Dodi Saputra - LP Wound Dehiscene [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN MASALAH DIAGNOSA MEDIK WOUND DEHISCENE



Disusun Oleh: DODI SAPUTRA NIM : P2003008



PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN WIYATA HUSADA SAMARINDA TAHUN AKADEMIK 2021



1. DEFINISI a. Luka dan penanganannya merupakan hal yang mendasar dalam praktek bedah. Setiap intervensi bedah akan menghasilkan sebuah luka. Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain. Tugas seorang ahli bedah adalah meminimalisir efek samping dari luka yang dibuat, menyingkirkan atau memperbaiki struktur yang rusak dan mempercepat proses penyembuhan luka untuk mengembalikan fungsi. b. Dehisensi luka adalah terbukanya kembali luka operasi pada daerah berongga maupun pada daerah kompak. Dehisensi dapat berupa terlepasnya sebagian atau keseluruhan jahitan pada kulit beserta lapisan jaringan lain. Pada daerah berongga seringkali tampak jahitan kulit masih utuh namun jahitan pada lapisan lebih dalam (lemak atau muskulatur) terlepas. Pada daerah kompak seperti ekstremitas jahitan kulit dapat terbuka sebagian atau keseluruhan dengan disertai jahitan pada jaringan subkutan sampai muskulatur. c. Dehisensi luka adalah terpisahnya lapisan-lapisan fascia pada luka operasi, hal ini merupakan komplikasi tersering dari infeksi pembedahan yang dalam. Tidak ada penyebab tunggal yang bertanggung jawab untuk dehisensi luka, kombinasi dari beberapa faktor diyakini mempengaruhi terjadinya dehisensi luka. Jika sistem pendukung penyembuhan luka gagal beroperasi sebelum terjadinya penyatuan fungsional dan struktural, maka tepi luka akan hancur. Dehisensi luka sering terjadi pada luka-luka post operasi abdomen. d. Dehisensi luka operasi abdomen adalah komplikasi berat dari luka post operasi yang sering terjadi. Dehisensi luka operasi abdomen banyak dikaitkan dengan infeksi yang terjadi pada luka post operasi. Hal ini senada dengan penelitian List, Semmelweis, Ehrlich, Flemming dan Florey, dimana mereka menyadari bahwa infeksi dari bakteri patogenlah yang sebenarnya memperlambat proses penyembuhan luka hingga dapat berakibat pada sepsis. e. Burst abdomen atau abdominal wound dehiscence adalah terbukanya tepi-tepi luka sehingga menyebabkan evirasi atau pengeluaran isi organ-organ dalam seperti usus, hal ini merupakan salah satu komplikasi post operasi dari penutupan luka di dalam perut. f.



Abdominal wound dehiscence dan hernia insisional adalah bagian yang sama dari proses kegagalan penyembuhan luka operasi. Abdominal wound dehiscence terjadi



sebelum penyembuhan kulit.



2. KLASIFIKASI Dehisensi dapat dibagi dalam dehisensi inkomplit atau parsial dan dehisensi komplit. Dehisensi disebut inkomplit bila hanya meliputi jaringan kulit atau jaringan dibawahnya dan terkadang mencapai jaringan fascia. Dehisensi dikatakan komplit apabila peritoneum juga ikut terbuka. Berdasarkan waktu terjadinya dehisensi luka operasi dapat dibagi menjadi dua: a. Dehisensi luka operasi dini : terjadi kurang dari 3 hari pasca operasi yang biasanya disebabkan oleh teknik atau cara penutupan dinding perut yang tidak baik. b. Dehisensi luka operasi lambat : terjadi kurang lebih antara 7 hari sampai 12 hari paska operasi. Pada keadaan ini biasanya dihubungkan dengan usia, adanya infeksi, status gizi dan faktor lainnya (Sjamsudidajat R, 2005)



3. FAKTOR PENYEMBUHAN LUKA Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyembuhan luka dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu faktor lokal, faktor sistemik, dan faktor teknik. Dilihat pada tabel di bawah, dari masing-masing kelompok berhubungan dengan efek penyembuhan luka, masing-masing dapat menyebabkan disrupsi, nekrosis, reduksi lokal kolagen, dan inhibisi formasi kolagen baru atau kombinasi dari ini semua. Keluaran kegagalan penyembuhan luka dapat berupa infeksi minor sampai tidak terjadi penyembuhan sama sekali, dan mayor wound dehiscence.



a. Faktor lokal •



Iskemia Iskemia adalah kurangnya suplay darah (nutrisi dan oksigenasi) ke jaringan luka dapat berupa : 1) Inadekuatnya aliran darah ke jaringan luka akibat misalnya ligasi, peripheral vascular disease, atau hipotensi generalisata. 2) Sudah ada jaringan yang nekrotik pada tepi luka sebelumnya 3) Terlalu rapat pada penutupan luka sehingga kapiler rusak pada tepi luka. Regangan yang kuat pada tepi luka sehingga mengganggu merapatnya kontraksi luka. Pada kejadian tunggal atau kombinasi dari ini semua menyebabkan penurunan aliran darah pada tepi luka. Menurunkan leukosit dan fibroblas akibat nutrisi dan oksigenasi berkurang.







Ketegangan luka Disini diharapkan aproksimasi luka yang baik sehingga posisi tepi luka bersatu dengan baik sehingga memercepat proses kolagenasi. Luka pada area gerak yang banyak akan sulit penyembuhan lukanya. Ketegangan dalam penjahitan luka juga hendaknya diperhatikan, terlalu tegang akan menimbulkan iskemia. Menarik terlalu keluar penjahitan dapat menyebabkan dead space didalam. Untuk mengantisipasi ini semua dapat digunakan grafts dan flaps (pada jaringan kulit yang banyak hilang), atau post operative splinting.







Infeksi Dengan adanya rongga (dead space) di dalam luka operasi dapat menyebabkan terkumpulnya darah (hematoma) dan cairan serous lainnya yang merupakan kultur media yang baik untuk bakteri dan merupakan predisposisi terjadinya infeksi (Surgical Site Infection) . Akibat hematoma juga hemostasis tidak adekuat, terjadi perdarahan, akibat relaksasi pembuluh darah, perdarahan lambat pada infeksi luka atau obat-obat antikoagulasi atau disseminated intravascular coaghulaphaty merupakan penyebab utama perdarahan. Selain itu bahan-bahan dari benang operasi dapat juga menjadi predisposisi terjadinya infeksi, juga persiapan pra bedah yang tidak adekuat misalnya pemberian antibiotika profilaksis.







Trauma Lokal Kerusakan jaringan tempat bekas operasi terhadap suatu benturan dapat menyebabkan iskemik parsial atau total. Hal ini menyebabkan respon radang yang hampir sama dengan sepsis dimana mengganggu proses kolagenesis. Jika demikian maka debridement diperlukan.







Faktor Penyakit Kronik Jaringan Pada keadaan seperti limfedema kronik, iskemik kronik, hipertensi venosa dan jaringan parut yang luas dapat menyebabkan penyembuhan luka yang buruk. Keadaan ini dapat dikurangi dengan teknik asidosis dan mengoptimalkan faktor- faktor lainnya.







Irradiasi Radiasi pra operasi pada penyakit-penyakit keganasan (kanker) dapat menyebabkan jeleknya penyembuhan luka operasi disebabkan oleh terjadinya fibrosis maupun mikroangiopati. Radioterapi setelah operasi juga menigkatkan kejadian kegagalan peneymbuhan luka. Pada keadaan ini pembentukan fibroblast dihambat atau terganggu.



b. Faktor sistemik Pada keadaan terjadinya gangguan sistemik maka penyembuhan luka terjadi kegagalan sintesis kolagen dan fungsi imun terganggu. Faktor-faktor sistemik itu antara lain : •



Usia/kondisi medis misal : diabetes, gagal ginjal, gagal fungsi hati, gagal nafas, imunodefisiensi, obesitas







Anemia







Pasien dengan kondisi hipoksia







Kekurangan berat badan/malnutrisi (missal : vit C, Zn, vit A, protein)







Keganasan







Penggunaan steroid.



Pada ulkus diabetikum, infeksi mudah terjadi sehingga memacu kerusakan granulositik dan kemotaksis. Kelainan lainnya yang berhubunan dengan ulkus diabetikum



seperti



memanjangnya



proses



inflamasi,



terganggunya



neovaskulaskularisasi, penurunan sintesis kolagen, peningkatan proteinase serta defek pada fungsi makrofag. Keloid dan hipertrofi jaringan parut ditandai dengan akumulasi kolagen yang



berlebihan dalam luka adalah contoh gangguan fibroproliferasi. Pada keadaan ini, abnormalitas dalam migarasi sel dan proliferasi, inflamasi, sintesis dan sekresi protein matriks ekstraseluler dan sitokin, dan remodeling matriks luka terganggu. Secara sistemis juga sebagai tambahan abnormalitas antar epidermis dan mesenkim serta regulasi gen (mutasi p53) sekarang ini telah diusulkan untuk membantu menjelaskan penyembuhan luka yang abnormal. c. Faktor teknikal Faktor ini sangat tergantung pada individual sebgai praktisi kliknik. Mencakup teknik pembedahan dan kemampuan evaluasi klinik selama perawatan luka. Semuanya itu untuk mengurangi terjadinya infeksi luka operasi yang bila berlajnut dapat menyebabkan terjadinya wound dehiscence. Tindakan asepsis antiseptic sebelum operasi memang perlu dilakukan. Dari penelitian Moen et al (2002) yaitu membandingkan pemakaian povidone iodine spray dengan teknik tradisional scrub-paints menunjukkan bahwa pemakaian povidone iodine spray sama efektifnya dengan cara tradisional yang sering digunakan. Pemakaian antibiotik profilaksis dan pasca operasi masih kontroversial. Antibiotik profilaksis pada bedah Caesar diberikan segera setelah tali pusat diklem. Adapun kriteria antibiotic profilaksis untuk pembedahan adalah sebagai berikut: •



Mempunyai spectrum yang sempit dan hanya untuk melawan kuman pathogen yang menyebabkan infeksi luka operasional.







Konsentrasi antimikrobanya cukup adekuat pada serum dan jaringan tempat dilakukan operasi.







Dapat diberikan secara bolus saat dilakukan anesthesia.







Tidak menyebabkan efek sampaing pada pemberian jangka pendek.







Tidak menyebabkan alergi







Tidak meninmbulkan interaksi dengan obat-obat yang diiberikan perioperatif.







Tidak menyebabkan resistensi kuman pada pasien.







Antibiotik yang digunakan utnuk profilasis sebaiknya bukan antibiotik untuk pilihan terapi infeksi.







Tidak mahal







Konsentrasi antimikroba harus tetap dipertahankan pada level terapeutik selama operasi sampai beberapa jam setelah menutup luka operasi.







Dosis tunggal







Jenis antibiotika harus sesuai dengan pola kuman terbanyak yang menyebabkan infeksi luka operasi.



Jenis insisi dinding abdomen juga mempengaruhi terjadinya wound dehiscence, insisi yang sering digunakan adalah longitudinal (midline=sagital) dan transversal (pfannenstiel, Maylard, supraumbilikal). Insisi transversal baik untuk kosmetik. Berdasarkan penelitian, insisi transversal 30 kali lebih kuat dari insisi longitudianal. Menurut penelitian Mowat dan Bonnar, insisi longitudinal lebih menyebabkan wound dehiscence delapan kali dibanding insisi transversal setelah bedah Caesar. Keadaan ini disebabkan di daerah linea mediana secara anatomis kurang vasskularisasinya disertai fascia (muscle sheff) lebih tebal, dan dari segi teknik untuk aproksimasi ini sisi kurang baik. Menurut Thompson, Tollefson dan Helmkamp angka kejadian eviserasi 3-5 kali lebih besar dan hernia 2-3 kali lebih sering



terjadi



pada



insisi



longitudinal.



Sementara



itu



penelitian



lain



mengindikasikan jenis jahitan pada luka yang kurang baik sehingga terjadinya wound dehiscence tersebut. Penggunaan low molecular weight heparin sebagai profilaksis terjadinya trombolik vena dan menurunkan risiko terjadinya hematom telah diteliti oleh Burrows et al dan juga Wijk FH et al, sehingga mengurangi terjadinya penyembuhan luka yang kurang baik.



4. ETIOLOGI Faktor penyebab dehisensi luka operasi berdasarkan mekanisme kerjanya dibedakan atas tiga yaitu: a. Faktor mekanik : Adanya tekanan dapat menyebabkan jahitan jaringan semakin meregang dan mempengaruhi penyembuhan luka operasi. Faktor mekanik tersebut antara lain batuk-batuk yang berlebihan, ileus obstruktif dan hematom serta teknik operasi yang kurang. b. Faktor metabolik : Hipoalbuminemia, diabetes mellitus, anemia, gangguan keseimbangan elektrolit serta defisiensi vitamin dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka. c. Faktor infeksi: Semua faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi luka operasi akan meningkatkan terjadinya dehisensi luka operasi. Secara klinis biasanya terjadi pada hari ke 6 - 9 paska operasi dengan gejala suhu badan yang meningkat disertai tanda peradangan disekitar luka. Menurut National Nosocomial Infection Surveilance System, luka operasi



dibedakan menjadi luka bersih, bersih terkontaminasi, terkontaminasi dan kotor. Infeksi luka jahitan yang terjadi dini ditandai dengan peningkatan temperatur dan terjadinya selulitis dalam waktu 48 jam setelah penjahitan. Dehisensi luka operasi akan segera terjadi jika infeksi tidak diatasi. Infeksi dini seringkali disebkan oleh streptococcus B haemolyticus. Sedangkan pada infeksi lanjut seringkali tidak disertai peningkatan temperatur dan pembentukan pus, dan terutama disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Dehisensi luka operasi abdomen dapat diakibatkan oleh faktor teknis, karakteristik pasien dan faktor lokalis. Faktor teknis meliputi kegagalan teknik penutupan luka. Karakteristik pasien dan faktor lokalis yang mempengaruhi dehisensi luka adalah malnutrisi, kadar albumin yang rendah, masalah pernapasan dan infeksi luka. Selain faktor-faktor tersebut, terdapat banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya dehisensi luka.



Faktor-faktor



tersebut



adalah



anemia,



jaundice,



uremia,



diabetes,



hipoalbuminemia, chronic obstructive pulmonary disease (COPD), malignansi, penggunaan steroid, obesitas, dan infeksi luka. Afzal S dan Bashir M.M mengemukakan hasil penelitiannya mengenai faktor resiko dehisensi luka bahwa sepsis luka merupakan satu-satunya faktor resiko yang terpenting dalam terjadinya dehisensi luka. Faktor resiko lainnya hanya berkontribusi dalam proses terjadinya infeksi. Muhammad Ayub Khan dkk dalam penelitiannya menyangkut masalah dehisensi luka pada anak-anak juga menyatakan bahwa dehisensi luka seringkali terjadi pada pasien dengan infeksi luka abdomen, peritonitis dan malnutrisi. Etiologi dan faktor risiko yang dapat menyebabkan wound dehiscence antara lain: a. Pre operasi •



Batuk







Anemia







Malnutrisi







Hypoalbumin



b. Operasi •



Tipe insisi







Jahitan luka



c. Post operasi •



Batuk







Distensi abdominal







Ascites







Vomiting







Kebocoran usus







Infeksi







Hematoma







Ketidakseimbangan elektrolit







Jaundice



5. FAKTOR RISIKO Faktor risiko terjadinya wound dehiscence dibedakan atas faktor preoperasi yang berhubungan erat dengan kondisi dan karakteristik penderita, faktor operasi yang berhubungan dengan jenis insisi dan tehnik penjahitan, serta faktor pascaoperasi (Webster et al, 2003).Faktor risiko preoperasi meliputi jenis kelamin (laki-laki lebih rentandibandingkan



wanita),



usia



lanjut



(>50



tahun),



operasi



emergensi,



obesitas,diabetes mellitus, gagal ginjal, anemia, malnutrisi, terapi radiasi dan kemoterapi, keganasan, sepsis, penyakit paru obstruktif serta pemakaian preparat kortikosteroid jangka panjang (Afzal, 2008; Spiloitis et al , 2009;Makela, 2005; Singh, 2009).Faktor risiko operasi antara lain : a. Jenis insisi : Tehnik insisi mediana lebih rentan untuk terbuka daripadatransversal dikarenakan arah insisinya yang non anatomik, sehingga arah kontraksi otot-otot dinding perut berlawanan dengan arah insisisehingga akan meregangkan jahitan operasi. b. Cara penjahitan : Pemilihan tehnik penutupan secara lapis demi lapis juga berperan dalam terjadinya komplikasi ini. Tehnik ini di satu sisi memiliki keuntungan yaitu mengurangi kemungkinan perlengketan jaringan, namun di sisi lain mengurangi efektifitas dan kekuatannya(Afzal, 2008; Spiloitis et al, 2009; Makela J, 2005). c. Tehnik penjahitan : tekhnik penjaitan terputus cenderung lebih amandaripada tekhnik penjaitan kontinyu. d. Jenis benang : Pemakaian benang chromic catgut juga dapat menjadisuatu perhatian khusus, dikarenakan kecepatan penyerapannya oleh tubuh sering kali tidak dapat diperkirakan (Afzal, 2008; Spiloitis et al,2009; Makela J, 2005) Sedangkan faktor-faktor pascaoperasi yang dapat meningkatkanterjadinya dehisensi luka antara lain: a. Peningkatan tekanan intra abdomen misalnya batuk, muntah, ileusdan retensio urin. Tekanan intra abdominal yang tinggi akan menekan otot-otot dinding



abdomen sehingga akan teregang. Regangan otot dinding abdomen iniah yang akan menyebabkan berkurangnya kekuatan jahitan bahkan pada kasus yang berat akan menyebabkan putusnya benang pada jahitan luka operasi dan keluarnya jaringan dalam rongga abdomen. b. Perawatan pascaoperasi yang tidak optimalPerawatan luka pasca operasi yang tidak optimal memudahkan terjadinya infeksi pada luka sehingga memudahkan pula terjadinyadehisensi luka operasi. c. Nutrisi pascaoperasi yang tidak adekuat. Asupan nutrisi yang tidak adekuat terutama protein salah satunya akan menyebabkan hipoalbuminemia, keadaan ini akan mengurangi sintesa kolagen yang merupakan bahan dasar penyembuhan luka. Defisiensi tersebut akan mempengaruhi proses fibroblasi dan kolagenisasi yang merupakan proses awal penyembuhan luka. d. Terapi radiasi dan penggunaan obat antikanker : radiasi pasca operasi dapat menyebaban buruknya penyembuhan luka operasi karena terjadinya fibrosis dan mikroangiopati (Afzal, 2008; Spiloitis et al,2009; Makela J, 2005).



6. MANIFESTASI KLINIK Dehisensi luka seringkali terjadi tanpa gejala khas, biasanya penderita sering merasa ada jaringan dari dalam rongga abdomen yang bergerak keluar disertai keluarnya cairan serous berwarna merah muda dari luka operasi (85% kasus). Pada pemeriksaan didapatkan luka operasi yang terbuka. Terdapat pula tanda-tanda infeksi umum seperti adanya rasa nyeri, edema dan hiperemis pada daerah sekitar luka operasi, dapat pula terjadi pus atau nanah yang keluar dari luka operasi (Anonim, 2008; Sjamsudidajat R,2005).Biasanya dehisensi luka operasi didahului oleh infeksi yang secara klinis terjadi pada hari keempat hingga sembilan pascaoperasi. Penderita datang dengan klinis febris, hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan jumlah leukosit yang sangat tinggi dan pemeriksaan jaringan di sekitar lukaoperasi didapatkan reaksi radang berupa kemerahan, hangat, pembengkakan, nyeri, fluktuasi dan pus. a. Dehiscence biasanya ditunjukkan pada 7-14 hari setelah operasi b. Ketegangan atau perpindahan struktur c. Pasien sering menunjukkan “sensasi penyobekan” atau merasakan sesuatu yang pernah diberikan d. Terlihat serosa tidak berfungsi dari luka. Itu terlihat lebih dari 85 % dari masalah



7. PATOFISIOLOGI Burst Abdomen bisa disebabkan oleh faktor pre operasi, operasi dan post operasi. Pada faktor pre operasi, hal-hal yang berpengaruh dalam factor pre operasi ini adalah usia,kebiasaan merokok, penyakit diabetes mellitus, dan malnutrisi. Pada umur tua otot dinding rongga perut melemah. Sejalan dengan bertambahnya umur, organ dan jaringan tubuh mengalami proses degenerasi. Kejadian tertinggi burst abdomen sering terjadi pada umur > 50-65 tahun. Selain itu adanya anemia, hypoproteinaemia, dan beberapa kekurangan vitamin bisa menyebabkan terjadinya burst abdomen. Hemoglobin menyumbang oksigen untuk regenerasi jaringan granulasi dan penurunan tingkat hemoglobin mempengaruhi penyembuhan luka. Kebiasaan merokok sejak muda menyebabkan batuk-batuk yang persisten, batuk yang kuat dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen. Penyakit-penyakit tersebut tentu saja amat sangat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh sehingga akan mengganggu proses penyembuhan luka operasi. Hypoproteinemia adalah salah satu faktor yang penting dalam penundaan penyembuhan, seseorang yang memiliki tingkat protein serum di bawah 6 g / dl. Untuk perbaikan jaringan, sejumlah besar asam amino diperlukan.VitaminC sangat penting untuk memperoleh kekuatan dalam penyembuhan luka.Kekurangan vitamin C dapat mengganggu penyembuhan dan merupakan predisposisi kegagalan luka. Kekurangan vitamin C terkait dengan delapan kali lipat peningkatan dalam insiden wound dehiscence. Seng adalah co-faktor untuk berbagai proses enzimatik dan mitosis. Untuk faktor operasi, tergantung pada tipe insisi, penutupan sayatan, penutupan peritoneum, dan jahitan bahan. Kontraksi dari dinding abdomen menyebabkan tekanan tinggi di daerah lateral pada saat penutupan. Pada insisi midline, ini memungkinkan menyebabkan bahan jahitan dipotong dengan pemisahan lemak transversal.Dan sebaliknya, pada insisi transversal, lemak dilawankan dengan kontraksi.Otot perut rektus segmental memiliki suplai darah dan saraf. Jika irisan sedikit lebih lateral, medial bagian dari otot perut rektus mendapat denervated dan akhirnya berhenti tumbuh. Ini menciptakan titik lemah di dinding dan pecah perut. Faktor post operasi terdiri dari peningkatan dari tekanan intra-abdominal yang menyebabkan suatu kelemahan mungkin disebabkan dinding abdominal yang tipis atau tidak cukup kuatnya pada daerah tersebut, dimana kondisi itu ada sejak atau terjadi dari proses perkembangan yang cukup lama, pembedahan abdominal dan kegemukan. Dapat dipicu juga jika mengangkat beban berat, batuk dan bersin yang



kuat, mengejan akibat konstipasi.Terapi radiasi dapat mengganggu sintesis protein normal, mitosis, migrasi dari faktor peradangan, dan pematangan kolagen. Antineoplastik agents menghambat penyembuhan luka dan luka penundaan perolehan dalam kekuatan tarik.



8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK a. Tes BGA (Darah lengkap) b. Hemoglobin, serum protein, gula darah, serum kreatinin, dan urea. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit), peningkatan sel darah putih, dan ketidakseimbangan elektrolit. c. Sinar X abdomen Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya tinggi kadar gas dalam usus atau obstruksi usus.



9. PENATALAKSANAAN MEDIS Penatalaksanaan Wound Dehiscence dibedakan menjadi penatalaksanaan non operatif atau konservatif dan penatalaksanaan operatif tergantung atas keadaan umum penderita. a. Penanganan Nonoperatif/ Konservatif Penanganan non operatif diberikan kepada penderita yang sangat tidak stabil dan tidak mengalami eviserasi.Hal ini dilakukan dengan penderita berbaring di tempat tidur dan menutup luka operasi dengan kassa steril atau pakaian khusus steril.Penggunaan



jahitan



penguat



abdominal



dapat



dipertimbangkan



untuk



mengurangi perburukan luka operasi terbuka (Anonim, 2008; Ismail, 2008). Selain perawatan luka yang baik, diberikan nutrisi yang adekuat untuk mempercepat penutupan kembali luka operasi.Diberikan pula antibiotik yang memadai untuk mencegah perburukan dehisensi luka (Singh, 2008; Ismail, 2008). b. Penanganan Operatif Penanganan operatif dilakukan pada sebagian besar penderita dehisensi. Ada beberapa jenis operasi yang dilakukan pada dehisensi luka yang dilakukan antara lain rehecting atau penjahitan ulang luka operasi yang terbuka, mesh repair, vacuum pack, abdominal packing, dan Bogota bag repair (Sukumar, 2004). Jenis operasi rehecting atau penjahitan ulang paling sering dilakukan hingga saat ini.Tindakan ini dilakukan pada pasien dengan keadaan stabil, dan penyebab



terbukanya luka operasi murni karena kesalahan tekhnik penjahitan (Sukumar, 2004). Pada luka yang sudah terkontaminasi dilakukan tindakan debridemen terlebih dahulu sebelum penutupan kembali luka operasi.Dalam perencanaan jahitan ulangan perlu dilakukan pemeriksaan yang baik seperti laboratorium lengkap dan foto throraks.Selain penjahitan ulang dilakukan pula tindakan debridement pada luka (Spiloitis et al, 2009; Sjamsudidajat, 2005). Tindakan awal yang dilakukan adalah eksplorasi melalui dehisensi luka jahitan secara hati-hati dan memperlebar sayatan jahitan lalu mengidentifikasi sumber terjadinya dehisensi jahitan. Tindakan eksplorasi dilakukan dalam 48 ± 72 jam sejak diagnosis dehisensi luka operasi di tegakkan. Tehnik yang sering digunakan adalah dengan melepas jahitan lama dan menjahit kembali luka operasi dengan cara satu lapisan sekaligus. Pemberian antibiotik sebelum operasi dilakukan, membebaskan omentum dan usus di sekitar luka.Penjahitan ulang luka operasi dilakukan secara dalam, yaitu dengan menjahit seluruh lapisan abdomen menjadi satu lapis.Pastikan mengambil jaringan cukup dalam dan hindari tekanan berlebihan pada luka. Tutup kulit secara erat dan dapat dipertimbangkan penggunaan drain luka intraabdominal. Jika terdapat tanda- tanda sepsis akibat luka, buka kembali jahitan luka operasi dan lakukan perawatan luka operasi secara terbuka dan pastikan kelembaban jaringan terjaga (Anonim, 2008; Ismail, 2008; Spiloitis, 2009). Prinsip pemilihan benang untuk penjahitan ulang adalah benang monofilament nonabsorbable yang besar. Penjahitan dengan tehnik terputus sekurangnya 3 cm dari tepi luka dan jarak maksimal antar jahitan 3 cm, baik pada jahitan dalam ataupun pada kulit.Jahitan penguat dengan karet atau tabung plastic lunak (5-6cm) dapat dipertimbangkan guna mengurangi erosi pada kulit. Jangan mengikat terlalu erat.Jahitan penguat luar diangkat setidaknya setelah 3 minggu (Anonim, 2008; Ismail, 2008). Selain Rehecting, banyak tekhnik yang dilakukan untuk menutup dehisensi luka secara sementara maupun permanen. Metode yang biasa dilakukan antara lainmesh repair, yaitu penutupan luka dengan bahan sintetis yaitu mesh yang berbentuk semacam kasa halus elastis yang berfungsi sebagai pelapis pada jaringan yang terbuka tersebut dan bersifat diserap oleh tubuh. Namun mesh repair menimbulkan angka komplikasi yang cukup tinggi. Dilaporkan terdapat sekitar 80% pasien dengan mesh repair mengalami komlplikasi dengan 23% mengalami enteric fistulation (Sukumar, 2004).



Selain itu digunakan pula vacuum pack. Tekhnik ini menggunakan sponge steril untuk menutup luka operasi yang terbuka kembali setelah itu ditutup dengan vacuum bag dengan sambungan semacam suction di bagian bawahnya. Tekhnik lain yang digunakan adalah Bogota bag. Tekhnik ini dilakukan pada dehisensi yang telah mengalami eviserasi.Bogota bag adalah kantung dengan bahan dasar plastik steril yang merupakan kantong irigasi genitourin dengan daya tampung 3 liter yang digunakan untuk menutup luka operasi yang terbuka kembali.Plastik ini dijahit ke kulit atau fascia pada dinding abdomen anterior (Sukumar, 2004).



Penatalaksanaan Keperawatan Perawatan luka steril dilakukan dan bila terdapat eviserasi pada area dehisensi tersebut, perawat tidak diperkenankan untuk mengembalikan organ yang keluar tersbut secara paksa ke dalam abdomen. Selanjutnya perawat harus memantau tandatanda vital pasien dan mengedukasi keluarga untuk mendampingi terutama mengenai hal-hal yang perlu dilakukan saat pasien memenuhi kebutuhan dasar.



10. PENCEGAHAN Pencegahan dehisensi pada luka operasi dapat dilakukan dengan cara mengenali dengan baik dan sedini mungkin faktor-faktor risiko yang dimiliki penderita, penggunaan tehnik operasi/penjahitan yang tepat, cara penjahitan dan perawatan luka setelah penjahitan yang baik. Penanganan pada penderita dehisensi luka operasi adalah dengan mengobati penyebab dari dehisensi yang terjadi. Prinsip dasarnya adalah dengan melakukan perawatan luka dengan baik. Pengetahuan akan faktor penyebab dehisensi



luka



(mekanik,



metabolik



dan



infeksi)



sangat



berperan



dalam



pencegahannya. Koreksi terhadap faktor penyebab tersebut akan sangat bermakna dalam keberhasilan pencegahan dehisensi luka operasi. Pada kasus risiko tinggi, pemberian antibiotik dapat diberikan sebelum tindakan dan diet tinggi kalori dan protein dapat memberikan arti klinis yang sangat bermakna.



11. ASUHAN KEPERAWATAN PENGKAJIAN A. Kondisi luka 1) Warna dasar luka •



Slough (yellow)







Necrotic tissue (black)







Infected tissue (green)







Granulating tissue (red)







Epithelialising (pink)



2) Lokasi ukuran dan kedalaman luka 3) Eksudat dan bau 4) Tanda-tanda infeksi 5) Keadaan kulit sekitar luka : warna dan kelembaban 6) Hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung B. Status nutrisi klien : BMI, kadar albumin C. Status vascular : Hb, TcO2 D. Status imunitas: terapi kortikosteroid atau obat-obatan immunosupresan yang lain E.



Penyakit yang mendasari : diabetes atau kelainan vaskularisasi lainnya



Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan dehisensi luka antara lain: a. Nyeri akut berhubungan dengan terbukanya luka operasi. b. Pola napas tidak teratur berhubungan dengan nyeri. c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan menurun d. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan proses invasif pada abdomen e. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan dan peningkatan terhadap pajanan.



Intervensi Keperawatan Diagnosa



Tujuan dan Kriteria



Intervensi



Hasil Nyeri



dilakukan •



Setelah intervensi



keperawatan



Kaji tingkat nyeri yang dirasakan oleh pasien,



maka nyeri yang dirasakan



lokasi



klien berkurang



( skala 1-10). •



dan intensitas



Kaji tanda-tanda vital, perhatikan tachikardi, hipertensi, dan



peningkatan pernapasan. •



Berikan informasi mengenai sifat ketidaknyamanan, sesuai kebutuhan.







Dorong penggunaan tehnik relaksasi, misalnya latihan napas dalam, bimbingan imajinasi, visualisasi.







Kolaborasikan untuk pemberian obat analgesic yang sesuai.



Ketidakefektifan Pola Nafas Setelah intervensi



dilakukan







keperawatan



Observasi frekuensi dan kedalaman pernapasan,



maka pola nafas klien



pemakaian otot bantu



efektif:



pernapasan, perluasan







Pasien







Bunyi nafas tambahan



tau pernapasan cuping



tidak ada



hidung, warna kulit dan



Pasien tidak



aliran udara.







bebas dari



menunjukan otot



tandarongga tandadada, hipoksia retraksi







bantu pernafasan



Berikan



tambahan



oksigen sesuai kebutuhan •



Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam







Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan







Ketidakseimbangan Nutrisi



Setelah dilakukan



Kolaborasikan dengan



Kurang dari Kebutuhan



intervensi keperawatan



ahligizi untuk



Tubuh



maka nutrisi klien seuai



memberikan diet TKTP







dengan kebutuhan



Diskusikan dengan







Nafsu







Intake kalori sesuai



kebutuhan stimulus



dengan kebutuhan



nafsu makan, makanan



klien



pelengkap, atau



makan



pasien dokter meningkat tentang



kemungkinan pemberia makanan melalui selang •



Dukung anggota keluarga untuk membawa







makanan kesukaan pasien dengan tetap memperhatikan status kesehatan pasien







Berikan edukasi kepada pasie tentang pentingnya asupan nutrisi yang adekuat untuk membantu proses enyembuhan pasien







Lakukan pemeriksaan BB



• Kerusakan Integritas



Setelah



Jaringan



dilakukan •



intervensi keperawatan maka



integritas •



jaringan klien baik : • •



secara teratur Lakukan perawatan luka secara teratur Ajarkan perawatan luka insisi



pembedahan,



Terbebas dari adanya



termasuk tanda dan



lesi jaringan



gejala infeksi, cara



Luka tertutup



untuk mempertahankan luka insisi tetap kering dan mengrangi stress pada insisi







Buang debris dan bekas luka yang merekat







Konsultasikan pada ahli gizi tentang makanan tinggi protein, mineral, kalori dan vitamin







Posisikan pasien untuk menghindari ketegangan pada luka, jika diperlukan







Pantau secara teratur kondisi luka pasien



Risiko Infeksi



dilakukan •



Setelah



intervensi keperawatan



sterilisasi dan rosedur



maka



atau kebijakan aseptik.



klien



terbebas •



dari infeksi: •



Pasien



terbebas



dari







Pasien



Uji bahwa pembersihan kulit post operasi telah



tanda dan gejala infeksi •



Kontrol infeksi,



dilakukan.



menunjukan •



Sediakan pembalut yang



higiene pribadi adekuat



steril.



Melaporkan tanda dan •



Kolaborasikan untuk



gejala infeksi



melakukan irigasi luka yang banyak, misalnya air, antibiotic atau analgesic. •



Kolaborasikan untuk pemberian antibiotik



DAFTAR PUSTAKA



Afzal S, Bashir M. 2008. Determinants of Wound Dehiscence in Abdominal Surgery in Public Sector Hospital. Department of Community Medicine, King Edward Medical University Lahore . Annals 14:3



Ismail.



2008.



Luka



dan



Perawatannya.



Diakses



Desember



2011



dari



:



http://umy.ac.id/topik/files/2011/12/Merawat-luka.pdf



Makela J, Kiviniemi H, Juvonen T, et al. 2005. Factors influencing wound dehiscence after midline laparotomy. American journal of surgery. 170 (4): 387-390



Singh, Abhijit. 2009. Case Report: Spontaneous scar dehiscence of a repaired bladder rupture in a 5 yr old girl – a case study. Resident Medical Officer, Max Heart and Vascular Institute, Saket, New Delhi, India. Cases Journal 1:363



Sjamsudidajat R, De Jong W. 2005. Luka Operasi. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta



Spiloitis J, Tsiveriotis K, Datsis A, et al. 2009. Wound dehiscence: is still a problem in the 21th century: a retrospective study. World Journal of Emergency Surgery 4:12



Sukumar N, Shaharin S, Razman J, et al.Bogota Bag in the Treatment of Abdominal Wound Dehiscence.Medical Journal Malaysia. 59:2



Webster C, Neumayer L, Smout R, et al. 2003. Prognostic models of abdominal wound dehiscence after laparotomy. Journal of Surgical Research. 109 (2): 130-137