Aub o [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN Perdarahan uterus abnormal adalah salah satu alasan paling umum bagi perempuan untuk mencari perawatan. Sekitar setengah dari wanita dengan perdarahan uterus abnormal berada pada usia reproduksi. Hal ini adalah masalah baik medis maupun sosial. Perdarahan uterus abnormal adalah penyebab anemia defisiensi besi paling umum di negara maju dan penyebab paling umum bagi penyakit kronis di negara berkembang. Prevalensi perdarahan uterus abnormal dalam kelompok usia reproduksi berkisar antara 9% sampai 30%. Perdarahan uterus abnormal meliputi semua kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun lamanya. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan banyak, sedikit, siklus haid yang memanjang atau tidak beraturan.1,2 Berdasarkan International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO), terdapat 9 kategori utama pendarahan uterus abnormal yang disusun sesuai dengan akronim PALM COEIN yakni polip, adenomiosis, leiomioma, malignancy dan hiperplasia, coagulopathy, ovulatory dysfunction, endometrial, iatrogenik, dan not yet classified. Perdarahan uterus abnormal adalah diagnosis eksklusi. Riwayat menstruasi dan pemeriksaan fisik digunakan sebagai evaluasi pertama. Tes laboratorium, pencitraan dan pemeriksaan histologis dapat juga diindikasikan.1,2 Penanganan dari Perdarahan uterus abnormal sesuai dengan etiologi yang mendasari terjadinya gangguan ini. Diperlukan penanganan yang komperehensif untuk mencegah perburukan dari pasien dengan perdarahan uterus abnormal.5,6



1



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perdarahan uterus abnormal meliputi semua kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun lamanya. Manifestasi klinik dapat berupa perdarahan banyak, sedikit, siklus haid memanjang atau tidak beraturan. 1 Terminologi menoragia saat ini diganti dengan perdarahan haid banyak atau heavy menstrual bleeding (HMB) sedangkan perdarahan uterus abnormal yang disebabkan factor koagulopati, gangguan hemostasis local endometrium dan gangguan ovulasi merupakan kelainan yang sebelumnya termasuk dalam perdarahan uterus disfungsional (PUD).1,2 Perdarahan uterus abnormal akut didefinisikan sebagai perdarahan haid yang banyak sehingga perlu dilakukan penanganan yang cepat untuk mencegah kehilangan darah. Perdarahan uterus abnormal akut dapat terjadi pada kondisi PUA kronik atau tanpa riwayat sebelumnya. Perdarahan uterus abnormal kronik merupakan terminologi untuk perdarahan uterus abnormal yang telah terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini biasanya tidak memerlukan penanganan yang cepat seperti pada PUA akut.1,3 Perdarahan tengah menstruasi (intermenstrual bleeding) merupakan perdarahan haid yang terjadi diantara 2 siklus menstruasi yang teratur. Perdarahan dapat terjadi di waktu yang sama di setiap siklus. Istilah ini ditujukan untuk menggantikan terminologi mentroragia.2,3 2.2 Klasifikasi Berdasarkan International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO), terdapat 9 kategori utama yang disusun sesuai dengan akronim “PALMCOEIN” yakni; polip, adenomiosis, leiomyoma, malignancy and hyperplasia, coagulopathy, ovulatory dysfunction, endometrial, iatrogenik, dan not yet classified.1-4 Kelompok “PALM” merupakan kelainan struktur yang dpaat dinilai dengan berbagai teknik pencitraan dan atau pemeriksaan histopatologi. 5



2



Kelompok “COEIN” merupakan kelainan non struktural yang tidak dapat dinilai dengan teknik pencitraan maupun histopatologi.5 Sistem klasifikasi tersebut disusun berdasarkan pertimbangan bahwa seorang pasien dapat memiliki satu atau lebih factor penyebab PUA. 6 Dengan pendekatan ini, diharapkan tata laksana untuk pasien dengan PUA dapat menjadi lebih komprehensif. Berikut klasifikasi, definisi, gejala dan diagnosis dari masingmasing tipe PUA : 7 2.2.1 Polip (PUA-P) Definisi



: Pertumbuhan lesi lunak pada lapisan endometrium uterus,



baik bertangkai maupun tidak, berupa pertumbuhan berlebih dari stroma dan kelenjar endometrium dan dilapisi oleh epitel endometrium. Gejala



:







Polip biasanya bersifat asimtomatik, tetapi dapat pula menyebabkan







PUA. Lesi umumnya bersifat jinak, namun sebagian kecil atipikal atau ganas.



Diagnostik : 



Diagnostik polip ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG dan atau







histeroskopi, dengan atau tanpa pemeriksaan histopatologi. Histopatologi pertumbuhan eksesfi local dari kelenjar dan stroma endometrium yang memiliki vaskularisasi dan dilapisi oleh epitel endometrium.



2.2.2 Adenomiosis (PUA-A) Definisi



: Dijumpainya jaringan stroma dan kelenjar endometrium



ektopik pada lapisan myometrium. Gejala



:







Nyeri haid, nyeri saat senggama, nyeri menjelang atau sesudah haid,







nyeri saat buang air besar, atau nyeri pelvik kronis. Gejala nyeri tersebut diatas dapat disertai dengan perdarahan uterus abnormal.



Diagnostik : 



Kriteria adenomiosis ditentukan berdasarkan kedalaman jaringan endometrium pada hasil histopatologi. 3







Adenomiosis dimasukkan dalam sistem klasifikasi berdasarkan







pemeriksaan MRI dan USG. Mengingat terbatasnya fasilitas







adenomiosis cukup dengan USG. Hasil USG menunjukkan jaringan endometrium heterotropik pada



MRI,



penegakkan



diagnosis



myometrium dan sebagian berhubungan dengan adanya hipertrofi 



myometrium. Hasil histopatologi menunjukkan dijumpainya kelenjar dan stroma endometrium ektopik pada jaringan miometrium.



2.2.3 Leimioma (PUA-L) Definisi : Pertumbuhan jinak otot polos uterus pada lapisan miometrium. Gejala :  



Perdarahan uterus abnormal. Penekanan terhadap organ sekitar uterus, atau benjolan pada dinding abdomen.



Diagnostik : 



Mioma pada umumnya tidak memberikan gejala dan biasanya bukan







penyebab tunggal dari PUA. Pertimbangan dalam membuat system klasifikasi mioma uteri yakni hubungan mioma uteri dan serosa lokasi, ukuran, serta jumlah mioma uteri



Berikut adalah klasifikasi mioma uteri :  



Primer Sekunder







endometrium (submukosa) dengan jenis mioma uteri lainnya. Tersier : klasifikasi untuk mioma uteri submukosa,



: ada atau tidaknya satu atau lebih mioma uteri, : membedakan mioma uteri yang melibatkan



intramural, dan subserosa. 2.2.4 Keganasan dan Hiperplasia (PUA-M) Definisi



: Pertumbuhan hiperplastik atau pertumbuhan ganas dari



lapisan endometrium. Gejala 



:



Meskipun jarang ditemukan, namun hyperplasia atipik dan keganasan merupakan penyebab penting PUA.



4







Klasifikasi







klasifikasi FIGO dan WHO. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi.



Diagnostik :



keganasan



Diagnostik



dan



hyperplasia



pasti



ditegakkan



menggunakan



melalui



sistem



pemeriksaan



histopatologi. 2.2.5 Koagulopati (PUA-C) Definisi



: Gangguan hemostasis sistemik yang berdampak terhadap



perdarahan uterus. Gejala



: Perdarahan uterus abnormal.



Diagnostik : 



Terminologi koagulopati digunakan untuk kelainan hemostatis







sistemik yang terkait dengan PUA. 13% perempuan dengan perdarahan haid banyak memiliki kelainan hemostasis sistemik, dan yang paling sering ditemukan adalah penyakit Von Willebrand.



2.2.6 Disfungsi Ovulasi (PUA-O) Definisi



:



Kegagalan



ovulasi



yang



menyebabkan



terjadinya



perdarahan uterus. Gejala



: Perdarahan uterus abnormal.



Diagnostik : 



Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan manifestasi perdarahan yang sulit diramalkan dengan jumlah







perdarahan yang bervariasi. Dahulunya merupakan salah satu kriteria perdarahan uterus







disfungsional (PUD). Gejala bervariasi mulai dari amenorrhea, perdarahan ringan dan







jarang, hingga perdarahan haid dalam jumlah yang banyak. Gangguan ovulasi dapat disebabkan oleh sindrom ovarium polikistik (SOPK), hiperprolaktinemia, hipotiroid, obesitas, penurunan berat badan, anoreksia atau olahraga berat yang berlebihan.



2.2.7 Endometrial (PUA-E) Definisi



: Gangguan hemostasis lokal endometrium yang memiliki



kaitan erat dengan terjadinya perdarahan uterus.



5



Gejala



: Perdarahan uterus abnormal.



2.2.8 Iatrogenik (PUA-I) 



Perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan intervensi







medis seperti penggunaan hormone estrogen, progestin, atau AKDR. Perdarahan haid diluar jadwal haid akibat penggunaan estrogen atau progestin







dimasukkan



dalam



istilah



perdarahan



sela



atau



breakthrough bleeding (BTB). Perdarahan sela terjadi karena rendahnya konsentrasi estrogen dalam sirkulasi yang dapat disebabkan oleh sebagai berikut : - Pasien lupa atau terlambat minum pil kontrasepsi, - Pemakaian obat tertentu, seperti Ripamfisin, - Perdarahan haid banyak yang terjadi pada perempuan pengguna anti koagulan (warfarin, heparin, dan low molecular weight heparin) dimasukkan ke dalam PUA-C.



2.2.9 Belum terklasifikasi (PUA-N) 



Kategori not yet classified dibuat untuk penyebab lain yang jarang







atau sulit dimasukkan ke dalam klasifikasi. Kelainan yang termasuk dalam kelompok ini adalah endometriosis







kronik atau malformasi arteri-vena. Kelainan tersebut masih belum jelas kaitannya dengan PUA.



2.3 Penegakkan Diagnosis 2.3.1 Anamnesis Anamnesis dilakukan untuk menilai kemungkinan adanya kelainan uterus, mengetahui faktor resiko kelainan tiroid, perubahan berat badan yang drastis, serta riwayat kelainan hemostasis pada pasien dan keluarganya. Perlu juga ditanyakan riwayat menstruasi pasien, siklus haid sebelumnya, serta waktu mulainya perdarahan.2-5 Prevalensi penyakit Von Willebrand pada perempuan dengan perdarahan haid meningkat rata-rata meningkat 10% dibandingkan populasi normal. Karena itu perlu ditanyakan gejala, faktor resiko, serta hal-hal yang berkaitan dengan riwayat menderita penyakit Von Willebrand.1,4,6 Pada perempuan pengguna pil kontrasepsi perlu



6



ditanyakan tingkat kepatuhannya dalam mengkonsumsi pil, dan obatobat hormonal lain yang dapat mengganggu koagulasi.3,4,7 Penilaian jumlah darah haid dapat menggunakan piktograf (PBAC) atau skor “perdarahan”. Data ini juga digunakan untuk mnegakkan diagnosis dan menilai kemajuan pengobatan PUA. Perdarahan unterus abnormal yang terjadi karena pemakaian anti-koagulan dimasukkan ke dalam klasifisikasi PUA-C.2 Anamnesis yang terstruktur dapat digunakan sebagai penapis gangguan hemostasis dengan sensitifitas 90%. Perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut pada perempuan dengan hasil penapisan yang positif.5-7 Tabel 2.1. Penapisan Klinis Pasien dengan Perdarahan Haid Banyak karena Kelainan Hemostasis.7 Kriteria 1. Perdarahan haid dengan volume banyak dialami sejak 2.



menstruasi pertama (menarche). Terdapat minimal 1 (satu) keadaan di bawah ini :



3.



 Perdarahan pasca persalinan,  Perdarahan yang berhubungan dengan operasi, atau  Perdarahan yang berhubungan dengan perawatan gigi. Terdapat minimal 2 (dua) keadaan di bawah ini :    



Memar dengan penyebab tidak jelas 1-2x/bulan Epistaksis 1-2x/bulan Perdarahan gusi Riwayat keluarga dengan keluhan perdarahan banyak dengan penyebab tidak jelas.



Tabel 2.2. Diagnosis Banding PUA berdasarkan Anamnesis.4,5 Keluhan dan Gejala Nyeri Pelvik Mual, peningkatan frekuensi berkemih Peningkatan berat badan, fatigue,



Masalah Abortus, kehamilan ektopik, Hamil Hipotiroid



gangguan toleransi terhadap dingin Penurunan berat badan, banyak Hipertiroid



7



keringat, palpitasi Riwayat konsumsi obat antikoagulan Koagulopati dan gangguan pembekuan darah Riwayat Hepatitis, ikterik Penyakit hati Hirsutisme, akne, akantosis nigricans, Sindrom ovarium polikistik obesitas Perdarahan pasca koitus



(SOPK) Displasia



serviks,



polip



endoserviks Galaktorea, sakit kepala, gangguan Tumor hipofisis lapang pandang 2.3.2 Pemeriksaan Umum Pemeriksaan fisik dilakukan pertama kali untuk menilai stabilitas keadaan hemodinamik pasien. Pastikan bahwa perdarahan berasal dari kanalis servikalis dan tidak ada berhubungan dengan kehamilan. Pemeriksaan indeks masa tubuh, tanda-tanda hiperandrogen, pembesaran kelenjar tiroid atau manifestasi hipotiroid/hipertiroid, galaktorea (hiperprolaktinemia), gangguan lapang pandang (adenoma hipofisis), purpura dan ekimosis wajib diperiksa.4,7 2.3.3 Pemeriksaan Ginekologi 



Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan termasuk







pemeriksaan pap smear.5 Harus disingkirkan pula kemungkinan adanya mioma uteri, polip, hyperplasia endometrium atau keganasan.1,4



2.3.4 Penilaian Ovulasi7  



Siklus haid yang berovulasi berkisar 22-35 minggu Jenis perdarahan PUA-O bersifat ireguler dan sering diselingi







amenore Konfirmasi



ovulasi



dapat



dilakukan



dengan



pemeriksaan



progesterone serum fase luteal madya atau USG transvaginal bila diperlukan. 2.3.5 Penilaian Endometrium 



Pengambilan sampel endometrium tidak harus dilakukan pada semua







pasien PUA.1,7 Pengambilan sampel endometrium hanya dilakukan pada :2,4



8



-



Perempuan usia > 45 tahun Terdapat faktor risiko genetik USG Transvaginal menggambarkan penebalan endometrium kompleks yang merupakan faktor risiko hyperplasia atipik atau



-



kanker endometrium Terdapat faktor resiko diabetes mellitus, hipertensi, obesitas,



-



nulipara Perempuan dengan riwayat keluarga nonpolyposis colorectal cancer memiliki resiko kanker endometrium sebesar 60% dengan







rerata umur saat diagnosis antara 48-50 tahun. Pengambilan sampel endometrium perlu dilakukan pada perdarahan







uterus abnormal yang menetap (tidak respons terhadap pengobatan).5 Beberapa teknik pengambilan sampel endometrium seperti D & K dan biopsy endometrium dapat dilakukan.7



2.3.6 Penilaian Kavum Uteri7 



Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya polip endometrium







atau mioma uteri submukosa USG Transvaginal merupakan alat penapis yang tepat dan harus







dilakukan pada pemeriksaan awal PUA Bila dicurigai terdapat polip endometrium atau mioma submukosa disarankan untuk melakukan SIS atau histeroskopi. Keuntungan dalam penggunaan histeroskopi adalah diagnosis dan terapi dapat dilakukan bersamaan.



2.3.7 Penilaian Miometrium4,6,7  



Bertujuan untuk menilai adanya mioma uteri atau adenomiosis. Miometrium dinilai menggunakan USG (transvaginal, transrektal







dan abdominal), SIS, histeroskopi, atau MRI. Pemeriksaan adenomiosis menggunakan MRI



lebih



unggul



dibandingkan USG transvaginal. 2.4.



Algoritma Penanganan Perdarahan



2.4.1. Perdarahan Uterus Abnormal Akut 



Jika perdarahan aktif dan banyak disertai dengan gangguan







hemodinamik dan atau Hb < 10 g/dL perlu dilakukan rawat inap.2,3 Jika hemodinamik stabil, cukup rawat jalan.1



9







Pasien rawat inap, berikan infus cairan kristaloid, oksigen 2 lpm dan







transfusi darah jika Hb < 7 g/dl, untuk perbaikan hemodinamik.5,7 Stop perdarahan dengan estrogen ekuin konyugasi (EEK) 2.5 mg per oral setiap 4-6 jam, ditambah prometasin 25 mg per oral atau injeksi IM setiap 4 -6 jam (untuk mengatasi mual). Asam tranexamat 3x1 gram atau antiiflamasi non steroid 3 x 500mg diberikan bersama EEK. Untuk pasien yang dirawat, dapat dipasang balon kateter foley no 10







ke dalam uterus dan diisi cairan + 15 ml, dipertahankan 12-24 jam.7 Jika perdarahan tidak berhenti dalam 12-24 jam lakukan dilatasi dan







kuretase.1,7 Jika perdarahan berhenti dalam 24 jam, lanjutkan dengan kontrasepsi oral kombinasi (KOK) 4x1 tab perhari selama 4 hari, 3x1 tab perhari selama 3 hari, 2x 1 tab perhari selama 2 hari dan 1 x 1 tab perhari selama 3 minggu, kemudian stop 1 minggu, dilanjutkan dengan KOK siklik 3 minggu dengan jeda 1 minggu sebanyak 3 siklus atau LNG-







IUS.4,7 Jika terdapat kontraindikasi KOK, berikan medroksi progesterone







asetat (MPA) 10mg/hari selama 7 hari, siklik selama 3 bulan.6 Untuk riwayat perdarahan berulang sebelumnya, injeksi gonadotropinreleasing hormone (GnRH) agonis dapat diberikan bersamaan dengan pemberian KOK untuk stop perdarahan. GnRH diberikan 2-3 siklus







dengan interval 4 minggu.4,6 Ketika hemodinamik pasien stabil, perlu upaya diagnostic untuk mecari penyebab perdarahan. Lakukan pemeriksaan USG transvaginal atau transrectal, periksakan darah perifer lengkap (DPL), hitung trombosit, prothrombin time (PT), active partial saline-infused sonohysterogram (SIS) dapat dilakukan jika endometrium terlihat tebal, untuk melihat adanya polip endometrium atau mioma submukosa. Jika







perlu dapat dilakukan pemeriksaan histeroskopi office.1,3-5 Jika terapi medika mentosa tidak berhasil atau ada kelainan organic, maka dapat dilakukan terapi pembedahan seperti ablasi endometrium, miomektomi, polipektomi, histrektomi.2,4,7



2.4.2. Perdarahan Uterus Abnormal Kronik



10







Jika dari anamnesis yang terstuktur ditemukan bahwa pasien mengalami satu atau lebih kondisi perdarahan yang lama dan tidak







dapat diramalkan dalam 3 bulan terakhir. Pemeriksaan fisik berikut dengan evaluasi rahim, pemeriksaan darah



 



perifer lengkap wajib dilakukan. Pastikan fungsi ovulasi dari pasien tersebut. Tanyakan pada pasien adakah riwayat penggunaan obat tertentu yang menjadi penyebab PUA dan lakukan pula pemeriksaan penyakit



 



koagulopati bawaan jika terdapat indikasi. Pastikan apakah pasien masih menginginkan keturunan. Anamnesis dilakukan untuk menilai ovulasi, kelainan sistemik, dan penggunaan obat yang mempengaruhi kejadian PUA. Keinginan pasien untuk memiliki keturunan dapat menentukan penanganan selanjutnya. Pemeriksaan tambahan seperti pemeriksaan darah perifer lengkap, pemeriksaan untuk menilai gangguan ovulasi (fungsi tiroid, prolactin, dan androgen serum) serta pemeriksaan hemostasis.



2.5.



Penanganan



Perdarahan



Uterus



Abnormal



berdasarkan



Penyebabnya4,5,7 2.5.1. Polip Penanganan polip endometrium dapat dilakukan dengan :    



Reseksi secara hiteroskopi Dilatasi dan kuretase Kuret hisap Hasil dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologi



2.5.2. Adenomiosis 



Diagnosis Adenomiosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG



 



atau MRI Tanyakan pada pasien apakah menginginkan kehamilan Bila pasien menginginkan kehamilan, dapat diberikan analog GnRH+







add-back therapy atau LNG IUS selama 6 bulan Adenomiomektomi dengan teknik Osada merupakan alternative pada pasien yang ingin hamil (terutama pada adenomiosis > 6 cm)



11







Bila pasien tidak ingin hamil, reseksi atau ablasi endometrium dapat dilakukan.



Histerektomi



dilakukan



pada



kasus



dengan



gagal



pengobatan. 2.5.3. Leimioma   



Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG Tanyakan pada pasien epekah menginginkan kehamilan Histeroskopi reseksi mioma uteri submukosa terutama bila pasien masih menginginkan kehamilan. a. Pilihan pertama untuk mioma uteri submukosa yang berukuran
45 tahun atau dengan risiko tinggi keganasan endometrium perlu dilakukan pemeriksaan USG transvaginal dan







pengambilan sampel endometrium. Bila tidak dijumpai faktor resiko untuk keganasan endometrium







lakukan penilaian apakah pasien menginginkan kehamilan atau tidak. Bila pasien masih menginginkan kehamilan, dapat langsung mengikuti







prosedur tata laksana infertilitas. Bila pasien tidak menginginkan kehamilan dapat diberikan terapi hormonal dengan menilai ada atau tidaknya kontra indikasi terhadap







PKK. Bila tidak dijumpai adanya kontraindikasi, dapat diberikan PKK







selama 3 bulan. Bila dijumpai kontra indikasi pemberian PKK dapat diberikan preparat progestin selama 14 hari, kemudian stop 14 hari. Hal ini diulang



 



sampai 3 bulan siklus. Setelah 3 bulan dilakukan evaluasi untuk menilai hasil pengobatan. Bila keluhan berkurang pengobatan hormonal dapat dilanjutkan atau







distop sesuai keinginan pasien. Bila keluhan tidak berkurang, lakukan pemberian PKK atau progestin dosis tinggi (naikkan dosis setiap 2 hari sampai perdarahan berhenti atau dosis maksimal). Perhatian terhadap kemungkinan munculnya efek samping seperti sindrom pra haid. Lakukan pemeriksaan ulang dengan USG TV atau SIS untuk menyingkirkan kemungkinan adanya 13



polip endometrium atau mioma uteri. Pertimbangkan tindakan kuretase untuk menyingkirkan keganasan endometrium. Bila pengobatan medika mentosa gagal, dapat dilakukan ablasi endometrium, reseksi mioma dengan histeroskopi atau histerektomi. Tindakan ablasi endometrium pada perdarahan uterus yang banyak dapat ditawarkan setelah memberikan informed consent yang jelas kepada pasien. 2.5.7. Endometrial 



Pemeriksaan fungsi tiroid dilakukan bila didapatkan gejala dan tanda hipotiroid atau hipertiroid pada anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan USG transvaginal atau SIS terutama dapat dilakukan







untuk menilai kavum uteri. Jika pasien memerlukan kontrasepsi lanjutkan progestin selama 14 hari







kemudian stop 14 hari, ulangi siklus hingga 3 bulan. Jika pasien tidak memerlukan kontrasepsi, berikan asam traneksamat 3x1 gram dan asam mefenamat 3 x 500mg merupakan pilihan lini







pertama dalam tata laksana menoragia. Lakukan observasi selama 3 siklus menstruasi apakah ada perbaikan







dari kondisi pasien. Jika respon pengobatan tidak adekuat, nilai apakah ada kontraindikasi pemberian PKK. PKK mampu mengurangi perdarahan dengan menekan pertumbuhan endometrium. Dapat dimulai pada hari apa saja,







selanjutnya pemberian pada hari pertama dalam siklus menstruasi. Jika pasien memiliki kontraindikasi terhadap PKK maka dapat diberikan preparat progestin siklik selama 14 hari diikuti dengan 14 hari tanpa obat. Kemudian diulang selama 3 siklus. Dapat ditawarkan







penggunaan LNG-IUS. Jika setelah pengobatan 3 bulan, tidak ada respon perbaikan dari pasien dapat dilakukan peninjauan ulang dengan USG transvaginal atau SIS







untuk menilai kavum uteri. Jika dengan USG TV atau SIS didapatkan temuan polip atau mioma submukosa segera pertimbangkan untuk melakukan reseksi dnegan histeroskopi.



14







Jika hasil USG TV atau SIS didapatkan ketebalan endometrium > 10 mm, lakukan pengambilan sampel endometrium untuk menyingkirkan







hyperplasia. Jika terdapat adenomiosis dapat dilakukan pemeriksaan MRI, terapi







dengan progestin, LNG-IUS, GnRH, atau histeroskopi. Jika hasil pemeriksaan USG TV dan SIS menunjukkan hasil normal atau terdapat kelainan tetapi tidak dapat dilakukan terapi konservatif







maka dilakukan evakuasi terhadap fungsi reproduksinya. Jika pasien sudah tidak menginginkan fungsi reproduksinya dapat dilakukan ablasi endometrium atau histerektomi. Jika pasien masih ingin mempertahankan fungsi reproduksi anjurkan pasien untuk mencatat siklus haidnya dengan baik dan memantau kadar Hb pasien.



2.5.8. Iatrogenik 2.5.8.1. Penanganan PUA-I karena efek samping PKK  



Penanganan disesuaikan dengan algoritma penanganan PUA-E. Perdarahan sela (breakthrough bleeding) dapat terjadi dalam 3 bulan







pertama atau setelah 3 bulan penggunaan PKK. Jika perdarahan sela terjadi dalam 3 bulan pertama maka penggunaan







PKK dilanjutkan dengan pencatatan siklus haid. Jika pasien tidak ingin melanjutkan PKK atau perdarahan menetap > 3 bulan, lanjutkan dengan pemeriksaan Chlamydia dan Neisseria (endometritis),bila positif berikan dosisiklin 2 x 100 mg selama 10 hari. Yakinkan pasien untuk meneruskan konsumsi PKK secara patuh/teratur. Pertimbangkan untuk menaikkan dosis estrogen. Jika







usia pasien > 35 tahun, lakukan biopsi endometrium. Jika perdarahan abnormal berlanjut lakukan USG TV, SIS atau







histeroskopi untuk menyingkirkan kelainan saluran reproduksi. Jika perdarahan sela terjadi setelah 3 bulan pertama penggunaan PKK, lakukan pemeriksaan Chlamydia dan Neisseria (endometritis),bila positif berikan dosisiklin 2 x 100 mg selama 10 hari. Yakinkan pasien untuk meneruskan konsumsi PKK secara patuh/teratur. Pertimbangkan untuk menaikkan dosis estrogen. Jika usia pasien > 35 tahun, lakukan biopsi endometrium.



15







Jika efek samping berupa amenorea, lakukan pemeriksaan kehamilan. Jika pasien tidak hamil, naikkan dosis estrogen atau lanjutkan pil yang sama.



2.5.8.2. Penanganan PUA-I karena efek samping Kontrasepsi Progestin 



Jika terdapat amenorea atau perdarahan bercak, lakukan konseling bahwa kelainan ini merupakan hal yang fisiologis atau normal dari







pengguna kontrsepsi progestin. Jika efek samping berupa PUA-O, penatalaksanaan dibedakan berdasarkan kelompok usia. Apabila pasien berusia > 35 tahun dan memiliki resiko tinggi keganasan endometrium, lakukan pemeriksaan biopsy endometrium. Apabila pasien berusia < 35 tahun dan tidak memiliki resiko tinggi nilai kondisi pasien dalam 4-6 bulan pertama







pemakaian kontrasepsi. Berikan pasien 3 alternatif, sebagai berikut : 1. Lanjutkan kontrasepsi progestin dengan dosis yang sama; 2. Ganti kontrasepsi dengan PKK (jika tidak ada kontrasepsi); 3. Suntik DMPA setiap 2 bulan (khusus akseptor DMPA). Bila perdarahan tetap berlangsung setelah 6 bulan, berikan estrogen jangka pendek (EEK 4 x 1.25 mg/hari selama 7 hari) yang dapat diulang jika perdarahan abnormal terjadi kembali.



2.5.8.3. Penanganan PUA-I karena efek samping Penggunaan AKDR 



Jika pada pemeriksaan pelvik dijumpai rasa nyeri, lanjuykan berikan dosisiklin 2 x 100 mg sehari selama 10 hari karena perdarahan pada pengguna AKDR dapat disebabkan oleh endometritis. Jika tidak ada







perbaikan, pertimbangkan untuk mengangkat AKDR. Jika tidak dijumpai rasa nyeri dan AKDR digunakan dalam 4-6 bulan pertama, lanjutkan penggunaan AKDR, jika perlu ditambahkan AINS. Jika setelah 6 bulan perdarahan tetap terjadi dan pasien ingin diobati,



2.6.







berikan PKK untuk 1 siklus. Jika dijumpai rasa nyeri selama pemakaian AKDR, hentikan



 



penggunaan AKDR dibarengi dengan PKK untuk 1 siklus. Jika perdarahan abnormal menetap, lakukan pengangkatan AKDR. Bila usia pasien > 35 tahun lakukan biopsy endometrium.



Pemilihan Obat-obatan pada Perdarahan Uterus Abnormal1,5-7



2.6.1. Non-Hormonal



16



2.6.1.1. Asam Traneksamat Obat ini bersifat inhibitor kompetitif pada aktivasi plasminogen. Plasminogen akan diubah menjadi plasmin yang berfungsi untuk memecah fibrin menjadi fibrin degradation products(FDPs). Oleh karena itu obat ini berfungsi sebagai agen anti fibrinolitik. Obat ini akan menghambat faktor yang



memicu



terjadinya



pembekuan



darah,



namun



tidak



akan



menimbulkan kejadian thrombosis. Perdarahan menstruasi melibatkan pencairan darah beku dari arteriol spiral endometrium , maka pengurangan dari proses ini dipercayai sebagai mekanisme penurunan jumlah darah menstruasi. Efek samping dari penggunaan asam traneksamat adalah gangguan pencernaan, diare, dan sakit kepala. Dosisnya untuk perdarahan mens yang berat adalah 1gr (2x500mg) dari awal perdarahan hingga 4 hari.



Gambar 2.1. Farmakokinetik Asam Tranexamat6 2.6.1.2. Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (AINS) Kadar prostaglandin pada endometrium penderita dengan gangguan haid akan meningkat. AINS ditujukan untuk menghambat siklooksigenase, dan akan menurunkan sintesa prostaglandin pada endometrium. Prostaglandin mempengaruhi reaktivitas jaringan local dan terlibat dalam respon



17



inflamasi, jalur nyeri, perdarahan uterus, dan kram uterus. AINS dapat mengurangi jumlah perdarahan haid hingga 20-50%. Pemberian AINS dapat dimulai sejak perdarahan hari pertama atau sebelumnya hingga perdarahan berhenti. Efek samping dari AINS ialah gangguan pencernaan, diare, perburukan kondisi pada pasien dengan asma, ulkus peptikum hingga kemungkinan terjadinya perdarahan dan peritonitis.



Diasil Gliserol atau Fosfolipid Fosfolipase A2



Fosfolipase C2



Asam Arakidonat Siklooksigenase



OAINS



Prostaglandin H2



Gambar 2.2. Obat anti inflamasi non steroid (AINS)4



PGD PGF PGE PGI222 TXA



2.6.2. Hormonal 2.6.2.1. Estrogen7 Sediaan ini digunakan pada kejadian perdarahan akut yang banyak. Sediaan yang digunakan adalah EEK, dengan dosis 2.5 mg per oral 4 x 1 dalam waktu 48 jam. Pemberian EEK dosis tinggi tersebut dapat disertai dengan pemberian obat anti emetic seperti promethazine 25 mg oral atau intra muscular setiap 4 – 6 jam sesuai dengan kebutuhan. Mekanisme kerja obat ini belum jelas, kemungkinan aktivitasnya tidak terkait langsung dengan endometrium. Obat ini bekerja untuk memicu vasospasme pembuluh kapiler dengan cara mempengaruhi kadar fibrinogen, faktor IV, faktor X, proses agregasi trombosit dan permeabilitas pembuluh kapiler. Pembentukan reseptor progesterone akan meningkat sehingga diharapkan pengobatan



18



selanjutnya dengan menggunakan progestin akan lebih baik. Efek samping berupa gejala akibat efek estrogen yang berlebihan seperti perdarahan uterus, mastodinia, dan retensi cairan. 2.6.2.2. PKK2 Perdarahan haid berkurang pada penggunaan pil kontrasepsi kombinasi akibat endometrium yang atropi. Dosis yang dianjurkan pada saat perdarahan akut adalah 4 x 1 tablet selama 4 hari, dilanjutkan dengan 3 x 1 tablet selama 3 hari, dilanjutkan dengan 2 x 1 tablet selama 2 hari, dan selanjutnya 1 x 1 tablet selama 3 bulan. Apabila pengobatan bertujuan untuk menghentikan haid, maka obat tersebut dapat diberikan secara kontinyu, namun dianjurkan setiap 3 – 4 bulan dapat dibuat perdarahan. Efek samping dapat berupa perubahan mood, sakit kepala, mual, retensi cairan, payudara tegang, deep vein thrombosis, stroke dan serangan jantung. 2.6.2.3. Progestin2,6 Obat ini bekerja menghambat penambahan reseptor estrogen serta akan mengaktifkan enzim 17-hidroksi steroid dehydrogenase pada sel-sel endometrium, sehingga estradiol akan dikonversi menjadi estron yang efek biologisnya lebih rendah dibandingkan estradiol. Meski demikian penggunaan progestin yang lama dapat memicu efek anti mitotic yang mengakibatkan terjadinya atropi endometrium. Progestin hanya dapat diberikan secara siklik maupun kontinyu. Pemberian siklik diberikan selama 14 hari kemudian stop selama 14 hari, begitu berulang ulang tanpa memperhatikan pola perdarahannya. Apabila perdarahan terjadi pada saat sedang mengkonsumsi progestin, maka dosis progestin dapat dinaikkan. Selanjutnya hitung hari pertama perdarahan tadi sebagai hari pertama pemberian, progestin diminum sampai hari ke 14. Pemberian progestin secara siklik dapat menggantikan pemberian pil kontrasepsi kombinasi apabila terdapat kontra-indikasi (misalkan : hipersensitivitas, kelainan pembekuan darah, riwayat stroke, riwayat penyakit jantung coroner atau infark miokard, kecurigaan keganasan payudara maupun genital, riwayat penyakit kuning



19



akibat kolestasis, kanker hati). Sediaan progestin yang dapat diberikan antara lain MPA 1 x 10 mg, noretisteron asetat dengan dosis 2 -3 x 5 mg, didrogesteron 2 x 5 mg atau nomegestrol asetat 1 x 5 mg selama 10 hari per siklus. Apabila pasien mengalami perdarahan pada saat kunjungan, dosis progestin dapat dinaikkan setiap 2 hari hingga perdarahan berhenti. Pemberian dilanjutkan untuk 14 hari dan kemudian dihentikan 14 hari, demikian selanjutnya berganti-ganti. Pemberian progestin secara kontinyu dapat dilakukan apabila tujuannya untuk membuat amenorea. Terdapat beberapa pilihan, yaitu : 1. Pemberian progestin oral : MPA 10-20mg per hari 2. Pemberian DMPA setiap 12 minggu 3. Penggunaan LNG-IUS Efek samping dari konsumsi progestin adalah peningkatan berat badan, perdarahan bercak, rasa begah, payudara tegang, sakit kepala, jerawat dan timbul perasaan depresi. 2.6.2.4. Androgen4,5 Danazol adalah suatu sintetik isoxazol yang berasal dari turunan zat 17aetinil testosterone. Obat tersebut memiliki efek androgenic yang berfungsi untuk menekan fungsi estradiol dan ovarium, serta memiliki efek langsung terhadap reseptor estrogen di endometrium dan di luar endometrium. Pemberian obat dosis tinggi 200 mg atau lebih perhari dapat dipergunakan untuk mengobati perdarahan menstrual yang hebat. Danazol dapat mengendalikan hilangnya darah menstruasi + 50% bergantung dari dosisnya dan hasilnya terbukti lebih efektif daripada AINS maupun progesterone oral. Dengan dosis lebih dari 400 mg per hari dapat menyebabkan amenorea. Efek sampingnya dialami oleh 75% pasien yakni : peningkatan berat badan, kulit berminyak, jerawat, dan perubahan suara. 2.6.2.5. Agonis Gonadotropine Releasing Hormone (GnRH)6 Obat ini bekerja dengan cara mengurangi konsentrasi reseptor GnRH pada hipofisis melalui mekanisme down regulation terhadap reseptor dan efek pasca reseptor, yang menghambat pelepasan hormon gonadotropin.



20



Pemberian obat ini biasanya ditujukan pada wanita dengan kontraindikasi untuk operasi. Obat ini dapat memberikan efek amenorea pada penderita. Penderita kemudian diberikan leuprolide acetate 3.75 mg intramuscular setiap 4 minggu, namun pemberiannya dianjurkan tidak lebih dari 6 bulan karena dapat mempercepat proses demineralisasi tulang. Apabila pemberian diperlukan lebih dari 6 bulan, dapat diberikan terapi tambahan berupa estrogen dan progestin dosis rendah (add back therapy). Efek samping biasanya muncul pada penggunaan jangka panjang, yakni keluhan-keluhan menopause (hot fluses, keringat yang bertambah, kekeringan vagina), osteoporosis (terutama tulang-tulang trabecular apabila penggunaan GnRH agonist lebih dari 6 bulan). Tabel 2.3 Daftar Obat Terapi PUA4 No



Nama Generik



Dosis



Nama Dagang



1 1 1 2



Anti fibrinolitik Asam traneksamat 500 mg/tab Anti prostaglandin Asam mefenamat 500mg/tab Estrogen alamiah 17-β estradiol 1 & 2 Estrogen



ekuin



mg/tab konjugasi 0.625



(EEK) 1 2 3 4 5



mg/tab Progestin sintetik Nomegestrol asetat 5 mg/tab Lutenyl Medroksiprogesteron asetat 10mg/tab Norethisteron 5 mg Didrogesteron 10 mg Depomedroksi progesterone 150 mg/vial



asetat Pil kontrasepsi kombinasi 1 Etinil estradiol



30 mcg



2



Levonogestrel Etinil estradiol



150 mcg 30 mcg



3



Siproteron asetat Etinil estradiol



2 mg 30 mcg



21



Drospirenone Progestin releasing IUS 1 Levonorgestrel IUS



3 mg 20 mcg/hari



BAB III LAPORAN KASUS 3.1 Identitas Pasien Nama



: MRN



Jenis Kelamin



: Perempuan



Umur



: 36 tahun



Status



: Menikah



Agama



: Hindu



Suku/Bangsa



: Bali/Indonesia



Pendidikan



: Tamat SMP



Pekerjaan



: Ibu rumah tangga



Alamat



: Banjar Sema Bonbiyu



22



Nama Suami



: I Made Suparta



Pekerjaan Suami : Buruh MRS



: 25 April 2016 pkl. 10.40 WITA



3.2 Anamnesis Keluhan Utama Menstruasi yang lama. Anamnesis Umum Pasien datang dalam keadaan sadar ke IRD Kebidanan RSUD Sanjiwani Gianyar dengan keluhan utama mengalami menstruasi yang lama sejak ±3 bulan yang lalu. Dalam sehari volume darah yang keluar bervariasi hingga ±100cc. Pasien mengatakan menstruasi yang lama tersebut menyebabkan pasien mengganti pembalut sampai 5-6 kali per hari. Pasien merasa lemas hingga aktivitas sehari-hari pasien terbatas. Keluhan perut membesar disangkal oleh pasien. Nyeri perut saat menstruasi, keputihan yang berwarna gatal dan berbau disangkal oleh pasien.



Anamnesis Khusus Riwayat Menstruasi 



Menarche pada umur 12 tahun, sebelum 3 bulan terakhir dikatakan siklus menstruasi pasien teratur, siklus setiap 30 hari dan lamanya 3-4 hari setiap siklus dengan volume ±40cc. Pasien mengganti pembalut rata-rata 3-4 kali per hari saat menstruasi. Keluhan saat menstruasi dikatakan tidak ada. Pada bulan Februari dikatakan pasien mengalami menstruasi pada tanggal 10 dan berakhir tanggal 18, dengan volume ±80cc perhari dan pasien mengatakan mengganti pembalut 4-5 kali sehari. Pada bulan Maret pasien mulai menstruasi pada tanggal 9 dan berakhir pada tanggal 17 April dengan volume kurang lebih ±80cc perhari, pasien mengatakan mengganti pembalut 4-5 kali sehari.



23



Pada bulan April pasien mengatakan menstruasi kembali tanggal 17 hingga saat pemeriksaan dilakukan, dengan volume ±100 cc per hari dan pasien mengganti pembalut sekitar 6-7 kali dalam sehari. Hari Pertama Haid Terakhir : 17 April 2016 Riwayat Pernikahan Penderita menikah 1 kali selama kurang lebih 12 tahun. Pasien menikah saat berusia 24 tahun. Riwayat Persalinan 1. Abortus 2. Laki-laki, cukup bulan, lahir dengan SC oleh karena letak sungsang di RS pada tahun 2008, berat badan lahir 2600 gram. Riwayat Penggunaan Kontrasepsi Pasien mengatakan tidak menggunakan KB jenis apapun Riwayat Penyakit Terdahulu Penderita menyangkal memiliki riwayat penyakit seperti penyakit asma, penyakit jantung, kencing manis dan tekanan darah tinggi. Riwayat Penyakit di Keluarga Pasien mengatakan bahwa tidak ada keluarga pasien yang memiliki riwayat penyakit sistemik, seperti penyakit asma, penyakit jantung, kencing manis dan tekanan darah tinggi. Riwayat Alergi Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan ataupun obat-obatan tertentu. 3.3 Pemeriksaan Fisik Status Present Keadaan umum



: Baik



Kesadaran



: E4V5M6 (Compos Mentis)



Tekanan Darah



: 130/80 mmHg



Nadi



: 80x/menit



Respirasi



: 20x/menit



Suhu tubuh aksila : 36,7°C Tunggi Badan



: 157 cm 24



Berat Badan



: 45,5 kg



Status General Kepala



: Normocephali



Mata



: Anemis +/+, Ikterik -/-, Refleks pupil +/+ isokor



Leher



: Tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid



THT



: Kesan tenang



Thoraks



: Cor



: S1S2 normal reguler murmur (-)



Pulmo : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/Abdomen : Sesuai status ginekologi Ekstremitas : Akral hangat : ekstremitas atas +/+ ekstremitas bawah +/+ Edema : ekstremitas atas -/ekstremitas bawah -/Status Ginekologi Abdomen   



TFU tidak teraba Massa (-), nyeri tekan (-) Distensi (-) Bising usus (+) N



Vagina Inspekulo (25 April 2016)  



Fluksus (+), fluor (-) Pembukaan (-), livide (-), licin (-)



VT (25 April 2016)    



Fluksus (+), fluor (-) Pembukaan (-), licin (-), nyeri goyang porsio (-) CUAF b/c ~ normal AP massa -/-, nyeri tekan -/-, bulging (-)



3.4 Pemeriksaan Penunjang Darah Lengkap (25 April 2016) TES WBC RBC HGB HCT



HASIL 5.6 2.61 5.4 17.8



UNIT x103/µL x106/µL g/dL %



NORMAL 4.10 – 11.00 3.50 – 5.50 11.50 – 16.50 35.00 – 55.00



KETERANGAN Rendah Rendah Rendah



25



MCV 68.2 fL MCH 20.7 Pg MCHC 30.3 g/dL RDW 27,2 % PLT 220 x103/µL MPV 9.6 fL USG Abdomen (30 Januari 2016)



75.00 – 100.00 25.00 – 35.00 31.00 – 38.00 11.0 – 16.0 150.00 – 400.00 8.0 – 11.00



Blas isi cukup Tampak uterus ukuran 6x7x2 cm EL : 0,45 cm Cairan bebas (-) Massa adneksa -/Tes kehamilan : Negatif 3.5 Diagnosis AUB-O + Anemia Berat (5,5 gr/dL) 3.6 Penatalaksanaan Pdx



: DL



Tx



:   



MRS  Perbaikan KU IVFD NaCl 0,9% 20 tpm Transfusi PRC s/d Hb ≥10 g/dL (premedikasi : dexamethason 5mg



  



(IV) dan diphenhidramin 10mg (IV)) Vit C 2x100 mg PO SF 3x300 mg PO Provera 3x10 mg PO



Mx



: keluhan, tanda vital dan reaksi transfusi PRC



KIE



: pasien dan keluarga tentang rencana perawatan



3.7 Perkembangan Kesehatan Pasien 26 April 2016 S : perdarahan pervaginam (-), mual (-), muntah (-), panas badan (-), BAK/BAB (+/-) O : Status present Tekanan darah : 130/70 mmHg



26



Nadi



: 84x/menit



Respirasi



: 20x/menit



Suhu tubuh



: 36,6



Status general Kepala : normocephali Mata : anemis +/+, ikterus-/-, refleks pupil +/+ isokor Leher : tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid THT



: kesan tenang



Thorax : Cor : S1S2 normal reguler murmur (-) Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/Abdomen ~ status Ginekologi Ekstremitas



: Akral hangat:



+



+



edema: -



-



+



+



-



-



Status ginekologi Abdomen



: TFU tidak teraba, distensi (-), massa (-), nyeri tekan (-),



bising usus (+) N Vagina



: pendarahan aktif (-)



A : AUB-O + Anemia Berat (5,5 gr/dL) P : Pdx : DL  



IVFD NaCl 0,9% 20 tpm Transfusi PRC s/d Hb ≥10 g/dL (premedikasi : dexamethason 5mg



  



(IV) dan diphenhidramin 10mg (IV)) SF 3x300 mg PO Vit C 2 x 100 mg PO Provera 3x10 mg PO



Mx



: keluhan, tanda vital dan reaksi transfusi PRC



KIE



: pasien dan keluarga tentang rencana perawatan



27 April 2016 S : keluhan (-), perdarahan pervaginam (-) O : Status present Tekanan Darah : 120/80 mmHg Nadi



: 80x/menit



27



Respirasi : 18x/menit Suhu tubuh aksila : 36,7°C Status general Kepala



: Normocephali



Mata



: Anemis -/-, ikterus-/-, refleks pupil +/+ isokor



Leher



: tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid



THT



: kesan tenang



Thorax



: Cor : S1S2 normal reguler murmur (-) Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-



Abdomen ~ status ginekologi Ekstremitas : Akral hangat: +



+



edema: -



-



+



+



-



-



Status Ginekologi Abdomen



: TFU tidak teraba, distensi (-), massa (-), nyeri tekan (-),



bising usus (+) N Vagina



: pendarahan aktif (-)



Pemeriksaan Penunjang Darah Lengkap (26 April 2016) Hb



: 10,2 g/dl



WBC : 36,6 x 103/mm3 PLT



: 275 x 103/mm3



RBC



: 4,13 x 106/mm3



HCT



: 34,4 %



A : AUB-O P : Pdx : kontrol poli kebidanan     



IVFD NaCl 0,9% 20 tpm Stop transfusi SF 2x300 mg PO Vit C 2 x 100 mg PO Provera 3x10 mg PO



Mx



: keluhan



KIE



: pasien dan keluarga tentang rencana perawatan



28



BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Diagnosis Perdarahan uterus abnormal adalah perubahan daripada volume, pola, atau durasi aliran darah menstruasi. Perdarahan uterus abnormal akut didefinisikan sebagai perdarahan menstruasi yang banyak sehingga perlu dilakukan penanganan yang cepat untuk mencegah kehilangan darah sedangkan perdarahan uterus abnormal kronik merupakan terminologi untuk perdarahan uterus abnormal yang telah terjadi lebih dari 3 bulan. Jenis perdarahan abnormal lainnya adalah menoragia, metroragia dan menometroragia. Terminologi perdarahan menstruasi tersebut berdasarkan karakteristik normal yaitu durasi menstruasi 4-7 hari, jumlah darah 30-80 cc dan interval 24-35 hari. Menoragia merupakan salah satu gangguan siklus menstruasi yang ditandai dengan jumlah darah dan durasi yang lebih dari normal.1,2,3 Pada kasus, didapatkan hasil anamnesis berupa seorang pasien 36 tahun, Hindu, Bali, datang dengan mengalami menstruasi yang lama sejak ±3 bulan yang lalu. Dalam sehari volume darah yang keluar bervariasi hingga ±100cc. Pasien mengatakan menstruasi yang lama tersebut menyebabkan pasien mengganti pembalut sampai 5-6 kali per hari. Dikatakan pasien memiliki riwayat menstruasi pertama kali pada umur 12 tahun, dalam tiga bulan terakhir siklus menstruasi dikatakan tidak teratur. Pada bulan Februari dikatakan pasien mengalami menstruasi pada tanggal 10 dan berakhir tanggal 18, dengan volume ±80cc perhari dan pasien mengatakan mengganti pembalut 4-5 kali sehari. Pada bulan Maret pasien mulai menstruasi pada tanggal 9 dan berakhir pada tanggal 17 April dengan 29



volume kurang lebih ±80cc perhari, pasien mengatakan mengganti pembalut 4-5 kali sehari. Pada bulan April pasien mengatakan menstruasi kembali tanggal 17 hingga saat pemeriksaan dilakukan, dengan volume ±100 cc per hari dan pasien mengganti pembalut sekitar 6-7 kali dalam sehari. Pasien merasa lebih kurus dari biasanya namun tidak pernah benar-benar mengukur berat badannya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan status present dan general dalam batas normal, pemeriksaan abdomen tinggi fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan tidak ada, massa tidak ada. Pada pemeriksaan dalam terdapat fluksus, tidak adanya pembukaan ostium uteri eksternum (OUE) dan tidak tampak jaringan. Dari pemeriksaan penunjang berupa tes kehamilan didapatkan hasil negatif. Jika dibandingkan antara teori dengan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien seperti adanya keluhan menstruasi lama dengan volume yang banyak dan dengan tes kehamilan yang menunjukkan hasil negatif. Berdasarkan data tersebut, maka kecurigaan akan adanya perdarahan pada kehamilan ataupun kegagalan kehamilan yang juga bermanifestasi sebagai perdarahan dapat disingkirkan. Penyakit lain yang juga bermanifestasi sebagai perdarahan pervaginam adalah perdarahan uterus abnormal atau gangguan siklus menstruasi. Dimana pada seseorang yang mengalami perdarahan uterus abnormal akan mengalami perubahan pola, jumlah darah, atau durasi aliran darah. Perubahan-perubahan tersebut bisa meningkat dan bisa juga menurun. Dari data yang diperoleh dari kasus ini adanya perubahan volume dan durasi menstruasi yang melebihi batas normal. Dilakukan konfirmasi dengan melakukan pemeriksaan dalam dengan hasil berupa fluksus. Berdasarkan gambaran klinis tersebut pasien didiagnosa mengalami perdarahan uterus abnormal. 4.2 Faktor Predisposisi atau Etiologi Mekanisme pasti yang bertanggung jawab atas peristiwa perdarahan uterus abnormal tidak selalu tampak jelas. Berdasarkan International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO), terdapat 9 kategori utama perdarahan



30



uterus abnormal sesuai dengan akronim “PALM COEIN” yakni ; polip, adenomiosis,



leiomioma,



malignancy



dan



hiperplasia,



coagulopathy,



ovulatory dysfunction, endometrial, iatrogenik dan not yet classified.1,4 Kelompok PALM merupakan kelainan struktur yang dapat dinilai dengan berbagai teknik pencitraan dan atau pemeriksaan histopatologi. Kelompok “COEIN” merupakan kelainan non struktural yang tidak dapat dinilai dengan teknik pencitraan atau histopatologi. Sistem klasifikasi tersebut disusun berdasarkan pertimbangan bahwa seorang pasien dapat memiliki satu atau lebih faktor penyebab PUA.5,6 Pada pasien ini, faktor penyebab yang memungkinkan terjadinya perdarahan uterus abnormal adalah kelompok “COEIN” yaitu disfungsi ovulatorik. Pada kelompok “PALM” biasanya akan menimbulkan gejala perdarahan yang disertai dengan rasa nyeri baik itu rasa nyeri saat menstruasi, nyeri saat senggama, nyeri menjelang atau sesudah menstruasi, nyeri saat buang air besar, atau nyeri pelvik kronik. Pada pasien ini dicurigai adalah oleh karena adanya disfungsi ovulatorik (PUA-O) oleh karena usia pasien yang sudah memasuki usia non-reproduktif maka bisa dicurigai pasien memiliki disfungsi ovulasi siklus anovulatorik. Meskipun demikian, jika hanya dari umur saja belum bisa meyakinkan apakah benar seseorang tersebut memiliki siklus ovulatorik. Selain itu, pada kasus ini ditemukan adanya gangguan siklus menstruasi dimana periode menstruasi memanjang menjadi 9-15 hari dalam 3 bulan terakhir serta volume menstruasi yang meningkat dari sebelumnya. Pada perdarahan uterus abnormal anovulatorik, kurangnya progesteron menyebabkan berkurangnya rasio prostaglandin F2α:prostaglandin E2 dan terjadi peningkatan relatif prostaglandin E2 yang merupakan vasodilator dan anti agregasi platelet, menyebabkan bertambahnya perdarahan. Kontraksi uterus tidak terjadi dan tidak nyeri adalah tanda dari siklus anovulasi. 1,3,5 4.3 Penatalaksanaan Penatalaksanaan untuk pasien PUA bertujuan untuk menghentikan perdarahan berdasarkan etiologi masing-masing. Jika perdarahan aktif dan banyak disertai



31



dengan gangguan hemodinamik dan atau Hb < 10 g/dL perlu dilakukan rawat inap.2,3 Pada kasus ini perdarahan yang terjadi mengakibatkan pasien mengalami mengalami anemia berat (Hb:5,4g/dL). Jadi sesuai dengan prinsip penanganan perdarahan akut pasien memerlukan rawat inap guna perbaikan hemodinamik serta penanganan secara diagnostik. Adapun penanganan kasus ini adalah dengan:  



IVFD NaCl 0,9% 20 tpm Transfusi PRC s/d Hb ≥10 g/dL (premedikasi : dexamethason 5mg (IV)



 



dan diphenhidramin 10mg (IV)) SF 3x300 mg PO Provera 3x10 mg PO Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan



manifestasi perdarahan yang sulit diramalkan dengan jumlah perdarahan yang bervariasi. Pada PUA-O, kurangnya progesteron menyebabkan berkurangnya rasio



prostaglandin F2α:prostaglandin E2 dan terjadi peningkatan relatif



prostaglandin E2 yang merupakan vasodilator dan anti agregasi platelet, menyebabkan bertambahnya perdarahan. pada kasus ini, diberikan Provera 3x10 mg PO. Dimana Provera (medroksiprogesteron asetat) diindikasikan untuk membantu mengentikan perdarahan abnormal dari uterus serta mengembalikan siklus normal menstruasi. Pada AUB-O terapi definitif yang yang dapat diberikan berupa penggunaan pil kontrasepsi kombinasi (PKK) dengan dosis yang dianjurkan pada saat perdarahan akut adalah 4 x 1 tablet selama 4 hari, dilanjutkan dengan 3 x 1 tablet selama 3 hari, dilanjutkan dengan 2 x 1 tablet selama 2 hari, dan selanjutnya 1 x 1 tablet selama 3 bulan. Bila dijumpai kontra indikasi pemberian PKK dapat diberikan preparat progestin selama 14 hari, kemudian stop 14 hari. Hal ini diulang sampai 3 bulan siklus.



32



BAB V PENUTUP Kesimpulan yang didapat dari pembahasan kasus ini adalah : 1



Untuk kepentingan diagnosis pada kasus ini dilakukan dengan cara anamnesis dan pemeriksaan fisik dimana didapatkan hasil seperti perubahan volume dan durasi menstruasi yang melebihi batas normal. Dilakukan konfirmasi dengan melakukan pemeriksaan dalam dengan hasil berupa fluksus. Berdasarkan gambaran klinis tersebut pasien didiagnosa mengalami perdarahan uterus abnormal.



2



Faktor resiko penyebab pada kasus ini diduga akibat disfungsi ovulatorik dengan tanda yang khas yaitu siklus menstruasi yang terganggu dimana terjadi perpanjangan periode mentruasi diikuti peningkatan volume, serta usia pasien yang tergolong tidak reproduktif.



3



Manajemen yang dilakukan pada kasus adalah perbaikan hemodinamik serta penanganan secara diagnostik.



33



DAFTAR PUSTAKA 1



Munro, M.G., Critchley, H.O., Fraser, I.S. The FIGO system for nomenclature and classification of causes of abnormal uterine bleeding in the reproductive years: who needs them. American Journal of Obstetric and Gynecology. 2012; p:259-65.



2



Cavazos, A.G., Mola, J.R. Abnormal Uterine Bleeding: New Definitions and Contemporary Terminology. The Female Patient. 2012; 37:27-36.



3



Hoffman, B.L., Schorge, J.O., Schaffer, J.I., et all. Pelvic Mass. In: Wiliams Gynecology, 2nd ed. McGraw-Hill Companies, Inc. New York. 2012; p:246-74



4



Hoffman, B.L., Schorge, J.O., Schaffer, J.I., et all. Abnormal Uterine Bleeding. In: Wiliams Gynecology, 2nd ed. McGraw-Hill Companies, Inc. New York. 2012; p:219-40



5



Rowe, T., Senikas, V. Abnormal Uterine Bleeding in Pre-Menopausal Women. Journal of Obstetrics and Gynaecology Canada. 2013; 35(5):1-28



6



Anonim. Committee Opinion: Management of Acute Abnormal Uterine Bleeding in Nonpregnat Reproductive-Aged Women. The American College of Obstetricians and Gynecologists. 2013; 557:1-6



7



Baziad, A., Hestiantoro, A., Wiweko, B. Panduan Tata Laksana Perdarahan Uterus Abnormal. Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Indonesia, Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. 2011; 3-19



34