergik untuk menurunkan spasme traktus GI dapat diberikan sesuai indikasi klinis Kaji keluhan nyeri dengan Visual Analog Scale (skala 1-5), perubahan karakteristik nyeri, petunjuk verbal dan non verbal Mengevaluasi perkembangan nyeri untuk menetapkan intervensi selanjutnya Dx.4 : Kecemasan keluarga b/d perubahan status kesehatan anaknya. Tujuan : Keluarga mengungkapkan kecemasan berkurang.



Intervensi Rasional Dorong keluarga klien untuk membicarakan kecemasan dan berikan umpan balik tentang mekanisme koping yang tepat. Membantu mengidentifikasi penyebab kecemasan dan alternatif pemecahan masalah Tekankan bahwa kecemasan adalah masalah yang umum terjadi pada orang tua klien yang anaknya mengalami masalah yang sama Membantu menurunkan stres dengan mengetahui bahwa klien bukan satu-satunya orang yang mengalami masalah yang demikian Ciptakan lingkungan yang tenang, tunjukkan sikap ramah tamah dan tulus dalam membantu klien. Mengurangi rangsang eksternal yang dapat memicu peningkatan kecemasan Dx.5 : Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d pemaparan informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau keterbatasan kognitif. Tujuan : Keluarga akan mengerti tentang penyakit dan pengobatan anaknya, serta mampu mendemonstrasikan perawatan anak di rumah. Intervensi Rasional Kaji kesiapan keluarga klien mengikuti pembelajaran, termasuk pengetahuan tentang penyakit dan perawatan anaknya. Efektivitas pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental serta latar belakang pengetahuan sebelumnya. Jelaskan tentang proses penyakit anaknya, penyebab dan akibatnya terhadap gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari aktivitas sehari-hari. Pemahaman tentang masalah ini penting untuk meningkatkan partisipasi keluarga klien dan keluarga dalam proses perawatan klien Jelaskan tentang tujuan pemberian obat, dosis, frekuensi dan cara pemberian serta efek samping yang mungkin timbul Meningkatkan pemahaman dan partisipasi keluarga klien dalam pengobatan. Jelaskan dan tunjukkan cara perawatan perineal setelah defekasi Meningkatkan kemandirian dan kontrol keluarga klien terhadap kebutuhan perawatan diri anaknya Dx. 6 : Kecemasan anak b.d Perpisahan dengan orang tua, lingkugan yang baru Tujuan : Kecemasan anak berkurang dengan kriteria memperlihatkan tanda-tanda kenyamanan Intervensi Rasional Anjurkan pada keluarga untuk selalu mengunjungi klien dan berpartisipasi dalam perawatn yang dilakukan



Mencegah stres yang berhubungan dengan perpisahan Berikan sentuhan dan berbicara pada anak sesering mungkin Memberikan rasa nyaman dan mengurangi stress Lakukan stimulasi sensory atau terapi bermain sesuai dengan ingkat perkembangan klien Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan secara optimun D. EVALUASI Evaluasi merupakan pengukuran keberhasilan sejauhmana tujuan tersebut tercapai. Bila ada yang belum tercapai maka dilakukan pengkajian ulang, kemudian disusun rencana, kemudian dilaksanakan dalam implementasi keperawatan lalau dievaluasi, bila dalam evaluasi belum teratasi maka dilakukan langkah awal lagi dan seterusnya sampai tujuan tercapai. Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan. Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhantubuh. Integritas kulit kembali normal. Rasa nyaman terpenuhi. Pengetahuan kelurga meningkat. Cemas pada klien teratasi. Posted by cres at 2:12 AM 0 comments



Askep Anak Dengan Bronchopneumonia ( BP ) A. KONSEP DASAR 1. Pengertian Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat (Whalley and Wong, 1996). Bronchopneumina adalah frekwensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang lama,tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare, 1993). Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing (Sylvia Anderson, 1994). Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing. 2. Etiologi Bakteri : Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus Hemoliticus



Aureus, Haemophilus Influenza, Basilus Friendlander (Klebsial Pneumoni), Mycobacterium Tuberculosis. Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik. Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides, Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia. Aspirasi benda asing. Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah daya tahan tubuh yang menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna. 3. Patofisiologi Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus penyebab Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan broncus dan alveolus. Inflamasi bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis. Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berpungsi untuk melembabkan rongga pleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak lanjut dari pembedahan. Atelektasis mngakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia, acidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya gagal napas. Secara singkat patofisiologi dapat digambarkan pada skema proses. 4. Manifestasi klinis Biasanya didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas. Penyakit ini umumnya timbul mendadak, suhu meningkat 39-40O C disertai menggigil, napas sesak dan cepat, batuk-batuk yang non produktif “napas bunyi” pemeriksaan paru saat perkusi redup, saat auskultasi suara napas ronchi basah yang halus dan nyaring. Batuk pilek yang mungkin berat sampai terjadi insufisiensi pernapasan dimulai dengan



infeksi saluran bagian atas, penderita batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia dan kesulitan menelan. 5.Pemeriksaan penunjang a. Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi langsung, biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sukar. b. Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000 – 40.000 / m dengan pergeseran LED meninggi. c. Foto thorax bronkopeumoni terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus. 6.Penatalaksanaan Kemotherapi untuk mycoplasma pneumonia, dapat diberikan Eritromicin 4 X 500 mg sehari atau Tetrasiklin 3 – 4 mg sehari. Obat-obatan ini meringankan dan mempercepat penyembuhan terutama pada kasus yang berat. Obat-obat penghambat sintesis SNA (Sintosin Antapinosin dan Indoksi Urudin) dan interperon inducer seperti polinosimle, poliudikocid pengobatan simtomatik seperti : Istirahat, umumnya penderita tidak perlu dirawat, cukup istirahat dirumah. Simptomatik terhadap batuk. Batuk yang produktif jangan ditekan dengan antitusif Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, diberikan broncodilator. Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat. Antibiotik yang paling baik adalah antibiotik yang sesuai dengan penyebab yang mempunyai spektrum sempit. 7. Komplikasi Komplikasi dari bronchopneumonia adalah : a. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang. b. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura. c. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang. d. Infeksi sitemik



e. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial. f. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak. Tumbuh kembang anak usia 6 – 12 tahun Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel. Pertambahan berat badan 2 – 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah mulai mengembangkan ciri sex sekundernya. Perkembangan menitikberatkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi. a. Motorik kasar 1. Loncat tali 2. Badminton 3. Memukul 4. Motorik kasar dibawah kendali kognitif dan secara bertahap meningkatkan irama dan kehalusan. b. Motorik halus 1. Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan 2. Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik. c. Kognitif 1. Dapat berfokus pada lebih dari satu asfek dan situasi 2. Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah 3. Dapat membalikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal 4. Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang d. Bahasa 1. Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak



2. Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata penghubung dan kata depan 3. Menggunakan bahasa sebagai alat komuniukasi verbal 4. Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan 8.Dampak hospitalisasi Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan. Penyebab anak stress meliputi ; a. Psikososial Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran b. Fisiologis Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri c. Lingkungan asing Kebiasaan sehari-hari berubah d. Pemberian obat kimia Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun) a. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya b. Dapat mengekpresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri c. Selalu ingin tahu alasan tindakan d. Berusaha independen dan produktif Reaksi orang tua a. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan dampaknya terhadap masa depan anak



b. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak familiernya peraturan Rumah sakit B. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS 1. Pengkajian a. Riwayat kesehatan 1) Adanya riwayat infeksi saluran pernapasan sebelumnya : batuk, pilek, demam. 2) Anorexia, sukar menelan, mual dan muntah. 3) Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas seperti malnutrisi. 4) Anggota keluarga lain yang mengalami sakit saluran pernapasan 5) Batuk produktif, pernafasan cuping hidung, pernapasan cepat dan dangkal, gelisah, sianosis b. Pemeriksaan fisik 1) Demam, takipnea, sianosis, pernapasan cuping hidung 2) Auskultasi paru ronchi basah 3) Laboratorium leukositosis, LED meningkat atau normal 4) Rontgent dada abnormal (bercak, konsolidasi yang tersebar pada kedua paru) c. Factor fsikologis / perkembangan memahami tindakan 1) Usia tingkat perkembangan 2) Toleransi / kemampuan memahami tindakan 3) Koping 4) Pengalaman terpisah dari keluarga / orang tua 5) Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya d. Pengetahuan keluarga / orang tua



1) Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit saluran pernapasan 2) Pengalaman keluarga tentang penyakit saluran pernafasan 3) Kesiapan / kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya 2. Diagnosa keperawatan 1) Tidak efektifnya bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret. 2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan kapiler alveoli. 3) Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan. 4) Resti pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat. 5) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi 6) Kurang pengetahuan orang tua tentang perawatan klien berhubungan dengan kurangnya informasi. 7) Cemas anak berhubungan dengan dampak hospitalisasi 3. Intervensi a.Diagnosa 1 Tujuan : Bersihan jalan nafas kembali efektif. KH : sekret dapat keluar. Rencana tindakan : 1. Monitor status respirasi setiap 2 jam, kaji adanya peningkatan pernapasan dan bunyi napas abnormal. 2. Lakukan suction sesuai indikasi. 3. Beri terapi oksigen setiap 6 jam 4. Ciptakan lingkungan / nyaman sehingga pasien dapat tidur dengan tenang 5. Beri posisi yang nyaman bagi pasien



6. Monitor analisa gas darah untuk mengkaji status pernapasan 7. Lakukan perkusi dada 8. Sediakan sputum untuk kultur / test sensitifitas b.Diagnosa 2 Tujuan : pertujaran gas kembali normal. KH : Klien memperlihatkan perbaikan ventilasi, pertukaran gas secara optimal dan oksigenisasi jaringan secara adekuat Rencana tindakan : 1. Observasi tingkat kesadaran, status pernafasan, tanda-tanda cianosis 2. Beri posisi fowler sesuai program / semi fowler 3. Beri oksigen sesuai program 4. Monitor AGD 5. Ciprtakan lingkungan yang nyaman 6. Cegah terjadinya kelelahan c.Diagnosa 3. Tujuan : Klien akan mempertahankan cairan tubuh yang normal KH : Tanda dehidrasi tidak ada. Rencana tindakan : 1. Catat intake dan output cairan (balanc cairan) 2. Anjurkan ibu untuk tetap memberikan cairan peroral 3. Monitor keseimbangan cairan , membran mukosa, turgor kulit, nadi cepat, kesadaran menurun, tanda-tanda vital. 4. Pertahankan keakuratan tetesan infus 5. Observasi tanda-tanda vital (nadi, suhu, respirasi)



d.Diagnosa 4. Tujuan : Kebuituhan nutrisi terpenuhi. KH : Klien dapat mempertahankan/meningkatkan pemasukan nutrisi.. Rencana tindakan : 1. Kaji status nutrisi klien 2. Lakukan pemeriksaan fisik abdomen klien (auskultasi, perkusi, palpasi, dan inspeksi) 3. Timbang BB klien setiap hari. 4. Kaji adanya mual dan muntah 5. Berikan diet sedikit tapi sering 6. Berikan makanan dalam keadaan hangat 7. kolaborasi dengan tim gizi e.Diagnosa 5 Tujuan : Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh. KH : Hipertermi/peningkatan suhu dapat teratasi dengan proses infeksi hilang Rencana tindakan : 1. Observasi tanda-tanda vital 2. Berikandan anjurkan keluarga untuk memberikan kompres dengan air pada daerah dahi dan ketiak 3. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan 4. Berikan minum per oral 5. Ganti pakaian yang basah oleh keringat 6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat penurun panas. f.Diagnosa 6 Tujuan : Pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit anaknya meningkat setelah



dilakukan tindakan keperawatan KH : Orang tua klien mengerti tentang penyakit anaknya. Rencana tindakan : 1. Kaji tingkat pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit anaknya 2. Kaji tingkat pendidikan orang tua klien 3. Bantu orang tua klien untuk mengembangkan rencana asuhan keperawatan dirumah sakit seperti : diet, istirahat dan aktivitas yang sesuai 4. Tekankan perlunya melindungi anak. 5. Jelaskan pada keluarga klien tentang Pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pengobatan, pencegahan dan komplikasi dengan memberikan penkes. 6. Beri kesempatan pada orang tua klien untuk bertanya tentang hal yang belum dimengertinya g.Diagnosa 7 Tujuan : Cemas anak hilang KH : Klien dapat tenang, cemas hilang, rasa nyaman terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan Rencana tindakan : 1. Kaji tingkat kecemasan klien 2. Dorong ibu / keluarga klien mensufort anaknya dengan cara ibu selalu didekat klien. 3. Fasilitasi rasa nyaman dengan cara ibu berperan serta merawat anaknya 4. Lakukan kunjungan, kontak dengan klien 5. Anjurkan keluarga yang lain mengunjungi klien 6. Berikan mainan sesuai kesukaan klien dirumah 4. Evaluasi Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Brochopneumonia dalah : a. Pertukaran gas normal.



b. Bersihan jalan napas kembali efektif c. Intake dan output seimbang d. Intake nutrisi adekuat e. Suhu tubuh dalam batas normal f. Pengetahuan keluarga meningkat g. Cemas teratasi Posted by cres at 2:02 AM