1672 - Sismologi Teknik & Rekayasa Kegempaan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

sEtsfiioroot rEKlill( & REKAYASA KEOETNPAAN



f;if: 0.1



o [.1+*



1



10



'



perlormance point



dr



40,3529 Sd =75,1524mm



Performance Based Seismic Design (pBSD) inside!



uvfv'r3dvrvl.snd



U



B$B:[g{EoA 'urseuopul tuelsl s?lrsJellun



(XUenf) uuedue8ey use,(e4eg ueure feuuyq reseg nm5



T IIdIS {lrn[eJ ussrunf



oruoJlrpoJt^ ed opoplM



twdtrfl0ill uluffiHu



[]illulil l00r0t{!ll!



SEISMOLOGI TEKNIK & REKAYASA KEGEMPAAN Widodo Pawirodikromo Penyelaras Cover



Marjekc Tata Letak



Dimaswids Cetakan I, Oktober 2012 Penerbit



PUSTAKA PELAIAR (Anggota IKAPI) Celeban Timur UH IIV548 Yogyakarta 55167 Telp. (0274) 381542, Faks. (0274) 383083 E-mail: [email protected] I SB N : 97



8-602'229'110 -7



IU



Kata Pengantar Assalamu' alaikum wr.wb



Perlu disadari dan dihayati secara terus menerus bahwa kesehatan, keimanan, kedamaian, rezeki , kerukunan ataupun kehannonisan yang ada pada diri kita, keluarga dan komunitas merupakan nikmat dari Allah S'WT yang perlu disyukuri. Manifestasi syukur dapat dimulai dari pengakuan dalam hati, ucapan lisan dan akan lebih sempurna apabila disertai dengan implementasi tindakan dalam bentuk amal sholeh dalam arti yang luas. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan hidayah, kesehatan, semangat, kejernihan/keterbukaan sikap dan berfikir sehingga buku ini dapat diselesaiakan dan diterbitkan. Materi dalam buku ini telah disiapkan sejak lama, mulai dari yang sederhana kemudian dikembangkan sedikit demi sedikit sesuai dengan perkembangan yang ada. Walaupun demikian masih disadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna. Secara umum buku ini terdiri atas 2-bagian utama yaitu pengantar Seismologi Teknik (Engineering Seismology) dan pengantar Rekayasa Kegempaan (Earthquake Engineering). Hu dk4< (1996) mengatakan bahwa seismologi akan banyak berhubungan dengan hukumhukum dan kondisi fisik kejadian gempa. Sebelum berdiskusi lebih lanjut, Bab I pada buku ini menyajikan secara singkat jeni-jenis bencana alam termasuk didalamnya bencana alam gempa bumi. Hal-hal yang disajikan adalah jenis, karakteristik dan monitoring sebelum kejadian bencana agar usaha pengurangan resiko bencana (disaster risk reduction) dapat dilakukan. Teori lempeng tektonik yang didahului oleh proses pemahaman manusia tentang kejadian gempa sampai pada teori konveksi disajikan pada Bab IL Pada bab ini diakhiri dengan evolusi gerakan lempeng tektonik mulai dari prakiraan komposisi awal sampai dengan kedudukan lempeng-lempeng tektonik sekarang ini dan kemungkinan di masa mendatang. Selanjutnya pada Bab III disajikan Jenis dan Mekanisme Kejadian Gempa, utamanya adalah gempa subdaksi dan gempa shallow crustal, termasuk di dalamnya jenis dan pemodelanfauk rupture. Pengetahuan berkenaan dengan hal-hal tersebut akan sangat pada Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA). Khususnya untuk menentukan lokasi episenter gompa dengan metode klasik, maka dapat dipakai kecepatan gelombang energi gempa khususnya berdasarkan P-wave dan S-wave. Hal-hal yang berhubungan dengan gelombang energi gempa disajikan pada Bab IV. Pada Bab V masih disajikan hal-hal yang berhubungan dengan seismologi teknik yaitu



tentang intensitas (enis, kriteria pembuatan dan contoh), magnitudo



(enis,



cara



fault rupture) dan seismisitas (hubungan antara spasial, durasi, magnitude dan jumlah kejadian gempa). Karakteristik Teknik



menentukan dan hubungannya dengan parumeter



Gerakan tanah (Engineering Characteristics of Earthquake Ground Motions) yang disajikan pada Bab VI masih berada dalam lingkup seismologi teknik. Pada bab tersebut dibahas tentang potential destructive suatu gempa, suatu pengetahuan untuk tujuan antisipasi khususnya di dalam analisis. Pada Bab VII sudah beralih dari seismologi teknik ke rekayasa kegempaan, karena pada bab tersebut telah membicarakan tentang efek kejadian gempa terhadap perilaku tanah setempat. Selanjutnya perilaku tanah setempat (Site Effects) akan berpengaruh terhadap



perilaku bangunan



di



atasnya. Bahasan tesebut meliputi amplifikasi, modulus geser,



iv redaman material tanah sampai lingkup mikrozonasi, Bab VIII yaitu tentang atenuasi gerakan tanah dapat dikategorikan kombinasi antara seismologi teknik dengan rekayasa kegempaan. Atenuasi yang dibahas adalah atenuasi intensitas gempa, atenuasi Peak Ground Acceleration (PGA), Peak Spectral Acceletasior (PSA) sampai dengan Next Generation Attenudtion (NGA). Selanjutnya Bab IX menyajikan macam, tata cara pembuatan, karakter dan perkembangan respons spektrum di Indonesia. Filosofi disain bangunan tahan gempa disajikan pada Bab X. Bab ini diawali dengan sejarah pemikiranAonsep bangunan tahan gempa kemudian design philosophy, prinsip disain kapasitas (capacity design), bahasan strength based sampai dengan prinsip dan contoh pemakaian Performance Based Seismic Design (PBSD). Sementara itu Bab XI membahas tentang konfigurasi bangunan tahan gempa dan diteruskan dengan stmktur utama bangunan tahan gempa pada Bab XII. Bahasan struktur utama bangunan tahan gempa meliputi jenis, kombinasi maupun perilakunya terhadap beban gempa. Bahasan rekayasa kegempaan dilanjutkan dengan gaya harisontal ekivalen statik yang disajikan pada Bab XIII. Beban akibat gempa sesungguhnya adalah berupa ground motion time history, namun demikian untuk tujuan penyederhanaan, beban gempa pada bangunan disederhanakan menjadi beban horisontal ekivalen statik. Akhirnyapada Bab XIV disajikan tentang likuifaksi. Hal ini dimasukkan dalam kategori rekayasa kegempaan karena dampaknya sangat berbahaya terhadap kestabilan struktur bangunan. Beberapa metode analisis likuifaksi telah dibahas mulai dari simplified SPT method, CPT, Strain Based, Energi-Based, Stress-strain Based dan Reliability Based Method. Perjalanan panjang telah dilalui dalam penulisan buku ini, yangmana kandungan materinya telah didukung oleh banyak referensi. Untuk itu diucapkan terima kasih kepada semua penulis terdahulu, termasuk diantaranya adalah beberapa referensi dengan tanda [ ] yang sudah sulit dicari sumbernya, untuk itu mohon maaf dan mohon diijinkan untuk ditampilkan. Kepada isteri Ninik Sunartiningsih yang sering bertanya "nulis buku kok nggak selesai-selesai" diucapkan terima kasih atas kesabarannya, banyak acara terpaksa terganggu oleh penulisan buku ini, juga anak-anakku Titan Danar Raharjo, Stevan Chondro Suryono dan Sierra Elafansa Ratnasari yang telah menjadi motivasi dalam berkarya. Kepada semua mahasiswa Program Teknik Sipil (JTS) dan Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP), Universitas Islam Indonesia (UII) yang telah saling bahu membahu, membangun jati diri dan keunggulan secara konsisten dalam hal Kebencanaan khususnya bidang Rekayasa Kegempaan patut diapresiasi. Kepada semua mahasiswa Magister Teknik Sipil (MTS) , khususnya mahasiswa konsentrasi Managemen Rekayasa Kegempaan (MaRK), lebih khusus lagi pada mahasiswa MaRK IV juga diucapkan terima kasih atas kritik, saran, dukungan, bantuan dan antusiasme atas terbitnya buku ini. Kepada teman diskusi Dr.Ir.Lalu Makrup MT juga diucapkan terima kasih atas argumen-argumennya. Akhirnya disadari bahwa buku ini isinya masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun selalu diterima dengan fikiran dan tangan terbuka. Mudah-mudahan buku ini memberikanmanfaat kepada siapa saja yang membacanya terlebih apabila menjadi inspirasi dan meningkatkan motivasi untuk berkarya. Terima kasih. Wassalamu'alaikum wr.wb



Yogyakarta, 20 Mei 2012 Penulis



DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi



lll



I Bencana Alam dan Gempa Bumi 1.1 Pendahuluan I 1.2 Pengertian Dan Karakteristik Bencana Alam......... 1.3 Kejadian, SebabDanBencanaAlam......... .................. 4 1.4 Hubungan Antara Risk, Hazard, Vulnerability Dan Capacity 6 1.5 Penggolongan Dan Ancaman Bencana (Hazard)...... 6 1.6 Kerantanan (Yulnerability)............... g 1.7 Exsposure... l0 1.8 KapasitasdanKetahananMasyarakat (CapacityOf Society)..................... ll 1.9 Karakter Dan Sifat Dasar Macam-Macam Bencana A1am............ 12 1.9.1 Hurricane (Tropical Cyclone)..... .............. 12 1.9.2 Cyclone dan Tornado. 15 1.9.3 Tsunami...... .................. 16 1.9.4 Banjir......... ...................27 1.9.5 Tanahlongsor...........,.. ...........29 1.9.6 LetusanGunungApi............ 32 1.9.7 GempaBumi......... ............42 l.l0 Akibat Yang Ditimbulkan Oleh Gempa Bumi........ 5l 1.10.1 Akibat Langsung.... 5l 1.10.2 Akibat Tidak langsung......... 55 1.11 Managemen Kebencanaan (Disaster Management)... .. 57 1.1 1.1 Siklus Managemen Bencana...... 57 l.ll.2 Aktivitas-aktivitas Pokok Tiap Siklus Bencana.... 59 1.11.3 Policy dan Strategt Penanggulangan Bencana 6l 1.12 Seismologi dan Teknik Kegempaan.. 62 1.13 Lingkup Teknik Kegempaan.. 63 l.l4 PengelolaanLevelBencanaAlam....... ............. 64



BAB



1



II Teori Lempeng Tektonik : Proses Dan Evolusi Gerakan 2.1 Pendahuluan 2.2 Proses Terjadinya Planet-Planet Termasuk Bumi....... 2.2.1 NebularHypothesis... 2.2.2 Collision Hypothesis... 2.2.3 Teori Modem Tentang Kejadian gempa........ 2.3 PembentukanLapis-LapisanDidalamBumi(Differentiation)..... 2.4 Kandungan Panas di dalam Bumi. 2.5 Teori Konveksi(Convection Theory).... 2.6 Teori Lempeng Tektonik. 2.6.1 Teori Continenral Drift... 2.6.2 Teori Sea Floor Spreading 2.7 Gerakan Lempeng Tektonik.....



BAB



65 65



67 70 70 72



76 77



79 g0 g0 g3



v1



.l



2.8



Gaya Dorong (Driving Force)......... Kecepatan dan Arah Gerakan Lempeng Tektonik..... Macam Gerakan Lempeng Tektonik....



2.9



Evolusi Gerakan Lempeng Tektonik.......



2.7



2.7.2



2.8.1 GerakanDivergen..... 2.8.2 GerakanKonvergen... 2.8.3 Gerakan Slip .............. 2.9.1 2.9.2 2.9.3 2.9.4 2.9.5 2.9.6.



Pangea dan Panthalasa..................



Lempeng Tektonik Periode Triassic........ Lempeng Tektonik Periode Jurassic........ Lempeng Tektonik Periode Cretaceous... Lempeng Benua Kondisi Saat ini......... Lempeng Tekronik 50 Juta tahun Mendatang..............



2.10. Skala Waktu Geologi........ BAB



III



3.1 3.2 3.3



3.4 3.5 3.6 3;1 3.8 3.9 3.10 3.11 3.12 3.13



Gempa



3.13.2 Dip-Slip Faults... 3.13.3 Dip-Strike Slip Fault...



3.4



84 85 86 86 87 89 89 89



90



9t 92



92 93



Bumi: Jenis Dan Mekanisme Kejadian



Pendahuluan Pengertian Atau Definisi Gempa Bumi.. Sejarah Pemahaman Pengertian Gempa Bumi.. 3.3.1 Pemahaman Gempa Bumi di Era Mitos..... 3.3.2 Pemahaman Gempa Bumi di Era Mitos Modem........ 3.3.3 Pemahaman Gempa Bumi di Era Semi Ana1itik........ 3.3.4 Pemahaman Gempa Bumi di Era Ilmu Pengetahuan Modern.............. 3.3.5 Tahap+ahap Kejadian Gempa Bumi............ Jenis Gempa Ditinjau Dari Penyebabnya..... Mekanisme Kejadian Gempa. 3.5.1 Elastic Rebound Theory. 3.5.2 Gempa Subdaksi. Macam Gempa Sundaksi....... 3.6.1 Gempa Subdaksi Interplate... 3.6.2 Gempa Subdaksi interface slip dan Intraslab...... 3.6.3 Pemodelan Sumber Gempa Subdaksi...... Gempa di Tranform-Slip Zone...... Mid Ocean Spreading Earthquake... Gempa Intraplate Shallow Crustal Earthquake... Intraslab Earthquakes dan Wadati-Benioff Zone... Mekanisme Gempa melalui Stereonet. Sesar/patahan (Fault Rupture)............. 3.12.1 Pengertian dan Bentuk Alami Patahan (Nature of Fault). 3.12.2 P emodelan Patahan (Fault Models)................ ... Macam-Macam Fault Model ............... 3.13.1 Strike Slip Faults....



3. I



83



Sumb



er gempa Faults di Indones ia... ... ...



3.14 Stress Drop.. 3.15 Directility... 3.16 Hubungan Lokasi



95 95



96 97 98



99 99 101



r03 105



10s 106



r09 109 10



l4 l5 122



t23



t26 t28 t37 t37 141



t42 142 143



144 146 146 146



Gempa Bumi dengan Geometri Lempeng Tektonik............ 148



3.1'7 Hubungan Aktivitas Vulkanik dengan Geometri Lempeng Tektonik.............. 149



3.18



PusatGempa(Fokus),JarakEpisenterdanKedalamanFokus.........................



l5l



BAB Melombang Energy Gempa



4.1 4.2 4.3 4.4 4.5



4.6 4.7 4.8 4.9 4.10



4.ll



4.12 4.13



Pendahuluan Gelombang Gempa..........



153 153



PropertiGelombang.. Arah Dan Intensitas Rambat Gelombang.. Karakter Tiap-Tiap Gelombang Gempa.......... 4.5.1 Gelombang Primer (P-wave)...,...



155



4.5.2 Gelombang Sekunder (S-w,ave)........ 4.5.3 Rayleigh-wave (R-wave)..... 4.5.4 Lo1,e-\,ave (L-wave)



162



Rambatan Gelombang Gempa di dalam Bumi............ Formulasi Kecepatan Rambat Gelombang... 4.7.1 Rambatan Gelombang Longitudinal Pada Taii (Ro4............. 4.7.2 Rambatan Gelombang Torsi Pada Tali (Rod)..... Rambatan Gelombang di medium Tiga Dimensi.................... 4.8.1 Kecepatan Gelombang Primer Vp................. 4.8.2 Kecepatan Gelombang Sekunder (S-wave)...... 4.8.3 Gelombang pada Senti InJirite Bodlt (Half Space).. Energi Gelombang Gempa... Efek Jarak Sistim Koordinat ............... Persamaan Kecepatan P-wave dan S-wave.. Koordinat Kota-kota dan Penentuan Letak Episenter......



169 170



158



160 160 161 168



171 112



t73 116 178 178 183



184 188 191



194



BAB V Intensitas Gempa, Magnitoda Gempa dan Seismisitas



5.1 5.2



5.3 5.4



Pendahuluan Intensitas Gempa.......... 5.2.1 Sejarah Perkembangan Skala Intensitas Gempa dan Pelaksanaannya.... 5.2.2 Isoseismal (Isoseismic Lines) dan Isoseismic Attenuation.. Cara Menentukan Magnitude Gempa... Macam Magnitudo Gempa..........



5.4.1 Local Magnitude (My).. 5.4.2 SurJbce Magnitude (Ms)....... 5.4.3. Body Magnitude (M,).



5.4.4 Moment Magnitude (M*)..........



5.-5 5.6



5.7 5.8 5.9 5.10



197 197 198



200 209



2t0 210 214 216



216 EnergiGempa.......... 220 Hubungan Antara Skala Gempa 223 5.6.1 Hubungan antara Energi dengan Magnitudo gempa.......... 223 5.6.2 Momeflt Magnitude Relations...... 224 5.6.3 Hubungan antara Mo, Es dengan Parameter Patahan (Fault Parameters)............. .......................... 225 Hubungan Antara Magnitude Gempa Dengan Panjang Pa1ahan..........,........... 226 Hubungan Antara Gempa Dengan Fault Displacement........... ....227 Hubungan Antara Jenis-Jenis Magnitude Gempa.......... ..............229 Stress Drop.. ..................229



5,I



i



5.12 5.13



Hubungan Antara Intensitas Gempa Dengan Magnitude Gempa.......... ...........232 Hubungan Antara Intensitas Gempa Dengan Percepatan Tanah..... ............ 233 Seismisitasi ...............234 5.13.1 Hubungan antara Frekuensi Kejadian dan Magnitudo gempa. ............ 234



(Seismisity).



5.13.2 KejadianGempaTahunan (AnnualRateofOccurrenc€)......,,,.........237



5.14 Level



Intensitas/Besaran



Gempa..........



................. 23'/



BAB VI Karekteristik Teknik Gerakan Tanah



6.1 Pendahuluan ................. 239 6.2 Karakter Rekaman Gempa Di Near-Field ............. 240 6.3 EfekJenisTanahTerhadapPeakGroundAcceleration. .................243 6.4 Karakter Umum Rekaman Percepatan Tanah Akibat Gempa.......................... 244 6.4.1 Number of Vibration Pulse (Vibration cycles) ................ 244 6.4.2 Earthquake Duratior,................... ................ 246 6.4.3 Period , Frequency Band Width dan Efek Gempa. .......... 246 6.5 Karakter Rekaman Gempa di Far-Fie\d.............i........ ............... 248 6.6 Parameter Gerakan Tanah (Strong Motion Parameter).. ............ 252 6.6.1. KelompokPeak Value of Ground Motions. 252 6.6.2 Spektrum Respon.... 255 6.6.3 Durasi Gempa....... ................. 257



6.7



6.6.4 Parameter Kandungan Frekuensi (Frequency Content)....................... 264 6.6.5 Intensities Groups .... 268 6.6.6 Distructiveness Potential Factor Pp ., 273 6.6.7 Seismic Damage Capacity 4n...... 275 Gempa



Pertikal..



BAB VII Efek Kondisi Tanah Setempat (Locul



7.1 7.2 7



.3



7.4 'l



Pendahuluan



...........



278



Site Effects)



.................... 2'19



Pengaruh Jarak Dan Kondisi Tanah Setempat Terhadap Kerusakan Bang....... 281 Lingkup Bahasan Site ..... . .. ,.. 286



Effects.. Amplifikasi...........



.....



287



.5



7.4.1 Amplifikasi Respons Tanah Berdasar pada Rekaman Gempa............ 288 7.4.2 Amplifikasi Berdasarkan Ground Respanse Analysis ........... 290 Basin E/fects... ... 298



.9



Karakteristik Static Dan Karakteristik Dinamik



7.6 Topographical Effect... ...............300 '7.7 Site ElfectPada Tanah Endapan Dalam...... ...............303 7.8 Kategorisasi Tanah Setempat (Site Categorization)......... 305 7



Tanah....



7.9.1 Karakteristikstatik............. 7.9.2 Karakleristik Dinamik Tanah........ 7.9.3 Modulus Geser Maksimum



306 ......... 306 ................... 308 .. . . . .



..



3 13



7.9.4 Parameter-2 Terpentinguntuk ModulusGeserdanDamping................... 317 7.10 KecepatangelombanggeserVs........ .....320



7.ll Mikrozonasi.......... BAB



VIII



Atenuasi Intensitas Gempa dan Atenuasi Gerakan Tanah



....323



8.1 Pendahuluan ............ 327 8.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Atenuasi Gerakan Tanah. .. .. ............... 328



1X



2.2.1 Magnitudo Gempa (Earthquake Magnitude)...,



8.3 8.4 8.5 8.6 8.7 8. 8 8.9



8.10 8.11



8.2.3 8.2.4 8.2.5



Pengaruh Mekanisme Sumber Gempa (Source Mechanism). . .... . ....... Pengaruh Kondisi Situs (Local Site Condition) Pengaruh lain-lain..



329 330 330 JJJ JJJ



Model Atau Jenis Atenuasi....... Sifat-Sifat Hubungan Antara Atenuasi. Persamaan Atenuasi....... 8.5.1 Persamaan Umum.



335 335



8.5.2 Persamaan Attenuasi Spesifft......... Persamaan Atenuasi Intensitas Gempa..........



338 338 338



8.6.1 8.6.2 8.6.3



Atenuasi Intensitas Gempa Efek Kedalaman Sumber Gempa.......... Persamaan Atenuasi Intensitas Gempa (I*) dari Beberapa Negara...... Atenuasi Percepatan Tanah Maksimum............. Atenuasi Berdasarkan Pada Wor\dwide................ 8.8.1 Atenuasi Mutphy dan O'Brien (1977).. 8.8.2 Campbell (1981,1990)..



8.8.3.



Perkembangan Persamaan Atenuasi....



Atenuasi Gerakan Tanah Generasi Ke-2. 8.9.1 Atenuasi Abrahamson dan Silva (1997) . . 8.9.2 Atenuasi Boore, Joyner and Fumal (1997). 8.9.3 Idriss (2002) Atenuasi Gempa Subduksi Young et al.(l997)... Next Generation Attenuation (NGA).... 8.1 1.I Atenuasi Abrahamson dan Silva, A-S (2007).......... 8.11.2 Atenuasi Boore dan Atkinson, B-A(2007) 8.11.3 Atenuasi Campbell & Bozorgnia, C-B (2007). 8.1 1.4 Atenuasi ldriss, 2007 ...



IX Spektrum Respons 9.1 Pendahuluan 9.2 Pengertian DNA Fungsi Spectrum Respons....... 9.3 Struktur Spectrum Respons........ 9.3.1 SpektrumRespon.......... 9.3.2 Tahapan Pembuatan Respon Spektrum......



336 336



344 34s 345 345 346 350 352



3ss 355 360 361



363 364 364 372 316 380



BAB



9.3.3.



Faktor-faktor yang Mempengaruhi BentukAiilai Spektrum...... 9.4 Triparti Respon Spectrum...... 9.5 Elastic Smoothed Response 5pectrum.................. 9.6 Amplifikasi Spektrum Terhadap Gerakan Tanah........... 9.7 Respon Spectrum Untuk Disain 9.7.1 Respon Spekkum Linier Elastik.... 9.1 .2 Respons Spektrum Inelastik........ 9.8 Hal-Hal Yang Berpengaruh Terhadap Bentuk Umum Respon Spektrum....... 9.8.1 Pengaruh Magnitudo Gempa



9.9



9.8.2 9.8.3



Pengaruh Jarak Episenter................... Penganrh Kondisi Tanah............



Spektrum Respon Di Indonesia



382 383



384 384 387



390



392 395 397 399 399 400 405 405 405 405 409



9.9.1 9.9.2



Evolusi Pedoman Perencanaan Beban Gempa..................... 410 Standard Perenc. Ketahanan Gempa unt Str. Bang. Ged. dan Non



Gedung..



4ll



9.9.3 Respons Spektrum Disain........... BAB



X



415



Filosofi Disain Bangunan Tahan Gempa



10.1 Pendahuluan 10.2 Bangunan Tahan Gempa I



0.3



10.4 10.5



10.6



................. 419



(Earthquake Resistan Design Of Building).......... Level-Level Dan Deskripsi Kerusakan Bangunan Akibat Gempa. . . . . . .. . . . . . Disain Filosofi (Philosophy Of Pengetahuan Yang Mendukung Konsep Bangunan Tahan Gempa.............,



419 420 423



10.5.1 10.5.2 10.5.3 10.5.4



425 425 425 425



.



Design)...



Linier Elastik Non-linier Elastik........ Linier Ine1astik.................. Non-linier Inelastik.......



Konsep Bangunan Tahan Gempa (Earthq. Resistan Design Of 10.6.1 Force Reduction 10.6.2 Disain Kapasitas (Capacity



Factor... Design)....... 10.6.3 Hierarki Kerusakan Struktur........ 10.7 Mekanisme Keruntuhan (Collapse Mechanism)... 10.8 Daktilitas Elemen Struktur Beton......... 10.8.1 Daktilitas.... ................



.



...... Building).... .......



424



426 426 428



429 431 433 433 10.8.2 Simpangan Tingkatpada Leleh Pertama akibat Beban Gempa........ 435



10.8.3 Mekanisme Runtuhpada Kolom 10.8.4 Mekanisme Runtuh pada Balok... 10.9 Daktilitas Elemen Struktur Beton......... 10.9.1. Yield Curtature ey.........



.............



437



..........



440 444 444



..



10.9.2 Ultime Curttature, Qr.................... ................... 445 10.9.3 Daktilitas Kelengkungan (Curttature Ductility), p0.... .. . ...... 445 447 10.9.4 Ductility of UnconJined dan Confined Column Sections...



10.10 Prinsip Disain Struktur Beton Tahan Gempa 10.11 Strength Based vs Performance Based Seismic Design



451 452 452 10.1 I Strength Based Seismic Design (SBSB) 453 l0.l1.2 Performance Based Seismic Design 10.11.3 Dasar-dasar Teori untukPerformance Based Seismic Design........... 460 464 10.11.4 PenentuanPerformance



.l



(PBSD)...



... (PBSD)...



Point............



BAB XI Konfigurasi Bangunan (Building ConJigaration)



l.l Pendahuluan ll.2 Pengertian Konfigurasi Bangunan.... 11.3 BentukdanBangunBangunan.... 11.3.1 DenahBangunanReguler....... 11.3.2 Bangunanlreguler... 11.4 Ukuran Bangunan.... ll.4.l UkuranHorisontal............... 11.4.2 ColumnDensity (CD)........ 11.5 UkuranVertical...... ll.5.l Dimensi............



I



4'70



470



...472



...........



472



........474 .................. 478



...........



478



.............



482



...483 483



xt



11.5.2 Tampak Potongan..... I



1.6



485



Distribusi Kekakuan Secara Vertikal......



486 486



1.6.1 Soft Storey................ I .6.2 Interupsi Elemen struktur.............................. I



.



490



6.3 Kondisi-kondisi Ireguler yang lain......



490



1.6.4 Bangunan Setback....



1.7



L8



492 494 495



Distribusi Massa Secara Vertical........ Jarak Antara Bangunan.....



1.9 Struktur Utama Bangunan..... l.l0 Elemen Non Struktur



496 497



XII Jenis dan Perilaku Struktur Utama Bangunan l2.l Pendahuluan ................. 500 12.2 Design Criteria........ .... 500 12.2.1 Design Criteria Umum........... ................... 501 12.2.2 Design Criteria Berdasarkan Level-2 Pembebanan. 503 12.3 Struktur Utama Bangunan..... ........... 503 12.4 Perilaku Struktur Utama Bangunan.... ............... 507



BAB



12.5



12.4.1 PortalTerbuka(Open MomentResistingFrame)..................... 507 12.4.2 Portal Dengan Bracing......... 513 12.4.3 Portal Dengan Tembok Pengisi (Infilled Frame).................................. 519 12.4.4 Portal dengan BalokGrid ........................ 520 12.4.5 Precast Frames................... ...................... 522 12.4.6 Strukhlr Portal Prestress ..... 524 12.4.7 Struktur Dindrng(stntctural walt)............ 525 Macam dan Perilaku Goyangan Struktur Utama.......... .............. 530 12.5.1 Perilaku goyangan Portal Terbuka................... ........... 530 12.5.2 Pola Goyangan Struktur Dinding (Stuctural Walls)....................... 531 12.5.3 Pola Goyangan Struktur Kombinasi antara Portal dengan l(alls... 532



12.6 StrukturBangunanTinggi........ 12.6.1 Frame Tube Stntctures 12.6.2 Tube in Tube Structures 12.6.3 Trussed Tube... 12.6.4 Bundled Tube Structures 12.6.5 Space Structures...... 12.7 Sistem Plat Lantai.



................533



12.7.1 SistimPlatSatuArah (OnewaySlab) ............ 12.7.2 SistimPlatDua-Arah (Two-ways slab)............



XIII Gaya Horisontal Ekivalen Statik 13.1 Pendahuluan 13.2 Koefisien Gempa Dasar (Base Shear Cofficient).... 13.3 Sejarah Pemakaian Gaya Horisontal akibat Gempa.... 13.4 Pengertian Beban Ekivalen Statik...... 13.5 DinamikKarakteristik Bangunan.... 13.6 Gaya Geser Dasar, V dan Periode Getar Fundamental T........ 13.7 Faktor Jenis Struktur K................ 13.8 Faktor Keutamaan Bangunan ( I )....



............



533



534



......... 534 535 535



536 536 537



BAB



540 541



542 544 545 545 547 s48



xll



13.9



Distribusi Beban Ekivalen Statik / Gaya Horisontal Tingkat.....



549



13.10 Mode Gabungan dan Pengaruh Mode ke-I.... 13.1



BAB



I



553



Contoh Pemakaian...



XMikuifaksi



554



(Liqu efactio n)



l4.l Pendahuluan



................ 558



14.2 14.3



Perubahan Tegangan di dalam Tanah Akibat Gempa Bumi........................... 558 ................... 560 Regangan dan Tegangan Geser Pasir Jenuh



14.5



Faktor-faktor yang Mempengaruhi 14.5.1 Karakteristik Getaran (Vibration



Air.....



Likuifaksi.....



14.5.2 14.5.3 14.5.4 14.5.5 14.5.6 14.5.7 14.5.8



Jenis



Tanah..



Characteristics)................



562



562



...................... 563



Table)........... 563 Butir............. .........................:..... 563 Awal(InitialRelativeDensity)....... 563 Deposit 564 Kemampuan Drainasi....... 564 Pengaruh-pengaruh lain..... 564 14.6 Syarat-syarat Terjadinya Likuifaksi..... ................ 565 14.6.1 Intensitas Gempa.......... 565 14.6.2 Jarak episenter.................. ...................... 565 14.6.3 Kedalaman Air Tanah Maksimum... 565 14.6.4 Karakteristik Butir-butir Pasir............. .. 565 14.65 Rentang tapis Likuifaksi................ 566 14.7 Metode-metode Evaluasi Potensial Likuifaksi..... .................... 567 14.8



Muka Air Taoah(Ground Wter Distribusi Diameter Kepadatan Drainasi dan Dimensi



Tegangan Geser Menurut Metode Simplifikasi (Simplified MethoA........... 561. 14.8.1 Tegangan Geser ...... 569 14.8.2 Tegangan Geser Rata-rata Akibat 569 Analisis Potensial Likuifaksi Secara ...................569



Tanah



14.9



Gempa.......... Deterministik 14.9.1 StandarPenetration Tesl (SPT)... 14.9.2 ConePenetrationTest (CPT)........... 14.9.3 Strain Based Method......... 14.9.4 Energt-Based Potential Liquifaction Analysis... 14.9.5 Stress -Strain Based Liquefaction Analysis



......... 569 ...... 579 5g4



......... 589 593



14.9.6 Analisis Potensial Likuifaksi dengan Shear Wave Velocity, Vs...... 598 14.9.7 Metode Probabilistic/Reliability 602



............. .................. :Gks......... -:,j{: -\uthors ................. ;::pLran-lampiran



]::':r



Pustaka



........................ 609 .......617



.......622 .......639



Bab



I



Bencana Alam dan Gempa Bumi 1.1 Pendahuluan Secara kebehrlan, bencana alam (natural disasters) sering terjadi dan sebagian besar te{adi di banyak negara berkembang di Asia Pasifik (Watanabe, 2000, Sidjabat, 2000). Secara umum bencana alam dapat terjadi akibat dari perilaku, perbuatan, pengaruh manusia maupun akibat anomali peristiwa alam. Lebih lanjut Watanabe memberikan salah contoh suatu siklus bencana alam yang dapat diakibatkan oleh perilaku manusia seperti yang tampak pada Gambar 1.1. Bencana alam sebagaimana ditunjukkan pada siklus tersebut pada hakekatnya adalah akibat dari kombinasi banyak masalah mulai dari masalah ekonomi, kemiskinan, pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali, kurangnya pengetahuan, ketrampilan yang ada di dalam masyarakat, ketimpangan akses pembangunan, kebijakan pemerintah, pola hidup akibat pengaruh globalisasi sampai pada perubahan iklim secara global. Watanabe (2000) juga mengatakan bahwa siklus disaster tersebut akan tetap akan berlanjut



apabila tidak dipatatrkan siklusnya. Untuk memutus sklus disaster tersebut diperlukan kebijakan yang jelas dan kuat dari fihak pemegang otoritas. Gambar 1.1) menunjuklcan tipikal Disaster Cycle vnttk kategori bencana akibat perbuatan manusia (man-made disaster ) misalnya bencana alam akibat urbanisasi ke daerah perkotaan. Untuk mengatasi persoalan tersebut diperlukan kebijakan pemerintah yang sangat jelas. Diperlukan rencana jangka panjang yang sistimafik agar bencana alam dapat ditanggulangi secara baik.



1.2 Pengertian dan Karakteristik Bencana Alam Bencana alam (natural disaster) adalah suahr kejadian alam yang berlebihan yang dapat mengganggu aktivitas normal kehidupan manusia, yang secara umum mempunyai karakteristik (Sidjabat,2000) : a. Gangguan atas kondisi kehidupan yang normal, yang mana gangguan tersebut umurnnya sangat besar, tiba-tiba dan mencakup kawasan yang cukup luas dan durasi yang tidak singkat,



b. Bencana alam sangat mengganggu kehidupan, misalnya luka-ringan, luka berat bahkan sampai merenggut jiwa manusia, gangguan terhadap kenyamanan hidup dan kesehatan, c. Bencana alam akan mempengaruhi kehidupan sosial akibat dari rusaknya alam (tanah longsor, settlement, likuafaksi) dan rusaknya bangunan sipil (rumah, bangunan, jalan,



jembatan, pelabuhan) dan rusaknya sarana telekomunikasi dan pelayanan umum kepada masyarakat,



d. Bencana



alam akan menggerakkan empati masyarakat misalnya dalam solidaritas kemanusiaan (penyediaan tempat tinggal sementara, obat-abatan, makanan, pakaian dan sebagainya).



Bab l/Bencana Alam dan Gempa Bumi



Population burst in rural area



Exodus to more



\ Quick run-of\ Habitual



marginal area



6,5 ). delombang air yang timbul umumnya mempunyai periode getar T yang sangat besar (frekunesi r"ndug, gelombang yang panjang dan amplitudo yang relatif kecil. Sesuai dengan rifut foiU bahwa pada gelombang yang mempunyai frekuensi rendah, maka absorbsi energi gelombang akan sangat kecil. Oleh karena itu gelombang air tsunami dapat merambat sangat Ou.t hanya kehiiangan energi yang sangat kecil, sehingga dapat merambat sampai antar



lu*,



Tsunami besar misalnya terjadi pada gempa Chile (1969) yang gelombang aimya merambat sampai Jepang. Tsunami dengan korban terbesar adalah tsunami di Aceh akibat



t.rru.



gempa 26 Desernber 20M.



l.-1,



-N =f-z=--3-.h. B l-_ DVo



CF--Li+l dasar laut dianggap/dimodel lurus



x-+



Gambar 1.16. Notasi umum gelombang tsunami Bab l/Bencana Alam dan GemPa Bumi



17



Menurut banyak sumber, kejadian tsunami dimodel sebagai suatu aliran air dangkal. Hal ini terjadi karena panjang gelombang l" (dapat ratusan kn) jauh lebih panjang daripada kedalaman ait laut D (kisaran beberapa kn). Apabila kecepatan airtsunami ai taut tJpas aduluh Vo, -uku secara pendekatan kecepatan gelombang tsunami dapat dihitung dengan @ryant, 20osj, vD = ,[sJ) r.2) yangnana g dan D berturut-turut adalah percepatan gravitasi dan kedalaman air laut. contolr, apabila kedalaman air laut 4000 rq maka kecepatan gelombang tsunami : ./,Sebagai 1e,s.1+ooo) : l9s m/dt:713 km/jamyaitu setara dengan kecepatan pesawat



V



terbang.



PadaGambar _ lurus,



l.16) dasar laut dari titik A ke tepi pantai di titik C dianggap merupakan garis titik A ke titik C kedalaman air laut secara berangirr--gs* berlniang secara linier. Pada jarak x dari titik A maka kedalaman air laut menjadi bx. Oengan demikian kecepatan gelombang tsunami dititik x, V* tersebut akan menjadi, sehingga dari



v, =JgD,



1.3)



Berdasarkan pers.l.3) tersebut dapat dimengerti bahwa kecepatan gelombang tsunami akan semakin berkurang saat menuju daratan. Sementara itu beberapa ru-b". mengatakan bahwa



terdapal hubungan antara tinggi gelombang di laut lepas 1g, tinggi gelomburg y*g menuju pantai lr", kecepatan gelombang di laut lepas vp dan kecepatan gitoLu*g puau , a-i 3-* sumber menuju pantai V*, melalui suatu hubungan,



h,



=(nr\ot i=l\ ) di



t4)



Kecepatan gelombang tsunami laut lepas vp dapat dihitung, kecepatan gelombang tsunami di tepi-pantai V* dapat diambil minimum misal I n/dq tinggi gelombangisunami d] laut lepas h juga dapat di perkirakan. Oleh karena itu tinggi gelombiirg-tsunami Ji tepi-pantai h* akan menjadi,



o,=(?)o' ' \tr, )



,,



r.s)



Apabila dranggap sebagai solitary wave tinggi capaian gelombang tsunami atau tsunami run-up dapat dihitung dengan rumus pendekatan ( Synotakis,lggl;Bryant ,2oog)



,



p,t'zs



H, =2.83.(cot B)o's 1.6) Yangmana h, adalah setengah tinggi gelombang total (lihat Gambar 1.16). Setar{utrya bila ttnggi gelombang di shore-line adalah lr", maka jangkauan capaian gelombang tr"ru-i ai daratan (tsunami innundation) dapat dihitung dengan,



'n2'"'].' ',=



o



1.7)



Yangmana k adalah suatu konstanta yang nilainya k : 0.06, n adalah koefisien : 0,015 untuk tepian pantai yang relatif datar, n = 0.03 unhrk tepian pantai Manning yang ad bangruran-bangturan dan n : 0.07 untuk tepian pantai yang bergelombang ian bersemak.



raitu n



Bab liBencana Alam dan Gempa Bumi



18



Sebagai contoh, bila Vo : 140 m/dt" tr. : 1.5 m dan Vs : I rnldt, rnaka dengan menggnnakan pers. 1.5) nilai h" : 17.65 m. Selanjutrrya bila B : 0.95o dan h' : 0.90 maka dengan menggunakan pers. 1.6), tinggi nm-up Hr = 18.99 m. Selanjutnya apabila tepi pantai dianggap relatif datar (n:0.015) makajangkauan gelombang tsunami Lix 12249 m. Frekuarci sudut gelombang air dangkal o:(k) memrut Anonim [ ] dapat dihitung dengan ,



,1tt1



=,[g.:r*turrh(hd)



yangarwura g adalah percepatan gravitasi,



l.S)



k adalah wave vector dan d adalah kedalaman air



laul Wave vector



kdapat dihitung dengan menggunakan persamaarL



-2n



1.e)



)" yangmana l, adalah panjang gelombang tsunami. Di beberapa literatur terdapat hubungan empiris antara kecepatan gelombang tsunami di laut bebas V6 dengan panjang gelombang l. sebagaimana tampak pada Tabel 1.3. dan digambar pada Gambar Ll7).



Berdasarkan hubungan empiris tersebut antara kecepatan gelombang Va dan panjang gelombang l" dapat dihubungan dengan persamaarL



l.l0)



7=0,3.Va - 0,2586 Menurut prinsip dinamika, periode gelombang T dapat dihitung dengan



2.tt o(k)



,



)"



1.11)



vd



300 E I 250



Tabel



1.3



Va vs l" (Liu et



Vd0 air



lau[_ I_+



f-r-*



a)



model "waterberg"



b) gelombang tsunami di laut bebas



Gambar 1 .18. Model "waterbergl' (Lautrup, 2005)



Laufup (2001) memodel "waterberg!'dengan mengacu pa4a energi yang dilepaskan oleh gempa Aceh 26ft Desember 2005 kira-kira ."b"r* e; Z.iOtt fourclt-fouie : i Nm: 107 dyne cm). Apabila lempeng selebar 1, dan sepanjang L bergerak secara tiba-tiba ke atas (reverce fault) maka akan mendorong masa air sedalam d ke arah atas seperti yang tampak pada Garnbar I.l8.a). Mengingat gerakan revercefault sangat cepat dan singkat, maka Lautrup (2005) mengasumsikan hanya energi potensial yang akan masuk/terkandung dalam massa aii. Massa air ItA yang dimaksud sebesar,



Mo=p),.h.L



t.t2) L adalah



yangmana p adalah berat volum air, i, adalah lebar, h adalah tinggi "offset' dan panjang. Energi potensial akibat tersodoknya massa air olehreversefault al.,anmenjadi,



E1=M o.0,5.h = 0,5.p.1.h2.L



1.13)



Apabila diambil pendekatan ), = 150 krn, L : 1200 krn, h = 5 m dan p : 1000 kg/m3, maka akan diperoleh El : 2,25.1016 J. Lautrup (2005) mengatakan bahwa energi yang ierkandung dalam massa air yang tersodok oleh massa bahran E1 tersebut kira-kira sama dengan 1 % darl energi yang dilepaskan oleh gempa Aceh (2004) yaitu sebesar Er:2.1018 J. Selanjutnya energi sebesar E1 akan menjalar ke segala arah khususnya pada arah yang tegak lurus arah reverse fault. Apabila diambil pias gelombang tsunami di laut bebas dengan lebar sebesar )' : 150 krrq sepanjang L : 1200 km dan tinggi gelombang air tsunami di laut bebas sebesar a: 1,5 nL maka energi yang terkandung dalam pias gelombang tersebut akan sebesar,



Ez=0,5.g.7.L.a2 = 2,025.101s J FIal tersebut berarti bahwa energi yang terkandung dalam l-pias gelombang dengan ukuran seperti di atas kira-kira adalah 10 % dari energi E1. Persoalan berikuhrya adalah berapa energi yang terkandung dalam gelombang ak yangsampai di tepi pantaildaratan saat terjadi tiunami. Gambar Ll9) menyajikan contoh distribusi run-up (menjulumya air tsunami ke daratan) pada gempa yang terjadi di selatan Jawa Timur tanggal 3 Juni 1994 (Anonim, lgg4). Bab l/Bencana Alam dan Gempa Bumi



l0 Persoalan yang sangat sering dijumpai diantaranya adalah mekanisme gempa seperti apa yang akan mengakibatkan tsunami dan berapa lama gelombang tsunami akan sampai di daratan. Mekanisme kejadian gempa yang akan mengakibatkan tsunami diantaranya adalah Magnitudo gempa cukup besar, biasanya M > 6,5 Gempa terjadi di laut dangkal, Mekanisme kejadian gempa uiamanya adalah tipe dip+lip (sebagian distrike-slip) Dip angle cukup besar



:



a. b. c. d.



l1?,



E



f: i!



ft



.i



i!'!';l



i'ffi



Gambar 1.19 Tsunami di selatan Jawa Timur I Anoninl 1994] Persoalan yang timbul adalah kejadian gempa ada di dasar laut, mekanisme kejadian gempa tidak dapat diketahui secara cepat. Salah satu caranya adalah dengan mengenali tipe rekaman gelombang gempa, karena gelombang gempa cepat terekam oleh alat. Sedangkan berapa lama gelombang tsunami akan mencapat darutan, maka secara sederhana dapat diperoleh dengan analisi 1-dimensi seperti yang dijelaskan melalui model berikut ini. muka air laut



dasar laut dianggap/



dimodel garis lurus,



Gambar 1.20 Modelpantai



Misalnya episenter gempa di titik A dan mempunyai jarak ke pantai B sebesar L, dan kedalaman gempa sebesar D, dasar laut BC dianggap/dimodel lurus. Potongan A-B dibagi menjadi pias-pias kecil sepanjang dx. Kedalaman air pada jarak x dari episenter menjadi, Bab l/Bencana Alam dan Gempa Bumi



2t



o



't. =[r-r]o L)



1.14)



Kecepatan gelombang tsunami sesuai dengan pers. 1.2) menjadi,



r, =1[gD,



l.



ls)



Waktu yang diperlukan gelombang untuk melintas setiap pias dx, At akan menjadi,



Lt--dx



l. l6)



V,



Waktu total T yang diperlukan gelombang tsunami sampai di daratan secara numerik (umlah pias i = 1,2,3,......n) akan menjadi,



r=\tti



t.t7)



i=1



Durasi yang diperlukan gelombang tsunami untuk mencapai daratan juga dapat dihitung dengan cara analitilq sebagaimana disajikan oleh Marchuk (2009). Sebagai contoh gempa Acel1 L : 120 krq D : 2 km diambil dx : 0,1 km, maka dengan menggunakan pers.1.16) dan pers.1.17) waktu yang diperlukan oleh gelombang tsunami mencapai daratan secara numerik adalah selama 29,975 mentt. 600



160



a 500 E 5 400



iD=2km



^



Ii rzo



100



tr



B



soo



P.



g



2oo



860 'i



o



I



roo



E5



140



G o-



a)



0



80



lo 20



b)



0



20 40 60 80 100 12a



20 40 60 80



Jarak ke Pantai (km)



100



Jarak ke pantai (km)



600



20



a E 5



500



c



400



Ers



E



300



.ll



o



-S d



I



zoo



fl10 o



roo



E



E')



ot



c)



0



o 20 40 60 80 100 120 140 160 Panj.@lomb (km)



o



o o.0



d)



20 40 60 80 Jarak ke pantai (km)



Gambar 1.21. Kecepataq panjang dan periode gelombang tsunami



Bab l/Bencana Alam dan Gempa Bumi



r00



120



22



Gambar l.2l.a) adalah kecepatan gelombang tsunami yang menuju pantai yang dalam hal ini jarak episenter ke garis pantai L : 120 km dan tinggi air laut di episenter D : 2 km. Sebagaimana disajikan pada pers.l.3) dan pers. 1.15) pada kasus air dangkal, kecepatan gelombang tsunami merupakan frrngsi dari dalam air laut kearah pantai. Dengan anggapan dasar laut yang menuju pantai merupakan garis lwus maka tampak pada gambar bahwa semakin mendekati pantai maka kecepatan gelombang tsunami akan semakin kecil. Selanjutnya dengan menggrrnakan persamaan empiris sebagaimana dihmjukkan pada pers.1.10) maka hubunganantarapanjang gelombang L dan jarakke arah pantai adalah seperti disajikan pada Gambar 1.21.b). Tampak bahwa perubahan panjang gelombang menurut jarak mengikuti bangun perubahan kecepatan terhadap jarak. Pada kedalaman air laut D : 2 km,secara empirik tstmami mempunyai panjang gelombang ),: 150,94 lan. Gambar l.2l.c) adalah plot antara panjang gelombang dengan kecepatan gelombang. Mengingat hubungan tersebut dihitung menurut pers.l.l0) atau berdasar gambar 1.17) maka antara kecepatan gelombang dan panjang gelombang mempunyai hubungan yang linier. Sedangkan Gambar l.2l.d) adalah plot periode gelombang lawan jarak ke pantai. Hasil tersebut sesuai dengan Lautrup (2005) bahwa periode gelombang tsunami nilainya relatiftetap. 30



70 60



=tr



Aceh EQ.2004 ---o- Jarak 120 km



50



o 40 E



.Y (t,



3



.*-**Jarak



90 km



*-r--Jarak



60 km



a,



Ezo o15 E Fo ,10



30 20



a)



10



|



I



rEo = 0



fime onset



0 0.5 1 1.5 2 2.5 3



25 50 75 100 125



3.5



Jarak



Dalam air laut (km)



E (I,



150



ke pantai {km)



.9 (! rs



lt



,o



Iro



E'



Ell tDJ



Sis



^20 g



;15 c -E o



b)



'=. zc



E')



o,



E



E



.E



---o- tinggi ho = 1,5 m



F



0



0



o



25 50 75 100 125 Jarak dari ftisenter (km)



150



0 0.5 1 1.5 2 2.5 3



3.5



Dalam laut D (km)



Gambar 1.22 Dwasi capaian gelombang tsunami ke pantai dan tinggi gelombang



Gambar 1.22.a) adalah durasi yang diperlukan oleh gelombang tsunami untuk mencapai tepi pantai (time onset) untuk bertagai jarak dari episenter ke tepi pantai dan untuk berbagai nilai kedalaman air laut D (untuk tinggi gelombang tsr.mami di laut lepas tr,:1,5 m). Tampak Bab l/Bencana Alam dan Gempa Bumi



23



pada gambar bahwa semakin dekat jarak episenter ke tepi pantai atau semakin dalam air laut maka durasi tempuh gelombang tsunami akan semakin singkat/kecil. Durasi selama 45 menit sebelum gelombang air tsunami di Aceh mencapai daratan (Amin dan Goldenstein, 2008). Sebenamya hal itu merupakantime onset yangdapat dipakai untuk tujuanEarly Warning.



Setelah gempa, dasar laut terangkat ke atasldrop ke bawah secara tibatiba mendorong/menarik massa air ke ataslkebawah secara tiba-tiba.



Selang beberapa menit, gelombang tsunami terpisah ada yang menuju pantai dan ada yang menuju lautan



dalam.



Gelombang panjang dengan energi dan kecepatan besar.



Garis pantai



Begitu amplitude gelombang air dilaut naik, maka air di pantai surut



.,r.



Energi gelombang tsunami tetap besar setelah mencapai daratan, ketika kecepatan air berkurang maka tinggi gelombang membesar mengakibatkan tsunami Ketika kedalaman air berkurang, maka kecepatan air dan panjang gelombang juga berkurang tetapi tinggi



Gambar 1.23 Mekanisme terjadinya tsunami Bab l/Bencana Alam dan Gempa Bumi



24 SedangkanGambar 1.zz.b)adalahgrafikwaktutempuhakumulatifgelombangtsunamike pantai unflrk jarak episenter L: 120 kI4 ft" : 1,5 m dan titik 0 adalah episenter gempa. Waktu



tempuh tersebut dihitung dengan beberapa atggapan melalui pers.l.l6) dan pers.1.17). Tampak bahwa semakin mendekati pantai (mendekati L : 120 km) maka kecepatan gelombang semakin melambat dan waktu tempuh semakin besar. Gambar 1.22.c) adalah ketinggian gelombang tsunami mulai dari episenter sampai ke tepi-pantai. Tampak bahwa semakin mendekati L: l2}lcn, tinggi gelombang tsunami naik sangat tajam. Gambar 1.22.d) adalah tinggi gelombang maksimum'di pantai untuk beberapa kemungkinan kedalaman air di laut bebas. Tampak bahwa semakin dalam air laut maka tinggi gelombang semakin besar. Gambar 1.19) adalah tsunami di selatan Malang, Gambar 1.23) dar, Gambar 1.24) adalah mekanisme terjadinya tsunami dan gambar 1.25) adalah ilustrasi tsunami di Alaska dan Chile.



a) ada gerakan



dip-slip



mengaklbau( tiunami b) gerakan dip slip mengakibatkan



Gambar 1.24 Ilustrasi kejadian gelombang tsunami



Gambar 1.25. Tsunami Gempa chile, 1965) dan gempa Alaska, 1906 (Google.co.id) Tsunami juga dapat diakibatkan oleh erupsi grmung api yang berada di laut ataupun adanya langsoran besar (landslldes). Namun demikian para ahli sepakat bahwa tsunami oleh akibatakibat tersebut umumnya relatif kecil. Tsunami yang besar yang terjadi di Indonesia selain Bab l/Bencana Alam dan Gempa Bumi



25



Aceh (2004) adalah tsunami akibat Gempa Flores (1992) yang mengakibatkan ribuan manusia tewas dan korban harta yang tidak sedikit. Contoh tinggi gelombang dan tsunami gempa selatan kota Malang (t 350 km selatan Malang) adalah seperti pada Gambar 1 . 19). Tsunami dapat menjadi bencana karena ketinggian gelombang air di pantai dapat mencapai lebih dari 10 meter. Rumah-rumah di tepi pantai yang kena te4'angan ornbak tsunami (Gambar 1.26) dapat mengakibatkan korban manusia maupun kerusakan struktur sebagaimana di gempa Aceh 26 Desember 2004 . Tabel 1.4 disajikan hal-2 yang berhubwrgan dangan tsunami.



Gambar 1.26. Tsunami di Srilanka akibat gempa Aceh 2004 (Anonirrl2005) Tabel



1.4



Bencana alamtsunami



Fenomena penyebab



Impulse antara dasar dengan air laut utamanya aklbat reverse/



2



Karakteristik



J



Daya rusak



Tsunami merupakan gelombang panjang (150 - 200 lom), energinya sulit diredar4 kecepatan gelombang akan tinggi di laut dalam dan rendah dilaut danskal dan sebaliknva irnhrk tinssi selombans. Tinggi gelombang (dapat mencapai l0-40 m) dan kekuatan arus air tsunami (kekuatan arus dapat mengikis pasir pantai dan bersama debris baneunanipohon meneriang bangunan yans lain).



4



Tipe Kerusakan



normal .fault suafu gempa atau impulse antara longsoran tebing densan air laut atauDun letusan sunrms vans ada di laut.



Kerusakan bangunan



di



pantai, kerusakan infra struktur (alan,



jembatan dll) , kerusakan lingkungarq kerusakan tanaman, tumbuhtumbuhan, Pemukiman yang berada ditepi pantai (elevasi rendah), stuktur tidak memenuhi syarat kekuatan oleh banyak sebab, tidak ada oerinsatan dir,r. Garlv warnins\ dan kesadaran masvarakat. Tsunami dapat diantisipasi oleh Tsunami Warntng System atau menggnnakan time onset yang durasinya dapat mencapai puluhan menit setelah gempa sebagaimana disaiikanpada Gambar 1.22.a\. Relief and rescue, emergency shelter, medical assistance, water puification, losistics, communication, need ass es sment



5



Tipe Kerentanan



6



Predictability



7



Post Disaster



8



Prevention, Rrsf Early Warning system, hazard mapping, Reduction



9



Mitigation



land



use planning,



constructing building burier (break water, plantation etc) Community awareness, education, training Strensthenins the existins structure. caoacitv buildins.



Bab l/Bencana Alam dan Gempa Bumi



26



Mengingat kejadian tsunami sebagian besar diakibatkan oleh gempa bumi, maka telah banyak kejadian tsunami yang mengakibatkan korban. Tsunami dengan korban terbesar adalah tsunami yang diakibatkan oleh gempa Aceh 26 Desember 2004. Daftar kejadian tsunami dapat diakses dari beberapa sihx.



,Hdi*{ttrd



f,gw!1r*1*cr*6n -&



I



c"r*ir*



$i.:ii+i!:1



Jlr{lra&tta{lrtoEft ' . ,srB.fJ



:i--i.



.-f,-,r]-'



ri' .!l



a.qu*ndl**:



fr, E}} +Esdillg.f,&,



9E,rrE4drr gB,hd f.rn /r



i- l*Iol# i+rf$;cii?{6*,



Gambar 1.27. Sistim peringatan diru tsunami DART II (Google.co.id) Usaha untuk melakukan peringatan dini (Early lYarning) kemungkinan terjadinya bencana tsunami sudah banyak dilalnrkan yang utamanya adalah gabungan dari hasil olahan rekaman gelombang gempa dan data yang diperoleh dari istrumen Tsunami Early Warning yang telah di pasang disepanjang selatan pulau Jawa dan barat Sumatera. Hasil rekaman kemudian ,jikomunikasikan dengan berbagai rekaman gempa di data-base yang mengakibatkan tsunami ir masa yang lalu. Melalui decision expert system kemudian dapat diperoleh keputusan apakah genpa baru terjadi berkemungkinan akan mengakibatkan tsunami. Disisi lain juga telah dikembangkan instrumen Tsunami Early Lltarning misalnya jenis D.{RT II System (Deep-ocean Assessment and Reporting Tsunamis) sebagaimana tampak ::Ja Gambar 1.27). Tsunami Early Warning System seperti itu melibatkan 2-elemen pokok ..:ng :1) recording systems dan 2) telecomunication systems yang selengkapnya terdiri atas 4:enlatan pokok yaitu : A) Tsunameter;B) Surfoce Buoy; C) Satellrte dan D) Tsunami l{aruing i.nter. Singkatnya tsunameter adalah alat penditeksi,hencatat tekanan air dan perubahan dasar laut secara real-time. Apabila terjadi gerakan dasar laut ',:irumgan/elevasi 0.001) sehingga timbullah retak. Regangan tarik pada tanah tersebut dapat



3;! I Bencana



Alam dan Gempa Bumi



54



disebabkan oleh beberapa hal. Sebab pertama adalah oleh gaya gravitasi sebagai contoh yang disebut, sedangkan sebab yang lain adalah oleh adanya gaya-geser, desak, tarik ataupwr kombinasinya oleh gempa bumi. Energi yang dilepaskan saat terjadi gempa bumi adalah sangat besar, dan energi mekanik



saat tdadinya gempa diubah menjadi energi gelombang yang merambat kesegala arah. Mengingat energi tersebut sangat besar maka tidak mengherankan apabila menyebabkan tegangan (tarilqdesak, geser, kombinasi) pada permukaan tanah. Retak/pecahnya permukaan tanah ada yang relatif pendek dan dangkal tetapi ada yang sangat panjang (dapat ratusan kilometer), sangat dalam (puluhan kilometer) dan cukup lebar (beberapa meter). Retaknya permukaan tanah yang relatif kecil kadang-kadang masih disebut ground breaking namun demikian rekahan yang lebih lebar/jauh umunnya diseb*fault rupture. Dibeberapa kejadian gempa mungkin sajafault yang dimaksud tidak sampai pada permukaan tanah tetapi terjadi di dalam tanah, misalnya pada gempa Northridge (1994) di USA, tetapi ada yang sampai di permukaan tanah seperti gempalzmit, Turkey (1999) sebagaimana tampak padaGambar 1.62).



Gambar 1.62. Ground breaking/faulting pada gempa lzmlt (1999) dan gempa Yogyakarta.



l.l 0.1.e Kerusakan Bangunan Sebangian besar bangunan karya manusia sekarang ini berada di atas permukaan tanah. Apabila tanah yang ditempati bangunan mengalami gangguan baik berupa getaran, retak-retak kecil dan bahkan teg'adi fault, maka bangunan yang berada di atasnya jelas akan tergafiggu.



gangguan tersebut mulai dari hanya bergetar mengikuti getaran tanah, bergetar dan mengakibatkan kerusakan ringan, rusak sedang, rusak berat sampai runhrh sama sekali. Bangrman yang dimaksud adalah bangunan apa saja yang terletak di atas muka tanah. Kerusakan yang paling banyak menimbulkan korban manusia adalah kerusakan bangunan gedung, sedangkan kerusakan banguran-bangunan seperti jembatan, dermaga pelabuhan, jalan, fasilitas-fasilitas air minurn, minyak dan gas dan bangunan-bangtrnan yang lain akan banyak mengakibatkan kerugian harta benda. Kerusakan bangunan-bangrrnan tersebut ada yang di akibatkan oleh kerusakan stnrktur tanah maupun kerusakan akibat struktumya sendiri sebagaimana yang tampak pada Gambar 1.63). Kerusakan struktur dapat terjadi karena rusaknya struktur utama penahan beban maupun kerusakan elemen non-struktur. Kedua kerusakan tersebut akan dibahas lebih lanjut pada buku



ini. Bab l/Bencana Alam dan Gempa Bumi



55



Gambar 1.63 Kerusakan bangunan akibat gempa Yogyakarta2T Mei2006. 1.10.2 Efek Tidak Langsung



Law dan Wang (1994) mengatakan bahwa yang dimaksud efek tidak langsung adalah efek i'ang diakibatkan oleh kondisi situs (topographical fficts) dan kondisi tanah (site fficts) yang



mana kerusakan bangunan diperparah oleh peristiwalalobat dari propagast/rambatan



gelombang gempa. Site fficts umumnya akan ditenflrkan oleh endapan tanah meliputi jenis tanah (tanah pasir, lempung atau campuran), properti tanah (indeks plastisitas, angka pori, derajat konsolidasi), ketebalan endapan dan konfigurasi endapan. Masalah-masalah ini akan dibahas lebih rinci di depan. Efek tidak langsung itu dapat dikategorikan sebagai berikut : 1.10.2.a Akibat Resonansi



Resonansi adalah peristiwa membesamya respon suatu objek akibat adanya kesamaan periode getar strukhr dan periode getar tanahlsitus. Mengingat bangunan terletak di atas tanah, maka terdapat interaksi attara tanah dengan bangunan. Apabila bangunan dianggap dijepit secara kaku oleh tanah maka kejadian ini menganggap tidak ada interaksi antara bangunan dengan tanah. Namun demikian tanah tidak dapat menjepit secara kaku fondasi bangunan sehingga apabila terjadi getaran maka interaksi ariaru bangunan dengan tanah tidak adapat dihindarkan. Resonansi adalah akibat adanya interaksi tersebut dan pada saat itu interaksi mengakibatkan efek maksimum. Ada beberapa indikasi yangdapat diperhatikan apakah di suatu lokasi telah terjadi efek resonansi yaitu dengan hal-hal sebagai berikut : a.



Apakah ada konsistensi antara periode getar tanah di lokasi/situs dengan pola kerusakan bangunan ? (periode getar dapat ditentukan baik dengan pengukuran maupun estimasi),



b. Adakah terdapat indikasi bangunan yang relatif fleksibel mengalami kerusakan yang lebih parah daripada bangunan kaku pada situs yang jauh dari sumber gempa ?,



3ab l/Bencana Alam dan Gempa Bumi



56



c. Adakah terdapat kecenderungan kerusakan bangunan pada kondisi yang berlawanan dengan butir sebelumnya ?. d. Apakah terdapat bangunan yang mempunyai tingkat kekakuan yang berbeda dan mengalami kerusakan yang berbeda secara konsisten pada sifus yang sama ?.



1.1



0.2.b Akibat Ampli{ikasi



Gelombang energi gempa akan merarnbat dari surnber gempa menuju kesegala arah. Sebelum sampai di permukaan tanah, gelombang energi gempa akan sampai pada lapisan tanah keras (base rock) yang letaknya di bawah permukaan tanah. Kedalaman lapis base rock ini akan bergantung pada kondisi setempat. Rambatan gelombang energi gempa dai base rock sampai permukaan tanah akan mengalami kemungkinan amplifikasi, deamplifikasi maupun Jiltering e/fectyaitupenyaringarVproses modifikasi kandungan frekuensi gempa. Menurut teori fisik4 daya serap media atas energi yang dibawa oleh suatu gelombang akan bergantung pada kekalruan media (dapat ditanfer ke frekuensi getaran media) dan frekuensi gelombang yang merambat. Sudah dikenal secara luas bahwa media yang lebih kaku akan mampu menyerap energi yang lebih baik daripada media yang lembeWsoft. Dilain frhak juga telah diketahui bahwa getarat dengan frekuensi tinggi relatif mudah diserap energinya daripada getaran dengan frekuensi rendah. Akhirnya teori tersebut mengatakan bahwa tingkat penyerapan energi gelombang akan berbanding terbalik dengan panjang gelombangnya. Gelombang dengan frekuensi tinggi mempunyai periode getar yang kecil, dan dengan kecepatan gelombang tertentu maka gelombang ini akan mempunyaipanjanggelombang yang pendek. Dengan demikian energi yang dibawa oleh gelombang frekuensi tinggi akan lebih mudah diserap oleh media yang dilaluinya daripada gelombang dengan frekuensi rendah. Selanjutnya Jiltering effects akan memperpanjang gelombang gempa sekaligus memperpanjang durasi getaran. Oleh karena itu gelombang yang sudah melalui media yang cukup jauh (iarak episenter jauh) akan mempunyai kandungan frekuensi yang relatif rendah dan durasi getaran yang relatiflama. Dengan kondisi seperti itu pengaruhjarak episenter (arak dari sumber gempa sampai ke situs) akan mempengaruhi kerusakan bangunan yang terjadi.



Amplifikasi adalah membesarnya respon tanah (percapatan, kecepatan



ataupun



simpangan) dan akan banyak berkaitan dengan tanah yang bersifat elastik atau tanah yang degradasi kekuatannya relatif kecil. Tanah seperti itu sekaligus mempunyai kemampunan menyerap energi yang relatif kecil, contohnya adalah tanah lempung lunak yang mempunyai indeks plastisitas (PlasticiQ Index, P1) cukup besar. Sebaliknya tanah pasir mempunyai degradasi kekuatan yang cukup besar dan mempunyai daya serap energi yang cukup besar. Oleh karena itu amplifikasi akan banyak terjadi pada tanah lempung daripada tanah yang berpasir. Di samping properti tanah maka kombinasinya dengan ketebalan endapan akan



memperburuk situasi (amplifikasi). Sebaliknya tanah pasir akan mengalami deamplifikasi (mengecilnya respon tanah). Amplifikasi sirus sering kali terjadi misalnya yang sangat mencolok adalah amplifikasi pada gempa El Centro (1940), gempa San Fernando (1971), gempa Mexico (1985), gempaNorthridge (1994). Unhrk identifikasi apakah kemungkinan pada suatu situs akan terjadi amplif,rkasi maka dapat diperiksa dengan hal-hal berikut ini. a. Apakah situs tersebut terletak di atas tanah lempung endapan, endapan di lereng perbukitan, endapan disekitar sungai ataupun danau yang mempunyai properti dan kedalaman endapan seperti disebut di atas ?, b. Apakah terdapat perbedaan kerusakan bangunan yang cukup siknifikan pada suatu tempat y ang ada hubungannya dengan kondisi tanah ?, Bab l/Bencana Alam dan Gempa Bumi



57 c. Apakah ada sejarah amplifrkasi yang pemah terjadi sebelumnya ?. 1.10.2.c



Akibat ll/ave-Field Wave-field yang dimaksud adalah gelombang gerakan tanah akibat kompleksitasnya



kombinasi antara gelombang Rayleigh (R-wave) dan gelombang Love (L-wave) yang ada di permukaan tanah (surface-waves). Gerakan muka tanah akibat kombinasi gelombang ini akan berakibat pada fasilitas-fasilitas pipa di dalam tanah, fasilitas kabel-kabel dibawah tanah, rel kereta api, badan jalan-raya, saluran air atau bahkan jembatan sebagaimana yang tampak pada Gambar 1.64).



Gambar 1.64. Rel kereta api yang bergeser atrbatwave-field



I



Rusaknya struktur-struktur seperti itu bukan diakibatkan oleh adanya gaya gempa yang bekerja pada massa strukfur, karena walaupun terdapat percepatan tetapi massa strukturstruktur itu relatif kecil (khususnya pipa dan rel kereta api). Rusaknya struktur semata-mata karena adanya gerakan/gelombang permukaan tanah. Caru mengidentifikasi apakah kemungkinan terjadinya wave-field yarrg cukup besar dapat dilihat dari : a. Apakah terdapat kerusakan saluran pipa baik pipa air minum, minyak, gas ataupun untuk kabel ? b. Adakah terjadi pembengkokan/penurunan saluran, sungai atau terlepasnya jembatan dari pangkal fondasinya ?



l.ll



Managemen Kebencanaan



1.11.1 Siklus Managemen Bencana Pada Gambar 1.4) telah disajikan hubungan antara ancaman luar (hazard) dan keren-



:anan internal (vulnerabili0r). Sementara itu terdapat unsur lain yang dapat mendukung rengurangan resiko bencana (Disaster Risk Reduction DRR) yaitu kapasitas (capacity). .\ntara hazard, vulnerability dan capacity akan menentukan tingkat resiko (nslc) disuafu '-rmpat akibat suatu jenis ancaman bencana alam tertentu. Resiko akibat bencana akan dapat ::rurunkan salah satunya apabila elemen kapasitas dapat ditingkatkan. Sebagaimana disampaikan sebelumnya, peningkatan elemen kapasitas dapat dilalcukan r:amanya adalah dengan meningkatkan kapasitas institusi dalam bentuk pelaksanaan \{anagemen Kebencanaan dan peningkatan kualitas enabling capacity. Managemen iebencanaan (Disaster Management) secara umum terdiri atas 2-kelompok besar yaitu :



3.i



I Bencana Alam dan Gempa Bumi



58



Periode Crisis Management Pada periode Crisis Management maka ada beberapa kegiatan pokok yang sangat penting yaitu : 1) Search and Recsue (SAR) yang didahuluai oleh Fist Quick Assessment; 2) Emergency Response yang didahului oleh Disaster Need Assesment dan 3) Disaster Recovery yang didahului oleh Disaster Damage Assessment. Periode SAR kadang-kadang juga disebut periode golden hours karera begitu pentingnya periode itu untuk menyelamatkan nyawa dan meringankan penderitaan manusia. 2. Periode Risk Management Pada periode Risk Management program-program ditekankan pada program jangka panjang sampai jangka pendek mendekati siklus bencana berikutnya. Perlu diketahui bahwa semua bencana alam mempunyai periode ulang tertentu. Aktivitas-2 di Risft Management diantaranya adalah : 7) Disaster Prevention (prevensi jangka panjang) ; 1.



2)



Disaster Mitigation (Mitigasi jangka menengah);



3)



Disaster Preparedness



(Kesiapsiagaan) dan 4) Periode Early lilarning (Pingatan Dini).



Early Warning



Disaster Search and Rescue



Preparedness



@



Emergency Response



Mitigation



@



Prevention



@



^""o'"o



Gambar 1.65. Siklus Managemen Kebencanaan



TAK ADA BENCANA



Aktivitas yang dilakukan utamanya adalah untuk



PRA BHNfiAIqA



Aktifitas yang dilakukan



itjtanprevention dan



utamanya adalah Preparedness dan Early



mitigation



Warning



SETELAH BENCAHA



SELAMA BENCANA



Aktivitas yang dilakukan



Aktivitas yang dilakukan



utamanya recovery, re-



habilitation .dart



utamanya Search and Rescue dan damage



reconstruction



assessment



Gambar 1.66. Aktivitas dalam siklus manajemen kebencanaan



Bab l/Bencana Alam dan Gempa Bumi



59 1.11.2 Aktivitas-aktivitas



Pokok Tiap-2 Siklus Bencana



Secara skematis elemen-elemen managemen Kebencanaan adalah seperti yang disajikan pada Gambar 1.65) dan Gambar 1.66). Secara garis besar aktivitas-aktivitas pokot tiai+iap



siklus tersebut adalah sebagai berikut ini.



l. Search and Rescue (SAR) Sebenarnya adalah kegiatan lanjutan/sambungan peringatan dini, karena dalam hal ini bencana benar-benar telah terjadi. Apabila sudah dilakukan peringatan dini tetapi korban benar-benar tidak terhindarkan maka akan dilakukan kegiatan-kegiatan : l) perintah pencarian korban (seach); 2) pertolongan pertama terhadap korban Uiry aA; 3) evakuasi korban ketempatyang lebih aman, dan penanganan proses penyembuhan, 4) membantu pemenuhan kebutuhan kesehatan dan sehari-hari (needs assessment) 2. Tanggap Darurat (Disaster Emergency Response) Adalah kegiatan unhrk antisipasi, sebelum dan segera setelah bencana te{adi dengan tujuan



untuk meminimalisir dampak akibat bencana. Diantara kegiatan-kegiatan pokoknya mulai dari : 1) koordinasi s takeholders oleh pemerintah pusat/daerah; 2) komunikasi dan koordinasi instansi secara lintas sektoral; 3) melakukan asesmen dampak bencana; 4) penyiapan segala sumberdaya dan material lokal;



5) melaksanakan penangaltan tanggap darurat menurut SOP yang berlaku; 6) menggunakan teknologi unfuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan tanggap darurat. 3. Pemulihan (Disaster Recovery)



Adalah kegiatan pemulihan dari kondisi darurat ke kondisi normal yang dimulai dari 1) pembersihan reruntuhan (segala nucirm debris); 2) koordinasi instansi-2/donatur-2 potensial; 3) melakukan asesmen terhadap kerusakan (fisik & non-fisik); 4) menyusun dan menerapkat strategy dan recovery policy ; 5) penyediaan hunian sementara (shelter), 6) melakukan usaha pemulihan kehidupan sosial, aktivitas produksi/ekonomi; 7) dalam jangka panjang melakukan perbaikan/pembanganan infra-struktur; 8) melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi segala macam bangunan



{



:



Pencegahan (Disaster Prevention) Adalah usaha penaggulangan bencana jan*a panjang yang tujuannya untuk mencegaV menghindari konmgkinan te4adinya bencana. Aktivitas jan*a panjang yang dikakulan mulai dari : 1 ) menyusun, menerapkaq menertibkan tata-gmalalnn; 2) melakukan proteksi terhadap sumberdaya alam (checkdam, sabuk hijau, normalisasi



aliran/tqian srurgai, pemeliharaan tanamandi bukit, penghutanan kembali dll);



3)



penataan pemukiman/ res ettlement; melakukan identifikasi & asesmen resiko bencana; 5) menyusun Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) termasuk regulasi pardukungnya; 6) melakukan kajian/parelitian semua hal yang ada hubungannya dengankebencanaan;



.1)



9ab l/Bencana Alam dan Gempa Bumi



60 7) melakukan seminar, workshop, diseminasi hasil-hasil penelitian;



8) membuat, mencetah mensosialisasikan brosur, lea/let, poster, panduan-2 penaggUlangan bencana;



9) melalcukan sertifikasi keahlian;



10) melakukan audit terhadap sistir4 prosedur, mekanisme serta audit semua jenis bangunan/infr a-sf uktur. 5. Mitigasi Bencana (Disaster Mitigation) Adalah kegiatan lanjutan dari prevention yarrg tujuannya adalah untuk mengurangi dampak bencana yang kemungkinan terjadi. Ada beberapa frhak yang menggabungkan antara



prevention dengan mitigation, tetapi dalam hal ini lebih baik dipisah karena prevention bersifat jangka panjang sedangkan mitigation sudah relatif dekat dengan operasioanal penaggulangan bencana. Kegiatan mitigqtion dapat dimulai dari : 1) pernahaman/ pendalaman Rencana Penanggulangan Bencana



GPB);



2) menyusun Rencana Operasional penanggulangaa bencana (Contingency Planning); 3) mulai koordinasi terhadap instansi terkait dan stakeholders yang terlibat; 4) membangun kesadaran tentang peran dan tanggung-jawab masing-2 (risk sharing); 5) menyusun bentuk-2 propm owareness, training skills; 6) menyusun rencana mobilisasi sumber daya,materials; 7) menyusun standard operational &procedures (SOP) dll. Stakeholders penanggulangan bencana terdiri atas :1) policy makers;2) aparat pemerintah; 3) pendidik (educators);4) tenaga ahlilprofesional;5) pelakubisnis;6) pemuka masyarakat (community leaders);7) organisasi non-pemerintah (NGO) dan 8) kesatuan (ABRI, Polri). 6. Kesiapsiagaan (Drsaster Prcparednes) Adalah usaha persiapan/siap-siap menghadapi dampak suatu bencana yang tujuannya adalah



untuk membangun kesiapan aparat pemerintah dan segala anggota stakeholders dalwn menanggulangi hencana serta membangun ketahanan individual, masyarakat, kegiatan sosial dan ekonomi. Banyak aktivitas pada masa kesiapsiagaan yang dapat dimulai dari : I ) pendalaman C ont ingency P lanning; 2) melaksanakan penyadaran masyarakat terhadap bahaya dan resiko bencana;



3)peningkatan daya tahan masyarakat terhadap ancaman bencana melalui pelatihar/ training/praktek; 4) rekruitmen dan pembekalan tenaga sukarela; 5) merencanakan need assessment;



6)kontrol kesiapan penyediaan sumber daya (manusia, fasilitas, pendanaan, telinologi, material); 7) kontrol kesiapan jejaring kerja sama (networking); 8) praktek penerapan SOP. 7. Peringatan Dini (Early lYarning) Adalah kegiatan-kegiatan yang diprediksikan sudah dekat dengan kejadian bencana yang tujuannya adalah untuk memberikan informasi/peringatan aw.Vdini kemungkinan terjadinya bencana sehingga masyarakat dapat menghindarkan/menyelamatkan diri dari dampak mematikar/ menyengsarakan akibat kejadian bencana. Kegiatan peringatan dini ini demikian penting,4I.{l{f,} km}



6s



Bab ll Teori Lempeng Tektonik : Proses & Evolusi Gerakan 2.l Pendahuluan Apabila pokok masalah yang akan dibahas adalah gempa bumi dan efeknya terhadap struktur, maka perlu diketahui terlebih dahulu sebab-sebab terjadinya gempa bumi. Untuk dapat memahami hal itu maka perlu dibahas terlebih dahulu tentang teori lempeng tektonik. Teori iru akan berhubungan dengan kejadian lempeng-tektonik, jumlah lempeng tektonik global. gerakan lempeng tektonik, arah dan kecepatan gerakan serta efek gerakan lempeng tektonik yang safu terhadap lempeng tektonik yang lain. Dengan membahas hal ini maka sebab-sebab terjadinya gempa bumi akan diketahui secara jelas. Pada pembahasan sebab-sebab terjadinya gempa itujuga akan dibahas tentang macam/jenis gempa yang mungkin terjadi. Tektonik berasal dari bahasa Yunani "tekton" yang berarti gerakan lapis lithosphere ataut gerakan batuan kerak bumi. Membahas teori lempeng tektonik akan lebih banyak ditinjau dari aspek engineering seismology. Antara seismologt dan earthquake engineering ada bagian overlapping, yang mana untuk dapat memahami secara lebih baik tentang karakter gempa, gerakan tanah akibat gempa dan efek gempa terhadap struktur maka engineens harus juga mempelajari/memahami seismologi secara umum maupun secara khusus yang berhubungan dengan point of interest keteknikan. Dalam pembahasan teori lempeng tektonik maka tidak boleh tidak akan berhubungan dengan struktur-dalam bumi atau eafih interior. Earth inteior akan berhubungan dengan proses pembentukan bumi, sumber panas di dalam bumi, lapisan-lapisan di dalam bumi, sumber magma didalam bumi dan lempeng tektonik di muka bumi. Teori lempeng tektonik selanjutnya akan berhubungan dengan asal mula lempeng tektonih aralq kecepatan dan macam-Inacam gerakan lempeng tektonilg evolrsi gerakan lempeng tektonilg hubungan antara mosaik lempeng tektonik dengan aktivitas gempa dan akitivitas grurung berapi.



2.2 Proses Terjadinya Planet-planet Termasuk Bumi Pertanyaan yang tidak mudah dijawab berkenaan dengan jagad raya umumnya adalah bagaimana terjadinya sistim jagad-raya, galaksi dan tata surya dimulai ?. Pertanyaan ini secara umum bukanlah bidang ilmu para engineers tetapi lebih banyak dialamatkan pada filosof astronomer, fisikawan, kimiawan, metematikiawan, geologis maupun para eksfa/ultra cerdik pandai/ilmuwan. Berabad-abad lamanya pertanyaan itu tetap menjadi pertanyaan yang sulit dijawab. Adanya kemajuan pada theoretical advance yang diikuti dengan eksperimeneksperimen akhimya memberikan banyak kemajuan unhrk menjawab pertanyaan tersebut. Zumberge dan Nelson (1976) mengatakan bahwa pada zaman Yunani kuno, dipercayai



bahwajagad-raya (universe) ini adalah seperti bola kosong yang dihiasi oleh bintang-bintang ditepinya sehingga membentuk bola. Pada saat itu juga dipercayai bahwa bumi adalah salah satu planet yang menempati tengah-tengah bola-kosong. Anggapan ini dapat bertahan lama Bab II/Teori LempengTektonik : Proses dan Evolusi Gerakan



66



dan bahkan sampai pada abad ke-15. Anggapan tersebut baru berubah setelah Copernicus (1473 - 1543) mengatakan bahwa bukan bumi yang menjadi pusat jagad-raya tetapi matahari. Semua planet termasuk bumi adalah mengelilingi matahari dalam suatu tata-surya (solar system). Pada saat itu dipercayai bahwa yang namanya jagad-raya adalah seperti tata-surya kita sekarang ini. Anggapan ini juga bertahan cukup lama hingga mencapai 3-abad kemudian.



Insert : Subject Mapping Posisi bahasan pada bab ini masih berada pada general earthquake basis artinya bahasan lebih banyak mendasari pada penyebab kejadian gempa yaitu teori lempeng tektonik baik proses maupun evolusi gerakan



PROBABILISTICSEISMICHAZARD EARTHQUAKERESISTANT ANALYSTS



(PSHA)



l.General Earthquake Basrs 2.Seismic Sources



:



3.EQ Magn.



& Recurrence



4.Ground Mot. Attenuation 5.Site Effects 6. PSHA Computation



tr tr tr tr Itr



STRUCTURES I .Building Conltguration



2.Response Spectrum



3.ERD Philosophy 4.Load Resisting Structures 5.Earthquake Induced Load



:



6.Likuifaksi (liquefactio n)



l



tr tr tr Itr



Ilmu pengetahuan kemudian maju lagi dan diketahui bahwa tata-surya kita hanyalah salah



satu dari sekian milyard bintang yang ada



di



dalam galaksi Bimasakti (Millq, Way



System/Galary). Galaksi Millq) Wlay diketahui berbentuk cakram pipih dengan diameter mencapai 100 000 tahun cahaya. Harlow Shapley (1885-1972) pada tahrur 1918 menunjukkan bahwa matahari kita berada kira-kira 30 000 tahun cahaya dari pusat galaksi Millq Way sebagaimana tampak pada Gambar 2.1). Selama periode 1550-an sampi tahun 1923 galaksi



MillE



Way dipercayai sebagai jagad-raya



Anggapan bahwa galaksi Millq, Way sebagai jagad-raya gugur setelah astronomer Amerika Hubble (1889 - 1953) dengan teropongnya menemukan bahwa galaksi MillE Way hanyalah salah satu dari sekian milyard galaksi yang ada di dalam jagad-raya. Dengan teropong itu juga diketahui bahwa benhrk galaksi dapat bermacam-rnacam mulai dari bentuk ellips, spiral ataupun tidak beraturan. Tetangga dekat galaksi Bimasakti adalah galaksi Magellanic yang bertangrm seperi kabut awan (clouds) di arah selatan sebagaimana tampak pada Gambar 2.2). Galaksi tersebut berjarak kira-kira 180 000 tahrm cahaya dari bumi dengan diameter 20 - 30 000 tahun calaya. Tetangga dekat yang lain adalah galaksi Andromeda yang berjarak 2200 000 tahun calraya dari bumi kearah utara. Satu galaksi dapat terdiri atas rahrsan mrlyard bintang dan akhirnya betapa besar sebetulnya jagadraya tersebut. Walaupun sekarang sudah diketahui perbedaan lingkup antara tata-surya, galaksi dan jagad-raya namun masih ada pertarryaar' seperti disebut sebelumnya yaihr seperti apa proses terjadinya ketiga hal tersebut. Press dan Siever (1974) mengatakan bahwa sampai dengan abad Bab II/Teori LempengTektonik : Proses dan Evolusi Gerakan



67



ke-20 akhirnya terdapat 3-teori yang berusaha menjawab pefialyaantersebut di atas, berturutturut adalah Nebular, Collision dan Modern Hypothesis. Nebular hypothesis disampaikan oleh



filosof Jerman Immanuel Kant pada tahun 1755. Sementara itu Collision hlpothesis disampaikan oleh geologis Chamberlin dan astronomer Moulton berdasarkan atas review teori yang diajukan sebelumnya yaitu pada tahtn 1749 (Press & Siever, I 975).



Gambar 2.1. Galaksi dan potongan Galaksi Milky Ways (Google.co.id)



2.2.1 Nebular Hypothesis



Menurut teori ini tata-surya dimulai dari berotasinya awafi debu atau Nebula secara perlahan-lahan. Darimana asalnya debu nebula tersebut ?. Ada beberapa teori yang berusaha menjawab pertanyaan tersebut, tetapi teori yang banyak mengandung kebenaran dan dianut oleh para ahli adalah bahwa terjadi ledakan suatu materi yang oleh para ahli astronomi disebut Big-Bang. Setelah ledakan jagad-raya ini selalu berkembang dan masih ada pertanyaan, kapan ledakan Big-Bang itu terjadi ?. Tidak ada yang tahu secara pasti tetapi ahli-ahli astronomi memperkirakan sekjtar 10 - l5 milyard tahun yang lalu. Bab II/Teori LempengTektonik : Proses dan Evolusi Gerakan



Gambar 2.2 Galaksi M83 dan Magellenic [Goog1e.co.id ]



Kembali ke rotasi nebula, disamping berotasi terhadap sumbunya maka nebula ihr juga bertranslasi terhadap awal gerakan. Secara logika dapat dibayangkan bahwa saat itu terdapat jutaan bahkan milyar dan nebula yang berotasi sekaligus bertranslasi. Gerakan antara translasi dan rotasi merupakan keseimbangan alam. Sebagaimana tampak pada bola yang ditendang maka selain bertranslasi maka bola juga berotasi menurut sumbunya. Hanya saja hukum alam tersebut demikian sempurna sehingga rotasi nebula/planet terhadap sumbunya sangatlah teratur. Adanya rotasi Nebula bakal galaksi atau bakal tata-surya tanpa adanya debu yang terlempar keluar berarli bahwa saat itu sudah ada unsur-unsur gaya-tarik gravitasi. Rotasi Nebula lama kelamaan bertambah cepat karena velume nebula mengecil baik oleh adanya gaya gravitasi maupun menumnnya suhu dilapis terluar. Pada tahun 1796Laplace, matematikiawan Perancis menyampaikan teori yang hampir senada dan sejarah ilmu pengetahuan tidak mengetahui/bertanya-tanya apakah saat itu Laplace mengetahui teori Immanual Kant atau tidak. Press dan Siever (1977) mengatakan bahwa dua teori itu (Kant dan Laplace) sekali lagi mengatakan bahwa Nebula mengeciVmampat akibat adanya gaya grai+.asi dan proses pendinginan lapis luar. Rotasi nebula bertambah cepat, bertambah cepat sampai terjadilah lingkar-lingkar gumpalan nebula yang merry'adi pusat-pusat penggumpalan massa (lumped mass). Nebula-nebula yang tergumpal dan berotasi terhadap bakal matahari berjalan sernakin efektif dan tidak ada yang terlempar keluar orbit maka jelas bahwa pada saat itu gaya gravitasi antar planet sudah berke{a secara efektif. Nebula-nebulayang sudah tergumpal jadilah planetplanet dalam tata-surya. Secara skematis Press dan Siever (1977) mengilustrasikan kejadian planet-planet adalah seperti tampak pada Gambar 2.3). Kira-kira 100 tahun kemudian Fisikawan Inggns J.C Maxwell dan S.J Jeans mengatakan bahwa pada ring-ring luar, tidak cukup adanya massa untuk membangkitkan gaya gravitasi untuk menggumpal lebih padat. Secara umum planet-planet dibagi menjadi dua kelompok yaitu Terresfrial planet dan Giant planet. Terrestrial planet (mempunyai densiti 4 - 5,5 lebih pada?berat daripada air) yaitu Merkuri, Venus, Bumi dan Mars yang sebagian besar ( > 90 o/o terdiri atas besi, silikon, magnesium). Sementara Giant planet (hanya 0,62 - 2,21 lebth padalberat daripada air) yaitu Jupiter, Saturnus, Uranus dan Neptunus yang umumnya terdiri



dari 90 % helium dan hydrogen sebagaimana juga pada Matahari. Pada Gambar 2.3) tampak bahwa pembentukan bumi kira-kira hampir sama prosesnya



it



dengan proses pembenflrkan tata-surya. Semua berasal dari nebula homogen, berotasi, kontraksi, berotasi lebih cepat, memadat dan hal tersebut berlangsung terus-menerus. Terjadinya lapis-lapisan didalam bumi akan dijelaskan kemudian. Secara umum hal-hal yang



rf



berhubungan dengan properli planet-planet disajikan pada Tabei 2. 1.



f$' Xl



Bab II/Teori LentpengTektonik : Proses dan Evolusi Gerakan



1



69



,a ..



/ aa



'. \a



iil \t/'/



o



aa



,'



Asthenosphere



Lithosphere



(70



(0



-



250 km)



-



70 km)



Continent Crust Transition zone ( 250 - 700 km)



(0-40 km)



Lower Mantle (700 - 2900 km)



Liquid iron core (2900



-



s000 km) Solid iron core (5000 * 6370



km)



Gambar



2.3



(0-10 km)



Pembentukan tata-surya dan lapisan2 bumi (Press & Siever, 1978) lanet di



abel2. Planet



Ocean Crust



Diam. Mass Derrsity (km) ratio water:1)



Surface



Satelites



Gravity



Bumi=l



Rotasi(bu Mengelilingi Jarak ke mi =lhari) vlatahari (bu. Matahari mi=l th) (iutakm)



r{ercury



4 835



0,055



5,69



0,38



0



59



0,241



57,7



I enus



t2



0,815



5,t6



0,89



0



243



0,6t6



t07,0



lumi



t2'156



I



1



149,0



rlars



6 160



0,108



1,03



1,88



226,0



194



5



30 000 korban meninggal)' 2.8.2.b Oceun to Continent Convergence Subdaksi jenis ini adalah lempeng tektonik dibawah laut menyusup lempeng tektonik jenis ini adalah daratan seperti yang tampak pada Gambar 2.20). Contoh dari subdaksi Pada daerah Meksiko. dan selatan Amerika pantai barat disepanjang subdaksi Vu"g tojrai Amerika benua dibawah men)'usup Pasifik samudera didasar tektonik lempengtersebut selatan.



Bab II/Teori LempengTektonik: Proses dan Evolusi Gerakan



87



b



uc klin g / te4 adi pe



gunungan



Gambar 2.20. Continent to continent Convergence (Himalaya, Iran, Nabire Indonesia)



Gambar 2.21. Ocean to continent



.



Gambar 2.22. Ocean to ocean convergence.



2.8.2,c Ocean to Ocean Convergence Subdaksi ini adalah lempeng tektonik yang satu menyusup dibawah lempeng tektonik yang lain dan tedadi didasar laut. Subdaksijenis ini paling bayak terjadi, yaitu te{adi selatan Jawa, barat Sumatera, kepulauan Kamatcha, Kuril, Jepang, Selatan Jawa, barat Sumater4 dan di kepulauan Tonga. Secara skematis subdaksi ini ditunjukkan padaGmrbar 2.22). 2.8.3 Gerakan Slip Selain gerakan divergen dan konvergen maka kemungkinan yang lain adalah gerakan dua lempeng tektonik yang saling menggeser. Pada bagian-bagian tertentu diduni4 gerakan antar



dua lempeng tektonik bettrl-betul merupakan geser murni, artinya bahwa dua lempeng bergerak sejajar dan berlawanan arah. Gerakan seperti ini akan mengakibatkan sesar geser tslip fault). Contoh yang paling jelas adalah bergesernya lempeng pasifik dengan lempeng .{merika Utara didaerah pantai barat USA yang salah satunya dinamai patahan geser San -{ndreas (San Andreas slipfault). Sesar geser juga dapat terjadi pada gerakan konvergen/subdaksi yangmana arah gerakan lempeng tektonik tidak tegak lurus pada batas dualempetg Qtlate boundary). .\pabila demikian maka akan terdapat komponen geser dari gaya dorong lempeng tektonik. Semakin kecil sudut yang dibentuk oleh arah gerakan terhadap boundary line maka komponen/gaya geser akan semakin besar. Contoh sesar geser global yang cukup besar adalah sesar geser Anatolian di Turki, yangmana lempeng tektonik Afrika bergerak ke rimur laut membentuk sudut kira-kira 45o dengan plate baundary. Pada skala yang lebih kecil yaitu sesar geser Bukit Barisan (Great Sumatera slip fault). Sesar geser ini juga terjadi karena lempeng Australia berberak ke utara membentuk sudut kira-kira 50o terhadap plate boundary disebelah barat Sumatera. Sesar geser yang paling terkenal adalah sesar San .{ndreas di California,USA (Gambar 2.23) dan sesar geser Anatolian di Turki. Sesar geser Sumatera termasuk dalam katagori ini. ?ab II/Teori LempengTektonik : Proses dan Evolusi Gerakan



88



l::r,IL:i



;



r



txFf,*HAft$fl',:1,



S*{lt.:



, .:i::



ffi'+*+rrA*irftniqri



::i I



ri



Gambar 2.23. Sesar San Andreas [ ]



$



HeB



AEE srt a{) ti*j l-sdnqc*aabck



-----)l-'#rI*



--4



Nor,hAn*in



Gambar 2.24. Potongan sesar geser San Andreas ,USA [ ] Sesar geser San Andreas adalah seperti yang disajikan pada Gambar 2.23). Karena sebagian besar gaya dorong merupakan gaya geser maka lempeng Pasific hanya mengakibatkan subdaksi yang relatif dangkal sebagaimana disajikan pada Gambar 2.24).



Bab II/Teori LempengTehonik: Proses dan Evolusi Gerakan



89



2.9 Evolusi Gerakan Lempeng-lempeng Tektonik 2.9.1 Pangea dan Panthalasa (200 juta tahun yang talu) Lempeng tektonik sebagaimana disajikan pada Gambar



2.16)



adalah konfigurasi



lempeng tektonik sekarang ini. Menurut Press dan Siever (1975) publikasi tentang pecahan dan gerakan/pemisahan lempengJempeng tektonik berua (continent drift) diawali pada tahun 1858. Pada ali'hir abad ke-19 ahli geologi Austria Eduard Suess mengemukakan tentang pecahan lempeng-lempeng tektonik yang mengumpd (single giant continent) yang dinamai Gondwanaland yang merupakan gabungan antara benua-benua bagian selatan sekarang (Antartik4 Amerika Selatan, Afrika, Aushali4 dan kemungkinan India). Pada awal abad ke20 ahli geografi German Alfred Wagener melengkapi apa yang dikemukakan oleh Suess yaitu adanya benua besar kuno (super continent) Pangea yang berarti all lands yang t{adi kira-kira 200 juta tahun yang lalu. Secara keseluruhan konsep pemikiran susunan benuabenua dan lautan kuno adalah seperti yang umumnya disebut konsep Pangea-Panthalasa yang berarn all lands dan all seas seperti tercantum pada Gambar 2.25). Adartya divingforce oleh beberapa sebab maka lempeng-lempeng tektonik kuno tersebut bergerak menurut arah dan kecepatannya masing-masing. Investigasi radioaktif bekas lelehan batu basalt di Pantai timur USA menunjukkan bahwa batu basalt tersebut merupakan lelehan pada periode geologi Triassic kira-kira 200 juta tahun yang lalu yang merupakan awal pemisahan benua kuno Pangea.



Garrrbar



2.25. Konsep Pangea (all lands) dan



Panthalas a



(all



seas)



kira-kira 200 juta tahun



yang lalu (Press Siever, 1978)



Pada Gambar 2.25) tampak bahwa terdapat tiga kelompok benua besar yaitu Gondwanaland, Pangea dan Laurasia yang secara keseluruhan merupakan asal mula benua-aua yang ada sekarang ini. Benua-benua tersebut mengumpul menjadi satu walaupun 'sdapat continent drift (salhgpecah-pecah dan bergerak saling memisahkan). Disamping itu -riitanpun juga menyatu menjadi Panthalasa, yang sekarang ini terdapat lautan Pasific, \:lantilq India, Antartik dan laut Utara. Tampak pada gambar pada pada masa itu samudera r'Jantik belum ada karena pantai



l9-2 l*mpeng Tektonik



pada Periode Triassic (180 juta tahun yang lalu)



Lempeng tektonik pada kondisi Pangea dan Panthalasa tidaklah tetap, karena lempengdap€Dg tektonik tersebut terus bergerak dengan sebab seperti disampaikan sebelumnya. -'erSar 2.26) adalah perkiraan posisi lempeng-lempeng tektonik pada periode Triassic yaitu rr:-kira 180 juta tahun yang lalu.



i,:: il



Teoi LempengTektonik :



Proses dan Evolusi Gerakan



90



Gambar 2.26. Konfigxasi lempeng tektonik pada periode Triassic 180 juta tahun yang lalu.



pada gambar tersebut tampak bahwa samudera Atlantik (di sekitar laut Bermuda sekarang) mulai terbentuk/terbuka. Ciri yang lain adalah bahwa benua utara (Laurasia) mulai terpisah-dengan benua selatan (Gondwanaland). Disamping itu sea-Jloor spreding mt;J.ai



memisahkan India sekarang dengan benua Antartika serta terbentuknya samudera India oleh jelas memisahnya Afrika dengan India. Pemisahan antara benua-benua tersebut akan semakin pada akhii periode Triassic yaitu kira-kita 135 juta tahun yang lalu. Karena lempeng iektonik/benua-benua kuno telah bergerak selama 65 juta tahun maka India sudah memisah jauh dari Afrika dan Antartika. Pada massa ini gurun Sahara masih berada di selatan katulistiwa. Peristiwa terbesar yang terjadi pada periode ini adalah memisahnya Amerika Selatan dengan Afrika dan India bergerak ke utara semakin mendekati Laurasia sebagaimana Tampak pada Gambar 2.26).



2.9.3 Lempeng Tektonik pada Periode Jurassic (135 juta tahun yang lalu)



pada eia Jurassic yaitukira-kira 135 juta tahun yang lalu, komposisi benua-benua sudah berbeda secara siknifikan dibandingpada massa Triassic. Hal ini terjadi karena pada massa juta Jurassic, lempeng tektonik sudah bergerak selama 60 juta tahun sejak masa Triassic 180 tahun yang lalu.



Gambar 2.27



.



perkiaan posisi benua2 pada massa Jurassic (135 juta tahun yang lalu)



perkiraan posisi benua-benua pada massa Jurassic adalah seperti pada Gambar 2.27). Masa Triassic, Jurasic dan sebagainya adalah massa atau skala waktu geologi yang akan disajikan kemudian. Adalah tidak mudah merekonstruksi peristiwa geologi dimasa-massa .



Bab II/Teori LempengTektonik : Proses dan Evolusi Gerakan



91



.alu apalagi jutaan tahun yang lalu. Oleh karena itu dibeberapa literatur sering dipakai stilah "possible" atau kemungkinan karena tidak ada tulisan sejarah yang secara tegas meujelaskan tentang hal itu. Berdasar pada hal tersebut terdapat beberapa versi rnruk/bangun, posisi dan arah gerakan benua-benua dimasa jutaan tahun yang lalu. Tampak pada gambar 2.27) bahwa calon India sudah relatif jauh meninggalkan .$tartrka. Laut Bermuda (timur Florida ,USA) sudah mulai meluas karena calon USA =karang) sudah bergerak keutara. Disamping itu benua Amerika Selatan sudah mulai =enjauhi benua Afrika. Pada massa ini gurun Sahara sudah berada/disekitar di garis i:arulistiwa. Apabila kondisi iklim masih mirip sekarang ini maka secara logika di tempat itu Sahara) terdapat banyak tumbuh2an baik kecil maupun pohon2 besar. Oleh karena itu -*urun r-rlau sekarang ini ditemui fosil-fosil pohon-pohon besar di gurun Sahara, karena gurun Sahara pemah berada di katulistiwa. Arah-arah gerakan benua-benua adalah seperti tampak :ada gambar.



1.9.{ Lempeng Tektonik pada Periode Cretaceous (65 juta tahun yang lalu) \{assa Cretaceous adalah 65 juta tahun setalah massa Jurasic. Posisi benua-benua kiraadalah seperti yang tampak pada Gambar 2.28). Pada gambar tersebut tampak bahwa *terika selatan sudah bergerak jauh dari Afrika. Pulau Madagaskar sudah berpisah dengan i=ila" calon India sudah jauh meninggalkan Antartika. Pada massa itu pula lautan r.l:diteranian sudah mulai mengecil. Pada massa ini gurun Sahara sudah berada di utara garis



r:a



c:ulistiwa, karena Afrika terus bergerak keutara. Gerakan benua-benua adalah seperti yang



=rpak



pada gambar.



Dibandingkan dengan pada massa Triassic, pada massa Cretaceus letak benua-benua r.-:ka- Amerika Selatan dan Australia sudah sangat berbeda. Benua Amerika Selatan sudah



:.-r terpisah dengan benua Afrika yang mana benua Afrika bergerak jauh keutara dan bemra :-:ierika Selatan bergerak jauh ke arah barat laut. Apabila kecepatan gerakan lempeng::::e€ng tektonik telah disepakati misalnya seperti yang tampak pada Gambar 2.18) dan



-i.-:ng waktu gerak darai massa Traissic dan Cretacius diketahui maka jarak yang telah :=rrpuh oleh benua-benua tersebut dapat dihitung. Gerakan benua yang cenderung kearah -:are tersebut juga berkaitan dengan posisi sumbu rotasi bumi sebagaimana yang disajikan :,:,r,, Gambar 2.14). Adanya gaya inersia maka akibat rotasi bumi benua-benua cenderung :e'gerak kearah utara.



Gambar 2.28. Perkaaan posisi benua2 pada massa Cretaceous (65 juta tahun yang lalu) Pada Gambar 2.28) tersebut



i,::



.-- Teori



juga terlihat bahwa peta Indonesia secara tiba-tiba tampak di



LempengTektonik : Proses dan Evolusi Gerakan



92



dalam gambar, padahal pada massa Triassic 135 juta tahun yang lalu bakal kepulauan Indonesia belum tampak sama sekali. Bangun benua pada massa Cretaceous sudah sangat



mirip dengan bentuk benua-benua pada massa sekarang ini hanya posisi benua-benua masih agak berbeda. Untuk keperluan pengembangan ilmu pengetahuan, memang sangat perlu ditelusuri kapan dan bagaimana kepulauan Indinesia mulai terbentuk dan bagaimana evolusinya sampai sekarang.



2.9.5 Lempeng Tektonik Benua Sekarang Posisi lempeng benua sekarang adalag sepeti pada Gambar 2.29). Setelah bergerak selama 65 juta tahun maka India bergabung dengan Asia, Amerika Selatan bergabung dengan Amerika Utara. Sementara itu Australia sudah berpisah dengan Antartika. Posisi gurun Sahara sudah semakin keutara, pulau Madagaskar sudah relatifjauh berpisah dengan Afrika timur. Sementara ifu Indonesia yang pada massa Cretaceous belum ada maka setelah 65 juta tahun Indonesia sudah adalterbentuk.



Gambar 2.29. Posisi benua-benua saat ini



2.9.6 Lempeng Tektonik Benua pada 50 juta tahun dari sekarang Mengingat benua Australia terus bergerak keutara dengan kecepatan sekitar 7 cm/tahun maka pada 50 juta tahun yang akan datang, Australia sudah bergerak sejauh 3500 km dari posisi sekarang. Akibatnya pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku diperkirakan akan terdesak (hilang ?) oleh Australia, seperti yang tampak pada Gambar 2.30).



I .i 1



l\



,t



Gambar 2.30. Posisi benua-benua pada 50 juta tahun yang akan datang (Press



& Siever,1978)



d' !i,



jlj



Pada gambar tersebut tampak bahwa USA bergerak kebarat (saat



ini keselatan), benua



$, .9. i]l



;i



Bab II/Teori LempengTektonik : Proses dan Evolusi Gerakan



I



93



Eropa mengecil dan bergerak ketimur, India mengecil dan bergerak ke timur dll. Apakah itu benar, hal itu baru merupakan perkiraan/ramalan.



2.10 Skala waktu Geologi Proses kejadian alam semesta dan tata-surya telah disampaikan pada Bab IL Didalam kejadian tata-surya termasuk didalamnya kejadian bumi. Para ahli banyak yang memperkirakan bahwa kejadian bumi sudah dimulai pada + 4,5 milyard tahun yang lalu. Pada bahasan Butir 2.9) telah disebut beberapa istilah seperti Triassic, Jurassic dan Creataceous hal itu semua termasuk istilah-istilah di dalam skala waktu geologi. Berikut ini akan



disampaikan sekilas tentang hal tersebut.



ponnsylyacltfl p6.ri{d



r--d



Gambar 2.3 I . Skala waktu geologi (Press



=r



i::



& Siever, 1978)



Para ahli geologi telah mengindentifikasi bahwa batuan yang sekarang tampak di daratidaklah mutlak dari dulu memang demikian. Banyak batuan yang sekarang tampak di



II



Teori LempengTektonik: Proses dan Evolusi Gerakan



94 daratan dahulunya pernah berada di dasar laut. Pergeseran batuan itu adalah proses tektonik (gerakan batuan kerak bumi) yang kompleks dan sudah berlangsung sangat lama. Sedimentasi yang sudah lama kemudian terpendam (ada tumbuh-2 an, binatang yang akan menjadi fosil kelak didalamnya) dan terjadi proses metamor dan kemudian berubah menjadi batuan. Batuan bergerak, terangkat kemudian terkena aliran air hujan, te{adi erosi dan kembali lagi menjadi sedimen dan lama-kelamaan mengeras menjadi batuan lagi, demikian siklus dapat terjadi yang dapat memakan waktu yang sangat lama. Fosil dalam batuan itu kemudian dijadikan salah satu bahan untuk studi umur batuan. Untuk memperkirakan umur bumi/batuan maka salah satu metode yang dipakai adalah yangmana zat radio-aktif telah ada dan menyahr/terkandung sejak radioactive ^"ihod kejadian batuan. Salah satu batuan yang dipakai sebagai objek studi adalah batuan meteor yang jatuh kebumi karena pada hakekatnya proses pembentukan tatasurya termasuk bumi ie.iaal pada waktu yang sama (Press & Siever, 1978). Studi yang lain adalah berkenaan dengan- fosil di batuan sedimen atau melalui lapisan batuan (stratigraphy). Singkat kata studi tentang umur batuan kemudian dipakai untuk merekonstruksi skala geologi yang salah satu representasinya adalah seperti yang disajikan pada Gambar 2.31)'



Sudi tentang skala waktu geologi terus dilakukan yang kesemuannya untuk tujuan penyempurnaan. Gradstein dkk (2004) mengusulkan skala geologi baru utamanya penyempumaan yang lebih detail pada era Precambrian, karena seperti tampak pada Gambai Z.ll) pada periode itu tidak ada fosil. (Press & Siever, 1978). Seperti tampak pada gambar era Precambrian adalah era sebelum 570 juta tahun yang lalu. Gradstein dkk (2004)



ielah mengidentifikasi skala waktu geologi sampai dengan 3,6 milyard tahun yang lalu' Apabila umur bumi kira kira 4,5 milyard tahun maka era sebelum 3,6 milyard tahun yang lalu masih merupakan erayanggelap yang belum didefinisikan.



Bab II/Teori LempengTektonik : Proses dan Evolusi Gerakan



95



Bab lll Gempa Bumi : Jenis dan Mekanisme Kejadian 3.1 Pendahuluan Gempa bumi merupakan fenomena alam biasa sama dengan fenomena alam yang lain -perti hujan, angin, gunung meletus dan sebagainya. Menyusul terjadinya gerakan-gerakan



lempeng tektonik pada proses pembentukan bumi, maka sejak itulah proses terjadinya gempa bumi mulai terjadi. Kombinasi antara gerakan lempeng tektonik dan gempa bumi rersebut, memungkinkan kondisi geo-seismo-teknonik menjadi seperti sekarang ini. Tidak



'eperti



manfaat letusan gunung berapi, sampai saat



ini



belum dijumpai tulisan yang



membahas tentang manfaat langsung gempa bumi terhadap manusia.



Kejadian gempa bumi sangat berkaitan erat dengan gerakan lempeng tektonik sebagaimana dijelaskan di sebelumnya. Terdapat banyak teori tentang kejadian gempa :aapi secara keseluruhan merupakan sebab dari gerakan lempeng tektonik. Menurut -jarah, tanggapan manusia atas fenomena alam tersebut banyak ragamnya terutama pada



mitos dan era semi analitik. Pemahaman tentang gempa bumi terus berevolusi mulai :ra mitos sampai dengan era ilmu pengetahuan modern seperti sekarang ini. era



3.2 Pengertian/Definisi gempa Bumi Menurut beberapa sumber, banyak orang telah berusaha mendiskripsikan pengertian x'iar) gempa bumi. Antara deskripsi yang satu dengan yang lain saling melengkapi, menambah jelasnya definisi tentang gempa bumi. Definisi gempa bumi menurut =hingga -berapa sumber itu diantaranya adalah sebagai berikut ini. : Earthquake is vibrations ofthe Earth caused by the sudden release of energt, usually as a result of displacement of rock alongfault : An earthquake is a sudden motion or trembling in the earth caused by the sudden release of slowly accumulated strain : Earthquake is a ground shaking or radiated seismic energy caused by a sudden stress changes or a sudden slip on afault or volcanic/magmatic activity i Earthquake is a sudden shock or shaking and vibration at the surface of the earth resulting from underground movement along a fault plane or volcanic activity : Earthquake is shaking of the Earth surface caused by rapid movement of roclqt outer earth layer ' Earthquake is vibration ofthe earth produced by the rapid release energl : Earthquake is a shaking of a ground caused by lhe sudden breaking and shifting of lorge sections of the earth's roclty outer shell. Berdasarkan atas beberapa definisi atau pengertian si atas secara umum dapat ::.':mpulkan bahwa gempa bumi adalah bergetarnya permukqsn tanah karena pelepasan



i.:^



lll



Gempa Burni: Jenis dan Mekanisme Kejadian



96



energi secara tiba-tiba ukibat dari pecah/slipnya massa batuan di lapisan kerak buml Pengirtian tersebut sekaligus menjawab mengapa permukaan tanah menjadi bergetar, yaitu akibat energi gempa yang merambat dari pusat kempa kesegala arah. Sebagaimana diketahui bahwa suatu kekuatan akan terkandung dalam suatu energi, artinya energi gempa akan menghasilkan suatu kekuatan yang dalam hal ini adalah getaran tanah.



Insert : Subject Mapping Posisi bahasan pada bab ini masih berada pada general earthquake basis dan seismic sources yang akan memberikan pengetahuan dasar tentang kegempaan khususnya sumber, jenis dan mekanisme kejadian gempa bumi



PROBABILISTICSEISMICHAZARD EARTHQUAKERESISTANT ANALYSIS



(PSHA)



LGeneral Earthquake Basts 2.Seismic Sources 3.EQ Magn. & Recurrence



4.Ground Mot. Attenuatton 5.Site Effects 6. PSHA Computation



tr tr tr tr tr tr



STRUCTURES



l.Building Configuration 2.Response Spectrum



3.ERD Philosophy 4.Load Resisting Structures 5.Earthquake Induced Load 6.



Likuifaksi (liqu efoc ti o n)



tr u tr tr tr tr



Pertanyaan dapat saja berlanjut, mengapa (wfty) sejumlah energi gempa dilepaskan dari pusat gempa ?. Hal ini terjadi karena telah terjadi akumulasi energi di daerah atau ditempat



iersebut, dan karena tegangan maksimum sudah terlampaui maka slip/pecahlah massa batuan, sehingga sebagian energi yang sudah terakumulasi tersebut dilepaskan. Mengapa terjadi akumulasi energi, karena ditempat tersebut terjadi gerakan massa batuan atau geiakan lempeng tektonik yang menyebabkan regangan/tegangan. Mengapa massa batuan atau lempeng tektonik bergerak, jawabnya adalah karena gaya gravitasi, karena peristiwa konveksi dan karena rotasi bumi senbagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya. Rentetan pertanyaan tersebut sekaligus menjawab bagaimana (ftow) proses terjadinya suatu gempa. Pertanyaan berikutnya yaitu dimana (where) dan kapan (when) suatu gempa akan terjadi akan dijelaskan secara rinci di depan, mengingat diperlukan pengertian-pengertian yang sifatnya lebih lanjut.



3.3 Sejarah Pemahaman Pengertian Gempa Bumi



Menurut sejarah, tatggapan manusia atas fenomena alam tersebut banyak ragamnya terutama pada era mitos dan era semi analitik. Pemahaman tentang gempa bumi terus berevolusi mulai era mitos sampai dengan era ilmu pengetahuan modern seperti sekarang ini. Bangsa Yunani Kuno, Mexico kuno, Indian Amerika , Hindu India, Siberia, Mongolia, china, Peru, Jepang dan New zealand (Bolt,1978 ; Berg,1980 ) adalah bangsa-bangsa yang mempunyai mitos tentang gempa bumi. Karakteristik mitos gempa bumi yang dibangun Bab III/Gempa Bumi: Jenis dan Mekanisme Kejadian



9'7



$gat



dipengaruhi oleh budaya masyarakat setempat saat itu yang umumnya sangat --nsrnil. unik, menggelitik dan sangat berkarakter. Walaupun semua itu sekarang ini tidak :zsronal tetapi bangsa-bangsa itu adalah bangsa yang berprestasi karena telah berusaha :angat terbatasnya data gempa intraplate sehingga model perambatan gelombang gempa



-lum diketahui secara baik. Hu dkk. (1996) mengatakan bahwa pada hakekatrrya tega'gan yang terjadi pada suatu lempeng tektonik sangatlah kompleks, bagian tertentu tegangan =ungkin terdapat tegangan tarik, bagian lain mungkin tegangan desak ataupun ie>er. Tegangan-tegangan tersebut berubah maupun berakumulasi sesuai dengan -Ralannya waktu. Lapis lithosphere dan kerak bumi pada suatu lempeng tektonik itu



iendiri juga tidak seragam baik kekuatan, ketebalan maupun kekakuannya sehingga



:rdapat banyak jenis, distribusi dan orientasi patahan. Oleh karena itu dengan variasi yangada maka penyebab gempa intraplate juga sangat bervariasi. Gempa intraplate yang lain misalnya adalah di Australia yang sebaran episenternya i€perti yang tampak pada Gambar 3.36). Tampak jelas pada gambar tersebut bahwa di Australia tidak terdapat sesar yang masif, atau sesar yang siknifikan panjang. Sesar yang *c" bersifat sangat lokal, pendek dan sporadis. Oleh karena itu aktivitas tektonik di Australia juga tidak siknifikan, yang pada akhirnya tidak ada gempa yang cukup besar di



'-egangan dan patahan



-{istralia.



3i



III/Gempa Bumi: Jenis dan Mekanisme Kejadian



126



Gambar 3.36) tersebut di atas juga menunjukkan bahwa distribusi episenter gempa intraplate (shallow crustal earthquake) di Australia tidak mengelompok dan membujur sebagaimana gempa interplate melainkan menyebar secara random. Hal ini sesuai yang dikatakan sebelumnya bahwa patahan aktif di tengah lempeng tektonik juga terdistribusi menye-bar. Kecenderungan yang sama juga dijumpai pada gempa intraplate di tempat lain.



./< .{. i,,\ .-t \ If* /\ i.,[



/lI



s-



\';



\{



(,



;.J.1



'.)' ft. 5



a



la



r1 '(



a



at



t



.19---r^-



.



).'-t' \



(w



'.v a



v



J\



Gambar 3.36. Gempa Intraplate di Australia



3.10 Intraslab Earthquakes dan Wadati-Benioff Zone Sebagaimana perjanjian yang disampaikan sebelurnnya, gempa-gempa yang terjadi pada subducting plate untuk seterusnya disebut megathrust earthquake dan benioff earthquake. Kategorisasi nama-nama tersebut sudah sampaikan pada Gambar 3.8). Gempa



yang disebut shallow pada Gambar 3.36) adalah gempa dangkal kerak bumi (shallow



ta[) sebagaimana telah disampaikan sebelumnya. Menurut Gambar 3.8) dan Gambar 3.9) tampak bahwa gempa interface slip merupakan gempayalg relatif dangkal (< 50 km) yaitu apabila sudut antara subducting dan overriding plate relatif besar dan subducting plate langsung menunjam curam. Namun demikian pada sudut yang relatif kecil misalnya subdaksi di Jepang seperti di Gambar crus



3.15), interface slip earthquake terjadi sampai agak dalam. Dengan demikian interface slip earthqake adalah gempa yang berada pada zona slip (non compression dan bending) di ketebalan lithosphere (bukan dibawah lithosphare).



Dl6t#q



d l0



buah. Analisis tentang mekanisme gempa yang lengkap akan menghasilkan beberapa karakteristik gempa seperti saat kejadian, letak episenter, magnitudo gempa dan orientasi



spasial momen tensor. Berdasarkan memen tensor tersebut maka analisis dapat dilanjutkan pada banyak hal salah satunya adalah pada orientasifault plane. Stn P rvnve syruf,rol



A -4,,1/ D -**---' L' *-414,1 o --/tn' F. --r,fr"fi,,



e x



a o o



Slr: Prvaw



f ---r,t/l 6----x



subill o



H ---xA/\ r I ---'v14, o



J ---44^ .



Str Pw:r,e



syuLlol



K ..."-71.f* c r L *-= . hr Y +fjt .



.-v\/



Cr-H



l)



stations motion the



Plot all wilh tieir f rst symbols into projection.



syrnbds circles



2) $eparate with large on the hemisphere.



3) Define the focal nrechaniem.



Gambar 3.39. Plottingfocal mechanism dari kedatangan gelombang (Kaser, 2009) Orientasi foult plane seterusnya dapat dimanfaatkan untuk menetukan arah hinging serta macam-macam mekanisme gempa sepei reverse, strike slip, normal -urpuo oblique. Semua hal itu oleh geologisr kemudian dapat diilustrasikan secara visual menjadi apa y ang disebut seba gai stereonet atau " b e achb a I f' .



wall



Thrus: iaulting, Var!rtu lslan&, ,rriy 3, 1 985 Lcca;i:mber ;;'mPa 1420



tan gelombang



only, no S-wave (S-tu at, e s ha dott z on e)



I'lo P & S-wave



Gambar 4.16 Rambatan gelombang gempa didalam bumi [ ] Gelombang Energi Gempa



170



Body waves (*irect and reilected)



i



d 's{\ 5_ '." \ USS PPP \\.1 j_;^4"-tr,---* o r-,p I ^a' SS -+tnrr I L -'rl1



Manlle



lffis



minutes



Gambar 4.17 Rambatan dan pantulan P- wav e dar. S-w ave | ) Sementara itu para ahli juga telah menghitung secara cermat bahwa pada fokus gempa tertentu, ada daerah-daerah tertentu baik gelombang P-wave maupun S-wave ke dua-duanya tidak dapat di diteksi/direkam. Hal ini terjadi karena pada daerah tersebut S-wave tidak dapat



merambat (karena daerah semi liquid) dan P-wave juga tidak dapat merambat karena memasuki tepi daerah semi liquid core sudtt pantul relatif kecil dan kecepatan P-wave f.xrxr drastis. Dengan kondisi seperti ini maka alat perekam gempa harus ditempatkan di banyak tempat untuk membentuk suatu jaringan. Dengan kondisi seperti itu kine{a alat perekam dapat saling melengkapi. Gambar 4.16.b) merupakan tampilan ulang dari gambar sebelumnya yang dapat dipakai untuk membantu membayangkan perjalanan rambatan energi gempa. Gelombang primer Pwave jarth meninggalkan S-wave dan gelombang permukaan. Pantulan pe{alanan P-wave dan S-wave adalah seperti yang diilustasikan pada Gambar 4.17).



4.7 Formulasi Kecepatan Rambatan Gelombang Sebagaimana disampaikan sebelumnya bahwa dari fokus (pusat gempa) gelombang energi gempa akan merarnbat didalam bodi bumi (gelombang bodi) dan merambat di permukaan tanah (surface wave). Pada bahasan kecepatan gelombang yang merambat di dalam dua medium tersebut, umtufllya media tanah dianggap mempunyai sifat homogen, elastik dan isotropik (sama elastik properti untuk kesegala arah). Pada kenyataarurya media tanah yang dilalui gelombang gempa akan sangat bervariasi baik jenis tanah (ienis tanah, jenis bahran), geometri (lapisan, orientasi lapisan, ketebalan lapisan) maupun properti tanah,/batuan tiap lapis. Dengan demikian kondisinya akan sangat bervariasi dan menyulitkan bahasan gelombang gempa secara umum/general. Oleh karena itu penyederhanaan kondisi sehingga menjadi homogen, elastik dan isotopik sangatlah diperlukan agar persoalan dapat diselesaikan. Richart dkk (1970), Prakash (1981) dan Kramer (1996) mengatakan bahwa penentuan kecepatan gelombang ini umumnya memakai model bahasan suatu gelombang yang merambat pada tali (rod) yang elastik, homogen dan isotopik. Terdapat 3 kemungkinan gelombang yang menjalar pada tali tersebut yaitu gelombang longitudinal, gelombang torsi dan gelombang lentur (/lexur). Dua gelombang yang pertama umunnya dipakai sebagai bahasan utarna.



Bab lV/Gelombang Energi Gempa



171



{.7.1 Rambatan Gelombang Longitudinal pada Tali(Rod) Tali yang dipakai sebagai model fisik mempunyai bangun prismatis dengan luas potongan -\- modulus elastik E dan berat volume y. Masih terdapat asumsi lain yaitu bahwa bidang fotongan tetap bidang baik sebelum dan sesudah dilalui gelombang, tegangan tali dianggap ieragam di seluruh luas potongan dan pada keseimbangan dinamik, pengaruh gaya iniisia gaya yang berlawanan dengan arah gerakan) diabaikan. Untuk membahas hal ini diarnbil nodel tali dan tegangannya seperti tampak pada Gambar 4.lg). penjabaran kecepatankecepatan gelombang berikut sepenuhnya bersumber pada Richart (1970),Prakash (198i) dan iiramer ( I 996). Gambar 4' 18) adalah seutas tali prismatis yang dipegang oleh double roll sehtnggatali tidak -rgerak. Diambil suatu penggal tali sepaqjang A, seperti yang tampak pada gambar. pada sotongan a-a sejauh x terdapat tegangan sebesar o*, sedangkan pada potongan (x+Ax) :erdapat tegangan



o,+ (6o*/&).Ax. Gaya-gaya tersebut sebagaimana tampak pada potongan 4. I s) Jurnlah gaya yang beket'a pada potongan tersebut adalah,



i?anjang Ax di Gambar



F = -ox.A.{r,



**



*}n



4.10)



Gambar 4.18. Gelombang longitudinal padaTah Sesuai dengan hukum Newton II bahwa gaya adalah produk dari massa dengan -rcepatan. Oleh karena itu persamaan 4.10) akan menjadi,



*9!*\., - Lx'Al .o2u o*-)"[' c'ot2



-o,.A*{o,



4.11)



Prsamaan 4.11) dapat disederhanakan menjadi,



Oo, y



a. =i



:eqan notasi bahwa N)x



Ozu



ar



4.r2)



adalah regangan pada arah-x, maka sesuai dengan hukum Hooke



r.iran terdapat hubungan,



o. = E.y



dx :engan demikian nilai diferensial persamaan 4.13) adalah,



j.;:



IV/Gelombang Energi Gempa



4.13)



172



oo*



ax



_d-u



4.14)



ax2



dengan mengambil notasi bahwa mass density kedalam persamaan 4.12) akan diperoleh,



y



ylg, maka substitusi persamaan 4.14)



^, ^) L-d-u"=p d'u ^, dx- Ot^2 ,,2 ou ^2 ou OtdxE -,2 /P



4.15.a)



4.r5.b) 4.15.c)



p



Pers.4. 1 5.b) adalah persamaan umum gelombang dimensi- I ( I -D) yang dinyatakan dalam persamaan diferensial parsiil, sedanglkan Vp adalah kecepatan rambat gelombang longitudinal



atau gelombang primer (P-wave). Tampak pada pers. 4.15.c) bahwa kecepatan gelombang longitudinal merupakan fungsi lurus dari modulus elastik material, E dan fungsi terbalik dengan mass density material, p. Perlu diingat bahwa kecepatan gelombang longitudinal berbeda dengan kecepatan partikel (particel velocitl). Secara matematis, Kramer (1996) memberikan jalan untuk menghitung kecepatan partikel yarhl



. Au *.6x o, Vr.Ot 0tdEat e



-



o -.Vo



4.16)



ll = ----'--:-



E



Disarnping kecepatan partikel, penyelesaian pers. 4.15.b) akan menghasilkan simpangan (displacenenf) u, untuk berbagai kondisi batas (boundary conditions). Menurut pers.4.15) maka kecepatan gelombang primer Vp akan menjadi,



Vp=



50.00200) kg cm3 cm y = 4.427 4=442719 'dt dt 0,00255 /980 cmz kg dt?



4.7.2 Rambatan Gelombang Torsi Pada Tali (Xod) Untuk membahas masalah ini maka dipakai model torsi seperti yang tampakpada garnbar 4.19). Menurut bahasan analisis stnrktur, hubungan antara momen torsi T dengan sudut puntir (twist) atas suatu batang prismatis adalah,



r /pabila dipandang atas



=Gl!'o L



suatu batang/tali sepanjang dx, maka sudut



f =G.I,* ox



Y\ L=![o] 0x dxL 'A*) Bab lV/Gelombang Energi Gempa



4.r'7) puntir d0 adalah,



4.18.a)



4.18.b)



t73



+-



L-----l-L



---l-



l__



dx



__+



Gambar 4.19 Toni Pembahasannya senada dengan sebelumnya, yaitu dipotongan kiri bekerja mornen torsi iebesar T , sedangkan sebelah kanan bekerja momen torsi sebesar T+ (A|lax)dx sebag,aimana :upak pada Gambar 4.19). Senada dengan bahasan sebelumnya, jumlah momen toni di dua xrongan tersebut adalah,



Fr= -r



*[r I



*{\.* dr)



4.19)



Senada dengan hukum Newton II, bahwa gaya torsi adalah produk antara mass rational dengan perce,patan sudut puntir, maka akan diperoleh,



msia



-r *{rL -{).*= Dr) p.I,.d*.* dt'



ar PL'"i/ , o2e



4.20)



-= )ugan mengkomunikasikan



pers. 4.18.b) dengan pers.4.20) selanjutrya akan diperoleh,



*{o+*}= 0+# a2e ^1



dt-



vr'=



r.l



-. y4-z o2o | ^ 7 dx'



4.21.a)



G



4.21.b)



p



Rambatan Gelombang di medium 3-Dimensi Sebelumnya telah dibahas rambatan gelombang



ee.dang di



di medium l-dimensi, yaitu



rambatan



suatu tali (rod) yang dianggap homogerl elastik, isotropik dan mempunyai v{srng tak terbatas. Kramer (1996) mengatakan bahwa model rambatan gelombang dalam 1I :=sebut belum memadai untuk memodel rambatan gelombang gempa di dalam tanah. Hal m cjadi karena dari surnber gempa (foau) te{adi secara 3-dimensi dan rambatan energi +*La'dangnya akan menjalar kesegala arah (3-dimensi). Untuk itu diambil model elemen 3ru= i dengan notasi dan gaya-gaya seperti yang tampak pada Garnbar 4.20). Berikut ini .,l-,rh penjabaran rambatan gelombang gernpa menurut Ikamer (1996), dan Parakash (1991).



1;' ;;'



Gelombang Energi Gempa



t74



Garnbar 4.20 Tegangan dalam 3-dimensi



Jumlah gaya-gaya yang bekerja pada arah-x misalnya dapat ditulis menjadi,



L,



Jo,, *



!



or)o,



loxJ[oy)



dz



* 92.or\ * * -



- o,.dy.dz +{, -



,*.ar.ar+{r-,**or}.dx.dy-r,,.dx.dy= o



4.22)



Persamaan di atas akan mengakibatkan body force saling mengeliminasi, sehingga



terjadilah,



Ir= L/ {+.+.9=\*or* la, Ay A,



4.23)



)



Sesuai dengan hukum Newton II, maka persamaan 4.23) akanmenjadi,



{+.+.*l*.*.42 lox oy oz ) P ers.



=



p.dx.dy.d,* dt-



4.24,)



4.24) akan menjadi,



'ou'! Atz=[Yt.Y-*d'*\ La, Ay A, )



4.25.a)



Dengan carayang sama maka akan diperoleh,



^(^\



dOu dT,,



0'v ldTu, * Pal=i a,



ar.;J ,*={P?.Y.Y-I dy dr) dt' td"



Bab lV/Gelombang Energi Gempa



I



4.25.b)



4.25.c)



175



i3ngmana u, v dan w adalah displacement masing-masing arah x, y datz. Untuk dapat :entransfer pers.4.l6) lebih lanjut, maka dipakai beberapa hubungan,



o,



r,



= 1.8 +2.G.e,,



oy = )"e +2.G't* o, = l,.E +2.G.t,,



Tv,



T4



- G.Try - G.Ty* = Try = G,r, = Gy, =Trr=G.yu=G.To



4.26.a)



=Tyx



4.26.b) 4.26.c)



E



4.27.a)



2(1+ u)



.



u.E (1+ u)(l



-



4.27.b)



2u)



.Esmana v adalah Poisson's ratio, l. adalah Lame's constant, G adalah shear mo-dulus, y r,',rlah regangan geser. sedangkand =t*+€y+ 6,. Menurut teori elastisitas regangan



:rn regangan geser menurut pers. 4.26) dapat dihubungkan dengan perubahan simpangan :eialui Gambar 4.21)



t +



+u Gambar 4.21 ElemenGeser Suatu elemen ABCD yang mempunyai panjang elemen dx dan dy. Setelah mengalami



n:-:ahan bentuk sebesar crr = dv/dx dan a2: du/dy karena geser maka elemen tersebut ne:'--adi A'B'C'D'. Regangan geser pada bidang x-y, r*r: cr.1*cr2. Analogi yang sama ,



,



teijadi pada bidang x-z dan bidang y-2. Dengan demikian akan diperoleh hubungan, dv dw du



'"



dx



dv



du



Ixv - , 'dxdv



dy



"zz



dw dv dv dz'



4.28.a)



dz



y,,



=*** dz ctx



4.2s.b)



)rsamping itu juga terdapat rotation displacement relationships yaitu,



';



Gelombang Energi Gempa



t76



a'}.



n.



" =!{4v2ldy dz)



n_



'



Dengan memperhatikan pers-



,. =!{0, =L{!v-0.\. 2ld* -ru\ 2ld, d*) dy)



4.26



dan 4.28) maka pers. 4.15.a) akan menjadi,



^1



* ,*dt' = *o".e cx



4.28 c)



-) * *rc.r oy



2.G.e



^) 0"u,?o., +G'o)*l1c.r-; ox



)



*



*) *G.r oz



*!ro7*)*!G.r) oy



oul=d,



4.2s)



oz



x €o,



Pers. 4.29) disederhanakan dengan menganggap E



dengan memperhatikan pers.



4.28) maka pers. 4.29) menjadi,



,#



=



o'+



off+ G.Yz.u



4.30.a)



o*=e+e!+G.Y2.v oy dt'



,#



=Q"+Qff+



4.30.b)



G.Yz.w



430.c)



Pers. 4.30.b) dan pers. 4.30.c) dapat diperoleh dengan cayayang sama dengan pers. 4.30.a),



dengan catatart,



.._,



^2



^2



V'=:.O + O.+ Dx' a)'



^2 O



.



4.31)



02"



4.8.1 Kecepatan Gelombang Primer Vp Untuk memeperoleh rumusan kecepatan gelombang primer Vp dapat dimulai dengan transformasi persamaan 4.30) dengan mendiferensialkan persamaan tersebut masing-masing ke-x, ke-y dan ke-z dan dijumlahkan. Dargan cara tersebut pers. 4.30) dapat ditulis menjadi,



p '



( 't



A2



-r I



^)



dx l0*" ay. 0r. ) 0t. -.u=(t+G\+*Gl+***+t



432.a)



(



^1 ^'s ^) ^r l p!"=0+q+*cl+****1, oy ldx- 0ydt' ( ^t



^a



p!.* dt-



=



* ldx- dy-



(t + Gt? * G 1+ *



oz



4.32b\



oz- ) ^) ^r )



*



*l* dr-



4.32.c)



)



Deferensial persamaan terhadap-x,



^) ^



^-)-



,++=Q+G1.t7+c.vzL ' At' dx dx Ox' Bab lV/Gelombang Energi Gempa



4.33.a)



r77 Dengan cara y ang sama tetapi terhadap-y dan z akan diperoleh,



!fu



,*?=r,r+ct.*+c.v2 dt'}Y



A"



4.33.b)



,*+=u"+o*+c.vz! At' 0z dz'



4.33.c)



dz



Dengan demikian pers. 4.30) akan menjadi,



o



a2



I



au av



aw)



*'\;*6*;l=(i+G)



Pers.



4.34) dapat ditulis menjadi,



e



^') d't



+G.v2.E



U7=(i+G).v28



Selanjutnya pers. 4.35) dapat disederhanakan menjadi, ^) O-€



O



=



U7



*



dt'



QL



+2G).V2



= v2 p.v2



4.3s)



.€



4.36)



.E



)engan nilai Vp (perhatikan pers. 4.36),



4.37) )errgan memperhatikan pers. 4.27), makapers.4.37) dapat ditulis menjadi,



Vp=



2.G.v , 2.G



(t-2v)p



l2.G.v +2.G.(1-2v)



p



p(t-2v)



4.38.a)



(smudian,



,, 'r -- l @(2-Lr) o1tlv1



4.38)



Apabila nilai Poisson's rasio v, semakin besar (ingat bahwa nilai maksimum Poisson's -rno suatu material v : 0,50) maka nilai penyebut pers. 4.38) akan semakin kecil. pada



sodisi tersebut kecepatan gelombang primer Vp akan



sangat besar. Dengan memakai data



iegerti sebelumnya maka kecepatan gelombang primer Vp adalah,



Vp=



217949(2 (0,00255



1,:: Il'/Gelombang Energi Gempa



- 2.0,17) I 980)(t - 2.0,17)



458989



"!- =+,SZSU



178 4.8.2 Kecepatan Gelombang Sekunder (S-wave)



kecepatan gelombang sekunder dapat diperoleh dengan deferensial iers. 4.32.c)1e perubah y,



-Sglanjutnya pers. 4.32.b) ke perubah-z unruk mengurangkan deferensiar



yaitu,



^2^



o9:9



dt' oz



= G.Yz



,+y=G.vz dt- oy



d



4.39.a)



dz



y oy



4.39.b)



sesuai dengan keterangan di atas, pers. 4.39.b) dikurangi pers. 4.39.a) akan diperoleh,



a2



law



-



avl ;.vr.[tu _tu\



';11* a,J=' Dengan memperhatikan pers.



to



a, ) 4.28.c) maka pers. 4.40) akan menjadi,



ao e#ao



ui



=



4.40



= G'Y".{2



vs''v''{l



4.41)



Dengan,



,lp ', =-E



4.42)



Dengan demikian rasio kecepatan gelombang primer vp dan gelombang sekunder v3 akan



menjadi,



VP-@i



d-,lrr-"



4.43)



Pers.4.43) dapat diperoleh dengan membandingkan antara persamaan 4.3g) dengan pers.4.42). senada dengan yang dikatakan sebelumnya, pada niiai poisson's ;d" semakin besar, maka p.enyjebut pada pers. 4.a\ akan iemakin kecil. Akibatnya ,*; iasif gelombang primer dan gelombang sekunder vpA/s akan semakin besar.



4.83 Gelombang pada



i Intinite Body elalf Space) ^gen Dua gelombang yang dibahas sebelumnya adalah gelombang yang menjalar pada media kontinum ata.u infinite body (di dalam tanah, relatif jauh dari iermiaany. fratastr ltl6t; mengatakan bahwa kecepltal gelombang body masing-masing Vp (gelombang prim"4 t.p"# pada pers. 4.38) serta vs (gelombang geser) seperti pada p..rl+.+zlt*urg memberikanLfek y-ang siknifikan pada respon bangunan. Hal ini terjadi karena semua fondasi bangunan terletak di dekat permukaan tanah yangmana pada stata tersebut merambat gelombarig permukaan (surface waves). Kondisi seperti im yaitu suatu massa/media tanah yan; mempunyai batas di



permukaan disebut semi-infinite bodyatau



Half space.Asumsit atB > Ata. Apabila selisih kedatangan gelombang gempa At diketahui maka ':rak episenter R dapat dihitung secara matematis melalui ilustasi seperti pada Gambar 4.30).



l



l,



+-



L, Vp, Vg



I



s



i' l- 'n{,lr*r'*,- ..' \_-.



Gambar 4.30) Selisih kedatangan S-wave dan P-wave



di A, gelombang gempa baik P-wave maupun S-wave kedatangan S-wave dan P-wave di C akan lebih lama 3aripada di B, karena jarak AC lebih jauh daripada jarak AB. Misalnya yang akan dipakai i$agai pernbahasan adalah jarak AC sepanjang L dengan kecepatan gelombang primer dan :elrunder masing-masing adalah Vp dan Vs seperti tampak pada garnbar. Misalnya selisih reda angan S-waye dan P -wave adalah At. Oleh karena itu akan terdapat hubungan, Suatu genrpa dengan episenEr



rnunbat ke B dan ke C. Selisih



LL VP VS -+ar-_ vp.Lt



=2,



3.;b lY/Gelombang Energi Gempa



-



L+l/p.Lt _ L l/p



VS



, , '{Z -r}=r" t



188



L_



Lt.yP



4.58)



[u -,\ [," )



4.11 Sistim Koordinat Sistim koordinat yang dipakai pada bumi adalah koordinat bola. Sistim koordinat itu memberikan nilai bahwa setiap lo pada setiap garis bujur mempunyai jarak yang sama baik di daerah katulistiwa sampai di daerah kutub. Namun demikian jarak pada setiap lo pada garis lintang akan berbeda-beda tergantung pada berapa derajat garis lintang yang bersangkutan. Hanya pada garis katulistiwa jarak untuk lo garis lintang akan mempunyai jarak yang sam€t dengan lo pada garis bujur.



I; Gambar 4.31 Koordinat bola dan koordinat bidang



Katulistiwa d,



tll/ /



Kutub



x



selatan



\.



\qi,'"9,fri-' a) koordinat bola



b) koordinat bola dan bidang



Gambar 4.32. Koordinat bola dan koordinat bidang



Koordinat di suatu tempat di muka bumi dinyatakan dalam kordinat bola. Oleh karena itu harus ada koreksi koordinaVjarak apabila akan dihitung jarak antar kota tsrutama kota-kota yang jauh dari katulistiwa. Perbedaan sistim koordinat antara kordinat bola dan koordinat Bab lV/Gelombang Energi Gempa



189



::&ng



adalah seperti yang disajikan pada Gambar 4.3 l). Pada gambar tersebut tampak bahwa unhrk setiap derajat pada garis bujur akan tetap sama. Namun demikian jarak yang senada :,aiia garis lintang dari katulistiwa akan semakin mengecil dan mencapai jarak sama dengan nol :::uk di kuhrb utara maupun kutub selatan. Sebagai contoh jarak A-B pada koordinat bola pada Garnbar 4.3 l) tidak sama dengan =rk A-B pada koordinat bidang. Perbedaanjarak tersebut akan semakin besar apabila A dan 3 =emakin mendekati kutub-kutub dan pada garis bujur yang sangat be{auhan. Jarak yu dan y6 .,::ru jarak pada garis bujur tidak ada koreksi. Untuk itu maka perlu dilakukan koreksi jarak. Untuk mengoreksi jarak pada garis lintang maka diambil potongan bumi menurut garis -3ng seperti yang tampak pada Gambar 4.32. Berdasarkan Gambar 4.32) maka sudut cr,



"



-z-aj



o=!==d,=360, K 2tr.R >eranjutnya, j



ari-jai lingkar bumi



R1



pada sudut



o



4.5g)



akan menjadi,



R; = R.cosa



4.60)



)ngan demikian keliling bumi pada garis lintang-i menjadi, Ki



=2tr.Ri



4.61)



?:ljang garis bujur untuk setiap lo garis-lintang di site-i, xi menjadi,



^'v



_:



K,



4.62)



360



r.-,reksi x1adalah,



_ _2.r.R "o-360-



2n.R,



360 -



Zn.ln- n,)



4.63)



360



Contoh : Kota Tokyo mempunyai koordinat (35.45N ; 139,30E). Jari-jari bumi R :63i0 u:. Sedangkan Yogyakarta mempunyai koordinat (-7. 95; ll0.22B). Akan dicari koodinat :,,lang kota Tokyo, Yogyakarta dan Jarak Tokyo-Yogyakarta.



(:iiling bumi, K adalah



:



K =2.r.6370 = 40040km -i.:3k



1o



pada garis bujur adalah,



40040



rr' = td



= lll'222



km



-:dinat kota Tokyo akan menjadi,



!ilq,= d.'=



35,75.(1 11,222)



= 3976,194 ton



-rdrnat kota Yogyakarta akan menjadi,



!6= d,= S,Jut



cr



kota Tokyo akan menjadi,



i.;: IL',Gelombang Energi Ge:mpa



-7,8167.(111,222)



= -869,3857



Am



190



eth, = tLY



t','^u:t?^o 4oo4o



Ri = R.cos(35,75) =



,uo



= 35,75o



6370.cos(35,75)



=



5169,79



*



Sedangkan sudut a kota Yogyak arta akan menjadi,



oro



869.3857 =-ffi360=



7,8166'



Rr = R.cos(7,8166) = 6370.cos(7,8166) = 6310,765 ktt Keliling garis lintang yang melewati kota Tokyo adalah,



Ki = 2.n.Ri = 2.tt.(5168,79) =



32489,55 km



Keliling garis lintang yang melewati kota Yogyakarta ada)ah,



Ki = 2.tr.Ri = 2.n.(6310,765) = Panjang



lo 1'



*



garis lintang yang melewati kota Tokyo adalah



x -



Panjang



39667,6U



32489'55



= 90,2487 lon 360 garis lintang yang melewati kota Yogyakarta adalah 39667,66 *'=ff=llo'l88hz



Koordinat kota Tokyo



,



xtb = 139,58.(90,2487) = +12589,69 km,



lg



= +3976,194



km



Koordinat kota Yogyakarta,



*,,, = 110,3667.(110,668) =



+12161,08 km,



ltr,y= -869,3857



km



Jarak kota Yogyakarta ke Tokyo menjadi, L



SI



= J(l 2589,



69



-



1216l,08)2 + Q97 6,194 + 869,3857 )2



= 4864,499 hn



Apabila tidak memakai koreksi maka jarak Yogyakarta ke Tokyo adalah,



sKoreksi jarak



(t le,s - t l 0,3667) I r r,222]t2 + {(3 s,l s + t,8 I 67) l I r,222\2



:



=



580 1,436 lon



19,26 % (sangat besar) Selisihjarak tersebut akan semakin besar apabilajarak yang dihitung adalahjarak antar kota yang satu kota semakin dekat dengan kutub utara sedangkan kota yang lain kota yang semakin dekat dengan kutup selatan dan jarak bujur antar kota yang semakin be{auhan. Bab lV/Gelombang Energi Gempa



191



4.12 Pensamaan Kecepatan P-wave dan S-wave Gelombang-P mempunyai kecepatan yang lebih besar daripada gelombang-S, sehingga



.iaktu tempuh gelombang-P lebih cepat daripada waktu tempuh gelombang-S. Menurut para ahli, kecepatan gelombang-P dan gelombang-S tampaknya tidak konstan, -nelitian (ecepatannya cenderung menurun setelah menempuh jarak yang semakin panjang. ?snverapan energi gelombang tampaknya menjadi salah satu penyebab menlrrunnya !-.cepatan pada jarak yang sernakin jauh. Plot antara jarak dan waktu tempuh gelombang-P :-in gelombang-S menurut New York State Earth Science adalah seperti yang tampak pada -'ambar 4.33).



G



6



t; J



{



14



12:trf? [pHE]rtEf,UlSl$ilCt {x *r1 tgni 15!lil tu-- r*



$F



l'{iri



ft.#



t3r*$



*@



&efi6.*



In&ksi



Gambar 4.33 Plot jarak vs waktu tempuh gelombang-P dan Gelombang-S



Kecepatan gelombang-P dan gelombang-S tersebut dapat didekati dengan suatu :€lramaan. Hal ini dapat diperoleh dengan cara ploting biasa dengan prinsip-prinsip t-aiisis Numerik. Setelah dilalrukan fitting, maka waktu tempuh gelombang-P dan ;':.ombang-S berturut-turut adalah,



|'::



Tr(menit) = 2,0907.L- 0,0843.4



4.64)



Tr(menit) = 3,7542.L- 0,1456.L2



4.6s)



.'l' Qsletnfiang Energi Gempo



192



L dalam ribuan km, artinya bila gelombang telah menempuh jarak 3000 km, maka nilai L: 3, dan waktu tempuh dalam menit. Ploting dengan menggunakan pers.4.64) dan pers.4.65) adalah seperti yang tampak pada Gambar 4.34) yangmana



^20 .E tr sts o .E



Ero IE



F5



01



2 3 4 5 6 7 8 910 Elistance L (km)



Gambar 4.34Plot Jarak vs waktu tempuh Sedangkan apabila diplot waktu lawan jarak tempuh maka hasilnya adalah sebagai



berikut,



Lp = 0,3689.7, +0,03089.T12



4.66)



Ls = 0,2402.I, +0,0063.2r2



4.67)



yangmana Tp dan Ts dalam menit dan L hasilnya dikalikan 1000 km, artinya bila diperoleh nilai L = 6,675 maka nilai sesungguhnya adalah L: 6675kn.



Plot antara travel time dalam menit dan jarak tempuh adalah seperti yang disajikan pada Gambar 4.35. 10



10



E :8 o o xo



E



.Y



o8 o o



;6



l



I .ji o



9A



o



i5



i5



0tz



otz (E



E F0



F0



04812162024



024681012 Travel Time P-wave, Tp (minute)



Travel Time S-wave Ts (minutes)



Gambar4.35 Plot waktu vs wjarak tempuh



Bab lV/Gelombang Energi Gempa



b



\\ o G



I F 0a



Ei



s o



G G



o O)



d



A)



I



u)



o\ FE



o D)



o A:



(D' 4



,t



o o



B o A)



d



o. A)



E



00



194



4.13 Koordinat Kota-kota dan Penentuan Letak Episenter Untuk menentukan letak episenter kejadian gempa maka diperlukan koordinat kotakota dimana seismograf dipasang. Walaupun tidak disemua kota dipasang alat pencatat gempa./seismograf, tetapi koordinat kota-kota di Indonesia sebagaimana disajikan pada Tabel 4.5) dapat dipakai sebagai alat bantu. Sementara itu koordinat kota-kota di AsiaPasifik disajikan pada T abel 4.6. Tabel 4.5 Koordinat kota-kota di Indonesia



No



Kota



Koordinat N(+), S(-)



3



Ambon Banda Aceh Banduns



4



Baniarmasin



5



Benskulu



6



Bukittinssi



7



Denpasar Endeh



I 2



8 9



0 1



2 J



4



Fak-fak Gorontalo Jakarta Jambi Jayapura



7



Kuoans Kendari Malans Mataram



8



Medan



5



6



No



Kota



-1



Bangkok BandarSeriB



I 3



Beiiins



4



Brisbane



5



6



Colombo Christchurch



7



Dacca



8



Hongkong



9



Honolulu Kualalumnur



10



t9



5.35 -6.54



128".15', 95.05 07.36



20



-3.2



t4.35



22



-3.5 0.20 -8.45 -8.45 -3.0



02.t2



23



00.20



24 25 26



_4



0.35 -6.9 -



1.30



-2.28 -10. I 9



-3.50



Kota



15.14



21.40



21



32.t5



27



t23.5



28 29 30



06.49 02.30 40.38 23.39 22.30 22.4s



31



Menado Merauke



Koordinat N(+)- S(-) lo.2g'



124'.51



-8.29



140.24



Padang Palembang PangkalPinang Pekanbaru Palu Poso Semarang Samarinda Surabava



BT



100.2



-3



Surakarta Sorong



104.5



1



106



0.3



01 15



I



t9.s2



-1.20 -7.0 -0.3 -7.17



20.55 10.26 17.09 12.45



-7.3s



10.48



-0.55 -5.20



31 15



32



Taniunskarans



JJ



0.48 -0.3 -5.1



1t9.2



-7.49



110.22



-7.59 -8.41



lt6.t



35



Temate Pontianak UiunsDandans



3.4



98.38



36



Yosvakarta



34



Tabel4.6. Kooedinat Kota-kota di Asia-Pasifik Koordinat No Kota N(+)- S(-)



2



No BT



BT



05.1 0 27.24 09,15



Koordinat {(+)- s(-) BT



13.45



100.35



4.52 39.45 -27.25 6.56 -43.33 24.25



115



2



t16.25 r53.02



J



Meboume



-37.5



t4s



4



NewDelhi



28.37 -31.s7 16.45



77.13 115.52 96.2



1.17



103.51



Jakarta



Manila



79.s8



5



t72.47



6



90.25



7



22.11



tt4.t4



8



Perth Ranggon Sinsaoore Sydney



21.19 3.9



157.52 10t.41



9



Taioei



20



Tokvo



Sebagaimana disajikan pada Tabel 4.5, yang ternrlis 5.35 berarti berarti bujur timur (longitude) 95":5' , demikian seterusnya.



-6.9 14.4



-33.53 25.2 35.4



106.49 121.03



l5



1.1



t2t.3 t39.3



+ 5o:35' dan 95.05



Sebagaimana disampaikan sebelumnya, untuk menentukan letak episenter kejadian gempa paling tidak ada 3-stasiun pencatat. Sebagai contoh misalnya selisih kedatangan gelombang P dan S yang direkam di Yogyakarta, Pontianak dan Menado berturut-turut Bab lY/Gelombang Energi Gempa



195 adalah 4,7226 menit, 3,5665 menit dan 7,5020 menit. Akan ditentukan dimana letak sumber gempa.



Data lain yang sangat penting untuk menentukan letak episenter adalah kecepatan eelombang Primer (vp) dan kecepatan gelombang sekunder vs. Untuk itu misalnya poisson's rasio batuan v : 0,20, modulus elastik batuan E : 50 Gpa dan material density 2.7 grlcm3. l. Modulus elastik G batuan,



G= -



l.



so(lo2oo) ks ..E = = ztzsoo 2(l+v) 2(l+0,20) -!g,*2 - '''"""



,*'



Menurut pers. 4.38), kecepatan gelombang primer Vp adalah, cm



Vp=



a=



4,5352



alnffilt at.qst lE#4r&..r rllsilftr{f glimBH* ri**ffiffi I+{*ffi EW!fi&*



&s&.tifs#_sts



E rua*stnlfft Astiat#t*rkt fiB$,Affiltffi p"ffi*rH{Cff &&Es*futE# B" ffitrmarqiH l5-*!Hilfi1*r'*#Hi $}ffiffir



:{)J.rrli flf,rJi{



Ii qdi



i



?rl {-J}.lE:



Sik:-l .{:rtid+



J,'"'ikX'Ij



*us"d



-.:*ffiffi**" drsn



. ilA \



I



-



ffi



---Y*tn-;7T=.;



t.'..-jH t,



"



*



ffic'af,rg*+Ll#e rr*



*e



Gambar 4.37 . Letak episenter gempa.



\Ienurut pers. 4.43), kecepatan gelombang sekunder vS dapat dihitung dengan



fL= VS



2(l - v\



(t-



2v)



4,5352 "



2(t



-



0,2)



(1-2.0,20) i";t



l\'/Gelombang Energi Gempa



dt



y*st'rlr.f&efff$0.!$tlti I #l .t{A.SaNtiS ffia IeS f.t.trqa,#! qh*Kridnle#x {r:v*rfrll {, \Ln.[ * Ur.t]! ql*A fErul{r E\lilxr.t;41flAil! &,aft@l) I-NLS1illGMfrhr Etr(nts{ [EJffr



? i:i J r I ": -*!i+r! r,, L



t*--



km



2,7772



km



dt



196



4. Dengan diketahuinya kecepatan gelombang primer dan gelombang sekunder vs maka



jarak dari masing-masing stasiun ke episenter dapat dihitung dengan



menggunakan



pers.4.5 8), dengan demikian, a. Jarak dari episenter ke stasiun Yogyakarta,



-



L = ,N'V" - -



4'7226(60)'(4'5?52)



{a -r\ [r, )



{+'szsz



-r\



LZ,tttz



44 = 2030.176 'dt



km



)



b. Jarak dari episenter ke stasiun Pontianalg



-: L



,L''v, _ -3,569j(60)'(4,5?52) 61@ -' dt = 1553.t78 km



[u -r\ lr, )



lz,tttz-r\ )



{t'stY



c. Jarak dari episenter ke stasiun Manado,



- = rL''Vr, [Yt -r\ lv, ) L



7,5020(60)'(4'5352)



{+'srsz



-,})



61@ '' = dt



3224.gglkm



lz,tttz



Dengan diperolehnya jarak dari episenter ke masing-masing stasiun tersebut, maka letak episenter dapat ditenhrkan yang hasilnya adalah seperti yang disajikur pada Gambar 4.37).



Bab lV/Gelombang Energi Gempa



197



Bab V



lntensitas Gempa, Magnitudo Gempa dan Seismisitas 5.1 Pendahuluan Gempa yang terjadi kadang-kadang tidak dapat dirasakan oleh manusia, kadang-kadang Ierasa secara menakutkan, kadang-kadang menimbulkan kerusakan pada bangunan dan bahkan



sering menimbulkan korban manusia yang tidak sedikit. Untuk menentukan seberapa besar gempa yang terjadi maka umumnya dipakai magnitude atau dapat dite{emahkan sebagai magnitudo gempa. Cara menentukan magnitudo gempa ditentukan sedemikian sehingga cara ini cukup bersifat universal atau dapat diberlalcukan secara umum. Terdapat berbagai cara untuk menentukan magnitudo gempa mulai dari cara yang relatif lama maupun cara yar,g modern.



Terdapat cara lain untuk menggambarkan seberapa'besar gempa yang telah terjadi yaitu dengan melihat tingkat kerusakan yang telah terjadi. Cara ini kemudian menghasilkan apa yang disebut intensitas gempa. Konsep intensitas gempa didasarkan atas kejadian langsung ditempat kejadian. Kerusakan akibat suatu gempa yang satu kadang-kadang sulit unhrk disetarakan



dengan kerusakan akibat gempa lain ditempat lain karena deskripsi kerusakan hanya rerdasarkan apa yang dapat dilihat. Dengan demikian cara ini ada kemungkinan kurang akurat Jibanding dengan cara-cara dalam menentukan magnitudo gempa. Walaupun kedua cara ini berbeda cara pendekatannya namun antara keduanya dapat dihubungkan. Kedua konsep ini bahkan dapat dihubungkan dengan waktu dan frekuensi 'aling iejadian gempa dalam kajian seismisitas (seismisit.v). Hal yang disebut terakhir tersebut sangat Jrperlukan didalam perencarvuul beban gempa. Oleh karena itu ketiga-tiganya perlu diketahui secara



lebihjelas.



5J Intensitas Gempa Gempa bumi telah dikenal oleh peradaban manusia sejak lama, dan bahkan Aristotle + BC telah berusaha mendiskripsikan secara ilmiah tentang fenomena alam gempa bumi. ?ada saat itu gempa hanya dapat dirasakan efeknya tetapi belum ada alat untuk mendeteksinya, i:alagi untuk menentukan ukuran/magnitudo gempa. Menurut beberapa sumber, alat pencatat ;:npa modern baru dikembangkan pada awal tahun 1930'an. Oleh kerena itu gempa-gempa :"ng sempat tercatat dalam sejarah mulai dari tahun 670 sampai dengan tahur 1930'an dapat jiatakan tidak ada rekaman amplitudo gelombang energi gempa. Bahkan menurut National Saphysic Data Center (NGDC) sampai dengan tahun 1980'an dan sampai awal abad ke XXI : tempat-tempat dibanyak negara instrumen pencatat gempa belum dapat dipasang dengan :imbusi yang cukup merata. Berdasar atas fakta seperti si atas, maka pencatatan efek gempa hanya didasarkan atas apa



-:;0



"-srg dirasakan manusia pada umumnya, respons oleh suafu objek ataupun kerusakan(:rlsakan yang terjadi. Telah disampaikan di banyak media bahwa menurut catatan setiap



i :^ l' [n1srci1qs, Magnitudo Gempa dan



Seismisitas



198 tahun telah terjadi ribuan gempa bumi di seluruh dunia. Gempa yang terjadi mulai dari gempa yang relatif tidak terasa oleh manusia sampai pada gempa yang sangat merusakkan bangunan. Akibat yang timbul atas kejadian gempa tersebut juga beruariasi mulai dari yang tidak ada pengaruhnya sampai yang sangat merusakkan.



Insert : Subject Mapping Posisi bahasan pada bab ini masih berada pada general earthquake basis yang akan memberikan pengetahuan dasar tentang kegempaan khususnya intensitas, magnitude dan seismisitas.



PROBABILISTICSEISMICHAZARD EARTHQUAKERESISTANT ANALYSIS



(PSHA)



l.General Earthquake 2.Seismic Sources 3.EQ Magn. & Recurrence 4.Ground Mot. Attenuatron 5.Site Effects 6. PSHA Computation



tr tr tr T tr tr



STRUCTURES 1



:



.Building Conhguration



2.Response Spectrum



3.ERD Philosophy 4.Load Resisting Structures 5.Earthquake Induced Load



:



6.Likuifaksi (Li q ue fa cti o n)



tr tr tr tr tr tr



Sejarah manusia untuk mendiskripsikan besaradbentuk kuantifikasi gempa telah dimulai sejak lama. Singkat kata untuk memahami tentang seberapa besar pengaruh, seberapa besar kekuatan gempa yang terjadi serta bagaimana efek yang terjadi di lapangan maka dipakailah suatu istilah yang disebut'lntensitas gempa". Intensitas gempa secara umum didefinisikan sebagai klasifikasi kekuatan goncangan gempa yang didasarkan atas efek yang terekam (observed) dilapangan. Klasifikasi tersebut dinyatakan dalam bilangan integer (bukan pecahan) yang secara tradisional dinyatakan dalam angka Romawi (I, II, il, IV dstnya). Angka Romawi tidak umum dan tidak mudah terakses secara komputerisasi sebagaimana angka Arab, namun demikian pemakaian angka ini di dalam intensitas gempa justru sudah terasa enak dipakai. Sekarang ini justru terasajanggal apabila intensitas gempa dinyatakan dalam angkaArab. Intensitas gempa dalam skala-skala tersebut dipakai karenapada saat itu alat pencatat gempa (seismograph, accelerograpft) belum ada./belum tersedia.



5.2.1 Sejarah Perkembangan Skala Intensitas Gempa dan Pelaksanaannya Sebagaimana ditulis dibanyak media, intensitas gempa sudah mempunyai sejarah sejak lama. Sebagaimana dikatakan sebelumnya, intensitas gempa ini dipakai karena belum/tidak adanya distim perekaman atau pencatatan efek gempa di lapangan. Mengapa dipakai angka Romawi karena sejarah dipakainya intensitas gempa ini tidak terlepas dari kejadiankejadian gempa di Italia. Di era-era awal, adalah Egen (1828) yang telah mengklasifikasikan akibailkerusakan gempa dilapangan. Kwantifikasi akibat gempa tersebut terus berkembang dan baru menyebar secara lebih luas setelah dikenalkannya 10-skala intensitas Bab V/Intensitas, Magnitudo Gempa dan Seismisitas



199 gempa oleh Rossi-Forel pada tahun 1883 (RF Scale). Skala



ini kemudian dikembangkan



oleh Mercalli seoraag ahli seismologi dan lulkanologi bangsa Italia pada tahun 1902 sampai 12 skala



Intensitas gcmpa dalam l2-skala kemudian dikembangkan lagi oleh Sieberg (1912, 1923). Versi berikutnya adalah Msrcalli-Cancani-Sieberg Scale (MCS Scale) yang dipakai di Eropa Selatan pada tahun 1932. Pada tahun 1931 terbitlah skala gempa versi bahasa Inggris oleh Wood dan Nueman. Skala ini kemudian dikembangkan lagi pada tahun 1956 oleh Richter yang kemudian disebut Modified Mercalli (MMD. Versi intensitas gempa ini kemudian dinarnakan Madified Mercalli Inteenity atau MMI sebagaimana dipakai sanpai sekrang. Skala MMI ini hlrak ditulis dalan banyak media. Perbandingan antara skala-skala mtensitas tersebut disajikan pada Tabel 5.1).



No



abel 5. Rossi-



Modified Meecally



Ferel Intensitv



O*) I II



I 2



III ry



3



4



v



5



VI VII VIT



6 7



8



ll



intensity



%e



I II-III m



o.t1 -



I



0



I



I tI m rV



vIII-



v-



v



IX+



VI



x



VI V]I VII



XI



xII



t2



')



Intensitlr



I-II ru IV-V V-VI VI-VII



x



menurut Wald et al.



II



I



Rf



(l nt



II



I



t. I



I



Ir



IV



*1"



Itr



pslg.tana!*)



MSK



\/III.Ix



x



9



l0



Skala Intensitas



JMA



Y



< 0.17



< 0.10 0.1 - 1.1 0.1 - l.l 1.2 - 3.4 3.4 - 8.1 8.1 - 16



1.4



0.17 - 1.4



Iv



1.4



V



3.9 -9.2



VI



9.2 - t8



-3.9



VU



l8-34



16-31



VIII



34-6s 65 - 124 > 124



3l -60



x x



50-ll6 > l16



XI



xII



VI



*1,



v



Kec.tanah*) cmldt (+)



(+)



Il



III



tv



Iv



Y



vl



w



YII|



vu



x



IX



Ix



v



vll vur tx



XI



m



x vn



VI



x



:TI



XII



Garnbar 5.1. Perbandingan antara skala-skala intensitas secaravisual (Kramer, 1996)



Pada Tabel 5.1) tersebut tampak bahwa skala intensitas gempa relatif berbeda antara



u;u dengan yang lain. Dibeberapa negara, misalnya di Rusia berkembang skala intensitas gEmpa Medvedev-Sponheuer-Kamik (MSK Scate) pada tahun 1964. Skala intensitas



,,::



t' Intensitas, Magnitudo Gempa dan Seismisitas



200



ini dikembangkan atas MCs dan MM56 dan dipakai secara luas di Eropa dengan sedikit modifikasi di tahun 1971 dan 1981. Skala ini dikembang terus oleh European Seismological Comission dan pada tahun 1998 diberi nama baru yaitu Europen gempa



Microseismic Scale (EMS)



Skala intensitas gempa yang lain juga dikembangkan di Jepang oleh Japanese Meteorological Agency yang kemudian disebut JMA Scale dan tetap dipakai secara konsisten sampai sekarang.. Intensitas gempa menurut JMA hanya mempunyai 7-skala. Pada Tabel 5.1) juga disajikan perkiraan percepatan tanah simpangan tanah untuk tiap-tiap nilai intensitas gempa. Intensitas maksimum gempa Yogyakarta 27 Mei 2006 adalah I*r: IX. Percepatan tanah maksimum menurut hasil penelitian Elnashai dkk (2006) adalah t



0,55 g, masih lebih kecil dari nilai percepatan tanah di Tabel 5.1). Selanjutnya perbandingan antara skala-skala intensitas gempa secara visual adalah seperti yang tampak pada Gambar 5.1). Tampak pada garnbar tersebut bahwa antara MMI dan MSK-scale harryir siuniL smasama skala-Xll, perbedaannya hanya pada skala intensitas II dan III. Antara RF dan JMAscale sama sekali berberda baik jumlah skala maupun rentang tiaptiap skala. Ke-dua skala tersebut juga berbeda dengan skala-skala yang lain. Des}rrbusi kerusakan bangunan yang pada akhimya berpengaruh terhadap benhrk isoseismal. 3ahasan tentang hal ini sebenarnya terkait dengan directivity sebagaimana telah dibahas sbelumnya. Sebagaimana dikatakan sebelumnya bahwa bentuk patahan akan dipengaruhi :.eh magrritudo gempa (Wemer, 1976). Gempa yang besar cenderung mengakibatkan rupture sedangkan gempa kecil cenderung mengakibatkan patahan bujur-sangkar atau -manjang, -rskaran. Lebih lanjut Hu dkk (1996) menyajikan adanya perbedaan atenuasi arah sejajar taganfault dan tegak lurus arahfault seperti yang tampak pada Gambar 5.6). R.ambatan



i



:: l'/Intensitas, Magnitudo



Gempa dan Seismisitas



206 Tampak pada Gambar 5.6) pada aterurasi yaitu berkurangnya intensitas gempa pada Long Short axis pxahm/faultberbeda sangat siknifikan. Pada arah tegak lurus patahan, atenuasi intensitas gempa berlangsung lebih cepat (lebih curam) dibanding dengan atenuasi yang searah dengan patahan. Pola seperti ini dapat diperoleh rnelalui potongan membujur dan melintang patahan terhadap Gambar 5.6). Hal ini menunjukkan bahwa efekdirectivity yaittt konsentrasi arah rambatan energi/arah patahan saat terjadi gempa akan berpengaruh terhadap distribusi goncangan gempa/kerusakan yang ditunjukkan oleh isoseismal lines. da;r



InEffiity



5.6 Atenuasi



Gambar



Intensitas Gempa pada Long dan Short axis (Hu et



a1.,1



996)



Untuk di Indonesia Sutarjo dkk (1985) telah membuat atenuasi intensitas untuk beberapa gempa di Indonesia yarty gempa Banda Aceh (2 April 7964), Tapatuli (1 April 1921), Pasaman (9 Maret 1977), Sibolga (1971), Bengkulu (15 Desember 1979), Sukabumi (10 Februari L9B2),Yogyakarta (27 September 1937) dan sebagianya. Hasilnya atenuasi intensitas gempa tersebut hampir senada dengan gempa-gempa di tempat yang lain yaitu ada yang beratenuasi sangat cepat, normal dan ada juga yang beratenuasi relatif lambat. Contoh dari beberapa atenuasi intensitas gempa tersebut adalah seperti yang tampak pada Gambar 5.8). t I



T[ (III)



J)r



,.|



t.[.t aofi't,o-o-9zl



--t



I



f '1' YT I



1 ,or IY



I tu I



tI



tl



!@tGI0€E{m,



'



t-,



'



'



JoGrfrrs , |7 Lflrtf Eraaa.Trg-ro.arE rL *7.?.H r



Ewillquol'. oa



--



t



' ,a =-_



tttT



Gambar 5.7. Contoh Atenuasi Intensitas gempa Yogyakarta 1937 (Sutarjo,1985) Bab V/Intensitas, Magnitudo Gempa dan Seismisitas



207



I tt{ratl



Eanh{G}r ot esqtul! r tE Oefrrr tgrg i.S"$-1Oa3'E .fl !6.0, n ! z5 til



Epia.



'rf,



u! I



v,ir I YU



I



vl



.LI ll I lI t I I



€srlhqu6L ol Sdotuni , lO,F"68!rI It!3 Etid 6-954S - ro6.t4tE .rf ; t.] , H . rO hm



:Il:rd:iFfil:ffi:J',Gambar 5.8 Contoh Atenuasi Intensitas Gempa-gempa di Indonesia (Sutarjo,1985) Pada Gambar 5.7) tampak bahwa intensitas gempa Yogyakarta 27 Septemter 1937 :eratenuasi paling lambat kemudian disusul oleh gempa sibolga, Sukabumi dan yang paling



:epat bertenuasi adalah gempa Bengkulu 15 Desember 1979. Sebagaimana dibahas .ebelumnya, kondisi geologi, batuan/tanah dimana gelombang energi gempa merambat akan :erpengaruh terhadap cepat atau lambatnya atenuasi intensitas gempa.



: tb V/Intensitas, Magnitudo Gentpa dan Seismisitas



208



LautJawa



^ t,



Waleri



SEMARANG



Direction of Opak fault



Gambar 5.9. Isoseismal gempa Yogyakarta 2006 (Wijaya,2009) 12



o 2006, IvF6.3, inland



E10 1I



.E



b



ri8 E o6



-a



;



r



r!



,'2



fr4 tr o^ z2



0



o



0



50



100 150 200



251



Jarak, L (Km)



1937,1Vts7.2, in sea



I



t -



o



'4



*



ECI



11



.ge{.0031



lnm = 8.889e{.00881



0



100 200 300 400



500



Jarak, L (Km)



Gambar 5.10. Perbandingan atenuasi gempa Yogyakarta (Wijaya,2009, Widodo dkk,201l)



Wrjaya (2009) melakukan penelitian tentang isoseismal yang terjadi akibat gempa fogya{arta 27 Mei 2006. Penilitian yang dilakukan memakai metode standar yaitu nengamati gejala yang ada di lapangan tentang 3-hal yaitu respons objek, perasaan orang 1an kerusakan yang terjadi akibat gempa



di sekitar Yogyakarta. Hasilnya adalah seperti



yang disajikan pada Gambar 5.9). Pada gambar tersebut tampak bahwa isoseismal maksimum mencapai Gantiwamo Klaten.



Iyy



:



IX yang terjadi di daerah Imogiri, Pleret dan sebagian disekitar



Pada gambar tersebut juga dapat dilihat bahwa pada Iyy yang tinggi isoseismal berbangun memanjang sepanjang sesar Opak walaupun menurut Gambar 3.28) episenter gempa tidak tepat di sesar Opak. Gambar 5.10) adalah atenuasi intensitas gempa yang Bab V/lntensitas, Magnitudo Gempa dan Seismisitas



209 diperoleh. Tampak pada gambar tersebut bahwa atenuasi intensitas in-land earthquake r



gempa darat) sangat berbeda dengan in-sea earthquakes (gempalaut).



53 Cara MenentukanMagnitudo Gempa Earthquake magnitude sering diterjemahkan menjadi magnitudo gempa. Magnitudo sempa mempakan bentuk kuantitafikasi atas kejadian gempa agar masyarakat dapat mengetahui/membayangkan besar - kecilnya gempa. Terdapat dua istilah yang sering mengacaukan pemahaman yaitu antara size/magnitude dan strength suatu gempa. Size/magnitude gempa dihitung berdasarkan amplitude of earthquake waves ata.upvr. properti dan dimensi patahan (faalt\ sedangkan earthquake strength dihitung berdasarkan released energ/. Ukuran atau magnitudo gempa relatif berdekatani satu sama lain (1-9), etapi wave amplitude dan released energi rentang nilainya sangatjauh berbeda. Pada kesernpatan yang lain Bolt (1978) mengatakan hal yang senada dengan di atas bahwa walaupun ukuran/size gempa hanya bervariasi antara I - 9 tetapi wave amplitude dan energt released bervariasi ratusan sampai puluhan ribu. Oleh karena itulah hubungan antara size dan strength suafu gempa dalam satu fihak dan wave emplitude dan released energ/ pada fihak yang lain bukanlah hubungan yang linier. Di antaranya kemudian dihubungkan dengan skala logaritma (logarithmic scale). Hu, dkk (1996) mengatakan bahwa jenis instrumentasi pencatat gempa secara spesifik dikategorikan menjadi 2 kelompok keperluan



a.



Seismologist



:



:



yangmana instrumen pencatat gempa diperlukan dalam rangka keperluan seismologi yaitu untuk menentukan lokasi gempa, kedalaman gempa, saat terjadinya dan mekanisme gempa (source mechanism). b. Engineers : yangmana instrumen pencatat gempa diperlukan untuk mengetahui akibat dari gempa (percepatan tanah dll), karakteristik getaran tanah, hal-hal yang mempengaruhi dan akibatnya yangterjadi pada bangunan. Perbedaan karakteristik untuk dua keperluan tersebut adalah seperti yang tampak pada Tabel 5.3 (Hu dkk,1996) Tabel5.3 Perbedaan antara Sei Instrument Seismo



sraoh Acceleropraoh



EQ



Operati-



Speed



on l4/eak



Strong



Continue Trigger



Sensiti vi



Slow Fast



dan Recorded



tt



High



Velocit.v



Low



or disol. Accelera tion



Freq.



Brand LowNarrow High-



Used by Seismo-



losist Engineers



Wide



Pada umumnya hasil record yang diperoleh dari acceleregraph adalah percepatan tanah (acceleration) sedangkan hasil record dari seismograph dapat berupa kecepatan gerakan (velocity) atau simpangan gerakan (displacement). Seismograph juga didisain sebagai alat yang sangat peka yang dapat mencatat gerakan tanah yang sangat kecil yang tidak dapat dirasakan oleh manusia. Accelerograph pada umumnya bekerja secara trigger, artinya baru bekerja setelah menerima goncangan yang intensitasnya melebihi nilai tertentu, sedangkan seismograph pada umumnya bekerja secara kontimlterus menerus. Perbedaan sistim kerja tersebut akan mempunya kelebihan dan kekurangan masing-masing. wemer (1991) mengelompokkan jenis magnitudo gempa sebagaimana yang tampak pada Tabel 5.4). Cara menentukan magnitudo gempa melalui :



l. Amplitudo rekaman gelombang gempa, yang dapat terdiri a. dengan memakai



Nomogram Richter,



Bab V/Intensitas, Magnitudo Gempa dan Seismisitas



atas:



210 b. dengan memakai persamaan tertentu



(c I o s e d -fo



2.



rm fo r mul a),



Geometri patahan dan properti batuan. Amplitudo rekaman yang dimaksud adalah amplitudo gelombang yang diperoleh dari rekaman gempa dalam bentuk eselerogram. Sadangkan cara yang kedua adalah bahwa magnitudo gempa akan dipengaruhi juga oleh dimensi fisik patahan meliputi panjang dan dislokasi patahan serta properti phisik batuan



5.4 Macam Magnitudo Gempa Dengan penjelasan di atas maka dapatlah diketahui bahwa magnitudo gempa tidak dipengaruhi (independent) oleh lokasilletak situs. Berdasarkan cara menentukan magnitudo gempa sebagaimana disebut di atas, maka akan terdapat bermacam-macam magnitudo gempa. Macam dan karakteristik tiap+iap macam gempa adalah seperti yang disajikan pada Tabel 5.4 . Pada Tabel 5.4) tersebut tampak bahwa pada umumnya dipakai 4-macam ukuran/magnitudo gempa. Namun demikian sesuai dengan perkembangan iptek, maka magnitudo gempa dapat dinyatakan lebih dari 4-macam tersebut. Tabel 5.4 Jenis-ienis Nama



No.



I



Local Magnitude ML



2



J



4



Surface Magnitude Mg



Definisi Magnitudo gempa lokal, Ts t I dt wave length 300m - 6000m. Untuk iarak eoisenter R< 1000 km. Magnitudo gempa berdasar surface wave unitk R > 1000 km. Wave



Aplikasi Untuk gempa de-



nganM



,3



-7



Untuk gempa



denganMs=5-



lensth 60 km. T-wave + 20 detik.



7,5



Body Magnitude



Untuk gempa dalam,



Untuk gempa



M6



Moment Magnitude



berdasar pada P-wave (small strain), T-wave 1-3 detik. Duhitung berdasarkan elastic strain



Mw



energy released.



sehingga



denganMb:5-7 Untuk Mw > 7,5



Agar pembahasan terhadap macam-macam magnitudo gempa menjadi lebis jelas maka bahasan akan disajikan secara bertahap.



5.4.1 Local Magnitude (M r') Pertama-tama yang harus difahami adalah bahwa magnitudo gempa mempunyai hubungan dengan energi yang dilepaskan saat terjadi gempa bumi. Oleh Richter (1935) kemudian diberikan notasi M sebagai magnitudo gempa yang kemudian terkenal dengan M skala Richter (lrtt Richter scale). Karana gempa yang diukur bersifat lokal maka magnitudo gempa kemudian diberi notasi M1. Magnitudo gempa bersifat lokal karena magrritudo gempa diukur berdasmkan jarak dekat, yang umumnya < 1000 km. Berdasarkan hasil hhsil penelitiannya, akhirnya Richter dapat membuat generalisasi hubungan antara amplitudo rekaman gelombang gempa, selisih kedatangan gelombang sekunder dan primer dengan magnitudo gempa. M1. Hubungan tersebut dituangkan dalam suatu gambar yang umunmya disebut Nomogram Richter sebagaimana yang tampak pada Gambar 5.1



Bab V/lntensitas, Magnitudo Gempa dan Seismisitas



l).



211



F



& il



l2 &l



AM|L'n[r



DItTA'lCt



ik)



Gambar 5.1l. Nomogram Richter



Rekaman gempa pada Gambar 5.ll) memberikan selisih kedatangan gelombang skunder dan gelombang primer, misalnya sebesar At. Selisih kedatangan 2-gerombang



::rsebut kemudian dikonversikan menjadi jarak tempuh (tra,vel distance)



oleh gelombang i:au dalam gambar senagai s-p timi (s/. Disisi yung tiin ..tu*ur--g.o,pa mempunyai i:rplit*de maksimum misalnya sebesay.y. eerdasar-pada jarak



tLpun dan amplitudo '----l -::lombang tersebut maka rnagnifudo gempa M1 dapat diperoleh. Disamping cara di atas, maka du yung iuin, yaitu magnitudo gempa ditentukan



"iru :erdasarkan rumus baku (closed form). Data yang -:r'aman gelombang ge11pa. dan ampritudo gelomban-g



diperlukai adarah data amplitudo dari pencatair.-r" ref-erensi. pada dilakukan oleh wlJati di Jepang tahun



:;alnya,



usaha kwantifikasi magnitudo gem-pa ini Kemudian dikembangkan oleh Cnuri., Richter (1935) ai cailrornia. Sekati lasi :':tode yang dipakai adarah dengan memakai wave ampriiude daram,,i..on'1io;..nj'y"i"* '::ekam pada seismograph woid-,qnderson. Magnitudo g".pu tersebut didasarkan atas s:smograp wood-Anderson yaitu seismograph yurg Jipurung pada jarak 100 krn



--rl



'.{:gninrdo gempa dinyatakan dalam,



M, =lor.A(R) Ao



',rgrrana



A



adalah wave amplitude



in



:rplitude- Ao: l mikrol.untuk jarak



microns (rO-acm) dan



s.l)



Ao adalah reference



episenter 100 km dan memprr.ryai nilai tertentu



jarak episenter yang lain. ---:uk Rentang kemampuan rekam seismograph wood-Artdersort seperti yang disajikan pada -:rel 5'5)' Pada Tabel tersebut taurpik bahwa rentang amplitude rekaman sangatlah ' i::3ng, da, apabila langsung dipakai untuk menentukan iagniiudo ge-pa maka terdapat :.::rak skala magnitudo gempa sehingga tidak efektif. untut itu'iarr maka magnitudo ;:rp-a diperoleh dengan niiai logaritma dari arnpritudo yang diretarn Dengan memakai ":i Logarima maka skala magnitudo gempa hanya sampai dengan nilai 9. -



:^ l' Intensitas,



Magnitudo Gempa dan Seistrisitas



2t2 No.



Tabel 5.5 Kemampuan rekam Seismometer Wood-Anderson Keterangan Magnitude Amplitudo rekaman (mm) semoa. M oada iarak 100 km 0



7



0.00000048 0,0000048 0,000048 0.00048 0.0048 0.048 0.48 4,8



8



48



8



9



480



9



0 I



2 J



4 5



6



A^:0.00000048 mm



I 2 J 4 5



6 7



{ud,+ ncord*d



d



CfiE



s# *tRo



b



v E q !



,fiu, ur ilfl 17 (0r7J. lrs+



s .B



l?rl0$:l0il



E



x torl Inrc (*tmds turr l1:Jfi65 lJIi



Gambar 5.12. Seismogram rekaman gempa Northridge, 17 Janrari 1994 Berdasarkan rekaman seismogram yang tampak pada Gambar 5.12), maka simpangan maksimum yang terjadi adalah 4,2 mm. Apabila dipakai pers. 5.1), dan rekaman dianggap terjadi pada jarak relatif dekat (local magnitude), maka magnitudo gempa tersebut adalah,



( t\



"



M =1oel 'lA"



|



)



( =toel "(



t?



\



= rog(azsoooo) = 6,e4-7.0 =-+_ o,oooooo48i |



Pada kenyataannya, standar seismograph tidak selalu dipasang pada jarak I 00 km dari episenter seperti yang disajikan di Gambar 5.13), oleh karena itu perlu adanya koreksi sebagaimana disebut di atas. Sekali lagi bahwa magnitudo gempa yang diperkenalkan oleh Richter tersebut juga disebut ukuran lokal atau Mr : M. Sebagaimana tampak pada Tabel



Bab V/Intensitas, Magnitudo Gempa dan Seismisitas



2t3 5.2) alat pencatat gempl lokal hanya dapat menditeksi secara baik pada gempa yang jarak episenter R < 1000 km (bahkan ada yang mengatakan R < 700 km).



t-



R:100 kili Focal Depth Focal Distance R1



Gambar 5.13 Penempatan Accelerograp,L Wood -Anderson Apabila jarak elat episenter lebih besar dari 100 km, maka menurut Richter ( 1958) magnitudo gempa perlu dikoreki. Magnitude gempa berikut koreksi yang dimaksud adalah, -



u = ur(!]



\4" )



+:.rog(a.



s.2)



^t)-2.s2 Misalnya alat perekam berjarak 800 km dari epeisenter, maka menurut Bab IV, Gambar 4.33) gelombang gempa telah menjalar selama 1,5 menit atau 90 detik. Dengan



demikian menurut pers.5.2),



(



r't ) | + 3.zog(8.90)-z,ez -' \4,8.10-, )



M = Logl .*



= 6,94+2.86-2.92 =



6,9



Sekali lagi, sebagaimana tertera pada Tabel 5.4 bahwa fuchter Scale M1 hanya berlaku unruk gempa local ( R 2,5.l}te -19,24 Log M



o



dengan catatanbahwa seismic momentMo dinyatakan dalam Joule atau Nm yangmana I Joule l0i dyne cm. Disamping hubungan antara surface magnitude Ms denagn seismic moment Mo seperti di atas hubungan yang senadajuga diajukan oleh Chen dan Chen (1983) dalam Bergman (2000). .Hubnngan yang dimaksud adalah,



: I Nm:



LogMo =1,0 Ms +12,20 untuk Ms25 kmdannilai> l untuk Rt5 km. Shrestha (2009) menyajikanfakta bahwa puncak spektrum gempa vertikal El Centro, 1940berada pada T : 0,05-0,15 dt suatu wilayah yang berarti untuk bangunan 1-2 tingkat tetapi tidak untuk bangunan bertingkat banyak. Disamping itu puncak percapatan gempa vertikal l-dt lebih cepat daripada puncak percepatan gempa horisontal (time-lag). Elnashai and Collier (2001) dalam Shrestha (2009) menyimpulkan bahwa time-lag tersebut menjadi bertambah besar pada jarak yang semakin jauh. Adanya time-lag ini mengurangi efek percepatan gempa vertikal terhadap respons strukhr bangunan. Namun demikian hasil yang telah disampaikan oleh para peneliti menunjukkan bahwa gempa vertikal telah memperbesarlamplify gaya aksial kolom, momen lentur, gaya geser dan deformasi plastis. Gaya aksial yang meningkat tajam adalah pada kolom-kolom tingkat atas, tetapi gaya aksial kolom tingkat bawah dapat mencapai 40 % lebih besar daripada gaya aksial akibat gempa horisontal.



Bab Vl/Karakteristik Telotik Gerakan Tanah



Yz



279



Bab Vll Efek Kondisi Tanah Setempat(Local Site Effects) T.l Pendahuluan Pada kejadian gempa di masa-masa yang lalq kerusakan stnrktur tanah dan bangunan kadang-kadang tidak reguler seperti yang diperkirakan. Ada daerah-daerah tertenhr yang tingkat kerusakannya di atas kewajaran. Hal ini tentu saja menarik perhatian bagi para peneliti, mengapa hal seperti ini terjadi. Cukup lama para peneliti unhrk dapat memahami gejala alam tersebut, yang akhirnya diketahui bahwa ketidak wajaran tingkat kerusakan tersebut adalah sebagai akibat dari adanya pengaruh kondisi tanah setempat atausite fficts. Kondisi tanah setempat yar,g dimaksud adalah kondisi tanah dibawah suatu bangunan, atau kondisi tanah dimana kerusakan struktur tanah permukaan terjadi atau kondisi tanah dimana alat pencatat gempa diletakkan. Efek kondisi tanah menjadi penting untuk dibahas karena kerusakan bangunan, kerusakan stnrktur tanah dan hasil rekaman gerakan tanah akibat gempa di suatu tempat tidak reguler seperti tempat-tempat yang lain. Kini setelah para peneliti melakukan penelitian, temyata banyak hal perlu diketahui yang ada hubungannnya dengan efek kondisi tanah setempat. Seed (1982) telah mendiskusikan secara rinci hubungan antara kerusakan bangr.man yang dinyatakan dari banyaknya tingkat ( mengarah ke periode getar fundamental T bangunan) dengatr kedalaman tanah endapan (yang juga mengarah pada periode getar fundamantal lapisan :anah). Berdasarkan shrdi tersebut temyata bahwa amplifikasi akibat kedekatan kandungan rrekuensi antara frekuensi bangunan dan frekuensi getaran yang ditunjukkan oleh kondisi nedia tanah menjadi faktor signihkan tingkat kerusakan bangrman. Hal yang senada juga disampaikan oleh Priestley dkk (1996) dengan mengambil contoh kerusakan bangunan akibat gempa Caracas (1967), gempa Mexico (1957, 1981) dan gernpa Kalamata (1986). Kerusakan fangunan pada gempa-gempa tersebut secara siknifikan dipengaruhi oleh kondisi tanah



libawah bangunan yang relatif berbeda. Berdasarkan atas kejadian-kejadian tersebut maka para ahli menyimpulkan bahwa efek iondisi tanah setempat akibat gempa sangat penting untuk dibahas secara khusus. Hal tersebut :rjadi karena temyata apabila terjadi getaran tanah akibat gempa maka kondisi tanah akan :rempengarhui respons bangunan di atasnya atau akan mempengaruhi rekaman gerakan tanah .*ibat gempa. Para ahli menfmpulkan bahwa efek kondisi tanah secara luas dapat :ikategorikan menjadi 3-bagian utama yaitu : 1) kondisi fisik tanah; 2) efek basin endapan dan -: r efek kondisi topografi permukaan tanah. Kondisi fisik tanah dapat terdiri atas dimensi *edalaman, panjang dan lebar tanah endapan), konfigurasi tanah endapan ( banyab tebal dan :nentasi lapisan tanah endapan) serta jenis (tanah batu, pasir, lempung, tanah campuran) dan :nrperti tanah ( kohesi, indeks plastilitas, sudut gesek alam, berat volur4 angka pori). Selain kerusakan bangunan, kerusakan permukaan tanah juga akan bergantung padajenis :-u kondisi dari tanah yanag bersangkutan. Kerusakan permukaan tanah akibat gempa Kobe



i ; t l' l I /Efek Kondis i



Tanah



S etempat



280 (1985) misalnya mulai dari penurunan permukaan tanah (settlement), muka tanah yang pecahpecah (surfoce breaking) , lereng yang longsor dan likuifaksi (hilangnya kemampuan daya a**g tanah karena hilangrrya inter-granuler sfress). Kerusakan struktur tanah pada gempa



foUe (teeS; tersebut ternyata membuat kerusakan stnrkturidisfungsinya sfuktur



bangunan



misalnya kerusakan strukhrr dermaga lau! longsornya struktur jalan, tergulingnya banguran, tergulingnya strukhr highway bidge, tergulingnya menara-menara transmisi, pangkal-pangkal struktur tanah tersebut (karena kondisi tanah .lemUata" dan sebagainya. Akibat dari kerusakan materi yang sangat besar yang sama besar kerugian yang kurang baik) iemyata mengakibatkan bangrman' kerusakan akibat kerugian atau dapat lebih besar daripada



Insert : Subject MaPPing Posisi bahasan pada bab ini masih beradapada general earthquake basis darr site fficts yangakan memberikan pengetahuan dasar tentang kegempaan khususnya



kondisi tanah setempat.



PROBABILISTICSEISMICHMARD EARTHQUAKERESISTANT ANALYSIS



(PSHA)



l.General Earthquake Basrs 2.Seismic Sources 3.EQ Magn.



& Recurrence



4.Ground Mot. Attenuation 5.Site Effects 6. PSHA Computation



tr tr tr u tr tr



STRUCTURES



l.Building Confi guration 2.Response Spectrum



3.ERD Philosophy 4.Load Resisting Structures 5.Earthquake Induced Load



6.Likuifaksi (Liquefoctio n)



Kerusakan bangunan akibat efek kondisi tanah juga pemah terjadi



tr tr



di Indonesia.



Pada



gempa Blitar 28 September 1992 (khususunya di Trenggalek), kerusakan bangunan di daerah



temyata cukup signifikan, apabila dibandingkan jauh dari sungai. Kondisi yang hampir senada juga dijumpai pada dengan bangunan yang g"-pu SutaUumi, 7 Juli 1997 dan gempa Yoryakarta 27 Mei 2006. Bangunan yang terletak di



t-rnai, endapan



Itur t-uh



di iepi kanan-kiri surgai



endapan, terletak



di



bantaran sungai,



di



lereng-lereng perbukitan mengalami



kerusakan yang cukup besar.



Kerusakan muka tanah atau kerusakan strukhr tanah umumnya terjadi akibat adanya pemadatan strukhrr tanah akibat gempa maupun hilang atau terlampauinya kapasitas tegangan geser antar butir-butir tanah. Pada tanah berpasir yang relatifkasar, tidak padat dan tidakjenuh ii, .r-rr-.tyu akan memadat dan mengalami penurunan permukaan apabila terjadi gempa' Adanya gaya horisontal akibat gempa sering mengakibatkan longsor pada tebing. hal ini terjadi karena kapasitas tegangan geser tanah yang sudah dilampaui. Kehilangan kemampuan geser pada butir-butir pasir halus jenuh



Ll*gnyu



air dapat mengakibatkan peristiwa likuifaksi. Dengan



kemampuan geser maka struktur tanah pasir akan kehilangan daya dukungnya.



B abVII/Efek



Kondisi Tanah Setempat



281 Pada endapan tanah yang cukup tebal persoalannya tidak saja kerusakan struktur tanah, tetapi ada akibat lain yang lebih esensial yaitu kemungkinan terjadinya amplifikasi percepatan dan perubahan kandungan frekuensi getaran tanah. Dua hal tersebut akan berpengaruh terhadap kerusakan bangunan akibat gempa sebagaimana disampaikan di atas. Evaiuasi terhadap



amplihkasi diantaranya dapat diketahui melalui 2-metode yaitu berdasarkan observasi



lapangan atas rekaman gempa dan berdasarkan analisis dinamik respons lapis-lapisan tanah (ground response analysis) atas rambatan gelombang bodi terutama rambatan gelombang sltear wave (S-wave). Kedua hal tersebut selanjutrya akan menjadi pokok bahasan pada bab



ini.



7.2 Pengaruh Jarak dan Kondisi ranah Setempat terhadap Kerusakan Bang. Sudah diketahui secara umum bahwa intensitas gempa yang umunmya dinyatakan dilam I* dan karakter gerakan tanah (ground morion characteristicsi) salah satunya akan Jipengaruhi oleh kondisi tanah setempat. Intensitas gempa I* salah satunya ditentukan :erdasarkan kerusakan bangturan yang terjadi. Pada sisi yang lain percepatan tanah akibat -iempa yang lebih besar karena kondisi tanah yang berbeda selanjutnya akan mengakibatkan \erusakan bangunan. Dengan demikian kondisi tanah setempat (local site), percepatan tanah .kibat gempa dan intensitas gempa/kerusakan bangunan akibat gempa menjadi saling :erkaitan. Keterkaitan tersebut secara skematik seperti yang disajikan pada Gambar 7.1



Local Soil Site Effects



Gambar 7.1. Hubungan soil site, ground motion and structural damage.



Bukti atas keterkaitan antara kondisi tanah setempat, yaitu tempat dimana alat perekam -rempa diletakkan dan percepatan tanah akibat gempa secara jelas disajikan oleh Celebi lkk (1987), seperti yang tampak pada Gambar 7.3). Pada saat gempa Meksiko 19 September (1985), sejumlah alat perekam gempa telah ditempatkan di beberapa tempat. Rekaman gempa tersebut diletakkan di Caleta de Campos, La Villita yaitu daerah episenter gempa, Teacalco, TAC(Tacubaya), UNAM (Autonamous National University of Mexico) daerah rock site, daerah transisi yaitu di VIV, dan di SCT dan CDAO yaitu daerah endapan .empung sangat lunal (very sofi clay soifi. Penempatan alat-alat perekam gempa dan pembagian zona yang berdasar pada kondisi tanah adalah seperti pada Gambar 7 .2). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa amplifikasi terbesar terjadi di SCT dan CDAO r aitu daerah tanah endapan lempung lunak yangmana amplifikasi percepatan tanah norisontal mencapai level 7 - l0 kali (T, : 2 - 2,5 dt) dan amplifikasi vertikal kurang lebih 6-kali (T : 0,6 d0. Sedangkan pada daerah transisi yaitu di vIV, amplifikasi percepatan



Ba



b VI I /Efek



Kondis



i



Tanah



Sete mp



at



282



horisontal mencapai 4,5 kali (Ts : 0,5 dt) LrNAM tidak dijumpai adanya amplifikasi.



Di



daerah perbukitan batu yaitu



di TAC



dan



,B



A



r . . *r



!ow* Tarily vobmic



Gambar



ACCELEioGFiFH



sf,{EELY 0rxnGE0 firtDtf,i {,qrrF5Eo AJtOll*S



!(rr€ wfll



i



ar{o



MAi/Y Co{.LTPSEO



2 siliY



lioJEES



(grkxaro asoEl



tocb Qurmuy ' midtcTcnirry rolcanic lochr



o



w



E



A Qrrtr*rry



l*lI*im



mdrnArfr



Meoeoic *drtglrY 1.2) Zona-zona tanah di Mexico City(Anonim,1993)



rocfr



Berdasarkan hasil tersebut dapatlah disimpulkan bahwa amplifikasi gerakan tanah (ground motions) akan cenderung semakin besar pada tanah endapan yang semakin



dalam/fleksibel dan sebaliknya. Juga tampak pada Gambar 7.3) bahwa semakin jauh dari episenter, durasi total gempa cenderung semakin lamalpanjatg. Disamping itu percepatan tanah maksimum juga semakin kecil sebagaimana rekaman di Teacalco dan UNAM. Kedua hal tersebut adalah sesuai dengan hukum-hukum atenuasi gerakan tanah (ground motion



attenuations) sebagaimana dibahas sebelumnya.



BabWI/Efek Kondisi Tanah Setempat



283



T-



;a



:i



I



ir



I



i!-



| 7DJ



E!ttol



N"A,M



!!



Eit



I



I



?2QOm ( opprox-)



Teaealco



I



ro *n



I



:



Caleta de Campqs Epicenter



Seo Level



cocos



f--



-4t0tn(qprox.)



Gambar 7-3 Kondisi tanah dan rekaman gempa Meksiko ,19g5 (celebi et al.,l9g7)



l"{|-M, magnitudo



A, Pusat gempa



B Source-site-transmission



path



Site effects



Source mechanism



Gambar 7.4 Hal-hal yang mempengaruhi rekaman gempa Berdasarkan Gambar 7.3) dan hasil penelitian para ahli bahwa rekaman gerakan tanah akibat gempadiantaranya dipengaruhi oleh beberapa hal yang secara skem;tis disajikan pada Gambar 7.4).Hal-hal yang berpengaruh tersebut diantaranya adalah :



Mekanisme kejadian gempa Mekanisme yang dimaksud adalah cara gempa itu terjadi apakah gempa tersebut akibat aktivitas lempeng di daerah subdaksi ataupun akibat patahan (fault), b. Magnitudo gempa Semakin besar magnitudo gempa maka itu berarti bahwa energi yang dilepas semakin besar, akibatnya getaran/gerakan tanahjuga akan semakin besar, a.



c. Kedalaman gempa



Semakin dalam pusat gempa maka energi yang sampai di permukaan akan semakin kecil karena energi telah merambat secara 3-dimensi atau secara volum, d. Kondisi geologi rambatan gelombang gempa Gelombang energi gempa akan merambat dari fokus ke situs (s#e). Selama merambat gelombang energi gempa akan melalui berbagai macam kondisi batuan atau bahkan patahan/fault dsbnya. Kondisi batuan seperti itu akan berpengaruh terhadap penyerapan energi gempa,



B



abVII/Efek Kondisi Tanah Setempat



284 e. Jarak episenter



Jarak episenter ke situs juga berpengaruh terhadap rekaman gempa. Pada j arak yang semakin jauh maka energi gempa akan diserap oleh media batuan untuk waktu yang semakin lama, f. Kondisi tanah setempat (site effect) Situs dimana alat perekam berada dapat berada di atas tanah batu ataupun tanah biasa. Disamping itu mungkin terdapat tanah endapan yang luas dan tebal, hal ini akan berpengaruh terhadap amplifikasi percepatan tanah. Tololl'ldesldyed Tolol



.-^



nunbil



Predominonl pe:iod in sec



-



a) nBIO&aafi ftl,tp#tt *.LWut l.)



Gambar 7.5 a) Hubur,gar, antara damage rate dengan tebal lapisan ; b) hubungan antara damage rate dengan periode getar tanah T



(Anonim, 1993)



Efek kerusakan bangunan akibat adanya pengaruh kondisi tanah setempat juga telah



diteliti di Jepang sejak tahun 1960'an. Penelitian di Jepang mengkategorikan



adanya



amplifikasi gerakan tanah akibat gelombang bodi (body waves) yang biasanya signifikan pada jarak yang relatif dekat dengan episenter dan pada tanah endapan yang relatif dalam. Sebagai contoh, damage rate tnitkbangunan kayu yang terjadi akibat gempa Kanto (1923) sebagai fungsi dari kedalaman tanah endapan adalah seperti yang tercantum pada Gambar 7.5.a) . Pada gambar tersebut sangat jelas bahwa tingkat kerusakan bangunan akan semakin tinggi pada banguan yang terletak diatas tanah endapan yang semakin dalam (Takeyama, 1960 dalam Anonim 1993). Penelitian kemudian diianjutkan pada tahun 1966 oleh Kanai, Tanaka dan Osada (Anonim 1993) pada gempa Tonankai (1944), gempa Fukui (1948) dan gempa Niigata (1964) yang hasilnya disajikan pada Gambar 7.5.b). Pada gambar tersebut tampak bahwa damage ratio terbesar terjadi pada periode fundamental microtremor kirakira 0,40 dt. Penelitian menyimpulkan bahwa kerusakan rumah-rumah kayu terjadi akibat resonansi yaitu dekatnya periode getar rumah-rumah kayu dengan periode getar getaran tanah.



Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Seed dkk (1972) pada gempa Caracas 1961 yang hasilnya disajikan pada Gambar 7.6). Penelitian dilakukan secara intensif mulai dari kerusakan bangrman rendah sampai bangunan tinggi yang dibagi menjadi 4 kelompok. Kedalaman tanah endapan di bagi menjadi 5-kelompok seperti tampak pada Gambar 7.6).Pada gambar tersebut tampak bahwa disemua kelompok tinggi bangunan, persentase kerusakan yang terletak di atas tanah endapan yang semakin dalam cenderung semakin besar. BabVII/Efek Kondisi Tanah Setempat



285 tq:



li^/8 @ |



29



ryeo



lc/ i



a/*o



/;\ v .8lerc e



.



L5-/



A . Hrfiba. .f Nlldinit *i!h rlf B . Tolol Ehbtr ol burldinqt



@'



q/s , roo prrc.nr



'Aza



a



(zl



@



Gt



zrhgs Thto



rs



@



!o



frfr



L



t./cs



9t-,



5/se



o



1z/ts



B/e



t/r3



1ln



uEturcl doEcq!



@ or'Eo i



@ 6/:0



o



rtO



D.olh lo RoEl - frrllrs DTPTH



0F



s0ll,



m



Gambar 7.6 Kerusakan bangunan di Gempa Cracas, 1967 (Seed & Idriss, 1972) Persentase kerusakan terbesar terjadi pada kelompok bangunan paling tinggi yang ::rletak pada tanah kelompok tanah endapan yang paling dalam. Bangunan yang tinggi nempunyai kandungan frekuensi rendah (T besar) dan tanah gerakan tanah fleksibel juga :lc-mpunlai kandungan frekuensi rendah (T besar). Ini semua adalah peristiwa resonansi ''



3ng mana respons bangunan akan semakin besar (bangunan cenderung semakin rusak) :pabila frekuensi bangunan semakin dekat dengan frekuensi getaran tanah akibat gempa. site elfects juga terjadi di gempa Yogyakarta 27 Mei 2006. Sebagaimana yang tampak



:.:da Gambar 7.7) Kabupaten Bantul dan bagian selatan Kabupaten Klaten



adalah



:rerupakan endapan purba yang dibentuk dari sedimentasi gunung Merapi, pegunungan \lenoreh dan pegunungan Selatan. Setelah terjadi gempamaka isoseismal dan distribusi 1 Hertz) inilah yang disebut



gelombang mikrotremor. Pemanfaatan gelombang mikrofemor banyak digunakan untuk keperluan menehrkan properti elastik lapisan/endapan tanah, regangan-geser tanah dll. Tarnpakpada Gambar 7.A2)bahwatanah endapan disekitar sungai Opak cenderung mempunyai frekuensi resonansi yang rendah atau periode getar yang relatiftinggi. Hal ini juga berarti bahwa pada lajur tersebut mempunyai profil tanah endapan yang fleksibel yang peka terhadap getaran yang mempunyai frekuensi rendah. Disamping itu disepanjang sungai tersebut juga telah terajadi likuifaksi, dan hal ini berarti bahwa di sekitar smgai Opak menulng terdiri dari tanah endapan butiran berpasir hahs dengan muka air tanah yang tinggi. Tanah pasir yang berbutir halus dan muka air tanah yang tinggi merupakan syarat utama te{adinya likuifaksi. Walaupun tidakberupa likuifal$i yang besar/fiebal tetapi pada kenyatannya banyak tempat telah terjadi likuifaksi setelah gempa Yogyakata 21 Mei 2006. Akibatrya terdapa beberapa bangunan yang mengalami penururuln. (ground breaking) Pada Gambar 7 .42) jrrya disajikan letak-letak retakan permukaan tanah juga mengikuti arah memanjang secara t{adi akibat gernpa. Tanpak bahwa retakan tanah



sungai Opak. Retakan tanah yang memanjang tersebut semakin memperkuat dugaan bahwa pada lajur tersebut terdapat sesar Opak walarpun sesar yang tersebut tidak tampak sampai di permukaan tanah (xmzcam bunied fault).



BabYII/Efek Kondisi Tanah Setempat



325 14



8,, o o =10



Ee tr o E6



/



T4 o -?2 E



7 !



=23,892.x4j8t



lr0



0



20 40 60 80 100 120 14



160



lGdalaman endapan (m) Gambar 7.43.Plot ketebalan sedimen vs. frekuensi resonansi (Daryono,20l1)



Dalam penyelidikan lapangan secara praktis juga dapat dilakukan pengukuran kecepatan gelombang geser Vs. Anderson dkk (2006) mengatakan bahwa terdapat beberapa metode dapat dipakai diantaranya adalah seismic cone penetrometer test (SCPT), crosshole seismic (CH), multichannel analysis of surface waves (MASW) dan refraction microtremor (ReMi). Metode yang terakhir tersebut dipakai oleh Daryono (2011) untuk menentukan kecepatan gelombang geser Vs. Mengingat frekuensi resonansi f, berhubungan langsung dengan periode getar lapisan tanah Ts, maka dengan memakai pers.7.22) frekuensi resonansi f. dapat dihubungkan dengan ketebalan tanah endapan H.



Banyu urip



Kepuh



Baran Potrobayan Pengkol +200 m +100 m +000 m



-100 m



0,0km



2,5km 5,0km 7,5km



Gambar



7



10,0km 12,5km 15,0km 17,5km



.44. Kerentanan Seismik dan potongan a-a (Daryono,20 I I )



Plot hubungan antara ketebalan tanah endapan H (m) dengan frekuensi resonansi kemudian dibuat dan hasilnya seperti yang disajikan pada Gambar 7.43). Pada gambar BabVII/Efek Kondisi Tanah Setempat



326



fo naik secara drastis pada ketebalan lapisan/endapan tanah < 20 m. Nilai frekeuensi resonansi fo : 4 hertz atau T = 0,25 dt untuk ketebalan 20 m dan periode getar T tersebut berbahaya untuk bangunan 2-3 tingkat. Apabila tinggi bangunan di kota > 3tingkat maka hal tersebut justru semakin jauh dari frekuensi resonansi dan hal tersebut berarti menguntungkan Dilain sisi frekuensi resonansi fo:2hera G:0,5 dt) pada kedalaman endapan 60 m dan peroode getar T: 1,5 dt pada kedalaman endapan + 150 m. tersebut tampak bahwa frekuensi resonansi



Lebih lanjut Daryono (2011) juga memperkirakan profil tanah endapan setelah kedalamannya diketahui. Hasilnya adalah seperti yang disajikan pada Gambar 7.44) dar Gamabr 7.45). Pada gambar tersebut tampak bahwa tanah endapan cenderung semakin dalam pada tempat yang semakin dekat dengan pengumrngan sisi timur (Piyungan). Kedalaman endapan tanah mencapai + 150 m dengan frekuensi resonansi fo + 1,60 hertz atau T * 1,50 detik. Endapan tanah tersebut akan sangat berbahaya pada bangunan dengan tinggi 10 - 15 tingkat. a.Kerentanan Seismik



Jongrangan



Banyu urip +200 m



b.Potongan b-b



+100 m +000 m -100 m 0,0



km



2,5 km



5,0 km



7,5 km



10,0



km



12,5



knt



14,8 km



Gambar 7.45. Kerentanan Seismik dan potongan b-b (Daryono,20l



B abVII/Efek



Kondisi Tanah Setempat



l)



327



Bab Vlll



Atenuasi lntensitas Gempa dan Atenuasi Gerakan Tanah 8.1 Pendahuluan Ketidalpastian (uncenainties) didalam disain beban akibat gempa umumnya menjad: sesuatu masalah yang harus di cari penyelesaiannya. Ketidak pastian itu mulai dari saat kejadian gempa (waktu), mekanisme kejadian gempa, tempat episenter (arak ke s/e), ukuran atau besar kecilnya gempa (magnirudo), mengecilnya gerakan tanah akibat jarak (atenuasil, kirakter gempa dan berapa kali suatu gempa akan terjadi pada lokasi yang satna pada rentang waktu tertenhr. Studi yang sangat intensif perlu dilakukan sehingga ketidak pastian tersebut dapat dikurangi derajatriya atau dicari metoda-metoda baru yang dapat dipakai untuk mengatasi persoalan ketidak pastian tersebut. Tempat-tempat dimana suatu gempa akan terjadi secara kasar telah diketahui, yaitu pada tempat-tempat perbatasan plat tektonik. Daerah perbatasan tersebut utamanya adalah daerah subdaksi (convergent) daerah shallow crustal earthquake (baik di daerah active region maupun di stable continent region). Namun demikian tempat yang pasti apalagi kapan terjadi masih sulit untuk diprediksi. Usaha-usaha untuk dapat mempredilsi kejadian gempa terus dilakukan dan hasilnya telah mengalami banyak kemajuan, namun masih sulit untuk membuat suatu kepastian. Magnitudo gempa yang mungkin akan terjadi pada suatu tempat sangat penting untuk tujuan membuat prediksi beban horisontal akibat gempa. namun demikian para ahli sepakat bahwa penentuan beban gempa ini adalah sesuatu yang sulit untuk dapat dipastikan. Unsur kemungkinan atau probabilitas sering dipakai dalam masalah ini. Analisis resiko gempa (seismic risUhazard analysis) sering dipakai untuk menentukan tingkat pembebanan yang mungkin akan terjadi pada suatu tempat. Ketidak pastian jarak, ketidak pastian magnitudo dan ketidak pastian atenuasi menjadi hal yang sangat pokok pada Total Probability Theorem pada Seismic Hazard Analysis. Hasil dari analisis ini berupa probabilitas atas suatu parameter gempa tertentu pada tingkat tertentu akan dilampaui pada periode tertentu. Pernyataan hasil hazard analysis pada suatu tempat tertentu misalnya "gempa dengan periode dang 475 tahun, selama umur bangunan 50 tahun (N tahm) akan teq'adi dengan probabilitas kejadian sebesar 10 % (RN : 10 %).



:



:



50



Dengan membuat/menghitung kemungkinan-kemungkinan seperti itu maka tingkat desain beban pada suatu daerah akan dapat ditentukan. Unfuk membahas Sismic Hazard Analysis maka hal tersebut tidak akan terlepas dari bahasan atenuasi gerakan tanah. Atenuasi gerakan tanah (ground motion attenuation) adalah proses/rumusan yangmana suatu gerakan tanah akibat gempa (percepatan, kecepatan, simpangan) ataupun intensitas akan mengecil pada jarak yang semakin jauh dengan sumber gempa. Secara matematis -uempa dapat dijelaskan bahwa atenuasi gerakan tanah adalah suatu hubungan ar/tara parameter gempa Bab VIII/Atenuasi Intensitas Gempa dan Atenuasi Gerakan Tanah



328 (percepataq kecepatan, simpangan, intensitas gempa, magnitudo gempa) dengan jarak ke lokasi pencatat gempa (arak episenter, jarak hiposenter, jarak terdekat). Misalnya hubungan antara percepatan tanah dengan jarak episenter untuk setiap magnihrdo gempa yang berbed4 atau hubungan antara intensitas gempa dengan radius isoseismik (isosismal /rze) untuk setiap magnitudo gempa. Walaupun banyak faktor yang akan mempengaruhi, namun pengaruh jarak akan menjadi parameter utama. Dengan rumusan atenuasi yang sudah diketahui maka gerakan tanah ataupun intensitas gempa di suatu tempat relatif terhadap sumber gempa dapat diprediksi. Parameter-parameter yang akan mempenganrhi atenuasi gerakan tanah dan intensitas tanah akan dibahas secara rinci di depan.



Insert : Subject Mapping ini sudah berada pada ground motions yang



Posisi bahasan pada Bab



akan



memberikan pengetahuan dasar tentang atenuasi baik atenuasi intensitas gempa maupun perkembangan atenuasi percepatan tanah termasuk NGA.



PROBABILISTICSEISMICHAZARD EARTHQUAKERESISTANT ANALYSIS



(PSHA)



l.General Earthquake Basrs 2.Seismic Sources 3.EQ Magn.



& Recurrence



4.Ground Mot. Attenuation 5.Site Effects 6. PSHA Computation



tr tr tr tr tr tr



STRUCTURES I



.Building Confi guration



2.Response Spectrum



3.ERD Philosophy 4.Load Resisting Structures 5.Earthquake Induced Load 6.



Likuifaksi (Liquefaction)



tr tr tr tr tr []



Agar hubungan-hubungan tersebut dapat dibentuk maka data kejadian gempa pada lokasi



yang bersangkutan perlu disiapkan. Untuk itu peran sejarah gempa pada tempat yang bersangkutan menjadi sesuatu data yang sangat penting. Hal ini umumnya yang menjadi problem utama karena ketidak lengkapan data. Koleksi rekaman gempa shallow crustal di daexah active region (Stewart dkk, 2001) yang diperoleh dari beberapa negara adalah seperti pada Gambar 8.1). Data seperti Gambar 8.1) tersebut berasal dari t 1800 records, namun 1055 records diantaranya hanya dari 8 kejadian gempa dan hanya berasal dari 2-negara (USA dan Taiwan). Dengan demikian data gempa yang dikoleksi masih relatif terbatas baik dari segi jumlah gempa, asal gempa, rentang sejarah, source mechanism, Magnitudo gempa maupun rentang jarak gempa. Mendatang masih diperlukan data yang lebih lengkap termasuk di Indonesia.



8.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Atenuasi Gerakan Tanah Terdapat beberapa faktor/parameter yang secara dominan maupun kurang dominan akan



mempengaruhi atenuasi gerakan tanah. Dibeberapa atenuasi ada yang memperhitungkan parameter-parameter tersebut secara lengkap, narnun demikian ada yang disajikan secara sederhana. Formulasi atenuasi yang relatifsederhana akan mudah dipakai tetapi kurang akurat,



Bab VIII/Atenuasi Intensitas Gempa dan Atenuasi Gerakan Tanah



329 sedangkan formulasi yang lengkap hasilnya akurat



tetapi harus hati-hati



memakainya.



Parameter-parameter yang dimaksud adalah sepertin yang dibahas berikut.



s4



60o€oc *& 6 € SOOee coch * c oaQ 60 {sffi € +o oo oaoffi o 4n + o o + a $ o+.#ffi1 3 o saffica oc €a c@Qffio -o c , s * co o oo oocaa@o a c c o c s&o o ffia o losoE -Qo o 4 #aco a oooo * ooo o €{s c o @ c o Qc co c a oocoo coo o a@s&



tz



cd 6 o



=



os+fr*oo



oc-4 -@G



o



a@



1 0-t r



Gambar



8.



L Sebaran



data rekaman gempa



(k/tu



di Shallow Crusnl (Stewart



dkk,200 I )



8.2.1 Magnitudo Gempa (Earthquake Magnilude)



Pada bab terdahulu telah disampaikan bahwa magnitudo gempa dapat diketahui melalui dua metode pokok yaitu : a) berdasarkan karakteristik batuan dan dimensi patahan dan b) melalui amplitudo rekaman gempa. Mengingat besarnya amplitudo rekaman gempa akan berbeda dari tempat yang satu dengan tempat yang lain dan cenderung mengecil pada jarak yang semakin jauh dengan sumber gempa (peristiwa atenuasi), maka atenuasi respon tanah akibat gempa akan dipengaruhi oleh magnitudo gempa. Lebih jelasnya adalah bahwa respon tanah akibat gempa yang mempunyai jarak tertentu dari sumber gempa akan dipengaruhi oleh magnitudo gempa. rl o



q (o



A



6c



g L o.



0,1



c E



!



ff



o.or



aB



E E o cr 0D



0.001 o.1



110 Clo3BBt OiBtenc6 (kml



0.001



0.r



1



10



lm



Cloieet Distance (km)



Gambar 8.2. Pengaruh Magrritudo gempa terhadap atenuasi (Abrahamson dan Silva, 1997) Bab VIII/Atenuasi Intensitas Gempa dan Atenuasi Gerakan Tanah



330



Gambar Acceleration



8.2) adalah contoh atenuasi Peak Ground Acceleration (PHA) dan Spectral (Sl) untuk periode getar T = 3 dL oleh Abrahamson dan Silva (1997). Pada



gambar tersebut tampak bahwa atenuasi akan berlangsung secara efektif pada jarak > 5 lcn, artinya respon tanah akibat gempa padajarak < 5 krn akan relatif sama.



8.22 JarakkeSitus Situs yang dimaksud pada umumnya adalah tempat dimana gempa direkam/dicatat. Oleh karena itu jarak ke situs yang dimasud adalah jarak dari titik referensi yang ditinjau sampai ke



situs. Titik referensi yang dirnaksud dapat bermacam-macam (Abrahamson dan Shedlock, 1997),ada yang memakai titik episenter (jarak: R), titik fokus gerrpa fiarak: fu), titik yang terdekat dengan situs (arak: &) dan titik tertentu. Agar dapat dimengerti secara baik maka jarak-jarak yang dirnakzud secara grafis disajikan pada Gambar 8.3).



Gambar 8.3 Macam-macam jarak ke Situs (Abrahamson & Shedlock, 1997)



Pada Gambar 8.3) tersebut tampak banyak istilah yang perlu diketahui. Secara umum fault dapat kelihatan ( sampai di permukaan tanah) tetapi ada juga yang tidak kelihatan (didalam tanah). Masing-masing notasi tersebut adalah : 1. R : adalah jarak horisontal dari situs sampai episenter. Episenter adalah proyeksi vertikal fokus di/rata permukaan tanah, 2. Rj : adalah jarak dari situs sampai dengan proyeksi vertikal tepifoult. Pada Gambar 8.3.a) nilai & : R. Apabila situs berada diatasfault (Gambar 8.3.b) maka \ = 0, 3. & : adalah jarak terdekat dari situs sampai permukaan bidangfault. Pada Gambar 8.3.a) & adalah jarak dari situs sampai ujwgfault, karena ihrlah jarak yang paling patahan/



dekat,



Ri



:



adalah



jarakhypocenter yaitu jarak miring dari situs sampai fokus,



Pemakaian jarak hanya jarak episenter R di dalam atenuasi tentu saja sangat sederhana,



ini telah mengabaikan pengaruh kedalaman gempa. Selanjutnya pemakaian jarak Rh, Rc dan Rj masing-masing mepunyai kelebihan dan kekurangannya.



tetapi hal



8.2.3 Pengaruh Mekanisme Sumber Gempa (Source Mechanism) Yor.urg dkk.(1997), Abrahamson dan Shedlock (1997) mengatakan bahwa kaitannya dengan atenuasi gerakan tanah (strong motion attenuation), atenuasi dapat dikelompokkan menjadi 2-golongan besar. Penggolongan menjadi 2-kategori besar tersebut didasarkan atas Bab VIII/Atenuasi Intensitas Gempa dan Atenuasi Gerakan Tanah



331



mekanisme sumber gempa (source mechanism) yang terjadi. Dua kelonrpok besar yang dimalaud adalah (Young dk'k, 1997) : 1. Atemrasi gerpa shallow crustal earxhqualre a). gempagempa didaerah active region ( misal gempa Loma Prieta M:7,1 tahun 1989, gernpa Landers M : 7,3 tahun 1994, gempa Northridge M : 6,7 tahun 1994),



b). gempa-gempa di



2.



daeruh stable plate continenl ( misalnya gempa gempa di bagian tangah dan timur USA, Africa, Australia). Atenuasi gempa Subdaksi



Gempa-gempa interface s/zp (misalnya gempa Alaska M : 9,2 tahtln 1964, gempa Chile M : 8,0 tahun 1985, gempa Mexico M: 7 ,2 tahun I 995), b. Gempa-gempa intraslab, baik yang medium maupun deep earthquake, misalnya gempa Puget Sowrd (North Western USA) M:7,1 tahur 1949 dan M:6,5 tahun 1965. Sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa gempa-gempa di atas mempunyai karakter sendiri-sendiri. Respon tanah pada reversefault danstrike slipfault di shallow crustal earthquake misalnya akan mepunyai karakter yang berbeda dan demikian juga dengan gempagempa yang lain. Karakter shallow crustal earthquake di daerah geologi al 5 km. Hal ini berarti bahwa pada soil site, atenuasi gerakan tanah akan berlangsung lebih lambat dibanding di rock



site. Daya redam energi soil site yang lebih kecil daripada rock site merupakan sebab dari hal tersebut. Batas tersebut sedikit bergeser/membesar pada magrritudo gempa yang semakin besar. Kondisi tanah yang dimaksud di atas minimum adalah surface geologlt khususnya pada



kedalaman 30 meter dari permukaan tanah. Kondisi geologi yang tebih lengkap akan memudahkan dalam menentukan kondisi tanah seternpat. Lebih lanjut, para ahli telah menetapkan bahwa tempat yang ideaVterbaik untuk seismograph adalah tanah yang hard, uniform, compact bedrock,jauh dari pengaruh aktifitas penduduk, jauh dari jalan raya, kereta api, kompleks industri, pepohonan, menara anten4 jauh dari bangunan berat/tinggi dan jauh dari derah yang berangin kencang. Aktifitas yang ada pada semua hal teriebut dapat mengganggu seismograph yaifi adanya kemungkinan getaran yang terjadi. Khusus bangunan, pengaruhnya adalah adanya interaksi antara bangunan dengan tanah didekatlya, sehingga getaran tanah akibat gempa akan terkontaminasilterpengaruh. Persyaratan tersebut masih ditambah dengan tersedianya access Qanfl 50 knL gempa di stable plate continenl beratenuasi jauh lebih cepat daripada gempa di daerah active region Ini adalah hal yang menarik, sebagaimana Bab VIII/Atenuasi Intensitas Gempa dan Atenuasi Gerakan Tanah



335 disampaikan sebelumnya stress drop gempa intraplate lebih besar daripada gempa interplate dapat menjadi penyebab hal tersebut. -



83



ModeVJenis Atenuasi Dowrick (1982) mengatakan bahwa paling tidak terdapat dua kelompok data yang sangat



penting yang diperlukan untuk kepeluan analisis resiko gempa. Dua kelornpok data iti adaiah data yang berasal dari model seismik dan data dari modil atenuasi. tuoaet seismik yang dimaksud adalah distribusi secara geografis tentang sumber gempa berikut besarnya magnitudo gempa' Sedangkan model atenuasi adalah suatu model dalam-bentuk persamaan matematik yang dapat merepresentasikan hubungan antara parameter gempa pada suatu tempat dengan semua variabel yang berkaitan dengannya. _ Sampai saat ini paling tidak terdapat 3 kelompok besar jenivmodel atenuasi yaitu :



l'



Atenuasi intensitas gempa



2'



kerulakan bangunan yang terjadi. Atenuasi ini juga auputiilruu*gkan dengan percepatan tanah akibat gempa, Aterruasi gerakan tanah, meliputi atenuasi percepatan, kecepatan dan simpangan tanah akibat gempa. Namun demikian percepatan tanah adalah aienuasi yuog pa;r[ ;"ry"k



3.



diusulkar/pakai, Atenuasi Arias Intensity



l7a1a



,



yaitu aienuasi yang berhubungan dengan tingkat



(I).



8.4 Sifat-sifat Hubungan pada Atenuasi . . ltb:lt sampai pada setiap jenis persamaan



atenuasi maka perlu diketahui terlebih dahulu sifat-sifat dasar y.ang ada iada hubungan atenuasi. Untuk itu Kramer (1996) telah menyampaikan secara sistimatik tentang sifat-sifat penting yang perlu drperhaikan dalam menentukan/memilih model atenuasi gerakan tanah. iral-haT v*jp"rr, oiperhatikan tersebut selain sifathubungan juga semua jenis variabel yang dapat terkar;t ialam merumuskan model atenuasi' variabel-variabel itu disusun mulai dari -variauet y"d ;"li"c signifikan efek"y; sampai yang sifatnya melengkapi. Beberapa rrur t"nt"rig"iat atenuasi, sifat serta -variabel pengaruh. variabel yang dimaksud adalah iebagai berikut ini :



a.



b'



c'



Nilai maksimum parameter glakan tanah (percepataq kecepatan, simpangan, intensitas) umumnya terdistribusi secara lognormal (skala logaritna baik bllangan dasar l0 maupm natural logarithmic ln) terhadap jarak sumber gempa ke pencatat gempa. oleh karena itu umumnya dibuat regresi linear, misalnya untuk atenuasi pecercep"atan (y) dalam bentuk log(Y) atau ln(y) danbukarurya y. Sedangkan iniensitaslempa, Dowrick (rgg2) mengusulkan regres] linier hubungan langsung lJeryasi (bukan lognormal)"antara intensitas g".npu dengan variabel-variabel bebas yang terkait,



Magnitudo gempa dapat dinyatakan daiam flrngsi togaritrna atas nilai maksimum amplitudo rekaman.g:.uku. tanah saat t{adi ge;pa. oleh karena itu parameter tanah yang dinyatakan dalam bentuk log(y) ,tuu tn19 tersebut uu" aipingu.ut i secara proporsional oleh Magnitudo gempa M. Hal-ini beiarti bahwa s.tiup t"ruit*', rurugnituJo qeyna M akan berpengaruh secara rangsung,4inier terhadap log(v) atau ln(v), Gelombang gempa terdiri atas-gelombang u"ai ig.l".bang primer dengan ,umlmnya kecepatan vp dan gelombang sekunder dengL kecepaLn vrl ,E t" g;bmbang permukaan (gelombang baik Rayleigh dengan kecepatinvx dan getomtang rirre aengan kecepatan v1). Para ahli telah m3ruryusk1n bahwa amplindo g"t"o-uuog b?oi -"n** dengat rate l/R (attenuation rate) sedangkan amplitudl gelombang dengan rate



1hlL,d*.gu1.\



p".iruk*n



kecepatan menurun



jarak eniseligr dalam km (tihat Gambar g.r0). Dengan demikian gelombang bodi beratenuasi jauh rebih cepat d*p;d" g;;mbang permukaan. adalah



Bab VIII/Atenuasi Intensitas Gempa dan Atenuasi Gerakan Tanah



336



Hubungan yang telah teridentifikasi menunjukkan bahwa log(y) atau berkurang secaxa proporsional denganjarak



R



hC$



akan



i+P.wave 0.8



-{- L-wave i ,,r. P-w at surface



g



t'



r!



! o.e



.9



IE



0.4



o



t= 0., R(km) Gambar 8.10 Attenua t io n rate vntuk b ody dan surfac e waves



d.



e.



f.



Energi yang menyebar dari pusat gempa akan semakin berkurang akibat adanya redarnan material tanah. Lebih lanjut Kramer (1996) mengatakan bahwa amplitudo gerakan tanah akan berkurang secara elcsponensial pada jarak R yang semakin besar. Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip analisis dinamika struktur. Oleh karena itu log(Y), ln(y) atau atenuasi intensitas gempa akan dipengaruhi oleh faktor kondisi tanah karena redaman tanah dipengaruhi oleh jenis tanah. Parameter gerakan tanah juga akan dipengaruhi oleh mekanisme sumber gempa (source mechanism) yang ditunjuukan oleh jenis patahan (foult types). Hal ini terjadi karena dengan energi gempa yang sarna, setiap jenis patahan akan mempunyaTmenghasilkan Mapitudo gempa yang berbeda. Dengan demikian log(Y), ln(Y) atau atenuasi intensitas gempa akan dipengaruhi oleh source mechanism secara langsung, Patahan atau dislokasi tanah yang semakin besar berarti akan berasosiasi dengan ukuran gempa yang semakin besar. Oleh karena itu akan terdapat bermacam-macan jarak srunber



gempa yang dapat dianut misalnya jarak episenter, jarak terdekat maupun jarak hiposenter. Hal ini perlu diperhatikan.



8.5 Persamaan Atenuasi 8.5.1 Persamaan Umum



Dengan memperhatikan hal-hal tersebut persamaan atenuasi adalah



1.



di



atas maka secara global bentuk umum



:



Atenuasi intensitas gempa Ilay(Dowrick, 1992),



Iuu=f(M,R,Fi) yangmana I6a adalah M adalah magritudo gempa dan R adalah adalah suatu koefisien. Atenuasi percepatan tanah (Kramer,1995),



8.1)



jarak hyphocenter dan Fi



2.



Log(Y) =



f(M,R,Fi)



Bab VIII/Atenuasi Intensitas Gempa dan Atenuasi Gerakan Tanah



8.2)



337



dengan



Y



adalah parameter tanah,



M



adalah magnitudo gempa,



R adalah jarak dari pusat



gempa dan Fi adalah suatu koefisien.



Apabila diperhatikan, maka pers. 8.1) dan pers. 8.2) agak mirip, artinya baik intensitas gempa l1a1a dar parameter gerakan taruh Log(Y) dipengaruhi oleh parameter yang hampir sama. Gerakan tanah yang dimaksud dapat berupa simpangan tanah, kecepatan tanah dan percepatan tanah akibat gempa. Disamping hubungan antara parameter gempa dengan beberapa hal penting seperti di disebut sebelumnya, maka datra tentang kegempaan dapat berubah-ubah menurut waku (time dependent). Berubahnya hubungan tersebut mungkin karena adanya tambahan data baru dari data sebelumnyayatgmasih terbatas atau betul-betul akibat perubahan kejadian gempa. Untuk itu maka persamaan atenuasi selalu disempurnakan dari waktu ke wakru. Dengan memperhatikan hal-hal penting seperti disebut di atas maka model atenuasi Intensitas gempa (Dowrick, 1992) dinyatakan dalam bentuh



I=a+b.M+c.ft+d.log(R)



8.3)



yangmana,b,c dan d adalah suahr koefisien dan R adalah rata-rata radius selsz al lines intensitas gempa I, dan M adalah Magnitudo gempa. Sedangkan atenuasi percepatan tanah dinyatakan dalam bentuk (Kramer, 1997),



Ln(Y) =



c1



+cr.M+crM'o -cr.ln(R+cu.e"'M) +cr.Ro + c,



8.4)



yangmana Y adalah percepatan tanah, c1 ... ca adalah suatu koefisien, adalah M magnitudo gempa (Ms, Mr- atau M*) , R adalah jarak (dapatbermacam-macamjarak), Ci adalah gabungan antara pengaruh mekanisme kejadian gempa (enis patahan) dan jenis tanah (rock, firm soil, soft soil).



Unsur-unsur atau komponen pada pers.8.4) pada hakekatnya adalah merujuk pada butir a sampai dengan f di atas. Menurut Hu dkk. (1996) model atenuasi oleh Campell (1985) mempunyai formulasi yang hampir sama dengan pers.8.4). Komponen jarak pada persamaan tersebut dapat berupa jarak episenter (epicenter distance), jarak hiposenter (focal distance) maupun kedalaman sumber gempa (focal depth). Hu dkt.(1996) lebih lanjut mengatakan bahwa komponen ln R atau pengaruh redaman material akan sangat penting untuk jarak yang lebih dari 100 knr Pada jarak tersebut media tanah mempunyai cukup waktu untuk menjamin te{adinya redaman material. Dengan redaman material yang cukup sigrifrkan maka amplitudo gelombang gempa juga akan berkurang menurut jaraknya secara siknifikan pula.



8.5.2 Persamaan Attenuasi Spesifik Persamaan atenuasi, terutama pers.8.4) adalah bentuk persamaan atenuasi secara umum yang memperhitungkan semua paftlmeter yang berpengaruh. Persamaan umum tersebut telah mencakup semua paramater tetapi bentuk persamaannya menjadi rumit. Persamaan atenuasi menjadi lebih sederhana apabila ditinjau pada suatu keadaan yang lebih spesifik. Ada yang mengusulkan persamaan atenuasi untuk mekanisme gempa tertentu atau unfuk



jenis tanah tertentu. Dengan demikian unsur mekanisme gempa dan jenis tanah



sudah



tereliminasi dari pers.S.4) atau koefisien C1 pada pers.S.4) tersebut tidak perlu dicantumkan.. Pengaruh jarak yang relatif pende( pengaruh redaman material kadang-kadang diabaikan sehingga komponen & pada persamaan 7.4) tersebut juga tereliminasi. Demikian juga telah banyak diusulkan model atenuasi khusu untuk jarak yang relatif dekat (near field), khusus



Bab VIII/Atenuasi Intensitas Gempa dan Atenuasi Gerakan Tanah



338



untuk jarak yang relatif ja,th (far field) maupun atenuasi parameter tanah untuk magnitudo gempa dengan rentang tertentu.



Koefisien-koefisien yang tidak terkait secara langsung dengan magnitudo gempa M dan



jarak R tersebut umumnya diperoleh secara empirik yaitu dengan cara regresi. Sehubungan dengan hal tersebut Kramer (1996) mengatakan bahwa untuk meningkatkan keakuratan atenuasi maka koefisien-koefisien empirik tersebut hendaknya seminim mungkin ditampilkan. Dengan demikian akan diperoleh suatu bentuk atenuasi lebih spesifik dan lebih sederhana. misalnya atenuasi yang diusulkan oleh McGuire (1974) sebagaimana disampikan oleh Dowrick (1982) yaitu dalam bentul!



Log(Y) =



bt *



b2.M



-U



Log(R + L)



8.s)



Pers. 8.5) tersebut dapat disederhanakan menjadi,



Y =br.lob,M dengan b1, b2 dan



b3 adalah suatu



(R+l;-6,



8.6)



koefisien, M adalah magnitudo gempa dan R adalahjarak.



8.6 Persamaan Atenuasi Intensitas Gempa 8.6.1 Atenuasi Intensitas Gempa Intensitas gempa yang dimaksud dalam hal



ini adalah derajatJtinfl 500m/sec [5oo/



r.n(Z,.r1vrrr;) =



o2l -



Vs36



nilai dai period independent constant



for



Vs:o > 1000 m/sec



ror (a,o+bn'*[*#ftr) ,,,,



\zr.o+c, )



*,,.1n[lpjj-z-]. ' \Zt.o +c", )



e2



otherwise



0 w2



-



-o.rr



s



for T < 0.35 sec



r,[Y*)*[*') 1000,



for 0.35



\0.3sl



[



).rJ-:-) -o.rr.,-n[v',0 1000, o.3s [



ezz=



[O



\



ror



/



2 sec



for T 2 sec



Contoh plot antara Rjb lawan PGA dan periode (PSA) adalan seperti yang tampak pada Gambar 8.32)



8.s8)



8'59)



T lawan Peak Spectral Acceleration



Bab VIII/Atenuasi Intensitas Gempa dan Atenuasi Geraka4Tanah



370 '|..2



0.75 0.6



g



0.45



I



0.3



gl



fo *



o.o 0.4



b)



0.2 0



0.1



1



l0



0



100



0.5 1



'1.5 2



2.5



Period, T (sic)



gb Distance (km)



Gambar 8.32. PGA dan PSA menurut atenuasi Abrahamson dan Silva (2007) 1.2



r:+-M=6ffF1



0.4{t ED



< (,



_+



0.3



+



o-



0.15



a)



M=q



< o



RF



o-



J[/l=/,fP



M=7.RFI



---.o-r=a.nfl * ftl=Z,ruf l



0.6 0.4



M=6,tS 0.2



-{l-M=7,NF



0



0.01 0.1



1



l0



0 101



00.5



Rjb Distance (km)



11.522.53 Period, T (sec)



Gambar 8.33. Pengaruh RF danNF terhadap PGA dan PSA Gambar 8.32.a) adalah atenuasi PGA menurut Abrahamson dan Silva (2007) yang merupakan keluarga Next Generation Attenuatioz (ltGA). Pada jarak l0 km di mekamisme reverse o/o daipada PGA pada magrritudo M : fault,PGAakibat magrritudo gempa M 7 lebih besar 67 : 6. Begitu kuabrya pengaruh magnitudo gempa M terhadap PSA dapat dilihat secarajeas pada Garnbar 8.32.b). Pengaruh magnitudo gempa M terhadap PGA dan PSA ini jauh lebih besar adaripada PGA dan PSA pada atenuasi Boore dam Atkinson (2007) sebagaimana disajikan pada Gambar 8.33). Sementara itu pengaruh mekanisme gempa yaitu antara reverse



fault (RI)



dan normal



fa-



a# (NF) disajikan pada Gambar 8.33). Tampak pada gambar bahwa pengaruh mekanisme gempa terhadap PGA dan PSA tampak tidak begitu siknifikan. Pada jarak l0 km PGA dan ISA reverse faulr (RF) hatrya 6,2 % lebih tinggi daripada PGA dan PSA normal fault Q{F).



Bab VIII/Atenuasi Intensitas Gempa dan Atenuasi Gerakan Tanah



c-



t-r



o\ o\



oo



o\ o\ o\



\o



a.l



€ a



q .t



\



F-



-i o,



..) c'l



o\ N \o c.l



a.l



\o



$



=q



a-



t-



cl ca



\D



1500 750 sampai 1500



NiA



N/A N/A



350 sampai 750



>50



Kelas situs SA (batuan Keras) SB 6atuan) SC (tanah keras, sangat oadat dan batuan lunak) SD (tanah sedang) SE (tanah lunak)



N/A



>



100



50 sampai 100 15 sampai 50 t75 sampai 350 40 persen, dan



1. 2. 3.



SF(tanah khusus yang



mem-butuhkan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons spesifik situs yang mengikuti Pasal 6.9.1)



Kuatgesertakterdrainase F, 3m)



-



Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan



-



H>



7.5m



dengan indeks plastisitas PI > 75)



Lapisan lempung lunak/medium kaku dengan ketebalan H > 35m dengan su < 50 kPa



ifikasi untuk



Tabel92 Faktor



Fa Ss



Klasifikasi Site Ss



< 0.25



Ss



:0.5



Ss:0.75



Ss



:



1.0



Ss



>



1.25



Batuan Keras (56)



0.8



0.8



0.8



0.8



0.8



Batuan (Sg)



1.0



1.0



1.0



1.0



1.0



Tanah Sangat Padat dan Batuan Lunak (Sc)



t.2



t.2



l.l



1.0



1.0



Tanah Sedang (So)



1.6



1.4



1.2



1.1



1.0



Tanah Lunak (SB)



2.5



t.7



1.2



0.9



0.9



Tanah Khusus (Sr)



SS



SS



SS



SS



SS



Parameter Respons Spektmm percepatan pada periode pendek Sys dihitung dengan,



S-s = Fo.Ss



9.34)



S5 adalah parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk periode 02 dt di batuan dasar (Ss) dengan probabilitas terlampaui sebesar 2% selama 50 th (Gambar 9.34). Fa adalah koefisien/faktor amplifikasi pada periode 0,2 dt (Tabel 9.2). B ab



lX/Respons Spektrum



415 Sementara itu parameter respons spektrum percepatan pada periode panjang Sps



G: I d0



dihitung dengan, Saar



e.3s)



= Fo.Sr



Si adalah parameter respons spektral percepatan gempa MCER untuk periode 1,0 dt di batuan dasar (Ss) dengan probabilitas terlampaui sebesar 2o/o selama 50 th (Gambar 9.35). Tabel 9.3 Faktor



detik (Fv



ifikasi untuk Sr



Klasifikasi Sirs



sr < 0.1



Sr :0.2



Sr :0.3



Sr:0.4



sr > 0.5



Batuan Keras (Sa)



0.8



0.8



0.8



0.8



0.8



Batuan (Ss)



1.0



1.0



t.0



1.0



1.0



Tanah Sangat Padat dan Batuan Lunak (Sg)



t.7



1.6



1.5



1.4



t.3



Tanah Sedang (Sp)



2.4



2.0



1.8



1.6



1.5



Tanah Lunak (56)



3.5



3.2



2.8



2.4



2.4



Tanah Khusus (Sr)



SS



SS



SS



SS



SS



Keterangan: SS adalah lokasi yang memerlukan investigasi geoteknik dan analisis respons



si/e spesifik Sementara



itu Fn adalah koefisien/faktor amplifikasi pada periode 1,0 dt (Tabel 9.3).



Selanjutnya, parameter respons spektrum dapat diperoleh dengan,



sDs=1t^



9.36)



=1 s^



9.37)



so,



Sps adalah parameter Respons Spektrum percepatan disain unutuk periode 0,2 dt sedangkan Sp1 adalah parameter Respons Spektrum percepatan disain untuk periode 1,0 dt. Nilai-nilai Sos dan Spl tersebut berturut-turut masih harus dikalikan dengan nilai Cpg dan Cpsl sebagaimana disajikan pada Gambar 9.36 dan Gambar 9.37).



9.9.3 Respons Spektrum Disain



Nilainilai Sps dan Sp1 sebagaimana disajikan pada pers.9.33) dan pers.9.34) adalah parameter respons spektral percepatan untuk periode pendek T :0,2 dt dan periode panjang T: I dt. Selanjutnya perlu dibuat respons spektrum disain yang akan dipakai untuk menentukan gaya geser dasar ekivalen statik dengan bentuk umum seperti Gambar 9.38). Respons Spektrums percepatan unhrk T < To dihitung melalui,



s,



= srr[o,q+o,e!-)



Sedangkan untuk To < T < T. maka Respons Spektrum percepatan T > T, maka Respons Spektrum percepatan Sa dihinrng dengan, Bab LVRespons Spektnnr



9.38) Su



:



Sos, dan untuk



416



S-"T=



Sat



e.3e)



Sementara itu nilai-nilai To dan T. adalah, o



T" = 0,20?L



9.40)



J.os



s,



"



e.4t)



sr"



Gambar 9.38. Bentuk umum respons spektrum disain



contoh Aplikasi : Suatu bangunan gedung untuk Rumah Sakit S{ingkat dengan tiurggi32 meter akan dibangun di kota Padang. Akan dibuat respons spektrum disain baik untuk tanah keras, tanah sedang dan tanah lunak. 1. Dengan memakai peta parameter respons spektral gempa



MCER untuk periode pendek



dan panjang sebagaimana disajikan pada Gambar 9.34) dan Gambar 9.35) maka,



Ss: I, 35 dan Sr :0,55 2.Dengan menggunakan Tabel 9.2) dan Tabel 9.3) maka a. Faktor amplifikasi periode pendek T :0,2 dt, Fa: I untuk tanah keras, Fa: I untuk tanah sedang dan Fa : 0,9 untuk tanah lunak b. Faktor amplifikasi periode panjang T: 1 dt Fv : 1,3; Fa: 1,5 dan Fv = 2,4 berlrxut-turut untuk tanah keras, sedang dan lunak 4. Parameter Respons Spektrum percepatan Sr'as Srnrs



= Ss. Fa: : Ss. Fa:



Sr,as



:



Sur



=



: Srul : Sur



1,35(1) = 1,35 (tanah keras) 1,35(l) = 1,35 (tanah sedang) Ss. Fa = 1,35(0,9) : 1 ,125 (tanah lunak) Sr. Fv: 0,55(1,3):0,715 (tanah keras) Sr. Fv : 0,55(1,5): 0,825 (tanah sedang) Sr.Fv:0,55(2,4):1,320 (tanah lunak)



5. Parameter Percepatan Spektral Disain



SDS: (2/3).SMS: (2/3).1,35 Bab lX/Respons Spektrum



:0,90



(tanah keras)



417



SDs: (2/3).SMS = (2/3).1,35:0,90 (tanah sedang)



: : Spl : SDr :



:



SDs



(2/3)SMs= (213).1,125



SDr



(2/3).Sw: (213).0,715:0,477 (tanah keras) (2/3).S;yn: (213).A,825 :0,550 (tanah sedang)



0,81 (tanah lunak)



(2/3)SMt= (213).1,320:0,880 (tanah lunak) 6. Pengaruh Koefisien Resiko Cns dan Cnsr Sps,: Ses_Cas: 0,90.(1,1) : 0,99 (tanah keras) Sps,: SpsCp5: 0,90.(1,1):0,99 (tanah sedang) Sps,: Sps.Cps : 0,81.(1,1) : 0,891 (tanah lunak) Sor,: Sor.Cns: AA77 -(1,05) :0,50 (tanah keras) Sp1, : Sel.Cpsr = 0,55.(1.05) : 0,5775 (tanah sedang) Sp1, : Sp1.Cps1 : 0,880.(1,05) = 9,92^ (tanah lunak) 7. Respons Spektrums Disain To : 0,20(Spr./SosJ = 0,20.(0,5/0,99) : 0,101 dt (tanah keras) To: 0,20(S6r,/SosJ = 0,20.(0,5775/0,99): 0,116 dt (tanah sedang) To : 0,20(Spr./SosJ : 0,20.(0.92410,89 1 ) : 0,207 dt (tanah lunak Ts : Selo/SpsJ : (0,5/0,99) : 0,505 dt (tanah keras) Ts : (Sorn/So$: (0,577510,99) : 0,583 dt (tanah sedang) Ts : (SornrSos') = (0.92410'891) : 1,04 dt (tanah lunak) Untuk dapat menggambar respons spektrum maka nilai-nilai Sa dihitung berdasarkan pers.9.35) dan pers.9.36). Hasilnya kemudian disajikan seperti yang tampak pada Gambar 9.39.b). Hasil tersebut kemudian dibandingkan dengan Respons Spektrums yang lama menurut TCPKGUBG (2002) untuk kota Padang seperti yang disajikan pada Gambar 9.39.a). Pada gambar tersebut tampak bahwa puncak spektrum respons yang baru untuk tanah keras dan lunak lebih tinggi daripada yang lama. Namun demikian puncak Respons Spektrum yang baru untuk tanah lunak justru lebih kecil daripada puncak Respons Spektrum yang lama. Hasil tersebut sesuai dengan Gambar 6.3) bahwa untuk level percepatan tanah yang besar, percepatan tanah maksimum untuk tanah lunak selalu lebih kecil daripada tanah keras. Hal ini tet'adi karena percepatan tanah yang tinggi berasosiasi dengan jarak dekat yang medium batuannya bergetar dengan frekuensi tinggl Vibration modes untuk tanah lunak adalah low frequency bukan high frequency, sehingga percepatan tanah maksimum untuk tanah lunak lebih kecil daripada tanah keras. Hal sebaliknya akan te{adi padajarak yang jauh sebagaimana disajikan pada Gambar 8.7).



Hasil puncak spektum respons untuk tanah lunak lebih kecil daripada



Respons



Spektrum untuk tanah keras spertinya adalah "tidak biasa". Secara matematis hal ini dimulai dari Tabel 9.2,bahwa untuk nilai Ss > I g maka nilai Fa untuk tanah lunak justru lebih kecil daripada tanah sedang dan tanah keras sekalipun. Hal ini terjadi dengan alasanalasan sebagaimana disampaikan di atas. Hal ini baru akan te{adi pada tempat-tempat dengan percepatan tanah yang



relatiftinggi.



Namun demikian sebagaimana tampak pada Gambar 9.39.b) bahwa nilai periode getar yang relatif tinggi yaitu T > 0,50 dt, maka nilai sepktrum respons untuk tanah lunak tetap lebih besar daripada tanah sedang ataupun tanah keras. Hasil seperti ini sesuai dengan prinsip-prinsip dasar site effects sebagaimana dibahas sebelumnya. Setelah respons spektrum dibuat maka untuk keperluan disain bangunan gedung tahan gempa maka menurut RSNI 03-1726, 2010 perlu diketahui beberapa ketentuan yaitu hubungan antara parameter percepat&fl Sos, Sor, Sr dengan Kategori Disain Seismik dan Kategori Resiko sebagaimana disajikan pada Tabel 9.4. Bab lX/Respons Spehrum



418



0,10



&a:t



tc



il.7C



0.36



$.8 fr.4



a)



o 0.1



{}.5 0.6



1.200 Kg165 1.000



tr .9



!



-f6h



o.aoo



-9



o



I



o.eoo



f



.:o



0.400



o



o o.2oo CL



0.000



11.522.53



b)



Time (sec) Gambar 9.39. Respons Spektrum : a) yang lama dan b) yang baru untuk kota Padang.



Tabel 9.4. H



meter



Tipe Struktur (Beton)



lr**"-l.-r-



=J loNrrYuvr I



-



I



.---------*J laror.rrrz



l+



Kategori Disain Seismik



E E E E E



F



Bab lX/Respons Spehrum



I



Seismik & Kateeori Resiko Resiko



Kate



n Kategori resiko



III



II



r":1.0 lr.:1,0 lr:1.2s



IV



t"



:



1.50



S."
Vr



-



Gambar 11.19. Potongan dan Gaya pada Bang. Kompleks (Arnold dan Reiterman, 1982)



11.6 Distribusi Kekakuan Secara Vertikal Kekakuan merupakan salah satu unsur penting terhadap kestabilan struktur bangunan. Struktur bangunan harus cukup kaku agar mampu menahan beban baik beban gravitasi maupun beban horisontal dengan nilai simpangan| displacentent yang masih relatif kecil. Simpangan yang relatif besar walaupun tegangan bahannya masih relatif aman akan menjadi bangunan yang kurang/tidak nyaman untuk ditempati. Struktur atau elemen yang pendek umumnya akan ditentukan oleh keterbatasan tegangan sedangkan struktur/elemen yang besar/panjang umumnya simpangan akan menjadi penentu tingkat layanan. Sebagaimana pada denah dan potongan, distribusi kekakuan secara vertikal menurut tinggi bangunan dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting untuk diperhatikan. Menurut pengamatan kerusakan bangunan akibat gempa distribusi banyak diantaranya bersumber pada distribusi kekakuan secara vertikal yang tidak baik



ll.6.l



Soft Storey



Bangunan gedung dengan kekakuan vertikal yang tidak baik adalah bangunan gedung yang dalam tingkat-tingkatnya terdapat tingkat yang lemah atau soJi storey. Didalam SNI 03-2002, TCPKGUBG-2002 atau I1SNI 03-1726 (2010) telah diafur secara jelas tentang bangunan reguler yang menyangkut tentang distribtrsi kekakuan yairu : Gedung reguler adalah gedung vang sistim strukturnya memiliki kekakuan



lateral yang beraturen tanpa adanya tingfu)t lunak (soJi storey). Yang dimaksud dengan struktur dengan tingkat lunak adalah suatu tingkat yangtnana kekakuan lateralnya < 70 % kekakuan lateral tingkat diataxrya atau 1 80 o/o kekakuan lateral rata-rata 3-tingkat diatasryta. Soft storey adalah suatu tingkat yang lemah, yang kekakuannya jauh lebih kecil daripada tingkat-tingkat yarrg lain. Relatif terhadap tingkat-tingkat yang lain dapat B ab



X/Konfigurasi B angunan



487



dipropor-sikan terhadap kekakuan rata-rata sebagaimana ditunjukkan secara visual oleh Gambar 11.20.a) atau seperti yang tertulis di atai yaitu terhadap tingkat di atasnya atau rata-rata 3-tingkat di atasnya. Garis vertikal putus-putus pada Gambar 11.20.a) tersebut



misalnya adalah kekakuan rata-rata untuk seluruh tingkat. Tingkat ke-9 berpotensi menjadi tingkat yang lemah karena lebih kecil melampaui batas te(entu. Tingkat dasar atau tingkat ke-1 juga berpotensi menjadi tingkat yang lemah karena kekakuannya'jauh lebih kecil 1i 79 Yo) daripada tingkat ke-2 atau lebih kecil dari nilai tertentu (80 %) ie.iradap kekakuan ratarata 3-tingkat diatasnya.



a) Distribusi



kekakuan b) softfirst-storey



c) soft intermediate- storey



Gambar I 1.20) Distribusi kekakuan secara vertikal yang lemah pada umumnya -ke-l Tingkat (soft sebagaimana



dapat terjadi pada tingkat paling dasar atau tingkat tampak pada Gambar rf .ZO.t). pada gambar tersJbut tinggi tingkat ke-l melampaui batas tertentu relatif terhadap tinggi tingkatiipital sehingga dapat berpotensi menjadi tingkat yang lemah. Hal ini te4aalla.eia kekakuan tiog-i.; berbanding terbalik secara kubik terhadap tinggi tingkat, artinya semakin tinggi niaka tingkat tersebut kekakuannya akan semakin tecit. ttat ini ditunjukkan secara matematis



first-storey)



pada



pers.ll.l). Disamping tingkat ke-I, pada tingkat-tingkui di utu.rya juga tidak



diperbolehkan adanya tingkat yang relatif lernah sebagaimana aitunlukkan oleh Gambar ll.20.c) yaitlo soft intermediate storey. Penyebabnya aOatat sama yaitu kalau tidak : a) tinggi tingkatnya yang berlebihan; b) ukuran kolomnya terlalu kecii, karena mutu bahan kolom pada umumnya sama. Dari kedua penyebab tersebut, penyebab yang paling dominan adalah tinggi tingkat. Oleh karena itu harus hati-hati kalau mlrencanakan tinggi ti;gkat.



contoh c.ll.A: Suatu bangunan mempunyai potongan dan ukuran seperti yang tampak pada Gambar 11.21). Mutu bahan untuk seluruh kolom diambil sama yaitu aari Ueion bertulang dengan E":2,4.10s kglcmz. Kekakuan tingkat dapat dihitung menurut pers I l.l). Akan dianalisis apakah bangunan tersebut memenuhi syarat kek-akuan seierti yang dicantumkan pada Pasal



4.2 SNI 02-002



atau TCpKGUBG i002.



K -12.(2,4.rcs)(11!2)(40)(6q3 =



32400 cma



12.(2'4.105XI/l2xs0x80)3 K_ =



96000 cma



4003



4003



B ab



X/ Konfigur as i B an gunan



488



l0



t35/45



40/55



9 35150



8



401s5



6



40160



7 50170



5



4 40/60



3



50/80



2



4,0 m



I



4,6m



Gambar 11.21 Portal suatu bangunan



12.(2,4.r05xI/12x40x60)3 K_ 4603



12.(2,4.105xl/12X50X80)3 K_ 4603



= 2t303cma =



63121 cma



dan seterusnya



Tk. ke10



9 8



Tabel I 1.3 Analisis Distribusi kekakuan Tin Rata2 Kek Ki/K i*r Kek. Total kolom(kg/cm) Kekakuan 3-tinsk(Kr) Ke/cm % Kol.Tneh Kol.teoi 48876 24956 1 1960 100 54321 48876 24956 I 1960 133 s9766 652t2 32400 16406



7



16406



6



24956 24956 24956



5



32400 64312



643t2



64312 4 96000 32400 J 96000 32400 2 63121 1 21303 *) Tidak memenuhi syarat



65212



100



t4224 t4224



t75



14224



60800 60800 0s727



100 100 140.7 100



65-75*



81549 97886 114224 129749 145274



Ki/Kr o/ /o



120,0 191.1



140,1 116.7 140,8 123.9



72.77*



Berdasarkan hasil hitungan di Tabel 1 1.3) menunjukkan bahwa kekakuan tingkat ke-1 % dai kekakuan tingkat ke-2 dan hal ini masih lebih kecil dari syarat



hanya 65,75



minimum yaitu 70 Yo. Dengat demikain terhadap persyaratan pertama (syarat 70 %) menurut TCPKGUBG-2Q02, tingkat ke-l termasuk dalam kategori tingkat yang lemah o/0, maka sekali lagi tingkat (softJirst-storey). Terhadap syarat yangke-2 yaitu syarat 80 ke-l juga tidak memenuhi syarat karena kekakuan tinmgkat ke-l hanya 72,77 yo dari ratarata kekakuan 3-tingkat diatasnya. Dengan demikian menurut syarat yang ke-2, tingkat ke-l juga termasuk softfirst storeY



B ab



XI/Konfi gura s i B angunan



489



Sebagai estimasi awal, maka kalau ukuran dan mutu material suatu tingkat sama dengan tingkat diatasnya, maka untuk memenuhi syarat pertama (70 oh), maka tinggi tingkat yang bawah tidak boleh lebih besar dari,



Hr.i =



"+



u, I



Hr,i*r = l,t26Hk,i+1



11.3)



Artinya tinggi tingkat tertsntu tidak boleh 1,126 kali lebih tinggi dari tinggi tingkat diatasnya.



Bangun soft storey tidak saja karena adanya tinggi tingkat yang agak beilebihan tetapi juga adanya massive-wall dan adanya tingkat yang kosong seperti pada Gambar 11.22.a). Bangun seperti itu juga banyak terjadi, tingkat paling bawah kosong tidak ada dindingdinding karena untuk berbagai keperluan, tetapi bagian atasnya penuh dengan dinding yang masif. Kondisi seperti itu membuat kekakuan tingkactingkat atas jauh lebih besar daripada kekakuan tingkat dasar, sedingga te{adilah soft first-storey. Soft storey juga mungkin te4'adi pada tingkat-tingkat diatasnya, misalnya pada pemasangan dinding yang tidak menerus dalam satu jalur disemua tingkat tetapi dipasang zig-zag seperti pada Gambar 11.22.b). Bangun seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 11.22.c) adalah bangun yang dianjurkan.



a) Soft first storey storey



Gambar 11.6.2 Interupsi Elemen



b) soft



ll



storey



c) Bangun yang dianjurkan



.22 Beberapa bentuk soft storey



Struktur



Elemen struktur baik kolom, balok maupun dinding ditekankan untuk dipasang secara menerus sesuai dengan fungsi standar yang diharapkan. Kolom menerus dari atas sampai ke fondasi demikian juga pemasangan struktur dinding. Pemasangan dinding yang zig-zag tidak saja kearah vertikal, tetapi juga mungkin zig-zag kearah horisontal sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 11.22) adalah salah satu benhrk interupsi elemen struktur. Pemasangan yang zig-zag tersebut selain membuat kekakuan tingkat yang tidak seragan



juga Gambar ll.23.a) adalah interntption of walls kearah horisontal, artinya letak structural mengalami pergeseran kearah horisontal. Pergeseran tersebut selain akan mengakibatkan kacaunya distribusi kekakuan kearah vertikal juga akan mengakibatkan kacaunya penyaluran beban gravitasi dari atas kebawah. Bangunan yang demikian tidak saja termasuk bangunan tidak beraturan tetapi juga dihindari pada disain bangunan tahan gempa. Akibat yang sama akan terjadi pada kasus interraction of columns seperti yang tampak pada Gambar 11.23.b). Pada gambar tersebut tampak bahwa suatu kolom akan



walls



B ab



fl /Konfi gura



s



i B angu nan



490



membebani tengah bentangan balok. Apabila kolom yang membebani tersebut meliputi/berasal dari banyak tingkat di atasnya, maka beban kolom akan sangat besar dan hal ini akan membahayakan balok yang dibebani. Model-interupsi elemen struktur seperti ini tidak diperbolehkan pada konsep bangunan tahan gempa. Gambar ll.23.c) adalah inetrruption of beams, yaitu balok tingkat-tingkat yang tidak menerus tetapi terputus di suatu bentang balok tertentu. Terputusnya balok tersebut sangat merugikan terhadap kesafuan bangunan, karena akan mengurangi kemampuan bangunan didalam menahan torsi. Hal itu dianalogikan oleh Gambar ll.23.d), yangmana suatu tabung yang teriris yang dipakai untuk memodel suatu balok yang terputus. Tabung yang teriris akan mempunyai kemampuan menahan torsi yang jauh lebih kecil daripada tabung yang



utuh. Rendahnya kemampuan tabung untuk menahan momen puntir ditunjukkan oleh besarnya sudut puntir pada Gambar 11.23.d). Dengan demikian putusnya balok yang beruruian secara vertikal seperti pada Gambar 11.23.a) sangat dihindari.



b) Interruption of columns



a) Interntption of walls



ffiffi c) Intteruption of beams



Gambar



11.23



d)



Torsion capability



Beberapa Interupsi elemen stnrktur



11.6.3 Kondisi-kondisi Ireguler yang lain Masih ada beberapa kondisi yang dapat dikatakan kondisi abnormal, misalnya adanya



tingkat yang relatif pendek dibanding dengan tinggi tingkat tipikal sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar ll.24.a). Tingkat yang pendek akan mempunyai kekakuan yang besal namun tingkat yang pendek mempunyai kelemahan yaitu kolomnyabahayaterhadap kerusakan geser. Rusak geser pada elemen pendek umrimnya disebut short size effects.



Bangun bangunan yang tergolong ireguler yang lain adalah bangunan yang terletak disuatulet"ng seperti yang tampak pada Gambar ll.24.b). Pada kondisi tersebut kolom B ab



il /Konfi. gur as i B an gunan



491



bangunan tingkat dasar tidak akan sama tinggi, ada yang ekstrim tinggi ada yang ekstrim rendah. Kolom yang ektrim tinggi akan perilakunya didominasi lentur, sedangkan kolom yang pendek akan didominasi/rusak geser. Kerusakan geser pada kolom yang pendek kasusnya akan sama dengan Gambar ll.24.a) yaitu pada bangunan yang mempunyai tinggi tingkat lebih pendek relatif terhadap tinggi tingkat tipikal.



N



\\\ E \\ \\ \\ \\ \\ N \\ \ \\h b) Bangunan di lereng



a) Tingkat yang pendek



c) Bukaan bang. yang lebar



Gambar 11.24 Kondisi bangunan irreguler



Kasus sftorl size-effects juga terjadi pada bangunan yang mempunyai bukaan-bukaan relatif lebar seperti yang tampak pada Gambar 11.24.c). Dengan adanya bukaan-bukaan itu maka akan terbentuk balok-balok/kolom-kolom yang relatif gemuk/pendek. Balok/kolom gemuk yang diamaksud pada umunmya adalah balok/kolom yang panjangnya < 3-kali lebar/tinggi balok/ kolom. Agar dapat dimengerti dengan mudah betapa besamya gaya lintang yang bekerja pada elemen pendek/gemuk mala akan diberikan contoh ilustrasi. Contoh C.11.5 : Akan dibahas momen dan gaya geser yang terjadi pada kolom yang tidak sama tinggi atau seperti pada kasus bangunan di lereng. Model bahasan yang dipakai adalah seperti yang disajikan paga Gambar 11.24). Tingkat bangunan dianggap bergeser secara horisontal, misalnya sebesar 1 cm. Ukuran kolom dianggap sama yaitu 40160 cm, dan modulus elastik beton diambil E. = 2,1.10t k9cm2. Agar lebih sederhana kekakuan kolom dihitung sebegaimana pada prinsip shear building. Gambar ll .24.a) adalah kolom suatu bangunan yang terletak dilereng, yang ujung atasnya bergoyang kearah horisontal. Hubungan antara simpangan horisontal stntkf.tr shear building, momen dan gaya geser adalah seperti pada Gambar 11.24.b), yang dalam hal ini misalnya y: I cm. Momen inersia kolom I = (1/12X40)(6q3 :720 000 cma. 1. Momen dangaya lintang Kolom A,



M



ksc{ta c{t - t22,4.ry5l1oooo.t = 129,6 tfm 400' cm'.cm-



kg.cm4.cm



u _12.2.4.10s.220000.1 " 4o6J,-\,rf



_ 1. n ./. u - rL'n



Momen dan gaya lintang kolom B,



M _12.2.4.19:.7.20000.1ks.c(ar:t = rcs.2j 3502 "^2."^2 Bab Xl/Konfigurasi Bangunan



tJm



492 12.2,4.195.720000.1 kg.cma .cm _ 48,36



H-



cm32 -cm



3503



tf y:1cm



1-



8,0



m



8,0



-{-



m --;-



8,0



m



6Et.yl*



-1:6El.vN



Gambar 10.25 Kolom di daerah lereng, Momen dan gaya lintang



H:



l2.El.ylh3



3. Momen dangaya lintang kolom C



12.2.4.nsJ2oooo.l tt =-----*gz



'vt



12.2,4.10s.720000. tt



_----------------



I



3003



kg.cm4.r* _ - 230,4 tfm



,*+rn



kg.cma .cm



,*3



.r*'



76,8



tf



4. Momen dan gaya lintang kolom D



c{t



M_



12.2,4.19::j?o}oo.t ksc{ta



H=



12.2,4.rcs.720000.1 kg.cma .cm _ 132,7



250'



2503



cm-.cm-



= 33r,8 tfm tf



"m3.r*2 Beradasarkan hasil di atas dapatlah diketahui bahwa kolom D yaitu kolom yang paling pendek adalah kolom yang paling menderita, karena akan terjadi momen dan gaya lintang yang paling besar. Hasil ini dengan arrggapar, bangunan berperilaku seperti shear building fioin atas tidak berotasi). Apabila join atas dapat berotasi maka momen dan gaya lintangnya akan lebih kecil. Namun demikian dapatlah dimengerti bahwa bangunan yang terletak dilereng dengan kolom tidak sama tinggi adalah sangat membahayakan yaitu kolom yang



paling pendek. 11.6.4 Banganan Setback Bangunan setbackbalk setback dalam satu atau dua-arah termasuk bangunan ireguler.



Pengertian setback adalah apabila bagian atas bangunan yang bersangkutan menjorok kedalam sebagimana ditunjukkan oleh Gambar 11.26). Bangunan setback termasuk bangunan ireguler karena pusat massa dan pusat kekakuan tidak berimpit secara vertikal. Massa dan kekakuan baik kerah horisontal maupun kearah vertikal tidak terdistribusi secara merata. Problem akan terjadi pada daerah peralihan kekakuan dari kekakuan yang besar pada bagian bawah ke kekakuan yang relatif kecil pada bagian atas. Seberapa besar problem yang ditimbulkan akan bergantung pada banyak hal, yang diantaranya adalah rasio luasan atas terhadap bawah, ratio tinggi bagian setback terhadap bagian bawah, arah



B ab



XI/Konfi gur a s i B angunan



493 setback (l atau Z-arah),letaksetback (simetri atau tidak) dan sebagainya. Penelitian tentang hal ini masih sangat diperlukan.



b) setback 2-arah c) perubahan kekakuan tiba-tiba Gambar I 1.26 Bangunan irreguler



a) setback 7-arah



Damage index (DI) scale 0.1



Non Setback b) SBI - a) Gambar 1



c)



.ooaa 1.0 t ,riuil.rufu"



SB2



1.27 Indeks kerusakan pada bangunan setback



Perubahan kekakuan kolom yang tibatiba sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 11.26.c\ adalah juga bentuk ireguler. Senada dengan bangunan setback, problem akan terjadi pada peralihan kekakuan, apalagi kalau perbedaan kekakuannya terlalu drastis.



Terhadap tidak menerusnya titik berat massa dan kekakuan ini diungkapkan pada TCPTGUBG 2002 sebagaiberikut ; Suatu struktur disebut reguler apabila sistim struktur gedung itu memiliki unsur-unsur vertikal dari sistim penahan beban lateral yang menerus, tanpa perplndahan titik beratryta. kecuali bila perpindahan tersebut tidak lebih dari % ukuran unsur dalam arah perpindahan tersebut.



Ketentuan tersebut selain menyangkut bangunan setback,juga menyangkut pada kasus interuption of beams/columns/walls sebagaimana disampaikan sebelumnya. Widodo (2006) telah mengadakan penelitian efek fleksibilitas fondasi tiang terhadap indeks kerusakan Bab



X/Konfigurasi Bangunan



494



struktur setback yang hasilnya disajikan pada Gambar 11.27). Pada gambar tersebut tampak bahwa kerusakan bangunan, khususnya kerusakan balok akan semakin besar pada ketinggian setback yang semakin rendah sebagaimana tampak pada Gambar ll.27.c). Keruskan besar pada balok utamanya akan terjadi pada daerah di atas elevasi setback.



11.7 Distribusi Massa Secara Vertikal Distribusi massa secara vertikal juga salah satu aspek yang menentukan perilaku struktur akibat beban gempa. Secara sederhana dapt dibayangkan bahwa sebaiknya semakin keatas massa tingkat semakin kecil, hal ini agar supaya gaya geser tingkat menjadi



semakin kecil, sehingga mamen guling terhadap dasar menjadi kecil, dan jangan sebaliknya. Salah satu contoh yang baik adalah bangunan seperti pada gambar 1 l.19) yaitu bangunan simetri dengan massa semakin keatas semakin kecil. Contoh yang paling tepat untuk ini adalah Candi dan Payramid. Pada Candi dan Pyramid mempunyai segala sifat ketahanan terhadap beban gempa, yaitu denah sederhana dan simetri, tampak vertikal juga sederhana dan simetri, nrlai Column Density relatif besar, bahan homogen, kekakuan tidak berfluktuasi dan massa semakin keatas semakin besar, maka tidak heran apabila bangunanbangunan tersebut cukup tahan terhadap beban gempa.



a)



b)



Gambar 11.28. Distribusi massa yang tidak merata Gambar ll.28.a) menunjukkan bahwa perubahan massa struktur terjadi secara drastis. apalagi terjadi pada puncak bangunan. Sebagaimana pernah disinggung sebelumnya, gaya gempa efektif akan dipengaruhi oleh massa tingkat. Massa tingkat yang besar pada puncak bangunan akan mengakibatkan gaya gempa yang besar pada puncak tersebut, dan hal ini akan mengakibatkan momen guling terhadap bangunan yang sangat besar. Distribusi massa yang tidak merata secara horisontal sebagaimala yang tampak pada Gambar 11.28.b) juga



tidak munguntungkan. Hal seperti ini akan mengakibatkan bergesernya pusat



massa



terhadap pusat kekakuan sebagaimana dibahas sebelumnya. Sehubungan dengan hal ini. distribusi massa di seluruh tinggi bangunan telah diatur didalam SNI 03-2002 atau di TCPKGUBG 2002yaitu: Sistim struHur bangunan gedung dinamakan berarturan apabila struktur gedung tersebut memiliki berat lantai tingkat yang berarturan, artinya setiap lantai tingkat memiliki berat yang tidak lebih dari I50 96 dari berat lantai tingkat dibawah atau diatasnya.



Apabila syarat tersebut tidak dipenuhi, maka bangunan dikategorikan bangunan ireguler. Sebagaimana dikatakan selanjutnya di TCPKGUBG 2002 : Bab Xl/Konfigurasi Bangunan



495



Untuk struktur gedung yang beraturan, pengaruh beban gempa rencana dapat ditinjau sebagai pengaruh beban gempa statik ekuivalen, sehingga menurut standar ini analisisnya dapat dilakukan berdasarkan analisis statik ekuivalen Selanjutnya pada Pasal q.Z.Z



f



CT(CUBG-2002 disampaikan :



Struktur bangunan gedung yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 4.2.1 (tentang bangunan gedung beraturan), diletapkan sebagai struktur gedung



tidak beraturan. Untuk struktur gedung tidak beraturan pengaruh gempa rencana harus ditinjau sebagai pengaruh pembebanan gempa dinamik, sehingga analisisnya harus dilakukan berdasarkan analisis dinamik.



Mengapa pengaruh gempa rencana pada bangunan yang tidak beraturan harus dilalcukan dengan analisis dinamik ?. Hal ini terjadi karena tidak teraturnya distribusi kekakuan maupun distribusi massa akan mempengaruhi bentul