13 0 330 KB
I.
KONSEP DASAR PENYAKIT A. PENGERTIAN Abnormal Uterine Bleeding/ Perdarahan Uterus Abnormal merupakan perdarahan yang terjadi diluar siklus menstruasi yang dianggap normal. Perdarahan Uterus Abnormal dapat disebabkan oleh faktor hormonal, berbagai komplikasi kehamilan, penyakit sistemik, kelainan endometrium (polip), masalah-masalah serviks / uterus (leiomioma) / kanker. Namun pola perdarahan abnormal seringkali sangat membantu dalam menegakkan diagnosa secara individual. (Ralph. C Benson, 2009). Perdarahan Uterus Disfungsional (PUD) digunakan untuk menunjukan semua keadaan perdarahan melalui vagina yang abnormal.DUB disini didefenisikan sebagai perdarahan vagina yang terjadi didalam siklus 40 hari, berlangsung >8 hari mengakibatkan kehilang darah > 80 mL & anemia. Ini merupakan diagnosis penyingkiran dimana penyakit lokal & sistemik harus disingkirkan. Sekitar 50 % dari pasien ini sekurang-kurangnya berumur 40 th & 20 % yang lain adalah remaja, karena merupakan saat siklus anovulatori lebih sering ditemukan. (Rudolph,A. 2006).
B. EPIDEMIOLOGI Perdarahan uterus disfungsional tidak dipengaruhi oleh ras, namun dari segi umur yang paling umum yaitu pada usia ekstrim tahun reproduksi wanita, baik di awal / mendekati akhir, tetapi mungkin terjadi pada setiap saat selama hidup reproduksinya. Sebagian besar kasus perdarahan uterus disfungsional pada remaja terjadi selama 2th pertama setelah onset menstruasi, ketika hipotalamus-hipofisis mungkin gagal untuk merespon estrogen & progesteron (Estephan A.2005)
C. FAKTOR RESIKO Menurut Manuaba edisi 2010 : 1. Gagalnya efek umpan balik positif dari estrogen, pengubahan perifer yang abnormal dari androgen menjadi estrogen / cacat endometrium yang dapat berada dalam tingkat reseptor atau dalam sekresi atau pelepasan prostaglandin. 2. Bila tidak ada sekresi progesteron (anovulasi) & dalam perangsangan yang terus berlanjut, endometrium akan berproliferasi ,sehingga mencapai tinggi yang abnormal. Terdapat vaskularitas yang hebat & pertumbuhan kelenjar yang tanpa
dukungan stroma. Endometrium tumbuh melebihi rangsangan yang ditimbulkan estrogen & perdarahan dengan peluruhan endometrium secara tidak teratur. 3. Kelainan fungsi poros hipotalamus-hipofise-ovarium. Usia terjadinya : Perimenars (8-16th)
Masa reproduksi
Perimenopouse
(16-35 th)
(45-65 th)
Berdasarkan tipe AUB / PUD, yaitu : 1. PUD anovulatoris Bentuk dominan pada masa menarche dan pramenopause akibat terganggunya fungsi neuroendokrinologi. Ditandai dengan produksi estradiol 17 β terus menerus tanpa disertai dengan pembentukan corpus luteum & pelepasan progesterone. Estrogen tanpa diimbangi dengan progesteron menyebabkan proliferasi endometrium terus menerus yang menghasilkan pasokan darah berlebih & dikeluarkan secara irregular.
2. PUD Ovulatoris Angka kejadian: 10% wanita usia masa reproduksi. Bercak darah pada pertengahan siklus setelah “LH surge” biasanya bersifat fisiologis. Polimenorea paling sering terjadi akibat pemendekan fase folikuler. Kemungkinan lain adalah pemanjangan fase luteal akibat corpus Luteum yang persisten Menurut Isselbacher.Harrison, perdarahan Uterus Disfungsional dapat dibedakan menjadi penyebab dengan siklus Ovulasi dan penyebab yang berhubungan dengan siklus anovulasi. Namun ada beberapa kondisi yang dikaitkan dengan perdarahan rahim disfungsional, antara lain : a. Alat kontrasepsi IUD / hormonal Wanita yang menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim (IUD) untuk pengendalian kelahiran, juga mungkin mengalami periode yang berlebihan atau berkepanjangan. Jika Anda mengalami perdarahan berat saat menggunakan IUD, IUD harus dihapus dan diganti dengan metode pengendalian kelahiran alternatif. Biasanya terdeteksi segera setelah menstruasi dimulai. b. Gangguan trombosit
Merupakan kelainan darah yang paling umum yang menyebabkan perdarahan >>berlebihan, gangguan trombosit yang paling umum adalah penyakit von Willebrand. Wanita dengan penyakit von Willebrand umumnya akan mengalami tidak hanya perdarahan menstruasi yang berat, tapi mimisan, memar mudah, dan darah dalam tinja. c. Hormon Ketidakseimbangan
hormon
yang
mengganggu
ovulasi
dapat
menyebabkan perdarahan uterus abnormal. Beberapa hal yang dapat mengganggu keseimbangan hormon yang rumit yang mempengaruhi ovulasi dan pendarahan, yaitu : 1) Kehamilan Pada wanita usia subur, kehamilan merupakan penyebab utama dari periode dilewati. 2) Perimenopause Perubahan hormonal yang terjadi selama menjelang menopause
(berhentinya
menstruasi)
menyebabkan
kelainan
perdarahan. 3) Stres Stres hormon seperti kortisol yang diketahui mengganggu ovulasi. 4) Polycystic ovary syndrome (PCOS) suatu kondisi di mana ovarium menjadi penuh dengan kista kecil dan memperbesar. Masalah terjadi ketika kelenjar pituitary memproduksi terlalu banyak hormon yang disebut luteinizing hormone (LH). Ketidakseimbangan hormon yang menciptakan hasil meluap-luap lapisan rahim
yang membuat
perdarahan tidak teratur. 5) Penyebab Lainnya Masalah yang berasal dari kelenjar tiroid, kelenjar pituitary, atau kelenjar adrenal dapat mengganggu ovulasi. Masalah fisik di dalam rahim dapat menyebabkan perdarahan abnormal, yaitu : a) Fibroid pertumbuhan non-kanker yang menyerang dinding rahim di minimal 20% dari wanita berusia di atas 35. Fibroid dapat muncul secara tunggal atau dalam kelompok, dan sekecil anggur atau sebesar jeruk. Mereka terdiri dari otot dan jaringan fibrosa, dan dapat menyebabkan aliran berlebihan saat menstruasi atau pendarahan antara periode.
b) Polip pertumbuhan non-kanker yang dapat menyerang leher rahim atau uterus. Polip mungkin begitu kecil sehingga mereka tidak diketahui, atau mungkin cukup besar untuk menyodok ke dalam rongga rahim atau panggul dan menyebabkan perdarahan abnormal. c) Penyakit radang panggul (PID) suatu kondisi di mana saluran tuba menjadi meradang, biasanya karena infeksi seksual diperoleh. Perdarahan yang tidak teratur adalah salah satu dari banyak gejala PID. d) Kanker rahim pertumbuhan ganas pada rahim. Hal ini dapat terjadi pada dinding rahim (endometrium) / dalam dinding otot nya (sarkoma uterus). e) Kanker endometrium kanker yang paling umum dari sistem reproduksi wanita, & hampir selalu menyerang wanita menopause antara usia 50 - 70. Setiap perdarahan setelah menopause harus diperiksa segera. f) Gangguan nutrisi Wanita dengan lemak tubuh sangat rendah karena gangguan makan, diet ketat, atau olahraga berlebihan sering dapat berhenti ovulasi dan menstruasi.
D. MANIFESTASI KLINIS Perdarahan rahim yang dapat terjadi tiap saat dalam siklus menstruasi. Jumlah perdarahan bisa sedikit-sedikit dan terus menerus atau banyak dan berulang. Pada siklus ovulasi biasanya perdarahan bersifat spontan, teratur dan lebih bisa diramalkan serta seringkali disertai rasa tidak nyaman sedangkan pada anovulasi merupakan kebalikannya (Rudolph,Abraham, 2006). Selain itu gejala yang yang dapat timbul diantaranya seperti mood ayunan, kekeringan atau kelembutan Vagina serta juga dapat menimbulkan rasa lelah yang berlebih (Stork,Susan, 2006). 1. Pada siklus ovulasi Karakteristik PUD bervariasi, mulai dari perdarahan banyak tapi jarang, hingga spotting atau perdarahan yang terus menerus. Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional dengan siklus pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk menegakan diagnosis perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jika karena perdarahan yang lama
dan tidak teratur sehingga siklus haid tidal lagi dikenali maka kadang-kadang bentuk kurve suhu badan basal dapat menolong (Wiknjoksastro, 2007). Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa ada sebab organik, yaitu : a. Korpus luteum persistens : dalam hal ini dijumpai perdarahan kadangkadang bersamaan dengan ovarium membesar. Dapat juga menyebabkan pelepasan endometrium tidak teratur. b. Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia atau polimenorea. Dasarnya ialah kurangnya produksi progesteron disebabkan oleh gangguan LH releasing faktor. Diagnosis dibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok dengan gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan. c. Apopleksia uteri: pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh darah dalam uterus. d. Kelainan darah seperti anemia, purpura trombositopenik dan gangguan dalam mekanisme pembekuan darah.
2. Pada siklus tanpa ovulasi (anovulation) Perdarahan tidak terjadi bersamaan. Permukaan dinding rahim di satu bagian baru sembuh lantas diikuti perdarahan di permukaan lainnya. Jadilah perdarahan rahim berkepanjangan (Wiknjoksastro, 2007).
3. Berdasarakan jenis perdarahan yang muncul, yaitu : Batasan Oligomenorea
Pola Abnormalitas Perdarahan Perdarahan uterus yang terjadi dengan interval > 35 hari dan disebabkan oleh fase folikuler yang memanjang.
Polimenorea
Perdarahan uterus yg trjadi dgn interval 80 ml atau > 7 hari. Menometroragia Perdarahan uterus yang tidak teratur, interval non-siklik dan dengan darah yang berlebihan (>80 ml) dan atau dengan durasi yang
panjang ( > 7 hari). Metroragia/
Perdarahan uterus yang tidak teratur diantara siklus ovulatoir
perdarahan
dengan penyebab a.l penyakit servik, AKDR, endometritis, polip,
antara haid
mioma submukosa, hiperplasia endometrium, dan keganasan.
Bercak
Bercak perdarahan yang terjadi sesaat sebelum ovulasi yang
intermenstrual
umumnya disebabkan oleh penurunan kadar estrogen.
Perdarahan
Perdarahan uterus yang terjadi pada wanita menopause yang
pasca
sekurang-kurangnya sudah tidak mendapatkan haid selama 12
menopause
bulan.
Perd.uterus
Perdarahan uterus yang ditandai dengan hilangnya darah yang
abnormal akut
sangat banyak dan menyebabkan gangguan hemostasisis (hipotensi , takikardia atau renjatan).
Perdarahan
Perdarahan uterus yang bersifat ovulatoir atau anovulatoir yang
uterus disfungsi
tidak
berkaitan
dengan
kehamilan,
pengobatan,
penyebab
iatrogenik, patologi traktus genitalis yang nyata dan atau gangguan kondisi sistemik.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Menurut Wiknjoksastro (2007) & Morgan,Geri dkk (2009), yaitu : 1. Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang lengkap Jika anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan adanya penyakit sistemik, maka penyelidikan lebih jauh mungkin diperlukan. Abnormalitas pada pemeriksaan pelvis harus diperiksa dengan USG dan laparoskopi jika diperlukan. Perdarahan Pervaginam Durasi Kuantitas
Menorrhagia (Hipermenorrhoe)
Penyemburan
Spotting
Spotting
(antar
menstruasi,
(diluar menopause)
menstruasi) Warna
Gejala Penyerta
Merah segar
Demam dan nyeri
Noda cokelat
Kram uterus dan kehamilan Petekiae dan Epitaksis
postmenstruasi,
post
Riwayat
penyakit Interval
dahulu
Siklik
Kontrasepsi oral
Non siklik
AKDR
Setelah amenorrhoe Perdarahan antar menstruasi (misalnya setelah koitus atau pembilasan)
Perdarahan siklik (reguler) didahului oleh tanda premenstruasi (mastalgia, kenaikan berat badan karena meningkatnya cairan tubuh, perubahan mood / kram abdomen ) lebih cenderung bersifat ovulatori. Sedangkan, perdarahan lama yang terjadi dengan interval tidak teratur setelah mengalami amenore berbulan–bulan, kemungkinan bersifat anovulatori. Peningkatan suhu basal tubuh ( 0,3 – 0,6 C ), peningkatan kadar progesteron serum ( > 3 ng/ ml ) & perubahan sekretorik pada endometrium yang terlihat pada biopsi yang dilakukan saat onset perdarahan, semuannya merupakan bukti ovulasi. Pada pemeriksaan fisik juga ditemukan : Suhu meningkat menandakan infeksi pelvis, Takikardi dan hipotensi nenandakan hipovolemia (perdarahan ekstra peritoneal atau intra peritoneal), sepsis, Petekiae atau ekimosis menandakan kelainan koagulasi. 2. Pemeriksaan abdomen Inspeksi & palpasi misalnya menunjukkan kehamilan / iritasi peritoneum. Uterus yang membesar menandakan adanya kehamilan ektopik maupun missed abortion, uterus yang lebih besar (dari ukuran kehamilan bila dilihat dari HPHT) kemungkinan menandakan kehamilan mola, kehamilan ganda / kehamilan dalam suatu uterus fibroid. 3. Pemeriksaan pelvis Spekulum digunakan untuk memeriksa kuantitas darah & sumber perdarahan, laserasi vagina, lesi servik, perdarahan ostium uteri, benda asing. Bimanual digunakan untuk pemeriksaan patologis. 4. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan darah : Hemoglobin, uji fungsi thiroid , dan kadar HCG, FSH, LH, Prolaktin & androgen serum jika ada indikasi atau skrining gangguan perdarahan jika ada tampilan yang mengarah kesana.
Deteksi patologi endometrium melalui (a) dilatasi dan kuretase dan (b) histeroskopi. Wanita tua dengan gangguan menstruasi, wanita muda dengan perdarahan tidak teratur atau wanita muda ( < 40 tahun ) yang gagal berespon terhadap pengobatan harus menjalani sejumlah pemeriksaan endometrium. Penyakit organik traktus genitalia mungkin terlewatkan bahkan saat kuretase. Maka penting untuk melakukan kuretase ulang dan investigasi lain yang sesuai pada seluruh kasus perdarahan uterus abnormal berulang atau berat. Pada wanita yang memerlukan investigasi, histeroskopi lebih sensitif dibandingkan dilatasi dan kuretase dalam mendeteksi abnormalitas endometrium Laparoskopi : Laparoskopi bermanfaat pada wanita yang tidak berhasil dalam uji coba terapeutik. 5. Data Diagnostik Tambahan a. Biopsi endometrium atau kuretase yang dapat memberikan suatu diagnosis histologi spesifik. b. Biopsi vulva, vagina atau serviks, lesi harus dibiopsi kecuali jika lesi khas untuk penyakit trofoblastik metastatik dan dapat berdarah hebat bila dibiopsi. c. Cairan serviks untuk perwarnaan gram terutama jika dicurigai adanya infeksi. d. Tes kehamilan terhadap hCG. Tes positif kuat mengesankan adanya jaringan trofoblastik baik intra maupun ekstrauterin. e. Determinasi serangkaian hematokrit. f. Tes koagulasi dapat dilakukan bila dicurigai adanya kelainan koagulasi. g. Tes fungsi tiroid dapat diindikasikan sewaktu evaluasi lanjutan.
F. PENATALAKSANAAN MEDIS Menurut (Wiknjoksastro, 2007) & (Estephan A. 2005), prinsip secara umum yaitu : 1. Menghentikan perdarahan Langkah-langkah upaya menghentikan perdarahan adalah sebagai berikut: a. Kuret (curettage) Hanya untuk wanita yang sudah menikah. b. Obat (medikamentosa) 1) Golongan estrogen
Pada umumnya dipakai estrogen alamiah, misalnya: estradiol valerat (nama
generik) yang relatif menguntungkan karena tidak
membebani kinerja liver dan tidak menimbulkan gangguan pembekuan darah. Jenis lain, misalnya: etinil estradiol, tapi obat
ini dapat
menimbulkan gangguan fungsi liver. Dosis dan cara pemberian : a) Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 2,5 mg diminum selama 7-10 hari. b) Benzoas estradiol: 20 mg disuntikkan intramuskuler. (melalui bokong) c) Jika perdarahannya banyak, dianjurkan nginap di RS (opname), dan diberikan Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 25 mg secara intravenus (suntikan lewat selang infus) perlahan-lahan (10-15 menit), dapat diulang tiap 3-4 jam. Tidak boleh lebih 4 kali sehari. Estrogen intravena dosis tinggi ( estrogen konjugasi 25 mg setiap 4 jam sampai perdarahan berhenti ) akan mengontrol secara akut melalui perbaikan proliferatif endometrium dan melalui efek langsung terhadap koagulasi, termasuk peningkatan fibrinogen dan agregasi trombosit. Terapi estrogen bermanfaat menghentikan perdarahan khususnya pada kasus endometerium atrofik atau inadekuat. Estrogen juga diindikasikan pada kasus DUB sekunder akibat depot progestogen ( Depo Provera ). Keberatan terapi ini ialah bahwa setelah suntikan dihentikan, perdarahan timbul lagi. 2) Obat Kombinasi Terapi siklik merupakan terapi yang paling banyak digunakan dan paling efektif. Pengobatan medis ditujukan pada pasien dengan perdarahan yang banyak atau perdarahan yang terjadi setelah beberapa bulan amenore. Cara terbaik adalah memberikan kontrasepsi oral ; obat ini dapat dihentikan setelah 3 – 6 bulan dan dilakukan observasi untuk melihat apakah telah timbul pola menstruasi yang normal. Banyak pasien yang mengalami anovulasi kronik dan pengobatan berkelanjutan diperlukan. 3) Golongan progesterone
Pertimbangan di sini ialah bahwa sebagian besar perdarahan fungsional bersifat anovulatoar, sehingga pemberian obat progesterone mengimbangi pengaruh estrogen terhadap endometrium. Obat untuk jenis ini, antara lain: a) Medroksi progesteron asetat (MPA): 10-20 mg per hari, diminum 7-10 hari. b) Norethisteron: 3×1 tablet, diminum selama 7-10 hari. c) Kaproas hidroksi-progesteron 125 mg secara intramuskular. 4) OAINS Menorragia dapat dikurangi dengan Obat Anti Inflamasi Non Steroid. Fraser dan Shearman membuktikan bahwa OAINS paling efektif jika diberikan selama 7 hingga 10 hari sebelum onset menstruasi yang diharapkan pada pasien DUB ovulatori, tetapi umumnya dimulai pada onset menstruasi dan dilanjutkan selama espisode perdarahan dan berhasil baik. Obat ini mengurangi kehilangan darah selama menstruasi ( mensturual blood loss / MBL ) dan manfaatnya paling besar pada DUB ovulatori dimana jumlah pelepasan prostanoid paling tinggi. 2. Mengatur menstruasi agar kembali normal Setelah perdarahan berhenti, langkah selanjutnya adalah pengobatan untuk mengatur siklus menstruasi, misalnya dengan pemberian: Golongan progesteron: 2×1 tablet diminum selama 10 hari. Minum obat dimulai pada hari ke 14-15 menstruasi. 3. Transfusi jika kadar hemoglobin kurang dari 8 gr%
Terapi yang ini
diharuskan pasiennya untuk menginap di Rumah Sakit atau klinik. Sekantong darah (250 cc) diperkirakan dapat menaikkan kadar hemoglobin (Hb) 0,75 gr%. Ini berarti, jika kadar Hb ingin dinaikkan menjadi 10 gr% maka kira-kira perlu sekitar 4 kantong darah.
Penatalaksanaan berdasarkan tipe AUB 1. Perdarahan uterus disfungsi yang anovulatoir Pil kontrasepsi oral digunakan untuk mengatur siklus haid dan kontrasepsi. Pada penderita dengan siklus haid tidak teratur akibat anovulasi kronik (oligo ovulasi), pemberian pil kontrasepsi mencegah resiko yang berkaitan dengan stimulasi estrogen berkepanjangan terhadap endometrium yang tidak diimbangi dengan
progesteron
(“unopposed
estrogen
stimulation
of
the
endometrium”). Pil kontrasepsi secara efektif dapat mengendalikan perdarahan anovulatoir pada penderita pre dan perimenopause. Bila terdapat kontraindikasi pemberian pil kontrasepsi ( perokok berat atau resiko tromboflebitis) maka dapat diberikan terapi dengan progestin secara siklis selama 5 – 12 hari setiap bulan sebagai alternatif. DOSIS
MAKSUD
Etinil estradiol 20 – 35 mcg +
Mengatur siklus haid
progestin monofasik tiap hari
Kontrasepsi
Pil 35 mcg 2 – 4 kali sehari
Mencegah
selama 5 – 7 hari sampai perdarahan berhenti dan diikuti dengan
penurunan
hiperplasia
endometrium
secara
Penatalaksanaan perdarahan yang banyak
bertahap sampai 1 pil 1 kali
namum
tidak
bersifat
gawat darurat
perhari dan dilanjutkan dengan pemberian pil kontrasepsi selama 3 siklus
5 – 10 mg / hari selama 5 – 10
Mengatur siklus haid
hari @ bulan
Mencegah
hiperplasia
endometrium
2. Perdarahan uterus disfungsi ovulatoir Terapi medikamentosa untuk kasus menoragia terutama adalah NSAID (asam mefenamat) dan AKDR-levonorgesterel (Mirena). Efektivitas asam mefenamat, pil kontrasepsi, naproxen, danazol terhadap menoragia adalah setara. Efek samping dan harga dari androgen (Danazol atau GnRH agonis) membatasi penggunaannya bagi kasus menoragia, namun obat-obat ini dapat digunakan dalam jangka pendek untuk menipiskan endometrium sebelum dikerjakan tindakan ablasi endometrium. Obat antifibrinolitik secara bermakna mengurangi jumlah perdarahan, namun obat ini jarang digunakan dengan alasan yang menyangkut keamanan ( potensi menyebabkan tromboemboli).
3. Pembedahan Bila terapi medis gagal atau terdapat kontraindikasi maka dilakukan intervensi pembedahan. Terapi pilhan pada kasus adenokarsionoma adalah histerektomi, tindakan ini juga dipertimbangkan bila hasil biopsi menunjukan atipia. TINDAKAN Histeroskopi operatif Mimektomi
ALASAN Abnormalitas struktur intra uteri.
(abdominal, Mioma uteri.
laparoskopik, histeroskopik) Reseksi
endometrial Terapi menoragia atau menometroragia resisten.
transervikal Ablasi endometrium (thermal Terapi menoragia atau menometroragia resisten balloon/roller ball)
dalam rangka penatalaksanaan perdarahan uterus akut yang resisten
Embolisasi arteri uterina
Mioma uteri.
Histerektomi
Hiperplasia atipikal, karsinoma endometrium.
II.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN 1.
Identitas klien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama dan alamat, serta data penanggung jawab
2.
Keluhan klien saat masuk rumah sakit Biasanya klien merasa nyeri pada daerah perut & terasa ada massa di daerah abdomen, menstruasi yg tidak berhenti-henti.
3.
Riwayat Kesehatan a.
Riwayat kesehatan sekarang Keluhan yang dirasakan klien adalah nyeri pada daerah abdomen bawah, ada pembengkakan pada daerah perut, menstruasi yang tidak berhenti, rasa mual dan muntah.
b.
Riwayat kesehatan keluarga kaji riwayat keluarga dlm kelainan ginekologi
4.
Riwayat kehamilan dan persalinan Dengan kehamilan dan persalinan/tidak
5.
Riwayat menstruasi kadang-kadang terjadi digumenorhea dan bahkan sampai amenorhea. menarche, lama, siklus, jumlah, warna dan bau
6.
Pemeriksaan Fisik Dilakukan mulai dari kepala sampai ekstremitas bawah secara sistematis.
7.
a.
Abdomen Nyeri tekan pada abdomen, Teraba massa pada abdomen.
b.
Ekstremitas Nyeri panggul saat beraktivitas, Tidak ada kelemahan.
c.
Eliminasi, urinasi Adanya konstipasi, Susah BAK
Data Sosial Ekonomi kaji golongan masyarakat dan tingkat umur, baik sebelum masa pubertas maupun sebelum menopause.
8.
Data Psikologis Ovarium merupakan bagian dari organ reproduksi wanita, dimana ovarium sebagai penghasil ovum, mengingat fungsi dari ovarium tersebut sementara pada klien dengan perdarahan abnormal pervaginam hal ini akan mempengaruhi mental klien yang ingin hamil
9.
Pola kebiasaan Sehari-hari Biasanya klien mengalami gangguan dalam aktivitas, dan tidur karena merasa nyeri
10. Pemeriksaan Penunjang a.
Data laboratorium pemeriksaan darah lengkap (NB, HT, SDP)
b.
Pemeriksaan fisiki ada tidaknya benjolan dan ukuran benjolan
B. ANALISA DATA
DATA
ETIOLOGI
DIAGNOSA
DO : Klien tampak
Factor resiko
Nyeri b/d kerusakan jaringan
↓
otot, system saraf & gangguan
gelisah,
perilaku
berhati-hati, ekspresi G3 keseimbangan hormone uterus
sirkulasi darah
↓
tegang, TTV.
Perdarahan abnormal
DS : -
↓ Perpindahan cairan ke intrasel ↓ Penekanan ujung syaraf DO
:
adanya
Factor resiko
perdarahan
↓
pervaginam
G3 keseimbangan hormone uterus
Resiko
tinggi
kekurangan
cairan tubuh b/d perdarahan pervaginam berlebihan.
↓
DS : -
Perdarahan abnormal ↓ Kehilangan banyak cairan & elektrolit DO : klien tampak
Factor resiko
cemas, TTV ↑
↓
b/d
Kurangnya
pengetahuan tentang penyakit,
G3 keseimbangan hormone uterus
DS : -
Ansietas
↓
prognosis
&
kebutuhan
pengobatan.
Perdarahan abnormal ↓ Kurangnya pajanan informasi Sekresi eritropoitis turun
DO :
Pasien
tampak
lemah
Konjungtiva pucat
↓ Produksi Hb turun ↓ Oksihemoglobin turun
Intoleransi Aktivitas
Eritrosit ↓
Hemoglobin ↓
↓ Suplai O2 turun ↓
DS :
Intoleransi aktivitas
Klien mengatakan ketika beraktivitas cepat
merasa
lemas dan letih
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA Nyeri
TUJUAN
INTERVENSI
Tujuan : Nyeri berkurang
Kaji riwayat nyeri, mis : lokasi nyeri,
setelah dilakukan tindakan
frekuensi, durasi dan intensitas (kala
keperawatan selama 1 x
0-10) dan tindakan pengurangan yang
24 jam.
dilakukan.
Kriteria Hasil :
Klien
pasien
mengatur
posisi
menyatakan
senyaman mungkin (posisi fowler atau
nyeri berkurang (skala
posisi datar atau miring kesalah satu
3-5)
sisi)
Klien tampak tenang,
eksprei wajah rileks.
Bantu
TTV normal : Suhu :
Kaji tanda vital : tachicardi,hipertensi, pernafasan cepat.
Ajarkan
pasien
penggunaan
36-37 0C, N
: 80-
keterampilan manajemen nyeri mis :
100 x/m, RR
: 16-
dengan
24x/m, TD :
: Sistole
100-130
Diastole mmHg
70-80
relaksasi,
tertawa,
mendengarkan musik dan sentuhan
mmHg, :
teknik
terapeutik.
Evaluasi/ kontrol pengurangan nyeri
Ciptakan suasana lingkungan tenang dan nyaman.
Kolaborasi untuk pemberian analgetik sesuai indikasi.
Laksanakan
pengobatan
sesuai
indikasi seperti analgesik intravena.
Observasi efek analgetik (narkotik )
Kolaborasi : anjurkan dilakukannya pembedahan
Motivasi klien untuk mobilisasi dini setelah
pembedahan
bila
sudah
diperbolehkan. Resiko
tinggi Tujuan
:
kekurangan cairan dilakukan tubuh
Setelah
Kaji tanda-tanda kekurangan cairan.
tindakan
Pantau
keperawatan selama 2 x 24
jam
tidak
terjadi
masukan
dan
haluaran/
monitor balance cairan tiap 24 jam.
kekurangan volume cairan
Monitor tanda-tanda vital. Evaluasi nadi perifer.
tubuh.
Observasi pendarahan
Kriteria Hasil :
Anjurkan klien untuk minum +1500-
Tidak
ditemukan
tanda-tanda kekuranga
2000 ,l/hari
cairan. Seperti turgor
parenteral dan kalau perlu transfusi
kulit kurang, membran
sesuai
mukosa
laboratorium.
kering,
demam.
Kolaborasi untuk pemberian cairan
indikasi, Hb,
pemeriksaan leko,
trombo,
ureum, kreatinin.
Pendarahan
berhenti,
keluaran urine 1 cc/kg BB/jam.
TTV normal : Suhu : 36-37 0C, N
: 80-
100 x/m, RR
: 16-
24x/m, TD :
: Sistole
100-130
Diastole
mmHg, :
70-80
mmHg Ansietas
Tujuan
:
Kecemasan
berhubungan
dapat berkurang setelah
Dorong klien untuk mengekspresikan perasaannya..
dengan perubahan diberikan askep selama 3 gambaran tubuh
Dorong dan dukung klien untuk
X 24 jam
menyadari dan berusaha menerima
Kriteria Hasil :
diagnosa
Klien tampak tenang
Diskusikan tanda dan gejala depresi.
Mau
Diskusikan kemungkinan untuk bedah
berpartisipasi
dalam program terapi
rekonstruksi atau pemakaian prostetik.
Beri informasi tentang hasil-hasil lab dan perkembangan penyakit klien, serta treatment yang mungkin, seperti kemoterapi, radioterapi, pembedahan
Informasikan tentang dukungan sosial/ kelompok
bagi
perkumpulan
klien,
penyandang
misalnya kanker
mammae Intoleransi
Tujuan : Pasien dapat
aktivitas
melakukan
aktivitas
berhubungan
mandiri
keluhan
dengan
setelah diberikan askep
tanpa
dalam
Latih pasien melakukan ROM aktif.
merasa lemas dan letih
Anjurkan aktivitas alternatif sambil
tidak
melakukan
dan dalam
batas normal : eritrosit : 4,5 – 5,5 10e6/ul Hemoglobin : 13,0 – 16,0 gr/dl Konjungtiva muda
istirahat
Eritrosit hemoglobin
kemandirian
perawatan diri.
aktivitas
Tingkatkan
cepat
Pasien
saat
Pantau kondisi umum dan ukur TTV pasien secara berkala
kebutuhan Kriteria Hasil :
dan suplai oksigen
Observasi faktor yang menimbulkan keletihan.
ketidakseimbangan 3x24 jam. antara
merah
Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Edisi 4. Jakarta : EGC Carpenito, Lynda Juall. 2010. Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik. Jakarta : EGC Ida Bagus Gde Manuaba. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC Mansjoer, Arif,dkk. 2001.Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: FKUI Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana AsuhanKeperawatan:
Pedoman
Untuk
Perencanaan
dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3, Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta NANDA Internasional. 2013. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klarifikasi 2012 – 2014. Jakarta : EGC NANDA. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC – NOC. Jakarta : ECG