LP Aub Fix [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN DIAGNOSA ABNORMAL UTERINE BLEEDING (AUB) +ANEMIA KRONIS DI RUANG MERPATI RSUD IDAMAN BANJARBARU



DISUSUN OLEH : Leny Setiawati, S.Kep 113063J115021 Maria Sepni, S.Kep 113063J115027 Nia Fransiska Barus, S.Kep 113063J115030 Nor Kamala, S.Kep 113063J115031 Norsaidah, S.Kep 113063J113032 Paska Feronica M, S.Kep 113063J113033



PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN BANJARMASIN 2020



I. KONSEP DASAR TEORI A. PENGERTIAN Abnormal Uterine Bleeding/ Perdarahan Uterus Abnormal merupakan perdarahan yang terjadi diluar siklus menstruasi yang dianggap normal. Perdarahan Uterus Abnormal dapat disebabkan oleh faktor hormonal, berbagai komplikasi kehamilan, penyakit sistemik, kelainan endometrium (polip), masalah-masalah serviks / uterus (leiomioma) / kanker. Namun pola perdarahan abnormal seringkali sangat membantu dalam menegakkan diagnosa secara individual. (Ralph. C Benson, 2009). Perdarahan uterus abnormal (PUA) meliputi semua kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun lamanya. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan banyak, sedikit, siklus haid yang memanjang atau tidak beraturan Terminologi menoragia saat ini diganti dengan perdarahan haid banyak atau heavy menstrual bleeding (HMB) sedangkan perdarahan uterus abnormal yang disebabkan faktor koagulopati, gangguan hemostatis lokal endometrium dan gangguan ovulasi merupakan kelainan yang sebelumnya termasuk dalam perdarahan uterus disfungsional (PUD).



B. ETIOLOGI Sebab-sebab organik Perdarahan dari uterus, tuba, dan ovarium disebabkan oleh kelainan pada: 1) Serviks uteri, seperti polipus servisis uteri, erosio porsionis uteri, ulkus pada porsio uteri, karsinoma servisis uteri; 2) Korpus uteri, seperti polip endometrium, abortus iminens, abortus sedang



berlangsung,



abortus



inkompletus,



mola



hidatidosa,



koriokarsinoma, subinvolusio uteri, karsinoma korporis uteri, sarkoma uteri, mioma uteri; 3) Tuba Falopii, seperti kehamilan ektoplik terganggu, radang tuba, tumor tuba; 4) Ovarium, seperti radang ovarium, tumor ovarium.



Sebab-sebab fungsional Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik, dinamakan perdarahan disfungsional. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi , kelainan ini lebih sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium. Dua pertiga dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan disfungsional berumur diatas 40 tahun, dan 3% dibawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek banyak dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa pubertas, akan tetapi karena keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarang diperlukan perawatan di rumah sakit.



C. TANDA DAN GEJALA Perdarahan Ovulatoar Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional dengan siklus pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk menegakkan diagnosis perdarahan ovulatoar, perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jika karena perdarahan yang lama dan tidak teratur siklus haid tidak dikenali lagi, maka kadang-kadang bentuk kurve suhu badan basal dapat menolong. Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa adanya sebab organik, maka harus dipikirkan sebagai etiologinya: 1. Korpus luteum persistens; dalam hal ini dijumpai perdarahan kadangkadang bersamaan dengan ovarium membesar. Sindrom ini harus dibedakan dari kehamilan ektopik karena riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan panggul sering menunjukkan banyak persamaan antara keduanya. Korpus luteum persistens dapat pula menyebabkan pelepasan endometrium tidak teratur (irregular shedding). Diagnosis irregular shedding dibuat dengan kerokan yang tepat pada waktunya, yakni menurut Mc Lennon pada hari ke-4 mulainya perdarahan. Pada waktu ini dijumpai endometrium dalam tipe sekresi disamping tipe nonsekresi.



2. Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia, atau polimenore. Dasarnya ialah kurangnya produksi progesteron disebabkan oleh gangguan LH releasing factor. Diagnosis dibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok dengan gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan. 3. Apopleksia uteri : pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh darah dalam uterus. 4. Kelainan darah, seperti anemia, purpura trombositopenik, dan gangguan dalam mekanisme pembekuan darah. Menurut Isselbacher.Harrison, perdarahan Uterus Disfungsional dapat dibedakan menjadi penyebab dengan siklus Ovulasi dan penyebab yang berhubungan dengan siklus anovulasi. Namun ada beberapa kondisi yang dikaitkan dengan perdarahan rahim disfungsional, antara lain : a. Alat kontrasepsi IUD / hormonal Wanita yang menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim (IUD) untuk pengendalian kelahiran, juga mungkin mengalami periode yang berlebihan atau berkepanjangan. Jika Anda mengalami perdarahan berat saat menggunakan IUD, IUD harus dihapus dan diganti dengan metode pengendalian kelahiran alternatif. Biasanya terdeteksi segera setelah menstruasi dimulai. b. Gangguan trombosit Merupakan kelainan darah yang paling umum yang menyebabkan perdarahan >>berlebihan, gangguan trombosit yang paling umum adalah penyakit von Willebrand. Wanita dengan penyakit von Willebrand umumnya akan mengalami tidak hanya perdarahan menstruasi yang berat, tapi mimisan, memar mudah, dan darah dalam tinja. c. Hormon Ketidakseimbangan hormon yang mengganggu ovulasi dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal. Beberapa hal yang dapat mengganggu keseimbangan hormon yang rumit yang mempengaruhi ovulasi dan pendarahan, yaitu :



 Pada wanita usia subur, kehamilan



1) Kehamilan



merupakan penyebab utama dari periode dilewati. 2) Perimenopause  Perubahan hormonal yang terjadi selamamenjelang



menopause



(berhentinyamenstruasi)menyebabkan kelainan perdarahan. 3) Stres Stres hormon seperti kortisol yang diketahui mengganggu ovulasi. 4) Polycystic ovary syndrome (PCOS) suatu kondisi di mana ovarium



menjadi



penuh



dengan



kista



kecil



dan



memperbesar. Masalah terjadi ketika kelenjar pituitary memproduksi



terlalu



banyak



hormon



yang



disebut



luteinizing hormone (LH). Ketidakseimbangan hormon yang menciptakan hasil meluap-luap lapisan rahim yang membuat perdarahan tidak teratur. 5) Penyebab Lainnya  Masalah yang berasal dari kelenjar tiroid, kelenjar pituitary, atau kelenjar adrenal dapat mengganggu ovulasi. Masalah fisik di dalam rahim dapat menyebabkan perdarahan abnormal, yaitu : a) Fibroid pertumbuhan non-kanker yang menyerang dinding rahim di minimal 20% dari wanita berusia di atas 35. Fibroid dapat muncul secara tunggal atau dalam kelompok, dan sekecil anggur atau sebesar jeruk. Mereka terdiri dari otot dan jaringan fibrosa, dan dapat menyebabkan aliran berlebihan saat menstruasi atau pendarahan antara periode. b) Polip







pertumbuhan



non-kanker



yang



dapat



menyerang leher rahim atau uterus. Polip mungkin begitu kecil sehingga mereka tidak diketahui, atau mungkin cukup besar untuk menyodok ke dalam rongga



rahim



atau



panggul



dan



menyebabkan



perdarahan abnormal. c) Penyakit radang panggul (PID) suatu kondisi di mana saluran tuba menjadi meradang, biasanya karena



infeksi seksual diperoleh. Perdarahan yang tidak teratur adalah salah satu dari banyak gejala PID. d) Kanker rahim pertumbuhan ganas pada rahim. Hal ini dapat terjadi pada dinding rahim (endometrium) / dalam dinding otot nya (sarkoma uterus). e) Kanker endometrium  kanker yang paling umum dari sistem reproduksi wanita, & hampir selalu menyerang wanita menopause antara usia 50 - 70. Setiap perdarahan setelah menopause harus diperiksa segera. f) Gangguan nutrisi  Wanita dengan lemak tubuh sangat rendah karena gangguan makan, diet ketat, atau olahraga berlebihan sering dapat berhenti ovulasi dan menstruasi. Perdarahan anovulatoar Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium. Dengan menurunnya kadar estrogen dibawah tingkta tertentu, timbul perdarahan yang kadang-kadang bersifat siklis, kadang-kadang tidak teratur sama sekali. Fluktuasi kadar estrogen ada sangkut-pautnya dangan jumlah folikel yang pada suatu waktu fungsional aktif. Folikel-folikel ini mengeluarkan estrogen sebelum mengalami atresia, dan kemudian diganti oleh folikel-folikel baru. Endometrium dibawah pengaruh estrogen tumbuh terus, dan dari endometrium yang mula-mula proliferatif dapat terjadi endometrium bersifat hiperplasia kistik. Jika gambaran itu dijumpai pada sediaan yang diperoleh dengan kerokan, dapat diambil kesimpulan bahwa perdarahan bersifat anovulatoar. Walaupun perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap waktu dalam kehidupan menstrual seorang wanita, namun hal ini paling sering terdapat pada masa pubertas dan pada masa pramenopause. Pada masa pubertas sesudah menarche, perdarahan tidak normal disebabkan oleh gangguan atau terlambatnya proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa pembuatan Releasing Factor dan hormon gonadotropin tidak



sempurna. Pada wanita dalam masa pramenopause proses terhentinya fungsi ovarium tidak selalu berjalan lancar. Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada harapan bahwa lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi ovulatoar, pada seorang wanita dewasa dan terutama dalam masa pramenopause dengan perdarahab tidak teratur mutlak diperlukan kerokan untuk menentukan ada tidaknya tumor ganas. Perdarahan disfungsional dapat dijumpai pada penderita-penderita dengan penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, penyakit umum yang menahun, tumor-tumor ovarium, dan sebagainya.1,5 Akan tetapi, disamping itu, terdapat banyak wanita dengan perdarahan disfungsional tanpa adanya penyakit-penyakit tersebut diatas. Dalam hal ini stress yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, baik didalam maupun di luar pekerjaan, kejadian-kejadian yang mengganggu keseimbangan emosional seperti kecelakaan, kematian dalam keluarga, pemberian obat penenang terlalu lama, dan lain-lain, dapat menyebabkan perdarahan anovulatoar. Biasanya kelinan dalam perdarahan ini hanya untuk sementara waktu saja.



D. PATOFISIOLOGI



Mekanisme terjadinya anomali uterus bleeding masih belum diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa studiyang menyimpulkan bahwa terjadinya AUB tersebut disebabkan adanya kerusakan dari jaringan -jaringan dan pembuluh-pembuluh darah karena kelainankelainan organik (terutamakarena adanya infeksi dan tumor) pada alat-alat genitalia interna dan tidak berfungsinya jaringan-jaringan tersebut secara maksimal untuk melakukan proses penghentian perdarahannya.Secara umum penyebab terjadinya AUB adalah kelainan organik pada alat-alat genitaliainterna dalam (seperti serviks uteri, korpus uterus, tuba fallopi, dan ovarium), kelainansistemik atau darah (seperti kelainan faktor pembekuan darah), dan kelainan fungsional darialat-alat genitalia.



Beberapa kelainan organik pada alat-alat genitalia interna yang dapatmenjadi penyebab terjadinya AUBadalah bagian berikut ini.a. Pada serviks uteri: polip serviks uteri, erosi porsio uteri,ulkus (borok) porsio uteri,karsinoma (kanker pada sel tubuh) uteri. b. Pada korpus uteri: polip endometrium uteri, abortus iminens, proses berlangsungnyaabortus, abortus inkomplit, kehamilan mola hidatidosa, khorio-karsinoma, subinvolusi uteri,karsinoma korpus uteri, sarkoma (kanker pada jaringan lunak tubuh) uteri, dan mioma uteri.c. Pada tuba fallopi: kehamilan ektopik terganggu (KET), peradangan pada tuba fallopi, dantumor tuba fallopi.d. Pada ovarium: peradangan pada ovarium dan tumor ovarium (Wiknjoksastro, 2007).



E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Menurut Wiknjoksastro (2007) & Morgan,Geri dkk (2009), yaitu : 1. Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang lengkap Jika anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan adanya penyakit sistemik, maka penyelidikan lebih jauh mungkin diperlukan. Abnormalitas pada pemeriksaan pelvis harus diperiksa dengan USG dan laparoskopi jika diperlukan. 2. Pemeriksaan abdomen Inspeksi& palpasi misalnya menunjukkan kehamilan / iritasi peritoneum. Uterus yang membesar menandakan adanya kehamilan ektopik maupun missed abortion, uterus yang lebih besar (dari ukuran



kehamilan



bila



dilihat



dari



HPHT)



kemungkinan



menandakan kehamilan mola, kehamilan ganda / kehamilan dalam suatu uterus fibroid. 3. Pemeriksaan pelvis Spekulum digunakan untuk memeriksa kuantitas darah & sumber perdarahan, laserasi vagina, lesi servik, perdarahan ostium uteri, benda asing.Bimanual digunakan untuk pemeriksaan patologis. 4. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan darah : Hemoglobin, uji fungsi thiroid , dan kadar HCG, FSH, LH, Prolaktin & androgen serum jika ada



indikasi atau skrining gangguan perdarahan jika ada tampilan yang mengarah kesana. Deteksi patologi endometriummelalui (a) dilatasi dan kuretase dan (b) histeroskopi. Wanita tua dengan gangguan menstruasi, wanita muda dengan perdarahan tidak teratur atau wanita muda ( < 40 tahun ) yang gagal berespon terhadap pengobatan harus menjalani sejumlah pemeriksaan endometrium. Penyakit organik traktus genitalia mungkin terlewatkan bahkan saat kuretase. Maka penting untuk melakukan kuretase ulang dan investigasi lain yang sesuai pada seluruh kasus perdarahan uterus abnormal berulang atau berat. Pada wanita yang memerlukan investigasi, histeroskopi lebih sensitif dibandingkan dilatasi dan kuretase dalam mendeteksi abnormalitas endometrium Laparoskopi : Laparoskopi bermanfaat pada wanita yang tidak berhasil dalam uji coba terapeutik. 5. Data Diagnostik Tambahan a. Biopsi endometrium atau kuretase yang dapat memberikan suatu diagnosis histologi spesifik. b. Biopsi vulva, vagina atau serviks, lesi harus dibiopsi kecuali jika lesi khas untuk penyakit trofoblastik metastatik dan dapat berdarah hebat bila dibiopsi. c. Cairan serviks untuk perwarnaan gram terutama jika dicurigai adanya infeksi. d. Tes kehamilan terhadap hCG. Tes positif kuat mengesankan adanya jaringan trofoblastik baik intra maupun ekstrauterin. e. Determinasi serangkaian hematokrit. f. Tes koagulasi dapat dilakukan bila dicurigai adanya kelainan koagulasi. g. Tes fungsi tiroid dapat diindikasikan sewaktu evaluasi lanjutan



F. PENATALAKSANAAN MEDIS Menurut (Wiknjoksastro, 2007) & (Estephan A. 2005), prinsip secara umum yaitu :



1. Menghentikan perdarahan Langkah-langkah upaya menghentikan perdarahan adalah sebagai berikut: a. Kuret (curettage)  Hanya untuk wanita yang sudah menikah. b. Obat (medikamentosa) 1) Golongan estrogen Pada umumnya dipakai estrogen alamiah, misalnya: estradiol



valerat



(nama



generik)



yang



relatif



menguntungkan karena tidak membebani kinerja liver dan tidak menimbulkan gangguan pembekuan darah. Jenis lain, misalnya: etinil estradiol, tapi obat ini dapat menimbulkan gangguan fungsi liver. Dosis dan cara pemberian : a) Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 2,5 mg diminum selama 7-10 hari. b) Benzoas estradiol: 20 mg disuntikkan intramuskuler. (melalui bokong) c) Jika perdarahannya banyak, dianjurkan nginap di RS (opname),



dan



diberikan



Estrogen



konyugasi



(estradiol valerat): 25 mg secara intravenus (suntikan lewat selang infus) perlahan-lahan (10-15 menit), dapat diulang tiap 3-4 jam. Tidak boleh lebih 4 kali sehari. Estrogen intravena dosis tinggi ( estrogen konjugasi 25 mg setiap 4 jam sampai perdarahan berhenti ) akan mengontrol secara akut melalui perbaikan proliferatif endometrium dan melalui efek langsung terhadap koagulasi, termasuk peningkatan fibrinogen dan agregasi trombosit. Terapi estrogen bermanfaat menghentikan perdarahan khususnya pada kasus endometerium atrofik atau inadekuat. Estrogen juga diindikasikan pada kasus DUB sekunder akibat depot progestogen ( Depo Provera ). Keberatan terapi ini ialah bahwa setelah suntikan dihentikan, perdarahan timbul lagi. 2) Obat Kombinasi



Terapi siklik merupakan terapi yang paling banyak digunakan dan paling efektif. Pengobatan medis ditujukan pada pasien dengan perdarahan



yang banyak atau



perdarahan yang terjadi setelah beberapa bulan amenore. Cara terbaik adalah memberikan kontrasepsi oral ; obat ini dapat dihentikan setelah 3 – 6 bulan dan dilakukan observasi



untuk



melihat



apakah



telah



timbul



pola



menstruasi yang normal. Banyak pasien yang mengalami anovulasi kronik dan pengobatan berkelanjutan diperlukan. 3) Golongan progesterone Pertimbangan di sini ialah bahwa sebagian besar perdarahan



fungsional



bersifat



anovulatoar,



sehingga



pemberian obat progesterone mengimbangi pengaruh estrogen terhadap endometrium. Obat untuk jenis ini, antara lain: a) Medroksi progesteron asetat (MPA): 10-20 mg per hari, diminum 7-10 hari. b) Norethisteron: 3×1 tablet, diminum selama 7-10 hari. c) Kaproas



hidroksi-progesteron



125



mg



secara



intramuskular. 4) OAINS Menorragia dapat dikurangi dengan Obat Anti Inflamasi Non Steroid. Fraser dan Shearman membuktikan bahwa OAINS paling efektif jika diberikan selama 7 hingga 10 hari sebelum onset menstruasi yang diharapkan pada pasien DUB ovulatori, tetapi umumnya dimulai pada onset menstruasi dan dilanjutkan selama espisode perdarahan dan berhasil baik. Obat ini mengurangi kehilangan darah selama menstruasi ( mensturual blood loss / MBL ) dan manfaatnya paling besar pada DUB ovulatori dimana jumlah pelepasan prostanoid paling tinggi. 2. Mengatur menstruasi agar kembali normal  Setelah perdarahan berhenti, langkah selanjutnya adalah pengobatan untuk mengatur siklus



menstruasi,



misalnya



dengan



pemberian:



Golongan



progesteron: 2×1 tablet diminum selama 10 hari. Minum obat dimulai pada hari ke 14-15 menstruasi. 3. Transfusi jika kadar hemoglobin kurang dari 8 gr%  Terapi yang ini diharuskan pasiennya untuk menginap di Rumah Sakit atau klinik. Sekantong darah (250 cc) diperkirakan dapat menaikkan kadar hemoglobin (Hb) 0,75 gr%. Ini berarti, jika kadar Hb ingin dinaikkan menjadi 10 gr% maka kira-kira perlu sekitar 4 kantong darah.



Penatalaksanaan berdasarkan tipe AUB 1. Perdarahan uterus disfungsi yang anovulatoir Pil kontrasepsi oral digunakan untuk mengatur siklus haid dan kontrasepsi. Pada penderita dengan siklus haid tidak teratur akibat anovulasi kronik (oligo ovulasi), pemberian pil kontrasepsi mencegah resiko yang berkaitan dengan stimulasi estrogen berkepanjangan terhadap endometrium yang tidak diimbangi dengan progesteron



(“unopposed



estrogen



stimulation



of



the



endometrium”). Pil kontrasepsi secara efektif dapat mengendalikan perdarahan anovulatoir pada penderita pre dan perimenopause. Bila terdapat kontraindikasi pemberian pil kontrasepsi ( perokok berat atau resiko tromboflebitis) maka dapat diberikan terapi dengan progestin secara siklis selama 5 – 12 hari setiap bulan sebagai alternatif. 2. Perdarahan uterus disfungsi ovulatoir Terapi medikamentosa untuk kasus menoragia terutama adalah NSAID (asam mefenamat) dan AKDR-levonorgesterel (Mirena). Efektivitas asam mefenamat, pil kontrasepsi, naproxen, danazol terhadap menoragia adalah setara. Efek samping dan harga dari androgen (Danazol atau GnRH agonis) membatasi penggunaannya bagi kasus menoragia, namun obat-obat ini dapat digunakan dalam jangka pendek untuk menipiskan endometrium sebelum dikerjakan tindakan ablasi endometrium.



Obat antifibrinolitik secara bermakna mengurangi jumlah perdarahan, namun obat ini jarang digunakan dengan alasan yang menyangkut keamanan ( potensi menyebabkan tromboemboli). 3. Pembedahan Bila terapi medis gagal atau terdapat kontraindikasi maka dilakukan intervensi pembedahan. Terapi pilhan pada kasus adenokarsionoma



adalah



histerektomi,



tindakan



ini



juga



dipertimbangkan bila hasil biopsi menunjukan atipia.



G. FAKTOR RESIKO 1. Gagalnya efek umpan balik positif dari estrogen, pengubahan perifer yang abnormal dari androgen menjadi estrogen / cacat endometrium yang dapat berada dalam tingkat reseptor atau dalam sekresi atau pelepasan prostaglandin. 2. Bila



tidak



ada



sekresi



progesteron



(anovulasi)



&



dalam



perangsangan yang terus berlanjut, endometrium akan berproliferasi ,sehingga mencapai tinggi yang abnormal. Terdapat vaskularitas yang hebat & pertumbuhan kelenjar yang tanpa dukungan stroma. Endometrium tumbuh melebihi rangsangan yang ditimbulkan estrogen & perdarahan dengan peluruhan endometrium secara tidak teratur. 3. Kelainan fungsi poros hipotalamus-hipofise-ovarium.



II.



KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN 1.



Identitas klienMeliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama dan alamat, serta data penanggung jawab



2.



Keluhan klien saat masuk rumah sakitBiasanya klien merasa nyeri pada daerah perut & terasa ada massa di daerah abdomen, menstruasi yg tidak berhenti-henti.



3.



Riwayat Kesehatan a.



Riwayat kesehatan sekarang  Keluhan yang dirasakan klien adalah nyeri pada daerah abdomen bawah, ada pembengkakan



pada daerah perut, menstruasi yang tidak berhenti, rasa mual dan muntah. b.



Riwayat kesehatan keluarga kaji riwayat keluarga dlm kelainan ginekologi



4.



Riwayat



kehamilan dan persalinanDengan



kehamilan dan



persalinan/tidak 5.



Riwayat menstruasikadang-kadang terjadi digumenorhea dan bahkan sampai amenorhea. menarche, lama, siklus, jumlah, warna dan bau



6.



Pemeriksaan FisikDilakukan mulai dari kepala sampai ekstremitas bawah secara sistematis. a.



Abdomen  Nyeri tekan pada abdomen, Teraba massa pada abdomen.



b.



Ekstremitas  Nyeri panggul saat beraktivitas, Tidak ada kelemahan.



c. 7.



Eliminasi, urinasi  Adanya konstipasi, Susah BAK



Data Sosial Ekonomikaji golongan masyarakat dan tingkat umur, baik sebelum masa pubertas maupun sebelum menopause.



8.



Data PsikologisOvarium merupakan bagian dari organ reproduksi wanita, dimana ovarium sebagai penghasil ovum, mengingat fungsi dari ovarium tersebut sementara pada klien dengan



perdarahan



abnormal pervaginam hal ini akan mempengaruhi mental klien yang ingin hamil 9.



Pola kebiasaan Sehari-hariBiasanya klien mengalami gangguan dalam aktivitas, dan tidur karena merasa nyeri



10. Pemeriksaan Penunjang a.



Data laboratorium pemeriksaan darah lengkap (NB, HT, SDP)



b.



Pemeriksaan fisiki ada tidaknya benjolan dan ukuran benjolan



B. INTERVENSI KEPERAWATAN DIAGNOSA Nyeri



TUJUAN & KH Tujuan : Nyeri berkurang



INTERVENSI 



Kaji riwayat nyeri, mis : lokasi nyeri,



setelah dilakukan tindakan



frekuensi, durasi dan intensitas (kala



keperawatan selama 1 x



0-10) dan tindakan pengurangan yang



24 jam.



dilakukan. 



Kriteria Hasil: 







Klien



pasien



mengatur



posisi



menyatakan



senyaman mungkin (posisi fowler atau



nyeri berkurang (skala



posisi datar atau miring kesalah satu



3-5)



sisi)



Klien tampak tenang,







eksprei wajah rileks. 



Bantu



TTV normal : Suhu :



Kaji tanda vital : tachicardi,hipertensi, pernafasan cepat.







Ajarkan



pasien



penggunaan



36-37 0C, N



: 80-



keterampilan manajemen nyeri mis :



100 x/m, RR



: 16-



dengan



24x/m, TD :



: Sistole



100-130



Diastole



70-80



mmHg



relaksasi,



tertawa,



mendengarkan musik dan sentuhan



mmHg, :



teknik



terapeutik. 



Evaluasi/ kontrol pengurangan nyeri







Ciptakan suasana lingkungan tenang dan nyaman.







Kolaborasi untuk pemberian analgetik sesuai indikasi.







Laksanakan



pengobatan



sesuai



indikasi seperti analgesik intravena. 



Observasi efek analgetik (narkotik )







Kolaborasi : anjurkan dilakukannya pembedahan







Motivasi klien untuk mobilisasi dini setelah



pembedahan



bila



sudah



diperbolehkan. Resiko kekurangan volume



tinggi Tujuan: dilakukan



Setelah







Kaji tanda-tanda kekurangan cairan.



tindakan







Pantau



cairan keperawatan selama 2 x



masukan



dan



haluaran/



monitor balance cairan tiap 24 jam.



tubuh



24



jam



tidak



terjadi 



kekurangan volume cairan



Monitor tanda-tanda vital. Evaluasi nadi perifer.



tubuh.







Observasi pendarahan



Kriteria Hasil :







Anjurkan klien untuk minum + 1500-







Tidak



ditemukan



tanda-tanda kekuranga



2000 ,l/hari 



untuk



pemberian



cairan. Seperti turgor



cairanparenteral



kulit kurang, membran



transfusi sesuai indikasi, pemeriksaan



mukosa



laboratorium.



kering,



demam. 



Kolaborasi



dan



Hb,



kalau



leko,



perlu



trombo,



ureum, kreatinin.



Pendarahan



berhenti,



keluaran urine 1 cc/kg BB/jam. 



TTV normal : Suhu : 36-37 0C, N



: 80-



100 x/m, RR



: 16-



24x/m, TD :



: Sistole



100-130



Diastole



mmHg, :



70-80



mmHg Ansietas



Tujuan



:



Kecemasan



berhubungan



dapat berkurang setelah



dengan perubahan diberikan askep selama 3 gambaran tubuh







Dorong klien untuk mengekspresikan perasaannya..







Dorong dan dukung klien untuk



X 24 jam



menyadari dan berusaha menerima



Kriteria Hasil :



diagnosa







Klien tampak tenang







Diskusikan tanda dan gejala depresi.







Mau







Diskusikan kemungkinan untuk bedah



berpartisipasi



dalam program terapi



rekonstruksi atau pemakaian prostetik. 



Beri informasi tentang hasil-hasil lab dan perkembangan penyakit klien, serta treatment yang mungkin, seperti kemoterapi, radioterapi, pembedahan







Informasikan tentang dukungan sosial/



kelompok



bagi



perkumpulan



klien,



penyandang



misalnya kanker



mammae Intoleransi



Tujuan : Pasien dapat



aktivitas



melakukan



aktivitas



berhubungan



mandiri



keluhan



dengan



setelah diberikan askep



tanpa











dalam







Latih pasien melakukan ROM aktif.



merasa lemas dan letih







Anjurkan aktivitas alternatif sambil



tidak



melakukan



dan dalam



batas normal : eritrosit : 4,5 – 5,5 10e6/ul Hemoglobin : 13,0 – 16,0 gr/dl Konjungtiva muda



istirahat 



Eritrosit hemoglobin







kemandirian



perawatan diri.



aktivitas







Tingkatkan



cepat



Pasien



saat 



Pantau kondisi umum dan ukur TTV pasien secara berkala



kebutuhan Kriteria Hasil :



dan suplai oksigen



Observasi faktor yang menimbulkan keletihan.







ketidakseimbangan 3x24 jam. antara







merah



Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis



DAFTAR PUSTAKA Bobak, 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Edisi 4. Jakarta : EGC Carpenito, Lynda Juall. 2010. Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik. Jakarta : EGC Ida Bagus Gde Manuaba. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB untukPendidikan Bidan. Jakarta : EGC Mansjoer, Arif,dkk. 2001.Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: FKUI Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana



AsuhanKeperawatan:



Pedoman



Untuk



Perencanaan



dan



Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3, Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta NANDA Internasional. 2013. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klarifikasi 2012 – 2014. Jakarta : EGC NANDA. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC – NOC. Jakarta : ECG