Askep Sindrom Nefritis Akut [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

“PATOFLOW PERADANGAN SISTEM URINARIA DAN ASUHAN KEPERAWATAN SINDROME NEFRITIS AKUT” Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak II (Dosen Mata Kuliah : Magdalena oyaitou, S.Kep.,Ners.,M.Kep



DI SUSUN OLEH : KELOMPOK 6 Timotius T Iroth Narolina Soneta Sol Lily yuniarti hant Abunia bahabol



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JAYAPURA PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN TAHUN 2021



KATA PENGANTAR Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan laporan yang berjudul “Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan SNA”. Laporan ini berisikan tentang tinjauan teori tentang SNA serta asuhan keperawatan pada anak dengan SNA. Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua serta sebagai bahan dalam proses pembelajaran terutama dalam lingkup keperawatan. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalahini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Sentani 20 oktober 2021



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR............................................................................................ii DAFTAR ISI.........................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1 1.1.Latar Belakang...........................................................................................1 1. 2. Rumusan Masalah....................................................................................1 1.3.Tujuan........................................................................................................2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................3 2.1.Definisi.......................................................................................................3 2.2.Etiologi.......................................................................................................4 2.3.Manifestasi Klinis......................................................................................5 2.4.Patofisiologi...............................................................................................6 2.5.Komplikasi.................................................................................................9 2.6.Penatalaksanaan........................................................................................10 BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN................................................11 3.1.Pengkajian................................................................................................11 3.2.DiagnosaKeperawatan ...........................................................................14 3.3.Intervensi ...............................................................................................14 BAB IV PENUTUP.............................................................................................23 4.1.Kesimpulan.............................................................................................23



4.2. Saran.......................................................................................................23 DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................24



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindrom Nefritis Akut (SNA) merupakan kumpulan gambaran klinis berupa oliguria, edema, hipertensi yang disertai adanya kelainan urinalisis (proteinuri kurang dari 2 gram/hari dan hematuria serta silinder eritrosit). SNA merupakan salah satu manifestasi klinis Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus (GNAPS), dimana terjadi suatu proses inflamasi pada tubulus dan glomerulus ginjal yang terjadi setelah adanya suatu infeksi streptokokus pada seseorang. GNAPS berkembang setelah strain streptokokus tertentu yaitu streptokokus ß hemolitikus group A tersering tipe 12 menginfeksi kulit atau saluran nafas. Terjadi periode laten berkisar antara 1-2 minggu untuk infeksi saluran nafas dan 1 . 3 minggu untuk infeksi kulit. (Rena dan Suwitra, 2010). Glomerulonefritis pascastreptococus kadang disebut Nefritis Akut yang dapat menyerang anak yang mengalami infeksi sterptococus hemolitikus beta, biasanya faringitis 2-3 minggu sebelumnya. Kompleks imun terdiri dari streptokokus, antibodi, dan komplemen yang terdeposit di glomerulus.



B. Rumusan Masalah 1. Apa Definisi Sindrom Nefritis Akut 2. Apa saja Etiologi Sindrom Nefritis Akut 3. Apa Saja Manifestasi Klinis Sindrom Nefritis Akut 4. Apa Patofisiologi Sindrom Nefritis Akut 5. Apa Komplikasi Sindrom Nefritis Akut



6. Apa Penatalaksanaan Sindrom Nefritis Akut



C. Tujuan Tujuan penyusunan makalah agar mahasiswa dapat mengetahui : 1. Dapat Nengetaui Definisi Sindrom Nefritis Akut 2. Dapat Mengetahui Etiologi Sindrom Nefritis Akut 3. Dapat Mengetahui Manifestasi Klinis Sindrom Nefritis Akut 4. Dapat Mengetahui Patofisiologi Sindrom Nefritis Akut 5. Dapat Mengetahui Komplikasi Sindrom Nefritis Akut 6. Dapat Mengetahui Penatalaksanaan Sindrom Nefritis Akut



BAB II PEMBAHASAN A. DEFINISI Sindrom Nefritis Akut (SNA) merupakan kumpulan gambaran klinis berupa oliguria, edema, hipertensi yang disertai adanya kelainan urinalisis (proteinuri kurang dari 2 gram/hari dan hematuria serta silinder eritrosit). SNA merupakan salah satu manifestasi klinis Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus (GNAPS), dimana terjadi suatu proses inflamasi pada tubulus dan glomerulus ginjal yang terjadi setelah adanya suatu infeksi streptokokus pada seseorang. GNAPS berkembang setelah strain streptokokus tertentu yaitu streptokokus ß hemolitikus group A tersering tipe 12 menginfeksi kulit atau saluran nafas. Terjadi periode laten berkisar antara 1-2 minggu untuk infeksi saluran nafas dan 1 . 3 minggu untuk infeksi kulit. (Rena dan Suwitra, 2010).Glomerulonefritis pascastreptococus kadang disebut Nefritis Akut yang dapat menyerang anak yang mengalami infeksi sterptococus hemolitikus beta, biasanya faringitis 2-3 minggu sebelumnya. Kompleks imun terdiri dari streptokokus, antibodi, dan komplemen yang terdeposit di glomerulus.



B. ETIOLOGI Penyakit SNA sering ditemukan pada anak berumur 3 – 7 tahun dan lebih sering mengenai anak pria dibandingkan anak wanita.  Timbulnya GNA didahului oleh infeksi ekstra renal, terutama di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A tipe 12, 4, 16, 25 dan 49. Antara infeksi bakteri dan timbulnya GNA terdapat masa laten selama lebih kurang 10 hari.  Dari tipe tersebut di atas, tipe 12 dan 25 lebih bersifat netrifogen dari pada yang lain. GNA juga dapat disebabkan oleh sifilis, keracunan (timah hitam, tridion), penyakit amiloid, trombosis vena renalis, purpura anafilaktoid dan lupus eritematous 1. Infeksi; Penyebab GNA adalah bakteri, virus, dan proses imunologis lainnya, tetapi pada anak penyebab paling sering adalah pasca infeksi streptococcus  haemolyticus; sehingga seringkali di dalam pembicaraan GNA pada anak yang dimaksud adalah GNA pasca streptokokus. (Pardede dkk, 2005) 2. Faktor genetik berperan dalam terjadinya penyakit dengan ditemukannya HLA-D dan HLADR. 3. Respon yang berlebihan dari sistem imun pejamu pada stimulus antigen dengan produksi antibodi yang berlebihan menyebabkan terbentuknya kompleks Ag-Ab yang nantinya melintas pada membran basal glomerulus. Disini terjadi aktivasi sistem komplemen yang melepas substansi yang akan menarik neutrofil. Enzim lisosom yang dilepas netrofil merupakan faktor responsif untuk merusak glomerulus



C. MANIFESTASI KLINIS Sindrom nefritik akut memiliki distribusi usia dengan puncaknya pada usia 7 tahun. Anak terlihat sehat sampai pada saat terjadi onset mendadak penyakit dan didapatkan urin berwarna merah terang atau kecoklatan. Edema wajah, terutama pada kelopak mata umum terjadi, dan mungkin didapatkan nyeri abdomen atau pangkal paha Bersama dengan nyeri tekan pinggang. Tekanan darah biasanya meningkat (Meadow dan Newell, 2005). SNA sering terjadi pada anak laki-laki usia 2-14 tahun, gejala yang pertama kali muncul adalah penimbunan cairan disertai pembengkakan jaringan (edema) di sekitar wajah dan kelopak mata (infeksi post streptokokal). Pada awalnya edema timbul sebagai pembengkakan di wajah dan kelopak mata, tetapi selanjutnya lebih dominan di tungkai. Berkurangnya volume air kemih dan air kemih berwarna gelap karena mengandung darah, tekanan darah bisa meningkat. Gejala tidak spesifik seperti letargi, demam, nyeri abdomen, dan malaise. Gejalanya : 1. Onset akut (kurang dari 7 hari) 2. Hematuria baik secara makroskopik maupun mikroskopik. Gross hematuria 30% ditemukan pada anak-anak. 3. Oliguria 4. Edema (perifer atau periorbital), 85% ditemukan pada anak-anak; edema bisa ditemukan sedang sampai berat. 5. Sakit kepala, jika disertai dengan hipertensi. 6. Dyspnea, jika terjadi gagal jantung atau edema pulmo. 7. Kadang disertai dengan gejala spesifik : mual dan muntah, purpura pada Henoch- Schoenlein, artralgia yang berbuhungan dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE).



Gejala lain yang mungkin muncul : 1. Pengelihatan kabur 2. Batuk berdahak 3. Penurunan kesadaran 4. Malaise 5. Sesak napas D. PATOFISIOLOGI Diagnosis banding terdekat sindrom nefritik akut pasca infeksi streptokokus adalah penyebab lain dari sindrom nefritik akut yaitu penyakitpenyakit



parenkim



ginjal



baik



primer



maupun



sekunder,



seperti



glomerulonefritis akut non streptokokus, nefropati Ig A, sistemik lupus eritematosus, purpura Henoch-Schoenlein, sindroma Good-Pasture, dan granulomatosis Wegener. Adanya periode laten antara infeksi streptokokus dengan gambaran klinis kerusakan glomerulus menunjukkan bahwa proses imunologis memegang peranan penting dalam patogenesis glomerulonefritis. Mekanisme dasar terjadinya sindrom nefritik akut pasca infeksi streptokokus adalah adanya suatu proses imunologis yang terjadi antara antibodi spesifik dengan antigen streptokokus. Proses ini terjadi di dinding kapiler glomerulus dan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Selanjutnya sistem komplemen memproduksi aktivator komplemen 5a (C5a) dan mediator-mediator inflamasi lainnya. Sitokin dan factor pemicu imunitas seluler lainnya akan menimbulkan respon inflamasi dengan manifestasi proliferasi sel dan edema glomerular. Penurunan laju filltrasi glomerulus diikuti penurunan ekskresi atau kenaikan reabsorbsi natrium sehingga terdapat penimbunan natrium dengan air selanjutnya akan diikuti kenaikan volume plasma dan volume cairan ekstraselular sehingga akan timbul gambaran klinis oliguria, hipertensi, edema dan bendungan sirkulasi. Edema terjadi pada 85% pasien SNA pasca infeksi streptokokus, biasanya terjadi mendadak dan pertama kali terjadi di daerah periorbital dan selanjutnya dapat menjadi edema anasarka. Derajat berat ringannya edema



yang terjadi tergantung pada beberapa factor yaitu luasnya kerusakan glomorelus yang terjadi, asupan cairan, dan derajat hypoalbuminemia (Rena dan Suwitra, 2010). Komplek antigen-antibodi dalam darah terjebak didalam glomerulus sehingga menstimulasi proses inflamasi yang menyebabkan cedera pada ginjal. Glomerulonefritis dapat pula terjadi menyusul impetigo ( infeksi kulit) dan infeksi virus akut (infeksi saluran nafas atas, gondongan, virus varisela zoster, virus Epstein-Barr, hepatits B). (Smeltzer, 2011). Kompleks imun atau anti Glomerular Basement Membrane (GBM) antibodi yang mengendap/berlokasi pada glomeruli akan mengaktivasi komplemen



jalur



klasik atau alternatif



dari sistem



koagulasi dan



mengakibatkan peradangan glomeruli, menyebabkan terjadinya : 1. Hematuria dan Proteinuria Proteinuria terjadi karena Perubahan permeabilitas glomerulus yang mengikuti peningkatan filtrasi dari protein plasma normal terutama albumin. Kegagalan tubulus mengabsorbsi sejumlah kecil protein yang normal difiltrasi, Filtrasi glomerulus dari sirkulasi abnormal, Low Molecular Weight Protein (LMWP) dalam jumlah melebihi kapasitas reabsorbsi



tubulus



serta



adanya



sekresi



yang



meningkat



dari



makuloprotein uroepitel dan sekresi IgA (Imunoglobulin A) dalam respon untuk inflamasi. Derajat proteinuria dan komposisi protein pada urin tergantung mekanisme jejas pada ginjal yang berakibat hilangnya protein. Sejumlah besar protein secara normal melewati kapiler glomerulus tetapi tidak memasuki urin. Hematuria terjadi karena sel darah merah dapat masuk ke ruang urinari dari glomerulus atau, jarang dari tubulus renalis. Gangguan barier filtrasi glomerulus dapat disebabkan abnormalitas turunan atau didapat pada struktur dan integritas dinding kapiler glomerulus. Sel darah merah ini dapat terjebak pada mukoprotein tamm-horsfall dan akan bermanifestasi sebagai silinder sel darah merah pada urin.



Adanya proteinuri membantu menunjang perkiraan bahwa kehilangan darah berasal dari glomerulus. Hematuria tanpa proteinuria atau silinder diistilahkan sebagai hematuria terisolasi (isolated hematuria). Setiap yang mengganggu epitelium seperti iritasi, inflamasi, atau invasi, dapat mengakibatkan adanya sel darah normal pada urin. Gangguan lain termasuk keganasan, batu ginjal, trauma, infeksi, dan medikasi. Penyebab kehilangan darah non glomerular, seperti tumor ginjal, kista ginjal, infark dan malformasi arteri-vena, dapat menyebabkan hilangnya darah masuk kedalam ruang urinari 2. Penurunan aliran darah ginjal sehingga menyebabkan Laju Filtrasi Ginjal (LFG) juga menurun. Hal ini berakibat terjadinya oliguria dan terjadi retensi air dan garam akibat kerusakan ginjal. Hal ini akan menyebabkan terjadinya edema, hipervolemia, kongesti vaskular (hipertensi, edema paru dengan gejala sesak nafas, rhonkhi, kardiomegali), azotemia, hiperkreatinemia, asidemia, hiperkalemia, hipokalsemia, dan hiperfosfatemia semakin nyata, bila LFG sangat menurun. 3. Hipoperfusi yang menyebabkan aktivasi sistem renin-angiotensin. Angiotensin 2 yang bersifat vasokonstriktor perifer akan meningkat jumlahnya dan menyebabkan perfusi ginjal semakin menurun. Selain itu, LFG juga makin menurun disamping timbulnya hipertensi. Angiotensin 2 yang meningkat ini akan merangsang kortek adrenal untuk melepaskan aldosteron yang menyebabkan retensi air dan garam ginjal dan akhirnya terjadi hipervolemia dan hipertensi. 4. Edema Anasarka Edema anasarka adalah adanya pembengkakan pada berat pada seluruh tubuh, baik di tangan, kaki, wajah dan bagian tubuh lainnya akibat retensi garam dan air. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma dan



bergesernya cairan plasma sehingga terjadi



hypovolemia dan ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi air dan natrium. Mekanisme kompensasi akan memperbaiki



volume



inravaskular



hipoalbuminemia



tetapi



sehingga



juga



edema



mengeksaserbasi semakin



berlanjut.



terjadinya (menurut



Prodjosudjadi, 2006 dalam Yuktina Sarma 2017)Retensi natrium sebagai defek renal utama. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraseluler meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah terjadinya retensi natrium dan edema. Kedua mekanisme tersebut ditemukan pada pasien SN. Faktor seperti asupan natrium, efek diuretik atau terapi steroid, derajat gangguan fungsi ginjal, jenis lesi glomerulus, dan keterkaitan dengan penyakit jantung dan hati akan menentukan mekanisme mana yang lebih berperan.



E. KOMPLIKASI Komplikasi yang sering dijumpai adalah : 1. Ensefalopati hipertensi (EH). 2. Gangguan ginjal akut (Acute Kidney Injury/AKI) 3. Edema paru Pemeriksaan Penunjang 



Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan :







Laju Endap Darah (LED) meningkat.







Kadar Hemoglobin menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi garam dan air)







Pada pemeriksaan urin berwarna gelap (merah daging), hematuria makroskopik, jumlah berkurang, berat jenis meninggi, dan ditemukan



albumin (albuminuria, proteinuria), eritrosit (+), leukosit (+), silinder leukosit, eritrosit dan hialin. 



Ureum dan kreatinin darah meningkat, renin menurun







Albumin serum sedikit menurun.







Uji fungsi ginjal normal pada 50% penderita.







Kultur kulit dan tenggorokan menunjukkan adanya kuman streptococcus



F. PENATALAKSANAAN 1. Farmakologis 



Furosemide 2 x 20 mg IV







Captopril 2 x 12,5 mg PO







Ampisilin 4 x 500 mg IV



2. Non Farmakologis 



IVFD D5% 500 cc / 24 jam



BAB III Konsep Asuhan Keperawatan A. Pengkajian Penting dilakukan pengkajian terhadap klien secara holistik (Biologis, Psikologis, Sosial, dan Spiritual) untuk mendapatkan data yang lengkap dan sistematis. Adapun metode yang dapat dipakai dalam proses pengkajian yaitu : a. Pengkajian Umum 1) Keluhan Utama Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun 2) Riwayat kesehatan sekarang Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun, konstipasi, diare, urine menurun 3) Riwayat kesehatan lalu Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan kimia.



4) Riwayat kesehatan keluarga Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran. 5) Riwayat kehamilan dan persalinan Tidak ada hubungan 6) Riwayat kesehatan lingkungan Endemik malaria sering terjadi kasus SNA 7) Riwayat imunisasi Tidak ada hubungan 8) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8 Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir. a) Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, senang bermain dengan anak berjenis kelamin beda, oedipus kompleks untuk anak laki-laki lebih dekat dengan ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat dengan ayah. b) Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs rasa bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika usahanya diomeli atau dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu. c) Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru, menggunakan alat-alat sederhana. d) Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang dengan kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jarijarinya, menyebut hari dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna, membedakan besar dan kecil, meniru aktivitas orang dewasa. b. Konsep Keperawatan Menurut Gordon



Konsep teori yang difunakan penulis adalah model konseptual keperawatan dari Gordon. Menurut Gordon data dapat dikelompokkan menjadi 11 konsep yang meliputi: 1) Persepsi Kesehatan – Pola Manajemen Kesehatan Mengkaji kemampuan keluarga melanjutkan perawatan anak atau pasien di rumah. 2) Pola nutrisi – Metabolik Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga. Status gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar) X 100 %, dengan interpretasi : < 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi baik) 3) Pola Eliminasi Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri. Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah perut, malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps anii. 4)



Pola Aktivitas dan Latihan Tidak ada masalah dalam pola aktivitas dan latihan pada SNA



5)



Pola Persepsi Kognitif Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan. riwayat penyakit yang di derita oleh anak



6)



Pola Tidur dan Istirahat Tidak ada masalah dalam pola tidur dan istirahat



7)



Konsep Diri dan Persepsi Diri Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body comfort oleh Keluarga pasien.



8)



Peran dan Pola Hubungan Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit. Perubahan pola biasa dalam tanggungjawab atau perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.



9)



Pola Reproduktif dan Sexual Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial sebagai alat reproduksi.



10) Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan, rumah. 11) Pola Keyakinan dan Nilai Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan perawat dalam memberikan motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah. c. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum klien  lemah dan terlihat saki berat dengan tingkat kesadaran biasanya composmentis. Pada TTV sering tidak didapatkan adanya perubahan. B1 (Breatihing). Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas walau secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase akut. Pada fase lanjut di dapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas yang merupakan respons edema pilmonerdan efusi fleura. B2 (Blood ). Sering ditemukan penurunan cura jantung respons sekunder dari peningkatan beban volume. B3 (Branin). Didapatkan adanya edema wajah terutama periorbital, seklera tidak ikteri status neurologi mengalami perubahan sesuai dengan tingkat paranya azotemia pada sistem saraf pusat. B4 (Bladder). Perubahan warna urine output seperti warna urune warnanya kola. B5 (Bowel). Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi kurang dari kebutuhan. Didapatkan asites pada abdomen. B6 (Bone). Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari edema tungkai dari keletihan fisik secara umum.



B. Diagnosa Keperawatan



a.



Gangguan Eliminasi Urin



b.



Kelebihan Volume Cairan



c.



Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh



d.



Kerusakan integritas kulit



C. Intervensi Keperawatan DIAGNOSIS KEPERAWATAN Gangguan Eliminasi Urine Definisi: disfungsi pada eliminasi urine Batasan Karakteristik: - Disuria - Sering berkemih - Anyang-anyangan - Inkontinensia - Nokturia - Retensi - Dorongan Factor yang berhubungan -



Obstruksi anatomic Penyebab multiple Gangguan sensori motorik Infeksi saluran kemih



NOC 



Urinanry elimination  Urinary conntinuence Kriteria hasil:      



Kandung kemih kosong secara penuh Tidak ada residu urine ≥100-200cc Intake cairan dalam rentang normal Bebas dari ISK Tidak ada spasme bladder Balance cairan seimbang



NIC Urinary Retention Care 















Lakukan penilaian kemih yang komprehdnsif berfokus pada inkontinensia (misalnya, output urine, pola berkemih, fungsi kognitif, dan masalah kencing praeksisten) Memantau penggunaan obat dengan sifat antikolinergik atau property alpha agonis Memonitor efek dari obat-obatan yang diresepkan, seperti calcium channe blockers dan antikolinergik Menyediakan penghapusan privasi















    







 



Gunakan kekuatan sugesti dengan menjalankan air atau disiram toilet Merangsang refleks kandung kemih dengan menerapkan dingin untuk perut membelai tinggi batin, atau air Sediakan waktu yang cukup untuk pengosongan kandung kemih (10 menit) Gunakan spirit wintergreen di pispot atau urinal Menyediakan maneuver crede, yang diperlukan Gunakan doublevoid teknik Masukkan kateter kemih Anjurkan pasien/keluarga untuk merekam output urine Intruksikan caracara untuk menghindari konstipasi atau impaksi tinja Memantau asupan dan keluaran Memantau tingkat distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi



 



 



Kelebihan Volume Cairan Definisi : peningkatan retensi cairan isotonic Batasan Karakteristik  Bunyi nafas adventisius  Gangguan elektrolit  Anasarka  Ansietas  Azotemia  Perubahan tekanan darah  Perubahan status mental  Perubahan pola pernafasan  Penurunan hematocrit  Penurunan hemoglobin  Dyspnea  Edema  Peningkatan tekanan vena sentral  Asupan melebihi haluaran  Distensi vena jugularis  Oliguria  Ortopnea



Membantu dengan toilet secara berkala Memasukkan pipa ke dlaam lubang tubuh untuk sisa Menerapkan katerissi intermiten Merujuk ke spesialis kontinensia kemih.



NOC NIC Fluid management  Electrolit and  Timbang popok acid base balance atau pembalut jika diperlukan  Fluid balance  Pertahankan  Hydration catatan intake Kriteria Hasil : dan output yang  Terbebas dari akurat edema, efusi,  Pasang urin anaskara kateter jika  Bunyi nafas diperlukan bersih, tidak  Monitor hasil Hb ada yang sesuai dyspnea/ortopn dengan retensi eu cairan (BUN,  Terbebas dari Hmt, osmolalitas distensi vena urin) jugularis, reflek  Monitor status hepatojugular hemodinamik (+) termasuk CVP,  Memelihara MAP, PAP, dan tekanan vena PCWP sentral, tekanan  Monitor vital kapiler paru, sign output jantung  Monitor indikasi dan vital sign dalam batas retensi/kelebihan normal cairan (cracles, CVP, edema,  Terbebas dari distensi vena kelelahan, leher, asites) kecemasan atau  Kaji lokasi dan kebingungan luas edema  Menjelaskan



 



Efusi pleura Refleksi hepatojugular positif  Perubahan tekanan arteri pulmonal  Kengesti pulmunal  Gelisah  Perubahan berat jenis urin  Bunyi jantung S3  Penambahan berat badan dalam waktu sangat singkat Factor – factor yang berhubungan :  Gangguan mekanisme regulasi  Kelebihan asupan cairan  Kelebihan asupan natrium



indikator kelebihan cairan







Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake kalori  Monitor status nutrisi  Kaloborasi pemberian diuretic sesuai intruksi  Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi dengan serum Na