Borang Portofolio Ikterus Neonatorum [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BORANG PORTOFOLIO Topik : Ikterus Neonatorum Tanggal (kasus) : 08 Mei 2016 Presenter : dr. Risa Wilujeng Tanggal Presentasi : 14 Nopember 2016 Pendamping : dr. Andi Nurrahmah Ramli Tempat Presentasi : RSUD Siwa, Kabupaten Wajo Objektif Presentasi : □ Keilmuan √ □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka √ □ Diagnostik √ □ Manajemen √ □ Masalah □ Istimewa □ Neonatus √ □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil Neonatus usia 1 hari diantar dari puskesmas dengan keluhan BB 2000gr segera □ Deskripsi :



menangis. Setelah usia 3 hari badan bayi mulai menjadi kekuningan pada daerah dada dan lengan. Mampu mendiagnosis Ikterus Neonatorum dan mampu melaksanakan tatalaksana



□ Tujuan : Bahan Bahasan : Cara



yang tepat. □ Tinjauan Pustaka



□ Riset



□ Kasus √



□ Audit



□ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi √ □ E-mail □ Pos Membahas : Data Pasien : Nama: By Ny. Hj. Sumarni No. Registrasi : 03.29.91 Nama Klinik : RSUD Siwa Telp : Terdaftar sejak : Data Utama untuk Bahan Diskusi : 1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Ikterus Neonatorum Neonatus usia 1 hari diantar dari puskesmas dengan keluhan BB 2000gr segera menangis. Setelah usia 3 hari badan bayi mulai menjadi kekuningan pada daerah dada dan lengan. Bayi bergerak aktif, menangis kuat tetapi masih sulit menetek. Keluhan kuning tidak disertai panas badan, kejang ataupun penurunan kesadaran. Buang air besar tidak tampak seperti dempul dan buang air kecil tidak tampak berwarna teh pekat. 2. Riwayat Pengobatan : (-) 3. Riwayat Kesehatan/Penyakit: Sulit menetek/tidak terdapat kelainan sejak bayi lahir 4. Riwayat Keluarga : tidak ada 5. Riwayat Pekerjaan : (-) 6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : tidak ada yang berhubungan 7. Riwayat Imunisasi : Imunisasi lengkap 8. Lain-lain :tidak ada Daftar Pustaka : 1.



Alsagaff Hood, Mukty H.Abdul.Pneumonia. Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press.th ; 2008. Hal ; 193-7



2.



Garna H dan Heda M.2005. Pneumonia DalamPedoman Diagnosis Dan 1



Terapi 3rd Ed : Bagian IKA FK UNPAD Bandung.th ; 2010.Hal; 403 – 8 3.



Rahajoe Nastiti N, Supriyanto Bambang, dkk. Pneumonia. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi Pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. Th; 2010.hal; 351-363



4.



Alihbahasa, Tim Adaptasi Indonesia. Pedoman pelayanan kesehatan anak di rumah sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten. Jakarta : WHO Indonesia.th;2008. Hal 86-93



5. WHO. 2008. Global Action Plan for Prevention and Control Pneumonia. Hasil Pembelajaran : 1. Ikterus Neonatorum 2. Penegakan diagnosa Ikterus Neonatorum 3. Tatalaksana Ikterus Neonatorum Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio 1. Subjektif : Neonatus usia 1 hari diantar dari puskesmas dengan keluhan BB 2000gr segera menangis. Setelah usia 3 hari badan bayi mulai menjadi kekuningan pada daerah dada dan lengan. Bayi bergerak aktif, menangis kuat tetapi masih sulit menetek. Keluhan kuning tidak disertai panas badan, kejang ataupun penurunan kesadaran. Buang air besar tidak tampak seperti dempul dan buang air kecil tidak tampak berwarna teh pekat. 2. Objektif : Pemeriksaan Fisik 



Keadaan umum : tampak sakit sedang







Kesadaran



 Nadi



: Composmentis : 140 x/menit







Frekuensi Nafas : 40 x/ menit, pernafasan cuping (-)







Suhu



: 36,80C







Berat Badan



: 2000g







PB



: 42 cm







LK



: 29 cm







LD



: 25 cm



2







LP



: 24 cm



Status Internus  Kulit



: ikterik



 Ubun-ubun



: UUB datar.



 Mata



:



Konjungtiva



: anemis (-)/(-)



Sklera



: ikterik (+)/(+)



 Hidung



: PCH (-)



 Mulut



: Bibir kering (-), perioral sianosis (-)



 Leher



: Retraksi suprasternal (-), Pembesaran KGB (-)



 Thoraks o Paru Inspeksi



: Gerakan nafas simetris kiri = kanan, retraksi dinding dada(+)



Palpasi



: Fremitus kiri sama dengan kanan



Perkusi



: Sonor di kedua lapangan paru



Auskultasi : Bronkovesikuler, rhonki -/-, wheezing -/o Jantung Inspeksi



: Iktus jantung tidak terlihat



Palpasi



: Iktus jantung teraba di linea midclavicula sinistra RIC V



Perkusi



: Batas jantung normal



Auskultasi : Bising tidak ada, bunyi jantung tambahan tidak ada  Abdomen Inspeksi



: datar, ikut gerak napas



Palpasi



: Hepar dan lien tidak teraba, Nyeri tekan (-)



Perkusi



: Timpani



Auskultasi : Peristaltik (+) kesan Normal



3



 Ekstremitas : Refilling capiller baik



Akral hangat (+/+) Refleks fisiologis (+/+) Refleks patologis (-/-) Sianosis(-/-) Plantar creases > 1/3 anterior



Laboratorium: Tanggal 09 Mei 2016  GDS



: 110g/dl



3. Assesment(penalaran klinis) : DEFINISI1 Ikterus adalah pewarnaan kuning yang tampak pada sklera dan kulit yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin. Ikterus umumnya mulai tampak pada sklera (bagian putih mata) dan muka, selanjutnya meluas secara sefalokaudal (dari atas ke bawah) ke arah dada, perut dan ekstremitas. Pada bayi baru lahir, ikterus seringkali tidak dapat dilihat pada sklera karena bayi baru lahir umumnya sulit membuka mata. Ikterus pada bayi baru lahir pada minggu pertama terjadi pada 60% bayi cukup bulan dan 80% bayi kurang bulan. Hal ini adalah keadaan yang fisiologis. Walaupun demikian, sebagian bayi akan mengalami ikterus yang berat sehingga memerlukan pemeriksaan dan tata laksana yang benar untuk mencegah kesakitan dan kematian. Seringkali dijumpai ibu yang baru melahirkan menolak memberikan ASI atau meminta agar bayinya diberi tambahan susu formula pada hari-hari pertama, karena kawatir ASI nya tidak cukup dan bayinya akan menjadi kuning. Apakah pendapat tersebut benar?. Oleh karena itu, pada makalah ini akan dibahas tentang penyebab ikterus pada bayi baru lahir, bahaya yang dapat ditimbulkan, dan tata laksananya.



4



ETIOLOGI2 Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi : 1.



Produksi yang berlebihan Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.



2.



Gangguan dalam proses “uptake” dan konjugasi hepar Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom criggler-Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.



3.



Gangguan transportasi Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.



4.



Gangguan dalam ekskresi Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain. (2,4,5,7,8,9) Ikterus yang berhubungan dengan pemberian air susu ibu. Diperkirakan 1 dari setiap 200 bayi aterm, yang menyusu, memperlihatkan



peningkatan bilirubin tak terkonjugasi yang cukup berarti antara hari ke 4-7 kehidupan, mencapai konsentrasi maksimal sebesar



10-27 mg/dl, selama minggu ke 3. Jika mereka



terus disusui, hiperbilirubinemia secara berangsur-angsur akan menurun dan kemudian akan menetap selama 3-10 minggu dengan kadar yang lebih rendah. Jika mereka dihentikan menyusu, kadar bilirubin serum akan menurun dengan cepat, biasanya kadar normal dicapai dalam beberapa hari.1, 2 Penghentian menyusu selama 2-4 hari, bilirubin serum akan menurun dengan cepat, setelah



itu



mereka



dapat



menyusu



kembali,



tanpa



disertai



timbulnya



kembali



hiperbilirubinemia dengan kadar tinggi, seperti sebelumnya. Bayi ini tidak memperlihatkan tanda kesakitan lain dan kernikterus tidak pernah dilaporkan. Susu yang berasal dari beberapa 5



ibu mengandung 5 b-pregnan-3 a, 2ab-diol dan asam lemak rantai panjang, tak-teresterifikasi, yang secara kompetitif menghambat aktivitas konjugasi glukoronil transferase, pada kira-kira 70% bayi yang disusuinya. Pada ibu lainnya, susu yang mereka hasilkan mengandung lipase yang mungkin bertanggung jawab atas terjadinya ikterus. Sindroma ini harus dibedakan dari hubungan yang sering diakui, tetapi kurang didokumentasikan, antara hiperbilirubinemia takterkonjugasi, yang diperberat yang terdapat dalam minggu pertama kehidupan dan menyusu pada ibu.1, 2 PATOFISIOLOGI Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.3 Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y berkurang atau pada keadaan proten Y dan protein Z terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoranil transferase) atau bayi yang menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatik.4 Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada susunan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar daerah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi karena trauma atau infeksi.3,4 Metabolisme Bilirubin 6



Sebagian besar (70-80 %) produksi bilirubin berasal dari eritrosit yang rusak. Heme dikonversi menjadi bilirubin indirek (tak terkonjugasi) kemudian berikatan dengan albumin dibawa ke hepar. Di dalam hepar, dikonjugasikan oleh asam glukuronat pada reaksi yang dikatalisasi oleh glukuronil transferase. Bilirubin direk (terkonjugasi) disekresikan ke traktus bilier untuk diekskresikan melalui traktus gastrointestinal. Pada bayi baru lahir yang ususnya bebas dari bakteri; pembentukan sterkobilin tidak terjadi. Sebagai gantinya, usus bayi banyak mengandung beta glukuronidase yang menghidrolisis bilirubin glukoronid menjadi bilirubin indirek dan akan direabsorpsi kembali melalui sirkulasi enterohepatik ke aliran darah.3, 4



MANIFESTASI KLINIS5 Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. Bayi baru lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6 mg/dl atau 100 mikro mol/L (1 mg mg/dl = 17,1 mikro mol/L). salah satu cara pemeriksaan derajat kuning pada BBL secara klinis, sederhana dan mudah adalah dengan penilaian menurut Kramer (1969). Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya, sebagaimana berikut :



Tabel 1. Derajat ikterus pada neonatus menurut Kramer Zona 1. 2. 3. 4. 5.



Bagian tubuh yang kuning Kepala dan leher Pusat-leher Pusat-paha Lengan + tungkai Tangan + kaki



Rata-rata serum bilirubin indirek (m mol/l) 100 150 200 250 > 250



Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nukleus subtalamus hipokampus, nukleus merah dan nukleus di dasar ventrikel IV. Secara klinis pada awalnya tidak jelas, dapat berupa mata berputar, letargi, kejang, tak mau menghisap, malas minum, tonus otot meningkat, leher kaku, dan opistotonus. Bila berlanjut dapat terjadi 7



spasme otot, opistotonus, kejang, atetosis yang disertai ketegangan otot. Dapat ditemukan ketulian pada nada tinggi, gangguan bicara, dan retardasi mental. DIAGNOSIS Anamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantu dalam menegakkan diagnosis hiperbilirubinemia pada bayi. Termasuk dalam hal ini anamnesis mengenai riwayat inkompatabilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya. Disamping itu faktor risiko kehamilan dan persalinan juga berperan dalam diagnosis dini ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor risiko tersebut antara lain adalah kehamilan dengan komplikasi, persalinan dengan tindakan/komplikasi, obat yang diberikan pada ibu selama hamil/persalinan, kehamilan dengan diabetes melitus, gawat janin, malnutrisi intrauterin, infeksi intranatal, dan lain-lain. Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa hari kemudian. Ikterus yang tampak pun sangat tergantung kepada penyebab ikterus itu sendiri. Pada bayi dengan peninggian bilirubin indirek, kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga, sedangkan pada penderita dengan gangguan obstruksi empedu warna kuning kulit terlihat agak kehijauan. Perbedaan ini dapat terlihat pada penderita ikterus berat, tetapi hal ini kadang-kadang sulit dipastikan secara klinis karena sangat dipengaruhi warna kulit. Penilaian akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar. Selain kuning, penderita sering hanya memperlihatkan gejala minimal misalnya tampak lemah dan nafsu minum berkurang. Keadaan lain yang mungkin menyertai ikterus adalah anemia, petekie, pembesaran lien dan hepar, perdarahan tertutup, gangguan nafas, gangguan sirkulasi, atau gangguan syaraf. Keadaan tadi biasanya ditemukan pada ikterus berat atau hiperbilirubinemia berat. Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti yang penting pula dalam diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan yang erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut. Ikterus yang timbul hari pertama sesudah lahir, kemungkinan besar disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah (ABO, Rh atau golongan darah lain). Infeksi intra uterin seperti rubela, penyakit sitomegali, toksoplasmosis, atau sepsis bakterial dapat pula memperlihatkan ikterus pada hari pertama. Pada hari kedua dan ketiga ikterus yang terjadi biasanya merupakan ikterus fisiologik, tetapi harus pula dipikirkan penyebab lain seperti inkompatibilitas golongan darah, infeksi kuman, polisitemia, hemolisis karena perdarahan tertutup, kelainan morfologi eritrosit (misalnya sferositosis), sindrom gawat nafas, toksositosis obat, defisiensi G-6-PD, dan lain-lain. Ikterus yang timbul 8



pada hari ke 4 dan ke 5 mungkin merupakan kuning karena ASI atau terjadi pada bayi yang menderita Gilbert, bayi dari ibu penderita diabetes melitus, dan lain-lain. Selanjutnya ikterus setelah minggu pertama biasanya terjadi pada atresia duktus koledokus, hepatitis neonatal, stenosis pilorus, hipotiroidisme, galaktosemia, infeksi post natal, dan lain-lain. DIAGNOSIS BANDING Ikterus yang terjadi pada saat lahir atau dalam waktu 24 jam pertama kehidupan mungkin sebagai akibat eritroblastosis foetalis, sepsis, penyakit inklusi sitomegalik, rubela atau toksoplasmosis kongenital. Ikterus pada bayi yang mendapatkan tranfusi selama dalam uterus, mungkin ditandai oleh proporsi bilirubin bereaksi-langsung yang luar biasa tingginya. Ikterus yang baru timbul pada hari ke 2 atau hari ke 3, biasanya bersifat “fisiologik”, tetapi dapat



pula



merupakan



manifestasi



ikterus



yang



lebih



parah



yang



dinamakan



hiperbilirubinemia neonatus. Ikterus nonhemolitik familial (sindroma Criggler-Najjar) pada permulaannya juga terlihat pada hari ke-2 atau hari ke-3. Ikterus yang timbul setelah hari ke 3, dan dalam minggu pertama, harus dipikirkan kemungkinan septikemia sebagai penyebabnya; keadaan ini dapat disebabkan oleh infeksi-infeksi lain terutama sifilis, toksoplasmosis dan penyakit inklusi sitomegalik. Ikterus yang timbul sekunder akibat ekimosis atau hematoma ekstensif dapat terjadi selama hari pertama kelahiran atau sesudahnya, terutama pada bayi prematur. Polisitemia dapat menimbulkan ikterus dini.6,7 Ikterus yang permulaannya ditemukan setelah minggu pertama kehidupan, memberi petunjuk adanya, septikemia, atresia kongenital saluran empedu, hepatitis serum homolog, rubela, hepatitis herpetika, pelebaran idiopatik duktus koledoskus, galaktosemia, anemia hemolitik kongenital (sferositosis) atau mungkin krisis anemia hemolitik lain, seperti defisiensi enzim piruvat kinase dan enzim glikolitik lain, talasemia, penyakit sel sabit, anemia non-sperosit herediter), atau anemia hemolitik yang disebabkan oleh obat-obatan (seperti pada defisiensi kongenital enzim-enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase, glutation sintetase, glutation reduktase atau glutation peroksidase) atau akibat terpapar oleh bahan-bahan lain.6, 7 Ikterus persisten selama bulan pertama kehidupan, memberi petunjuk adanya apa yang dinamakan “inspissated bile syndrome” (yang terjadi menyertai penyakit hemolitik pada bayi neonatus), hepatitis, penyakit inklusi sitomegalik, sifilis, toksoplasmosis, ikterus nonhemolitik familial, atresia kongenital saluran empedu, pelebaran idiopatik duktus koledoskus atau galaktosemia. Ikterus ini dapat dihubungkan dengan nutrisi perenteral total. Kadang-kadang ikterus fisiologik dapat berlangsung berkepanjangan sampai beberapa minggu, seperti pada bayi yang menderita penyakit hipotiroidisme atau stenosis pilorus.6,7 9



Tanpa mempersoalkan usia kehamilan atau saat timbulnya ikterus, hiperbilirubinemia yang cukup berarti memerlukan penilaian diagnostik yang lengkap, yang mencakup penentuan fraksi bilirubin langsung (direk) dan tidak langsung (indirek) hemoglobin, hitung leukosit, golongan darah, tes Coombs dan pemeriksaan sediaan apus darah tepi. Bilirubinemia indirek, retikulositosis dan sediaan apus yang memperlihatkan bukti adanya penghancuran eritrosit,



memberi



petunjuk adanya



hemolisis;



bila tidak terdapat



ketidakcocokan golongan darah, maka harus dipertimbangkan kemungkinan adanya hemolisis akibat nonimunologik. Jika terdapat hiperbilirubinemia direk, adanya hepatitis, kelainan metabolisme bawaan, fibrosis kistik dan sepsis, harus dipikirkan sebagai suatu kemungkinan diagnosis. Jika hitung retikulosit, tes Coombs dan bilirubin direk normal, maka mungkin terdapat hiperbilirubinemia indirek fisiologik atau patologik.6, 7 PENATALAKSANAAN8, 9 I.



Pendekatan menentukan kemungkinan penyebab



Menetapkan



penyebab



ikterus



tidak



selamanya



mudah



dan



membutuhkan



pemeriksaan yang banyak dan mahal, sehingga dibutuhkan suatu pendekatan khusus untuk dapat memperkirakan penyebabnya. Pendekatan yang dapat memenuhi kebutuhan itu menggunakan saat timbulnya ikterus seperti yang dikemukakan oleh Harper dan Yoon 1974, yaitu : A.



Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama, Penyebab ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan



dapat disusun sebagai berikut : 1) Inkompatibilitas darah Rh, ABO atau golongan lain, 2) Infeksi intrauterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang-kadang bakteri), 3) Kadangkadang oleh defisiensi G-6-PD. Pemeriksaan yang perlu diperhatikan yaitu : 1) Kadar bilirubin serum berkala, 2) Darah tepi lengkap, 3)



Golongan darah ibu dan bayi, 4) Uji coombs, 5) Pemeriksaan



penyaring defisiensi enzim G-6-PD, biakan darah atau biopsi hepar bila perlu. B.



Ikterus yang timbul 24- 72 jam sesudah lahir, Biasanya ikterus fisiologis, masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau



Rh atau golongan lain. Hal ini dapat diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya melebihi 5 mg%/24 jam. 1)



enzim G-6-PD juga mungkin



2)



Polisitemia 10



3)



Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan subaponeurosis, perdarahan hepar subkapsuler dan lain-lain).



4)



Hipoksia.



5)



Sferositosis, eliptositosis dan lain-lain.



6)



Dehidrasi asidosis.



7)



Defisiensi enzim eritrosit lainnya.



Pemeriksaan yang perlu dilakukan, bila keadaan bayi baik dan peningkatan ikterus tidak cepat, dapat dilakukan pemeriksaan daerah tepi, pemeriksaan kadar bilirubin berkala, pemeriksaan penyaring enzim G-6-PD dan pemeriksaan lainnya bila perlu. 1. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama



C.



-



Biasanya karena infeksi (sepsis).



-



Dehidrasi asidosis.



-



Difisiensi enzim G-6-PD.



-



Pengaruh obat.



-



Sindrom Criggler-Najjar.



-



Sindrom Gilbert.



Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya, 1)



karena obstruksi.



2)



Hipotiroidisme.



3)



“breast milk jaundice”



4)



Infeksi.



5)



Neonatal hepatitis.



6)



Galaktosemia, dan lain-lain.



Pemeriksaan yang perlu dilakukan : 1)



Pemeriksaan bilirubin (direk dan indirek) berkala.



2)



Pemeriksaan darah tepi



3)



Pemeriksaan penyaring G-6-PD.



4)



Biakan darah, biopsi hepar bila ada indikasi.



5)



Pemeriksaan lainnya yang berkaitan dengan kemungkinan penyebab



Pada dasarnya, pengendalian kadar bilirubin serum adalah sebagai berikut: 1.



Stimulasi proses konjugasi bilirubin dengan mempergunakan fenobarbital. Obat ini 11



bekerjanya lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar bilirubinnya rendah dan ikterus yang terjadi bukan disebabkan oleh proses hemolitik. Obat ini sudah jarang dipakai lagi. 2.



Menambahkan bahan yang kurang dalam proses metabolisme bilirubin (misalnya menambahkan glukosa pada keadaan hipoglikemia), atau menambahkan bahan untuk memperbaiki transportasi bilirubin (misalnya albumin). Penambahan albumin boleh dilakukan walaupun tidak terdapat hipoalbuminemia. Tetapi perlu diingat adanya zatzat yang merupakan kompetitor albumin yang juga dapat mengikat bilirubin (mis. Sulfonamida



atau



obat-obatan



lainnya).



Penambahan



albumin



juga



dapat



mempermudah proses ekstraksi bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini mengakibatkan kadar bilirubin plasma meningkat, tetapi tidak berbahaya karena bilirubin tersebut ada dalam ikatan dengan albumin. Albumin diberikan dalam dosis yang tidak melebihi 1 g/kgBB, sebelum maupun sesudah tindakan transfusi tukar. 3.



Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini.



4.



Memberikan terapi sinar sehingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang tidak toksik dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air.



5.



Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi tukar.



Indikasi transfusi tukar dini: 1.



Hidrops



2.



Adanya riwayat penyakit yang berat, dan



3.



Adanya riwayat sensitisasi.



Tujuannya adalah : 1.



Mengkoreksi anemia



2.



Menghentikan hemolisis



3.



Mencegah peningkatan bilirubin.



Pada situasi penyakit hemolitik, pertimbangan dilakukan transfusi tukar dini adalah: 1.



Kadar bilirubin tali pusat melebihi 4,5 mg/dl, kadar Hb tali pusat < 11 g/dl



2.



Kecepatan kenaikan kadar bilimbin melebihi 1 mg/dl/jam walaupun telah dilakukan terapi sinar



3.



Kadar hemoglobin antara 10-13 g/dl dan kenaikan kadar bilirubin melebihi 0,5 mg/dl/jam walaupun telah dilakukan terapi sinar 12



4.



Kadar bilirubin 20 mg/dl; atau terlihat akan mencapai 20 mg/dl dengan kecepatan kenaikan seperti yang sedang berlangsung



5.



Tetap terjadi anemia yang bertambah berat walaupun telah dilakukan tindakan



mengatasi kenaikan bilirubin dengan cara lain (mis. terapi sinar) Penatalaksaan fototerapi pada bayi dengan hiperbilirubinemia - Lakukan pemeriksaan laboraturium  Bilirubin total dan direk  Golongan darah (ABO Rh)  Tes antibodi direk (Coombs)  Serum albumin  Pemeriksaan darah tepi lengkap dengan hitung jenis dan morfologi  Jumlah retikulosit  ETCO (bila tersedia)  G6PD (bila terdapat kecurigaan berdasarkan etnis dan geografis atau respon terhadap terapi kurang)  Urinalisis  Bila anamnesis dan tampilan klinis menunjukan kemungkinan sepsis lakukan pemeriksaan kultur darah, urin, dan liquor untuk protein, glukosa, hitung jenis dan kultur - Tindakan  Bila bilirubin total ≥ 25 mg atau ≥20 mg pada bayi sakit atau bayi