4 0 181 KB
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Dengan berkembangannya zaman dan seiring kemajuan
teknologi, manusia mulai melakukan perubahan-perubahan cara mengolah makanan menjadi lebih baik dari sebulmnya, Hal ini bisa dikarenakan semakin lama kehidupan manusia semakin sibuk sehingga tidak mempunyai waktu untuk melakukan pengolahan dan saat sekarang manusia lebih menyukai makanan yang instan. Salah
satu
cara
pengolahan
bahan
pangan
yaitu
dengan
penggunaan panas, tujuan dari penggunaan panas agar makanan enak dimakan dan mempunyai daya simpan yang lebih lama. Proses termal (thermal process) termasuk ke dalam proses pengawetan yang menggunakan energi panas. Tujuan utama proses termal adalah mematikan mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit dan menimbulkan kebusukan pada produk yang dikemas dengan kemasan yang hermetis, seperti kaleng, retort pouch, atau gelas jar. Proses termal merupakan salah satu proses penting dalam pengawetan pangan untuk mendapatkan produk dengan umur simpan yang panjang. Dalam pemanasan ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu destruksi
mikroorganisme
dan
Inaktivasi
enzim
yang
tidak
dikehendaki, cara pengolahan bahan pangan dengan panas ada beberapa macam yaitu Blanching, Pasteurisasi, dan Sterilisasi. Blanching merupakan suatu proses yang dilakukan pada bahan pangan sebelum dilakukan pengeringan pengalengan atau pembekuan. Blanching merupakan suatu proses pemanasan pada bahan
pangan
dengan
menggunakan
suhu
dibawah
100 oC.
Blanching dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pemanasan secara langsung dengan air panas (Hot Water Blancing) atau dengan menggunakan uap (Steam Blanching). Kedua proses tersebut
mempunyai
keuntungan
dan
kerugian
tersendiri
tergantung dari bahan yang akan dibalnching. Blanching bertujuan
untuk menginaktifkan enzim yang memungkinkan perubahan warna, tekstur, citta rasa bahan pangan. Namun tujuan blanching juga
bermacam-macam
tergantung
dari
bahan
yang
akan
pemanasan
yang
digunakan serta tujuan proses selanjutnya Pasteurisasi
merupakan
suatu
proses o
menggunakan suhu rendah dibawah 100 C. Tujuan pasteurisasi adalah untuk mengurangi populasi mikroorganisme pembusuk sehingga
bahan
pangan
yang
dipasteurisasi
tersebut
akan
mempunyai daya awet beberapa hari (seperti produk susu pasteurisasi) sampai beberapa bulan (seperti produk sari buah pasteurisasi). Sterilisasi merupakan proses atau kegiatan membebaskan suatu bahan atau benda dari semua bentuk kehidupan. Sterilisasi merupakan pembebasan semua organisme-organisme yang hidup, termasuk bakteri dan sporanya,secara kimia atau secara fisika.
1.2
Tujuan 1. Untuk mengetahui tujuan dan fungsi dari proses Blanching, pasteurisasi dan sterilisasi 2. Untuk mengetahui metode proses Blanching, pasteurisasi dan sterilisasi 3. Untuk mengetahui aplikasi dari proses Blanching, pasteurisasi dan sterilisasi
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Blanching Blanching merupakan suatu cara pemanasan pendahuluan atau perlakuan pemanasan tipe pasteurisasi yang dilakukan pada suhu
kurang
dari
100oC
selama
beberapa
menit,
dengan
menggunakan air panas atau uap. Proses Blanching termasuk ke dalam porses termal dan umumnya membutuhkan suhu berkisar 75 - 95°C selama 10 menit. Tujuan utama Blanching ialah menginaktifan enzim diantaranya enzim peroksidase dan katalase, walaupun sebagian dari mikroba yang ada dalam bahan juga turut mati. Kedua jenis enzim ini paling tahan terhadap panas. Blanching biasanya dilakukan terhadap sayur-sayuran dan buah-buahan yang akan dikalengkan atau dikeringkan. Di dalam pengalengan sayursayuran dan buah-buahan, selain untuk menginaktifkan enzim, tujuan Blanching yaitu :
Membersihkan bahan dari kotoran dan mengurangi jumlah mikroba dalam bahan
Mengeluarkan atau menghilangkan gas-gas dari dalam jaringan tanaman, sehingga mrngurangi terjadinya pengkaratan kaleng dan memperoleh keadaan vakum yang baik dalam “headspace” kaleng.
Melayukan
atau
melunakkan
jaringan
tanaman,
agar
memudahkan pengisian bahan ke dalam wadah
Menghilangkan bau dan flavor yang tidak dikehendaki
Menghilangkan lendir pada beberapa jenis sayur-sayuran
Memperbaiki warna produk, a.l. memantapkan warna hijau sayur-sayuran Cara melakukan Blanching ialah dengan merendam dalam air
panas (merebus) atau dengan uap air (mengukus atau dinamakan juga “steam blanching”). Merebus yaitu memasukkan bahan ke dalam panci yang berisi air mendidih. Sayur-sayuran atau buahbuahan yang akan diBlanching dimasukkan ke dalam keranjang
kawat,
kemudian
dimasukkan
ke
dalam panci dengan
suhu
Blanching biasanya mncapai 82 – 83°C selama 3 – 5 menit. Setelah Blanching cukup waktunya, kemudian keranjang kawat diangkat dari panci dan cepat-cepat didinginkan dengan air. Pengukusan tidak dianjurkan untuk sayur-sayuran hijau, karena warna
bahan
mengisikan
akan
bahan
menjadi ke
kusam.
dalam
Caranya
keranjang
ialah
kawat,
dengan
kemudian
dimasukkan ke dalam dandang yang berisi air mendidih. Dandang ditutup dan langkah selanjutnya sama dengan cara perebusan. Kemampuan proses Blanching sebagai perlakuan pendahuluan untuk mendapatkan produk yang baik didasari oleh beberapa fungsi, yaitu : a. Menginaktivasi enzim yang dapat menyebabkan perubahan kualitas bahan pangan, terutama bahan pangan segar yang mudah mengalami kerusakan akibat aktivitas enzim yang tinggi. Bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan jenis ini adalah buah-buahan dan sayur-sayuran. Aktivitas enzim ini terkait karakteristik biologi, fisiologi, dan hidratasi bahan pangan. Akibat buruk akibat aktivitas enzim lebih tampak jika pada proses pengolahan terjadi penundaan. Beberapa enzim oksidatif yang menjadi inaktif pada proses Blanching adalah peroksidase, katalase, polifenol oksidase, lipoksigenase, dan lain-lain. Sebagai
contoh
Blanching
dilakukan
sebagai
perlakuan
pendahuluan pada proses pembuatan sari buah apel dengan tujuan
untuk
polifenolase
menginaktifkan
dapat
enzim
mengkatalis
polifenolase.
reaksi
oksidasi
Enzim
terhadap
senyawa fenol yang mengakibatkan pembentukan warna coklat yang tidak dikehendaki karena merusak penampilan produk dan tidak disukai konsumen. b. Mengurangi oksidatif. menurunya
gas
antarsel
Berkurangnya kadar
oksigen
untuk gas
mengurangi
antarsel
dalam
bahan,
perubahan
berakibat sehingga
pada akan
berakibat pada menurunya aktivitas enzim oksidatif yang aktifitasnya dipengaruhi oleh kandungan oksigen dalam bahan. c. Selain
inaktifasi
enzim,
prinsip
proses
Blanching
yang
menggunakan pemanasan juga akan menurunkan aktifitas bahkan mematikan mikroorganisme. Namun selain dari keuntungan yang diperoleh dari proses Blanching tersebut, ada juga kekurangan dari proses tersebut, yaitu efek negatif berupa kehilangan zat gizi yang sensitif terhadap pemanasan. Zat gizi yang sensitif terhadap pemanasan akan larut pada proses Blanching yang dilakukan dengan metode perebusan. Proses Blanching dibutuhkan jika terdapat waktu tunggu sebelum
perlakuan
panas
pada
proses
pengeringan
atau
pengalengan dilakukan. Proses Blanching juga diperlukan jika tidak terdapat perlakuan panas pada produk selama pengolahan seperti pada pembekuan. Jika makanan tidak diblanching, perubahan yang tidak diinginkan terutama karakteristik sensorik dan nutrisi dapat terjadi. Blanching juga dapat menyebabkan kerusakan pangan dibandingkan yang tidak diblanching karena panas yang diberikan dapat merusak jaringan dan membebaskan enzim tetapi tidak menginaktifkannya, dan mempercepat kerusakan pencampuran enzim dengan substrat. Terdapat beberapa jenis peralatan blanching yang biasa digunakan di industri , yaitu : 1. Water
Blanching,
(mendidih)
pada
untuk
metode
menaikkan
ini,
digunakan
temperatur
air
bahan
panas
pangan,
o
biasanya temperatur operasi berkisar antara 70-100 C . Metode ini merupakan metode blanching yang paling sederhana dan memerlukan
biaya
operasi
yang
murah.
Peralatan
yang
digunakan biasanyablancher yang memiliki penutup, atau panci besar
dengan
penutup.
Kekurangan
dari
penggunaan
metode water blanching ini adalah menghilangkan mineral dan nutrien penting yang larut dalam air.
2. Steam Blanching, Metode ini disarankan untuk hanya beberapa jenis sayuran seperti brokoli, labu, kentang dan winter squash, namun
sebenarnya
bahan-bahan
ini
dapat
menggunakan
metode water blanching. Steam blanching biasanya digunkan untuk bahan pangan yang berukuran kecil, atau sudah dipotong dengan ukuran yang kecil.Waktu pemrosesan dengan steam blanching biasanya 1.5 kali lebih lama dibandingkan dengan metode water blanching. Pada steam blanching, produk diangkut oleh belt conveyor melalui ruang uap dengan temperatur sekitar 100oC
yang
diinjeksikan
metode steam
ke
blanching ini
dalam adalah
peralatan.
Keunggulan
meminimasi
kehilangan
komponen pangan yang larut dalam air seperti vitamin, protein, mineral dll, memiliki efisiensi energi yang lebih tinggi serta meminimisasi tingkat BOD yang terlarut. 3. Hot gas Blanching, penggunaan gas cerobong dari pembakaran gas pada medium pemanas digunakan untuk memanaskan bahan
pangan,
sehingga
terjadi
proses blanching.
Dengan
menggunakan metode gas blanching akan mengurangi limbah yang dihasilkan, namun seringkali mengakibatkan berkurangnya berat produk. Penggunaan hot gas blanching tidak digunakan dalam industri dan kebutuhan dalam penelitian lebih lanjut. 4. Microwave
Blanching,
penelitian
tentang
penggunaan
microwave untuk blanching telah dimulai pada tahun 1940-an, penggunaan microwave memiliki untuk
dipergunakan
pada
potensi
skala
yang
industri,
cukup
besar
namun
untuk
menggunakannya secara konvensional perlu peninjauan lebih lanjut. Pada umumnya, penggunaan microwave blanching dalam skala industri terbatas, karena masih terbatasnya ketertarikan industri untuk menggunakan metode ini. Hal ini disebabkan mereka
harus
mengganti
semua
peralatan
(umumnya
dengan steam blanching atau water blanching) serta tidak lebih menghemat waktu dibandingkan dengan metode lainnya.
2.2
Metode Blanching Proses blanching dilakukan
dengan
memanaskan
bahan
pangan pada suhu kurang dari 100oC dengan menggunakan air panas
atau
uap
air
panas.
Contoh
proses blanching yaitu
mencelupkan sayuran atau buah di dalam air mendidih selama 3 sampai 5 menit atau mengukusnya selama 3 sampai 5 menit. Setelah dilakukan proses pemanasan bahan pangan, biasanya dilanjutkan dengan proses pendinginan yang bertujuan untuk mencegah pelunakan jaringan yang berlebihan sekaligus dan sebagai proses pencucian setelah blanching. Proses pendinginan dilakukan
segera
setelah
proses blanching selesai.
Bahan
dibenamkan ke dalam air es selama beberapa waktu, biasanya lamanya waktu untuk proses pendinginan sama dengan lama waktu yang digunakan untuk blanching. Waktu pendinginan ini tidak
boleh
terlalu
lama,
karena
dapat
menyebabkan
meningkatnya kehilangan komponen larut air karena lisis kedalam air pendingin. Untuk meminimalkan kehilangan komponen larut air karena lisis kedalam air pendingin, maka proses pendinginan dapat dilakukan dengan menggunakan udara dingin sebagai media pendinginnya. Setiap bahan pangan memiliki waktu proses blanching yang berbeda-beda untuk inaktivasi enzim, tergantung pada jenis bahan tersebut, metode blanching yang digunakan, ukuran bahan dan suhu media pemanas yang digunakan. Pada Tabel dibawah ini dapat dilihat lama waktu blanching dari beberapa jenis bahan pangan : Sayuran (dalam air suhu
Waktu Blanching (menit)
100 oC) Brokoli Jagung Bayam Beet Ukuran kecil, utuh Beet dipotong dadu
2-3 2-3 12 3-5 3
Idealnya,
lama
waktu
yang
diperlukan
untuk
proses blanching adalah pas tidak terlalu lama atau terlalu
sebentar. Proses blanching yang berlebihan akan menyebabkan produk menjadi matang, kehilangan flavor, warna, dan nutrisinutrisi penting yang terkandung didalamnya karena komponenkomponen tersebut dapat rusak dan terlarut kedalam media pemanas (pada proses blanching dengan air panas atau steam). Sebaliknya, waktu blanching mendorong
meningkatnya
menyebabkan
kerusakan
yang
terlalu
sebentar
akan
aktivitas
enzim
perusak
dan
mutu
produk
yang
lebih
besar
dibandingkan dengan yang tidak mengalami proses blanching. Proses blanching salah satunya bertujuan untuk menjaga mutu produk, dengan cara menonaktifkan enzim alami yang terdapat pada bahan pangan. Enzim tersebut di nonaktifkan karena dapat mengganggu kualitas pangan saat dilakukan proses pengolahan selanjutnya.
Contohnya ialah enzim polifenolase
yang menimbulkan pencoklatan pada bahan pangan buahbuahan. Dalam proses blanching buah dan sayuran, terdapat dua jenis enzim yang tahan panas, yaitu enzim katalase dan peroksidase. Kedua enzim ini memerlukan pemanasan yang lebih tinggi untuk menginaktifkannya dibandingkan enzim-enzim yang lain. Baik enzim
katalase
maupun
peroksidase
tidak
menyebabkan
kerusakan pada buah dan sayuran. Namun karena sifat ketahanan panasnya yang tinggi, enzim katalase dan peroksidase sering digunakan
sebagai
enzim
indikator
bagi
kecukupan
proses blanching. Artinya, apabila tidak ada lagi aktivitas enzim katalase atau peroksidase pada buah dan sayuran yang telah di blanching, maka enzim-enzim lain yang tidak diinginkan pun telah terinaktivasi dengan baik. Pada proses blanching prinsipnya adalah melewatkan bahan pangan menuju uap pemanas dan media pendingin (dapat berupa udara atau air). Proses blanching dalam skala industri dilakukan pada Rotary Drum Steam Blancher. Ini merupakan suatu alat dimana proses blanching berupa pemanasan dan pendinginannya
dilangsungkan
dalam
suatu
drum
yang
berputar.
Proses
pemanasan di dalam alat umumnya dilakukan pada suhu 70-80 oC bergantung pada jenis bahan pangan dan menggunakan uap jenuh. Sementara untuk proses pendinginan dipilih menggunakan media pendingin berupa air kondensat. Blanching dengan air panas tidak selalu diinginkan, terutama pada buah potong yang akan dimakan dalam bentuk segar dan buah beku yang akan dikonsumsi dalam bentuk segar (tanpa pemasakan) setelah proses thawing. Pada buah potong yang akan dikonsumsi
dalam
menyebabkan
bentuk
perubahan
segar,
proses
karakteristik
blanching
sensorik
‘khas
dapat buah
segar’-nya. Sementara pada buah beku, kerusakan panas yang terjadi selama blanching pada beberapa jenis buah menyebabkan perubahan flavor dan tekstur buah (tekstur menjadi porous seperti gabus) setelah dithawing. Kondisi ini menyebabkan buah menjadi tidak layak untuk dikonsumsi segar. Untuk kasus seperti ini, maka digunakan metode alternatif lain untuk menghambat perubahan enzimatis terutama reaksi pencoklatan. Beberapa metode yang bisa digunakan sebagai pengganti blanching pada pembuatan buah beku adalah inaktivasi enzimatis secara kimia, menghindarkan kontak dengan oksigen (misalnya dengan mengemas buah dalam larutan gula) dan perendaman dalam larutan yang mengandung anti oksidan (misalnya asam askorbat). Contoh lain proses blanching diterapkan pada buah-buahan. Proses blanching ini bertujuan untuk mencegah terbentuknya warna coklat pada buah- buahan. Buah yang paling mudah mengalami pencoklatan adalah apel. Blanching yang dilakukan pada buah- buahan ini adalah dengan memberikan panas terhadap bahan pangan melalui perendaman bahan dalam air yang mendidih atau pemberian steam dalam waktu yang relatif singkat.
Untuk apel, setelah dikupas dan dipotong- potong selanjutnya apel direndam di dalam air panas selama 3 menit dengan suhu mencapai 82-93°C. Setelah proses perendaman selesai, apel direndam dalam larutan vitamin C. Dengan takaran vitamin 200 miligram per liter. Sehingga akan diperoleh apel yang tetap segar dengan tambahan vitamin C. Selain itu, proses blanching untuk buah- buahan dapat dilakukan dalam larutan garam kalsium dengan tujuan untuk memperbaiki kekerasan buah dengan terbentuknya kalsium pektat. Kekerasan buah setelah diblanching juga dapat diperbaiki dengan bantuan pektin, karboksimetil dan alginat. Beberapa parameter san
yang
dapat
dilihat
dalam pemrose
blanching diantaranya adalah :
a) Rasa (flavor) Secara
langsung
dan
tidak
langsung
proses blanching memengaruhi rasa pada berbagai produk pangan dengan menginaktivasi enzim tertentu dalam produk tsb. Selain itu blanching juga meningkatkan retensi rasa dan seringkali menghilangkan rasa pahit yang tidak diinginkan dalam pangan.
b) Tekstur Blanching dapat
menyebabkan softening dari
produk
pangan yang tidak diinginkan, namun hal ini dapat diatasi dengan penambahan kalsium pada pangan tsb. Selain itu, penggunaan mentah
kombinasi
temperatur
rendah
pada
bahan
terbukti telah efektif dalam proses firming pada
sayuran kaleng. Parameter untuk melihat struktur pada bahan pangan diantaranya adalah kerenyahan, kegaringan, serta pengukuran instrument seperti gaya geser maksimum.
c) Warna Perubahan warna pada proses blanching terjadi secara langsung
maupun
tidak
langsung.
Contohnya
dalam
pengolahan
kentang,
dimana blanching akan
mengurangi
kadar gula, kemudian akan memengaruhi perubahan warna pada kentang, dimana biasanya terjadi reaksi Maillard. Dalam industri, secara
makanan visual
pada
umumnya
dilakukan
dengan
perbandingan metode
warna
instrument
berdasarkan reflektansi.
d) Nilai Gizi Secara umum, blaching akan menurunkan nilai nutrisi dalam makanan, terutama ketika menggunakan air dalam prosesnya. Beberapa nutrisi yang kemungkinan akan hilang pada saat pemrosesan diantaranya adalah vitamin C, vitamin B1, vitamin B2, karoten, dan beberapa mineral lainnya. Sayuran
hijau
yang
diberi
perlakuan blanching sebelum
dibekukan atau dikeringkan mutu wama hijaunya lebih baik dibandingkan dengan sayuran yang tidak di blanching terlebih dahulu.
Dalam
pengalengan
sayuran
dan
buah-
buahan, blanching dapat menghilangkan gas dari dalam jaringan tanaman, melayukan jaringan tanaman agar dapat masuk dalam jumlah
banyak
dalam
kaleng,
menghilangkan
lendir
dan
memperbaiki warna produk. Alat yang digunakan untuk proses blanching adalah blancher dimana proses yang terjadi bertujuan untuk:
1) Menonaktifkan enzim alami yang terdapat pada bahan pangan. 2) Membunuh sebagian jasad renik yang terdapat pada bahan 3) 4) 5) 6)
pangan. Mematikan jaringan-jaringan bahan. Menghilangkan kotoran yang melekat pada sayuran. Menghilangkan zat-zat penyebab lendir pada sayuran. Mengeluarkan gas-gas, termasuk O 2 dalam jaringan buah atau
sayuran. 7) Mempertahankan mutu sensorik dan nutrisi dari buah dan sayur. 2.3Pengertian Pasteurisasi
Pasteurisasi merupakan proses pemanasan makanan dengan tujuan membunuh organisme merugikan seperti bakteri, virus, protozoa, kapang, dan khamir. Proses ini diberi nama atas penemunya, Louis Pasteur, seorang ilmuwan Perancis. Teknik ini digunakan untuk mengawetkan bahan pangan yang tidak tahan suhu tinggi, misalnya susu. Pasteurisasi tidak mematikan semua mikroorganisme, tetapi hanya yang bersifat patogen dan tidak membentuk spora. 2.4Manfaat Pasteurisasi
Memperpanjang daya simpan bahan atau produk.
Menimbulkan cita rasa yang lebih baik pada produk.
Menginaktifkan enzim fosfatase dan katalase ,yaitu enzim yang membuat susu cepat rusak.
Untuk membunuh bakteri patogen, yaitu bakteri yang berbahaya karena dapat menimbulkan penyakit pada manusia. Bakteri pada susu yang bersifat patogen misalnya Mycobacterium tuberculosis dan Coxiella bunetti dan mengurangi populasi bakteri.
2.5Cara Kerja Pasteurisasi Proses pembuatan susu pasteurisasi terdiri dari beberapa tahap dan setiap tahap mempunyai tujuan tertentu yaitu mendapatkan
produk
berkualitas.
Adapun
tahap-tahap
pengolahannya meliputi :
Tahap Penerimaan. Susu dikirim dari peternakan dengan menggunakan milkcan kemudian disimpan di freezer untuk mendinginkan susu sampai dengan suhu 4 oC. Pada tahap penerimaan dilakukan pemeriksaan fisik.
Tahap Pemanasan. Pada tahap pemanasan yaitu susu dituang ke alat utama proses pasteurisasi yaitu Plate Heat Exchanger (PHE) untuk memanaskan susu hingga mencapai suhu 65oC selama 30 menit.
Tahap Pendinginan. Setelah dipanaskan, susu kemudian dituang ke milkcan/panci yang dilanjutkan dengan tahap pendinginan dengan merendam milkcan/panci berisi susu tersebut ke dalam air es hingga suhu mencapai 10 oC dan siap untuk dikemas.
Sanitasi. Peralatan dalam proses pengolahan susu harus dijaga dalam keadaan bersih. Hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas susu sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Adapun proses sanitasi yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Membilas peralatan dengan air hingga sisa-sisa susu hilang.
Mencuci dengan air sabun hangat atau menggunakan air panas dan larutan chloor/klorin , disikat kemudian dibilas.
Merendam dengan air mendidih selama 2 – 3 menit atau diuapkan selama 30 detik.Menyimpan peralatan di ruangan yang tertutup dan bersih sebelum digunakan.
2.6Prinsip Pasteurisasi Prinsip kerja mesin pasteurisasi ini adalah mengaduk bahan secara merata disertai dengan pemanasan dengan suhu terkontrol. Metode Pasteurisasi yang umum digunakan adalah : a. LTLT (Low Temperature Long Time) Pasteurization.
Merupakan proses pasteurisasi paling tua dan pertama kali digunakan.
Pemanasannya dilakukan di dalam tangki besar pada suhu 61-63°C selama 30 menit.
Untuk menjaga agar panas tetap konstan dan merata maka dilakukan
pengadukan
terhadap
susu
selama
berlangsung. b. High Temperature Short Time (HTST) Pasteurization
proses
Dilakukan pada temperature tinggi dan waktu singkat, yaitu pada temperature 71,7 - 75,0°C selama 15-16 detik.
Prosesnya menggunakan metode kontinyu dengan pelat pemindah panas.
Produknya tahan maksimal selama 2 minggu dalam lemari es.
c. UHT Pasteurization
Perkembangan lebih lanjut dari teknik pasteurisasi adalah dengan teknik pemanasan suhu sangat tinggi (UHT).
Ultra High Temperature (UHT) pasteurization merupakan proses pasteurisasi yang dilakukan pada temperatur sangat tinggi dan waktu sangat singkat, yaitu pada temperatur 131 – 150°C selama 0,5 – 1 detik.
Pemanasan
dilakukan
dengan
tekanan
tinggi
(High
Pressure) untuk mencegah terjadinya pembakaran susu pada alat pemanas.
Produk dapat tahan dalam suhu ruangan hingga beberapa bulan jika dikemas dengan baik.
2.7 Hubungan Pasteurisasi dengan kehidupan
Pasteurisasi merupakan perlakuan pemanasan relative sedang walaupun dipadukan dengan unit operasi lain, tetapi sedikit mengubah nilai gizi dan sifat organoleptik pada kebanyakan makanan. Tetapi daya tahan makanan terpasteurisasi biasanya hanya bertahan beberapa hari atau minggu dibandingkan dengan proses sterilisasi yang dapat bertahan selama beberapa bulan. Pasteurisasi memiliki dampak yang dapat mempengaruhi keadaan lingkungan, seperti yang diketahui pasteurisasi dapat membunuh bakteri patogen pada makanan. Namun disamping itu pasteurisasi juga mengakibatkan degradasi enzim yang terkandung dalam makanan. Adakalanya dengan sedikit menaikkan suhu pada proses pasteurisasi dari keadaan optimal, jumlah enzim yang
terdegradasi justru lebih banyak daripada jumlah bakteri patogen yang hilang dibandingkan dengan keadaan optimal. Dalam usaha pasteurisasi mencegah keasaman susu, susu yang asam justru sangat baik untuk kesehatan dan mudah untuk dicerna.
Tapi
justru
menguntungkan
jadi
dengan hilang
proses
sehingga
pasteurisasi,
bakteri
meningkatkan
bakteri
merugikan di dalam perut kita. Selain
menghancurkan
sebagian
vitamin
A,
vitamin
B
Kompleks, vitamin C dan bakteri menguntungkan pada susu, pasteurisasi juga merubah komponen gula pada susu, yaitu laktosa, menjadi beta-laktosa. Beta-laktosa ini lebih cepat larut dan dengan demikian cepat diserap ke dalam sistem yang membuat kita
jadi
lapar
lagi.
2.8 Sistem Pasteurisasi yang baik
Metode pasteurisasi yang paling banyak digunakan di dunia adalah proses pasteurisasi suhu tinggi waktu singkat dan suhu sangat tinggi waktu singkat. Enzim sensitif terhadap panas dan mulai terurai pada suhu 48°C. Pada suhu 115°C, enzim sudah hancur seluruhnya. Oleh karena itu, terlepas dari lama waktu yang digunakan dalam pemrosesan, pada saat suhu mencapai 130°C, enzim
telah
hampir
seluruhnya
rusak.
Dengan
demikian
penggunaan sistem pasteurisasi UHT sangat mengurangi nilai gizi yang terkandung dalam susu. Di jaman sekarang, tidak ada makanan yang 100% sempurna. Semuanya memiliki kelebihan dan kelemahan. Tapi sebagai bahan pertimbangan, nilailah prosentase baik dan buruk dari apa yang kita konsumsi. Jika suatu makanan lebih banyak membawa kerugian dibandingkan keuntungan, adalah bijaksana jika Anda tidak mengonsumsinya. Sistem pasteurisasi dapat dipandang dari dua sisi, sitem ini akan dinilai baik jika kita mengharapkan daya tahan yang lama dari suatu makanan, namun akan bernilai buruk jika kita mengharapkan kualitasnya membaik.
Untuk mendapatkan gizi yang cukup maka sistem pasteurisasi yang digunakan adalah LTLT, karena pada suhu ± 62 celsius, belum semua enzim dapat dirusak oleh pemanasan tersebut, namun jika kita meninjau untuk mengurangi biaya produksi, maka sistem UHT merupakan pilihan terbaik, selain dapat dilakukan secara massal, juga menghemat waktu pemrosesannya. 2.9Pengertian Sterilisasi Sterilisasi adalah proses membebaskan bahan pangan dari semua mikroorganisme termasuk bakteri, spora bakteri,kapang dan virus, menggunakan kombinasi suhu tinggi dan waktu tertentu. Untuk
membunuh
semua mikroorganisme termasuk sporanya didalam bahan pangan, yang dapat tumbuh, pada kondisi normal. Sterilisasi yang tidak baik juga dapat menghasilkan penyebaran infeksi bakteri dan virus seperti hepatitis dan HIV. Proses Sterilisasi lebih intens dari proses pasteurisasi yang menggunakan suhu diatas 1000oC dengan waktu yang cukup lama sehingga dapat berpengaruh terhadap penampakan dan rasa dari produk. 2.10
a.
Macam-Macam Sterilisasi Sterilisasi Termal Proses termal merupakan serangkaiaan proses yang harus dilakukan
secara
akurat
dan
hati-hati
untuk
menjamin
keamanan produk. Masalah utama yang berkaitan dengan produk kaleng untuk produk pangan berasam rendah adalah pembentukan toksin botulium. Toksin tersebut dihasilkan oleh mikroorganisme c.botulinum. penyakit yang disebabkan oleh toksin botulin disebut botulisme. Pencegahan pembentukan toksin
botulin
merupakan
tujuan
utama
dari
proses
pengalengan. Sterilisasi termal merupakan unit pengolahan., yaitu produk pangan diberi perlakuan panas menggunakaan suhu
tinggi
mikroba dan
dan
waktu
aktivitas
tertentu
enzim.
un
tuk
Akibatnya,
mendestruksi
produk
pangan
sterilisasi mempunyai umur simpan yang lama lebih dari enam bulan.
Perlakuan
panas
yang
ekstrem
selama
sterilisasi
mengakibatkan perubahan nutrisi dan sifat sensori produk pangan. Oleh karena itu, teknik sterilisasi terus dikembangkan untuk mengurangi kerusakan nutrisi dan mutu sensori produk pangan, b.
termasuk
pengembangan
teknologi
sterilisasi
nontermal. Sterilisasi Komersial Sterilisasi Komersial (Ditujukan untuk membunuh semua mikroorganisme yang hidup pada suhu penyimpanan normal atau suhu ruang, perlu kita ingat ada beberapa organisme yang juga dapat bertahan pada suhu tinggi.). Sterilisasi komersial ,merupakan proses sterilisasi dengan tujuan membunuh suatu mikroorganisme yang dapat tumbuh pada produk pangan pada kondisi suhu ruang. Produk yang diproses melalui sterilisasi komersial,
aseptis,
dan
dikemas
secara
hermetis
biasa
dikategorikaan sebagai produk kaleng walaupun kemasan yang digunkan tidak terbatas pada kaleng saja melainkan dapaat berupa kemasan yang lain, sepertiretort pouch dan gelas jar. Berbeda dengan sreilisasi total yang biasa di terapkan dalam dunia medis sepenuhnya
atau
kedokteran,
membunuh
Sterilisasi
mikroba
karena
komersial masih
tidak
terdapat
mikroba karena masih terdapat beberapa mikroba yang masih dapat hidup secara sterilisasi. Akan tetapi, kondisi dalam kaleng selama distribusi, pemasaran, dan penyimpanan yang aseptis dan vakum, maka mikroba tersebut tidak dapat hidup dan berkembang biak. Pemberian panas yang tidak mencukupi menyebabkan penyebaran
penigkatan
resiko
kerusakan
dan
keamanan
pangan akibat mikroba yang ada menjadi aktif kembali. Untuk menghindari hal tersebut, proses sterilisasi yang di terapkan di industry pangan di rancang secara khusus untuk mencapai kondisi sterilisasi komersial yang aman. Pemanasan Sterilisasi komersial umum dilakukan pada bahan pangan yang sifatnya tidak asam atau lebih dikenal
dengan
bahan
pangan
berasam
rendah.
Bahan
pangan
berasam rendah memiliki pH > 4,5, misalnya seluruh bahan pangan hewani seperti daging, susu, telur dan ikan serta sayuran seperti buncis dan jagung. Makanan berkadar asam tinggi memiliki pH < 3,5, dan Berkadar asam sedang pH 3,5 4,5. Apabila pada kondisi penyimpanan yang benar, spora yang tahan terhadap suhu tinggi tidak dapat berkembang dan sebaliknya apabila suhu penyimpanan salah maka spora tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada makanan kaleng, Clostridium
botulinun
menjadi
target
utama
dari
proses
sterilisasi komersial. Untuk pangan yang PH diatas 6,4 Atau AWN diatas 85 % ketidak cukupan proses sterilisasi akan menyebabkan spora Clostridium botulinun tumbuh serta dapat meghasilkan toksin botulin yang sangat mematikan didalam makanan kaleng. Waktu dan suhu sterilisasi bahan pangan tergantung juga pada wadah apa yang digunakan, kondisi ( Jenis, Komposisi, Kekeantalan) bahan pangan, Resistensi mikroorganisme
dan
enzim
terhadap
panas,
pH
makanan, ukuran wadah / kemasan yang disterilkan. Dapat dicontohkan seperti, proses sterilisasi
bahan soup
memerlukan waktu yang lebih pendek dari proses sterilisasi kornet. Cairan atau kuah soup akan membantu mempercepat proses pemindahan panas (Heat transfer)secara konvensi, sedangkan pada sterilisasi kornet proses perpindahan panas secara konduksi sehingga proses pemanasan berjalan lambat. Produk pangan sterilisasi mempunyai umur simpan yang panjang dan dapat disimpan pada suhu ruang. Dengan demikian, sterilisasi komersial ini hanya digunakan untuk mengolah bahan pangan berasam rendah di dalam kaleng, seperti kornet, sosis dan sayuran dalam kaleng. Susu steril dalam kotak adalah contoh produk lain yang diproses dengan sterilisasi komersial. Tetapi prosesnya berbeda dengan pengalengan.
Susu
steril
dalam
kotak
diproses
dengan
pengemasan aseptik yaitu suatu proses sterilisasi kontinyu dimana produk susu yang sudah disterilkan dimasukkan ke dalam kotak yang sudah disterilkan dalam lingkungan yang juga aseptik. 2.11
a.
Metode Sterilisasi Sterilisasi secara Fisik Sterilisasi secara fisik dipakai bila selama sterilisasi dengan bahan kimia tidak akan berubah akibat temperatur tinggi dan tekanan tinggi. Cara membunuh mikroorganisme tersebut adalah dengan panas. Berikut penjelasan mengenai cara membunuh mikroorganisme :
Pemanasan kering Prinsipnya adalah protein mikroba pertama-tama akan mengalami
dehidrasi
sampai
kering
dan
selanjutnya
teroksidasi oleh oksigen dari udara sehingga menyebabkan mikrobanya mati. Digunakan pada benda atau bahan yang tidak mudah menjadi rusak, tidak menyala, tidak hangus atau tidak menguap pada suhu tinggi. Umumnya digunakan untuk senyawa yang tidak efektif untuk disterilkan dengan uap air, seperti minyak lemak, minyak mineral, gliserin (berbagai jenis minyak), petrolatum jelly, lilin, wax, dan serbuk yang tidak stabil dengan uap air. Metode ini efektif untuk mensterilkan alat-alat gelas dan bedah. Contohnya alat ukur dan penutup karet atau plastik. Selain itu, bahan atau alat harus dibungkus, disumbat atau ditaruh dalam wadah tertututp untuk mencegah kontaminasi setelah
dikeluarkan dari oven. Pemanasan basah Prinsipnya adalah dengan cara mengkoagulasi atau denaturasi protein penyusun tubuh mikroba sehingga dapat membunuh
mikroba. Sterilisasi
uap
dilakukan
menggunakan autoklaf dengan prinsipnya memakai uap air dalam tekanan sebagai pensterilnya. Temperatur sterilisasi biasanya 121℃, tekanan yang biasa digunakan antara 15-
17,5 psi (pound per square inci) atau 1 atm. Lamanya sterilisasi tergantung dari volume dan jenis. Alat-alat dan air disterilkan selama 1 jam, tetapi media antara 20-40 menit tergantung dari volume bahan yang disterilkan. Sterilisasi media yang terlalu lama akan menyebabkan :
Penguraian gula
Degradasi vitamin dan asam-asam amino
Inaktifasi sitokinin zeatin riboside
Perubahan pH yang berakibatkan depolimerisasi agar
Bila ada kelembapan, bakteri akan terkoagulasi dan dirusak pada temperatur yang lebih rendah dibandingkan jika tidak ada kelembapan. Mekanisme penghancuran bakteri oleh uap air panas adalah terjadinya denaturasi dan koagulasi beberapa protein esensial dari organisme tersebut. Metode sterilisasi uap umumnya digunakan untuk sterilisasi sediaan farmasi dan bahan-bahan lain yang tahan terhadap temperatur
yang
dipergunakan
dan
tahan
terhadap
penembusan uap air, larutan dengan pembawa air, alat-alat gelas, pembalut untuk bedah, penutup karet dan plastic serta media untuk pekerjaan mikrobiologi. Uap jenuh pada suhu 121oC
mampu
membunuh
secara
cepat
semua
bentuk
vegetatif mikroorganisme dalam 1 atau 2 menit. Uap jenuh ini dapat menghancurkan spora bakteri yang tahan pemanasan.
Pemanasan dengan Bakterisida Digunakan untuk sterilisasi larutan berair atau suspensi obat yang tidak stabil dalam autoklaf. Tidak digunakan untuk larutan obat injeksi intravena dosis tunggal lebih dari 15 ml, injeksi
intratekal,
atau
intrasisternal.
Larutan
yang
ditambahkan bakterisida dipanaskan dalam wadah bersegel
pada suhu 100 oC selama 10 menit di dalam pensteril uap atau penangas air. Bakterisida yang digunakan 0,5% fenol, 0,5% klorobutanol, 0,002 % fenil merkuri nitrat dan 0,2% klorokresol. Air mendidih Digunakan untuk sterilisasi alat bedah seperti jarum spoit. Hanya dilakukan dalam keadaan darurat. Dapat membunuh bentuk vegetatif mikroorganisme tetapi tidak
sporanya. Pemijaran Dengan
cara
membakar
alat
pada
api
secara
langsung, contoh alat : jarum inokulum, pinset, batang L, dan sebagainya. b.
Sterilisasi dengan radiasi Prinsipnya adalah
radiasi
menembus
dinding
sel
dengan langsung mengenai DNA dari inti sel sehingga mikroba mengalami mutasi. Digunakan untuk sterilisasi bahan
atau
produk
yang
peka
terhadap
panas
(termolabil). Ada dua macam radiasi yang digunakan yakni gelombang elektromagnetik (sinar x, sinar γ) dan arus partikel kecil (sinar α dan β). Sterilisasi dengan radiasi digunakan untuk bahan atau produk dan alat-alat
medis yang peka terhadap panas (termolabil). Tyndalisasi Konsep kerja metode ini mirip dengan mengukus. Bahan yang mengandung air dan tidak tahan tekanan atau suhu tinggi lebih tepat disterilkan dengan metode ini. Misalnya susu yang disterilkan dengan suhu tinggi akan mengalami koagulasi dan bahan yang berpati disterilkan pada suhu bertekanan pada kondisi pH asam akan terhidrolisis. Tyndalisai merupakan proses memanaskan medium atau larutan menggunakan uap selama 1 jam
setiap hari selama 3 hari berturut- turut Pasteurisasi
Proses pemanasan pada suhu dan waktu tertentu (65 0C selama
30’
atau
720C
selama
15’
untuk
membunuh
pathogen yang berbahaya bagi manusia. c.
Sterilisasi secara Kimia Sterilisasi secara kimia dapat memakai antiseptik kimia. Pemilihan antiseptik terutama tergantung pada kebutuhan daripada tujuan tertentu serta efek yang dikehendaki. Perlu juga diperhatikan bahwa beberapa senyawa bersifat iritatif, dam kepekaan kulit sangat bervariasi. Zat-zat kimia yang dapat di pakai untuk sterilisasi antara lain halogen (senyawa klorin, yodium), alkohol, fenol, hydrogen peroksida, zat warna ungu Kristal, derivate akridin, rosalin, deterjen, logam-logam berat, aldehida, ETO, uap formaldehid ataupun beta-propilakton (Volk, 1993)
d.
Sterilisasi secara Mekanik Sterilisasi secara mekanik
dapat
dilakukan
dengan
penyaringan. Penyaringan dengan mengalirkan gas atau cairan melalui suatu bahan penyaring. 2.12
a.
Proses Sterilisasi Sterilisasi Dalam Kemasan Sterilisasi produk pangan dalam kemasan, seperti kaleng, gelas, atau retort pouch, dilakukan dengan tahapan pengisian, pengeluaran udara (exhausting), penutupan, sterilisasi, dan pendinginan. Tahap pengisian dilakukan setelah produk pangan di Blanching untuk sayuran dan buah-buahan atau di beri perlakuan pra pemasakan untuk produk hewani. Pada proses pengisian, medium penghantar panas sekaligus dimasukan kedalam wadah kemasan. Medium tersebut selain sebagai penghantar panas juga berperan sebagai bumbu atau pemberi rasa, seperti larutan garam, laerutan gula, dan saus. Proses pengeluaran udara atau exhausting kemudian dilakukan sebelum penutupan atau sealing. Tujuannya adalah mengeluarkan udara dalam kemasan untuk mencega pemuaian
yang
berlebihan
ketika
kemasan
dan
produk
pangan
dipanaskan. Penghilangan oksigen juga bertujuan mencegah korosi dan perubahan oksidatif produk pangan. Uap air digunakan untuk mengeluarkan udara. Ketika didinginkan, uap air tersebut mengembun pada permukaan produk sehingga kondisi vakum tercipta. Pengeluaran udara dapat dilakukan melalui cara berikut ini : Pengisian panas dalam (hot filling) produk pangan kedalam kemasan. Tehnik ini biasa digunakan sebagai perlakuan
pemanasan awal yang dapat menurunkan waktu proses. Pengisian produk pangan dalam kondisi dingin (cool filling) kemudian dilakukan pemanasan kemasan dan isinya pada
suhu 80-95 dengan tutup kemasan sebagian terbuka. Penghilaangan udara secara mekanis menggunakan pompa
vakum. Penghilangan udara menggunakan uap air, yaitu aliran uap air dilewatkan pada kemasan sebelum penutupan. Metode ini paling sesuai untuk produk pangan yang berwujud cair karena
biasanya
terperangkap
terdapat
dan
sejumlah
permukaan
datar
udara sehingga
yang tidak
mengganggu aliran uap air. Daya simpan produk pangan hasil sterilisasi bergantung pada kemampuan kemasan untuk melindungi produk pangan secara
sempurna
dari
pengaruh
lingkungan
tempat
penyimpanan. Jenis kemasan yang digunakan untuk produk sterilisasi dapat berupa logam atau kaleng, botol atau gelas selai, kemasan retort pouch fleksibel atau nampan ( tray ) yang bersifat kaku. Penutupan kemasan kaleng di lakukan secara khususs dengan tehnik penutupan ganda atau dikenal dengan doble seamer. Tujuanya adalah untuk menjamin bahwa tutup tidak mengalami kebocoran yang dapat berakibat kehilangan kondisi vakum dan aseptis.pada proses sterilisasi, panas dipindahkan dari uap air atau air bertekanan tinggi menuju kemasan yang mengandung produk pangan. Pada
umumnya , koefisien pindah panas permukaan kemasan sangat tinggi dan tidak menjadi factor pembatas pada proses pindah panas. Factor-faktor penting yang mempengaruhi laju penetrasi panas kedalam produk pangan adalah jenis produk, ukuran kemasan, suhu retort atau sterilizer, bentuk kemasan, dan jenis kemasan. Cairan yang disterilisasi umumnya adalah media fermentasi yang
mengandung
gula,
garam
fosfat,
ammonium, trace
metals, vitamin, dan lain-lain. Secara umum ada dua cara sterilisasi cairan yaitu dengan panas dan disaring (filtrasi). Sterilasi dengan panas dilakukan di dalam autoclave, di mana steam tekanan tinggi diinjeksikan ke dalam chamber untuk mencapai temperatur 121 oC dan tekanan tinggi (sekitar 15 psig). Durasinya bervariasi, namun umumnya diinginkan cairan dipertahankan pada 121
o
C selama minimal 15 menit. Jika
termasuk waktu untuk heating dan cooling steps, total waktu berkisar 1-2 jam tergantung volume cairan yang disterilisasi. Terkadang temperatur bisa diset pada 134 oC (untuk medis). Unsur kritis kedua dalam menjamin proses pengolahan aseptis yang berhasil adalah proses sterilisasi kemasan. Berbagai teknik telah dikembangkan untuk bisa melakukan proses sterilisasi kemasan secara kering. Salah satu yang populer dan terbukti efektif adalah sterilisasi menggunakan H2O2.
b.
Sterilisasi Produk Salah satu keuntungan dari proses pengolahan aseptis adalah bisa dilakukannya sterilisasi secara terpisah; antara sterilisasi
produk
memungkinkan
dan
sterilisasi
dilakukannya
sterilisasi
kemasan. secara
Hal
ini
sinambung
(continuous) dengan menggunakan alat penukar panas atau bahkan dengan pemanasan langsung, sehingga pemanasan bisa dilakukan pada suhu yang sangat tinggi dan waktu yang
sangat singkat. Pemanasan demikian sering disebut sebagai pemanasan ultrahigh temperature atau beberapa literatur juga menyebutkan sebagai ultra-heat treatment yang dua-duanya sering disingkat sebagai UHT. Umumnya, UHT adalah proses pemanasan pada suhu tinggi (> 135oC – 150oC) tetapi pada waktu hanya sekitar 2-15 detik. Pemanasan demikian, mampu membunuh spora bakteri tahan panas sehingga tercapai kondisi sterilitas produk yang diinginkan dan sekaligus mampu meminimalkan
tingkat
kerusakan
mutu
(tekstur,
warna,
citarasa dan flavor) dan zat gizi. Produk pangan yang populer diproduksi dengan teknik UHT antara lain adalah susu, sari buah, teh, sup, dan produk pangan cair lainnya. Secara umum, proses sterilisasi secara sinambung dapat disajikan secara skematis dimana pemanasan dan pendinginan dilakukan dengan menggunakan alat penukar panas (heat exchanger; HE). Beberapa keuntungan yang bisa diperoleh dengan sistem pemanasan terpisah ini, antara lain adalah (i) proses
dapat
pemanasan
berjalan
dan
dengan
pendinginan
sinambung,
yang
cepat,
(ii)
karena
proses bahan
pengemas tidak menjadi penghalang, (ii) beberapa skema konservasi energi dapat diaplikasikan pada sistem ini, dan sekaligus (iv) meningkatkan jumlah pilihan bahan dan sistem c.
pengemasan. Sterilisasi zona Aseptik Kondisi zona aseptis, yaitu area atau ruangan steril dimana proses pengisian produk steril ke dalam kemasan steril akan dilakukan. Zona jelas akan mempengaruhi keberhasilan proses sterilisasi secara keseluruhan. Pada dasarnya keseluruhan area atau zona aseptis perlu disterilkan, dengan menggunakan sterilan yang aman dan efektif. Sterilan yang sering digunakan adalah uap panas dan/atau H2O2 yang disemprotkan secara homogen ke seluruh permukaan di zona aseptis. Sering sterilan H2O2 juga dibantu dengan uap panas, untuk memastikan tingkat sterilitas yang diinginkan. Hal penting lain dalam
kaitannya dengan zona aseptis ini adalah bahwa kondisi steril ini harus dipastikan terpelihara dengan baik selama proses d.
berlangsung. Strerilisasi Suhu Ultra Tinggi (UHT, Ultrahigh Temperature) Masalah utama pada sterilisasi pada produk pangan yang berwujud padat atau kental adalah laju penetrasi panas yang rendah sehingga waktu proses lama. Hak ini berakibat pada kerusakan komponen nutrisi pada bagian pangan yang terletak
dekat
permukaan
kemasan.
Metode
untuk
meniungkatkan laju pindah panas adalah penggunaan kemasan yang
tipis
dan
agitasi
seperti
yang
telah
di
jelaskan.
Peningkatan suhu retort juga menyebabkan waktu proses yang lebih pendek sehingga kerusakan nutrisi dan perubahan sensori dapat di kurangi. Suhu yang lebih tinngi dengan waktu proses yang lebih pendek dapat di lakukan jika produk pangan di sterilisasi sebelum di kemasa dalam kemasan yang telah disterilisasi. Metode ini merupakan dasar proses UHT yang juga di sebut pengolahan aseptis (aseptic processing). Metode ini telah di terapkan untuk produk pangan berwujud cair, seperti susu, jus, kosentrad
buah,
dan
krim;
serta
produk
pangan
yang
mengandung parkulat diskret seperti makanan bayi, sous tomat, sayuran dan buah-buahan, serta sup. Kualitas produk UHT serta dengan produk yang diawetkan dengan iradiasi dan pendinginan. Akan tetapi, produk UHT mempunyai umur simpan yang lebih pendek jika disimpan tanpa pendinginan yaitu kurang dari 6 bulan. Keuntungan metode
UHT
yang
lain
di
bandingkan
pengalengan adalah ukuran kemasan bebas, harga kemasan lebih murah, produktifitas tinggi karena dapat di proses secara otomatis, dan energy lebih efisien. Metode UHT bersifat ekonomis untuk pengolahan karena berbeda dedngan proses pasteurisasi. Keterbatasan utama metode UHT adalah biaya operasional yang tinggi dan pengolahan lebih kompelks. Metode UHT harus
di lengkapi dengan peralatan sterilisasi kemasan, termasuk tengki dan pipa yang di jamin steril, kondisi lingkungna pengolahan damn permukaan mesin pengisi yang steril, dan keterampilan pekeja yang tinggi. Selain efektif membunuh mikroba, sterilisasi UHT dengan pengolahan aseptik juga menjamin nilai gizi produk pangan. Dan setelah dibandingkan, tingkat kerusakan setelah proses sterilisasi
UHT
lebih
kecil
dibandingkan
sterilisasi
biasa
(pemanasan dalam botol). 2.13
Pengaruh Sterilisasi Terhadap Karakteristik Produk Pangan Tujuan sterilisasi stermal adalah memperpanjang umur simpan
produk pangan dengan tetap meminimumkan perubahan nutrisi dan sensori produk. Perrbedaan nilai mikroorganisme, enzim serta kompoinen nutrisi dan sensori produk pangan diperhatikan untuk a.
mendapatkan kondisi proses sterilisasi dinasi suhu obtimum. Perubahan Warna Kombinasi suhu dan waktu yang digunakan dalam pengalengan mempengaruhi pigmen dalam produk pangan. Sebagai contoh pigmen oksimioglobin yang berwarna coklat, dan mioglobin yang berwarna keunguan di ubah menjadi miohemigromogen
yang
berwarna
merah-cokelat.
Reaksi
pencoklatan maillard dan karamelisasi berperan terhadap warna produk yang disterilisasi. Perubahan tersebut pada daging dikehendaki. Garam nitrit atau nitrat di tambahkan pada produk olahan
daging
untuk
mengurangi
resiko
pertumbuhan C.
botulinum, juga untuk mendapatkan warna daging yang cerah dari nitrit oksidamioglobin dan metmioglobin nitrit. Pada sayuran dan buah-buahan, klorofil diubah menjadi faeofitin, karatenoid berisisomerisasi dari 5,6 etoksida menjadi 5,8
etoksida
yang
mempunyai
intensitas
warna
lebih
rendah serta antosianin didegradasi menjadi berwarna cokelat. Selama penyimpanan perubahan warna produk pangan yang dikalengkan terjadi. Sebagai contoh, jika besi atau tima dari kemasan kaleng beraksi dengan antosianin berbentuk pigmen berwarna
ungu.
Jika
leukoantisianin
yang
tidak
berwarna
bereaksi dengan logam tersebut berbentuk kompleks antosianim yang berwarna merah muda. Pada produk susu, perubahan warna yang terjadi diakibatkan oleh sedikit karamelisasi dan reaksi Maillard. b.
Perubahan Bauh dan Cita Rasa Daging kaleng mengalami perubahan yang kompleks seperti pirolisissilkan, degradasi,
diaminasi,
reaksi
dan
maillard
dekarboksilasi dan
asam
karamelisasi
amino,
karbohidrat
berbentuk furfural dan hidroksimetilfurfural, serta oksidasi dan dekarboksilasi
lipid.
Interaksi
antar
komponen
tersebut
menghasilkan lebih dari 600 senyawa cita rasa dan bauh. Pada sayuran dan buah-buahan, perubahan terjadi akibat reaksi kompleks yang menjakup dekradasi, rekominasi dan folatilisasi aldehid, keton, gula,lakton, asam amino, dan asamasam
organic.
Pada
susu,
pembentukan
cita
rasa
matang (cooked flavor) disebabkan oleh denaturasi protein whey membentuk hydrogen sulfida dan pembentukan lakton dan metilketon akibat oksidasi lipid. Pada proses UHT, perubahan tersebut lebih sedikit terjadi dan cita rasa serta bauh alami c.
produk dan bahan pangan dapat dipertahankan. Perubahan Tekstur Dan Viskositas Pada daging kaleng, perubahan tekstur disebabkan koagulasi dan penurunan daya ikat air dari protein. Akibatnya, terjadi pengerutan dan daging menjadi kaku. Pelunakan terjadi akibat hidrolisikolagen, pelarutan gelatin yang berbentuk dari hasil hidrolisis kolagen, dan pelelehan fraksi lemak yang terdispersi dalam jaringan daging. Poli fosfat biasa ditambahkan pada daging untuk meningkatkan daya ikat air. Polifosfatase dapat mengurangi pengerutan dan meningkatkan keempukan daging. Pada buah dan sayur-sayuran, pelunakan disebabkan oleh hidrolisis senyawa-senyawa pectin, gelatinisasi pati, pelarutan persial hemiselulosa, yang dikombonasikan dengan penurunan turgor (tekanan sel). Garam kalsium dapat ditambahkan pada proses Blanching seperti telah dijelaskan untuk meningkatkan
kekerasan buah dan sayuran kaleng garam kalsium yang digunakan
dapat
beragam
bergantung
pada
jenis
bahan.
Misalanya, kalsium hidroksida digunakan untuk ceri, kalsium klorida untuk tomat, dan kalsium laktat untuk apel. Penggunaan jenis garam kalsium yang berbeda disebabkan oleh perbedaan proporsi peptin yang didemitilasi. Pada proses pengalengan daging, waktu relative lama di butuhkan untuk hidrolisis kolagen dan suhu relative rendah d.
dibutuhkan untuk mencega daging menjadi kaku. Perubahan Nilai Gizi Faktor penting yang harus di perhatikan pada proses pengolahan
adalah
perubahan
nilai
gizi.
Pengalengan
menyebabkan hidrolisis karbohidrat dan lipid, tetapi kedua kompnen tersebut tetap mempunyai ketersediaan hayati yang baik dan nilai gizinya tidak berubah. Protein terkoagulasi dan biasannya penurunan asam amino terjadi sebesar 10-20%. Keturunan kadar lisin setara dengan suhu yang digunakan. Penurunan kadar triptofan kadar lisin setara dengan suhu yang digunakan. Penurunan triptofan dan metionin menurunkan nilai biologi protein sebesar 6-9% Penurunan kadar vitamin terjadi terutama pada tiamin (50 75%), dan asam pantotenat (20 - 35%). Pada buah-buahan dan sayuran kaleng penurunan vitamin terjadi pada hampir semua vitamin larut air terutama asam askorbat. Penurunan tersebut beragam bergantuk pada jenis produk pangan, kadar residu oksigen
dalam
kemasan,
dan
metode
pesparasi
sebelum
pengalengan (missal pengupasan dan pengirisan atau bansing). Pada sejumlah produk , sejumlah vitamin larut dalam sirup atau medium lain ynag juga dikomsumsi, sehingga terjadi penurunan pada proses sterilisasi metode UHT, penurunan vitamin hanya sedikit terjadi. Sterilisasi pada daging tiruan yang dibuat dari kedelai dapat meningkatnkan
nilai
gizinya
berkaitan
dengan
inerfiktasi
komponen antitrypsin. Antitrypsin merupakan protein yang
dapat
berikatan
dengan
enzim
tripsin
dalam
pencernaan
sehingga menurunkan ketersediaan hayati protein. Dan setelah sterilisasi dilakukan secara baik, dipaparkan Purwiyatno lebih lanjut, ada tiga syarat yang harus dipenuhi untuk mempertahankan kesegaran produk, yakni perlakuan pemanasan
yang
(penyegelan) penanganan
cukup,
kemasan kemasan
pengemasan secara
dengan
dan
hermetis baik
pengkeliman (kedap),
dengan
dan
memastikan
integritas sambungan dan penutupan tetap terjaga sebelum, selama, dan setelah pemanasan Adapun tujuan dari sterilisasi secara umum adalah sebagai berikut :
Mencegah Mencegah Mencegah Mencegah
terjadinya infeksi makanan menjadi rusak kontaminasi mikroorganisme dalam industri kontaminasi terhadap bahan- bahan yang dipakai
dalam melakukan biakan murni.
BAB III PENUTUP 3.1Kesimpulan Blanching merupakan suatu cara pemanasan pendahuluan atau perlakuan pemanasan tipe pasteurisasi yang dilakukan pada suhu kurang dari 100oC selama beberapa menit, dengan menggunakan air panas atau uap. Proses Blanching termasuk ke dalam porses termal dan umumnya membutuhkan suhu berkisar 75 - 95°C selama 10 menit. Pasteurisasi merupakan proses pemanasan makanan dengan tujuan membunuh organisme merugikan seperti bakteri, virus, protozoa, kapang, dan khamir. Proses ini diberi nama atas penemunya, Louis Pasteur, seorang ilmuwan Perancis. Teknik ini digunakan untuk mengawetkan bahan pangan yang tidak tahan suhu tinggi, misalnya susu. Pasteurisasi tidak mematikan semua mikroorganisme, tetapi hanya yang bersifat patogen dan tidak membentuk spora. Sterilisasi adalah proses membebaskan bahan pangan dari semua mikroorganisme termasuk bakteri, spora bakteri,kapang dan virus, menggunakan kombinasi suhu tinggi dan waktu
tertentu.
Untuk
membunuh
semua
mikroorganisme
termasuk sporanya didalam bahan pangan, yang dapat tumbuh, pada kondisi normal. 3.2Saran Saran yang dapat penulis berikan adalah agar mahasiswa dapat memahami
tentang
proses
sterilisasi
serta
macam-macam
sterilisasi. Pada makalah berikutnya menjadi lebih baik lagi. 3.2
DAFTAR PUSTAKA Hadi,
Kumara. 2012. “Blanching”. http:///danang-kurangkerjaan.blogspot.com/2011/05/05/blanching.html. Hidayat, Nur. 2007. “Pasteurisasi”. http://ptp2007.w0rdpress.com/2007/10/23/pasteurisasi. Diakses tanggal 10 Desember 2014 Muchtadi, Tien R. 1997. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Institut Pertanian Bogor: Bogor. Vennyciaw, 2012. “Blanching Pada Makanan”. http://vennyciaw.wordpress.com/2012/10/26/blanching-padamakanan/. Diakses tanggal 10 Desember 2014. Zaifbio, 2013. “Proses Blanching Pada Industri Pangan”. http://zaifbio.wordpress.com/2012/12/27/proses-blanching-padaindustri-pangan. Diakses tanggal 10 Desember 2014