15 0 405 KB
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam berdarah dengue/ dengue hemorrhagic fever merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Asia tropik termasuk Indonesia. Beberapa dekade terakhir ini, insiden demam dengue menunjukkan peningkatan yang sangat pesat diseluruh penjuru dunia. Sebanyak dua setengah milyar atau dua perlima penduduk dunia beresiko terserang demam dengue dan sebanyak 1,6 milyar (52%) dari penduduk yang beresiko tersebut hidup di wilayah Asia Tenggara. WHO memperkirakan sekitar 50 juta kasus infeksi dengue tiap tahunnya.1 Di Indonesia penyakit DBD masih merupakan masalah kesehatan karena masih banyak daerah endemic. Daerah endemic pada umumnya merupakan sumber penyebaran penyakit ke wilayah lain. Setiap kejasian luar biasa (KLB) DBD umumnya dimulai dengan peningkatan jumlah kasus diwilayah tersebut. Untuk membatasi penyebaran penyakit DBD dibutuhkan gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang terus-menerus, pengasapan (fogging), dan larvasidasi.2 Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Indonesia menempati urutan tertinggi kasus DBD tahun 2010 di Asean, dengan jumlah kasus 156.086 dan kematian 1.358 orang. Di Rektorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP dan PL kemkes RI), melaporkan kasus DBD tahun 2011 di Indonesia menurun dengan jumlah kasus 49.486 dan jumlah kematian 403 orang. Di idonesia kasus DBD pertama kali terjadi di Surabaya pada tahun 1968. Penyakit DBD ditemukan di 200 kota di 27 provinsi dan telah terjadi KLB akibat DBD.1,2 Demam Berdarah Dengue terutama menyerang kelompok umur balita sampai dengan umur 15 tahun, baik laki-laki maupun perempuan. Kejadian Luar Biasa(KLB) biasanya terjadi di daerah endemis ( kawasan berkembangnya penyakit tertentu) dan berkaitan dengan datangnya musim penghujan. Di Indonesia penyakit ini mulai menyerang beberapa minggu setelah datangnya musim penghujan. Endemi mencapai angka tertinggi pada sebulan setelah curah hujan mencapai puncak tertinggi untuk
kemudian menurun sejalan dengan menurunnya curah hujan. KLB di Indonesia umumnya terjadi mulai Oktober-April. Ketika DBD mulai mewabah di suatu wilayah, kerapkali menimbulkan kepanikan dalam masyarakat. Instansi kesehatan seperti Rumah Sakit, puskesmas dan klinik kewalahan menangani pasien.3,4 Jumlah Kabupaten/Kota yang terjangkit Demam Berdarah Dengue Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2008-2011 ada 24 kab/kota.Pada tahun 2014, jumlah penderita DBD di seluruh wilayah di Kota Makassar ada 273 kasus dengan angka kesakitan/IR= 19,6 per 100.000 penduduk di antaraya terdapat 11 kasus kematian karena DBD, jumlah tersebut meningkat dibandung tahun 2013 dan 2014 sebanyak 75 dan 86 kasus dengan angka kesakitan 6,3 per 100.000 penduduk dan terdapat 4 kematian. 5 Penyakit DBD mempunyai perjalanan yang sangat cepat dan sering terjadi fatal karena banyak pasien yang meninggal akibata penanganannya yang terlambat. Demam berdarah dengue (DBD) disebut juga dengan dengue hemoragic fever (DHF), dengue fever (DF), demam dengue (DD) dan dengue shock syndrome (DSS).2 Penyakit DBD sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung meningkat jumlah pasien dan semakin luas penyebarannya. Hal ini karena masih tersebarnya nyamuk Aedes aegypthi di seluruh pelosok tanah air.1,4 1.2 Aspek Disiplin Ilmu yang Terkait dengan Pendekatan Diagnostik Holistik Penderita DBD Pada Anak Untuk pengendalian permasalahan Diare akut pada anak baik pada tingkat individu maupun masyarakat dilakukan secara komprehentif dan holistik yang disesuaikan dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), maka mahasiswa program profesi dokter Universitas Muslim Indonesia melakukan kegiatan kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas dilayanan primer (Puskesmas) dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi yang dilandasi oleh profesionalitas yang luhur, mawas diri dan
3
pengembangan diri, serta komunikasi efektif. Selain itu kompetensi mempunyai landasan berupa pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu kedokteran, keterampilan klinis, dan pengelolaan masalah kesehatan. Kompetensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.2.1. Profesionalitas yang luhur (Kompetensi 1) : untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan dalam pengendalian DBD pada anak secara individual, masyarakat maupun pihak terkait ditinjau dari nilai agama, etik moral dan peraturan perundangan. 1.2.2. Mawas diri dan pengembangan diri (Kompetensi 2) : Mahasiswa mampu mengenali dan mengatasi masalah keterbatasan fisis, psikis, sosial dan budaya sendiri dalam penanganan DBD pada anak, melakukan rujukan sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia yang berlaku serta mengembangkan pengetahuan. 1.2.3. Komunikasi efektif (Kompetensi 3) : Mahasiswa mampu melakukan komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada individu, keluarga, masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian DBD pada anak. 1.2.4. Pengelolaan Informasi (Kompetensi 4) : Mahasiswa mampu memanfaatkan teknologi informasi komunikasi dan informasi kesehatan dalam praktik kedokteran. 1.2.5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran (Kompetensi 5) : Mahasiswa mampu menyelesaikan masalah pengendalian DBD pada anak secara holistik dan komprehensif baik secara individu, keluarga maupun komunitas berdasarkan landasan ilmiah yang mutakhir untuk mendapatkan hasil yang optimum. 1.2.6. Keterampilan Klinis (Kompetensi 6) : Mahasiswa mampu melakukan prosedur klinis yang berkaitan dengan masalah DBD pada anak dengan menerapkan prinsip keselamatan pasien, keselamatan diri sendiri, dan keselamatan orang lain. 1.2.7. Pengelolaan Masalah Kesehatan (Kompetensi 7) : Mahasiswa mampu mengelola masalah kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat secara 4
komprehensif, holistik, koordinatif, kolaboratif dan berkesinambungan dalam konteks pelayanan kesehatan primer 1.2 Tujuan Dan Manfaat Studi Kasus Prinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah menatalaksana masalah kesehatan dengan memandang pasien sebagai individu yang utuh terdiri dari unsur biopsikososial, serta penerapan prinsip pencegahan penyakit promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Proses pelayanan dokter keluarga dapat lebih berkualitas bila didasarkan pada hasil penelitian ilmu kedokteran terkini (evidence based medicine). 1.2.1 Tujuan Umum Tujuan dari penulisan laporan Studi Kasus ini adalah untuk dapat menerapkan pelayanan dokter keluarga secara paripurnadan holistikpada pasien DBD dengan mengidentifikasi faktor risiko dan masalah klinis serta prinsip penatalaksanaan pasien DBD berdasarkan kerangka penyelesaian masalah pasien. 1.2.2 Tujuan Khusus a. Mengetahui cara penegakan diagnosis klinis DBD di fasilitasi pelayanan primer. b. Mengidentifikasi diagnose psikososial pada pasien DBD. c. Mengidentifikasi faktor resiko yang berhubungan dengan DBD. d. Mengetahu terapi DBD dengan pendekatan holistic pada fasilitas pelayanan dokter primer. e. Mengetahui dan melakukan pengendalian DBD dalam hal ini pengobatan maupun pencegahan DBD. 1.2.3. Manfaat Studi Kasus 1. Bagi Institusi pendidikan. Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus lebih lanjut sekaligus sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan. 2. Bagi Penderita (Pasien). Menambah wawasan akan DBD yang meliputi proses penyakit dan penanganan menyeluruh DBD sehingga dapat memberikan keyakinan untuk tetap berobat secara teratur. 5
3. Bagi tenaga kesehatan. Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah daerah dan instansi kesehatan beserta paramedis yang terlibat di dalamnya mengenai pendekatan diagnosis holistik penderita DBD. 4. Bagi Pembelajar Studi Kasus (Mahasiswa) Sebagai pengalaman berharga bagi penulis sendiri dalam rangka memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai evidenve based dan pendekatan diagnosis holistik DBD serta dalam hal penulisan studi kasus. 1.3 Indikator Keberhasilan Tindakan Indikator keberhasilan tindakan setelah dilakukan penatalaksanaan pasien dengan prinsip pelayanan dokter keluarga yang holistik dan paripurna, berbasis evidence based medicine adalah: 1. Kepatuhan penderita datang berobat di layanan primer (Puskesmas) sudah teratur. 2. Perbaikan dapat dievaluasi setelah pengobatan fase intensif selesai dengan didapatkan. 3. Meningkatnya trombosit dalam darah dan menurunnya demam pasien secara signifikan. 4. Gejala lain seperti lemas, muntah, perdarahan, sakit sendi sudah tidak lagi dirasakan oleh pasien. 5. Pemeriksaan fisik tidak didapatkan rumpee leede test yang positif. 6. Keluarga memahami denagn baik akan penyakit penderita dalam hal ini mengenai penyebab, faktor yang menjadi penyebabnya, pengobatannya dan bersedia melakukan upaya penanggulangan dan pemberantasan vektor nyamuk Aedes aegypti. 7. Keterlibatan petugas Puskesmas yang intensif dalam penanggulangan DBD. Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa penilaian keberhasilan tindakan pengobatan didasarkan pada penderita yaitu hasil pemeriksaan darah rutin, fisik, dan klinis, keluarga yaitu memahami dan melakukan penanggualangan dan
6
pemberantasan vektor nyamuk.Kesembuhan DBD yang baik akan memperlihatkan meningkatnya jumlah trombosit ,adanya perbaikan klinis, dan menghilangnya gejala, serta tidak terjadinya penyakit yang sama didalam keluarganya lagi.
BAB II ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS 2.1.
Kerangka Teoritis Gambaran Penyebab DBD Faktor pengetahuan Gigitan nyamuk Aedes aegypti
7
Betina yang terinfeksi Kompleks Antigen Antibodi Gizi PEJAMU PEKA Kepadatan hunian
DEMAM BERDARAH DENGUE
INFEKSI
Faktor sosial ekonomi
Faktor resiko Demam Berdarah Dengue
Mekanisme DBD
Konsep Mandala Of Health: Gaya hidup : Pemenuhan kebutuhan primer adalah prioritas Perilaku Kesehatan: -
Higiene pribadi dam lingkungan kurang Jika sakit segera
Lingkungan PsikososioEkonomi:
FAMILY
Pasien -
-
Demam sejak 3hari yang lalu Pemeriksaan fisik : status generalisata suhu meningkat 38,5o C
Pendapatan Keluarga rendah
Rumple leede (+) dan
Lingkungan Fisik
Faktor Biologi: Hanya pasien yang terkena penyakit DBD di rumah
-
Ventilasi dan penerangan dalam rumah kurang
-
Banyak pakaian yang
Komunitas: - pemukiman padat dengan sanitasi buruk Pelayanan kesehatan
-warga sekitar ada yang menderita DBD
Linggkugan kerja: Tidak ada hubungan dengan penyakit pasien
2.2. Demam Berdarah Dengue 2.2.1 Definisi Demam berdarah dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue.Virus ini dibawa oleh vektor penyakit (nyamuk Aedes aegypti)
8
dengan masaa tunas (inkubasi) 1-7 hari. Penyakit ini seringkali berakibat fatal dan berat, dimana kematian terjadi 40%-50% penderita dengan syok.3,4 2.2.2 Epidemiologi a. Epidemiologi berdasarkan distribusi orang 1) Umur Penderita DBD yang tercatat selama ini, tertinggi pada kelompok umur >15 tahun (95%), sekarang mengalami pergeseran dengan adanya peningkatan proporsi penderita DBD pada kelompok umur 15-44 tahun, sedangkan proporsi penderita kelompok umur >45 tahun sangat rendah. 6 2) Jenis Kelamin Bila dilihat distribusi kasus berdasarkan kelamin, pada tahun 2008, persentase laki-laki dan perempuan hamper sama. Hal ini menggambarkan bahwa resiko terjadinya DBD tidak tergantung jenis kelamin.7 3) Status Gizi Status gizi sangat berpengaruh terhadap status kesehatan manusia karena zat gizi mempengaruhi kinerja berbagai system dalam tubuh. Status gizi yang rendah lebih sering terkena penyakit DBD.6 b. Epidemiologi berdasarkan distribusi tempat Dalam 50 tahun terakhir, kasus meningkat 30 kali lipat dengan peningkatan ekspansi geografis ke Negara-negara baru dan dalam decade ini, dari kota ke lokasi pedesaan. Peneritanya banyak ditemukan di sebagian besar wilayah tropis dan subtropics, terutama Asia Tenggara, Amerika Tengah, Amerika, dan Karibia.7 Kepadatan penghuni adalah perbandingan jumlah penghuni dengan luas rumah dimana berdasarkan standar kesehatan adalam 10m 2 per penghuni, semakin luas lantai rumah maka semakin tinggi pula keklayakan hunian sebuah rumah. Dari hasil beberapa penelitian penelitian, hunian rumah yang padat merupakan resiko terjadinya penyakit DBD yang tinggi disbandingkan dengan hunian rumah yang tidak padat.8 c. Epidemiologi berdasarkan distribusi waktu Berdasarkan pengamatan terhadap Indeks Curah Hujan (ICH) yang dihubungkan dengan kenaikan jumlah kasus DBD, maka daerah yang ICH 9
yang tinggi perlu waspada sepanjang tahun, sedangkan daerah yang terdapat musim kemarau maka kewaspadaannya terhadap DBD dimulai saat masuk musim hujan , namun ini bila faktor-faktor resiko lain telah dihilangkan/tidak ada.7 2.2.3 Etiologi Demam berdarah ( DHF ) disebabkan oleh virus dengue. Virus Dengue termasuk dalam kelompok B arthropode-borne virus (arbovirus) dan sekarang dikenal dengan genus flavivirus, famili Flaviviridae.Di Indonesia sekarang telah dapat diisolasi 4 serotipe yang berbeda namun memiliki hubungan genetik satu dengan yang lain, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4.Ternyata DEN-2 dan DEN-3 merupakan serotipe yang paling banyak sebagai penyebab. (2) Keempat serotype ini ditemukan di Indonesia, namun DEN-3 merupakan serotype terbanyak.9 Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang lain. Disamping itu urutan infeksi serotipe merupakan suatu faktor risiko karena lebih dari 20% urutan infeksi virus DEN-1 yang disusul DEN-2 mengakibatkan renjatan, sedangkan faktor risiko terjadinya renjatan untuk urutan virus DEN-3 yang diikuti oleh DEN-2 adalah 2%.10 Di dalam tubuh manusia,
virus
bekembangbiak
dalam
sistem
retikuloendothelial dengan target utama adalah APC (Antigen Presenting Cells) dimana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel Kupfer di sinusoid hepar.10
10
Virus Dengue
Gambar 1. Virus Dengue dengan TEM Micrograph
Virion virus dengue mempunyai diameter kira-kira 50 nm. Genom flavivirus mempunyai panjang kira-kira II kb ( kilo basses ), dan urutan genom lengkap dikenal untuk mengisolasi ke4 serotip, megkode untuk nukleokapsid atau protein ini ( c ), protein yang berkaitan dengan membran ( m ), dan protein pembungkus ( e ), dan tujuh gen protein non struktural ( ns ). Domain-domain bertanggung jawab untuk netralisasi, fusi dan interaksi dengan reseptor virus berhubungan dengan protein pembungkus.11 Vektor Virus Demam Berdarah Virus-virus Dengue ditularkan oleh nyamuk-nyamuk dari famili Stegomya, yaitu Aedes aegypti, Aedes albopticus, Aedes scuttelaris, Aedes polynesiensis dan Aedes niveus.Di Indonesia Aedes aegypti dan Aedes albopticus merupakan vektor utama.Keempat virus telah ditemukan dari Aedes aegypti yang terinfeksi. Spesies ini dapat berperan sebagai tempat penyimpanan dan replikasi virus.10 Kedua spesies nyamuk tersebut termasukke dalam Genus Aedes dari Famili Culicidae.Secara morfologis keduanya sangat mirip, namun dapat dibedakan dari strip putih yang terdapat pada bagian skutumnya.Skutum Ae. aegypti berwarna hitam dengan dua strip putih sejajar di bagian dorsal tengah yang diapit oleh dua garis
11
lengkung berwarna putih. Sedangkan skutum Ae. albopictus yang juga berwarna hitam hanya berisi satu garis putih tebal di bagian dorsalnya.6
Gambar 2. Nyamuk Aedes aegypti.
Nyamuk Aedes aegypti merupakan anggota dari phylum arthropoda , kelas insecta atau hexapoda (mempunyai enam kaki) , subklas pterygota (mempunyai sayap), divisi endopterygota atau holometabola (mempunyai sayap di bagian dalam denganmetamorfosanya lengkap) , ordo diptera (hanya mempunyai sepasang sayap depan sedangkan sepasang sayap bagianbelakang rudimenter dan berubah fungsisebagai alat keseimbangan atau halter),subordo nematocera, family culicidae, subfamily culicinae dan genus Aedes.12 Nyamuk ini dikenal juga sebagai Tiger mosquito atau Black White Mosquito karena tubuhnya mempunyai ciri khas berupa adanya garis–garis dan bercak bercak putih keperakan di atas dasar warna hitam. Dua garis melengkung berwarna putih keperakan di kedua sisi lateral serta dua buah garis putih sejajar di garis median dari punggungnya yang berwarna dasar hitam.Mulut nyamuk termasuk tipe menusuk dan mengisap ( rasping – sucking) , mempunyai enam stilet yaitu gabungan antara mandibula, maxilla yang bergeraknaik turun menusuk jaringan sampai menemukan pembuluh darah kapiler dan mengeluarkan ludah yang berfungsi sebagai cairan racun dan antikoagulan.12 Infeksi dari salah satu serotif virus dengue ini akan menghasilkan imunitas sepanjang hidup terhadap infeksi ulang oleh serotipe yang sama, tetapi hanya menjadi perlindungan sementara dan partial terhadap serotipe-serotiipe yang lain. Virus dengue menunjukan banyak karakteristik yang sama dengan flavivirus lain,
12
mempunyai genom RNA rantai tunggal yang dikelilingi oleh nukleokapsid ikosahedral dan terbungkus oleh selaput lipid.6 Penyebaran penyakit Aedes Aegypti ini dibatasi oleh ketinggian. Nyamuk Aedes Aegypti merupakan vektor yang paling efisien bagi virus-virus dengue yang merupakan kelompok aerbovirus. Sebab nyamuk ini sangat antropofilik dan hidupnya dekat dengan manusia.13 Nyamuk Aedes Aegypti ini hidup berkembangbiak pada tempat-tempat penampungan air bersih yang tidak langsung berhubungan dengan tanah, seperti : 13 a. b. c. d. e. f.
Bak Mandi / WC Tempat Minuman Burung dalam sangkar Air tandon Air dalam Tempayan / gentong yang tidak ditutup rapat. Kaleng-kaleng bekas yang dapat menampung air Ban-bban bekas yang dapat menampung air Di indonesia nyamuk Aedes Aegypti tersebarluas diseluruh pelosok tanah
air baik dikota-kota maupun didesa-desa, kecuali diwilayah yang ketinggiannya > 1000 m diatas permukaan air.13 Perkembangan nyamuk Aedes Aegypti dari telur hingga dewasa memerlukan waktu sekitar 10-12 hari.Hanya nyamuk betina yang menggigit dan menghisap
darah
serta
memilih
darah
manusia
untuk
mematangkan
telurnya.Sedangkan nyamuk jantan tidak bbisa menggigit atau menghisap darah, melainkan hidup dari sari bunga tumbuh-tumbuhan. Umur nyamuk Aedes Aegypti betina berkisar antara 2 minggu sampai 3 bulan rata-rata 0,5 bulan, tergantung dari suhu kelembapan udara disekelilingnya.11 Kemampuan terbang nyamuk ini berkisar antara 40-100 m dari tempat berkembang biaknya.Tempat istirahat yang disukainya adalah benda-benda yang tergantung yang ada dirumah. Seperti gorden, kelambu, dan baju atau pakaian dikamar yang gelap dan lembab.11 Kepadatan nyamuk ini akan meningkat pada musim hujan, dimana terdapat banyak genangan air bersih yang dapt menjadi tempat berkembangnya nyamuk Aedes Aegypti. Selain nyamuk aedes Aegypti,penyakit demam berdarah dapat ditularkan oleh nyamuk Ae Albopictus, yang kurang berperan dalam menyebarkan penyakit 13
demam berdarah, jika dibandingkan dengan nyamuk Aedes Aegypti. Hai ini dikarena nyamuk Ae Albopictus hidup dan berkembangbiak dikebun atau semak-semak, sehingga lebih jarang kontak denagn manusia dibandingkan dengan nyamuk Aedes Aegypti yang berada di dalam rumah manusia dan sekitar rumah.11 2.2.4. Patogenesis Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue.14 Respon imun yang berperan dalam patogenesis DBD adalah:14 a. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enchancement (ADE); b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL4, IL5, IL6 dan IL10; c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag; d. Selain itu, aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.
14
Gambar 3. Patofisiologi perdarahan pada DBD
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous infection yang menyetakan bahwa DBD terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe yang berbeda. Infeksi yang pertama kali dapat memberikan gejala sebagai DD. Re-infeksi menyebabkan reaksi anamnesik antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.1,2,14 Virus akan bereplikasi di nodus limfatikus regional dan menyebar ke jaringan lain, terutama sistem retikuloendoteal dan kulit secara bronkogen maupun hematogen.2 Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Hanstead dan peneliti lain: menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis kompleks virus antibodi non netralisasi sehingga sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadi infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksisk sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNFα, IL1, PAF (platelet activating factor), Il6 15
dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran plasma.1 Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.14 Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme: 1. Supresi susmsum tulang dan 2. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) >15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat. 2. Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari 3-8 3. Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke 3 demam. 4. Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada keadaan dicurigai terjadi pendarahan atau kelainana pembekuan 5. 6. 7. 8. 9.
darah. Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma SGOT/SGPT: dapat meningkat Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan Golongan darah dan cross match: bila akan diberikan transfusi darah atau
komponen darah 10. Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan Ig G terhadap dengue. IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke3 menghilang setelah 60-90 hari. IgG: pada infeksi primer, igG mulai terdeteksi pada hari ke 14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke 2. Uji HI: dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta aat pulang dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans. NS 1 : antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama samapi hari kedelapan. Sensitivitas antigen NS 1 sampai 63%-93,4% dengan spesifisitas 100% sama tingginya dengan spesifisitas gold standard kultur virus. Hasil negatif dari NS 1 tidak menutupo kemungkinan menyingkirkan adanya infeksi virus dengue. Pemeriksaan Radiologis
18
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi permbesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan. Asites dan efusi pleura dapat dideteksi dengan USG.14 2.2.8 Diagnosis Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala prodromal yang tidak khas seprti: nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan lelah.14 Demam Dengue (DD) Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:14
Nyeri kepala Nyeri retroorbital Mialgia/atralgia Ruam kulit Manifestasi perdarahan (peteki atau uji bendung positif) Leukopenia dan pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan pasien DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.
Demam Berdarah Dengue (DBD) Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal di bawah ini dipenuhi:14
Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bifasik Terdapat minimal satu dari manifestasi pendarahan berikut: o Uji bendung positif o Peteki, ekimosis atau purpura o Pendarahan mukosa (tersering epiktaksis atau pendarahan gusi) o Hematemesis atau melena Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul) Terdapat minimal satu tanda plasma leakage (kebocoran plasma). Sebagai berikut:
19
o Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin o Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya o Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura,
asites
atau
hipoproteinemia Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma.14 DERAJAT PENYAKIT14 Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue DD/DBD Deraja Gejala
Laboratorium
t DD
Demam disertai 2 atau lebih tanda: sakit kepala, nyeri retroorbital, mialgia, atralgia
Leukopenia Trombositopenia (-) Serologi dengue Positif
DBD
I
Gejala di atas ditambah uji bendung positif
Trobositopenia Adanya kebocoran
DBD
II
Gejala
ditambah
plasma Trobositopenia Adanya kebocoran
di
atas
pendarahan spontan DBD
DBD
III
Gejala
atas
ditambah kegagalan sirkulasi (kulit dingin
plasma Trobositopenia Adanya kebocoran
IV
dan lemah serta gelisah) Syok berat disertai dengan tekanan darah dan nadi tidak
plasma Trobositopenia Adanya kebocoran
terukur
plasma
di
Tabel.1.Klasifikasi Derajat Penyakit DBD
2.2.9 Diagnosis Banding Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaiaan klinis dengen demam tifoid, campak, influenza, chikunguya dan leptospirosis.14 20
2.2.10 Penatalaksanaan Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan.Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat diruang perawatan biasa, tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif.15 Fase kritis pada umumnya terjadi pada hari sakit ketiga. a.
Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah.Px perlu diberi minum banyak, 50 ml/ kg BB dalam 4 – 6 jam pertama berupa air teh dengan gula, sirup, susu, sari buah atau oralit. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi, berikan cairan rumatan 80-100 ml/ kgBB
b.
dalam 24 jam berikutnya. Hiperpireksi diatasi dengan antipiretik bila perlu surface coding dengan
c. d.
kompres es dan alkohol 70%. Demam dengan paracetamol dosis 10 – 15 mg/ kgBB/ kali Infus dilakukan jika pasien terus menerus muntah sehingga tidak mungkin
e.
diberi makanan per oral. Penentuan hematokrit untuk menunjukkan derajat rembesan plasma dan kebutuhan terhadap cairan intravena, peningkatan hematokrit bisa dilihat dari
f. g.
perubahan tekanan darah dan nadi. Tes elektrolit serum dan pemeriksaan gas darah. Tes laboratorium jumlah trombosit, masa protrombin, masa tromboplastin
h.
parsial dan masa trombin Tes fungsi hepar aspartat aminotransferase serum, alanin aminotransfer serum
i.
dan protein serum Pada kasus syok diperlukan terapi oksigen, observasi TTV tiap 15 menit,
pantau diuresis, jika perlu siapkan transfusi darah. 2.2.11 Pencegahan Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :15 21
1. Lingkungan Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah.Yaitu dengan gerakan 3M Plus : Menguras bak mandi/penampungan air, sekurang-kurangnya sekali
seminggu. Menutup dengan rapat tempat penampungan air. Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar
rumah dan lain sebagainya. Plus : Memangkas pohon-pohon yang daun lebar.
2. Biologis Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14). 3. Kimiawi Cara pengendalian ini antara lain dengan: Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu
tertentu. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain. Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan 3M Plus, yaitu menutup, menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dll sesuai dengan kondisi setempat.14 2.2.12. Prognosis Pada Demam Dengue prognosisnya apabila suhu turun maka akan terjadi perbaikan dan penyembuhan sempurna. Sedangkan pada Demam Berdarah Dengue
22
angka kematian yang disebabkan oleh DBD kurang dari 1%, tetapi bila timbul Dengue Shock Syndrome maka angka kematian bisa mencapai 40-50%. Sehingga prognosis Dengue Shock Syndrome sangat tergantung dari pengenalan dini dengan cara pemantauan cermat dan tindakan cepat dan tepat terutama ketika terjadi renjatan (syok).8
2.2.13. Peranan Keluarga Dalam Penanggulangan DBD Duvall ( 1985) menyatakan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota. Undang-Undang No.10 tahun 1992 menyatakan bahwa keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri dan anak atau ayah, ibu dan anak. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1998) menyebutkan bahwa keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang tediri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Tugas kesehatan keluarga dalam upaya pencegahan dan penanggulangan DBD : 1. Harus mampu mengenal masalah yang berkaitan dengan penyakit DBD, keluarga dapat mengenal masalah DBD dengan beberapa cara seperti penyuluhan dari petugas kesehatan, informasi dari majalah ataupun peran aktif keluarga untuk mencari tahu informasi mengenai DBD. 2. Harus mampu memutuskan tindakan yang tepat jika salah satu anggota keluarga yang terkena penyakit DBD, keluarga harus dengan cepat memutuskan tindakan yang tepat pada anggot keluarganya yang terkena DBD dengan membawanya ke Rumah Sakit. Keputusan harus diambil keluarga karena keluarga yang dapat memantau anggota keluarganya yang terkena DBD.
23
3. Harus dapat menciptakan lingkungan yang sehat. Kemampuan keluarga ini sangat erat kaitannya dengan pencegahan penyakit DBD karena nyamuk penyebab DBD dapat berkembang biak di lingkungan rumah yang tidak diperhatikan oleh keluarga. Keluarga dapat melakukan tindakan 3 M pada lingkungan rumahnya untuk mencegah terjadinya DBD. Perilaku keluarga yang dimaksud dalam pencegahan DBD adalah keterlibatan semua anggota keluarga baik tanggung jawab secara mental dan emosional. Pengelolaan sarana yang diadakan agar tetap terjamin dan terpelihara sehingga tidak menjadi tempat perkembangbiakan vektor penyakit DBD. Maironah (2005) dan Yatim (2001) mengatakan bahwadalam melakukan pencegahan DBD keluarga perlu memerlukan beberapa metode yang tepat diantaranya: 1. Lingkungan, metode ini digunakan untuk mengendalikan perkembangbiakan nyamuk tersebut antara lain dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), melaksanakan gerakan 3 M Plus, menutup ventilasi dengan kasa. 2. Biologi, pencegahan DBD dengan metode biologi antara lain keluarga dapat memelihara ikan pemakan jentik jika di rumah mereka terdapat kolam 3. Kimiawi, cara pencegahan DBD dengan menggunakan metode kimiawi antara lain
keluarga
dapat
memberikan
bubuk
abate
pada
tempat-tempat
penampungan air dengan dosis takaran 1 gram bubuk abate untuk 10 liter air. 4. Perilaku, memakai pakaian dengan lengan panjang untuk menghindari gigitan nyamuk penyebab DBD, menghindari tidur siang, menggunakan kelambu saat tidur, merapikan pakaian kotor yang bergantungan di balik pintu, memakai lotion atau obat nyamuk lain pada saat tidur. Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa cara yang paling efektif dalam pencegahan dan penanggulangan DBD adalah dengan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk yaitu menguras, menutup dan mengubur serta tindakan lainnya seperti memberikan bubuk abate, memasang obat nyamuk, dan melakukan pemeriksaan jentik berkala.15
24
2.3.
Pendekatan Diagnostik Holistik Pada Pelayanan Kedokteran Keluarga di Layanan Primer Pengertian holistik adalah memandang manusia sebagai mahluk biopsikososio-
kultural pada ekosistemnya. Sebagai makhluk biologis manusia adalah merupakan sistem organ, terbentuk dari jaringan serta sel-sel yang kompleks fungsionalnya. Diagnostik holistik adalah kegiatan untuk mengidentifikasi dan menentukan dasar dan penyebab penyakit (disease), luka (injury) serta kegawatan yang diperoleh dari alasan kedatangan, keluhan personal, riwayat penyakit pasien, pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan penunjang, penilaian risiko internal/individual dan eksternal dalam kehidupan pasien serta keluarganya. Sesuai dengan arah yang digariskan dalam Sistem Kesehatan Nasional 2004, maka dokter keluarga secara bertahap akan diperankan sebagai pelaku pelayanan pertama (layanan primer). Tujuan Diagnostik Holistik: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Penyembuhan penyakit dengan pengobatan yang tepat Hilangnya keluhan yang dirasakan pasien Pembatasan kecacatan lanjut Penyelesaian pemicu dalam keluarga (masalah sosial dalam kehidupannya) Jangka waktu pengobatan pendek Tercapainya percepatan perbaikan fungsi sosial Terproteksi dari risiko yang ditemukan Terwujudnya partisipasi keluarga dalam penyelesaian masalah Diagnosa secara holistik sangat penting dilakukan sebelum melakukan terapi,
tujuannya yakni: 1. 2. 3. 4. 5.
Menentukan kedalaman letak penyakit Menentukan kekuatan serangan pathogen penyakit Menentukan kekuatan daya tahan tubuh yang meliputi kekuatan fungsi organ Menentukan urutan tatacara terapi dan teknik terapi yang akan dipilihnya. Menentukan interfal kunjungan terapi. (Modul Pelatihan dan Sertifikasi ASPETRI Jateng 2011). Diagnostik Holistik memiliki standar dasar pelaksanaan yaitu :
1. Membentuk hubungan interpersonal antar petugas administrasi (penerimaan, pencatatan biodata) dengan pasien
25
2. Membentuk hubungan interpersonal antara paramedis dengan pasien. Melakukan pemeriksaan sarinagn (Triage), data diisikan dengan lembaran 3. 4. 5. 6.
penyaring Membentuk hubungan interpersonal anatara dokter dengan pasien Melakukan anamnesis Melakukan pemeriksaan fisik Penentuan derajat keparahan penyakit berdasarkan gejala, komplikasi,
prognosis, dan kemungkinan untuk dilakukan intervensi 7. Menentukan resiko individual diagnosis klinis sangat dipengaruhi faktor individual termasuk perilaku pasien 8. Menentukan pemicu psikososial dari pekerjaan maupun komunitas kehidupan pasien 9. Menilai aspek fungsi sosial. Dasar-dasar dalam pengembangan pelayanan/pendekatan kedokteran keluarga di layanan primer antara lain : 1. Pelayanan kesehatan menyeluruh (holistik) yang mengutamakan upaya promosi kesehatan dan pencegahan penyakit 2. Pelayanan kesehatan perorangan yang memandang seseorang sebagai bagian dari keluarga dan lingkungan komunitasnya 3. Pelayanan yang mempertimbangkan keadaan dan upaya kesehatan secara terpadu dan paripurna (komprehensif). 4. Pelayanan medis yang bersinambung 5. Pelayanan medis yang terpadu Pelayanan komprehensif yaitu pelayanan yang memasukkan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit dan proteksi khusus (preventive & spesific protection), pemulihan kesehatan (curative), pencegahan kecacatan (disability limitation) dan rehabilitasi setelah sakit (rehabilitation) dengan memperhatikan kemampuan sosial serta sesuai dengan mediko legal etika kedokteran. Pelayanan medis yang bersinambung merupakan pelayanan yang disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan bersinambung, yang melaksanakan pelayanan kedokteran secara efisien, proaktif dan terus menerus demi kesehatan pasien.
26
Pelayanan medis yang terpadu artinya pelayanan yang disediakan dokter keluarga bersifat terpadu, selain merupakan kemitraan antara dokter dengan pasien pada saat proses penatalaksanaan medis, juga merupakan kemitraan lintas program dengan berbagai institusi yang menunjang pelayanan kedokteran, baik dari formal maupun informal. Prinsip pelayanan Kedokteran Keluarga di Layanan Primer adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Comprehensive care and holistic approach Continuous care Prevention first Coordinative and collaborative care Personal care as the integral part of his/her family Family, community, and environment consideration Ethics and law awareness Cost effective care and quality assurance Can be audited and accountable care Pendekatan menyeluruh (holistic approach), yaitu peduli bahwa pasien adalah
seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial dan spiritual, serta berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnya. Untuk melakukan pendekatan diagnostik holistik, maka perlu kita melihat dari beberapa aspek yaitu: I. II.
Aspek Personal: Keluhan utama, harapan dan kekhawatiran. Aspek Klinis: Bila diagnosis klinis belum dapat ditegakkan cukup dengan
III.
diagnosis kerja dan diagnosis banding. Aspek Internal: Kepribadian seseorang akan mempengaruhi perilaku. Karakteristik pribadi amat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, pendidikan,
IV. V.
pekerjaan, sosial ekonomi, kultur, etnis, dan lingkungan. Aspek Eksternal: Psikososial dan ekonomi keluarga. Derajat Fungsi Sosial: o Derajat 1: Tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup mandiri o Derajat 2: Pasien mengalami sedikit kesulitan. o Derajat 3: Ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa dilakukan, hanya dapat melakukan kerja ringan. o Derajat 4: Banyak kesulitan. Tak melakukan aktifitas kerja, tergantung pada keluarga. 27
o Derajat 5: Tak dapat melakukan kegiatan
BAB III METODOLOGI STUDI KASUS 3.1 Jenis Studi Kasus 28
Studi kasus ini menggunakan desain studi Kohort untuk mempelajari hubungan antara faktor risiko dan efek (penyakit atau masalah kesehatan), dengan memilih kelompok studi berdasarkan perbedaan faktor resiko. Kemudian mengikuti sepanjang periode waktu tertentu untuk melihat berapa banyak subjek dalam masing-masing kelompok yang mengalami efek penyakit atau masalah kesehatan.untuk melakukan penerapan pelayanan dokter layanan primer secara paripurna dan holistik terutama tentang pendekatan diagnosis holistik penderita DBD di Puskesmas Tamalate pada tahun 2016. 3.2 Lokasi dan Waktu melakukan Studi Kasus. Studi kasus dilakukan pertama kali saat penderita datang berobat di puskesmas Layang pada tanggal 19 Oktober 2015. Selanjutnya dilakukan home visit untuk mengetahui secara holistik keadaan dari penderita, home visit dilakukan 1 kali tanggal 22 Oktober 2015
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL STUDI KASUS
29
A. PASIEN IDENTITAS PASIEN Nama
: An.SF
Umur
: 6 tahun
Suku Bangsa
: Makassar
Agama
: Islam
Status Marital
: Belum Kawin
Alamat
: Jln. Dg. Ngadde No. 4 Makassar
ANAMNESIS Pasien anak laki-laki berumur 6 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan demam yang dialami sejak 4 hari yang lalu, demam dirasakan terusmenerus, menggigil tidak ada, keringat tidak ada,. Nyeri kepala ada sejak 3 hari yang lalu, nyeri belakang mata ada. Batuk tidak ada, sesak tidak ada. Mual ada, muntah ada sejak 2 hari yang lalu, nyeri perut tidak ada. Buang air kecil : lancar kesan cukup Buang air besar : biasa kuning Riwayat perdarahan hidung, gusi tidak ada Riwayat buang air besar hitam tidak ada Riwayat Penyakit Dahulu : -
Pasien mengaku belum pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya
- Riwayat menderita demam tifoid tidak ada Riwayat Penyakit Keluarga : - Riwayat di keluarga menderita penyakit yang sama tidak ada Riwayat Penyakit dilingkungan sekitar - Riwayat di lingkungan sekitar ada yang menderita DBD yaitu ibu pasien. Riwayat Sosial Ekonomi : Pasien berada di tingkatan sosial ekonomi menengah. Pasien baru bersekolah di sekolah dasar. Pasien tinggal bersama ayah, ibu. PEMERIKSAAN FISIS 1 2
Keadaan Umum Vital sign Kesadaran GCS
: sakit sedang : Compos Mentis : 15 30
3
Tek. Darah Frek. Nadi Frek Pernapasan Suhu BB Tinggi Badan Status Generalis : - Kepala
-
-
-
: 100/60 mmHg : 94 x/menit :20 x/menit : 38,5 C : 24 kg : 140 cm : Normocephal - Mata : Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera
Ikterik (-/-), Pupil bulat, isokor THT : Dalam Batas Normal Leher : Pembesaran KGB dan tiroid (-) Paru-paru Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri Palpasi : fremitus taktil dan vokal simetris kanan dan kiri Perkusi : sonor seluruh lapang paru Auskultasi : vesikuler kanan dan kiri, rhonki (-/-), wheezing (-/-) Jantung Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V linea midklavikula sinistra Perkusi : batas jantung kanan ICS IV linea sternalis dextra batas jantung kiri ICS V linea midklavikula sinistra Auskultasi : bunyi jantung I dan II normal, murmur(-) Abdomen Inspeksi : simetris, datar, kelainan kulit (-), pelebaran vena (-) Auskultasi : bising usus normal Palpasi : nyeri lepas (-), nyeri ketuk (-),hepatomegali
(-),
spleenomegali (-) Perkusi : timpani di semua lapang abdomen, nyeri ketuk (-) -
Ekstremitas : akral hangat, edema
Petekie dan purpura (-) Uji Rumpe Leede (+)
4
Status Lokalis : -
PEMERIKSAAN PENUNJANG
31
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapatkan dari pasien, dokter menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan NS1, dan hasil yang diperoleh adalah NS1 (+). PENATALAKSAAN Paracetamol 500 mg 3x1 Vitamin C 2x1 Domperidon Syrup 3 x 1 ANJURAN Istirahat cukup Banyak minum air putih Biasakan tidur menggunakan lotion anti nyamuk atau menggunakan kelambu Makan makanan bergizi untuk meningkatkan imunitas PENCEGAHAN 1. 2. 3. 4.
Menutup rapat wadah penampungan air Mengubur kaleng-kaleng bekas Menutup ventilasi dengan kasa Hindari menggantung pakaian yang menjadi tempat persembunyian nyamuk
4.2.
. KELUARGA
Profil Keluarga A.Karakteristik Keluarga
Tabel 5.. Anggota keluarga yang tinggal serumah
No
Nama
1.
Tn. N
2.
Ny. M
Kedudukan
Gender
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Ayah kandung
L
35 thn
SMA
Pedagang
Ibu Kandung
P
30 thn
SMA
IRT
dalam keluarga
32
3.
An. SF
Pasien
L
6 thn
Belum tamat SD
-
B. Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan Hidup Status kepemilikan rumah : Milik sendiri Daerah perumahan : Padat Karakteristik Rumah dan Lingkungan Luas rumah : 10 x 6 m2 Jumlah penghuni dalam satu rumah : 3 orang Luas halaman rumah : Bertingkat Lantai rumah dari : semen Dinding rumah dari : tembok kombinasi papan Jamban keluarga : ada Tempat bermain : tidak ada Penerangan listrik : 450 watt Ketersediaan air bersih : ada Tempat pembuangan sampah : tidak ada
Kesimpulan Keluarga Tn. N tinggal di rumah dengan kepemilikian milik sendiri. Tn. M tinggal dalam
rumah
dengan
yang
lingkungan
sehat rumah
yang padat dan ventilasi yang tidak memadai yang dihuni oleh
3
Orang.
Dengan
penerangan listrik 450 watt. Air sumur sebagai sarana air bersih keluarga. Tabel 6.Lingkungan Tempat Tinggal C.Penilaian Perilaku Kesehatan Keluarga -
Jenis tempat berobat Balita Asuransi / JaminanKesehatan
: Puskesmas : KMS : Jamkesda
D.Sarana Pelayanan Kesehatan (Puskesmas) Faktor Keterangan Kesimpulan Cara mencapai pusat Keluarga menggunakan Letak Puskesmas tidak pelayanan kesehatan
Kendaraan
pribadi jauh dari tempat tinggal
berupa motor atau naik pasien, sehingga untuk angkutan umum untuk mencapai
puskesmas
33
Tarif kesehatan Kualitas kesehatan
menuju ke puskesmas. keluarga pasien dapat pelayanan Menurut keluarga biaya menggunakan sarana pelayanan kesehatan angkutan umum atau cukup murah. membawa sepeda motor pelayanan Menurut keluarga pribadi. Untuk biaya kualitas pelayanan pengobatan diakui oleh kesehatan yang didapat keluarga pasien yaitu memuaskan. setiap kali datang berobat tidak dipungut biaya dan pelayanan pundirasakan pasien
Puskesmas keluarga memuaskan
pasien. Tabel 7. Pelayanan Kesehatan e. Status Sosial dan Kesejahteraan Keluarga Pendapatan keluarga Tn. N setiap bulannya bisa untuk membiayai kebutuhan sehari-hari keluarganya. Pasien ini tinggal di rumah pribadi yang terletak di Jln. Dg. Ngadde No. 4. Rumah pasien dalam kondisi baik, namun kurang tertata rapi serta terawat. Rumah terdiri dari 2 kamar tidur dan 1 kamar mandi. Sekitar rumah yaitu bagian samping kiri dan kanannya berbatasan dengan rumah batu, dan berada di lingkungan perumahan yang cukup padat dan lembab disebabkan sekitar rumah berada dalam gang yang sempit dan mendapatkan pencahayaan yang kurang .
F. Pola Konsumsi Makanan Keluarga -
Kebiasaan makan : Keluarga Tn. N dan Ny. M memiliki kebiasaan makan antara 2-3 kali dalam sehari, sedangkan anaknya yaitu An. SF biasa diberi makan 3 kali
-
dalam sehari. Menerapkan pola gizi seimbang : Keluarga Tn. M selalu menerapkan pola makan dengan gizi yang seimbang. Mereka makan dengan lauk-pauk seperti nasi, ikan
34
dan tempe serta sayuran, dengan bahan yang dibeli langsung dari pasar atau terkadang belanja pada tukang sayur keliling di sekitar rumah dan mengolahnya didapur. G. Pola dukungan keluarga 1. Faktor Pendukung Terselesaikannya Masalah dalam Keluarga Dengan seluruh anggota keluarga, terjalin komunikasi yang baik dan cukup lancar. Kedua orangtua pasien sangat menyayangi semua anaknya. 2. Faktor Penghambat Terselesaikannya Masalah dalam Keluarga Walaupun suasana kekeluargaan dalam keluarga ini sudah baik, namun kedua orangtua belum paham betul tentang DBD. Lingkungan tempat tinggal sudah cukup baik meskipun lingkungan sekitar rumah cukup padat dan lembab dan mendapatkan pencahayaan yang kurang. Sanitasi lingkungan kurang bagus. Kebersihan lingkungan rumah jarang di bersihkan, terlalu banyak pakaian yang bertumpuk dan digantung, begitu juga dengan lingkungan rumah para tetangga disekitar rumah Tn. N, mereka kurang memperhatikan kebersihan lingkungan. H.Analisa Kedokteran Keluarga 1.Fungsi Fisiologis (APGAR) Fungsi fisiologis adalah suatu penentu sehat tidaknya suatu keluarga yang dikembangkan oleh Rosan, Guyman dan Leyton, dengan menilai 5 Fungsi pokok keluarga, antara lain: 1.
Adaptasi :
kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan yang dibutuhkan 2. Partnership :
Tingkat Tingkat
kepuasan anggota keluarga terhadap komunikasi dalam mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah 3.
Growth
:
Tingkat
kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang diberikan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan kedewasaan semua anggota keluarga
35
4.
Affection :
Tingkat
kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang serta interaksi emosional yang berlangsung 5.
Resolve
:
Tingkat
kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan dalam membagi waktu, kekayaan dan ruang atas keluarga Penilaian -
Hampir Selalu Kadang-kadang Hampir tidak pernah
= skor 2 = skor 1 =0
Total Skor 8-10
= Fungsi keluarga sehat
4-7
= Fungsi keluarga kurang sehat
0-3
= Fungsi keluarga sakit Penilaian
No
1.
Pertanyaan
Hampir
Kadang-
Selalu
Kadang
(2)
(1)
Hampir Tidak Pernah (0)
Adaptasi Saya puas dengan keluarga saya karena keluarga
2.
masing-masing sudah
anggota
√
menjalankan
kewajiban sesuai dengan seharusnya Partnership (Kemitraan) Saya puas dengan keluarga saya karena dapat membantu memberikan
√
solusi terhadap permasalahan yang 3.
saya hadapi Growth (Pertumbuhan)
√ 36
Saya puas dengan kebebasan yang diberikan
keluarga
saya
untuk
mengembangkan kemampuan yang saya miliki Affection (Kasih Sayang)
4.
Saya puas dengan kehangatan/kasih
√
sayang yang diberikan keluarga saya Resolve (Kebersamaan)
5.
Saya puas dengan waktu yang disediakan keluarga untuk menjalin
√
kebersamaan Total Skor 8 Tabel 8. Penilaian Fungsi Fisiologis (APGAR) Keluarga Penderita DBD Dari tabel APGAR diatas total Skor adalah ini menunjukkanFungsi keluarga kurang sehat. 2.Fungsi Patologis (SCREEM) Aspek sumber daya patologi 1.
Sosial
: Pasien dapat hidup bermasyarakat
Cultural
: Keluarga pasien percayakan adanya
dengan baik. 2. hal-hal gaib. 3.
Religious : Keluarga pasien rajin melakukan sholat
4.
5 waktu, juga sering ikut kegiatan pengajian dan tausiah. Economy : Keluarga pasien merasa kebutuhan ekonomi belum tercukupi.
5.
Education :
Tingkat
pendidikan
tertinggi
di
keluarga pasien yaitu SMA. 6.
Medication : Pasien dan keluarga menggunakan sarana pelayanan kesehatan dari Puskesmas dan memilki asuransi kesehatan BPJS.
3.Fungsi Keturunan (Genogram)
Bentuk keluarga
37
Bentuk keluarga ini adalah keluarga kecil yang terdiri dari Tn. N sebagai kepala keluarga dan
Ny. M sebagai seorang istri dan ibu dari anaknya. Dari hasil
pernikahanTn. N dan Ny. M mereka dikarunai satu orang anak, anak pertama laki-laki sekolah umur 6 tahun. Seluruh anggota keluarga ini tinggal dalam satu rumah. Tahapan siklus keluarga An. SF terlahir dari pasangan Tn. N dan Ny. M. An. SF adalah anak pertama. Diakui oleh ibunya bahwa penyakit yang diderita An.SF belum pernah dialami Seluruh penghuni rumah.
Family map
Gambar 6.Genogram Penderita DBD Keterangan : : Kepala keluarga (Sehat) : Istri (sehat) : Anak ke- 1 (penderita DBD) 4.2
PEMBAHASAN Penegakan diagnosis pada pasien ini berdasarkan anamnesis secara holistic
yaitu, aspek personal, aspek klinik, aspek risiko internal, dan aspek risiko eksternal serta pemeriksaan penunjang dengan melakukan pendekatan menyeluruh dan pendekatan diagnostik holistik. 1.2.1
Analisa Kasus
Pendekatan Kedokteran Keluarga pada pasien DBD. No
Masalah
Skor
Upaya
Resume Hasil
Skor 38
. 1.
Fungsi biologis - Seluruh
Anggota
Keluarga
2.
Awal Penyelesaian Akhir Perbaikan 2 - Edukasi mengenai- Terselenggara penyakit
belum
melalui
hal yang sama.
penyuluhan
Fungsi ekonomi dan pemenuhan kebutuhan - Pendapatan keluarga tergolong 2 rendah punya 3
tabungan - Kehidupan dengan
penyuluhan
Pencegahannya - Keluhan Berkurang
pernah Menderita
- Tidak
dan
Akhir 4
- Pengobatan - Motivasi untuk- Berniat memanfaatkan menambah waktu luang untuk penghasilan memperoleh penghasilan dengan tambahan memanfaatkan - Keluarga berniat waktu luang
pendapatan untuk
social 2
mengenai
tabungan
lingk.
perlunya
- Memiliki rasa
- Khawatir anaknya lemas dan berat
4
memiliki
Tawakkal kepada
tabungan
Allah
- Nasehati
untuk
abdannya
bertawakkal
menurun
kepada Allah, dan yakinkan
4
menyisihkan
- Motivasi
Baik
3
bahwa
semua akan baik3.
Perilaku
3
Kesehatan - Higiene dan
Pribadi
Lingkungan
Kurang
baik saja - Edukasi Tentang- Semua
Anggota 5
Pentingnya PHBS
keluarga
dirumah
mengaplikasikan
untuk
mulai
mencegah
dengan baik PHBS
Berbagai penyakit
dilingkungan
dan
39
- Berobat jika hanya ada keluhan berat Lingkungan
4.
Rumah
infeksi. 2
rumah mereka
- Memperbaiki
Pintu rumah belum 2
ventilasi
- Sumber
Air
Minum
Kurang
Steril - Ventilasi dan sinar matahari kurang
dan dibuka dan rumah
penerangan
masih
dengan membuka kurangventilasi dan pintu rumah pada penerangan, jamban siang hari dan
keluarga
- Memindahkan
massih
seperti sebelumnya.
Jamban keluarga agar
jauh
dari
sumur. Total Skor 13 Rata-rata Skor 2,1 Tabel 9.Skoring Kemampuan Penyelesaian Masalah Dalam Keluarga
22 3,67
Klasifikasi skor kemampuan menyelesaikan masalah Skor 1 :Tidak dilakukan, keluarga menolak, tidak ada partisipasi. Skor 2 :Keluarga mau melakukan tapi tidak mampu, tidak ada sumber (hanya keinginan); penyelesaian masalah dilakukan sepenuhnya oleh provider. Skor 3 :Keluarga mau melakukan namun perlu penggalian sumber yang belum dimanfaatkan, penyelesaian masalah dilakukan sebagian besar oleh provider Skor 4 :Keluarga mau melakukan namun tak sepenuhnya, masih tergantung pada upaya provider Skor 5 :Dapat dilakukan sepenuhnya oleh keluarga
Tempat-tempat yang dicurigai sebagai tempat perindukan nyamuk Bak Air
: Jentik Nyamuk Aedes aegypti (-)
Kaleng-kaleng bekas : Jentik Nyamuk Aedes aegypti (-) Penampung Air lain
: Jentik Nyamuk Aedes aegypti (-) 40
Tempat peristirahatan nyamuk : Masih terdapat pakaian yang digantung sehingga memungkinkan nyamuk beristirahat
a
Kepemilikan barang – barang berharga An. SF memiliki beberapa barang elektronik di rumahnya antara lain yaitu, satu buah televisi berwarna yang terletak di ruang keluarga, satu kipas angin yang terletak di ruang keluarga. Perilaku terhadap Nyamuk
Dalam kesehariannya, dari wawancara yang kami lakukan diketahui bahwa pola prilaku keluarga dan pasien sendiri terhadap nyamuk kurang baik, hal ini dapat dinilai dengan : a. Saat tidur tidak memakai kelambu b. Saat tidur tidak menyalakan obat nyamuk/ elektrik pembunuh nyamuk c. Mengenakan lengan panjang untuk menghindari gigitan d. Menutup ventilasi dengan kasa
Penilaian Perilaku Kesehatan Keluarga a Tempat berobat Apabila ada salah satu anggota keluarga yang sakit, mereka selalu berobat ke puskesmas untuk mendapatkan terapi yang lebih baik untuk b
kesembuhan penyakit mereka. Asuransi / Jaminan Kesehatan Keluarga An.SF tergolong keluarga dengan status ekonomi menengah, namun keluarga ini sudah memiliki asuransi jaminan kesehatan yaitu BPJS
kesehatan ( Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Pola Dukungan Keluarga 1 Faktor pendukung terselesaikannya masalah dalam keluarga Mayoritas anggota keluarga An.SF peduli terhadap kesehatan. Untuk An.SF sendiri yang telah didiagnosis terjangkit penyakit DBD, Seluruh anggota keluarga senantiasa memberikan dukungan kepada An.S agar dapat sembuh dari penyakitnya dengan cara, ibunya selalu mengingatkan
41
pasien untuk minum obat secara rutin, minum air putih yang banyak, 2
makan teratur. Faktor penghambat terselesaikannya masalah dalam keluarga Adapun faktor-faktor yang menghambat dalam kesembuhan An.S antara lain jumlah ventilasi dan jumlah jendela yang tidak sesuai dengan ketentuan rumah sehat sehingga siklus udara di dalam rumah yang sangat minim, jarangnya membuka jendela rumah sehingga terasa lembab, rumah tidak mendapat pencahayaan sinar matahari yang cukup, sehingga membuat rumah menjadi gelap, terdapatnya banyak kaleng-kaleng yang dapat menampung air sehingga dapat dijadikan tempat untuk berkembang biaknya jentik-jentik penyebab demam berdarah, kebiasaan anggota keluarga yang menggantung pakaiannya dan menumpuk pakaian yang bersih sehingga dapat dijadikan tempat persembunyian nyamuk penyebab demam berdarah, kondisi lingkungan sekitar rumah yang berada dalam pemukiman padat penduduk, dan tingkat ekonomi keluarga yang cukup rendah sehingga menyebabkan daya beli keluarga terhadap bahan-bahan pokok makanan rendah, sehingga kualitas makanan yang dikonsumsi juga
rendah. Rencana Pelaksanaan (Plan Of Action)
- Pertemuan ke-1: Puskesmas Tamalate, 3 Februari 2016 pukul 10.00 WITA. - Pertemuan ke-2: Rumah pasien Jl. Dg. Ngadde No.4, 8 Februari 2016 pukul 11.00 WITA. Aspek
Kegiatan
Sasaran
Waktu
Pasien
Saat
Hasil yang
Biay
diharapkan Pasien
a Tida
Tidak menolak
Aspek
Menginformasi-
persona
kan kepada
pasien dapat
k
l
keluarga pasien
ke
sembuh
ada
baik kepada Tn.
PKM
dengan
M atau Ny. S
dan
sempurna
untuk
saat
dan dapat
Ket.
42
memberikan
home
melakukan
atau
visitk
aktifitas
meminumkan
eruma
sehari-hari
An. S dengan
h
dengan baik
obat yang sudah
pasien
diberi sesuai anjuran dokter puskesmas. Disamping itu rutin memeriksakan An. S ke puskesmas walaupun kesehatannya Aspekk
sudah membaik. Menganjurkan
linik
agar orang tua
pasien dapat
k
pasien
ke
ada
memperhatikan
PKM - Saat
secara khusus keadaan pasien, meminumkan obat secara teratur, dan control kembali
Pasien
- Saat
DBD pasien Tida sembuh
Tidak menolak
home visitk e rumah pasien
di PKM jika keluhan belum membaik. 43
Aspekri - Memberi
Pasien
Saat
Untuk
Tida
Tidak menolak
siko
informasi
pasien menjaga
k
internal
kepada orang
ke
agar
ada
tua pasien agar
PKM
penyakit
meminumkan
dan
yang
obat yang
saat
diderita
teratur,
home
pasien tidak
memperhatikan
visit
kambuh lagi
kebersihan
ke
dan
mencuci tangan
rumah menjaga
dengan sabun
pasien higienitas
saat menyuapi
pasien.
anak makan. Aspekri Memberi
Orangt
Saat -
Untuk
Tida
Tidak
sikoext
informasikepada
ua
datan
menjaga
k
menolak
ernal
orang tua pasien
g ke
agar
ada
untuk selalu
PKM
penyakit
menjaga
dan
yang
kebersihan
saat
diderita
lingkungan
home
pasien tidak
rumah, dan
visit
kambuh
selalu membuka
ke
jendela dan pintu rumah. Memberitahuka
lagi - Menjaga rumah higienitas pasien lingkungan
n kepada orang tua pasien tentang syarat air bersih.
-
dan pasien. Agar siklus udara dan pencahayaa
44
n rumah -
cukup. Agar syarat airbersih
Aspek Psikoso sial keluarg a
terpenuhi. Menjaga
Tida
Tidak
Keluarg home
koondisi
k
menolak
a
visit
kesehatan
ada
membawa
ke
mental dan
anaknya ke
rumah fisik
pelayanan
pasien keluarga
Menganjurkan
Seluruh
agar orangtua pasien segera
Saat
kesehatan jika
agar tetap
sakitnya
sehat. Menghindar
semakin parah
i efek kemungkina n terburuk saat Saat
bermain. Agar
Tida
Tidak
agar setelah
home
kondisi
k
menolak
sembuh pasien
visit
tubuh anak
ada
dapat
ke
tetap sehat
melakukan
rumah dan
aktifitas bermain
pasien membuat
Aspek
Menganjurkan
fungsio nal
Pasien
seperti sedia
anak lebih
kala dan tentu
aktif.
memperhatikan kebersihan anak dan kebersihan 45
lingkungan sekitar tempat anak bermain. Tabel 10. Rencana Pelaksanaan (plan Of Action)
TANGGAL
INTERVENSI,
DIAGNOSTIK
HOLISTIK,
DAN
RENCANA SELANJUTNYA Pertemuan ke 1 : 8 Februari 2016 Saat kedatangan yang pertama dilakukan beberapa hal yaitu : 1. Memperkenalkan diri dengan pasien. 2. Menjalin hubungan yang baik dengan pasien. 3. Menjelaskan maksud kedatangan dan meminta persetujuan pasien 4. Menganamnesa pasien, mulai dari identitas sampai riwayat psiko-sosioekonomi dan melakukan pemeriksaan fisik. 5. Menjelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan dan mempersiapkan alat yang akan dipergunakan. 6. Memastikan pasien telah mengerti tujuan prosedur pemeriksaan. 7. Meminta persetujuan pemeriksaan kepada pihak pasien. 8. Membuat diagnostik holistik pada pasien. 9. Mengevaluasi pemberian penatalaksanaan farmakologis. .
Anamnesa
Identifikasi permasalahan yang didapat dalam keluarga 1 Masalah dalam fungsi ekonomi dan pemenuhan kebetuhan An.SF merupakan anak tunggal masih duduk di sekolah dasar, dan ayahnya Tn.N bekerja sebagai pedagang dengan penghasilan yang cukup sehingga kebutuhan keluarga terpenuhi. Ayahnya sibuk berdagang di pasar sehingga kurang memperhatikan kesehatan anaknya. Masalah lingkungan 46
Lingkungan tempat tinggal An.SF merupakan lingkungan yang padat penduduk dan letak rumah yang satu dengan rumah yang lainnya saling menempel. An. SF jarang membuka jendela rumahnya sehingga terasa lembab. Dan juga rumah An.SF dibagian bawah terdapat kaleng-kaleng bekas yang tidak terpakai, banyaknya pakaian yang digantung serta ditumpuk yang dapat digunakan oleh nyamuk untuk berkembang biak maupun untuk bersembunyi, sanitasi di lingkungan rumah An. SF sangat buruk tidak masuk dalam lingkunagan yang sehat.
Diagnosis Holistik Untuk melakukan diagnostik holistik yang komprehensif maka diperlukan tinjauan dari beberapa aspek antara lain : 1 Aspek personal Pasien datang berobat bersama ibunya di Puskesmas Tamalate dengan keluhan demam. Hal ini dilakukan karena pasien terlihat sangat lemas dan demamnya meninggi terus-menerus. Sehingga ibu pasien khawatir bahwa demam yang dialami oleh pasien adalah bukan demam yang biasa melainkan merupakan penyakit DBD. Dengan berobat ke puskesmas pasien berharap penyakitnya dapat cepat sembuh. 2
Aspek klinik Berdasarkan hasil anamnesa yang didapatkan pasien datang dengan demam yang dialami sejak 4 hari yang lalu, demam terus-menerus, sakit kepala ada, nyeri belakang orbita ada, mual ada, muntah ada, dan dari pemeriksaan fisis didapatkan uji rumpe leede (+). Maka dari itu, dokter menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan NS1 yang ada di puskesmas dan diperoleh hasil NS1(+). Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan
3
fisik dan pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosis dengan DBD grade I. Aspek risiko internal
47
Penyakit DBD dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor internal antara lain kebiasaan pasien, dan tingkat pendidikan, dan keadaan sosial ekonomi. Dilihat dari tingkat pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan terhadap seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan. Untuk rumah An.SF disini termasuk rumah yang kurang sehat dimana jumlah ventilasi dan jumlah jendela yang tidak sesuai dengan ketentuan rumah sehat sehingga siklus udara di dalam rumah yang sangat minim dan rumah tidak mendapat pencahayaan sinar matahari yang cukup, banyaknya kaleng-kaleng dan gelas-gelas yang terdapat dibawah rumah yang dapat menampung air hujan, banyaknya pakaian yang dibiarkan tergantung dan tergeletak dilantai di dalam rumah. Dan juga kurangnya
pengetahuan
tentang
pentingnya
menjaga
kebersihan
lingkungan terutama mengenai pentingnya menguras bak mandi minimal seminggu sekali, mengubur kaleng-kaleng bekas yang mungkin bisa menjadi wadah perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti, menutup rapat wadah penampungan air dan hindari mengaggantung pakian yang akan menjadi tempat persembunyian nyamuk penyebab DBD. Kemudian melihat kondisi ekonomi yang berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi lingkungan, dan gizi. Pada keluarga An.SF karena penghasilan yang cukup, sehingga mereka dapat mendapatkan 4
asupan gizi yang baik. Aspek Resiko Faktor Eksternal Terdapatnya orang yang menderita DBD yang tinggal disekitar rumah
5
pasien. Aspek psikososial keluarga Di dalam keluarga terdapat faktor-faktor yang dapat menghambat dan mendukung kesembuhan pasien. Di antara faktor-faktor yang dapat menghambat kesembuhan pasien yaitu, kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit yang diderita pasien, serta kurangnya kesadaran keluarga
48
untuk hidup sehat. Sedangkan faktor yang dapat mendukung kesembuhan pasien yaitu, adanya dukungan dan motivasi dari anggota keluarga baik 6
secara moral dan materi untuk An.SF. Aspek fungsional Secara aspek fungsional, sekarang pasien sedikit mendapatkan kesulitan dan merasa kurang mampu dalam hal fisik dan mental untuk melakukan aktifitas di dalam maupun di luar rumah, dikarenakan kondisi tubuh pasien yang lemah.
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil studi kasus DBD yang dilakukan di layanan primer (PUSKESMAS) mengenai penatalaksanaan penderita DBD dengan pendekatan diagnose holistik, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosa menderita DBD.
2
Permasalahan yang didapat ditinjau dari beberapa fungsi diantaranya :
49
An.SF merupakan anak laki-laki yang berumur 6 tahun, dan masih duduk di sekolah dasar, hidup bersama ayah, ibu, sedangkan ayah An.N sebagai kepala keluarga bekerja sebagai pedagang dengan penghasilan yang tidak tetap. Dengan penghasilan ayah An.SF yang tidak tetap menyebabkan sulit untuk terpenuhinya kebutuhan rumah tangga. Hal ini juga menyebabkan keluarga sulit untuk memenuhi makanan yang bergizi. Lingkungan tempat tinggal An.SF merupakan lingkungan yang padat penduduk dan letak rumah yang satu dengan rumah yang lainnya saling menempel. An.SF jarang membuka jendela rumahnya sehingga terasa lembab, dan juga pekerjaan Ayah An.SF yang mengharuskan di bawah rumah An.S terdapat kaleng-kaleng bekas yang tidak terpakai dan dapat menampung air, serta kebiasaan dari anggota keluarganya sehingga 3
terdapat banyak baju yang digantung. Diagnosis Holistik (multiaksial) : -
Aspek personal
: Pasien berharap dengan datang berobat
ke PUSKESMAS maka keluhan yang dideritanya akan sembuh. -
Aspek klinik
: DBD
-
Aspek resiko internal
:
Aspek risiko internal yang didapatkan pada pasien yaitu kebiasaan, keadaan sosial ekonomi, dan lingkungan. Pendapatan cukup sehingga kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan mempengaruhi status gizi pasien. Dan jumlah ventilasi dan jumlah jendela yang tidak sesuai dengan ketentuan rumah sehat sehingga siklus udara di dalam rumah yang sangat minim dan rumah tidak mendapat pencahayaan sinar matahari yang cukup, banyaknya kaleng-kaleng bekas yang berada
50
dibawah rumah yang dikumpulkan, banyaknya baju yang -
digantung serta ditumpuk. Aspek resiko eksternal Di lingkungan tempat tinggalnya terdapat orang yang menderita
-
penyakiit yang sama yaitu DBD Aspek psikososial keluarga : Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit yang diderita pasien, serta kurangnya kesadaran keluarga untuk hidup sehat, dan keadaan sosial ekonomi yang cukup.
-
Aspek Fungsional
:
Pasien sedikit mendapatkan kesulitan dan merasa kurang mampu dalam hal fisik dan mental untuk melakukan aktifitas di dalam maupun di luar rumah, dikarenakan kondisi tubuh pasien yang lemah. 5.2.
Saran 1. Kepada anak yang menderita DBD agar selalu menjaga kesehatan, kebersihan lingkungannya dan mengatur pola makan yang baik untuk meningkatkan imunitas pasien. 2. Sebaiknya peranan keluarga dalam memelihara kesehatan dan lingkungan sehat lebih ditingkatkan lagi dalam upaya pencegahan DBD terutama pada keluarga dengan anak yang menderita DBD. 3. Sebaiknya dilakukan pencegahan penyakit DBD disekitar wilayah kerja puskesmas dengan lebih intensif, terutama saat musim hujan. 4. Promosi kesehatan kepada masyarakat di wilayah kerja puskesmas berkaitan dengan gaya hidup, sanitasi dan lingkungan sekitar akan sangat membantu dalam penanggulangan penyakit DBD. 5. Pemerintah setempat sebaiknya memberikan perhatian lebih terhadap masyarakat yang tinggal di wilayah-wilayah yang rentan terhadap serangan penyakit DBD.
51
DAFTAR PUSTAKA 1.
Hairani LK, Gambaran Epidemiologi Demam Berdarah di Indonesia. FKM UI. 2009
2.
Widoyono, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan Pemberantasannya Penyakit Tropis. EMS. Edisi kedua. 2011
3.
Wahono TD, Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan:2004
4.
Anggia SD. Gambaran Klinis Penderita Demam Berdarah Dengue yang dirawat di Bagian Ilmu penyakit dalam periode 1 Januari-31 Desember 2005. Pekanbaru,2006: 27-37
5.
Sari S, Akmal, Haskas Y. Gambaran Keberdayaan Masyarakat Berdasarkan Pengetahuan Sikap, Tindakan, Lingkunagn. ISSN Volume 4 Nomor 3 :2014
52
6.
Candra A. Demam Berdarah Dengue : Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor Risiko Penularan. Aspirator. 2010;2:110-9.
7.
Fahmi UA. Dema Berdarah Dengue di Indonesia. Buletin Jendela Epidemiologi Volume 2 Tahun 2010.
8.
Maria I, Ishal A, Selomon M. Faktor Resiko Demam Berdarah Dengue di Kota Makassar Tahun 2013. Hal 1-11.
9.
Suhendro LN, Khie Chen, Herdiman T.Pohan. Demam Beerdarah Dengue. In: Aru W.Sudoyo Bs, Idrus Alwi, Marcellus Simadribata K, Siti Setiati, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Anak. V ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p. 2773-9. 10. Frans EH. Patogenesis Infeksi Virus Dengue. FK Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. 2010.
11.
Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. Dalam Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III Edisi V. Editor : Sudoyo AW dkk. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta : 2007.
12.
Bagus Uda Palgunadi AR. Aedes Aegypti Sebagai Vektor Penyakit Demam Berdarah Dengue. FK Universitas Wijaya Kusuma.
13.
Lestari K. Epidemiologi dan pencegahan Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Farmaka. 2007 ; 5:12-29.
14.
Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. Dalam Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III Edisi VI. Editor : Sudoyo AW dkk. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta : 2014.
15.
Sanford JP. Infeksi Arbovirus dalam Harrison prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Volume 2. Jakarta : EGC, 1999 : 955-6.
53