4 0 213 KB
TUGAS E-LEARNING KEPERAWATAN KRITIS II ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TRIGEMINAL NEURALGIA
Kelompok 4 Program Alih Jenis (B) Belinda Haseptiana Putri
131411123002
Abdul fauzi
131411123006
Endang Tri Hastuti
131411123008
Amin Rohmah
131411123017
Muziburrahman
131411123027
Astrid Dyah Febri Diane
131411123042
C.Ketut Subyanto
131411123045
Aziz’s Nurulhuda
131411123068
Alifiatul Oza Hamanu
131411123070
Desi Wulan Eliawardhani putri
131411123080
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN NERS FAKULTAS KEPERAWATANUNIVERSITAS AIRLANGGA 2015
KONSEP TEORI
A. Anatomi dan Fisiologi Nervus trigeminus merupakan saraf otak yang terbesar. Pada hakekatnya saraf ini adalah urat saraf sensorik yang melayani sebagian besar kulit kepala dan wajah; juga melayani selaput lendir mulut, hidung, sinus paranalisis serta gigi, dan dengan perataraan sebuah cabang motorik kecil, mempersarafi otot-otot pengunyah. Nervus trigeminus terbagi menjadi 3 cabang utama yang bergerak ke depan dari ganglion trigeminus yaitu: nervus oftalmikus, maxilaris dan mandibularis, yang berfungsi menampung sensibilitas dari berbagai daerah wajah, mulut, gigi dan sebagian tengkorak. Juga menyediakan serabut-serabutsensorik pengecap pada lidah.
Gambar Letak Nervus Trigeminus
B. Definisi Trigeminal Neuralgia Trigeminal neuralgia adalah suatu keadaan pada saraf kranial k-5, di karakteristikan dalam bentuk nyeri paroksismal yang mirip dengan syok elektrik atau sensasi rasa terbakar pada daerah yang dalam dengan 1 atau lebih cabang-cabang saraf
trigeminal.
Nyeri berakhir tiba-tiba seperti pada saat mulai. Masing-masing episode nyeri dapat digambarkan sebagai nyeri tekan, memanjang dari beberapa detik sampai menit dan menyebabkan kontraksi dengan otot-otot wajah, seperti menutup mata tiba-tiba ataua mulut berkedut. Sebab itu dinamai tic douloureux (nyeri kedutan).
C. Etiologi Trigeminal Neuralgia Penyebab dari trigeminal neuralgia sebenarnya belum diketahui secara pasti, tetapi tekanan kronik atau iritasi syaraf trigeminal atau perubahan degenerative dalam ganglion gasserian dapat menunjukan penyebab. Beberapa penyelidik mempercayai bahwa keadaan ini dapat disebabkan oleh tekanan dari keadaan abnormal struktur (ikatan arteri) yang mengganggu syaraf trigeminal, ganglion gasserian, atau daerah yang memasuki radiks. Adapun yang menggolongkan penyebab trigeminal neuralgia menjadi 2 sebab (Muttaqin, 2008), yaitu: 1. Penyebab Sentral (pons, medula oblongata, dan medulla spinnalis servikal atas) meliputi tumor, lesi vaskular, atau seringobulbia. 2. Penyebab Perifer (fosa posterior) meliputi tumor (sekunder atau primer), aneurisma,a tau meningitis kronis. Lesi ganglion trigeminus (pars petrosaos temporalis) meliputi neuroma akustik, meningioma, atau fraktur fosa media. D. Manifestasi Klinis Beberapa manifestasi klinis dari trigeminal neuralgia adalah: 1. Kebanyakan unilateral, 3% bilateral 2. Serangan paroksismal di daerah muka atau frontal dengan nyeri beberapa detik tidak lebih dari 2 menit 3. Nyeri paling tidak 4 karakteristik dibawah ini: a. Distribusi pada satu atau lebih cabang saraf trigeminus b. Mendadak, tajam, stabbing, intense, atau seperti terbakar c. Intensitas nyeri berat (severe) d. Faktor presipitasi berasal daria area triger atau dari aktvfitas sehari hari seperti makan, berbicara, sikat gigi atau cuci muka e. Diantara masa paroksisimal penderita asimptomatik 4. Tidak ada kelainan neurologis 5. Serangan adalah stereotip pada individu penderita 6. Untuk mengeksklusi kasus nyeri wajah lain dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tertentu bila diperlukan.
E. Patofisiologi Ada beberapa hopotesis dari para ahli terhadap bagaimana terjadina trigeminal neuralgia ini. Bisa diduga bahwa trigeminal neuralgia disebabkan karena dimielinisasi saraf
yang
mengakibatkan
hataran
saraf
yang
berlebihan.
Aneurisma, tumor, peradangan meningeal kronis, atau lesi lainnya dapat mengiritasi akar saraf trigeminal sepanjang pons dan juga menyebabkan gejala neuralgia trigeminal. Vaskular yang abnormal dari arteri serebelum superior sering disebut sebagai penyebabnya. Lesi dari zona masuknya akar trigeminal dalam pons dapat menyebabkan
sindrom
nyeri
yang
sama.
Serangan nyerinya tidak dapat diperkirakan; karena nyeri dapat dicetuskan oleh aktivitas sehari-hari yang biasanya tidak menimbulkan nyeri (seperti menyisir rambut, mengunyah makanan, menggosok gigi, atau bahkan saat terkena hembusan angin).Dikenal pula istilah trigger zone , yaitu daerah yang sering menjadi awal bermulanya neuralgia; yang terletak di sekitar daerah sekitar hidung dan mulut.
Gambar area wajah yang terkena trigeminal neuralgia
F. Pemeriksaan Penunjang Trigeminal Neuralgia Adapun pemeriksaan diagnostic yang bisa dilakukan pada kasus neuralgia trigeminal antara lain adalah: 1. Pemeriksaan radiologis CT scan dan MRI atau pengukuran elektrofisiologis periode laten kedipan dan refleks rahang dikombinasikan dengan elektromiografi masseter dapat digunakan untuk membedakan kasus-kasus simtomatik akibat gangguan struktural dari kasus idiopatik. 2. Pemeriksaan tambahan baru diperlukan kalau ada keluhan neuralgia trigeminal pada orang-orang muda; karena biasanya ada penyebab lain yang tersembunyi. Itu pun perannya terbatas untuk eliminasi. Pemeriksaan yang dapat dilakukan: Rontgen TMJ (temporomandibular joint) dan MRI otak (untuk menyingkirkan tumor otak dan multiple sclerosis). 3. Pengukuran potensial somatosensorik yang timbul setelah perangsangan nervus trigeminus dapat juga digunakan untuk menentukan kasus yang disebabkan oleh ektasis arteri sehingga dapat ditangani dengan dekompresi operatif badan saraf pada fossa posterior. G. Penatalaksanaan Trigeminal Neuralgia 1. Terapi Medikamentosa a. Carbamazepin adalah paling efektif yang merupakan lini pertama untuk pengobatan TN yang memberikan respons hampir 75%. Dosis yang direkomendasikan adalah 50-100 mg kemudian ditingkatkan pelan-pelan sampai dosis 600-1200 mg. Apabila keluhan nyeri menghilang dalam 6-8 minggu dosis di tapering secaara gradual. b. Oxcarbazepin adalah alternatif lain yang mempunyai efek samping lebih rendah dari carbamazepin. Dosis dimulai 300 mg dan dinaikkan 300 mg setiap hari. c. Phenytoin adalah lini kedua sebagai pilihan menghilangkan nyeri pada hampir 25% penderita TN. Dosis yang digunakan biasanya 300-500 mg/hari. d. Gabapentin sangat berguna untuk pengobatan penderita TN pada 87% awal terapi dan 57% pasien yang sebelumnya mendapatkan Carbamazepin. Dosis yang direkomendasikan adalah 600-2000 mg/hari. e. Pregabalin obat terbaru yang juga efektif dapat digunakan. Dosis yang direkomendasikan adalah 150-600 mg/hari.
2.
Terapi Non Medikamentosa a. Pembedahan Terapi non-medis (bedah) dipilih jika kombinasi lebih dari dua obat belum membawa hasil seperti yang diharapkan. Dr. Stephen B. Tatter menyebutkan bahwa pembedahan disiapkan untuk mereka yang tidak dapat mentoleransi efek samping dari terapi medis atau ternyata terapi medis tidak efektif. Terdapat beragam cara pembedahan, dari yang paling kuno, yang dapat menimbulkan kecacatan (biasanya pendengaran dan gerak otot wajah) cukup besar, sampai cara yang lebih modern yang hanya sedikit atau hampir tidak pernah dijumpai efek samping. b. Radiofrequency rhizotomy Hingga kini masih populer karena relatif aman dan murah, tetapi cara ini mempunyai kemungkinan kekambuhan sebesar 25%. Efek samping lain yang dapat muncul adalah terjadinya anestesi kornea, rasa kesemutan, dan kelemahan rahang yang kadang-kadang bisa mengganggu. Prosedur ini akan memasukkan sebuah introducer elektroda (jarum) melalui kulit pipi ke saraf, dipilih pada dasar tengkorak. Serabut saraf tak bermielin kecil dan yang bermielin tipis yang menghantarkan nyeri rusak oleh panas dari elektroda. Cara ini dapat meredakan neuralgia (nyeri saraf) dengan menghancurkan beberapa bagian dari saraf yang menyebabkan rasa sakit dan dengan menekan sinyal rasa sakit ke otak. c. Percutaneous retrogasserian rhizolisis dengan gliserol Cara ini adalah cara yang dianjurkan oleh Jho dan Lunsforf (1997). Hipotesis yang dikemukakan adalah bahwa gliserol adalah neurotoksik dan bekerja pada serabut saraf yang sudah mengalami demielinisasi, menghasilkan cedera relatif ringan ke saraf sehingga menghilangkan compound action potential pada serabut Trigeminal yang terkait dengan rasa nyeri dengan resiko minimal mati rasa permanen pada wajah. d. Stereotactic radiosurgery dengan gamma knife Merupakan perkembangan yang masih relatif baru. Tekniknya dengan cara memfokuskan sinar Gamma pada akar saraf trigeminal sehingga berlaku seperti prosedur bedah, dengan menghancurkan beberapa bagian dari saraf yang menyebabkan rasa sakit dan dengan menekan sinyal rasa sakit ke otak namun tanpa membuka kranium sehingga jaringan sehat di sekitarnya tidak ikut rusak.
e. Ballon Compression Prosedur ini bertujuan untuk melukai bagian dari ganglion Trigeminus menggunakan kompresi balon. Kompresi balon dilakukan di bawah anestesi umum. Menggunakan kontrol X-ray atau yang biasa dikenal sebagai fluoroscopy. Ahli bedah menempatkan jarum panjang melalui pipi sampai ke dasar otak, dan melalui lubang kecil di tengkorak untuk mencapai ganglion. f. Microvascular Decompression Mikrovaskuler dekompresi (MVD) adalah prosedur bedah yang paling umum untuk pengobatan neuralgia trigeminal akibat kompresi vascular pada saraf. MVD melibatkan pembedahan tengkorak (kraniotomi) dan mengekspos saraf di dasar batang otak untuk menyisipkan spons kecil antara saraf dan pembuluh darah yang mengkompresi saraf tersebut. Spons ini mengisolasi saraf dari efek berdenyut dan tekanan pembuluh darah. g. Penatalaksanaan dari Segi Kejiwaan Hal lain yang penting untuk diperhatikan selain pemberian obat dan pembedahan adalah segi mental serta emosi pasien. Selain obat-obat anti depresan yang dapat memberikan efek perubahan kimiawi otak dan mempengaruhi neurotransmitter baik pada depresi maupun sensasi nyeri, juga dapat dilakukan teknik konsultasi biofeedback (melatih otak untuk mengubah persepsinya akan rasa nyeri) dan teknik relaksasi.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TRIGEMINAL NEURALGIA
A. Pengkajian 1. Identitas klien 2. Keluhan utama Nyeri pada bibir, dagu, lobang hidung, dan pada gigi (daerah perifer, bukan pada struktur yang lebih dalam). Nyeri bersifat tajam seperti tertusuk atau tersetrum listrik yang terjadi di sepanjang satu atau lebih cabang inervasi N. V. Nyeri dapat tercetus
oleh
rangsangan
ringan
(alodinia)
seperti
terpapar
angin,
berbicara,mengunyah atau cuci muka. 3. Riwayat penyakit sebelumnya Mengkaji apakah ada penyakit pada bagian sistem saraf pusat yang mengarah pada penyebab peradangan saraf trigeminal. 4. Riwayat Penyakit sekarang Terdapat serangan nyeri paroksismal dengan awitan tiba-tiba yang berlangsung selama beberapa detik sampai kurang dari 2 menit. Nyeri bersifat tajam seperti tertusuk atau tersetrum listrik yang terjadi di sepanjang satu atau lebih cabang inervasi N. V. Nyeri dapat tercetus oleh rangsangan ringan (alodinia) seperti terpapar angin, berbicara,mengunyah atau cuci muka. Pada anamnesa yang perlu diperhatikan adalah lokalisasi nyeri, kapan dimulainya nyeri, menentukan interval bebas nyeri, menentukan lamanya, efek samping, dosis dan respons terhadap pengobatan, menanyakan riwayat penyakit lain seperti ada penyakit herpes atau tidak, dsb. 5. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik neurologi dapat ditemukan sewaktu terjadi serangan, penderita tampak menderita sedangkan diluar serangan tampak normal. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: a. Pada B3 ditemukan gangguan sensorik berupa hiperalgesi dan aldonia. b. Menilai sensasi pada ketiga cabang nervus trigeminus bilateral (termasuk refleks kornea). c. Menilai fungsi mengunyah (masseter) dan fungsi pterygoideus (membuka mulut, deviasi dagu)
B. Diagnosa Keperawatan 1. 2. 3. 4. 5.
Nyeri b/d penekanan saraf trigeminal dan inflamasi arteri temporalis. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b/d sakit saat mengunyah Koping individu tak efektif b/d nyeri berat, ancaman berlebih pada diri sendiri. Ansietas (cemas) b/d prognosis penyakit dan perubahan kesehatan. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b/d keterbatasan kognitif.
C. Intervensi Keperawatan 1. Nyeri b/d penekanan saraf trigeminal dan inflamasi arteri temporalis. Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam, nyeri berkurang atau dapat diadaptasi oleh klien. Kriteria hasil :
Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi Ekspresi wajah pasien tidak nampak kesakitan Klien tidak gelisah Skala nyeri 0-1 atau teradaptasi Rasional
Intervensi Tindakan Mandiri 1.
Kaji terhadap nyeri dirasakan oleh pasien meliputi:
yang 1.
P = pencetus nyeri yang dirasakan klien Q = kualitas nyeri yang dirasakan klien apakah tertusuk, tertimpa batu R = daerah yang mengalami nyeri S = skala nyeri yang dirasakan klien (010) T = Waktu timbulnya nyeri
Dapat mengindikasikan rasa sakit akut dan ketidaknyamanan pada pasien.
Pastikan durasi/ episode nyeri
Memudahkan pilihan intervensi yang sesuai
Teliti keluhan nyeri
Nyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus dijelaskan oleh pasien
Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan, Bantu klien dalam identifikasi faktor ketegangan, suhu, distensi kandung kemih, pencetus dan berbaring lama Evaluasi perilaku nyeri
Dapat diperkuat karengan persepsi pasien tentang nyeri tidak dapat dipercaya
Anjurkan pada klien untuk mengurangi Menghindari stimulus nyeri dan meningkatkan aktivitas yang berat dan menambah waktu rasa nyaman istirahat Kompres dingin dapat mengakibatkan Kompres hangat atau dingin pada daerah vasodilatasi, sehingga dapat menurunkan yang nyeri nyeri. Kompres hangat dapat meningkatkan sirkulasi darah dan menurunkan tegangan otot Ajarkan relaksasi: teknik-teknik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase
Relaksasi dapat melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan oksigen oleh jaringan akan terpenuhi sehingga akan mengurangi nyerinya
Ajarkan metode distraksi selama nyeri Mengalihkan perhatian akut menyenangkan
ke
hal-hal
yang
Tingkatkan pengetahuan tentang Pengetahuan akan dirasakan membantu penyebab nyeri dan menghubungkan mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap berapa lama nyeri akan berlangsung rencana terapeutik Sampaikan perhatian anda atas respon pasien terhadap nyeri. Berukan kesempatan kepada pasien untuk membicarakan ketakutan, kemarahan, dan rasa frustasinya secara pribadi, pahami sulitnya situasi yang dihadapi. a.
Benarkan adanya rasa nyeri.
Memberikan rasa nyaman pada pasien untuk mengekspresikan nyerinya dan mengurangi rasa nyeri secara psikologis (memberikan dukungan emosi)
b.
Dengarkan dengan penuh perhatian mengenai nyeri yang dikeluhkan. c. Sampaikan bahwa perawat mengkaji nyeri karena ingin mengerti lebih tentang nyeri yang dialami (bukan untuk memulai apakah nyeri tersebut benar-benar ada).
Observasi tingkat nyeri dan respon motorik klien 30 menit setelah pemberian obat analgesik untuk mengkaji efektifitasnya. Setiap 1-2 jam setelah tindakan perawatan selama 1-2 hari
Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang objektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat
Tindakan kolaborasi 1.
Obat anti konvulsif 1. Mengurangi transmisi impuls pada karbamazepin (tregetol) dan fenitoin ujung saraf tertentu, melegakan nyeri pada (dilantin) kebanyakan pasien. 2. Cara kerjanya pada membran permeabilitas menunjukkan bahwa kandungan tegretol dalam carbamazepine menutup saluran natrium pada konsentrasi 2. Berikan tregetol yang diminum terapi dan dapat menstabilkan membran bersama makan, dengan dosis secara neuron yang hiperaktif, menghalangi bertahap ditingkatkan sampai diperoleh kerusakan neuron yang berulang dan rasa lega. mengurangi perambatan sinaptik impuls.
a). Berfungsi untuk mengurangi nyeri selama beberapa bulan. 3.
b). Berguna pada mereka yang refrakter terhadap manajemen medis dan pada tidak mampu atau tidak a). Injeksi alkohol dilakukan pada mereka yang perawatan bedah saraf. ganglion gasserian dan cabang perifer dari mau menjalani Alkohol blok ini sifatnya tidak permanen saraf trigeminal yang terganggu nyeri kembali setelah saraf b). Injeksi alkohol perifer memiliki peran karena berregenerasi. dalam pengelolaan neuralgia trigeminal
2.
Ketidakseimbangan mengunyah
Injeksi Alkohol :
nutrisi : kurang
dari
kebutuhan
tubuh b/d sakit saat
Tujuan : Dalam Kriteria Hasil : 1. 2. 3.
1
minggu
berat
badan
pasien
meningkat
Meningkatkan BB dalam batas ideal Pasien terlihat tidak lemas Hasil Lab Albumin normal Rasional
Intervensi
Observasi kemampuan pasien untuk Faktor ini menentukan pemilihan terhadap mengunyah, menelan, batuk, dan mengatasi jenis makanan sehingga pasien harus sekresi terlindung dari aspirasi Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi
Timbang berat badan sesuai indikasi Mencatat intake dan output makanan pasien
Mengetahui perkembangan pemenuhan nutrisi pasien
Edukasikan pada pasien tentang makan Makanan yang lunak dapat meminimalisir makanan yang lunak rangsang nyeri Menganjurkan pada pasien menguyah pada Agar asupan nutrisi tetap terpenuhi sisi yang tidak sakit Meningkatkan proses pencernaan dan Berikan makanan dalam jumlah kecil dan toleransi pasien terhadap nutrisi yang dalam waktu yang sering dengan teratur. diberikan dan dapat meningkatkan kerjasama pasien saat makan. Ciptakan lingkungan yang nyaman unutk Lingkungan yang nyaman disekitar pasien pasien dapat meningkatkan nafsu makan pasien Merupakan sumber yang efektif untuk Kolaborasi dengan ahli gizi unutk membantu mengidentifikasikan kebutuhan memilih makanan yang dapat memenuhi kalori/nutrisi tergantung pada usia, berat kebutuhan gizi selama sakit badan, ukuran tubuh dan keadaan penyakit.
3.
Koping individu tak efektif b/d nyeri berat, ancaman berlebih pada diri sendiri. Tujuan
:
Setelah
dilakukan
tindakan
3x24
jam,
koping
pasien
baik
Kriteria hasil : a. b. c. d.
Mengidentifikasi perilaku koping efektif dan konsekuensinya Menyatakan kesadaran kemampuan koping/kekuatan pribadi Mengidentifikasi situasi stress dan mengambil langkah untuk menghindari Mendemonstrasikan keterampilan metode koping efektif Rasional
Intervensi
Kaji kapasitas fisiologi yang bersifat Nyeri dapat mengurangi kemampuan koping umum Dekati pasien dengan ramah dan penuh Menemukan kebutuhan psikologis yang akan perhatian meningkatkan harga diri Pasien mungkin menganggap dirinya sebagai Bantu pasien dalam memahami perubahan seseorang “yang mengalami nyeri” dan mulai konsep citra tubuh melihat dirinya sebagai seorang yang tidak mengalami nyeri
Kaji keefektifan strategi koping
Mekanisme adaftif perlu untuk mengubah pola hidup seseorang , menghindari hipertensi kronis, mengintegrasikan terapi yang diharuskan kedalam kehidupan sehari – hari.
Manifestasi mekanisme koping maladaftif Catat laporan gangguan tidur, peningkatan mungkin merupakan indikator, marah yang keletihan, konsentrasi, peka rangsangan, ditekan dan diketahui telah menjadi penentu toleransi sakit kepala tekanan darah diastolik
Bantu pasien mengidentifikasi stressor
Libatkan pasien perawatan
dalam
Dorong pasien untuk prioritas/tujuan hidup
Pengenalan terhadap stressor adalah langkah pertama dalam mengubah respons seseorang terhadap stressor
Keterlibatan memberikan pasien perasaan perencanaan kontrol diri yang berkelanjutan, memperbaiki keterampilan koping, dan dapat meningkatkan kerja sama dalam regimen terapiutik. mengevaluasi
Fokus realitas pasien pada situasi yang ada relatif terhadap pandangan pasien tentang apa yang diinginkan
Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan Perubahan yang perlu harus diprioritaskan
mulai merencanakan perubahan hidup
4.
secara realistik untuk menghindari rasa tidak menentu dan tidak berdaya
Ansietas (cemas) b/d prognosis penyakit dan perubahan kesehatan Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam, kecemasan klien hilang atau berkurang Kriteria Hasil :
a. b. c.
Klien mampu mengenal perasaannya, Klien dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang mempengaruhinya Klien menyatakan ansietas berkurang atau hilang Intervensi
Rasional
Kaji tanda verbal dan nonverbal Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan kecemasan, dampingi klien dan lakukan rasa agitasi, marah dan gelisah tindakan bila timbul perilaku merusak Mulai melakukan tindakan untuk Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak mengurangi kecemasan. Beri lingkungan perlu yang tenang dan suasana penuh istirahat
Tingkatkan kontrol sensasi klien
Kontrol sensasi klien (dan dalam menurunkan ketakutan) dengan cara memberikan informasi tentang keadaan klien, menekankan pada penghargaan terhadap sumber–sumber koping (pertahanan diri) yang positif, membantu latihan relaksasi dan teknik pengalihan serta memberikan respon balik yang positif
Memberi kesempatan pada mengungkapkan kecemasannya
klien Dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan
Bantu klien mengekspresikan kehilangan, dan takut
marah, Cemas yang berkelanjutan memberikan dampak serangan jantung sselanjutnya.
Hindai konfrontasi
Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sama, dan mungkin memperlambat penyembuhan
Berikan privasi untuk klien dan orang Memberi waktu untuk mengekspresikan terdekat perasaan menghilangkan cemas dan perilaku
adaptasi. Adanya keluarga dan teman yang dipilih klien melayani aktivitas dan pengalihan (misalnya membaca) akan menurunkan perasaan terisolasi.
5.
Kurang pengetahuan keterbatasan kognitif.
mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan
b/d
Tujuan : Dalam jangka waktu 1 x 30 menit klien akan memperlihatkan kemampuan pemahaman yang adekuat tentang penyakit dan pengobatannya Krieria Hasil : a.
Klien mengatakan mengetahui tentang penyakit, pengobatan pada gejala-gejala yang timbul b. Klien dapat mengikuti instrukasi yang diberikan secara akurat Rasional
Intervensi
Jelaskan tentang penyakit yang di derita Memberi pemahaman pada klien klien. Berikan pendidikan kesehatan tentang Memberi pemahaman kepada pasien. nama obat, dosis, waktu dan cara Meningkatkan partisipasi terapeutik dan pemakian, efek samping, cara mengukur mencegah putus obat intake output. Meningkatkan kesadaran kebutuhan tentang Identifikasi tanda dan gejala yang perlu perawatan diri untuk meminimalkan dilaporkan kelemahan Kaji ulang pengobatan
resiko
efek
samping Mengurangi rasa kurang nyaman dari pengobatan untuk perbaikan kondisi klien
Mendorong klien mengekspresikan Memberikan kesempatan untuk mengoreksi ketidaktahuan/kecemasan dan beri persepsi yang salah dan mengurangi kecemasan informasi yang dibutuhkan Jelaskan pentingnya tindak lanjut rawat Agar pasien penyakit jalan yang teratur.
tahu
pentingnyapemantauan
D. Evaluasi Diagnosa I
: Nyeri berkurang atau dapat diadaptasi oleh klien.
Diagnosa II
: Berat badan pasien meningkat.
Diagnosa III
: Koping pasien baik.
Diagnosa IV
: Kecemasan klien hilang atau berkurang.
Diagnosa V
: Klien akan memperlihatkan kemampuan pemahaman yang adekuat tentang penyakit dan pengobatannya.
DAFTAR PUSTAKA
Ackley, Betty J., Gail B. Ladwig. 2013. Nursing Diagnosis Handbook: An Evidence-Based Guide to Planning Care, Tenth Edition. United State of America : Elsevier
Departemen Ilmu Penyakit Saraf UNAIR. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Saraf. Surabaya: Airlangga University Press Doenges, Marylinn E.2000. Rencana AsuhanKeperawatan. Edisi 3. Jakarta:EGC Joffroy A, Levivier M, Massager N. 2001. Trigeminal neuralgia Pathology and treatment. Acta neurol Linton, Adrianne Dill. 2014. Introduction to Medical Surgical Nursing. Missouri: Elsevier Health
Sciences.
https://books.google.co.id/books?
id=adBOBAAAQBAJ&pg=PA485&dq=nursing+care+of+trigeminal+neuralgia&h l=en&sa=X&ei=_vPyVIGpE8vIuATWtoC4Aw&redir_esc=y#v=onepage&q=nursi ng%20care%20of%20trigeminal%20neuralgia&f=false, diakses pada tanggal 1 Maret 2015. Olesen J. 1988. Classification & Diagnostic Criteria for Headache Disorders, Cranial neuralgias & Facial Pain, 1st ed, Oslo, The Norwegian Univ, Press Lewis, Sharon L. 2011. Medical Surgical Nursing : Assesment and Management of Clinical Problem. 8th ed. United State of America : Elsevier Lozano, M. Andres et all. 2009. Textbook of Stereotactic and Functional Neurosurgery. Berlin: Springer. Muttaqin, Arif.(2010). Pengantar AsuhanKeperawatan KLien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: SalembaMedika Riawan, Lucy. 2007. Jurnal: TerapiMedikamentosa pada Trigeminal Neuralgia. Bandung. UNPAD Sharav, Yair & Benolie, Rafael. 2002. Orofacial Pain and Headache Smeltzer, Suzane., Bare, Brenda. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth edisi 8 volume 3. 2002. Jakarta: EGC Walton, E. Richard, Torabinejad, Mahmoud., 2008. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia. Jakatra: EGC. White, Lois., Duncan, Gena., Baumle, Wendy. 2010. Foundations of Adult Health Nursing. Canada: Cengange Learning. https://books.google.co.id/books?id=xutEVD4_VwC&pg=PA352&dq=nursing+care+of+trigeminal+neuralgia&hl=en&sa=X&ei=_v PyVIGpE8vIuATWtoC4Aw&redir_esc=y#v=onepage&q=nursing%20care%20of %20trigeminal%20neuralgia&f=false, diakses pada 1 Maret 2015.