3 Stroke Infark Trombotik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STROKE TROMBOTIK DI RUANG MELATI RSD. dr SOEBANDI JEMBER



oleh: Suswita Ismail, S.Kep NIM 182311101144



PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2019



LEMBAR PENGESAHAN



Laporan Pendahuluan berikut disusun oleh: Nama : Suswita Ismail, S.Kep NIM : 182311101144 Judul : ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STROKE TROMBOTIK DI RUANG MELATI RSd. dr SOEBANDI JEMBER telah diperiksan dan disahkan oleh pembimbing pada: Hari, Tanggal Tempat



: : Ruang MelatiRSD dr. Soebandi Jember



Jember, Juli 2019 Tim Pembimbing Pembimbing Akademik,



Pembimbing Klinik,



_________________________



Ns. Umayanah, S.Kep. NIP. 19770611 200604 2 020



LEMBAR PENGESAHAN



Laporan Pendahuluan berikut disusun oleh: Nama : Suswita Ismail, S.Kep NIM : 182311101144 Judul : ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STROKE TROMBOTIK DI RUANG MELATI RSd. dr SOEBANDI JEMBER telah diperiksan dan disahkan oleh pembimbing pada: Hari, Tanggal Tempat



: : Ruang MelatiRSD dr. Soebandi Jember



Jember, Juli 2019 Tim Pembimbing Pembimbing Akademik,



Pembimbing Klinik,



…………………………………………



………………………………………...



LAPORAN PENDAHULUAN A. Anatomi Fisiologi a) Tengkorak Tengkorak



adalah



tulang



yang



menutupi



dan



melindungi



otak.Tengkorak adalah struktur merupakan rangka kepala.Tengkorak terdiri atas tulang kranium dan tulang muka. Tulang kranium memiliki 3 lapisan (lapisan luar, etmoid dan lapisan dalam).Lapisan luar adalah lapisan kuat sedangkan etmoid aalah lapisan yang seperti busa.Lapisan dalam membentuk tiga rongga/fossa.Fossa anterior di dalamnya terdapat lobus frontalis, fossa tengah berisi lobus temporalis, parientalis, oksipitalis, fossa posterior berisi otak tengah dan sereblum (Evelyn CP, 2009). Lapisan yang menyusun tulang kranium antara lain: 1. Meningen Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti meningen yang melindungi struktur saraf yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi sejenis cairan, yaitucairan serebrospinal yang memperkecil benturan atau goncangan. Selaput meningen terdiri atas 3 lapisan (Pearce, 2008) yaitu: a) Duramater Duramater terdiri atas dua lapisan (endosteal dan meningeal).Duramater merupakan selaput keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat pada permukaan dalam kranium.Duramater tidak melekat pada selaput arachnoid, maka terdapat suatu ruang potensial yaitu ruang subdural yang terletak antara duramater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural.Cedera otak adalah kondisi dimana pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veinsmengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior



mengalirkan



darah



vena



ke



sinus



transversus



dan



sinus



sigmoideus.Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan.



Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam dari kranium ruang epidural.Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural.Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa media fosa temporalis. b) Selaput Arakhnoid Selaput



arakhnoid



merupakan



lapisan



yang



tipis



dan



tembus



pandang.Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan duramater sebelah luar yang meliputi otak.Selaput ini dipisahkan dari duramater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari piamater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis.Perdarahan subarakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala. c) Pia mater Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri.Pia mater adalah membran vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam.Membran ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya.Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater. b. Otak Otak adalah organ yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif saling berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual. Otak melaksanakan semua fungsi yang disadari dan bertanggung jawab terhadap pengalaman-pengalaman berbagai macam sensasi atau rangsangan terhadap kemampua manusia untuk melakukan gerakan-gerakan yang disadari dan kemampuan untuk melaksanakan berbagai macam proses mental seperti ingatan atau memori, perasaan emosional, intelegensia, berkomunikasi, sifat atau kepribadian. Secara anatomis otrak terdiri dari cerebrum (otak besar), cerebellum (otak kecil), brainstem (batang otak) dan limbic system (sistem limbik). Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf dengan komponen bagian-bagiannya adalah:



1. Cerebrum Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar terdiri dari sepasang hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks (permukaan otak), ganglia basalis, dan sistem limbic.Kedua hemisfer kiri dan kanan dihubungkan oleh serabut padat yang disebut dengan corpus calosum.Otak besar memiliki fungsi untuk mengatur semua aktivitas mental yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensia), ingatan (memori), kesadaran dan pertimbangan. Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus yaitu: 1) Lobus Frontalis Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual, seperti kemampuan berpiki abstrak dan nalar, bicara (area broca di hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi.Lobus frontalis mengandung pusat pengontrolan gerakan volunteer di gyrus presentralis (area motoric primer) dan terdapat area asosiasi motorik (area premotor).Pada lobus ini terdapat daerah broca yang mengatur ekspresi bicara, lobis ini juga mengatur gerakan sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif.



Gambar 1. Lobus Frontalis 2) Lobus Temporalis Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan kebawah dari fisura lateralis dan sebelah posterior dari fisura parieto-oksipitalis (White, 2008).Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan dalam pembentukan dan perkembangan emosi.



Gambar 2. Lobus Temporalis 3) Lobus Parietalis Lobus parietalis merupakan pusat kesadaran sensorik di gyrus postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran (White, 2008).



Gambar 3. Lobus Parietal 4) Lobus Okspitalis Lobus ini berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi penglihatan yaitu untuk menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari nervus optikus dan mengasosiasikan rangsangan dengan informasi saraf lain dan memori (White, 2008).



Gambar 4. Lobus Oksipitalis



5) Lobus Limbik Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi, memori emosi, dan bersama hypothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian atas susunan endokrin dan susunan otonom. 2. Cerebelum Cerebelum atau otak kecil berfungsi untuk koordinasi terhadap otot dan tonus otot, keseimbangan dan posisi tubuh, serta untu berfungsi mengkoordinasi gerakan yang halus dan luwes.Cerebelum berada pada bagian bawah danbelakang tengkorak yang melekat pada otak tengah. Pada otak kecil terdapat tiga pengelompokkan bagian-bagian otak kecil yaitu: a. Berdasarkan lobus pada otak kecil dibagi menjadi tiga yaitu lobus anterior (depan), lobus posterior (belakang) dan lobus frocculonadular. b. Berdasarkan zonanya cerebellum dibagi menjadi tiga bagian yaitu vermis yang memisahkan otak kecil menjadi dua hemisfer kiri dan kanan, zona intermediate, dan lateral hemisfer. c. Berdasarkan fungsinya, terdiri dari cerebrocerebellum yang merupakan bagian terbesar dari otak keci dengan fungsi utama untuk mengatur pergerakan mortik dan evaluasi terhadap informasi sensoris agar dapat melakukan gerakan yang tepat; Spinocerebellum berfungsi untuk mengatur pergerakan tubuh melalui sistem propriosepsi yaitu sensasi yang didapatkan tubuh melalu stimulasi dan aktivitas otot; Vestibulocerebelum berfungsi untuk mengatur keseimbangan tubuh daris sistem vestibular dari semicircular kanal di telinga dan gerakan bola mata yang menerima informasi dari kortek visual. 3. Brainstem Brainstem adalah batang otak yang berfungsi untuk mengatur seluruh proses kehidupan. Batang otak terdiri dari diensefalon (otak depan) yang terdiri atas dua bagian yaitu thalamus yang berfungsi menerima semua rangsang dari reseptor kecuali bau dan hypothalamus yang berfungsi dalam pengaturan suhu, pengaturan nutrient, penjagaan agar tetap bangun dan penumbuhan sikap agresif; mesencephalon (otak tengah) terletak dibagian depan otak kecil dan jembatan



varol berfungsi untuk reflex mata, tonus otot serta fungsi posisi atau kedudukan tubuh; pons varoli (jembatan varol) yang merupakan serabut saraf pengubung otak kecil bagian kirir dan kanan, selain itu menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang; medulla oblongata yaitu bagian dari batang otak yang paling bawah dan menghubungkan antara pons varoli dengan medulla spinalis. 4. Sistem Saraf Tepi Sistem saraf tepi terdiri dari 12 saraf kranial dan 31 saraf spinal.Saraf kranial langsung berasal dari otak dan keluar meninggalkan tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina (tunggal, foramen). Terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dengan nama atau dengan angka romawi. Saraf-saraf tersebut adalah olfaktorius (I), optikus (II), okulomotorius (III),



troklearis



(IV),



trigeminus



(V),



abducens



(VI),



fasialis



(VII),



vestibulokoklearis (VIII), glossofaringeus (IX), vagus (X), asesorius (XI), dan hipoglosus (XII). Fungsi Saraf Kranial Saraf Kranial Komponen I Olfaktorius Sensorik II Optikus Sensorik III Okulomotorius Motorik IV Troklearis V Trigeminus



Motorik Motorik Sensorik



VI Abdusens VII Fasialis



Motorik Motorik Sensorik



VIII



Sensorik



Fungsi Penciuman Penglihatan Mengangkat kelopak mata atas, konstriksi pupil, sebagian besar gerakan ekstraokular Gerakan mata ke bawah dan ke dalam Otot temporalis dan maseter (menutup rahang dan mengunyah) gerakan rahang ke lateral 1. Kulit wajah, 2/3 depan kulit kepala, mukosa mata, mukosa hidung dan rongga mulut, lidah dan gigi 2. Refleks kornea atau refleks mengedip, komponen sensorik dibawa oleh saraf kranial V, respons motorik melalui saraf kranial VI Deviasi mata ke lateral Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot dahi, sekeliling mata serta mulut, lakrimasi dan salivasi Pengecapan 2/3 depan lidah (rasa, manis, asam, dan asin) Keseimbangan



Cabang Vestibularis Cabang koklearis IX Glossofaringeus X Vagus



Sensorik Motorik Sensorik Motorik Sensorik



XI Asesorius



Motorik



XII Hipoglosus Motorik Sumber: Muttaqin, 2008



Pendengaran Faring: menelan, refleks muntah Parotis: salivasi Faring, lidah posterior, termasuk rasa pahit Faring: menelan, refleks muntah, fonasi; visera abdomen Faring, laring: refleks muntah, visera leher, thoraks dan abdomen Otot sternokleidomastoideus dan bagian atas dari otot trapezius: pergerakan kepala dan bahu Pergerakan lidah



B. Definisi Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak progresif cepat, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000). Menurut Muttaqin, (2008), stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak yang bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja dengan gejala-gejala yang berlangsung 24 jam atau lebih dan menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses pikir, daya ingat dan bentuk kecacatan lain hingga kematian. Stroke atau CVD (Cerebro Vascular Disease) merupakan salah satu penyakit serebrovaskular yang mengacu pada setiap gangguan neurologis mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak (Price & Wilson, 2005).Menurut Bahrudin (2013) stroke merupakan suatu sindroma yang ditandai dengan gangguan fungsi otak, fokal atau global, yang timbul mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian tanpa penyebab yang jelas selain vaskular. Berdasarkan beberapa pengertian



diatas, maka dapat disimpulkan bahwa stroke adalah kelainan jaringan otak yang disebabkan oleh gangguan aliran darah. Stroke Infark/ Iskemik/ Non Hemoragik adalah stroke yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat berupa bekuan yang terbentuk dalam jantung/ pembuluh darah (trombus) maupun benda asing berbentuk padat/ cair/ gas yang tersangkut dalam sirkulasi darah (embolus) (Price & Wilson, 2005).Selain itu, menurut Barret & Meschia (2013), stroke infark adalah salah satu jenis stroke yang ditandai dengan defisit neurologi fokal atau global



yang



berlangsung



akut



pada



pembuluh



darah



serebrovaskular. Stroke infark trombotik adalah stroke yang disebabkan trombosis pada pembuluh darah otak (trombosis of cerebral vessels) (Batticaca, 2008).Darah yang menggumpal (clotting) di dalam pembuluh arteri di otak dapat menyebabkan stroke trombotik (Soeharto, 2004).Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya penyumbatan lumen pembuluh darah otak karena trombus yang makin lama makin menebal, sehingga aliran darah menjadi tidak lancar.Penurunan aliran darah ini menyebabkan iskemia. Trombus adalah pembentukan bekuan platelet atau fibrin di dalam darah yang dapat menyumbat pembuluh vena atau arteri dan menyebabkan iskemia dan nekrosis jaringan lokal.Trombus ini bisa terlepas dari dinding pembuluh darah dan disebut tromboemboli. Trombosis dan tromboemboli memegang peranan penting dalam patogenesis stroke iskemik. Lokasi trombosis sangat menentukan jenis gangguan yang ditimbulkannya, misalnya trombosis arteri dapat mengakibatkan infark jantung, stroke, maupun claudicatio intermitten, sedangkan trombosis vena dapat menyebabkan emboli paru (Guyton, 2006).Trombosis merupakan hasil perubahan dari satu atau lebih komponen utama hemostasis yang meliputi faktor koagulasi, protein plasma, aliran darah, permukaan vaskuler, dan konstituen seluler, terutama platelet dan sel endotel.Trombosis arteri merupakan komplikasi dari aterosklerosis yang terjadi karena adanya plak aterosklerosis yang pecah.



C. Epidemiologi Sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah menderita penyakit stroke sejak tahun 2011. Dari jumlah tersebut didapat 5,5 juta jiwa telah meninggal dunia. Penyakit vaskular yaitu darah tinggi atau hipertensimenyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 yang dilakukan di 33 provinsi oleh Departemen Kesehatan R.I diketahui bahwa stroke merupakan penyebab kematian utama di Indonesia. Stroke non-hemoragik dapat disebabkan oleh trombosis dan emboli, sekitar 80-85% menderita penyakit stroke non-hemoragik dan 20% persen sisanya adalah stroke hemoragik yang dapat disebabkan oleh pendarahan intraserebrum hipertensi dan perdarahan subarachnoid.Penelitian yang dilakukan Azmi E tahun 2012 di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau, mengatakan bahwa dari 107 pasien stroke, 73 pasien (68,22%) stroke non-hemoragik(Shafi’i dkk., 2016).



D. Etiologi Plak aterotrombotik yang terjadi pada pembuluh darah ekstrakranial dapat lisis akibat mekanisme fibrinotik pada dinding arteri dan darah, yang menyebabkan terbentuknya emboli, yang akan menyumbat arteri yang lebih kecil, distal dari pembuluh darah tersebut. Trombus dalam pembuluh darah juga dapat akibat kerusakan atau ulserasi endotel, sehingga plak menjadi tidak stabil dan mudah lepas membentuk emboli.Emboli dapat menyebabkan penyumbatan pada satu atau lebih pembuluh darah. Emboli tersebut akan mengandung endapan kolesterol, agregasi trombosit dan fibrin. Emboli akan lisis, pecah atau tetap utuh dan menyumbat pembuluh darah sebelah distal, tergantung pada ukuran, komposisi, konsistensi dan umur plak tersebut, dan juga tergantung pada pola dan kecepatan aliran darah. Sumbatan pada pembuluh darah tersebut (terutama pembuluh darah di otak) akan meyebabkan matinya jaringan otak, dimana kelainan ini tergantung pada adanya pembuluh darah yang adekuat(Japardi, 2002). Otak yang hanya merupakan 2% dari berat badan total, menerima



perdarahan 15% dari cardiac output dan memerlukan 20% oksigen yang diperlukan tubuh manusia, sebagai energi yang diperlukan untukmenjalankan kegiatanneuronal. Energi yang diperlukan berasal dari metabolisme glukosa, yang disimpan di otak dalam bentuk glukosa atau glikogen untuk persediaan pemakaian selama 1 menit, dan memerlukan oksigen untuk metabolisme tersebut, lebih dari 30 detik gambaran EEG akan mendatar, dalam 2 menit aktifitas jaringan otak berhenti, dalam 5 menit maka kerusakan jaringan otak dimulai, dan lebih dari 9 menit, manusia akan meninggal(Japardi, 2002). Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang diperlukan untuk pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan Na-K ATP ase, sehingga membran potensial akan menurun. K+ berpindah ke ruang CES sementara ion Na dan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel menjadi lebih negatif sehingga terjadi membran depolarisasi.Saat awal depolarisasi membran sel masih reversibel, tetapi bila menetap terjadi perubahan struktural ruang menyebabkan kematian jaringan otak. Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi menurun dibawah ambang batas kematian jaringan, yaitu bila aliran darah berkurang hingga dibawah 0,10 ml/100 gr.menit(Japardi, 2002). Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan gangguan fungsi enzim-enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya asidosis menimbulkan edema serebral yang ditandai pembengkakan sel, terutama jaringan glia, dan berakibat terhadap mikrosirkulasi.Oleh karena itu terjadi peningkatan resistensi vaskuler dan ekmudian penurunan dari tekanan perfusi sehingga terjadi perluasan daerah iskemik. Peranan ion Ca pada sejumlah proses intra dan ekstra seluler pada keadaan ini sudah makin jelas, dan hal ini menjadi dasar teori untukmengurangi perluasan daerah iskemi dengan mengatur masuknya ion Ca. Komplikasi lebih lanjut dari iskemia serebral adalah edema serbral. Kejadian ini terjadi akibat peningkatan jumlah cairan dalam jaringan otak sebagai akibat pengaruh dari kerusakan lokal atau sistemis.Segera setelah terjadiiskemia timbul edema serbral sitotoksik.Akibat dari osmosis sel cairan berpindah dari ruang ekstraseluler bersama dengan kandungan makromolekulnya.Mekanisme ini diikuti dengan



pompa Na/K dalam membran sel dimana transpor Na dan air kembali keluar ke dalam ruang ekstra seluler.Pada keadaan iskemia, mekanisme ini terganggu danneuron menjadi bengkak.Edema sitotoksik adalah suatu intraseluler edema. Apabila iskemia menetap untuk waktu yang lama, edema vasogenic dapat memperbesar edema sitotoksik(Japardi, 2002). Hal ini terjadi akibat kerusakan dari sawar darah otak, dimana cairan plasma akan mengalir ke jaringan otak dan ke dalam ruang ekstraseluler sepanjang serabut saraf dalam substansia alba sehingga terjadi pengumpalancairan. Sehingga vasogenik edema serbral merupakan suatu edema ekstraseluler. Pada stadium lanjut vasigenic edema serebral tampak sebagai gambaran fingerlike pada substansia alba. Pada stadium awal edema sitotoksik serbral ditemukan pembengkakan pada daerah disekitar arteri yang terkena. Hal ini menarik bahwa gangguan sawar darah otak berhungan dengan meningkatnya resiko perdarahan sekunder setelah rekanalisasi (disebut juga trauma reperfusy)(Japardi, 2002). Edema serbral yang luas setelah terjadinya iskemia dapat berupa space occupying lesion. Peningkatan tekanan tinggi intrakranial yang menyebabkan hilngnya kemampuan untuk menjaga keseimbangan cairan didalam otak akan menyebabkan penekanan sistem ventrikel, sehingga cairan serebrospinalis akan berkurang. Bila hal ini berlanjut,maka akan terjadi herniasi kesegala arah, dan menyebabkan hidrosephalus obstruktif. Akhirnya dapat menyebabkan iskemia global dan kematian otak(Japardi, 2002). E. Klasifikasi Stroke trombotik dapat dibagi menjadi dua (Wijaya, 2013): 1. stroke pada pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis) 2. stroke pada pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). F. Patofisiologi Stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah. Energi yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan neuronal berasal dari metabolisme glukosa dan disimpan di otak dalam bentuk glukosa atau glikogen untuk persediaan pemakaian selama 1 menit. Bila tidak ada aliran darah lebih dari 30



detik gambaran EEG akan mendatar, bila lebih dari 2 menit aktifitas jaringan otak berhenti, bila lebih dari 5 menit maka kerusakan jaringan otak dimulai, dan bila lebih dari 9 menit manusia dapat meninggal(Wijaya, 2013). Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang diperlukan untuk pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan Na+ K + ATP-ase, sehingga membran potensial akan menurun.K + berpindah ke ruang ekstraselular, sementara ion Na dan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel menjadi lebih negativesehingga terjadi membran depolarisasi.Saat awal depolarisasi membran sel masih reversibel, tetapi bila menetap terjadi perubahan struktural ruang menyebabkan kematian jaringan otak.Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi menurun dibawah ambang batas kematian jaringan, yaitu bila aliran darah berkurang hingga dibawah 10 ml / 100 gram / menit.Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan gangguan fungsi enzim-enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya asidosis menimbulkan edema serebral yang ditandai pembengkakan sel, terutama jaringan glia, dan berakibat terhadap mikrosirkulasi.Oleh karena itu terjadi peningkatan resistensi vaskuler dan kemudian penurunan dari tekanan perfusi sehingga terjadi perluasan daerah iskemik(Wijaya, 2013). G. Manifestasi Klinis Pengurangan



aliran



darah



yang



disebabkan



oleh



sumbatan



akan



menyebabkan iskemia di suatu daerah otak. Terdapatnya kolateral di sekitarnya disertai mekanisme kompensasi fokal berupa vasodilatasi, memungkinkan terjadinya beberapa keadaan berikut ini:



1.



Pada sumbatan kecil, terjadi daerah iskemia yang dalam waktu singkat dikompensasi dengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi lokal. Secara klinis gejala yang timbul adalah transient ischemic attack (TIA) yang timbul dapat berupa hemiparesis yang menghilang sebelum 24 jam atau amnesia umum sepintas.



2.



Bila sumbatan agak besar, daerah iskemia lebih luas. Penurunan CBF regional lebih besar, tetapi dengan mekanisme kompensasi masih mampu memulihkan



fungsi neurologik dalam waktu beberapa hari sampai dengan 2 minggu. Mungkin pada pemeriksaan klinik ada sedikit gangguan. Keadaan ini secara klinis disebut RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit).



3.



Sumbatan yang cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang luas sehingga mekanisme kolateral dan kompensasi tak dapat mengatasinya. Dalam keadaan ini timbul defisit neurologi yang berlanjut. Stroke iskemik merupakan penyakit yang progresif dengan berbagai macam



tampilan klinis, dari yang ringan hingga berat. Gambaran klinis stroke iskemik dapat berupa kelemahan anggota tubuh (jarang pada kedua sisi). Hiperrefleksia anggota tubuh, kelemahan otot-otot wajah, dysarthria, dysfagia, peningkatan reflex muntah, diplopia, nystagmus, kelemahan otot mata, dan penurunan kesadaran(Price & Wilson, 2005).



H. Pathway



H. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukanuntuk penegakan diagnosis stroke infark antara lain: a. Laboratorium: 1) Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien CVD ada peningkatan VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam Arachidonic (AA), Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen (Muttaqin, 2008) 2) Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVD infark mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl, Laju endap darah (LED) pada pasien CVD bertujuan mengukur kecepatan sel darah merah mengendap dalam tabung darah LED yang tinggi menunjukkan adanya radang. Namun LED tidak menunjukkan apakah itu radang jangka lama, misalnya artritis, panel metabolic dasar (Natrium (135-145 nMol/L), kalium (3,6- 5,0 mMol/l), klorida,) (Price, 2005). b. Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran jantung (kardiomegali) dan infiltrate paru yang berkaitan dengan gagal jantung kongestif (Price dkk,2005) c. Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk mendeteksi gangguan aliran  darah karotis dan kemungkinan memmperbaiki kausa  stroke (Price dkk, 2005) d. Angiografi serebrum : membantu menentukan penyebab dari stroke secara  Spesifik seperti lesi ulseratrif, stenosis, displosia  fibraomuskular, fistula arteriovena, vaskulitis dan   pembentukan thrombus di pembuluh besar (Price dkk, 2005) e. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET): mengidentifikas seberapa besar suatu daerah di otak menerima dan  memetabolisme glukosa serta luas cedera  (Price dkk, 2005) f. Ekokardiogram Transesofagus (TEE): mendeteksi sumber kardioembolus potensial (Price dkk, 2005) g. CT scan: pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara



pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar ke permukaan otak (Muttaqin, 2008) Pencitraan otak sangat penting untuk mengkonfirmasi diagnosis stroke non hemoragik. Non contrast computed tomography (CT) scanning adalah pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk evaluasi pasien dengan stroke akut yang jelas. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalanya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses). Kasus stroke iskemik hiperakut (0-6 jam setelah onset), CT Scan biasanya tidak sensitif mengidentifikasi infark serebri karena terlihat normal pada >50% pasien, tetapi cukup sensitif untuk mengidentifikasi perdarahan intrakranial akut dan/atau lesi lain yang merupakan kriteria eksklusi untuk pemberian terapi trombolitik. I. Penatalaksanaan a. Evaluasi cepat dan diagnosis b. Terapi umum/suportif: 1) Airway: oksigenasi atau ETT (bila hipoksia) 2) Stabilisasi hemodinamik infus kristaloid/koloid, pemasangan central venous catheter tekanan dijaga 5-12 mmHg. Cardiac monitoring, dan TD optimal 140-220mmHg. 3) Pemeriksaan awal fisik umum 4) Pengendalian TIK, yakni pemantauan edema serebral. Pada pasien dengan peningkatan TIK posisi kepala 20-30o, hindari penekanan vena jugularis, hindari hipotermi, beri terapi manitol 0,25-0,5 g/kgBB selama 20 menit setiap 4-6 jam. 5) Pengendalian suhu tubuh 6)



Pemberian agen trombolitik(Nurul Arofah, 2018)



J. Evidence Based Sebuah penelitian yang berjudul “Effect of He’s Santong Needling Method on Dysphagia after Stroke: A Study Protocol for a Prospective Randomized Controlled Pilot Trial” yang terbit pada tahun 2018. Metode dalam penelitian ini adalah 60 responden. Semua perawatan dilakukan dan diberikan setiap hari pada hari kerja dengan interval dua hari di akhir pekan, selama total perawatan empat minggu. Bukti yang dikumpulkan dari uji klinis telah menunjukkan bahwa akupunktur efektif untuk disfagia setelah stroke. Teknik akupuntur merupakan teknik gabungan yang telah di buktikan efektif dalam pengobatan yang aman untuk disfagia stroke. Metode tusuk jarum Santong miliknya(Weitong (tusuk jarum normal), Wentong (tusuk jarum gratis), dan Qiangtong (pertumpahan darah)) adalah teknik akupunktur gabungan, yang sering diterapkan pada komplikasi setelah stroke. Metode jarum Santong He sudah potensi untuk meningkatkan keampuhan terapeutik untuk disfagiasetelah stroke, karena menggabungkan tiga monoterapi. Terapi kombinasi dengan akupuntur dapat mengurangi rasa sakit pada anggota tubuh yang terkena dan mencegah disfagia, meningkatkan fungsi anggota tubuh, meningkatkan kualitas hidup karenanya layak untuk direkomendasikan dalam praktik klinis.



Proses Keperawatan 1. Pengkajian Penilaian GCS: Membuka Mata (Eye) Nilai 4 Spontan 3 Rangsang suara (pasien disuruh membuka mata) 2 Rangsang nyeri 1 Tidak membuka mata Respon Bicara (Verbal) 5 Baik dan tidak terdapat disorientasi 4 Kacau (terdapat disorientasi tempat dan waktu) Tidak tepat (mengucapkan kata-kata tetapi tidak 3 dalam bentuk kalimat dan kata-kata tidak tepat) 2 Mengerang (tanpa mengucapkan kata-kata) 1 Tidak terdapat jawaban Respon Gerakan (Motorik) 6 Menuruti perintah 5 Mengetahui lokasi nyeri 4 Refleks menghindari nyeri 3 Refleks fleksi 2 Refleks ekstensi 1 Tidak terdapat reflex a. Pemeriksaan Fisik/ sistem 1) Sistem Respirasi (B1/ Breathing) : batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, serta perubahan kecepatan dan kedalaman pernafasan. Adanya ronchi akibat peningkatan produksi sekret dan penurunan kemampuan untuk batuk akibat penurunan kesadaran pasien. Pada pasien yang sadar baik sering kali tidak didapati kelainan pada pemeriksaan sistem respirasi. 2) Sistem Cardiovaskuler (B2/ Blood): dapat terjadi hipotensi atau hipertensi, denyut jantung irreguler, adanya murmur 3) Sistem neurologi (B3/ Brain) a) Tingkat kesadaran: bisa sadar baik sampai terjadi koma. Penilaian GCS untuk menilai tingkat kesadaran pasien



b) Refleks Patologis Refleks babinski positif menunjukan adanya perdarahan di otak/ perdarahan intraserebri dan untuk membedakan jenis stroke yang ada apakah bleeding atau infark c) Pemeriksaan saraf kranial 1. Nervus I: biasanya pada pasien dengan stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman 2. Nervus II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensorik primer diantara sudut mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visula-spasial sering terlihat pada pasien dengan hemiplegia kiri. Pasien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh. 3. Nervus III, IV dan VI apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis seisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral disisi yang sakit 4. Nervus V: pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah pada sisi ipsilateral dan kelumpuhan seisi otot-otot pterigoideus 5. Nervus VII persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat 6. Nervus VIII: pendengaran dan keseimbangan tubuh menurun 7. Nervus IX dan X: berkurangnya kemampuan menelan dan kesukaran membuka mulut. 8. Nervus XII: lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi. 9. Pemeriksaan dengan Siriraj Score Tabel Siriraj Score No Variabel 1 Derajat Kesadaran



2



Muntah



Gejala Klinis Sadar (15)



Skore 0x2,5



Apatis (9-14)



1x2,5



Koma (3-8) Ya



2x2,5 1x2



Tidak Ya



0x2 1x2



3



Sakit Kepala (selama 2



Tidak



4 5



jam) Tekanan Darah Diastole Tanda-tanda ateroma



Ya (Satu/lebih)



0x2 … x 0,1 1x3



1. Angina Pectoris



Tidak



0x3



2. Claudicatio Intermitten 3. Diabetes Mellitus 6 Konstan -12 Total Siriraj Stroke Score = (2,5 x Derajat Kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x sakit kepala) + (0,1 x tekanan darah diastol) – (3 x ateroma) – 12 Skor < 1 maka: stroke non hemoragik Skor ≥ 1 maka: stroke hemoragik. 10. Pemeriksaan dengan Algoritme Gajah Mada



Keterangan:



Jika pasien stroke akut dengan atau tanpa penurunan kesadaran, nyeri kepala dan reflex babinski positi/ 2 dari ketinganya maka: Stroke hemoragik. Jika ditemukan penurunan kesadaran atau nyeri kepala ini juga merupakan stroke non hemoragik. Sedangkan bila hanya didapatkan reflek babinski positif atau tidak didapatkan penurunan kesadaran, nyeri kepala dan reflek babinski maka: Stroke non hemoragik. 4) Sistem perkemihan (Bladder): terjadi inkontinensia urine akibat kerusakan neuromuscular 5) Sistem reproduksi: hemiparese dapat menyebabkan gangguan pemenuhan kebutuhan seksual 6) Sistem endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar tiroid 7) Sistem Gastrointestinal (Bowel): adanya keluhan sulit menelan, nafsu makan menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mungkin mengalami inkontinensia alvi atau terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. 8) Sistem muskuloskeletal dan integument: kehilangan kontrol volenter gerakan motorik. Terdapat hemiplegia atau hemiparesis atau hemiparese ekstremitas. Kaji adanya dekubitus akibat immobilisasi fisik. PENGKAJIAN KEPERAWATAN I. Identitas Klien II. Riwayat Kesehatan 1. Diagnosa Medik: Stroke infark trombotik 2. Keluhan Utama: Pasien mengeluh terjadi kelemahan pada otot. 3. Riwayat penyakit sekarang: Pasien umumnya merasakan serangan stroke yang tidak tiba-tiba, dan terjadi pada siang hari. 4. Riwayat kesehatan terdahulu: a. Penyakit yang pernah dialami: pasien pernah mengalami Hipertensi/Arterisklerosis/DM b.Kebiasaan/pola hidup/life style: pasien memiliki kebiasaan merokok, minum alkohol, diet tinggi kolestrol. 5. Riwayat penyakit keluarga: Keluarga bisa saja mempunyai masalah yang sama dengan klien seperti DM atau Hipertensi.



III. Pengkajian Keperawatan 1. Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan Pasien stroke umumnya akan memilih perawatan di RS. Pemeliharaan kesehatan kemungkinan kurang baik karena ketidakmampuan menjaga pola hidup sehat. 2. Pola nutrisi/ metabolik (ABCD) (saat sebelum sakit dan saat di rumah sakit) Antropometry Pasien kemungkinan memiliki masalah obesitas. Biomedical sign : Pasien terlihat lemas, pucat, lemah, dan kesakitan Clinical Sign : a. Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien CVD ada peningkatan VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam Arachidonic (AA), Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen. b. Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVD infark mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl, Laju endap darah (LED) pada pasien CVD bertujuan mengukur kecepatan sel darah merah mengendap dalam tabung darah LED yang tinggi menunjukkan adanya radang. Namun LED tidak menunjukkan apakah itu radang jangka lama, misalnya artritis, panel metabolic dasar (Natrium (135-145 nMol/L), kalium (3,6- 5,0 mMol/l), klorida,) Diet Pattern (intake makanan dan cairan): Umumnya klien akan mengalami penurunan nafsu makan. Pasien merasa nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan, dysfagia 3. Pola eliminasi Perubahan kebiasaan BAB dan BAK, misalnya inkoontinentia urine, anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang 4. Pola aktivitas & latihan Klien akan mengalami hambatan dalam melakukan mobilitas 5. Pola tidur & istirahat (saat sebelum sakit dan saat di rumah sakit) Klien akan mengalami gangguan dalam pola istirahat 6. Pola kognitif & perceptual Fungsi Kognitif dan Memori : ada masalah dengan memori Fungsi dan keadaan indera : Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang pandang menyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian yang berlawanan dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang sama di muka. 7. Pola persepsi diri Pasien umumnya memiliki masalah dengan pola persepsi diri 8. Pola seksualitas & reproduksi Pola seksualitas dan reproduksi umumnya terpengaruh



9. Pola peran & hubungan Ada masalah dengan pola peran dan hubungan 10. Pola manajemen koping-stress Pasien merasa stres karena sakit terus menerus IV. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum: Pasien mungkin mengalami penurunan kesadaran dan penurunan performa, pasien terlihat pucat, dan kemampuan otot menurun. Tanda vital: - Tekanan Darah - Nadi - RR - Suhu



: >220/180 mm/Hg : > 100 X/mnt : > 24 X/mnt : bisa normal atau bermasalah



Pengkajian Fisik Head to toe (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi) 1. Kepala Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hemato atau riwayat operasi. 2. Mata Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus optikus (nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata (nervus III), gangguan dalam memutar bola mata (nervus IV) dan gangguan dalam menggerakkan bola mata kolateral (nervus VI). 3. Hidung Adanya gangguan pada penciuman karena terganggu pada nervus olfaktorius (nervus I). 4. Mulut Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan nervus vagus (nervus X), adanya kesulitan dalam menelan (nervus XII). 5. Dada a. Inspeksi : Bentuk simetris b. Palpasi



: Tidak adanya massa dan benjolan



c. Perkusi



: Nyeri tidak ada bunyi jantung lup-dup



d. Auskultasi



: Nafas cepat dan dalam, adanya ronchi, suara jantung I dan



II mur-mur atau gallop 6. Abdomen a. Inspeksi                 :  Bentuk simetris, pembesaran tidak ada b. Auskultasi             :  Bising usus agak lemah



c. Perkusi                  : Nyeri tekan tidak ada, nyeri perut tidak ada 7. Ekstremitas      Pada pasien dengan stroke infark biasanya ditemukan hemiplegi atau hemiparase, mengalami kelemahan otot dan perlu juga dilakukan pengukuran kekuatan otot, normal adalah 5 Gangguan nervus cranial yang biasanya terjadi pada pasien dengan stroke infark trombotik adalah: Nervus kranial Fungsi Penemuan klinis dengan lesi I: Olfaktorius Penciuman Anosmia (hilangnya daya penghidu) II: Optikus Penglihatan Amaurosis (buta sesaat) III: Gerak mata; kontriksi Diplopia (penglihatan kembar), Okulomotorius pupil; akomodasi ptosis; midriasis; hilangnya akomodasi IV: Troklearis Gerak mata Diplopia V: Trigeminus Sensasi umum wajah, ”mati rasa” pada wajah; kulit kepala, dan gigi; kelemahan otot rahang gerak mengunyah VI: Abdusen Gerak mata Diplopia VII: Fasialis Pengecapan; sensasi Hilangnya kemampuan umum pada platum dan mengecap pada dua pertiga telinga luar; sekresi anterior lidah; mulut kering; kelenjar lakrimalis, hilangnya lakrimasi; paralisis submandibula dan otot wajah sublingual; ekspresi wajah VIII: Pendengaran; Tuli; tinitus(berdenging terus Vestibulokoklearis keseimbangan menerus); vertigo;nitagmus (gerakan bola mata yg cepat di luar kemampuan) IX: Pengecapan; sensasi Hilangnya daya pengecapan Glosofaringeus umum pada faring dan pada sepertiga posterior lidah; telinga; mengangkat anestesi pada farings; mulut palatum; sekresi kelenjar kering sebagian parotis X: Vagus Pengecapan; sensasi Disfagia (gangguan menelan) umum pada farings, suara parau; paralisis palatum laring dan telinga; menelan; fonasi; parasimpatis untuk jantung dan visera abdomen XI: Asesorius Fonasi; gerakan kepala; Suara parau; kelemahan otot Spinal leher dan bahu kepala, leher dan bahu XII: Hipoglosus Gerak lidah Kelemahan dan pelayuan lidah



Pemeriksaan refleks 1) Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau periosteum derajat refleks pada respons normal. 2) Pemeriksaan refleks patologis, pada fase akut refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks patologis. No. 1.



Nama Reflek Babinski



Gambar



Penilaian Positif apabila dorsofleksi jari besar dan pengembangan jarijari yang lebih kecil.



2.



Hoffman



Positif apabila dorsofleksi jari besar dan pengembangan jarijari yang lebih kecil.



3.



Tromner



Positif apabila dorsofleksi jari besar dan pengembangan jarijari yang lebih kecil.



4.



Wartenberg



Positif apabila dorsofleksi jari besar dan pengembangan jarijari yang lebih kecil.



5.



Chaddoks



Positif apabila dorsofleksi jari besar dan pengembangan jarijari yang lebih kecil.



6.



Oppenheim



Positif apabila dorsofleksi jari besar dan pengembangan jarijari yang lebih kecil.



7.



Gordon



Positif apabila dorsofleksi jari besar dan pengembangan jarijari yang lebih kecil.



8.



Schaeffer



Positif apabila dorsofleksi jari besar dan pengembangan jarijari yang lebih kecil.



Pemeriksaan Refleks Meningeal No. Nama Reflek Gambar 1. Kaku Kuduk



Penilaian Hasil positif



apabila



dagu



tertahan



dan



tidak menempel dada



2.



Burdzinski I



Hasil positif bila gerakan kepala



fleksi disusul



dengan gerakan fleksi di sendi lutut



dan



panggul



kedua



tungkai 3.



Kernig Sign



Hasil positif bila terdapat tahanan nyeri



dan



sebelum/



kuran dari 135 derajat.



4.



Burdzinski II



Hasil positif bila timbul



gerakan



secara reflektorik berupa



fleksi



tungkai kontralateral pada sendi lutut dan panggul. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul 1. Ketidakefektifan pola nafas 2. Hambatan berjalan 3. Gangguan menelan 4. Gangguan persepsi sensori 5. Hambatan komunikasi verbal 6. DPD: makan 7. DPD: mandi 8. Stress berlbeihan 9. Hambatan interaksi sosial 10. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak 11. Risiko aspirasi 12. Risiko jatuh 13. Risiko hambatan religioulitas



Intervensi Keperawatan MASALAH TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI KEPERAWATAN Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperwatan dalam waktu Manajemen Jalan Nafas Ketidakefektifan 1. Buka jalan nafas dengan tehnik jaw tra/chin lift 2 X 24 jam Ketidakefektifan pola nafas dapat teratasi. 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan pola nafas Kriteria hasil: ventilasi 3. Identifkasi kebutuhan aktual/potensial pasien untuk memasukan alat membuka jalan nafas Skor yang Skor 4. Motivasi pasien untuk bernafas pelan, daalm, Indikator ingin saat ini berputar. dicapai Pengaturan Posisi:neurologis Frekuensi pernafasan 3 5 1. Imobilasi agian tubuh yang terganggu Irama pernafasan 3 5 2. Berikan posisi terapeutik Kedalaman inspirasi 3 5 3. Jangan berikan tekanan pada bagian tubuh yang Denyut jantung 5 5 terganggu Suara auskuultasi nafas 5 5 4. Topang leher dengan tepat 5. Pertahankan posisi yeng tepat saat mengatur Kepatenan jalan nafas 5 5 posisi pasien Saturasi Oksigen 3 5 6. Posisikan kepala dan leher dengan lurus Tersedak 3 5 7. Posisikan kepala tempat tidur serendah mungkin (diukur sesuai fungsi pulmonal) Penghisapan Lendir pada Jalan Nafas Monitor Pernafasan 1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernafas 2. Catat pergerakan dada 3. Monitor suaara nafas



4. Monitor pola nafas 5. Monitor saturaasi oksigen 6. Posisikan pasien miring ke samping sesuai indikasi untuk mencegah aspirasi 7. Berikan bantuan terapi nafas jika dibutuhkan 8. Monitor keluhan sesak nafas pasien Terapi Oksigen 1. Bersihkan hidung dan mulut 2. Pertahankan kepatenan jalan nafas 3. Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui sistem humidifier 4. Monitor efektifitas terapi oksigen 5. Konsutasikan dengan tenaga kesehatan lain terakait dosis oksigen



Gangguan Menelan



Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperwatan dalam waktu Pencegahan Aspirasi 1. Monitor tingakt kesadaran reflek batuk, gag 3 X 24 jam gangguan menelan dapat terkontrol dapat teratasi. reflek, kemampuan menelan Kriteria hasil: 2. Skrining adakah disfagia dengan tepat 3. Pertahanakan kepatenan jalan nafas 4. Minimalisisr penggunaan narkotik dan sedatif Skor yang Skor 5. Monitor status pernafasan Indikator ingin saat ini 6. Beri makan dalam numlah sedikit dicapai 7. Potong makanan menjadi kecil Kemampuan Mengunyah 3 5 8. Tawarkan makanan yang bisa dibentuk di dalam makanan bolus sebelum ditelan Menelan makanan dan 3 5 9. Pasang NGT minuman Kedalaman inspirasi 3 5 Mengidentifikasi faktor 5 5 risisko aspirasi dan menghindari Mempertahankan 5 5 kebersihan mulut Memposisikan tubuh tegak 5 5 saat makan dan minum Memilih makanan yang 3 5 sesuai dengan kemampuan menelan Tersedak 3 5 Batuk dan Muntah 3 5



Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak



Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperwatan dalam waktu Manajemen edema serebral 1. Monitor adanya kebingungan, perubahan 4 X 24 jam risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dapat pikiran, keluhan pusing, pingasan terkontrol. 2. Monitor CVP 3. Monitro status pernafasan kurangis stimulus Kriteria hasil: pada lingkungan pasien 4. Batasi cairan Skor yang 5. Hindari fleksi leher/fleksi ekstreem pada lutut Skor Indikator ingin 6. Dorong keluarga untuk bicara pada pasien saat ini Monitor TIK dicapai 1. Bantu menyiapkan perangkat pemantauan TIK Tekanan darah 3 5 2. Berikan informasi kepada pasien dan keluarga Tekanan intrakranial 3 5 3. Kalibrasi transdeuter Sakit kepala 3 5 4. Monitro kualitas dan karakteristik gelombang Mencari informasi 3 5 TIK pencegahan thrombus 5. Monitor tekanan aliran darah otak Mengidentifikasi faktor 3 5 6. ‘monitor intake danoutput risiko thrombus 7. Monitor CBF Monitor TTV Mengidentifikasi gejala 3 5 1. Monitor tekanan darah, nadai, suhu, dan status thrombus pernafasan degnn teapt Minum obat yang 5 5 2. Catat gaya dan fluktuasi yang luas pada tekanan diresepkan darah Menghindari duduk terlalu 5 5 3. Monitor nadi yang melebar atau menyempit lama 4. Monitor nada jantung 5 5 5. Monitor oksimetri nadi 6. Monitor suara paru 3 5 7. Monitor warna kulit 3 5



8. Monitor sianosis sentral dan perifer Manajemen Terapi Trombolitik 1. Lakukan pemeriksaan fisik dasar 2. Berikan oksigen dengan tepat 3. Lakukan pemeriksaan EK, dan pengambilan sampel darah vena 4. Lakukan inform consent 5. Siapkan agen trombotik 6. Berikan sesuai petunjuk Monitor Neurologi 1. Pantau ukuran pupil bentuk, kesimetrisan dan reaktivitas 2. Monitor tingkat kesdaran 3. Monitor tingkat orientasi 4. Monitor kecenderungan skala GCS 5. Monitor hemodinamil 6. Monitori ICP dan CPP 7. Monitor respon chusing 8. Monitor respon babinski



DAFTAR PUSTAKA Astuti, R. 2012. Hubungan Hipertensi dengan Stroke. Surakarta: Referat UNS. Bahrudin, M : 2013. Neurologi Klinik. Malang : UMM Press. Barid, Barrarah. et all. 2011. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, Joanne M., Wagner,Cheryl M. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC).Edisi Keenam Edisi Bahasa Indonesia. Editor Nurjannah, Intansari dan Tumanggor, Roxsana Devi. Indonesia: CV. Mocomedia. Evelyn CP. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia. Gofir, A. 2009.Manajemen Stroke. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press. Herdman, T Heather. 2015. Nanda International:Diagnosis Keperawatan: definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC. Japardi, I. 2002. Patofisiologi stroke infark akibat tromboemboli. Library USU. 1(1):1–4. Kusuma, Hardhi., & Nurarif, Amin Huda. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA (North American Nursing Diagnosis Association) NIC-NOC. Yogyakarta: Media Hardy. Moorhead, Sue., Johnson, Marion., Maas, Meridean L., Swanson, Elizabeth. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Pengukuran Outcomes Kesehatan. Edisi Kelima Edisi Bahasa Indonesia. Editor Nurjannah, Intansari dan Tumanggor, Roxsana Devi. Indonesia: CV. Mocomedia. Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan



Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika. NANDA International. 2018. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC



Nurul Arofah, A. 2018. Penatalaksanaan Stroke Trombotik: Peluang Peningkatan Prognosis Pasien. Saintika Medika. 2018. Price, S. A., dan Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC. Shafi’i, J., Mukhyarjon, dan R. Sukiandra. 2016. In acute non-hemorrhagic stroke patients at neurology. JOM. 3(1) Evelyn CP. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia Wijaya, A. K. 2013. Patofisiologi stroke non-hemoragik akibat trombus. E-Jurnal Medika Udayana. 2(10):1652–1666.