003 Bab I Isi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I ISI



1.1.



Pengertian Kala III Persalinan Kala III persalinan adalah periode yang dimulai segera setelah bayi lahir



sampai lahirnya plasenta secara lengkap. Disebut juga sebagai kala uri, yang terdiri dari 2 fase yaitu : (a) melepasnya plasenta dari implantasinya pada dinding uterus (b) Pengeluran plasenta dari dalam kavum uteri (Prawirohardjo, 2001). 1.2.



Fisiologi Kala III Persalinan Pada kala III persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti



berkurangnya ukuran rongga uterus secara tiba-tiba setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran rongga uterus ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat implantasi plasenta, karena tempat implementasi menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah, maka plasenta akan menekuk, menebal kemudian dilepaskan dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun kebagian bawah uterus atau bagian atas vagina (JNPK-KR, 2004). 1.3. Tanda-tanda Pelepasan Plasenta Tanda-tanda lepasnya plasenta mencakup beberapa hal seperti: 1. Perubahan bentuk dan Tinggi fundus Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh (diskoid) dan tinggi fundus biasanya turun hingga dibawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus menjadi bulat dan fundus diatas pusat (sering sekali mengarah ke sisi kanan). 2. Tali Pusat memanjang Tali pusat terlihat keluar memanjang atau terjulur melalui vulva dan vagina (tanda ahfeld). 1



2



3. Semburan darah tiba-tiba Darah yang terkumpul dibelakang plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar dan dibantu oleh gaya grafitasi. Semburan darah yang tiba-tiba menandakan bahwa darah yang terkumpul diantaranya tempat melekatnya plasenta dan permukaan maternal plasenta (darah retroplasenter), keluar tepi plasenta yang terlepas (JNPK-KR, 2004). 1.4. Retensio Plasenta Perlu dibedakan antara retensio plasenta dengan sisa plasenta (rest placenta). Dimana retensio plasenta adalah plasenta yang belum lahir seluruhnya dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post partum sekunder. Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang. Plasenta belum lepas dari dinding uterus bisa karena: 1. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta adhesiva) 2. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium. Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan tidak adanya usaha untuk melahirkan, atau salah penanganan kala tiga, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta. 1.5. Metode Pengeluaran Plasenta Ada dua metode untuk mengeluarkan plasenta, yaitu dijelaskan oleh Schultze dan Matthews Duncan (Widyastuti, 2002) : a. Metode Schulze Pelepasan plasenta mulai dari pertengahan, sehingga plasenta lahir diikuti oleh pengeluaran darah (Manuaba,1998).



3



Metode yang lebih umum terjadi, plasenta terlepas dari suatu titik pusat dan merosot ke vagina melalui lubang dalam kantung amnion, permukaan fetal plasenta muncul pada vulva dengan selaput ketuban yang mengikuti di belakang seperti payung terbalik saat terkelupas dari dinding uterus. Permukaan maternal plasenta tidak terlihat, dan bekuan darah berada dalam kantong yang terbalik, kontraksi dan retraksi otot uterus yang menimbulkan pemisahan plasenta juga menekan pembuluh darah dengan kuat dan mengontrol perdarahan. Hal tersebut mungkin terjadi karena ada serat otot oblikdi bagian atas segmen uterus (Widyastuti, 2002). b. Metode Matthews Duncun Pelepasan plasenta dari daerah tepi sehingga terjadi perdarahan dan diikuti pelepasan plasentanya (Manuaba, 1998). Plasenta turun melalui bagian samping dan masuk ke vulva dengan pembatas lateral terlebih dahulu, seperti kancing yang memasuki lubang baju. Bagian plasenta tidak berada dalam kantung. Pada metode Matthews Duncan ini kemungkinan terjadinya bagian selaput ketuban yang tertinggal lebih besar karena selaput ketuban tersebut tidak terkelupas semua selengkap metode Schultze. Metode ini adalah metode yang berkaitan dengan plasenta letak rendah didalam uterus. Proses pelepasan berlangsung lebih lama dan darah yang hilang sangat banyak karena hanya ada sedikit serat oblik di bagian bawah segmen (Widyastuti, 2002). Beberapa cara untuk mengetahui apakah plasenta telah lepas dari tempat implantasinya yaitu dipakai beberapa perasat antara lain: 1. Perasat Kustner Tangan kanan merengangkan atau menari sedikit tali pusat. Tangan kiri menekan darah diatas simfisis. Bila tali pusat masuk kembali ke dalam vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus. Bila tetap dan tidak masuk kembali kedalam vagian, berarti plasenta lepas dari dinding uterus. Perasat ini hendaknya dilakukan secara hati-hati, apabila hanya sebagian plasenta terlepas, perdarahan banyak akan dapat terjadi (Prawirohardjo, 2002).



4



2. Perasat Strassman Tangan kanan meregangkan dan menarik sedikit tali pusat. Tangan kiri mengetok-ngetok fundus uteri. Bila terasa getaran pada tali pusat yang diregangkan, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus. Bila tidak terasa getaran,berarti telah lepas dari dinding uterus (Prawirohardjo, 2002). 3. Perasat Klien Wanita tersebut disuruh mengedan. Tali pusat tampak turun kebawah, mengedannya dihentikan dan tali pusat masuk kembali kedalam vagian berarti plasenta telah lepas dari dinding uterus (Prawirohardjo, 2002). 4. Perasat Crede Dengan cara memijat uterus seperti memeras jeruk agar plasenta lepas dari dinding uterus hanya dapat di pergunakan bila terpaksa misalnya pendarahan. Perasat ini dapat mengakibatkan kecelakaan perdarahan post partum (Prawirohardjo, 2002). Kecelakaan perdaraan pada post partum yang berhubungan dengan Perasat Crede dapat disebabkan oleh tiga hal yaitu: a. Kesalahan teknik dalam melaksanakan Perasat Crede b. Atonia uteri, jika uterus tidak berkontraksi dan dilakukan Perasat Crede akan terjadi Inversio Uteri.



{akan terjadi pula PPH (Post Partum



Hemorraghe) karena pembuluh darah dalam keadaan terbuka atau vasodilatasi kemudian dilakukan perasat crede maka akan memudahkan darah keluar dari PD. Sedangkan keadaan kontraksi uterus akan menegangkan pembuluh darah uterus yang berjalan diantara anyaman serabut miometrium sehingga menghentikan darah yang mengalir melalui ujung–ujung arteri di tempat implantasi plasenta dan mendorong plasenta terlepas dari tempat implantasinya}. c. Tenaga yang ekstra atau berlebihan, perasat Crede yang berlebihan untuk mengeluakan plasenta dapat menyebabkan Prolaps Uteri. Prolaps uteri terjadi karena kelemahan ligamen endopelvik terutama ligamentum tranversal dapat dilihat pada nullipara dimana terjadi elangosiokoli disertai prolapsus uteri tanpa sistokel tetapi ada enterokel. Pada keadaan ini fasia



5



pelvis kurang baik pertumbuhannya dan kurang ketegangannya. Kelemahan ligamentum transversal ditambah pelaksanaan Perasat Crede yang berlebihan bisa menyebabkan serviks uteri keluar dari vulva (Prolaps Uteri), ini menggangu penderita waktu berjalan dan bekerja. Gesekan portio uteri oleh celana menimbulkan lecet sampai luka dan dekubitus pada portio uteri. 1.6.



Perasat Crede’



1. Indikasi Pelaksanaan Perasat Crede yaitu : • Retensio Plasenta Perasat Crede’ bermaksud untuk melahirkan plasenta yang belum terlepas (retensio plasenta). • Perdarahan 2. Kontra Indikasi • Perasat Crede tidak boleh dilakukan pada ibu yang mengalami atonia uteri karena dapat menyebabkan Inversio Uteri 3. Syarat Pelaksanaan Perasat Crede Syarat melaksanakan perasat crede yaitu uterus berkontraksi baik dan vesika urinaria maupun rektum dalam keadaan kosong. a. Uterus berkontraksi baik. Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik dan tetap dilakukan Perasat Crede akan timbul Inversio Uteri yaitu fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Inversio Uteri terjadi dalam beberapa tingkatan, mulai dari bentuk ekstrem berupa terbaliknya terus sehingga bagian dalam fundus uteri keluar melalui servik dan berada diluar seluruhnya. Selain itu, dapat pula menimbulkan PPH (Post Partum Hemorraghe). Kontraksi yang baik dapat diketahui melalui palpasi pada uterus, yaitu akan teraba keras seperti tripleks. Kontraksi uterus akan menegangkan pembuluh darah uterus yang berjalan diantara anyaman serabut miometrium sehingga menghentikan



6



darah yang mengalir melalui ujung–ujung arteri di tempat implantasi plasenta dan mendorong terlepasnya plasenta. b. Vesika urinaria maupun rektum kosong. Status vesika urinaria dan atau rektum yang penuh akan menghambat proses persalinan, termasuk Kala III. Oleh karena itu, vesika urinaria dan atau rektum yang penuh harus dikosongkan terlebih dahulu. Pengosongan vesika urinaria dapat dilakukuan dengan kateterisasi. Sedangkan pengosongan rektum dapat dilakukan dengan pemberian obat suppositoria ataupun laksatif (pencahar). Gambar 1.1 Perasat Crede



4. Teknik Pelaksanaan Perasat Crede • Fundus uterus dipegang oleh tangan kanan sedemikian rupa, sehingga ibu jari terletak pada permukaan depan uterus sedangkan jari lainnya pada fundus dan permukaan belakang. Setelah uterus dengan rangsangan tangan berkontraksi baik, maka uterus ditekan ke arah jalan lahir. Gerakan jari-jari seperti meremas jeruk. Perasat Crede’ tidak



7



boleh dilakukan pada uterus yang tidak berkontraksi karena dapat menimbulkan inversion uteri. • Perasat Crede’ dapat dicoba sebelum meningkat pada pelepasan plasenta secara manual. Plasenta dikeluarkan dengan melakukan Tindakan Manual bila terjadi : 1. Perdarahan lebih dari 400cc sampai 500cc 2. Terjadi Retensio Plasenta, khususnya Adhesiva yaitu plasenta berimplantasi di desidua endometrium yang lebih dalam, mendekati miometrium. 3. Bersamaan dengan tindakan yang disertai dengan narkosa 4. Terdapat anamnesa perdarahan habitualis 5. Profilaksis Inversio Uteri Pelaksanaan Perasat Crede untuk melahirkan plasenta harus memperhatikan : 1) Tanda plansenta telah lepas Seperti yang telah disebutkan di atas tadi, tanda plasenta telah lepas yaitu : a. Perubahan bentuk dan Tinggi fundus b. Tali Pusat memanjang c. Semburan darah tiba-tiba 2) Uji plasenta lepas menurut Kussner, Klein, Strassman, Manuaba a. Kussner



:



• Tali pusat dikencangkan • Tangan ditekankan diatas simphisis, bila tali pusat masuk kembali berarti plasenta belum lepas b. Klein



:



• Ibu disuruh mengejan sehingga tali pusat ikut serta turun atau memanjang. • Bila mengejan dihentikan dapat terjadi :  Tali pusat tertarik kembali, berarti plasenta belum lepas  Tali pusat tetap ditempat, berarti plasenta sudah lepas c. Strassman :



8



• Tali pusat dikencangkan dan rahim diketok-ketok, bila getarannya sampai tali pusat berarti plasenta belum lepas d. Manuaba



:



Tangan kiri memegang uterus pada segmen bawah rahim, sedangkan tangan kanan memegang dan mengencangkan tali pusat. Kedua tangan ditarik berlawanan, dapat terajdi :  Tarikan terasa berat dan tali pusat tidak memanjang, berarti plasenta belum lepas  Tarikan terasa ringan (mudah) dan tali pusat memanjang, berarti plasenta telah lepas 3) Laksanakan Perast Crede setelah uterus/rahim kontraksi kuat, guna mencegah terjadinya Inversio Uteri 1.7.



Perdarahan Pasca Salin a. Definisi Perdarahan post partum didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih



darah setelah anak lahir. Pritchard dkk mendapatkan bahwa sekitar 5% wanita yang melahirkan pervaginam kehilangan lebih dari 1000 ml darah. b. Klasifikasi Klasifikasi perdarahan postpartum : 1. Perdarahan post partum primer / dini



(early postpartum



hemarrhage), yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retention plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama 2. Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage), yaitu-perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama. c. Etiologi Etiologi dari perdarahan post partum berdasarkan klasifikasi di atas, adalah : •



Etiologi perdarahan postpartum dini :



9



1. Atonia uteri —Faktor predisposisi terjadinya atoni uteri adalah : •



Umur yang terlalu muda / tua







Prioritas sering di jumpai pada multipara dan grande mutipara







Partus lama dan partus terlantar







Uterus terlalu regang dan besar misal pada gemelli, hidromnion / janin besar







Kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couveloair pada solusio plasenta







2.



Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi Laserasi Jalan lahir : robekan perineum, vagina serviks, forniks dan rahim. Dapat menimbulkan perdarahan yang banyak apabila tidak segera di reparasi.



3. Hematoma Hematoma yang biasanya terdapat pada daerah-daerah yang mengalami laserasi atau pada daerah jahitan perineum. 4. Lain-lain —Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus, sehingga masih ada pembuluh darah yang tetap terbuka, Ruptura uteri, Inversio uteri •



Etiologi perdarahan postpartum lambat : 1. Tertinggalnya sebagian plasenta 2. Subinvolusi di daerah insersi plasenta 3. Dari luka bekas seksio sesaria



d. Pencegahan dan Penanganan Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum adalah memimpin kala II dan kala III persalinan secara lega artis. Apabila persalinan diawasi oleh seorang dokter spesialis obstetrik



dan



ginekologi



ada



yang



menganjurkan



untuk



10



memberikan suntikan ergometrin secara IV setelah anak lahir, dengan tujuan untuk mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi. —Penanganan umum pada perdarahan post partum : •



Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)







Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman



(termasuk



upaya



pencegahan



perdarahan



pasca



persalinan) •



Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang persalinan) dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung).







Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat







Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi







Atasi syok







Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukam pijatan uterus, berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit.







Pastikan



plasenta



telah



lahir



dan lengkap,



eksplorasi



kemungkinan robekan jalan lahir. •



Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.







Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output cairan







1.8.



Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik.



Penjepitan Arteri Uterina Cara Henkel a. Tujuan Tujuan untuk menjepit arteri uterina sehingga perdarahan berhenti. b. Indikasi Terjadi perdarahan pasca salin. c. Kontra Indikasi Tidak ada. d. Komplikasi Metode Henkel



11



1. Ikut terjepit ureter 2. Tampak produksi urin minimal atau sama sekali tidak ada. e. Langkah Penjepitan Arteri Uterina Cara Henkel a) Bibir servik atas dan bawah dijepit dengan tenokulum b) Tarik curam kebawah sehingga parametrium sekitar servik tampak c) Untuk menjepit uterin kanan,arahkan tenakulum kearah kiri,dan jepitlah forniks-parametrium dengan kelly panjang d) Selanjutnya dilakukan pada forniks –parametrium kontralateral e) Klem kelly dipertahankan sekitar 12-24jam sampai perdarahan dan keadaan umum penderita dapat diatasi Gambar 1.2 Langkah 1 Cara Henkel



Gambar 1.3 Langkah 2 Cara Henkel



Gambar 1.4 Langkah 3 Cara Henkel



12



Gambar 1.5 Langkah 4 Cara Henkel



Gambar 1.6 Langkah 5 Cara Henkel