Neuralgia Trigeminal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



Trigeminal Neuralgia merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah satu sisi yang berulang. Disebut Trigeminal neuralgia, karena nyeri di wajah ini terjadi pada satu atau lebih saraf dari tiga cabang saraf Trigeminal. Saraf yang cukup besar ini terletak di otak dan membawa sensasi dari wajah ke otak. Rasa nyeri disebabkan oleh terganggunya fungsi saraf Trigeminal sesuai dengan daerah distribusi persarafan salah satu cabang saraf Trigeminal yang diakibatkan oleh berbagai penyebab. (1)



Serangan neuralgia Trigeminal dapat berlangsung dalam beberapa detik sampai semenit. Beberapa orang merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti ditusuk. Sementara yang lain merasakan nyeri yang cukup kerap, berat, seperti nyeri saat kena setrum listrik. (2)



Prevalensi penyakit ini diperkirakan sekitar 107.5 pada pria dan 200.2 pada wanita per satu juta populasi. Penyakit ini lebih sering terjadi pada sisi kanan wajah dibandingkan dengan sisi kiri (rasio 3:2), dan merupakan penyakit pada kelompok usia dewasa (dekade enam sampai tujuh). Hanya 10 % kasus yang terjadi sebelum usia empat puluh tahun. (2)



Sumber lain menyebutkan, penyakit ini lebih umum dijumpai pada mereka yang berusia di atas 50 tahun, meskipun terdapat pula penderita berusia muda dan anak-anak. (2)



Trigeminal Neuralgia merupakan penyakit yang relatif jarang, tetapi sangat mengganggu kenyamanan hidup penderita, namun sebenarnya pemberian obat untuk mengatasi Trigeminal neuralgia biasanya cukup efektif. Obat ini akan memblokade sinyal nyeri yang dikirim ke otak, sehingga nyeri berkurang, hanya saja banyak orang yang tidak mengetahui dan menyalahartikan Neuralgia Trigeminal sebagai nyeri yang ditimbulkan karena kelainan pada gigi, sehingga pengobatan yang dilakukan tidaklah tuntas. (3)



Neuralgia trigeminal terdiri atas dua kata; Neuralgia berasal dari bahasa Yunani; yaitu awalan "neuro-"yang berarti terkait dengan saraf, dan akhiran "-algia" yang berarti nyeri. Yang mana definisi nyeri menurut Association for the Study of Pain (IASP) has gained 1



widespread acceptance (Merskey et al., 1979) adalah "Suatu pengalaman emosional atau sensorik yang dihubungkan dengan jejas jaringan yang benar-benar atau kemungkinan terjadi”.(9)



Umumnya nyeri terbagi kepada dua tipe, yaitu nyeri nociceptive dan nyeri nonnociceptive. Nyeri nociceptive adalah nyeri yang berhubungan dengan jaringan yang rusak, akibat daripada aktivasi atau sensitasi pada receptor nociceptor di perifer. Nyeri nociceptive terbagi lagi kepada nyeri somatic dan nyeri viscera, yang mana mampu dibedakan melalui kualiti suatu nyeri dan manifestasinya.(12)



Nyeri



non-nociceptive pula dibagikan juga kepada nyeri neuropatic dan nyeri



idiopathic. Nyeri neuropathic adalah primer akibat rusaknya struktur pada neural samada pada system saraf perifer atau sistem saraf pusat. Nyeri idiopathic atau nyeri psychogenic adalah lebih luas penggunaannya dalam mendiagnosa suatu nyeri.(12)



2



BAB II TRIGEMINAL NEURALGIA



1.



DEFINISI



Neuralgia trigeminal adalah kelainan yang ditandai oleh serangan nyeri berat paroksismal dan singkat dalam cakupan persarafan satu atau lebih cabang nervus trigeminus, biasanya tanpa bukti penyakit saraf organik. Penyakit ini menyebabkan nyeri wajah yang berat. Penyakit ini juga dikenal sebagai tic doulourex atau sindrom.(2)



Neuralgia pada penyakit ini disertai dengan nyeri yang berat dan menusuk pada rahang dan wajah, biasanya pada satu sisi dari rahang atau pipi, yang biasanya terjadi dalam beberapa detik. Dan nyerinya selalu unilateral dan mengikuti distribusi sensoris dari nervus kranial V, khas mengenai daerah maksila (V.2) atau mandibula (V.3). Pemeriksaan fisis biasanya dapat mengeliminasi diagnosa alternatif. Tanda dari disfungsi nervus kranialis atau abnormalitas neurologis yang lain menyingkirkan diagnosis dari neuralgia trigeminal idiopatik. dan mungkin menandakan nyeri sekunder yang dirasakan akibat lesi struktural.(2, 3)



2.



ANATOMI DAN FISIOLOGI



Nervus trigeminus adalah saraf otak motorik dan sensorik. Serabut motoriknya mempersarafi muskulus maseter, temporalis, pterigoideus internus et eksternus, tensor timpani, omohioideus dan bagian anterior muskulus digastrikus.



Inti motoriknya terletak di pons. Serabut-serabut motoriknya bergabung dengan serabut-serabut sensorik nervus trigeminus yang berasal dari ganglion Gasseri. Serabutserabut sensoriknya menghantarkan impuls nyeri, suhu, raba dan perasaan proprioseptif. Kawasannya ialah wajah dan mukosa lidah dan rongga mulut serta lidah, dan rongga hidung. Impuls proprioseptif, terutama berasal dari otot-otot yang dipersarafi oleh cabang mandibular sampai ke ganglion Gasseri.(4)



Cabang pertama N.V. ialah cabang oftalmikus. Ia menghantarkan impuls protopatik dari bola mata serta rung orbita, kulit dahi sampai vertex. Impuls sekretomotorik dihantarkan 3



ke glandula lakrimalis. Serabut-serabut dari dahi menyusun nervus frontalis. Ia masuk melalui ruang orbita melalui foramen supraorbitale. Serabut-serabut dari bola mata dan rongga hidung bergabung menjadi seberkas saraf yang dikenal sebagai nervus nasosiliaris. Berkas saraf yang menuju ke glandula lakrimalis dikenal sebagai nervus lakrimalis. Ketiga berkas saraf, yakni nervus frontali, nervus nasosiliaris dan nervus lakrimalis saling mendekat pada fisura orbitalis superior dan di belakang fisura tersebut bergabung menjadi cabang I N.V. (nervus oftalmikus). Cabang tersebut menembus duramater dan melanjutkan perjalanan di dalam dinding sinus kavernosus. Pada samping prosesus klinoideus posterior ia keluar dari dinding tersebut dan berakhir di ganglion Gasseri. Di dekatnya terdapat arteri facialis (4)



Cabang kedua ialah cabang maksilaris yang hanya tersusun oleh serabut-serabut somatosensorik yang menghantarkan impuls protopatik dari pipi, kelopak mata bagian bawah, bibir atas, hidung dan sebagian rongga hidung, geligi rahang atas, ruang nasofarings, sinus maksilaris, palatum molle dan atap rongga mulut. Serabut-serabut sensorik masuk ke dalam os. maksilaris melalui foramen infraorbitalis. Berkas saraf ini dinamakan nervus infraorbialis. Saraf-saraf dari mukosa cavum nasi dan rahang atas serta geligi atas juga bergabung dalam saraf ini dan setelahnya disebut nervus maksilaris, cabang II N.V. Ia masuk ke dalam rongga tengkorak melalui foramen rotundum kemudian menembus duramater untuk berjalan di dalanm dinding sinus kavernosus dan berakhir di ganglion Gasseri. Cabang maksilar nervus V juga menerima serabut-serabut sensorik yang berasal dari dura fossa crania media dan fossa pterigopalatinum.(4)



Cabang mandibularis (cabang III N.V. tersusun oleh serabut somatomotorik dan sensorik serta sekretomotorik (parasimpatetik). Serabut-serabut somatomotorik muncul dari daerah lateral pons menggabungkan diri dengan berkas serabut sensorik yang dinamakan cabang mandibular ganglion gasseri. Secara eferen, cabang mandibular keluar dari ruang intracranial melalui foramen ovale dan tiba di fossa infratemporalis. Di situ nervus meningea media (sensorik) yang mempersarafi meninges menggabungkan diri pada pangkal cabang madibular. Di bagian depan fossa infratemporalis, cabang III N.V. bercabang dua.



Yang satu terletak lebih belakang dari yang lain. Cabang belakang merupakan pangkal dari saraf aferen dari kulit daun telinga (nervus aurikulotemporalis), kulit yang menutupi rahang bawah, mukosa bibir bawah, dua pertiga bagian depan lidah (nervus lingualis), glandula parotis dan gusi rahang bawah ( nervus dentalis inferior) dan serabut eferen yang 4



mempersarafi otot-otot omohioideus dan bagian anterior muskulus digastrikus Cabang anterior dari cabang madibular terdiri dari serabut aferen yang menghantarkan impuls dari kulit dan mukosa pipi bagian bawah dan serabut eferen yang mempersyarafi otot-otot temporalis, masseter, pterigoideus dan tensor timpani. Serabut-serabut aferen sel-sel ganglion gasseri bersinaps di sepanjang wilayah inti nukleus sensibilis prinsipalis (untuk raba dan tekan)serta nukleus spinalis nervi trigemini (untuk rasa nyeri) dan dikenal sebagai tractus spinalis nervi trigemini. dan didekatnya terdapat arteri a. Alveolaris inferior (4)



3. EPIDEMIOLOGI



Tidak ada studi sistematik mengenai prevalensi dari neuralgia trigeminal, namun suatu kutipan yang diperkirakan diterbitkan pada tahun 1968 mengatakan bahwa prevalensi dari neuralgia trigeminal mendekati 15,5 per 100.000 orang di United States. Sumber lain mengatakan bahwa insiden tahunannya adalah 4-5 per 100.000 orang, dimana menandakan tingginya prevalensi. Di beberapa tempat, penyakit ini jarang ditemukan. Onsetnya usia diatas 40 tahun pada 90% penderita. Neuralgia trigeminal sedikit lebih umum terjadi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Penyakit ini lebih sering terjadi pada sisi kanan wajah dibandingkan dengan sisi kiri (rasio 3:2), (2, 3) Penyakit ini lebih sering terjadi pada perempuan dan biasanya timbul setelah umur 50 tahun, jarang setelah umur 70 tahun. Insiden familial sedikit lebih tinggi (2%) dibanding insiden sporadik. Faktor resiko epidemiologis (umur, ras, kebiasaan merokok dan minum alkohol) diperkirakan penting dalam hubungannya dengan apakah wajah atas atau wajah bawah yang terkena. Perbandingan frekuensi antara laki-laki dan perempuan adalah 2:3, sedangkan perkembangan dari neuralgia trigeminal pada usia muda dihubungkan dengan kemungkinan dari multiple sklerosis. Neuralgia trigeminal yang idiopatik khas terjadi pada dekade kelima kehidupan, tapi dapat pula terjadi pada semua umur, sedangkan simptomatik atau neuralgia trigeminal sekunder cenderung terjadi pada pasien yang lebih muda.(3)



4.



ETIOLOGI



Etiologi trigeminal neuralgia (TN) dapat berupa pusat, perifer, atau keduanya. Saraf trigeminal (saraf kranial V) bisa menyebabkan nyeri, karena fungsi utama adalah sensorik. Biasanya, tidak ada lesi struktural hadir (85%), meskipun banyak peneliti setuju bahwa kompresi pembuluh darah, biasanya vena atau loop arteri di pintu masuk ke saraf trigeminal 5



pons, sangat penting untuk patogenesis berbagai idiopatik. Ini hasil kompresi dalam demielinasi saraf trigeminal fokus. Etiologi idiopatik diberi label secara default dan kemudian dikategorikan sebagai trigeminal neuralgia klasik. (10)



Kondisi idiopatik ini tidaklah diketahui sepenuhnya. Namun, kasus-kasus simtomatik akibat lesi organic yang dapat diidentifikasi lebih umum ditemui daripada yang sebelumnya disadari.(1)



Beberapa kasus mencerminkan gangguan serabut eferen nervus V oleh berbagai struktur abnormal sehingga disebut sebagai kasus-kasus neuralgia trigeminal simtomatik. Pada beberapa kasus seperti ini, nervus trigeminus tertekan oleh pembuluh darah vertebrobasiler yang ektasis atau`akibat tumor-tumor seperti neuroma trigeminal atau akustik, meningioma dan epidermoid pada sudut serebellopontin. Selain itu, traksi juga dapat diakibatkan oleh hidrosefalus akibat stenozis aquaductus.(1, 4, 5)



Beberapa kasus walaupun jarang merupakan manifestasi dari sklerosis multipel yang menyerang radiks desendens nervus trigeminus dan merupakan penyebab terbanyak kasus pada penderita muda. Selain itu, kausa lain yang dipostulatkan adalah inflamasi ganglion nonspesifik, maloklusi gigi, iskemia serta proses degeneratif sistem saraf.(1, 5)



V.



GAMBARAN KLINIK



Serangan trigeminal neuralgia dapat berlangsung dalam beberapa detik sampai semenit, unilateral (97%), Paling sering pada cabang ke 2 dan 3 Beberapa orang merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti ditusuk. Sementara yang lain merasakan nyeri yang cukup berat, seperti nyeri saat kena setrum listrik, kena pukulan jab, atau ada kawat di sepanjang wajahnya. nyeri yang muncul mendadak, berat, seperti sengatan listrik, biasanya pada satu sisi rahang atau pipi. Pada beberapa penderita, mata, telinga atau langit-langit mulut dapat pula terserang. Pada kebanyakan penderita, nyeri berkurang saat malam hari, atau pada saat penderita berbaring.



Serangan ini hilang timbul. Bisa jadi dalam sehari tidak ada rasa sakit. Namun, bisa juga sakit menyerang setiap hari atau sepanjang Minggu. Lalu, tidak sakit lagi selama beberapa waktu. Trigeminal neuralgia biasanya hanya terasa di satu sisi wajah, tetapi bisa 6



juga menyebar dengan pola yang lebih luas. Jarang sekali terasa di kedua sisi wajah dalam waktu bersamaan.



Insiden 4,3 per 100.000 populasi/tahun, perempuan > laki-laki, sering pada usia dewasa setelah 40 tahun, ditemukan juga pada anak usia 12 tahun.



VI. Klasifikasi Neuralgia Trigeminal (NT) dapat dibedakan menjadi: 1. NT Tipikal, 2. NT Atipikal, 3. NT karena Sklerosis Multipel, 4. NT Sekunder, 5. NT Paska Trauma, 6. Failed Neuralgia Trigeminal. Bentuk-bentuk neuralgia ini harus dibedakan dari nyeri wajah idiopatik (atipikal) serta kelainan lain yang menyebabkan nyeri kranio-fasial.



VII.



PATOFISIOLOGI



Ada beberapa hipotesis dari para ahli terhadap bagaimana patofisiologi neuralgia trigeminal ini. Diduga bahwa neuralgia trigeminal disebabkan oleh demielinisasi saraf yang mengakibatkan hantaran saraf cenderung meloncat ke serabut-serabut saraf di dekatnya. Hal ini mengakibatkan sentuhan yang ringan saja dapat dirasakan sebagai nyeri, akibat hantaran yang berlebihan itu.(11)



Aneurisma, tumor, peradangan meningeal kronis, atau lesi lainnya dapat mengiritasi akar saraf trigeminal sepanjang pons bisa juga menyebabkan gejala neuralgia trigeminal. Vaskular yang abnormal dari arteri serebelum superior sering disebut sebagai penyebabnya. Lesi dari zona masuknya akar trigeminal dalam pons dapat menyebabkan sindrom nyeri yang sama.(10)



Serangan nyerinya tidak dapat diperkirakan; karena nyeri dapat dicetuskan oleh aktivitas sehari-hari yang biasanya tidak menimbulkan nyeri (seperti menyisir rambut, mengunyah makanan, menggosok gigi, atau bahkan saat terkena hembusan angin). Dikenal 7



pula istilah trigger zone, yaitu daerah yang sering menjadi awal bermulanya neuralgia; yang terletak di sekitar daerah sekitar hidung dan mulut. (10)



VIII.



DIAGNOSIS



Untuk menegakkan diagnosis neuralgia trigeminal, IHS (International Headache Society) menetapkan kriteria diagnostik untuk neuralgia trigeminal sebagai berikut: (11) 1.



Serangan nyeri paroksismal yang bertahan selama beberapa detik sampai 2 menit, mengenai satu atau lebih daerah persarafan cabang saraf trigeminal.



2.



Nyeri harus memenuhi satu dari dua kriteria berikut: a.



Intensitas tinggi, tajam, terasa di permukaan, atau seperti ditusuk-tusuk.



b.



Berawal dari trigger zone atau karena sentuhan pemicu.



3.



Pola serangan sama terus.



4.



Tidak ada defisit neurologis.



5.



Tidak ada penyakit terkait lain yang dapat ditemukan.



Neuralgia trigeminal hendaknya memenuhi seluruh kriteria tersebut; minimal kriteria 1, 2, dan 3.(11)



IX. GAMBARAN KLINIS



Ciri khas neuralgia trigeminal adalah nyeri seperti tertusuk-tusuk singkat dan paroksismal, yang untuk waktu yang lama biasanya terbatas pada salah satu daerah persarafan cabang nervus V. Jika terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh salah satu cabang, kondisi yang ada dapat disebut neuralgia supraorbital, infraorbital atau mandibular tergantung saraf yang terlibat. Cabang I jauh lebih jarang terserang dan kadang-kadang setelah cabang II sudah terserang. Jika nyeri berawal pada daerah yang dipersarafi cabang II atau III, biasanya akan menyebar ke kedua cabang lainnya. Pada beberapa kasus dapat terjadi nyeri bilateral walaupun sangat jarang terjadi bersamaan pada kedua sisi. Menurut definisi yang ada, pasien akan bebas dari rasa nyeri di antara dua serangan paroksismal beruruan , walaupun nyeri sisahan kadang kadang ada.



Nyeri biasanya terbatas pada disteribusi



kutaseus cabang nV, tidak melintasi linea mediana dan dapat dipicu oleh lebih dari satu titik pemicu. Nyeri dapat sangat dirasakan pada kening, pipi, rahang atas atau bawah, atau lidah. Nyeri cenderung menyebar ke daerah persarafan cabang lain. Penampakan klinis yang khas adalah nyeri dapat dipresipitasi oleh sentuhan pada wajah , seperti saat cuci muka atau 8



bercukur, berbicara, mengunyah dan menelan. Nyeri yang timbul biasanya sangat berat sehingga pasien sangat menderita. Nyeri seringkali menimbulkan spasme reflex otot wajah yang terlibat sehingga disebut ‘tic douloreaux’, kemerahan pada wajah, lakrimasi dan salivasi.(1) Tabel 1. Rumusan ciri-ciri khas neuralgia trigeminal (6) A. A. Nyeri: paroksismal, intensitas tinggi, durasi pendek, sensasi shooting B. B. Cabang kedua atau ketiga n. trigeminus C. C. Kejadian: unilateral D. D. Onset: umur pertengahan; wanita (3:2); kambuh-kambuhan sering pada musim semi dan gugur E. E. Daerah pencetus: 50%; sensitive terhadap sentuhan atau gerakan F. F. Kehilangan fungsi sensorik: tidak ada ( kecuali pernah dirawat sebelumnya) G. G. Perjalanan penyakit: intermitten; cenderung memburuk; jarang hilang spontan H. H. Insidensi familial: jarang (2%)



Pada neuralgia trigeminal seringkali tidak ditemukan berkurangnya sensibilitas tetapi dapat ditemukan penumpulan rangsang raba atau hilangnya refleks kornea walaupun jarang. Serangan yang timbul dapat mengurangi nafsu makan, rekurensi dalam jangka lama dapat menyebabkan kehilangan berat badan, depresi hingga bunuh diri. Untungnya, serangan biasa berhenti pada malam hari, walaupun pasien dapat juga terbangun dari tidur akibat serangan. Remisi dari rasa sakit selamam berminggu-minggu hingga berbulan-bulan merupakan tanda dari penyakit tahap awal.(1)



Tabel 2: Perbedaan gejala klinis neuralgia trigeminal idiopatik dengan simptomatik adalah sebagai berikut (4)



Idiopatik



Simptomatik



Nyeri bersifat paroksimal di daerah sensorik



Nyeri terasa terus menerus di kawasan cabang



cabang oftalmikus atau cabang maksillaris



oftalmikus, atau nervus infra-orbitalis



dan/atau cabang mandibularis Timbulnya nyeri secara hilang timbul, serangan



Nyerinya terus-menerus tidak hilang timbul,



pertama



dengan puncak nyeri hilang timbul



bisa



berlangsung



30



menit



dan



serangan berikutanya antara beberapa detik sampai 1 menit Nyeri merupakan gejala tunggal dan utama



Disamping



nyeri



terdapat



juga



anestesia/hipestesia atau kelumpuhan saraf otak, ganguan autonom



9



Penderitra berusia 45 tahun. lebih sering wanita



Tidak memperlihatkan kecenderungan pada



dari pada laki-laki



wanita atau pria dan tidak terbatas pada golongan umur tertentu



X. PEMERIKSAAN PENUNJANG



Tidak ada uji spesifik dan definitif untuk neuralgia trigeminal. Pemeriksaan radiologis seperti CT scan dan MRI atau pengukuran elektrofisiologis periode laten kedipan dan refleks rahang



dikombinasikan



dengan



elketromiografi



masseter



dapat



digunakan



untuk



membedakan kasus-kasus simtomatik akibat gangguan struktural dari kasus idiopatik.(1,2)



Pemeriksaan tambahan baru diperlukan kalau ada keluhan neuralgia trigeminal pada orang-orang muda; karena biasanya ada penyebab lain yang tersembunyi. Itu pun perannya terbatas



untuk



eliminasi.



Pemeriksaan



yang



dapat



dilakukan:



Rontgen



TMJ



(temporomandibular joint) dan MRI otak (untuk menyingkirkan tumor otak dan multiple sclerosis).(10)



Pengukuran potensial somatosensorik yang timbul setelah perangsangan



nervus



trigeminus dapat juga digunakan untuk menentukan kasus yang disebabkan oleh ektasis arteri sehingga dapat ditangani dengan dekompresi operatif badan saraf pada fossa posterior.(1)



XI. DIAGNOSA BANDING



Neuralgia trigeminal harus dibedakan dari tipe nyeri lainnya yang muncul pada wajah dan kepala.(6)



Nyeri neuralgia postherpetikum dapat menyerupai neuralgia trigeminal, tetapi adanya eskar bekas erupsi vesikel dapat mengarahkan kepada neuralgia postherpetikum. Neuralgia postherpetikum pada wajah biasanya terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh nervus trigeminus cabang pertama.(1,5)



10



Sindrom Costen yang bermanifestasi sebagai nyeri menjalar ke rahang bawah dan pelipis saat mengunya) dapat menyerupai neuralgia trigeminal tetapi hanya dipicu oleh proses mengunyah; biasanya disebabkan oleh artrosis temporomandibular dan maloklusi gigi.(1)



Nyeri psikogenik daerah wajah sering menyebabkan kesulitan diagnosis. Sindrom yang disebut neuralgia fasial atipik ini (nyeri wajah atipikal) sering ditemukan pada wanita muda atau setengah baya. Nyeri bersifat tumpul dan menetap, sering kali unilateral pada rahang atas (walaupun dapat menyebar ke bagian lain kepala dan leher) dan biasanya dihubungkan dengan manifestasi ansietas kronik dan depresi. Tanda-tanda fisis tidak ditemukan dan pemberian analgetika tidak mempan. Perbaikan biasanya diperoleh dengan penggunaan antidepresan dan obat penenang oleh karena itu, penentuan diagnosis harus sebaik mungkin (1)



Neuralgia migrainosa (nyeri kepala sebelah) dapat menyebabkan nyeri paroksismal berat pada daerah persarafan trigeminal tetapi dapat dibedakan berdasarkan periode, ketiadaan faktor pencetus dan durasi tiap nyeri paroksismal yang lebih lama.(1,6)



Diagnosis Banding



Persebaran



Karakteristik Klinis



Faktor yang Meringankan/ Memperburuk



Penyakit yang



Tata



Dihubungkan



Laksana



Neuralgia



Daerah persarafan



Laki- laki/ perempuan =



Titik-titik rangsang



Idiopatik



Carbamazepine



Trigeminal



cabang II dan III



1:3,



sentuh, mengunyah,



Skeloris multipel



Phenytoin



nervus trigeminus,



Lebih dari 50 tahun,



senyum, bicara, dan



pada dewasa muda



Gabapentin



unilateral



Paroksismal (10-30



menguap



Kelainan pembuluh



Injeksi alkohol



detik), nyeri bersifat



darah



Koagulasi atau



menusuk-nusuk atau



Tumor nervus V



dekompresi bedah



Status ansietas atau



Anti ansietas dan anti depresan



sensasi terbakar, persisten selama bermingguminggu atau lebih, Ada titik-titik pemicu, Tidak ada paralisis motorik maupun sensorik. Neuragia



Unilateral atau



Lebih banyak ditemukan



Tidak ada



Fasial Atipik



bilateral, pipi atau



pada wanita usia 30-50



depresi



angulus



tahun



Histeria



nasolabialis,



Nyeri hebat berkelanjutan



Idiopatil



hidung bagian



umumnya pada daerah



11



dalam



maksila



Neuralgia



Unilateral



Riwayat herpes



Post



Biasanya pada



Nyeri seperti sensasi



anti depresan dan



herpetikum



daerah persebaran



terbakar, berdenyut-



sedatif



cabang oftalmikus



denyut



nervus V



Parastesia, kehilangan



Sentuhan, pergerakan



Herpes Zoster



Carbamazepin,



sensasi sensorik keringat Sikatriks pada kulit Sindrom



Unilateral,



Nyeri berat berdenyut-



Mengunyah, tekanan



Ompong, arthritis



Perbaikan geligi,



Costen



dibelakang atau di



denyut diperberat oleh



sendi



rematoid



operasi pada



depan telinga,



proses mengunyah,



temporomandibular



pelipis, wajah



Nyeri tekan sendi



beberapa kasus



temporo-mandibula, Maloklusi atau ketiadaan molar Neuralgia



Orbito-frontal,



Migreno-sum



rahang atas,



Nyeri kepala sebelah



Alkohol pada



Tidak ada



beberapa kasus



Ergotamin sebagai profilaksis



angulus nasolabial



XII. PENATALAKSANAAN



A. Medikamentosa Table (13)



Drugs First



carbamazepin



eficienc



Side



y



effect



+++



+++



line oxcarbazepin



Second



Gabapentin



+++*



++*



++



++



line baclofen



++*



+++



Dose



Target



increments



daily dose



100 mg 2x1



50-100 mg setiap



400-1000 mg



perhari



2-4 hari



Initial dose



300mg



2x1



600 mg setiap 1



perhari



minggu



300 mg 1x1



300 mg setiap 3



perhari



hari



10



10 mg setiap hari



mg 3x1



600-2400 mg



900-2400 mg



50-60 mg



perhari



12



Obat yang paling efektif adalah karbamazepin (tegretol®) 100-200 mg 3-4X sehari tergantung toleransi. Dan jika nyeri masih ada maka diberika penambahan dosis 50-100 mg setiap hari ke 2-4, dan dosis maksimal 1 gr perhari, suatu antikonvulsan, efektif pada kebanyakan kasus tetapi menyebabkan rasa pusing dan mual pada beberapa pasien sedangkan pada pasien lain timbul ruam pada kulit dan leucopenia sehingga terpaksa dihentikan. Setelah beberapa minggu atau bulan pemberian, obat dapat dihentikan tetapi harus diberikan lagi jika nyeri berulang, jika setelah penggunaan jangka panjang (6 bulan) dan keberhasilan obat turun 50 % maka dosis harus di turunkan secara perlahan jika memungkinkan dapat langsung di hentikan.(1,13)



Setelah penggunaan carbamazepin tidak efektif lg maka digunakan obat-obatan anti konvulsan selain karbamazepin dapat memperpendek durasi dan beratnya serangan (second line). Obat-obat seperti ini contohnya phenitoin (300-400 mg/hari), asam falproat (800-1200 mg/hari), klonazepam (2-6 mg/hari), dan gabapentin (300-900 mg/hari). Baclofen dapat digunakan pada pasien yang tidak mentoleransi karbamazepin atau gabapentin, tetapi sebenarnya paling efektif digunakan sebagai adjuvan terhadap salah satu antikonvulsan. Capsaisin yang diberikan lokal pada titik pemicu atau diberikan sebagai tetes mata topikal pada mata (proparakain 0,5%) cukup membantu pada beberapa pasien.(7)



Sekitar 80% pasien berespon pada pengobatan karbamazepin atau gabapentin dengan dosis yang tepat. Pengobatan harus dilakukan setiap hari dan dosisnya dinaikkan secara bermakna hingga nyeri yang dirasakan berkurang.(8)



B. Non-medikamentosa



Diberikan jika pasien sudah tidak dapat berespons dengan obat-obatan ataupun pasien yang perlahan-lahan mulai memperlihatkan gejala resistansi dengan terapi obat.(11)



I.



Injeksi Jika nyeri terbatas pada daerah persebaran saraf supraorbital dan infraorbital, injeksi



alkohol atau fenol seringkali dapat memberikan kelegaan yang bertahan berbulan-bulan hingga menahun. Setelah itu, injeksi harus diulang jika nyeri rekuren. Sayangnya, injeksi berikutnya lebih sulit dilakukan akibat sikatriks yang timbul akibat injeksi sebelumnya. Walaupun begitu, terapi injeksi cukup berguna untuk menghindari operasi selama beberapa 13



waktu dan pada waktu bersamaan membiasakan pasien dengan efek samping yang tidak terhindarkan yang dapat ditimbulkan oleh operasi, utamanya hilang rasa.(1,6)



II. Operatif Operasi klasik untuk penyakit ini bertujuan membagi ganglion sensorik nervus trigeminus yang terletak proksimal dari ganglion Gasseri pada fossa crania medialis. Ganglion motorik tetap tidak mendapat intervensi dan dengan menyisakan serabut saraf bagian atas, pasien tetap dapat merasa pada daerah yang dipersarafi cabang I. sehingga serabut saraf sensorik kornea dan reflex kornea tetap normal. Rasa nyeri dan raba akan hilang selamanya pada daerah yang dipersarafi serabut saraf yang diinsisi. Jika saraf perifer diinsisi di distal ganglion Gasseri, dapat terjadi regenerasi sehingga nyeri muncul lagi. Cabang sensorik



juga dapat dibagi di dalam fossa kranial posterior di mana serabut tersebut



bergabung dengan pons. Dengan pendekatan yang serupa, tractus medulla desendens nervus trigeminus dapat dipotong pada medulla. Karena traktus ini hany mengandung serabut saraf nyeri, sensasi sentuh tetap dipertahankan. Tractotomi jauh lebih berbahaya dengan hasil tidak pasti disbanding pembelahan cabang sensorik sehingga biasanya dilakukan hanya pada kondisi-kondisi tertentu seperti jika nyeri terbatas pada nervus supraorbitalis dan reflex kornea ingin dipertahankan, atau terdapat keterlibatan bilateral dan cabang motorik ingin dipastikan bertahan.(6)



XIII.



PROGNOSIS



Neuralgia trigeminal bukan merupakan penyakit yang mengancam nyawa. Namun, neuralgia trigeminal cenderung memburuk bersama dengan perjalanan penyakit dan banyak pasien yang sebelumnya diobati dengan tatalaksana medikamentosa harus dioperasi pada akhirnya. Banyak dokter menyarankan operasi seperti dekompresi mikrovaskular pada awal penyakit untuk menghindari jejas demyelinasi. Namun, masih ada perdebatan dan ketidakpastian mengenai penyebab neuralgia trigeminal, serta mekanisme dan faedah dari pengobatan yang memberikan kelegaan pada banyak pasien.(2)



14



DAFTAR PUSTAKA



1.



Walton, Sir John. Brain’s Disease of Nervous System. New York: Oxford Universiy Press; 1985.p.110-2



2. Turkingston, Carol A. Trigeminal Neuralgia. In: Stacey L C and Brigham N, editors. The Gale Encyclopedia Of Neurological Disorder. Detroit: Thomson Gale; 2006.p.875-7. 3.



Huff S J. Trigeminal Neuralgia. [Online] 2010 [cited 2011 January 31]:[1 screen]. Available from: URL: http://emedicine.org/trigeminal-neuralgia.htm



4.



Marjono, Mahar and Priguna Sidharta. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 1988.p.149-59



5. Merrit H H. A Textbook Of Neurology 5th ed. Philadelphia: Lea and Febiger; 1973.p.3658 6. Kane CA and Walter W. Craniofacial Neuralgia. In: Baker A B. Clinical Neurology. New York: Harper and Row; 1965.p.1897-904 7. Ropper AH and Robert H B. Adams And Victor’s Principles Of Neurology 8th ed. New York: McGraw-Hill; 2006.p.161-3 8. Mumenthaler M, Heinrich M, and Ethan T. Fundamentals Of Neurology An Illustrated Guide. New York: Thieme; 2006.p.253-4 9.



Institute of Physiology and Pathophysiology, Johannes Gutenberg-University, Mainz, Germany. Handbook of Clinical Neurology, 2007; Pain and hyperalgesia: definitions and theories.p.11



10. J Stephen Huff, MD; Chief Editor: Rick Kulkarni, MD, Medscape reference. Disease, drugs, and Procedure. Trigeminal Neuralgia in Emergency Medicine. 11. Siccoli MM, Bassetti CL, Sándor PS. Facial pain: clinical differential diagnosis. Lancet Neurology 2006; 5: 257-67; Mengenal Neuralgia Trigeminal: Nyeri Hebat Sesisi Wajah. 12. Jyotsna Nagda And Zahid H. Bajwa; Principles & Practice of Pain Medicine , 2nd Edition; Classification of pain. 13. Benetto luke, peter nikunj and fuller geraint; neurology; neuralgia trigeminal



15