Bab I Pajak Ganda [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PAJAK GANDA A. Konsep Dasar Perpajakan Internasional 1. Konsep Dasar Perpajakan Internasional Pada era globalisasi sekarang ini terdapat perkembangan kegiatan ekonomi yang menglobal dan menumbuhkan investasi internasional dan yang pada akhirnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Dari sisi perpajakan, globalisasi menciptakan permasalahan sendiri. Transaksi lintas negara menimbulkan konsekwensi pemajakan yang tidak sederhana karena setiap negara mempunyai kedaulatan dalam memajakan lalu lintas ekonomi, baik atas penduduk maupun bukan penduduk yang ada di negaranya. Akibatnya, transaksi lintas negara menimbulkan benturan dalam masalah yuridiksi dan hak pemajakannya. Pesatnya kegiatan ekonomi di era globalisasi ini telah melewati batas-batas negara, sehingga menimbulkan permasalahan tersendiri dari sisi perpajakan. Prinsip-prinsip pemajakan yang berbeda-beda di setiap negara dapat memunculkan pajak berganda internasional (international double taxation). 2.



Pemajakan Transaksi Lintas Negara.



Transaksi lintas negara dapat menimbulkan permasalahan dalam bidang perpajakan.  Hukum Pajak Internasional Indonesia secara umum dapat dikatakan berlaku terbatas hanya pada subyek dan obyek yang berada di wilayah Indonesia saja. Dengan kata lain terhadap orang atau badan yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak berkedudukan di Indonesia pada dasarnya tidak dikenakan pajak berdasarkan undang-undang Indonesia. Namun demikian, Hukum Pajak Internasional Indonesia dapat berkaitan ( berhubungan) dengan subyek maupun obyek yang berada di luar wilayah Indonesia sepanjang ada hubungan yang erat, yaitu dalam hal terdapat hubungan ekonomis atau hubungan kenegaraan dengan Indonesia. Menurut Rochmat Sumitro, azas-azas perpajakan adalah sebagai berikut : 1.



Azas domisili.



Berdasarkan azas domisili , subyek pajak dikenakan pajak di negara tempat subyek pajak tersebut berdomisili. Umumnya, negara ini menerapkan prinsip world wide income, yaitu penghasilan akan dikenakan pajak di negara domisili, baik yang diperoleh dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Indonesia termasuk negara yang menggunakan azas ini. 2. Azas Sumber. Berdasarkan azas sumber pajak dikenakan berdasarkan tempat sumber penghasilan berasal. a. Azas kewarganegaraan Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



1



Berdasarkan azas kewarganegaraan, pengenaan pajak didasarkan pada status kewarganegaraan seseorang . Jadi, setiap orang yang menjadi warga negara di suatu negara akan dikenakan pajak di negara tersebut, walaupun penghasilannya diterima dari negara lain. Contoh negara yang menganut azas ini adalah Amerika Serikat. b. Azas campuran dari azas-azas diatas .   1.



Azas teritorial.



 Berdasarkan azas ini, pajak dikenakan atas penghasilan yang diperoleh di wilayah (teritorial) suatu negara. Jadi yang dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang diperoleh dalam wilayah negara tersebut, sehingga atas penghasilan yang diperoleh dari luar negara tersebut tidak dikenakan pajak. Prinsip-prinsip pemajakan berbeda yang dianut di masing-masing negara menjadi cikal bakal munculnya pajak berganda internasional ( international double taxation). Pada dasarnya pajak internasional berlandaskan pada ketentuan perpajakan domestik yang berlaku terhadap wajib pajak dalam negeri yang memperoleh penghasilan dari luar negeri dan terhadap wajib pajak luar negeri yang memperoleh penghasilan dari Indonesia. Selain ketentuan domestik pajak internasional juga berlandaskan pada perjanjian perpajakan dan praktik perpajakan (Gunadi, 1970).Dengan kata lain, pajak internasional akan berbicara mengenai bagaimana pemajakan atas penghasilan orang asing atau perusahaan (badan) asing yang diterimanya dari Indonesia, dan bagaimana pemajakan atas penghasilan orang atau perusahaan (badan) Indonesia atas penghasilan yang diterima dari luar negeri, dengan berdasarkan undangundang domestik dan undang-undang negara lain, serta perjanjian perpajakan (tax treaty) Dimensi pajak internasional cukup luas, meliputi aturan pajak internasional yang sudah ada dalam Undang-undang Pajak Indonesia, aturan perpajakan yang ada di UU.Pajak Negara lain yang bersinggungan serta persetujuan penghindaran pajak yang telah dibuat Indonesia dengan negara lain. Dengan demikian pemajakan transaksi lintas negara dapat dilakukan dengan mengacu kepada ketentuan-ketentuan pajak internasional. *Pengertian Domisili Fiskal Domisili fiskal (fiscal domicile) atau fiscal resident adalah status kependudukan yang digunakan untuk tujuan pemajakan. UU PPh Indonesia menggunakan istilah subyek pajak dalam negeri untuk penduduk dan istilah subyek pajak luar negeri untuk bukan penduduk. *Subyek Pajak Dalam Negeri. Sesuai Pasal 2 ayat (3) UU PPh , maka kriteria dari subyek dalam negeri adalah sbb :



Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



2



Subyek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi wajib pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Subyek pajak badan dalam negeri menjadi wajib pajak sejak saat didirikan, atau bertempat kedudukan di Indonesia. Subyek Pajak Dalam Negeri: 1. 2. 3.



Orang pribadi; Badan; Warisan yang belum terbagi.



Subyek Pajak Luar Negeri: 1.



Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 ( seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. 2. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia , yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Subyek pajak luar negeri, baik orang pribadi maupun badan sekaligus merupakan wajib pajak, karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau menerima/ atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Penghasilan wajib pajak luar negeri yang menjadi obyek pemotongan PPh Pasal 26 adalah : 1. 2.



dividen; b. bunga termasuk premium, dikonto dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang; 3. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; 4. imbalan, sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; e.hadiah dan penghargaan; 1. 2. 3.



pensiun swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau keuntungan, karena pembebasan utang 3. Konsep Juridical Versus Economic DoubleTaxation.



Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



3



Pajak berganda internasional terjadi karena  pada dasarnya tidak ada hukum internasional yang mengatur tentang hal tersebut sehingga terjadi bentrokan hukum antar dua negara atau lebih. Pajak berganda internasional terjadi apabila pengenaan pajak dari dua negara atau lebih saling menindih, sedemikian rupa sehingga orang-orang yang dikenakan pajak di negara-negara yang lebih dari satu memikul beban pajak yang lebih besar daripada jika mereka dikenakan pajak di satu negara saja. Beban tambahan yang terjadi bukan semata-mata  disebabkan karena perbedaan tarif dari negara-negara yang bersangkutan, melainkan karena dua negara atau lebih bersamaan memungut pajak atas obyek dan subyek yang sama. Pajak berganda internasional akan timbul, karena atas satu obyek dan subyek pajak yang sama dikenakan pajak lebih dari satu kali sehingga menimbulkan beban berat bagi subyek pajak yang dikenakan tersebut. 4.



Sumber Hukum Perpajakan Internasional



Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro beberapa sumber hukum pajak internasional yaitu : 1.



Hukum Pajak Nasional / Unilateral yang mengandung unsur asing misalnya :



* Pasal 5 UU PPh mengenai Bentuk Usaha Tetap (BUT). Yang dimaksud dengan bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia namun menjalankan usaha atau melakukan kegiatannya di Indonesia; *Pasal 26 UU PPh mengenai pembayaran antara lain berupa dividen, royalti, kepada Wajib Pajak luar negeri yang dikenakan pajak sebesar 20% ( dua puluh persen ); * Pasal 4 UU PPh ( Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 ) mengenai pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean akan dikenakan PPN sebesar 10% ( sepuluh persen ). 1.



Traktat, yaitu kaedah hukum yang dibuat menurut perjamjian antarnegara baik secara bilateral maupun multilateral. Perjanjian secara bilateral yang telah dilakukan Indonesia dengan negara-negara lain sampai saat ini telah mencapai 49 Negara dalam bentuk Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda ( Tax Treaty ).Sedangkan perjanjian yang sifatnya multilateral, Indonesia terikat dalam perjanjian perpajakan model Organization for Economic Coorporation and Development ( OECD ) , maupun  model United Nation ( UN ) yang merupakan acuan dalam rangka perundingan perjanjian penghindaran pajak berganda. 2. Keputusan Hakim Nasional atau Komisi Internasional tentang pajak-pajak internasional. Keputusan hakim nasional maupun komisi internasional yang memberikan putusan yang menyangkut adanya unsur internasional merupakan sumber hukum yang sifatnya mengikat juga bagi hukum pajak Indonesia. 3. Prinsip Non Diskriminasi.



Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



4



Untuk tujuan perpajakan pada prinsipnya dikenal non diskriminasi (tidak membedakan) pengenaan pajak antara WP dalam negeri (WPDN) dan WP luar negeri (WPLN). Berdasarkan UU PPh Indonesia  dikenal istilah subjek pajak dalam negeri (resident) dan  istilah subjek pajak luar negeri untuk bukan luar penduduk (non resident). Pada umumnya, domisili fiskal tidak selalu dikaitkan dengan status kewarganegaraan seseorang atau penduduk menurut UU kependudukan. Indonesia termasuk negara yang menentukan domisili fiskal tanpa melihat apakah seseorang tersebut berkewarganegaraan atau tidak. Sedangkan Amerika Serikat juga termasuk negara yang menentukan domisili fiskal, tetapi tetap melihat status kewarganegaraan. Setiap warga negara Amerika Serikat secara otomatis akan menjadi penduduk (resident) untuk tujuan pemajakan di Amerika. UU PPh tidak melihat status subjek pajak Orang Pribadi berdasarkan kewarganegaraan, namun pada faktor: 1. 2. 3.



tempat tinggal berapa lama berada di Indonesia; adanya niat bertempat tinggal di Indonesia.



Wajib Pajak dalam negeri baik orang pribadi maupun badan sesuai Pasal 4 ayat  (1 )UU PPh  akan dikenakan pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Dengan kata lain, wajib pajak dikenakan pajak menggunakan prinsip world wide income. Sedangkan wajib pajak luar negeri, baik orang pribadi maupun badan sekaligus merupakan wajib pajak, karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Ketentuan Pasal 26 UU PPh, mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber di Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri (baik orang pribadi maupun badan) selain Bentuk Usaha Tetap. Perbedaan antara wajib pajak dalam negeri dengan wajib pajak luar negeri terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya antara lain : 1.



Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima atau yang diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, sedangkan wajib pajak luar negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber Indonesia. 2. Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan netto dengan tarif umum, sedangkan wajib pajak luar negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan. 3. Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam satu tahun pajak, sedangkan wajib pajak luar negeri tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pjak Penghasilan karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui melalui pemotongan pajak yang bersifat final.



Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



5



B. Penghindaran Pajak Ganda  Konsep Anti Tax Avoidance. Perusahaan yang saling berhubungan / ada hubungan istimewa ( related parties atau affiliated parties) sering mengatur harga yang menyebabkan harga kurang wajar atau kurang lazim ( arm’s length principle) dengan motif melakukan tax avoidance. Berdasarkan Pasal 18 ayat (3) dan (3A) UU Nomor 36 Tahun 2008 dan Permenkeu Nomor 160/PMK.04/2010 untuk Bea Masuk, dua atau lebih perusahaan yang saling berhubungan disebut mempunyai hubungan istimewa antara lain apabila : 



Kepemilikan saham minimal 25 %;







Pengendali perusahaan berada di tangan satu keluarga;







Yang merupakan satu group dari satu keluarga;







Penguasaan teknologi yang dipakai dalam proses produksi;







Keterkaitan perusahaan merupakan sinergi / integrated system;







Hubungan sebagai pekerja dan pemberi kerja;







Secara bersama dikendalikan atau mengendalikan pihak lain yang sama







Dikenal sebagai partner kerja / rekan dagang.



Transfer pricing yang dilakukan melalui Tax avoidance dapat berupa : 1. 2. 3. 4. 5.



Penjualan, pengalihan, pembelian, atau peralihan barang berwujud maupun barang tidak berwujud ( intangible goods); Sewa, royalti atau imbalan lain yang timbul akibat penyediaan / pemanfaatan harta berwujud dan tidak berwujud; Penghasilan atau pengeluaran sehubungan dengan penyerahan atau pemanfaatan jasa; Alokasi biaya; Penyerahan atau perolehan harta dalam bentuk instrument keuangan dan penghasilan / pengeluaran yang timbul akibat penyerahan harta dalam bentuk instrument tersebut.



Konsep untuk melakukan penghindaran tax avoidence tersebut antara lain : Menentukan nilai yang wajar atau yang lazim dengan : 1) Metode harga sebanding ( comparable uncontrolled price= CUP); 2) Metode harga jual kembali ( resale price methode = RPM); Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



6



3) Metode harga pokok plus ( cost plus methode = CPM ); 4) Metode laba bersih transaksional ( transactional net margin methode = TNMM ); 5) Metode pembagian laba  berupa indikator tingkat laba( profiit level indicator)  atau laba bersih operasi ( net operating profit). Pengertian dan Tujuan Penghindaran Pajak Berganda ( P3B ) Pengertian Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda ( P3B ) adalah perjanjian pajak antara dua negara secara bilateral. Persetujuan penghindaran pajak ini mengatur mengenai pembagian hak pemajakan yang diterima atau diperoleh penduduk dari salah satu atau kedua negara pada pihak persetujuan. Tujuan diadakannya Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda ( P3B ) ini adalah untuk    menghindari adanya pemajakan berganda atas penghasilan yang diterima atau diperoleh subyek yang sama. P3B membatasi hak pemajakan suatu negara untuk mengenakan pajak atas suatu penghasilan tertentu. Ketika masing-masing ketentuan domestik suatu negara sama-sama mengenakan pajak atas penghasilan yang sama, maka berdasarkan P3B , hak masing-masing negara untuk mengenakan pajak  atas suatu penghasilan tersebut dapat dihilangkan atau dibatasi. Dengan kata lain, ketika suatu negara mengadakan P3B, maka negara tersebut setuju untuk dibatasi haknya dalam mengenakan pajak berdasarkan pembatasan yang diatur dalam P3B. Kedudukan P3B di Indonesia terhadap UU Pajak Penghasilan diperlakukan sebagai lex specialis,  sehingga apabila ada pertentangan antara UU Domestik Indonesia dengan P3B, maka atuaran-aturan yang ada dalam P3B akan didahulukan. P3B tidak memberikan hak pemajakan baru kepada negara yang mengadakan P3B.Pengenaan pajak suatu negara atas suatu penghasilan, didasarkan atas ketentuan domestik negara tersebut. Dengan demikian, apabila dalam P3B suatu negara diberi hak pemajakan atas suatu penghasilan tertentu, akan tetapi negara tersebut berdasarkan hukum domestik tidak mengenakan pajak atas penghasilan tertentu tersebut, maka negara tersebut tidak dapat mengenakan pajak atas penghasilan tertentu tersebut , walaupun P3B memberikan hak pemajakan kepada negara tersebut.



Pajak internasional merupakan kesepakatan perpajakan antar negara yang mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dan dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Konvensi Wina. Persetujuan ini mengakibatkan peraturan pajak yang berlaku di suatu negara tidak berlaku atas penduduk atau organisasi asing, apabila sudah disepakati perjanjian bilateral



Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



7



khusus antar kedua negara yang memiliki kesepakatan tersebut. Pajak internasional merupakan aspek perpajakan yang tidak lahir begitu saja. Hal ini diatur dan disepakati oleh negara-negara yang mengadakan transaksi. Apa guna dari kesepakatan ini?  1. Untuk meningkatkan perekonomian dan perdagangan kedua negara. 2. Menghilangkan hambatan dalam investasi penanaman modal asing akibat pengenaan pajak yang memberatkan wajib pajak dari kedua negara. Pada umumnya terdapat dua faktor yang mempengaruhi ketentuan pajak internasional suatu negara, di antaranya:  1. Personal Connecting Factor Faktor penghubung yang mengaitkan hak pajak suatu negara berdasarkan status subjek pajak negara tersebut. Untuk subjek pajak orang pribadi ketentuannya berdasarkan kriteria tempat tinggal atau keberadaan.  2. Objective Connecting Factor Mengaitkan hak pajak suatu negara berdasarkan keberadaan aktivitas ekonomi atau objek pajak terhubung dengan daerah teritorial suatu negara. Pemberlakuannya diatur dalam hukum pajak internasional.   Hukum Pajak Internasional Berdasarkan kesepakatan negara-negara di Eropa Barat atau negara Anglo Sakson, istilah hukum pajak internasional sendiri dibagi menjadi:  



Hukum pajak nasional yang mengatur hukum pajak luar negeri (National External Tax Law)  



National External Tax Law adalah hukum pajak yang memuat ketentuan mengenai pengenaan pajak yang mempunyai kekuatan hukum sampai di luar batas negara karena terdapat unsur-unsur asing, baik mengenai sumber pajak yang ada di luar negeri maupun subjek pajak yang ada di luar negeri. Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



8







Hukum pajak luar negeri (Foreign Tax Law) 



Keseluruhan perundang-undangan dan peraturan pajak dari negara yang ada di seluruh dunia. 



Hukum pajak internasional (International Tax Law) 



International tax law merupakan kaidah pajak yang didasarkan pada hukum antar negara dan diterima baik oleh negara-negara di dunia untuk mengatur perpajakan antar negara yang memiliki kepentingan. Sistem Pajak Internasional di Indonesia  Sebagai negara yang menjalin hubungan dengan negara lain, Indonesia tidak terhindar untuk mengadakan berbagai macam transaksi seperti aktivitas impor, ekspor, serta beragam aktivitas lainnya yang masuk ke kategori kegiatan perdagangan internasional. Transaksi ini akan mengakibatkan penduduk dari salah satu negara akan memperoleh penghasilan. Atas transaksi antar negara ini maka dikenakan pajak internasional. Indonesia juga merupakan subjek hukum internasional karena telah mengikuti dan menandatangani Konvensi Wina. Konvensi internasional memiliki kekuatan hukum yang mengikat antar negara yang ikut menandatangani kesepakatan tesebut. Oleh karena itu, jika Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), hal ini terjadi bukan saja karena keinginan dari pihak Indonesia sendiri melainkan ada asas timbal balik dan keinginan yang sama dari negara yang mengadakan perjanjian.   Berbicara tentang pajak internasional di Indonesia secara umum dapat dikatakan berlaku hanya terbatas pada subjek dan objek pajak yang berada di wilayah Indonesia saja. Dengan kata lain terhadap orang atau badan yang tidak bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia pada dasarnya tidak dikenakan pajak berdasarkan dasar hukum yang dimiliki Indonesia. Namun pajak internasional dapat berkaitan dengan subjek maupun objek yang berada di luar wilayah Indonesia sepanjang ada hubungan yang erat dalam hal terdapat hubungan ekonomi atau hubungan kenegaraan dengan Indonesia.   Dasar Hukum Pajak Internasional di Indonesia 



Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



9



Pajak internasional yang diberlakukan di Indonesia diatur sepenuhnya dalam beberapa peraturan perpajakan nasional, di antaranya: 



Peraturan Perpajakan Nasional yang mengatur Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda  (Pasal 32 A Undang Undang PPh) mengenai pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak.







Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 3 UU PPh) tentang: Tidak termasuk Subjek Pajak.







Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 2 UU PPh) tentang Subjek Pajak Luar Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT).







Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 18 UU PPh) tentang: Hubungan Istimewa, Bilamana terdapat Ketidakwajaran dalam Perpajakan.







Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 24 UU PPh) tentang: Kredit Pajak Luar Negeri.



Kesimpulan Jadi secara garis besar dapat ditarik kesimpulan bahwa pajak internasional merupakan sistem perpajakan yang ditetapkan antar negara yang memiliki kesepakatan bilateral. Ketentuan dan tarifnya juga ditentukan oleh kedua belah pihak yang memiliki kepentingan. Kesepakatan tersebut dibuat untuk meningkatkan perekonomian suatu negara dan mengurangi hambatan investasi. Ada dua faktor yang mempengaruhi pajak internasional di suatu negara yaitu dari status subjek pajak dan objek pajak di suatu negara. Penerapan pajak internasional tidak lepas dari hukum pajak internasional. Sedangkan untuk penerapan pajak internasional secara spesifik untuk wilayah Indonesia diatur dalam beberapa Peraturan Perpajakan Nasional PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B)/ (TAX TREATY) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) adalah perjanjian pajak antara 2 (dua) negara (bilateral) yang mengatur mengenai pembagian hak pemajakan atas penghasilan yang diperoleh Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



10



atau diterima oleh penduduk dari salah satu atau kedua negara yang melakukan perjanjian (both Contracting States).  Pembagian hak pemajakan tersebut diatur dengan tujuan untuk mencegah seminimal mungkin terjadinya pengenaan pajak berganda. Pencegahan pajak berganda tersebut diatur dengan membatasi hak pemajakan dari negara sumber atas penghasilan yang timbul dari wilayah juridiksinya. Tujuan diadakannya P3B adalah: 1. Mencegah terjadinya pemajakan berganda, serta mencegah terjadinya penghindaran pajak (tax avoidance) dan pengelakan pajak (tax evasion);  2. Memberikan kedudukan yang setara dalam hal pemajakan antar kedua Negara;  3. Peningkatan investasi dan Sumber Daya Manusia;  4. Pertukaran



informasi



melalui Exchange



Of



Information (EOI)



guna



mencegah



penghindaran pajak; dan  5. Penyelesaian sengketa melalui Mutual Agreement Procedure (MAP), dan bantuan dalam penagihan pajak.  Pasal 32A Undang-Undang Pajak Penghasialn menjelaskan bahwa:    “Pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak.”  Kedudukan P3B adalah lex specialist terhadap Undang-Undang domestik (aturan hukum khusus akan mengesampingkan aturan hukum umum). Artinya jika ada ketentuan dalam undang-undang domestik yang bertentangan dengan ketentuan dalam P3B maka yang dimenangkan adalah ketentuan P3B. Dalam menentukan hak pemajakan, azas yang digunakan adalah sumber penghasilan,



status



kewarganegaraan,



treaty  bertujuan mengurangi double treaty mengurangi



hak



dan



status



taxation sehingga



pemajakan both



contracting



kependudukan.Pada aturan



yang



states. Kelemahan



awalnya tax



ada ini



dalam tax kemudian



dimanfaatkan tax planner untuk menghindari pajak sehingga wajib pajak bebas pajak. Negaranegara kemudian sadar adanya double non-taxation. 



Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



11



Dalam perpajakan internasional, terdapat 3 (tiga) metode hak pemajakan.  



Pertama, pemajakan unilateral dimana hak pemajakan di dalam wilayah kedaulatan Indonesia diatur sepenuhnya oleh pemerintah Indonesia dan berlaku bagi seluruh masyarakat atau badan internasional yang ada di wilayah Indonesia. 



Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



12







Kedua, metode pemajakan bilateral (tax treaty) dimana hak pemajakan diatur melalui perjanjian antara kedua negara yang mengatur hak pemajakan atas penghasilan dan warga negara kedua belah pihak. 







Ketiga, metode pemajakan multilateral (tax convention) yang didasari oleh konvensi internasional dimana ketentuan atau ketetapan atau keputusan yang dihasilkan digunakan untuk kepentingan negara-negara tersebut. 



Hal-hal yang diatur dalam perjanjian P3B diantaranya adalah: 1. subjek pajak yaitu pengaturan terhadap Subjek Pajak Dalam Negeri, Luar Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT);  2. objek pajak yaitu antara lain penghasilan atas kegiatan usaha, penghasilan atas penjualan saham dan aset, dividen, bunga, royalti, dan penghasilan atas jasa tertentu;  3. jenis pajak, tarif, dan kondisi khusus lainnya yang secara umum menjadi sengketa atau rentan terjadi pemajakan berganda; serta  4. prosedur dalam melaksanakan MAP, EOI, dan bantuan penagihan pajak. 



Sedangkan



metode



penghindaran



pembebasan/pengecualian



pajak,



pajak



berganda



kredit



pajak,



yang dan



digunakan metode



yaitu



dengan



lainnya



seperti



pembagian/pengurangan tarif dan pemajakan dengan jumlah tetap.  Model perjanjian yang digunakan di Indonesia adalah: 



Model OECD (Organization for Economic Cooperation and Development). Merupakan model P3B untuk negara-negara maju. Model ini mengedepankan asas domisili Negara yang memberikan jasa atau menanamkan modal. 







Model UN (United Nation). Merupakan model P3B untuk negara-negara berkembang. Model ini lebih mengedepankan asas sumber penghasilan, dimana hak pemajakan berada pada Negara yang memberi penghasilan. 



Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



13



Kedua model perjanjian diatas adalah dasar dari pembuatan P3B Indonesia dengan negara mitra, namun pada pelaksanaannya, bentuk P3B yang digunakan dibuat berdasarkan kondisi dan kepentingan Indonesia pada saat perjanjian berlangsung. sehingga bentuk P3B Indonesia tidak baku dan merupakan gabungan dari kedua model perjanjian diatas.



Treaty Shopping dan pencegahan penyalahgunaan P3B Treaty Shopping adalah salah satu bentuk penyalahgunaan P3B, dimana seseorang bertindak melalui suatu entity di negara mitra lainnya dengan tujuan hanya untuk memanfaatkan keuntungan yang ada dalam P3B, yang sebenarnya tidak dapat dimanfaatkan oleh seseorang tersebut. Entitas tersebut sering disebut perusahaan cangkang atau special porpose vehicle (SPV). Kriteria



sebuah



transaksi



digolongkan



sebagai penyalahgunaan



P3B (yang



memuat



persyaratan beneficial owner  (BO))  : 1. Transaksi tersebut tidak mempunyai substansi ekonomi dan semata-mata untuk memperoleh manfaat P3B;  2. Transaksi yang format hukumnya (legal form) berbeda dengan substansi ekonomisnya (economic substance) dan semata-mata untuk memperoleh manfaat P3B; atau  3. Penerima penghasilan bukan pemilik yang sebenarnya atas manfaat ekonomis penghasilan (beneficial owner/BO).  Persyaratan tidak terjadinya penyalahgunaan P3B dalam hal Wajib Pajak Luar Negeri merupakan orang



pribadi adalah orang



pribadi



tersebut tidak bertindak



sebagai



Agen



atau Nominee. Sedangkan persyaratan tidak terjadinya penyalahgunaan P3B dalam hal Wajib Pajak Luar Negeri merupakan Wajib Pajak badan : Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



14



pertama: Wajib Pajak Luar Negeri merupakan perusahaan yang sahamnya terdaftar di Pasar Modal (listed company) dan diperdagangkan secara teratur;  kedua : bagi penghasilan yang di dalam P3B terkait tidak memuat persyaratan beneficial owner, Wajib Pajak Luar Negeri menjawab bahwa pendirian perusahaan di Negara Mitra P3B atau pengaturan struktur/skema transaksi tidak ditujukan untuk pemanfaatan P3B. 



ketiga : penghasilan yang di dalam P3B terkait memuat persyaratan beneficial owner, Wajib Pajak Luar Negeri menjawab (lihat Form DGT-1):  1. pendirian



perusahaan



di



Negara



Mitra



P3B



atau



pengaturan



struktur/skema



transaksi tidak ditujukan untuk pemanfaatan P3B; dan  2. kegiatan usaha dikelola oleh manajemen sendiri yang mempunyai kewenangan yang cukup untuk menjalankan transaksi; dan  3. perusahaan mempunyai pegawai yang memadai; dan  4. mempunyai kegiatan atau usaha aktif; dan  5. penghasilan yang bersumber dari Indonesia terutang pajak di negara penerimanya; dan  6. tidak menggunakan lebih dari 50% (lima puluh persen) dari total penghasilannya untuk memenuhi kewajiban kepada pihak lain dalam bentuk, seperti: bunga, royalti, atau imbalan lainnya.



Kewajiban Pemotong/Pemungut Pajak dan Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) dalam pelaksanaan P3B Pemotong/Pemungut Pajak wajib melakukan pemotongan atau pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B, dalam hal: 1. penerima penghasilan bukan Subjek Pajak Dalam Negeri Indonesia; 2. persyaratan administratif untuk menerapkan ketentuan yang diatur dalam P3B telah dipenuhi; dan Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



15



3. tidak terjadi penyalahgunaan P3B oleh WPLN sebagaimana dimaksud dalam ketentuan tentang pencegahan dan penyalahgunaan P3B. Apabila ketentuan tersebut diatas tidak dapat dipenuhi, Pemotong/ Pemungut Pajak wajib memotong atau memungut pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang



Pajak



Penghasilan.



Sedangkan bagi WPLN untuk dapat memperoleh manfaat P3B harus memenuhi syarat administratif yaitu: 1. Menggunakan formulir Form-DGT 1 dan Form-DGT 2, mengisi dengan lengkap dan menandatanganinya; 2. Formulir tersebut telah disahkan oleh pejabat yang berwenang (Competent Authority) di Negara tempat WPLN terdaftar sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri; dan 3. Menyampaikan kepada Pemotong/Pemungut Pajak sebelum berakhirnya batas waktu penyampaian SPT masa untuk masa terutangnya pajak. Yang dimaksud formulir Form-DGT 1 dan Form-DGT 2 diatas adalah formulir yang ditetapkan dalam Lampiran II (Form - DGT 1) atau Lampiran III (Form - DGT 2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER- 24/PJ/2010. Form-DGT 2 digunakan dalam hal: 1. WPLN menerima atau memperoleh penghasilan melalui Kustodian sehubungan dengan penghasilan dari transaksi pengalihan saham atau obligasi yang diperdagangkan atau dilaporkan di pasar modal di Indonesia, selain bunga dan dividen; 2. WPLN bank; atau 3. WPLN yang berbentuk dana pensiun yang pendiriannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di Negara Mitra P3B Indonesia dan merupakan Subjek Pajak di Negara Mitra P3B Indonesia.



Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



16



Kustodian adalah pihak yang memberikan jasa penitipan efek dan harta lain yang berkaitan dengan efek serta jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga, dan hak-hak lain, menyelesaikan transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya. Surat Keterangan Domisili (SKD) Surat Keterangan Domisili (SKD) atau Certificate of Residence (COD) digunakan untuk membuktikan bahwa Wajib Pajak tertentu adalah Subjek Pajak Dalam Negeri (resident) dari suatu Negara tertentu yang menandatangani P3B.  SKD adalah persyaratan administratif bagi WPLN untuk menggunakan fasilitas yang ada dalam P3B. Apabila WPLN tidak dapat melampirkan SKD yang diterbitkan oleh otoritas negaranya dalam



laporan



perpajakannya



di



Indonesia,



maka



pemotong/pemungut



pajak wajib



memotong/memungut pajak atas penghasilan yang diperoleh di Indonesia sesuai peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia.  Begitu pula dengan WPDN Indonesia yang memperoleh penghasilan dari Negara Mitra, apabila WPDN Indonesia tidak dapat melampirkan SKD yang diterbitkan oleh otoritas Indonesia maka WPDN tersebut akan dikenakan pajak atas penghasilan dari Negara Mitra sesuai peraturan perpajakan yang berlaku di Negara Mitra tersebut. SKD diterbitkan atau disahkan oleh Direktur Jenderal Pajak melalui KPP Domisili berdasarkan permohonan Wajib Pajak. Yang dimaksud dengan KPP domisili adalah Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau domisili Wajib Pajak orang pribadi terdaftar atau tempat kedudukan Wajib Pajak badan terdaftar. KPP Domisili menerbitkan SKD dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah menerima permohonan Wajib Pajak secara lengkap.  Formulir SKD yang diterbitkan adalah form DGT-7 sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II PER-35/PJ/2010 atau menggunakan formulir khusus yang digunakan oleh Negara Mitra P3B. Masa berlaku SKD adalah 12 bulan sejak tanggal disahkan. 



Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



17



Isi SKD menerangkan bahwa Wajib Pajak bersangkutan adalah Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia, yang berdomisili/menjalankan usahanya di wilayah KPP domisili dan telah melaporkan SPT Tahunan PPh pada Tahun Pajak yang dimaksud. Bagi Wajib Pajak luar negeri, SKD yang diterbitkan Negara Mitra adalah sesuai kelaziman di Negara tempat WPLN berkedudukan, namun sekurang-kurangnya harus menyatakan bahwa WPLN yang bersangkutan benar bekedudukan di Negara tersebut sesuai dengan peraturan P3B yang berlaku, disertai dengan tanggal dan tanda tangan pejabat yang menerbitkan SKD tersebut.



Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran Pajak (Refund) yang Seharusnya Tidak terutang Wajib Pajak Luar Negeri dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran



pajak



yang



tidak



seharusnya



terutang



dalam



hal:



terdapat kesalahan pemotongan atau pemungutan yang mengakibatkan pajak yang dipotong atau dipungut lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut berupa: 1. pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan Pajak Penghasilan yang dipotong atau dipungut lebih besar daripada Pajak Penghasilan yang seharusnya dipotong atau dipungut, termasuk yang diatur dalam P3B;  2. pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima oleh bukan subjek pajak;  3. pemungutan Pajak Pertambahan Nilai terhadap bukan Pengusaha Kena Pajak yang lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipungut; atau  4. pemungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terhadap Pengusaha Kena Pajak atau bukan Pengusaha Kena Pajak yang lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipungut. 



Atau terdapat kesalahan pemotongan atau pemungutan yang bukan merupakan objek pajak:



Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



18



1. pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan yang seharusnya tidak dipotong atau tidak dipungut;  2. pemungutan Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya tidak dipungut; atau  3. pemungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang seharusnya tidak dipungut.  Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.03/ 2013 , Wajib Pajak yang berhak mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang karena kesalahan pemotongan atau pemungutan dan telah disetorkan dan dilaporkan adalah Wajib Pajak Dalam Negeri atau Pengusaha Kena Pajak dan Wajib Pajak Luar Negeri yang yang menjalankan kegiatan atau usaha melalui Bentuk Usaha Tetap di Indonesia.  Sedangkan bila pihak yang dipotong atau dipungut merupakan Wajib Pajak Luar Negeri yang tidak menjalankan kegiatan atau usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, permohonan pengembalian dapat dilakukan melalui Wajib Pajak yang melakukan pemotongan atau pemungutan atau Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pemungutan. Permohonan



pengembalian



diajukan



atas



suatu



bukti



pembayaran,



bukti



pemotongan/pemungutan pajak, faktur pajak atau dokumen lain yang dipersamakan dengan faktur pajak. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan format sesuai peraturan beserta lampiran terkait dan ditandatangani oleh Wajib Pajak terkait ke Kantor Pelayanan



Pajak



tempat



Wajib



Pajak



pemohon



terdaftar.



Berdasarkan permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak melalui KPP terkait melakukan peneltian atas permohonan dan dapat meminta dokumen pendukung yang diperlukan kepada Wajib Pajak. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, kelebihan pembayaran akan dikembalikan melalui Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.



CONTROLLED FOREIGN COMPANY (CFC) Controlled Foreign Corporation adalah perusahaan yang berkedudukan di luar negeri (offshore company)



yang



kepemilikannya



dikuasai



oleh



Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



Wajib



Pajak



Dalam



Negeri. 19



CFC dibuat sebagai alat untuk menangguhkan kewajiban pajak atas penghasilan dari operasi perusahaan tersebut dengan cara menangguhkan pendistribusian dividen ke pemegang saham. Untuk menghadapi penghindaran pajak tersebut, Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan



menjelaskan



bahwa



:



  “Menteri Keuangan berwenang menetapkan saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek, dengan ketentuan sebagai berikut:1. besarnya penyertaan modal Wajib Pajak Dalam Negeri tersebut paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor; atau2. secara bersama-sama dengan Wajib Pajak Dalam Negeri lainnya memiliki penyertaan modal paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor.” Ketentuan tersebut kemudian diatur lebih lanjut melalui PMK Nomor 256/PMK.03/2008 yang mengatur saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek.  Saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak tersebut adalah ditentukan sebagai berikut: 1. pada bulan keempat setelah berakhirnya batas waktu kewajiban penyampaian surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan badan usaha di luar negeri tersebut untuk tahun pajak yang bersangkutan; atau 2. pada bulan ketujuh setelah tahun pajak berakhir apabila badan usaha di luar negeri tersebut tidak memiliki kewajiban untuk menyampaikan surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan atau tidak ada ketentuan batas waktu penyampaian surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan. Sedangkan besarnya dividen yang wajib dihitung oleh Wajib Pajak Dalam Negeri adalah sebesar jumlah dividen yang menjadi haknya terhadap laba setelah pajak yang sebanding Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



20



dengan penyertaannya pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek, kecuali dividen tersebut telah dibagikan oleh perusahaan luar negeri sebelum batas waktu yang ditentukan dalam peraturan dan atas penghasilan tersebut wajib dilaporkan oleh Wajib Pajak di Surat Pemberitahuan Tahunan PPh-nya untuk tahun pajak dibagikannya



dividen



tersebut.



Pajak atas dividen yang telah dibayar atau dipotong di luar negeri dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Undang-Undang Pajak Penghasilan. Ketentuan ini menerangkan bahwa pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang-Undang PPh dalam tahun pajak yang sama, dan besarnya kredit pajak tersebut adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang PPh.



Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



21



SPECIAL PURPOSE COMPANY Special Purpose Company adalah adalah sebuah perusahaan dengan tujuan atau fokus yang terbatas. Perusahaan ini dibentuk oleh suatu badan hukum untuk melakukan aktivitas khusus atau bersifat sementara. Perusahaan ini biasanya, walaupun tidak perlu, dikuasai hampir sepenuhnya oleh badan hukum yang menjadi sponsornya. SPC dapat digunakan sebagai suatu saluran



Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



22



(conduit) dalam menghindari pembayaran pajak atas penghasilan yang diperoleh dengan cara mendirikan perusahaan di salah satu Negara Mitra P3B (treaty shopping).  Tujuan pembentukan SPC tersebut tidak selalu untuk mendapatkan harga saham atau aktiva di bawah harga pasar, yang paling sering adalah sebagai perusahaan “bentukan” untuk memanfaatkan dan menikmati fasilitas perpajakan yang disediakan dalam P3B antara Indonesia dengan Negara Mitra. Pasal



18



ayat



(3b)



Undang-Undang



Pajak



Penghasilan



menjelaskan:



  “Wajib Pajak yang melakukan pembelian saham atau aktiva perusahaan melalui pihak lain atau badan yang dibentuk untuk maksud demikian (special purpose company), dapat ditetapkan sebagai pihak yang sebenarnya melakukan pembelian tersebut sepanjang Wajib Pajak yang bersangkutan mempunyai Hubungan Istimewa dengan pihak lain atau badan tersebut dan terdapat ketidakwajaran penetapan harga.” Peraturan tersebut kemudian diatur lebih lanjut melalui PMK Nomor 140/PMK/2010 yang menjelaskan bahwa pembelian saham atau aktiva Wajib Pajak badan dalam negeri oleh suatu pihak atau badan yang dibentuk khusus untuk maksud demikian (special purpose company) dapat ditetapkan sebagai pembelian yang dilakukan oleh Wajib Pajak Dalam Negeri.  Walaupn dilakukan oleh SPC tetapi sebenarnya yang melakukan pembelian dimaksud Wajib Pajak Dalam Negeri sepanjang Wajib Pajak Dalam Negeri yang ditetapkan sebagai pihak yang sebenarnya melakukan pembelian tersebut mempunyai Hubungan Istimewa dengan pihak atau badan yang dibentuk untuk maksud melakukan pembelian saham atau aktiva perusahaan (special purpose company); dan terdapat ketidakwajaran penetapan harga pembelian. Sedangkan saham yang dimaksud adalah: 1. Saham atau aktiva yang sebelumnya dimiliki dan/atau dijaminkan oleh Wajib Pajak Dalam Negeri yang ditetapkan sebagai pihak yang sebenarnya melakukan pembelian, sehubungan dengan perjanjian utang piutang; atau Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



23



2. Aktiva yang merupakan aset kredit (piutang) kepada Wajib Pajak Dalam Negeri yang ditetapkan sebagai pihak yang sebenarnya melakukan pembelian, sehubungan dengan perjanjian utang piutang.



Penjualan atau pengalihan saham SPC Pasal



18



ayat



(3c)



Undang-Undang



Pajak



Penghasilan



menjelaskan:



  “Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (conduit company atau special purpose company) yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindung pajak (tax haven country) yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau Bentuk Usaha Tetap di Indonesia dapat ditetapkan sebagai penjualan atau pengalihan saham badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau Bentuk Usaha Tetap di Indonesia.” Peraturan tersebut kemudian diatur lebih lanjut melalui PMK Nomor 258/PMK.03/2008 yang menjelaskan bahwa atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara tersebut dikenakan PPh final sebesar 20% dari penghasilan netto yaitu 25% dari harga jual.  Apabila saham tersebut dibeli oleh Wajib Pajak Luar Negeri, maka pihak yang ditunjuk sebagai pemungut pajak adalah badan yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia yang sahamnya diperjualbelikan oleh pemegang saham Wajib Pajak Luar Negeri di luar Bursa Efek; dan harus mencatat



akta



pemindahan



hak



atas



saham



yang



dijual.



MUTUAL AGREEMENT PROCEDURES (MAP) Mutual Agreement Procedure (MAP) merupakan alternatif bagi Wajib Pajak untuk menyelesaikan sengketa yang menimbulkan pemajakan berganda, atau apabila terdapat indikasi



Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



24



bahwa tindakan otoritas Negara Mitra menyebabkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan P3B.  Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan asistensi kepada Direktur Jenderal Pajak sebagai Competent Authority atas sengketa yang timbul dari pemajakan berganda dengan Negara Mitra P3B antara lain berasal dari penyesuaian akibat koreksi Transfer Pricing, permasalahan berkaitan dengan keberadaan BUT (permanent establishment), karakterisasi atas suatu penghasilan,



tindakan



lain



yang



tidak



sesuai



dengan



peraturan



dalam



P3B.



MAP dilaksanakan dalam hal terdapat : 1. permintaan yang diajukan oleh Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia;  2. permintaan yang diajukan oleh Warga Negara Indonesia yang telah menjadi Wajib Pajak Dalam Negeri Negara Mitra P3B sehubungan dengan ketentuan non diskrimasi (nondiscrimination) dalam P3B yang berlaku;  3. permintaan yang diajukan oleh Negara Mitra P3B; atau  4. hal yang dianggap perlu oleh dan atas inisiatif Direktur Jenderal Pajak.  Jangka waktu pengajuan permohonan MAP diatur berdasarkan P3B yang berlaku dengan Negara Mitra.



Permintaan MAP yang diajukan oleh Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia Permintaan untuk melaksanakan MAP yang diajukan oleh Wajib Pajak Dalam Negeri dilakukan antara lain dalam hal: 1. Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia dikenakan pajak atau akan dikenakan pajak karena melakukan praktik Transfer Pricing sehubungan adanya transaksi dengan Wajib Pajak Dalam Negeri Negara Mitra P3B yang mempunyai Hubungan Istimewa;  2. Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia menganggap bahwa tindakan Negara Mitra P3B mengakibatkan atau akan mengakibatkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan



Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



25



ketentuan P3B sehubungan dengan keberadaan atau penghasilan Bentuk Usaha Tetap yang dimiliki oleh Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia di Negara Mitra P3B;  3. Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia menganggap bahwa tindakan Negara Mitra P3B mengakibatkan atau akan mengakibatkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan P3B sehubungan dengan pemotongan pajak di Negara Mitra P3B; atau  4. Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia yang juga merupakan Wajib Pajak Dalam Negeri Negara Mitra P3B meminta pelaksanaan konsultasi dalam rangka MAP untuk menentukan status dirinya sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri dari salah satu negara tersebut.  Permohonan pengajuan MAP sekurang-kurangnya memuat: 1. nama, alamat, dan kegiatan usaha Warga Negara Indonesia yang mengajukan permintaan;  2. tindakan atau pengenaan pajak yang telah dilakukan oleh otoritas pajak Negara Mitra P3B yang dianggap lebih berat dibandingkan dengan tindakan atau pengenaan pajak yang dilakukan oleh otoritas pajak Negara Mitra P3B dimaksud kepada warga negaranya sendiri;  3. Tahun Pajak sehubungan dengan permintaan yang dilakukan;  4. pihak yang dapat dihubungi oleh Direktur Jenderal Pajak dalam rangka tindak lanjut atas permohonan yang telah disampaikan oleh yang bersangkutan; dan  5. nama kantor pajak Negara Mitra P3B, jika memungkinkan nama unit vertikal kantor pajak Negara Mitra P3B yang terkait dalam hal diketahui oleh yang bersangkutan.  DJP dapat menolak permohonan Wajib Pajak apabila: 1. permintaan disampaikan setelah melewati batas waktu penyampaian sebagaimana diatur dalam P3B yang berlaku dengan Negara Mitra;  2. Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia mengajukan permohonan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atas permasalahan yang dimintakan MAP dan tidak mencabut permohonan keberatan dimaksud; atau 



Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



26



3. Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia mengajukan permohonan banding kepada badan peradilan pajak atas permasalahan yang dimintakan MAP dan tidak mencabut permohonan Banding dimaksud; 



ADVANCED PRICING AGREEMENT (APA) Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement) adalah perjanjian antara Direktorat Jenderal Pajak dan Wajib Pajak dan/ atau otoritas pajak negara lain untuk menyepakati kriteriakriteria dan/atau menentukan Harga Wajar atau Laba Wajar dimuka para pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.  Kriteria-kriteria tersebut diantaranya penentuan metode Transfer Pricing dan faktor-faktor yang digunakan dalam analisis asumsi kritikal (critical assumptions). Tujuan Kesepakatan Harga Transfer adalah untuk memberikan sarana kepada Wajib Pajak guna menyelesaikan permasalahan Transfer Pricing. Ruang lingkup Kesepakatan Harga Transfer meliputi seluruh atau sebagian transaksi yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa. Pasal 18 ayat (3a) Undang-Undang Pajak Penghasilan menjelaskan bahwa:    “Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan perjanjian dengan Wajib Pajak dan bekerjasama dengan pihak otoritas pajak negara lain untuk menentukan harga transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa, yang berlaku selama suatu periode tertentu dan mengawasi pelaksanaannya serta melakukan renegosiasi setelah periode tertentu tersebut berakhir.”  Keuntungan dari Advance Pricing Agreement (APA) selain untuk memberikan kepastian hukum dan kemudahan penghitungan pajak, Fiskus tidak perlu lagi melakukan koreksi dalam pemeriksaan atas harga jual dan keuntungan produk yang dijual Wajib Pajak kepada perusahaan dalam grup yang sama. APA dapat bersifat unilateral, yaitu merupakan kesepakatan antara Direktur Jenderal Pajak dengan Wajib Pajak atau bilateral, yaitu kesepakatan Direktur Jenderal Pajak dengan otoritas perpajakan negara lain yang menyangkut Wajib Pajak yang berada di wilayah Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



yurisdiksinya. 27



Wajib Pajak mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal Pajak melalui Direktur Peraturan Perpajakan II dengan tembusan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak domisili untuk melakukan pembicaraan awal (prelodgement) menggunakan formulir APA1 dengan melampirkan persyaratan sesuai ketentuan yang berlaku. Tahapan pembahasan APA: Pembicaraan awal (prelodgement meeting) antara Direktur Jenderal Pajak dan Wajib Pajak; 1. penyampaian permohonan formal Kesepakatan Harga Transfer oleh Wajib Pajak kepada Direktur Jenderal Pajak berdasarkan hasil pembicaraan awal; 2. pembahasan Kesepakatan Harga Transfer antara Direktur Jenderal Pajak dan Wajib Pajak; 3. penerbitan surat Kesepakatan Harga Transfer oleh Direktur Jenderal Pajak; dan 4. pelaksanaan dan evaluasi Kesepakatan Harga Transfer. Pembahasan APA Topik yang dibahas dalam APA antara lain: 1. ruang lingkup transaksi dan Tahun Pajak yang akan dicakup oleh Kesepakatan Harga Transfer; 2. Analisis Kesebandingan, pemilihan dan penentuan data pembanding; 3. penentuan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat; 4. kondisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan metode Penentuan Harga Transfer; dan 5. perlu atau tidaknya diadakan Kesepakatan Harga Transfer dengan negara/jurisdiksi lain. Dalam hal Wajib Pajak menganggap bahwa Kesepakatan Harga Transfer dapat menyebabkan terjadinya pengenaan pajak berganda, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak untuk mengadakan Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure/MAP) dengan otoritas pajak dari negara/jurisdiksi mitra P3B. Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



28



Tindak lanjut pelaksanaan hasil APA Kesepakatan Harga Transfer dapat diberlakukan untuk Tahun Pajak sebelum Kesepakatan Harga Transfer disepakati sepanjang Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak untuk Tahun Pajak dimaksud belum pernah dilakukan pemeriksaan; belum pernah diajukan keberatan atau banding oleh Wajib Pajak; dan tidak terdapat indikasi tindak pidana di bidang perpajakan. Dalam pelaksanaan hasil Kesepakatan Harga Transfer, Wajib Pajak wajib menyampaikan laporan tahunan (annual compliance report) yang menggambarkan kesesuaian pelaksanaan Kesepakatan Harga Transfer dalam kegiatan atau usaha Wajib Pajak kepada Kepala KPP Domisili paling lambat 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak. Yang didalamnya memuat: 1. kepatuhan Wajib Pajak menerapkan metode Penentuan Harga Transfer dalam transaksi yang dicakup dalam Kesepakatan Harga Transfer; 2. penjelasan rinci mengenai keakuratan dan konsistensi penerapan metode Penentuan Harga Transfer; dan 3. penjelasan rinci mengenai keakuratan faktor-faktor yang mempengaruhi (critical assumptions) penerapan metode Penentuan Harga Transfer.



RANGKUMAN TAX TREATY RESIDENT TIE BREAKER Resident Tie Breaker adalah prosedur untuk menentukan seseorang “penduduk” negara mana. Penduduk atau resident adalah kelaziman dalam perpajakan Internasional karena perpajakan pada umumnya tidak mengenal kewarganegaraan sebagai penentu. Siapa harus tunduk pada aturan siapa mengacu pada kependudukan (sering juga disebut domisili). Jadi Resident Tie Breaker berfungsi



sebagai



penentu



bagi



permasalahan dual



resident.



Resident



Tie



Breaker dilakukan secara berurutan dan bertahap sesuai dengan tax treaty yang sudah ditandatangani. Ada dua jenis Resident Tie Breaker, yaitu satu untuk individu atau sering disebut Wajib Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



29



Pajak Orang Pribadi, kedua untuk persons other than individual atau kita sebut jasa wajib pajak badan. Resident Tie Breaker untuk Wajib Pajak Orang Pribadi terdiri: Tempat tinggal (Permanent Home), pusat kepentingan (Centre of Vital Interests), kebiasaan berdiam (Habitual Abode), status kewarganegaraan (Nationality), Citizenship, dan prosedur kesepakatan (Mutual Agreement Procedures). Kriteria pengujian dan dilakukan secara berurutan (sequency) artinya apabila kriteria pertama tidak dapat memecahkan masalah dual residence maka digunakan kriteria kedua dan seterusnya. Tempat tinggal tetap (permanent home) yaitu tempat dimana Wajib Pajak tinggal dalam jangka waktu yang relatif lama sehingga memenuhi persyaratan degree of permanence. Pusat kepentingan (centre of vital interest) yaitu tempat dimana hubungan keluarga dan kepentingan ekonomi berada. Ada 39 tax treaty yang menggunakan Tie Breaker dengan urutan sebagai



berikut: Permanent



Home,



terakhir Mutual



Centre



of



Vital



Interests,



Habitual



Agreement



Abode, dan Procedures.



Sebanyak 22 tax treaty menggunakan Tie Breaker dengan urutan sebagai berikut: Permanent Home, Centre of Vital Interests, Habitual Abode, Nationality, dan terakhir Mutual Agreement Procedures. Istilah Citizenship  hanya seperti Nationality.



digunakan



Menurut



saya,



dalam



satu tax



urutan



yang



treaty yang



kedua



sama



kedudukannya saja



dengan



sama ketiga.



Sedangkan Resident Tie Breaker untuk Wajib Pajak Badan terdiri: MAP (Mutual Agreement Procedures); POCM (Place of Control and Management); POEM (Place of Effective Management); POI (Place of Incorporation); POO (Place of where it is organised). Ada



29



tax



treaty



yang



hanya



menggunakan Mutual



Agreement



Procedures untuk



menentukan dual resident, 26 tax treaty hanya menggunakan Place of Effective Management, dan 3 tax treaty  hanya menggunakan Place of Incorporation. Permanent Establishment



Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



30



Permanent Establishment diterjemahkan sebagai bentuk usaha tetap (BUT). Undang-Undang Pajak Penghasilan mendefinisikan BUT sebagai “kendaraan” Wajib Pajak Luar Negeri untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. Kalimat lengkapnya seperti ini,    “Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia”.



Tetapi dalam konteks tax treaty, Permanent Establishment adalah batas kewenangan Indonesia mengenakan pajak.



Tax treaty biasanya mengatur hak pemajakan dari penghasilan usaha (business profit) sepenuhnya diserahkan kepada negara domisili atau negara dimana Wajib Pajak terdaftar sebagai Wajib



Pajak



dalam



negeri. Pengecualian dari



syarat Permanent Jika terpenuhi syarat Permanent



ketentuan



tersebut



adalah



terpenuhi



Establishment sesuai tax Establishment sesuai tax



treaty,



treaty. maka Indonesia



berhak



mengenakan pajak sesuai tax treaty. [pada kebanyakan, Indonesia sebagai negara sumbber]. Pada dasarnya, Permanent Establishment dikelompokkan ke dalam empat tipe : Satu: Tipe Aset. Permanent Establishment Tipe Aset memiliki ciri fixed place yang dapat dirinci menjadi tiga pengujian [test], yaitu : 1. place of business, yaitu tempat atau prasarana seperti tempat manajemen perusahaan, cabang, kantor, pabrik, bengkel dan tambang, sumur minyak atau gas, galian atau tempat



Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



31



lain untuk mengambil sumber daya alam. Tempat tersebut bisa milik sendiri atau hanya sewa.  2. fixed, tempat usaha harus bersifat tetap, yaitu harus berada di satu tempat yang bersifat tetap. 3. doing business through that fixed place, yaitu kegiatan usaha perusahaan tersebut dilakukan melalui tempat tetap tersebut.



Dan syarat fixed place inilah yang banyak dimanfaatkan oleh perusahaan digital. Fixed place  menjadi kelemahan tax treaty sejak industri internet berkembang.



Dua: Tipe Aktivitas Permanent Establishment tipe aktivitas ada dua: 1. proyek bangunan, konstruksi, perakitan, instalasi, atau aktivitas supervisi (pengawasan) untuk proyek tersebut selama 12 bulan. Ini yang ada di OECD model. Tetapi di UN model time test menjadi 6 bulan saja.  2. kegiatan jasa termasuk konsultasi yang dilakukan perusahaan di negara lain selama 6 bulan dalam 12 bulan. Di OECD model jasa ini tidak diatur secara khusus tapi di UN model diatur yaitu di Pasal 5 ayat (3) huruf b. Negara-negara maju berpendirian bahwa jasa teknik dikenakan di negara domisili kecuali melalui agen tidak bebas. Tetapi negaranegara berkembang yang tergabung dalam UN tax experts group berpendapat bahwa hal ini merugikan mereka sehingga kegiatan pemberian jasa ditetapkan sebagai BUT jika melewati time test.  Berbeda dengan proyek fisik diatas, time test jasa tidak perlu terus-menerus. Bisa putus-putus yang penting dalam 12 bulan ada 6 bulan. Pemberian jasa ini bisa dilakukan oleh pegawai perusahaan atau orang lain yang dipekerjakan oleh perusahaan itu untuk tujuan tersebut.



NO



NEGARA



Konstruksi



Instalasi



TES WAKTU Kegiatan Perakitan Pengawasan



Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



Jasa Lainnya



32



1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.



ALGERIA AUSTRALIA AUSTRIA BANGLADESH BELGIUM BRUNEI DARUSSALAM BULGARIA CANADA CZECH CHINA DENMARK EGYPT FINLAND FRANCE



3 bulan 120 hari 6 bulan 183 hari 6 bulan 183 hari 6 bulan 120 hari 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan



3 bulan 120 hari 6 bulan 183 hari 6 bulan 3 bulan 6 bulan 120 hari 6 bulan 6 bulan 3 bulan 4 bulan 6 bulan n/a



3 bulan 120 hari 6 bulan 183 hari 6 bulan 3 bulan 6 bulan 120 hari 6 bulan 6 bulan 3 bulan 4 bulan 6 bulan 6 bulan



3 bulan 120 hari 6 bulan 183 hari 6 bulan 183 hari 6 bulan 120 hari 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 183 hari/12 bulan



3 bulan/12bulan 120 hari/12bulan 3 bulan/12bulan 91 hari/12 bulan 183 hari/ 12bulan 3 bulanl12bulan 120 haril 12bulan 120 haril 12 bulan 3 bulan/12 bulan 6 bulan/ 12bulan 3 bulanl 12 bulan 3 bulan/1 2bulan 3 bulanl1 2bulan 183 haril 12 bulan



15. 16. 17. 18. 19. 20.



GERMANY HUNGARY INDIA IRAN ITALY JAPAN



6 bulan 3 bulan 183 hari 6 bulan 6 bulan 6 bulan



6 bulan 3 bulan 183 han 6 bulan 6 bulan 6 bulan



Tidak Ada 3 bulan 183 hari 6 bulan 6 bulan Tidak Ada



Tidak Ada 3 bulan 183 hari 6 bulan 6 bulan 6 bulan



7,5 % 1 4 bulan/12bulan 91 hari/ 12bulan 183 hari/12bulan 3 bulan/12bulan 6



21. 22.



JORDAN KOREA, REPUBLIC OF KOREA. DEMOCRATIC



6 bulan 6 bulan



6 bulan 6 bulan



6 bulan 6 bulan



6 bulan 6 bulan



bulan/tahunpajak2 1 bulan/12bulan 3 bulan/12 bulan



23.



PEOPLE'S



12 bulan



12 bulan



12 bulan



12 bulan



6 bulan/12 bulan



24. 25. 26. 27. 26. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39.



OF KUWAIT LUXEMBOURG MALAYSIA MEXICO MONGOLIA NETHERLANDS NEW ZEALAND NORWAY PAKISTAN PHILIPPINES, TH E POLAND PORTUGAL QATAR ROMANIA RUSSIA SAUDI ARABIA "



3 bulan 5 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 3 bulan 6 bulan 183 hari 6 bulan 6 bulan 6 bulan 3 bulan Tidak ada



3 bulan 5 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 3 bulan 3 bulan 183 hari 6 bulan 6 Bulan 6 bulan 3 bulan Tidak



3 bulan 5 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 3 bulan 3 bulan 183 hari 6 bulan 6 Bulan 6 bulan 3 bulan Tidak ada



3 bulan 5 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 3 bulan 6 bulan 183 hart 6 bulan 6 Bulan 6 bulan 3 bulan Tidak ada



3 bulan/12 bulan 10% 3 3 bulan/12 bulan 91 hari/12 bulan 3 bulan/12 bulan 3 bulan/12 bulan 3 bulan/12 bulan 3 bulan/12 bulan 15% 4 183 hari/12 bulan 120 hari/12 bulan 183 hari/12 bulan 6 bulan/12 bulan 4 bulan/12 bulan Tidak ada 5 Tidak ada



REPUBLIC



Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



33



40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 46. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60.



SEYCHELLES SINGAPORE SLOVAK SOUTH AFRICA SPAIN SRI LANKA SUDAN SWEDEN SWITZERLAND SYRIA TAIWAN TH AILAND TUNISIA TURKEY U.A.E UKRAINE UNITED KINGDOM UNITED STATES UZBEKISTAN VENEZUELA VIETNAM







6 bulan 183 hari 6 bulan 6 bulan 183 hari 90 hari 6 bulan 6 bulan 183 hari 6 bulan 6 bulan 6 bulan 3 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 183 hari 120 hari 6 bulan 6 bulan 6 bulan



ada 6 bulan 183 hari 6 bulan 6 bulan 183 hari 90 hari 6 bulan 6 bulan 183 hari 6 bulan 6 bulan 8 bulan 3 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 183 hari 120 hari 6 bulan 6 bulan 6 bulan



6 bulan 183 hari 6 bulan 6 bulan 183 hari 90 narl 6 bulan 6 bulan 183 hari 6 bulan 6 bulan 6 bulan 3 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 183 hari 120 hari 6 bulan 6 bulan 6 bula n



6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 183 hari 90 hari 6 bulan 6 bulan 183 hari 6 bulan 6 bulan 6 bulan 3 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 183 hari 120 hari 6 bulan 6 bulan 6 bulan



3 bulan/12 bulan 90 hari/12 bulan 91 hari/12 bulan 120 hari/12 bulan 3 bulan/12 bulan 90 hari/12 bulan 3 bulan/12 bulan 3 bulan/12 bulan 5% 6 183 hari/12 bulan 120 hari/12 bulan 183 hari 3 bulan/12 bulan 183 hari/12 bulan 6 bulan 4 bulan/12 bulan 91 hari/12 bulan 120 haril12 bulan 3 bulan/12 bulan 10%7 3 bulan/12 bulan



jasa lainnya dalam P3B RI-Jerman dikenakan pajak 7,5% dari fee untuk jasa-jasa teknik (Pasal 12 P3B RI-Jerman)







meliputi jasa konsultasi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat 5 P3B RI-Jepang







jasa lainnya dalam P3B RI-Pakistan dikenakan pajak 10% dari fee untuk jasa-jasa teknik (Pasal 12 P3B RI-Luxembourg)







jasa lainnya dalam P3B RI-Pakistan dikenakan pajak 15% dari fee untuk jasa-jasa teknik, meliputi jasa manajerial, jasa teknis maupun jasa konsultasi (Pasal 13 P3B RI-Pakistan)







untuk menentukan timbulnya BUT tidak diperlukan time test







pajak atas jasa-jasa konsultasi dan lainnya dalam P3B RI-Swiss dikenakan pajak 5% dari jumlah pembayaran bruto (Pasal 13 P3B RI-Swiss)







dalam hal fee atas bantuan teknis meliputi pemberian segala macam jasa termasuk jasa konsultasi, jasa manajerial dan jasa teknis yang berkaitan dengan pengetahuan teknik, pengalaman, ketrampilan, metode atau proses,namun tidak termasuk pembayaran atas



Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



34



jasa-jasa profesional sebagaimana dimaksud, dalam Pasal 15 P3B RI-Venezuela dikenakan pajak 10% dari jumlah bruto pembayaran (Pasal 12 P3B RI-Venezuela) Ada juga tax treaty yang mengatur time test untuk Exploration. Negara yang menyebutkan time test untuk Pengeboran Lepas Pantai (Drilling Rig or Working Ship) adalah Amerika, Australia, Kroasia (120 hari); Hong Kong (183 hari); Sri Lanka (90 hari); dan Cina (6 bulan). Tiga: Tipe agen Tidak semua agen merupakan Permanent Establishment. Agen dibagi dua yaitu agen bebas dan agen tidak bebas. Nah, agen yang manjadi Permanent Establishment adalah agen tidak bebas. Bahwa orang atau badan dapat ditetapkan sebagai Permanent Establishment jika melakukan aktivitas melalui agen tidak bebas. Agen tidak bebas dapat berupa orang pribadi atau badan menjadi Permanent Establishment dengan syarat : 1. Bergantung pada perusahaan yang diwakilinya. Artinya selalu mengikuti petunjuk dan intruksi perusahaan yang diwakilinya. 2. Mempunyai kuasa / kewenangan untuk menandatangani kontrak-kontrak atas nama perusahaan tersebut. Kewenangan tersebut bersifat tetap atau berlangsung terus menerus. Salah satu faktor yang menentukan untuk mengetahui sifat tetap atau terus menerus adalah apakah kegiatan tersebut dari awal mulanya dimaksudkan untuk jangka panjang atau hanya sementara.  3. Tidak mempunyai kuasa seperti diatas, tetapi ia mempunyai kebiasaan menyimpan persediaan barang-barang atau barang dagangan dan secara teratur menyerahkan barangbarang tersebut atas nama perusahaan yang diwakilinya. Semua tax treaty  mengatur kewenangan untuk menutup kontrak atas nama perusahaan yang diwakilinya. 55 tax treaty mengatur masalah mengelola dan melakukan pengiriman barang dagangan milik perusahaan. Belanda, Inggris, Jepang, Malaysia, Polandia, Suriname hanya menyebutkan ketentuan mengelola barang (tidak menyebutkan melakukan pengiriman barang). Uni Emirat Arab menyebutkan ketentuan mengelola dan menjual barang (tanpa menyebutkan melakukan pengiriman barang). Empat: Tipe asuransi Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



35



Ada perbedaan antara OECD model dengan UN model berkaitan dengan Permanent Establishment asuransi. OECD model menyarankan bahwa perusahaan asuransi dianggap memiliki Bentuk Usaha Tetap jika perusahaan asuransi tersebut memenuhi ketentuan ayat (1) atau ayat (5) yaitu melalui agen tidak bebas. Tetapi UN model menyarankan untuk mengatur sendiri tentang batasan Bentuk Usaha Tetap bagi usaha asuransi. UN model mengatur perusahaan asuransi khusus di Pasal 5 ayat (6). Ayat ini mengatur bahwa perusahaan



asuransi,



kecuali



berkenaan



dengan



reasuransi, dapat



dianggap



mempunyai Permanent Establishment apabila perusahaan asuransi tersebut mengumpulkan atau menerima premi atau menanggung resiko di negara sumber melalui orang / badan yang bukan agen independent sebagaimana dimaksud ayat (7). Menurut negara-negara berkembang, agen asuransi biasanya tidak memiliki kuasa untuk menutup kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) huruf a OECD model. Jadi, menurut UN model bagi agen perusahaan asuransi syarat Permanent



Establishment adalah agen



di



negara



sumber



yang



bersangkutan



mengumpulkan atau menerima premi dan menanggung resiko yang terletak di negara sumber tersebut. Ada 44 tax treaty Indonesia dengan negara mitra yang mengatur perusahaan asuransi secara husus.



Immovable Property Seluruh tax treaty yang disepakati Indonesia memberikan hak pemajakan atas penghasilan dari immovable property kepada negara di mana immovable property tersebut berada (where the immovable property situated). Khusus perjanjian dengan Kuwait, hak pemajakan di negara di mana immovable property berada, dikurangi 50%. Shipping and Air Transport (Taxing rights) Pada prinsipnya, hak pemajakan atas operasi kapal laut dan pesawat di kawasan internasional berada di negara domisili tempat manajemen efektif berada. Namun atas Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



36



kegiatan pelayaran 17 negara menyebutkan dapat dikenakan di negara sumber dengan ketentuan tertentu yaitu Austria, Bangladesh, Brunei Darussalam, China, Filipina, Hongkong, Hongaria, India, Malaysia, Pakistan, Qatar, Romania, Rusia, Singapura, Sri Lanka, Swiss, dan Thailand. Pada prinsipnya, hak pemajakan atas operasi kapal laut dan pesawat di kawasan internasional berada di negara domisili tempat manajemen efektif berada. Namun atas kegiatan pelayaran 17 negara menyebutkan dapat dikenakan di negara sumber dengan ketentuan tertentu yaitu Austria, Bangladesh, Brunei Darussalam, China, Filipina, Hongkong, Hongaria, India, Malaysia, Pakistan, Qatar, Romania, Rusia, Singapura, Sri Lanka, Swiss, dan Thailand. Selain laba atas partisipasi di pool, joint business; agency internasional; 14 negara menyebutkan sumber penghasilan lain yang termasuk dalam pasal ini yaitu laba atas penggunaan, sewa dan perawatan container; serta rental on bare boat basis yaitu Afrika Selatan, Amerika Serikat, India, Kroasia, Maroko, Portugal, Arab Saudi, Slovakia, Syria, Turki, Ukraina, Uni Emirat Arab, dan



Uzbekistan.



Sedangkan perjanjian yang mengatur pengecualian atas pengasilan tertentu adalah Australia, Denmark, Malaysia, Meksiko, Korea Selatan, Norwegia, Romania, Swedia, Syria, dan Venezuela.



N O



NEGARA



BRANCH PROFIT TAX DIVIDEN



BUNGA & ROYALTI



Tarif BPT



Pengecualia DIVIDEN n untuk perusahaan PORTFOLI Kontrak Bagi O Hasil (KBH)



BUNGA PENYERTAA Umum N LANGSUNG



Khusu s



Umum



Khusus



ROYALTI



1



Algeria



10%



Tidak ada



15%



15%



15%



-



15%



-



2



Australia



15%



Ya



15%



15%



10%



-



15%



10%



3



Austria



12%



Ya



15%



10%10



10%



-



10%



-



4



Bangladesh



10%



Ya



15%



10%10



10%



-



10%



-



5



Belgium



15%



Tidak



15%



15%



10%



-



10%



-



6



Brunei Darussalam



10%



Ya



15%



15%



15%



-



15%



-



7



Bulgaria



15%



Ya



15%



15%



10%



-



10%



-



8



Canada



15%



Ya



15%



15%



15%



-



15%



-



Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



37



9



Czech



12,50%



Ya



15%



10%



12,50%



-



12,50 %



-



10



China



10%



Tidak ada



10%



10%



10%



-



10%



-



11



Denmark



15%



Ya



20%



10%



10%



-



15%



-



12



Egypt



15%



Ya



15%



15%



15%



-



15%



-



13



Finland



15%



Ya



15%



10%



10%



-



15%



10%



14



France



10%



Tidak



15%



10%



15%



10%



10%



-



15



Germany



10%



Tidak



15%



10%



10%



-



15%



10%



16



Hongkong



5%



ya



10%



5%



10%



-



5%



-



17



Hungary



Tidak ada



Tidak ada



15%



15%



15%



-



15%



-



18



India



10%



Ya



15%



10%



10%



-



15%



-



19



Italy



12%



Ya



15%



10%



10%



-



15%



10%



20



Iran



7%



Tidak ada



7%



7%



10%



-



12%



-



21



Japan



10%



Ya



15%



10%20



10%



-



10%



-



22



Jordan



Tidak ada



Tidak ada



10%



10%



10%



-



10%



-



23



Korea Selatan 10% (Korea, Republic of)



Ya



15%



10%21



10%



-



15%



-



24



Korea Utara (Korea, Democratic People’s Republic of)



10%



Tidak ada



10%



10%



10%



-



10%



-



25



Kroasia



10%



ya



10%



10%



10%



-



10%



-



26



Kuwait



10%



Ya



10%



10%



5%



-



20%



-



27



Luxembourg2 3



10%



Ya



15%



10%



10%



-



12,50 %



28



Malaysia



12.5%



Ya



10%



10%



10%



-



10%



-



29



Maroko



10%



Ya



10%



10%



10%



-



10%



-



30



Mexico



10%



Ya



10%



10%



10%



-



10%



-



31



Mongolia



10%



Ya



10%



10%



10%



-



10%



-



32



Netherlands



9%



Tidak



15%



10%



10%



-



20%



-



-Renegosiasi



9%



Tidak



15%



10%



10%



-



10%



-



-Renegosiasi II [2]



10%



Tidak Ada



Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



38



33



New Zealand



Tidak ada



Tidak ada



15%



15%



10%



-



15%



-



34



Norway



15%



Ya



15%



15%



10%



-



15%



10%



35



Pakistan



10%



Tidak ada



15%



10%



15%



-



15%



-



36



Philippines, The



20%



Tidak ada



20%



15%



15%



10%



15%



-



37



Poland



10%



Ya



15%



10%



10%



-



15%



-



38



Portugal



10%



Ya



10%



10%



10%



-



10%



-



39



Qatar



10%



Ya



10%



10%



10%



-



5%



-



40



Romania



12,50%



Tidak ada



15%



12,5%28



12,50%



-



12,50 %



15%



41



Russia



12,50%



Ya



15%



15%



15%



-



15%



-



42



Saudi Arabia8



Tidak ada



Tidak ada



Tidak ada



Tidak ada



n/a



n/a



n/a



n/a



43



Seychelles



Tidak ada



Tidak ada



10%



10%



10%



-



10%



-



44



Singapore



15%



Ya



15%



10%



10%



-



15%



-



45



Slovak



10%



Ya



10%



10%



10%



-



15%



10%



46



South Africa



10%



Ya



15%



10%



10%



-



10%



-



47



Spain



10%



Ya



15%



10%



10%



-



10%



-



48



Sri Lanka



sesuai UU domesti k



Tidak ada



15%



15%



15%



-



15%



-



49



Sudan



10%



Ya



10%



10%



15%



-



10%



-



50



Sweden



15%



Ya



15%



10%



10%



-



15%



10%



51



Switzerland



10%



Ya



15%



10%



10%



-



10%



-



52



Syria



10%



Ya



10%



10%



10%



-



20%



15%



53



Taiwan



5%



Ya



10%



10%



10%



-



10%



-



54



Thailand34



sesuai UU



Tidak ada



(RI)15%



(RI)    15%



(RI)  15%



10%



10%



15%



(Thai)25%



(Thai) 15%



(Thai)25 %



domesti k 55



Tunisia



12%



Ya



12%



12%



12%



-



15%



-



56



Turkey



15%



Ya



15%



10%



10%



-



10%



-



57



U.A.E



5%



Tidak



10%



10%



5%



-



5%



-



58



Ukraine



10%



Ya



15%



10%



10%



-



10%



-



59



United Kingdom



10%



Tidak



15%



10%



10%



15%



15%



-



-Renegosiasi



10%



Ya



15%



10%



10%



-



15%



10%



Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



39



60



United States



15%



Ya



15%



15%



15%



-



15%



10%



-Renegosiasi



10%



Ya



15%



10%



10%



-



10%



-



61



Uzbekistan



10%



Ya



10%



10%



10%



-



10%



-



62



Venezuela



10%



Ya



15%



10%



10%



-



20%



10%



63



Vietnam



10%



Ya



15%



15%



15%



-



15%



-



Perpajakan Internasional / Dra. Siti Nurlaela, SE, Ak, CA.



40