Asuhan Keperawatan Pasien Diabetes Militus-1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DIABETES MILITUS Disusun guna memenuhi tugas Keperawatan Paliatif Dosen pembimbing : Mukhadiono, SST, M.H



Disusun Oleh :



3A POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PURWOKERTO PROGRAM DIPLOMA III 2022



KATA PENGANTAR Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan karunia Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan Makalah Mata Kuliah Keperawatan Kritis. Penulisan Makalah berjudul “Asuhan Keperawatan Paliatif Diabetes Militus” dapat diselesaikan karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini. Penulis menyadari makalah berjudul “Asuhan Keperawatan Paliatif Diabetes Militus” masih memerlukan penyempurnaan, oleh karena itu segala bentuk kritik membangun dan saran pembaca demi penyempurnaan makalah ini sangat diperlukan. Demikian yang dapat kami sampaikan. Semoga makalah ini berguna dan bermanfaat serta menambah wawasan bagi penulis maupun pembacanya. Terima kasih.



Purwokerto, 27 Agustus 2022



Penulis



DAFTAR ISI



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis, social atau spiritual. (World Health Organization, 2016). Diabetes Melilitus (DM) adalah penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh. Gangguan metabolisme tersebut disebabkan karena kurangnya produksi hormon insulin yang diperlukan tubuh. Penyakit ini juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula darah. Penyakit diabetes merupakan penyakit endokrin yang paling banyak ditemukan(Susanti, 2019). International Diabetes federation (IDF) (2019) menjelaskan bahwa Diabetes Melitus merupakan salah satu penyakit kronis paling umum di dunia, terjadi ketika produksi insulin pada pankreas tidak mencukupi atau pada saat insulin tidak dapat digunakan secara efektif oleh tubuh yang menjadi perhatian penting karena merupakan bagian dari empat prioritas penyakit tidak menular yang selalu mengalami peningkatan setiap tahun dan menjadi ancaman kesehatan dunia pada era saat ini. Data World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa tercatat 422 juta orang di dunia menderita diabetes melitus atau terjadi peningkatan sekitar 8,5 % pada populasi orang dewasa dan diperkirakan terdapat 2,2 juta kematian dengan presentase akibat penyakit diabetes melitus yang terjadi sebelum usia 70 tahun, khususnya di negara-negara dengan status ekonomi rendah dan menengah. Bahkan diperkirakan akan terus meningkat sekitar 600 juta jiwa pada tahun 2035 (Kemenkes RI, 2018). Indonesia menduduki peringkat keempat dari sepuluh besar negara di dunia, kasus diabetes melitus tipe 2 dengan prevalensi 8,6% dari total populasi, diperkirakan meningkat dari 8,4 juta jiwa pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun 2030. Prevalensi diabetes melitus yang terdiagnosis pada tahun 2018, penderita terbesar berada pada kategori usia 55 sampai 64 tahun yaitu 6,3% dan 65 sampai 74 tahun yaitu 6,03% (Riskesdas, 2018). Diabetes melitus pada lansia terjadi karena faktor usia yang menyebabkan penurunan sel fungsi pankreas dan sekresi insulin. Hal



ini terjadi karena kurangnya massa otot dan perubahan vaskuler, obesitas, kurangnya aktifitas fisik, konsumsi obat yang bermacam-macam, faktor genetik, riwayat penyakit lain dan sering menderita stress (ADA, 2019). Pada umumnya, diabetes melitus pada lansia tidak terdapat gejala polipagi, polidipsi, poliuri, yang menjadi penyebab adalah adanya komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Akibat proses menua terjadi perubahan patofisiologi sehingga gambaran klisnisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus yang memiliki komplikasi yang luas. Komplikasi diabetes terjadi pada semua organ tubuh dengan penyebab kematian 50% akibat penyakit jantung koroner dan 30% akibat gagal jantung. Selain kematian, diabetes melitus juga menyebabkan kecacatan, sebanyak 30% penderita diabetes melitus mengalami kebutaan akibat komplikasi retinopati dan 10% menjalani amputasi tungkai kaki (Bustan, 2015). . Kebutuhan pasien yang memiliki penyakit pada stadium lanjut tidak hanya pada pemenuhan atau pengobatan gejala fisik, tetapi juga membutuhkan dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial, dan spiritual yang dikenal sebagai perawatan paliatif. Diabetes sebagai penyakit progresif yang tidak hanya membutuhkan perawatan kuratif dan rehabilitatif tetapi juga perawatan paliatif, sehingga kualitas hidup pasien dan keluarga terpenuhhi. Oleh karena itu, penatalaksanaan dan interrvnsi asuhan keperawatan paliatif yang tepat sangatlah diperlukan untuk menunjang kualitas hidup pasien. B. Tujuan Tujuan dari penulisan ini untuk mengetahui konsep dari asuhan keperawatan palatif pada pasien diabetes mellitus.



BAB II KONSEP PENYAKIT



A. DEFINISI Kata diabetes berasal dari bahasa latin yang berarti "melewati",mengacu pada poliuria - gejala khas diabetes mellitus (DM). Kata mellitus berarti "dari madu", yang berarti glikosuria, merupakan ciri dari diabetes insipidu (Rodriguez-Saldana, 2019). Diabetes Melitus didefinisikan oleh World Health Organization (WHO) sebagai sindrom metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia kronis akibat salah satu dari beberapa kondisi yang menyebabkan sekresi dan / atau tindakan insulin yang rusak. Pradiabetes adalah keadaan yang ditandai dengan kelainan metabolisme yang meningkatkan risiko terkena DM dan komplikasinya. Penyakit Diabetes Melilitus (DM) adalah penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh. Gangguan metabolisme tersebut disebabkan karena kurangnya produksi hormone insulin yang diperlukan tubuh. Penyakit ini juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula darah. Penyakit diabetes merupakan penyakit endokrin yang paling banyak ditemukan(Susanti,2019) Diabetes Mellitus atau sering disebut dengan kencing manis adalah suatu penyakit kronik yang terjadi ketika tubuh tidak dapat memproduksi cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin (resistensi insulin), dan di diagnosa melalui pengamatan kadar glukosa di dalam darah. Insulin merupakan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pancreas yang berperan dalam memasukkan glukosa dari aliran darah ke sel-sel tubuh untuk digunakan sebagai sumber energy (Putri, 2019). Diabetes merupakan salah satu penyakit progresif yang memerlukan penanganan lama dan biaya yang besar. Pasien dengan penyakit progresif tidak hanya mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas, tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang memengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya. Kebutuhan pasien yang memiliki penyakit pada stadium lanjut tidak hanya pada pemenuhan atau pengobatan gejala fisik, tetapi juga



membutuhkan dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial, dan spiritual yang dikenal sebagai perawatan paliatif. Diabetes penyakit progresif yang tidak hanya membutuhkan perawatan kuratif dan rehabilitatif tetapi juga membutuhkan perawatan paliatif dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi pasien. B. ETIOLOGI Dalam (Walker, 2020) Semua sel tubuh Anda membutuhkan energi. Sumber utamanya adalah glukosa, yang membutuhkan hormon insulin untuk masuk ke dalam sel. Pada penyakit diabetes, terdapat kekurangan insulin atau insulin tidak dapat bekerja dengan baik, yang menyebabkan berbagai gejala dan gangguan kesehatan. Pada penderita diabetes, glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke sel tubuh sehingga kehilangan sumber energi yang biasa. Tubuh mencoba membuang kelebihan glukosa dalam darah dengan mengeluarkannya melalui urin, dan menggunakan lemak dan protein (dari otot) sebagai sumber energi alternatif. Hal ini mengganggu proses tubuh dan menyebabkan gejala diabetes. Akibatnya, glukosa menumpuk di dalam darah dan menyebabkan gejala seperti mengeluarkan banyak air seni, karena tubuh Anda mengeluarkan kelebihan glukosa dengan menyaringnya ke dalam urin. Karena tubuh Anda tidak dapat menggunakan glukosa untuk energi, ia menggunakan otot dan simpanan lemaknya, yang dapat menyebabkan gejala seperti penurunan berat badan. Sedangkan Etologi Diabetes Melitus menurut Sya’diyah, H., dkk (2020) & Manurung, Ayu R. M.(2021), antara lain : 1.



Tidak adekuat produksi insulin oleh pankreas, sehingga terjadi peningkatan kebutuhan insulin,



2. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta melepas insulin, 3. Faktor –faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan, 4. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai pembentukan sel –sel antibodi antipankreatik



dan



mengakibatkan



kerusakan sel -sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus. pemakaian glukosa oleh sel-sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300-1200 mg/dl.



5. Kelainan



insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan



jaringan



terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin. 6. Usia yang bertambah. Dengan semakin bertambahnya usia, kemungkinan terkena diabetes pun semakin besar. Diabetes tipe 2 terutama ditemukan pada orang-orang yang berusia diatas 40 tahun. 7. Riwayat diabetes mellitus dalam keluarga Bila ada kakek, nenek, ibu, ayah, atau sanak saudara yang mengidap diabetes, maka risiko untuk terkena diabetes tipe 1 maupun tipe 2 bertambah besar. 8. Kurang olahraga dan kebiasaan makan banyak kalori Kebiasaan hidup santai, banyak mengkonsumsi makanan berkalori tinggi, serta kurang berolahraga, akan menimbulkan obesitas serta memicu timbulnya diabetes. Riwayat diabetes gestasional terdahulu. Etiologi lain : pankreatitis, tumor pankreas, obesitas, hipertiroid, akromegali, kehamilan, infeksi C. TANDA & GEJALA Diabetes Mellitus sering muncul dan berlangsung tanpa timbulnya tanda dan gejala klinis yang mencurigakan, bahkan kebanyakan orang tidak merasakan adanya gejala. Akibatnya, penderita baru mengetahui menderita Diabetes Mellitus setelah timbulnya komplikasi. Diabetes Mellitus tipe 1 yang dimulai pada usia muda memberikan tanda-tanda yang mencolok seperti tubuh yang kurus, hambatan pertumbuhan, retardasi mental, dan sebagainya (Gumilar, W. N., 2022). Berbeda dengan Diabetes Mellitus tipe 1 yang kebanyakan mengalami penurunan berat badan, penderita Diabetes Mellitus tipe 2 seringkali mengalami peningkatan berat badan. Hal ini disebabkan terganggunya metabolism karbohidrat karena hormon lainnya juga terganggu (Ariza, D., 2019). Menurut (Syamsiyah, N., 2022) penyakit diabetes melitus ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan dan tidak disadari penderita. Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160-180 mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut. Gejala dan tanda-tanda DM dapat digolongkan menjadi 2 yaitu : 1. Gejala akut penyakit DM



Gejala penyakit DM bervariasi pada setiap, bahkan mungkin tidak menunjukan gejala apapun sampai saat tertentu. Pemulaan gejala yang ditunjukan meliputi : a. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (poliphagi) Pada diabetes, karena insulin bermasalah pemaasukan gula kedalam sel sel tubuh kurang sehingga energy yang dibentuk pun kurang itun sebabnya orang menjadi lemas. Oleh karena itu, tubuh berusaha meningkatkan asupan makanan dengan menimbulkan rasa lapar sehingga timbulah perasaan selalu ingin makan. b. Sering merasa haus (polidipsi) Dengan banyaknya urin keluar, tubuh akan kekurangan air atau dehidrasi.untu mengatasi hal tersebut timbulah rasa haus sehingga orang ingin selalu minum dan ingin minum manis, minuman manis akan sangat merugikan karena membuat kadar gula semakin tinggi. c. Jumlah urin yang dikeluarkan banyak(poliuri) Jika kadar gula melebihi nilai normal, maka gula darah akan keluar bersama urin, untuk menjaga agar urin yang keluar, yang mengandung gula,tak terlalu pekat, tubuh akan menarik air sebanyak mungkin ke dalam urin sehingga volume urin yang keluar banyak dan kencing pun sering.Jika tidak diobati maka akan timbul gejala banyak minum, banyak kencing, nafsu makan mulai berkurang atau berat badan turun dengan cepat (turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah dan bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual. 2. Gejala kronik penyakit DM Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM adalah : a. Kesemutan. b. Kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum. c. Rasa tebal dikulit. d. Kram. e. Mudah mengantuk. f. Mata kabur. g. Biasanya sering ganti kaca mata. h. Gatal disekitar kemaluan terutama pada wanita. i. Gigi mudah goyah dan mudah lepas. j. Kemampuan seksual menurun.



k. Dan para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg. D. PATOFISIOLOGI Diabetes Mellitus (DM) merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan oleh terjadinya kerusakan pada sel-sel β pulau Langerhans dalam kelenjar pankreas, sehingga hormon insulin disekresikan dalam jumlah yang sedikit, bahkan tidak sama sekali. Diabetes mellitus juga dapat disebabkan oleh terjadinya penurunan sensitifitas reseptor hormon insulin pada sel. Metabolisme adalah proses pembentukan energi di dalam tubuh. Dalam proses metabolisme insulin memegang peranan penting yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat atau hormone yang disekresikan oleh sel–sel beta yang salah satu dari empat tiap sel dalam pulau–pulau langerhans pankreas. Insulin diumpamakan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa itu dioksidasi menjadi energi atau tenaga. Pada diabetes mellitus tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel- sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiprglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dalam darah dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sudah makan). Ketika konsentrasi glukosa dalam darah terjadi cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria). Apabila glukosa yang berlebih dieksresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini disebut dengan diuresis osmotic. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebih, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (polyuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat



menyebabkan tanda dan gejala seperti nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disetai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri - ciri khas diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin yang adekuat untuk pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian,diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketik (HHNK). Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi). Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskuler) disebut mikroangiopati. Ada tiga problem utama yang terjadi bila kekurangan atau tanpa insulin: 1. Penurunan penggunaan glukosa 2. Peningkatan mobilisasi lemak 3. Peningkatan pengunaan protein (Yanti, Ni Putu Yesi Erdiana, 2019). E. KOMPLIKASI Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada pasien DM akan menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi DM menurut Supiyarsih (2018) terbagi menjadi dua berdasarkan lama terjadinya yaitu: komplikasi akut dan komplikasi kronik. 1. Komplikasi akut a. Ketoasidosis diabetik (KAD)



KAD merupakan komplikasi akut DM yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dL), disertai dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasmameningkat (300-320 mos/mL) dan terjadi peningkatan anion gap. b. Hiperosmolar non ketotik (HNK) Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (6001200 mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma sangat meningkat (330-380 mOs/mL), plasma keton (+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat. c. Hipoglikemia Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah mg/dL. Pasien DM yang tidak sadarkan diri harus dipikirkan mengalami keadaan hipoglikemia. Gejala hipoglikemia terdiri dari berdebar-debar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar, pusing, gelisah, dan kesadaran menurun sampai koma. 2. Komplikasi kronik Komplikasi jangka panjang menjadi lebih umum terjadi pada pasien DM saat ini sejalan dengan penderita DM yang bertahan hidup lebih lama. Penyakit DM yang tidak terkontrol dalam waktu yang lama akan menyebabkan terjadinya komplikasi kronik.



d. Neuropati Diabetes neuropati adalah kerusakan saraf sebagai komplikasi serius akibat DM. Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi distal dan biasanya mengenai kaki terlebih dahulu, lalu ke bagian tangan. Neuropati berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering dirasakan adalah kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih terasa sakit di malam hari. Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi



adanya



polineuropatidistal.



Apabila



ditemukan



adanya



polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai akan menurunkan risiko amputasi. Semua penyandang DM yang disertai neuropati perifer harus diberikan edukasi perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki.



e. Komplikasi makrovaskular Komplikasi makrovaskular pada DM terjadi akibat aterosklerosis dari pembuluh-pembuluh darah besar, khususnya arteri akibat timbunan plak ateroma. Makroangiopati tidak spesifik pada DM namun dapat timbul lebih cepat, lebih sering terjadi dan lebih serius. Berbagai studi epidemiologis menunjukkan bahwa angka kematian akibat penyakit kardiovaskular dan penderita DM meningkat 4-5 kali dibandingkan orang normal. Komplikasi makroangiopati umumnya tidak ada hubungan dengan control kadar gula darah yang baik. Tetapitelah



terbukti



secara epidemiologi



bahwa



hiperinsulinemia merupakan suatu factor resiko mortalitas kardiovaskular dimana peninggian kadar insulin dapat menyebabkan terjadinya risiko kardiovaskular menjadi semakin tinggi. Kadar insulin puasa > 15 mU/mL akan meningkatkan risiko mortalitas koroner sebesar 5 kali lipat. Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar antara lain adalah pembuluh darah jantung atau penyakit jantung koroner, pembuluh darah otak atau stroke, dan penyakit pembuluh darah. Hiperinsulinemia juga dikenal sebagai faktor aterogenik dan diduga berperan penting dalam timbulnya komplikasi makrovaskular. f. Komplikasi Mikrovaskuler Komplikasi mikrovaskular terjadi akibat penyumbatan pada pembuluh darah kecil khususnya kapiler yang terdiri dari retinopati diabetik dan nefropati diabetik. Retinopati diabetic dibagi dalam 2 kelompok, yaitu retinopati non proliferatif dan retinopati proliferatif. Retinopati non proliferatif



merupakan



stadium



awal



dengan



ditandai



adanya



mikroaneurisma, sedangkan retinopati proliferatif, ditandai dengan adanya pertumbuhan pembuluh darah kapiler, jaringan ikat dan adanya hipoksia retina. Seterusnya, nefropati diabetik adalah gangguan fungsi ginjal akibat kebocoran selaput penyaring darah. Nefropati diabetic ditandai dengan adanya proteinuria persisten (>0,5 gr/24 jam), terdapat retinopati dan hipertensi. Kerusakan ginjal yang spesifik pada DM mengakibatkan perubahan fungsi penyaring, sehingga molekul-molekul besar seperti protein dapat masuk ke dalam kemih (albuminuria). Akibat dari nefropati diabetik tersebut dapat menyebabkan kegagalan ginjal progresif dan upaya preventif pada nefropati adalah kontrol metabolisme dan kontrol tekanan darah



F. PATHWAY



G. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang untuk diabetes militus menurut Ismail, F. G. (2020) yaitu : 1. Pemeriksaan glukosa darah g. Glukosa Plasma Vena Sewaktu Pemeriksaan gula darah vena sewaktu pada pasien DM tipe II dilakukan pada pasien DM tipe II dengan gejala klasik seprti poliuria, polidipsia dan polifagia. Gula darah sewaktu diartikan kapanpun tanpa memandang terakhir kali makan. Dengan pemeriksaan gula darah sewaktu sudah dapat menegakan diagnosis DM tipe II. Apabila kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl (plasma vena) maka penderita tersebut sudah dapat disebut DM. Pada penderita ini tidak perlu dilakukan pemeriksaan tes toleransi glukosa h. Glukosa Plasma Vena Puasa Pada pemeriksaan glukosa plasma vena puasa, penderita dipuasakan 8-12 jam sebelum tes dengan menghentikan semua obat yang digunakan, bila ada obat yang harus diberikan perlu ditulis dalam formulir. Intepretasi pemeriksan gula darah puasa sebagai berikut: kadar glukosa plasma puasa < 110 mg/dl dinyatakan normal, ≥126 mg/dl adalah diabetes melitus, sedangkan antara 110-126 mg/dl disebut glukosa darah puasa terganggu (GDPT). Pemeriksaan gula darah puasa lebih efektif dibandingkan dengan pemeriksaan tes toleransi glukosa oral. i. Glukosa 2 jam Post Prandial (GD2PP) Tes dilakukan bila ada kecurigaan DM. Pasien makan makanan yang mengandung 100gr karbohidrat sebelum puasa dan menghentikan merokok serta berolahraga. Glukosa 2 jam Post Prandial menunjukkan DM bila kadar glukosa darah ≥ 200 mg/dl, sedangkan nilai normalnya ≤ 140. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140 mg/dl tetapi < 200 mg/dl.28 j. Glukosa jam ke-2 pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) Pemeriksan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dilakukan apabila pada pemeriksaan glukosa sewaktu kadar gula darah berkisar 140-200 mg/dl untuk memastikan diabetes atau tidak. Sesuai kesepakatan WHO tahun 2006, tatacara tes TTGO dengan cara melarutkan 75gram glukosa pada dewasa, dan 1,25 mg pada anak-anak kemudian dilarutkan dalam air 250-300 ml dan



dihabiskan dalam waktu 5 menit. TTGO dilakukan minimal pasien telah berpuasa selama minimal 8 jam. Penilaian adalah sebagai berikut; 1) Toleransi glukosa normal apabila ≤ 140 mg/dl; 2)



Toleransi glukosa terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140 mg/dl tetapi < 200 mg/dl; dan



k. Toleransi glukosa ≥ 200 mg/dl disebut diabetes melitus. 2. Pemeriksaan HbA1c HbA1c merupakan reaksi antara glukosa dengan hemoglobin, yang tersimpan dan bertahan dalam sel darah merah selama 120 hari sesuai dengan umur eritrosit. Kadar HbA1c bergantung dengan kadar glukosa dalam darah, sehingga HbA1c menggambarkan rata-rata kadar gula darah selama 3 bulan. Sedangkan pemeriksaan gula darah hanya mencerminkan saat diperiksa, dan tidak menggambarkan pengendalian jangka panjang. Pemeriksaan gula darah diperlukan untuk pengelolaaan diabetes terutama untuk mengatasi komplikasi akibat perubahan kadar glukosa yang berubah mendadak. •



HbA1c < 6.5 % Kontrol glikemik baik







HbA1c 6.5 -8 % Kontrol glikemik sedang







HbA1c > 8 % Kontrol glikemik buruk



Sedangkan menurut PERKENI (2021) Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah dan HbA1c. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada pasien DM. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti: 1.



Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.



2. Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita. Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus 1. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ш 126 mg/dL. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam, Atau 2. Pemeriksaan glukosa plasma ш 200 mg/dL 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram, Atau



3. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ш 200 mg/dL dengan keluhan klasik atau krisis hiperglikemia, Atau Pemeriksaan HbA1c ш 6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP) dan Diabetes Control and Complications Trial assay (DCCT) H. PENATALAKSANAAN Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup penderita diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi : 9. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut. 10. Tujuan jangka Panjang : mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati dan makroangiopati. 11. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid (mengukur kadar lemak dalam darah), melalui pengelolaan pasien secara komprehensif. Penatalaksanaan pasien diabetes mellitus dikenal 4 pilar penting dalam mengontrol perjalanan penyakit dan komplikasi. Empat pilar tersebut adalah edukasi, terapi nutrisi, aktifitas fisik dan farmakologi. Salah satu parameter yang dapat dipercaya sebagai indikator keberhasilan pengontrolan kadar glukosa darah adalah kadar hemoglobin yang terglikosilasi (HbA1c) dapat digunakan sebagai suatu indicator penilaian kontrol kadar glukosa darah pada pasien diabetes dalam 2-3 bulan terakhir( PERKERNI, 2021). a) Edukasi Diabetes melitus tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola hidup dan perilaku telah



terbentuk



dengan



mapan.Pemberdayaan



penyandang



diabetes



melitus



memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga, masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Edukasi yang di berikan meliputi : 1) Edukasi untuk pencegahan primer yaitu edukasi yang ditunjukkan untuk kelompok resiko tinggi. 2) Edukasi untuk pencegahan skunder yaitu edukasi yang ditunjukkan untuk pasien



baru.



Materi



edukasi



beruapa



penegrtian



diabetes,



penatalaksanaan, mengenal dan mencegah komplikasi akut dan kronik.



gejala,



3) Edukasi untuk penceghan tersier yaitu edukasi yang ditunjukkan pada pasien tingkat lanjut, dan materi yang diberikan meliputi : cara pencegahan komplikasi dan perawatan, upaya untuk rehabilitasi. b) Terapi gizi atau Perencanaan Makan Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). Perencanaan makan pada pasien diabetes meliputi : 3. Memenuhi kebutuhan energi pada pasien diabetes mellitus. 4. Terpenuhi nutrisi yang optimal pada makanan yang disajikan seperti vitamin dan mineral 5. Mencapai dan memelihara berat badan yang stabil. 6. Menghindari makan makanan yang mengandung lemak, karena pada pasien diabetes melitus jika serum lipid menurun maka resiko komplikasi penyakit makrovaskuler akan menurun. 7. Mencegah level glukosa darah naik, karena dapat mengurangi komplikasi yang dapat ditimbulkan dari diabetes melitus. Terapi gizi bisa juga dengan program 3J yaitu Jenis makanan, Jadwal makan, & Jumlah kalori. c) Latihan jasmani Latihan jasmani sangat penting dalam pelaksanaan diabetes karena dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskuler. Latihan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Latihan juga dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total serta. Kegiatan seharihari dan latihan jasmani secra teratur (3-4 kali seminggu selama kurang dari 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes melitus. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti : jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknnya disesuiakan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Pedoman umum untuk melakukan latihan jasmani pada pasien diabetes yaitu : 1) Gunakan alas kaki yang tepat, dan bila perlu alat pelindungan kaki lainnya. 2) Hindari latihan dalam udara yang sangat panas atau dingin. 3) Periksa kaki setelah melakukan latihan.



d) Terapi farmakologi Pengobatan DM secara menyeluruh mencakup diet yang benar, olah raga yang teratur, dan obat-obatan yang diminum atau suntikan insulin. Pasien diabetes melitus tipe 1 mutlak diperlukan suntikan insulin setiap hari.pasien diabetes melitus tipe 2, umumnya pasien perlu minum obat antidiabetes secara oral atau tablet. Pasien diabetes memerlukan suntikan insulin pada kondisi tertentu, atau bahkan kombinasi suntikan insulin dan tablet. Terapi farmakologi diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. Obat hipoglikemik oral, Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan: Pemicu sekresi insulin sulfonylurea dan glinid. Peningkat sensitivitas terhadap



insulin



metformin



dan



tiazolidindion.Penghambat



glukoneogenesis.



Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.DPP-IV inhibitor e) Monitoring keton dan gula darah Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri penderita DM dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal. Monitoring glukosa darah merupakan pilar kelima dianjurkan kepada pasien diabetes melitus. Monitor level gula darah sendiridapat mencegah dan mendeteksi kemungkinan terjadinya hipoglikemiadan hiperglikemia dan pasien dapat melakukan keempat pilar di atas untuk menurunkan resiko komplikasi dari diabetes mellitus. I. PENATALAKSANAAN PERAWATAN PALIATIF PADA PASIEN DM Penatalaksanaan perawatan paliatif berdasarkan teori Peaceful End Of Life (EOL) a. Memonitor dan memberikan tindakan dalam mengatasi rasa nyeri baik farmakologis dan non farmakologis. b. Mencegah dan memonitor ketidaknyaman fisik, memfasilitasi pasien istirahat, relaksasi dan kepuasaan serta mencegah komplikasi . c. Melibatkan pasien dan orang lain yang terdekat mengambil keputusan terkait dengan pasien, meningkatkan martabat pasien, memberikan perhatian dan rasa empati, dan memberikan perhatian kebutuhan dasar pasien dengan memperhatikan berbagai keinginan pasien dan respek dan menghargai martabat pasien . d. Memberikan dukungan emosi, memonitor dan memberikan pengobatan anti kecemasan apabila pasien memerlukan, menjaga kepercayaan pasien, memberikan



dukungan pada pasien dan mengajarkan orang lain untuk memberikan dukungan pada pasien, agar pasien merasa damai. e. Memberikan fasilitas orang lain untuk berpartisipasi dalam perawatan pasien, sehingga pasien merasakan kedekatan dengan orang lain, pengalaman berduka, kecemasan. f. Pengalaman pasien untuk bebas dari rasa nyeri, kenyamanan, respek dan dihargai martabat, perasaan damai dan kedekatan dengan orang lain akan memberikan kontribusi terhadap kematian yang damai pada pasien. J. Perawatan Paliatif Pada Pasien Dengan Diabetes Mellitus Perawatan paliatif adalah perawatan yang bisa didapatkan para pasien yang menderita penyakit kronis dan terminal yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Peningkatan hidup dilakukan dengan cara pendekatan dari sisi psikologis, sosial, mental serta spiritual pasien, sehingga membuat pasien lebih tenang, bahagia, serta nyaman ketika menjalani pengobatan. World Health Organization ( WHO ) menekankan lagi bahwa pelayanan paliatif berpijak pada pola dasar berikut ini : 1. Meningkatkan kualitas hidup pasien Diabetes Melitus dan menganggap kematian sebagai proses yang normal dalam artian penyakit dm ini bukan merupakan proses kematian namun kematian merupakan hal yang normal bagi semua orang yang memiliki penyakit Diabetes Melitus ataupun tidak. 2. Tidak mempercepat atau menunda kematian dalam artian penyakit Melitus ini tidak bisa dikaitkan dengan kematian. 3. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu agar pasien Diabetes dengan Diabetes merasa tenang . 4. Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual agar pasien Diabetes Melitus merasa tenang dalam proses penyembuhan. 5. Berusaha agar penderita Diabetes Melitus tetap aktif sampai akhir hayatnya dengan cara memberi support dari keluarga dan perawat 6. Berusaha membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga pasien dengan Diabetes Melitus agar keluarga selalu tenang dan tabah. Kondisi terminal adalah meningkatkan kualitas hidup dan menghantarkan pasien pada kondisi End of Life dengan tenang. Teori Ruland and Moore yang mengembangkan Peaceful End of Life ( EOL ) , dengan teory dan konsep utamanya telah sesuai dengan tujuan dan prinsip perawatan paliatif yang meliputi :



Menghilangkan rasa nyeri. Pasien terbebas dari pengalaman rasa nyeri merupakan bagian sentral dalam teori EOL. Nyeri merupakan sensasi yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang dikaitkan dengan kondisi nyata atau potensial kerusakan jaringan tubuh ( Lenz, et, all 1995 dalam Tomey & Alligood, 2006 ). Kenyamanan Kenyamanan didefinisikan sangat inklusif mengutip pendapat Kolcaba ( 1991 dalam Ruland & Moore ( 1998 ) yaitu terbebas dari ketidaknyamanan , kondisi yang menyenangkan dan kepuasan, kedamaian dan membuat hidup mudah dan menyenangkan. Menghargai martabat Ruland dan Moore ( 1998 dalam Alligood 2006 ) menyatakan masing - masing penderita penyakit terminal dihormati dan dihargai sebagai manusia. Konsep ini mengacu kepada penghargaan, yang diekpresikan dengan prinsin etik, autonomi atau respek nada manusia, dimana individu diperlakukan sebagai agen autonomous dan manusia secara otonomi berhak mendapat perlindungan. Kedamaian Kedamaian didefinisikan sebagai perasaan yang menenangkan, harmoni, kepuasaan, bebas dari kecemasan, kegelisahan, keraguan dan ketakutan ( Ruland & Moore , 1998 ). Kondisi damai secara fisik, fisiologis dan dimensi spiritual. Hubungan dekat dengan orang lain Kedekatan hubungan didefinisikan sebagai perasaan berhubungan dengan orang lain yang memberikan perawatan ( Ruland & Moore, 1998 ) Kedekatan mengandung makna kedekatan fisik dan emosi yang diekspresikan dengan kehangatan dan hubungan intim. K. PENGKAJIAN BIO, PSIKO, SOSIAL, SPIRITUAL L. DIAGNOSA KEPERAWATAN M. PERENCANAAN KEPERAWATAN N. IMPLEMENTASI O. EVALUASI