BAB IV Benar [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB IV PEMBAHASAN Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan kepada Ny. E dengan Gangguan Persepsi Sensori: Penglihatan dan Pendengaran di RSJ Prof. HB Saanin Padang, maka penulis pada BAB ini akan membahas kesenjangan antara teoritis dengan tinjauan kasus. Pembahasan dimulai melalui tahapan proses keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa keparawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. 4.1 Tahap Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari suatu proses keperawatan. Kegiatan perawat dalam melakukan pengkajian ini adalah dengan mengkaji data dari klien dan keluarga tentang tanda dan gejala serta faktor penyebab halusinasi, memvalidasi data dari klien dan keluarga, mengelompokkan data, serta menempatkan masalah klien (Kusumawati &Hartono, 2010). Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetul-betulnya tidak ada. Dari pengkajian yang telah dilakukan pada tanggal 24 Juni 2021 pada Ny.E. Di ruang Wisma Melati didapatkan klien sering melihat bayangan bayangan orang mati yang mengikutinya. Klien sudah mengalami sakit sejak tahun 2019 dan ini merupakan ke 2x nya pasien dirawat. Klien masuk rumah sakit tanggal 20 Juni 2021 dengan alasan klien gelisah, banyak bicara, bicara dan tertawa sendiri,emosi labil, marah tanpa sebab dan merusak alat rumah tangga. Pasien minum obat tidak teratur. Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan data tersebut sudah sesuai dengan teori menurut Dermawan & Rusdi (2013), bahwa salah satu data subyektif dari halusinasi pendengaran yaitu klien mendengar suara bisikan



102



atau kegaduhan. Faktor predisposisi yang didapat klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu. klien tidak pernah mengalami aniaya fisik, klien mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan yaitu klien hidup di keluarga yang broken home, bapak klien menikah lagi dan klien merasa tidak ada orang peduli kepada dirinya, hidup serabutan, pendapatan dibiayai oleh kakaknya, keinginan klien tidak pernah dipenuhi oleh keluarga,klien



merasa



gagal



dalam



kehidupan



hasil



pengkajian



keluarganya tidak ada yang mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan penelitian Suryani (2013), mengungkapkan bahwa terjadinya halusinasi berhubungan erat dengan beratnya masalah yang dipersepsikan oleh individu dan koping yang dimilikinya untuk mengatasi masalahnya. Selain itu kejadian halusinasi berikutnya dicetuskan oleh kejadian-kejadian tertentu dalam kehidupan individu yang biasanya mengganggu perasaan dan pikirannya 4.2 Diagnosa Fase kedua dalam proses keperawatan yaitu penentuan diagnosa yang merupakan proses yang digunakan untuk menginterpretasikan data untuk membuat diagnosa keperawatan (Muhith, 2015). Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan data subyektif dan obyektif yang ditemukan pada klien dengan halusinasi. Menurut Kusumawati & Hartono (2010) terdapat tiga diagnosa, yaitu diagnosa yang pertama isolasi sosial: menarik diri sebagai penyebab, diagnosa yang kedua yaitu gangguan persepsi sensori: halusinasi merupakan masalah utama, diagnosa ketiga risiko mencederai diri Sedangkan diagnosa keperawatan yang muncul pada Ny.E yaitu : 1. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi 2. Isolasi sosial 3. Resiko perilaku kekerasan 4. Gangguan konsep diri HDR 5. Defisit Perawatan Diri



103



Dalam diagnosa keperawatan tidak didaptkan adanya kesenjangan antara teori dan praktik namun adanya beberapa diagnosa lain yang muncul menyerta dari halusinasi. Halusinasi yang tidak segera mendapatkan terapi atau penanganan akan menimbulkan masalah-masalah yang lebih banyak dan lebih buruk. Dampak yang dapat ditimbulkan oleh halusinasi pada klien skizofrenia adalah: Perilaku kekerasan baik ditujukan pada diri sendiri maupun orang lain, risiko tinggi tindakan bunuh diri, gangguan interaksi sosial



dan



kerusakan komunikasi verbal dan non verbal. 4.3 Perencanaan Intervensi dirancang setelah dilakukan pengkajian dan penegakkan diagnosa maka langkah selanjutnya yaitu merencanakan tindakan keperawatan atau yang disebut dengan intervensi keperawatan. Intervensi atau rencana tindakan keperawatan disusun berdasarkan standar asuhan keperawatan jiwa indonesia, yaitu berupa tindakan konseling atau psikoterapeutik, pendidikan kesehatan, perawatan mandiri (self care) atau aktivitas hidup sehari-hari, serta tindakan kolaborasi somatik dan psikofarmaka (Kusumawati & Hartono, 2010). Menurut Keliat (2012) intervensi keperawatan pasien halusinasi meliputi tujuan tindakan keperawatan kepada klien dan tindakan keperawatan kepada klien. Tujuan tindakan keperawatan kepada klien meliputi klien mampu mengenal halusinasi yang dialaminya, klien mampu mengontrol halusinasi serta klien mengikuti program pengobatan secara optimal. Sedangkan tindakan keperawatan sendiri yaitu membantu klien untuk mengenal halusinasi meliputi membina hubungan saling percaya dan mendiskusikan dengan klien tentang halusinasi yang dialaminya (isi, frekuensi, waktu, penyebab dan respon klien saat halusinasi muncul) dan melatih klien untuk mengontrol halusinasi dengan empat cara. Pada tindakan perilaku kesehatan, tujuan tindakan keperawatan kepada klien meliputi klien mampu mengatasi/mengontrol perilaku



104



kekerasan secara mandiri dan klien mengikuti program pengobatan secara optimal. Sedangkan tindakan keperawatan sendiri yaitu membantu klien untuk mengenal halusinasi meliputi membina hubungan saling percaya dan mendiskusikan dengan klien tentang perilaku kekerasan yang dialaminya (penyebab, tanda dan gejala, perilaku kekerasan yang dilakukan, dan akibat) dan melatih klien untuk mengontrol perilaku kekerasan dengan empat cara. Sedangkan,



untuk



defisit



perawatan



diri



tujuan



tindakan



keperawatan kepada klien meliputi klien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri (kebersihan diri, berdandan, makan/minum, dan BAB/BAK). Tindakan keperawatan sendiri yaitu membantu klien untuk mengetahui pentingnya membersihkan diri dan mendiskusikan dengan klien tentang cara perawatan diri dan alatnya (mand, berdandan, makan atau minum, BAB/BAK), memotivasi klien untuk melakukan kebersihan diri dan melatih klien untuk melakukan perawatan diri. Keempat cara atau strategi pelaksanaan (SP) halusinasi adalah SP 1: menghardik halusinasi, SP 2: menggunakan obat secara teratur, SP 3: bercakap-cakap dengan orang lain, SP 4: melakukan aktivitas terjadwal (Keliat dalam Afnuhazi, 2015). Strategi pelaksanaan (SP) perilaku kekerasan adalah SP : 1 latihan fisik 1 dan 2, SP 2: menggunakan obat secara teratur, SP 3: mengungkapkan, menolak dan meminta dengan baik (verbal), SP 4: secara Spiritual. Kemudian, Strategi pelaksanaan (SP) deficit perawatan diri adalah SP : 1 menjaga kebersihan diri, SP 2: berdandan, SP 3: makan/ minum SP 4: menggunakan toilet (BAB/BAK). Untuk tindakan ini hanya dilakukan kepada klien saja karena selama pandemi keluarga tidak diizinkan untuk berkunjung dan hanya diperbolehkan datang ketika pasien sudah pulang. Sehingga, tindakan keperawatan tidak sepenuhnya tercapai. Pada saat pembuatan rencana tindakan keperawatan pada klien telah disesuaikan dengan kondisi klien saat ini sehingga rencana tindakan



105



dibuat berdasarkan apa yang terjadi pada klien saat ini dan tindakan yang diberikan tepat sasaran. 4.4 Implementasi Implementasi adalah pelaksanaan keperawatan oleh klien. Dimana hal yang harus diperhatikan dalam melakukan implementasi keperawatan atau tindakan keperawatan yang akan dilakukan pada klien dengan gangguan persepsi sensori: Halusinasi dilakukan secara interaksi dalam melaksanakan tindakan keperawatan (Afnuhazi, 2015). Dalam melakukan implementasi keperawatan atau tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan yang telah dibuat (Kusumawati & Hartono, 2010). Implementasi pertama halusinasi yang dilakukan kelompok yaitu pada hari selasa 29 Juni 2021, pada jam 13.00 WIB membina hubungan saling percaya dan mendiskusikan dengan klien tentang halusinasi yang dialaminya meliputi isi, frekuensi, waktu, penyebab dan respon klien saat halusinasi muncul. Pada hari yang sama yaitu dengan cara menghardik halusinasi yaitu dengan meyakinkan didalam hati bahwa suara dan bayangan itu palsu atau menolak halusinasi tersebut. Cara mengontrol halusinasi



dengan



cara



menghardik



bertujuan



untuk



mengontrol



munculnya bayang-bayangan palsu yang dilihat oleh klien. Meminta klien untuk mempraktikkan cara menghardik halusinasi penglihatan dengan meyakinkan didalam hati bahwa bayangan itu palsu bukan dengan cara menutup mata. Kelompok memberi reinforcemen positif kepada klien atas keberhasilan klien. Dari tindakan tersebut penulis mendapatkan data subyektif (DS), klien mengatakan bahwa dirinya terganggu yang menyebabkan klien susah tidur dan sering terbangun. Klien merasa resah saat mendengar suara-suara tersebut, klien mengatakan mau melakukan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik pada saat halusinasi



106



muncul. Klien mampu mempraktekkan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Jalil (2012), bahwa sebagian besar pasien yang mengalami halusinasi yang mengganggu dan muncul pada saat malam hari. Sedangkan menurut Yosep dan Sutini (2016), individu yang mengalami halusinasi sering kali beranggapan penyebab halusinasi berasal dari lingkungannya, padahal rangsangan halusinasi timbul setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa, dan tidak berdaya. Sedangkan untuk SP 2 mengontrol halusinasi dengan cara minum obat dilakukan kelompk pada tanggal Kamis, 02 Juli 2021 didapatkan hasil klien mampu untuk menyebutkan nama, warna dan dosis minum obat serta akibat jika tidak kontiniutas minum obat. Dari hasil pengkajian observasi didapatkan klien selalu ikut serta dalam kegiatan Terapi Aktivitas Kelompok. 4.5 Evaluasi Evaluasi merupakah hasil yang didaptkan setelah dilakukan intervensi keperawatan Evaluasi yang didapatkan pada pasien Ny.E SP1 pada tanggal 29 Juni 2021. Pasien mengatakan senang setelah berbincang bincang. Data Objektif yang didapatkan yaitu Klien tampak mampu mengenal jenis halusinasi (pendengaran dan penglihatan), isi (suara-suara memukul dinding dan bayanagan orang telah meninggal), waktu (malam), frekuensi 1 x dalam 1 hari), situasi (halusinasi muncul saat klien sendiri). Klien tidak mampu mengulangi cara menghardik yang telah diajarkan. Hasil yang dapatkan peneliti pasien belum mampu mempraktekkan cara menghardik halusinasi Evaluasi yang didapatkan pada pasien Ny.E SP1 pada tanggal 30 Juni 2021. Klien mengatakan senang setelah berbincang bincang dengan perawat. Klien mengatakan bisa melakukan cara mengahardik halusinasi.



107



Data Objektif yang didapatkan yaitu klien tampak mampu mengulangi yang telah diajarkan. Klien tampak mampu mengenal jenis halusinasi (pendengaran dan penglihatan), isi (suara-suara memukul dinding dan bayanagan orang telah meninggal), waktu (malam), frekuensi 1 x dalam 1 hari), situasi (halusinasi muncul saat klien sendiri). Hasil yang dapatkan peneliti pasien mampu mempraktekkan cara menghardik halusinasi Hasil intervensi SP 2 pada tanggal 1 Juli 2021 yang didapatkan peneliti yaitu Klien mengatakan perasaannya lebih baik setelah berbincang-bincang.



Klien



mampu



mengulangi



cara



menghardik



halusinasi. Namun, belum bisa menyebutkan nama obat, warna, dosis, frekuensi, cara dan kegunaannya. Data objektif, Klien tampak tidak mampu menyebutkan jenis obat (resperidon dan lorazepam kegunaan penenang, trihexyphenidyl kegunaan mengurangi efek samping obat antipsikotik ), dosis (resperidon 2x2 mg, trihexyphenidyl 2 x 1 mg dan lorazepam 1x0,5 mg), frekuensi (2x1 hari pagi dan malam, 1x1 di pagi hari), cara (oral).). Hasil yang dapatkan peneliti pasien mampu mempraktekkan cara menghardik halusinasi tetapi belum mampu minum obat secara teratur. Hasil intervensi SP 2 pada tanggal 2 Juli 2021 yang didapatkan peneliti yaitu Klien mengatakan perasaannya lebih baik setelah berbincang-bincang.



Klien



mampu



mengulangi



cara



menghardik



halusinasi. Namun, belum bisa menyebutkan, nama obat, dosis. Data objektif, Klien tampak belum mampu menyebutkan dosis (resperidon 2x2 mg, trihexyphenidyl 2 x 1 mg dan lorazepam 1x0,5 mg), Klien tampak mampu menyebutkan kegunaan obat penenang, dan mengurangi efek samping obat antipsikotik, cara minumnya secara oral, frekuensi 3 obat untuk pagi dan 2 obat untuk malam. Hasil yang dapatkan peneliti pasien mampu mempraktekkan cara menghardik halusinasi tetapi belum mampu minum obat secara teratur. Hasil intervensi SP 2 pada tanggal 3 Juli 2021 yang didapatkan peneliti yaitu Klien mengatakan perasaannya lebih baik setelah 108



berbincang-bincang.



Klien



mampu



mengulangi



cara



menghardik



halusinasi. Klien mampu menyebutkan nama obat, warna, dosis, frekuensi, cara dan kegunaannya Data objektif, Klien tampak mampu menyebutkan jenis obat (resperidon dan lorazepam kegunaan penenang, trihexyphenidyl kegunaan mengurangi efek samping obat antipsikotik ), dosis (resperidon 2x2 mg, trihexyphenidyl 2 x 1 mg dan lorazepam 1x0,5 mg), frekuensi (2x1 hari pagi dan malam, 1x1 di pagi hari), cara (oral).) Hasil yang dapatkan peneliti pasien mampu mempraktekkan cara menghardik halusinasi dan minum obat secara teratur. Dari hasil intervensi ada beberapa kendala yang ditemukan kelompok, pasien dengan tingkat konsentrasi yang tidak penuh sehingga pembicaraan berbelit-belit yang tujuannya sulit dicapai, kemampuan daya ingat pasien yang kurang. Namun saat diarahkan pasien mampu untuk memperagakan dan menyebutkan ulang kembali kegaiatan dan tujuan interaksi yang terjadi.



109



BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren/ persepsi palsu. Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada pasien ny. E diruang wisma melati pada tanggal 24 juni 2021 didapatkan hasil bahwa klien mengalami gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran dengan tanda dan gejala pasien tampak tertawa sendiri, senyum sendiri, Ny. E mengatakan mendengar suara-suara seperti suara motor dan mobil yang mengganggu pasien disetiap saat dengan waktu dua sampai tiga menit. Diagnosa keperawatan yang didapatkan dari hasil pengkajian yaitu: Gangguan persepsi sensori Halusinasi Pendengaran, Isolasi sosial, Resiko Perilaku Kekerasan, Gangguan Konsep diri HDR, Defisit perawatan Diri. Intervensi yang dilakukan pada Ny. E yaitu Strategi pelaksanaan satu sampai empat halusinasi. Yang di implementasikan pada tanggal 29 juni sampai dengan 03 juli 2021. Dalam pelaksanaan implementasi ada beberapa kendala yaitu tingkat konsentrasi yang kadang kurang, emosi labil, namun pasien dapat melakukan SP satu sampai empat secara mandiri. 5.2 Saran 5.2.1



Bagi Mahasiswa Mahasiswa diharapkan agar lebih menambah pengetahuan mengenai pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan Halusinasi. Mahasiswa lebih meningkatkan komunikasi teraupetik dalam berinteraksi dengan klien. 110



Mahasiswa hendaknya dalam memberikan asuhan keperawatan berkerjasama dengan perawat ruangan untuk memvalidasi data. 5.2.2



Bagi Perawat Untuk perawat ruangan, klien harus terus dimotivasi dan dilibatkan dalam kegiatan sehari–hari misalnya membersihkan ruangan dan lain–lain. Pertahankan dan tingkatkan komunikasi yang teraupetik serta tingkatkan koping individu dan keluarga. Perawat diharapkan dapat berkerjasama dengan tim kesehatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan agar tidak terjadi pengulangan dalam melakukan tindakan dan lebih memperhatikan kebutuhan dasar klien, untuk membina hubungn saling percaya antara perawat dengan klien.



111