3.6 SPIP Pemisahan Fungsi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN



PEDOMAN TEKNIS PENYELENGGARAAN SPIP UNSUR KEGIATAN PENGENDALIAN SUB UNSUR PEMISAHAN FUNGSI (3.6)



NOMOR : PER-1326/K/LB/2009 TANGGAL : 7 DESEMBER 2009



KATA PENGANTAR



Pembinaan penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) adalah tanggung jawab Badan Pengawasan Keuangan



dan



Pembangunan



(BPKP),



sesuai



dengan



pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Pembinaan ini merupakan salah satu cara untuk memperkuat dan menunjang efektivitas sistem pengendalian intern, yang menjadi tanggung jawab menteri/ pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota sebagai penyelenggara sistem pengendalian intern di lingkungan masing-masing. Pembinaan penyelenggaraan SPIP yang menjadi tugas dan tanggung jawab BPKP tersebut meliputi: a. penyusunan pedoman teknis penyelenggaraan SPIP; b. sosialisasi SPIP; c. pendidikan dan pelatihan SPIP; d. pembimbingan dan konsultasi SPIP; dan e. peningkatan kompetensi auditor aparat pengawasan intern pemerintah. Kelima kegiatan dimaksud diarahkan dalam rangka penerapan unsur-unsur SPIP, yaitu: a. lingkungan pengendalian; b. penilaian risiko; c. kegiatan pengendalian; d. informasi dan komunikasi; dan e. pemantauan pengendalian intern. 3.6. Pemisahan Fungsi



i



Untuk memenuhi kebutuhan pedoman penyelenggaraan SPIP, BPKP telah menyusun Pedoman Teknis Umum Penyelenggaraan SPIP. Pedoman tersebut merupakan pedoman tentang hal-hal apa saja yang perlu dibangun dan dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan SPIP. Selanjutnya, pedoman tersebut dijabarkan ke dalam pedoman teknis penyelenggaraan masing-masing sub unsur pengendalian. Pedoman teknis sub unsur ini merupakan acuan



langkah-langkah



yang



perlu



dilaksanakan



dalam



penyelenggaraan sub unsur SPIP. Pedoman



Teknis



Penyelenggaraan



SPIP



sub



unsur



Pemisahan Fungsi pada unsur Kegiatan Pengendalian merupakan acuan yang memberikan arah bagi instansi pemerintah pusat dan daerah



dalam



hendaknya



menyelenggarakan



disesuaikan



dengan



sub



unsur



karakteristik



tersebut,



dan



masing-masing



instansi, yang meliputi fungsi, sifat, tujuan, dan kompleksitas instansi tersebut. Pedoman ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, masukan dan saran perbaikan dari pengguna pedoman ini, sangat diharapkan sebagai bahan penyempurnaan.



Jakarta, Desember 2009 Plt. Kepala,



Kuswono Soeseno NIP 19500910 197511 1 001 3.6. Pemisahan Fungsi



ii



DAFTAR ISI



Halaman KATA PENGANTAR



................................................................



i



DAFTAR ISI ...............................................................................



iii



BAB I



BAB II



PENDAHULUAN A. Latar Belakang ........................................................



1



B. Sistematika Pedoman .............................................



3



GAMBARAN UMUM A. Pengertian ...............................................................



5



B. Tujuan dan Manfaat ................................................. 11 C. Peraturan Perundang-undangan Terkait .................. 12 D. Parameter Penerapan ............................................. 13 BAB III LANGKAH-LANGKAH PENERAPAN A. Tahap Persiapan....................................................... 16 B. Tahap Pelaksanaan.................................................. 18 C. Tahap Pelaporan...................................................... 21 BAB IV PENUTUP



3.6. Pemisahan Fungsi



iii



3.6. Pemisahan Fungsi



iv



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (PP 60 Tahun 2008 tentang SPIP) maka Sistem Pengendalian Intern Pemerintah merupakan suatu hal mutlak yang perlu dibangun dan dilaksanakan pada setiap unit organisasi pemerintahan. Tujuan penyelenggaraan SPIP agar setiap instansi pemerintahan dapat memberikan keyakinan memadai (reasonable assurance) bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan asset Negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada akhirnya, diharapkan pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel dapat tercapai. Dalam



rangka



penyelenggaraan



SPIP,



BPKP



telah



membuat Pedoman Teknis Penyelenggaraan SPIP sebagaimana yang diamanatkan oleh pasal 59 PP 60 Tahun 2008. Pedoman tersebut memberikan acuan dan arahan secara umum untuk menyelenggarakan SPIP pada instansi pemerintah. Pedoman tersebut masih perlu didukung dengan pedoman yang lebih rinci, khususnya untuk unsur SPIP, yaitu kegiatan pengendalian. Penerapan penilaian



kegiatan



pengendalian



risiko dalam



upaya



didasarkan



meminimalkan



pada risiko



hasil untuk



mencapai tujuan instansi pemerintah. Kegiatan pengendalian terdiri dari sebelas sub unsur sebagai berikut:



3.6. Pemisahan Fungsi



1



1. Reviu atas kinerja instansi pemerintah yang bersangkutan; 2. Pembinaan sumber daya manusia; 3. Pengendalian atas pengelolaan sistem informasi; 4. Pengendalian fisik atas aset; 5. Penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja; 6. Pemisahan fungsi; 7. Otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting; 8. Pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian; 9. Pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya; 10. Akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya; dan 11. Dokumentasi yang baik atas sistem pengendalian intern, serta transaksi dan kejadian penting. Dari



kesebelas



unsur tersebut,



pedoman



ini



akan



menjelaskan lebih lanjut sub unsur keenam, yaitu “pemisahan fungsi” yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Pedoman Teknis Penyelenggaraan SPIP. Sub unsur ini sangat penting bagi tercapainya tujuan SPIP secara keseluruhan, karena penerapan “pemisahan fungsi” dalam pelaksanaan kegiatan instansi pemerintah akan mendorong terlaksananya sistem pengendalian intern secara efektif, dengan adanya saling uji (check and balance) atas transaksi atau kejadian penting penyelenggaraan pemerintahan, sehingga tujuan organisasi secara keseluruhan dapat tercapai secara efektif.



3.6. Pemisahan Fungsi



2



Tujuan pedoman teknis ini adalah memberikan acuan teknis secara umum mengenai “pemisahan fungsi” dalam mengembangkan dan melaksanakan sistem pengendalian intern pada instansi pemerintah. Penerapan pedoman ini dapat



disesuaikan dengan



karakteristik masing-masing instansi, baik pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi/kabupaten/kota, sesuai dengan fungsi, sifat, tujuan, dan kompleksitasnya. B. Sistematika Pedoman Sistematika penyajian pedoman teknis ”pemisahan fungsi” ini sebagai berikut: Bab I



Pendahuluan Bab ini menguraikan latar belakang perlunya pedoman, hubungan



dengan



pedoman



sebelumnya,



dan



sistematika pedoman. Bab II



Gambaran Umum Bab ini menguraikan pengertian, maksud, tujuan, parameter



penerapan,



serta



keterkaitan



dengan



peraturan yang berlaku. Bab III Langkah-Langkah Penerapan Bab ini



menguraikan langkah-langkah yang perlu



dilaksanakan



dalam



menyelenggarakan



sub



unsur



”pemisahan fungsi,” yang terdiri dari tahap persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan. Bab IV Penutup Bab ini merupakan penutup, yang berisi hal-hal penting yang perlu diperhatikan kembali dan penjelasan atas penggunaan pedoman ini.



3.6. Pemisahan Fungsi



3



3.6. Pemisahan Fungsi



4



BAB II GAMBARAN UMUM



Konsep “pemisahan fungsi” didasarkan pada risiko yang melekat



pada



kegiatan



manusia



sebagai



individu,



dalam



melaksanakan kegiatan operasional dalam instansi pemerintah, seperti terjadinya kesalahan dalam membuat kebijakan atau mengotorisasi/menyetujui transaksi karena tidak akuratnya data, kesalahan melakukan pencatatan, bahkan keteledoran dalam melakukan tanggung jawab penyimpanan aset berharga yang berakibat hilangnya/rusaknya aset tersebut, yang paling parah adalah adanya kecenderungan untuk melakukan kolusi. Untuk mencegah atau mengurangi terjadinya hal yang demikian, maka kegiatan pengendalian yang harus dilakukan dalam penerapan sistem pengendalian yang efektif adalah adanya pemisahan fungsi terhadap aspek utama transaksi atau kejadian penting dalam instansi pemerintah. A. Pengertian Pemisahan sebagaimana



fungsi,



diperoleh



dari



didasarkan kamus



pada



konsep



perbendaharaan



dari



Information System Audit and Control Association (ISACA) “A basic internal control that prevents or detects errors and irregularities by assigning to separate individuals responsibility for initiating and recording transactions and custody of assets to separate individuals”.



3.6. Pemisahan Fungsi



5



Sementara kamus Wikipedia menyatakan bahwa: separation of duties is the concept of having more than one person required to complete a task. Sementara R.A.Botha and J.H.P. Eloff dari IBM menyatakan bahwa konsep pemisahan tugas adalah prinsip mengamankan yaitu: Separation of duty, as a security principle, has as its primary objective the prevention of fraud and errors. This objective is achieved by disseminating the tasks and associated privileges for a specific business process among multiple users. This principle is demonstrated in the traditional example of separation of duty found in the requirement of two signatures on a check. Mengacu kepada ketiga konsep di atas maka pemisahan tugas adalah adanya otorisasi atas kejadian/transaksi, khususnya yang terkait aset (uang/barang), proses pencatatan transaksi dan penyimpanan asetnya tidak dilakukan oleh satu orang, dengan tujuan mencegah terjadinya kesalahan atau kecurangan. Oleh karena adanya keterbatasan sifat dan perilaku dari orang akan berpengaruh kepada kesalahan (manusiawi) dalam membuat suatu keputusan/pertimbangan (otorisasi), kesalahan/ kecurangan dalam pencatatan dan penyimpanannya, maka untuk menciptakan pengendalian intern yang memadai, harus ada pemisahan tugas/pekerjaan kepada beberapa orang yang berbeda untuk melaksanakan (proses) suatu terkait dengan transaksi atau kejadian utama di dalam suatu organisasi. Dengan demikian, terdapat saling mengecek guna mencegah terjadinya kesalahan dan/atau kecurangan.



3.6. Pemisahan Fungsi



6



Pemisahan tugas dalam setiap struktur organisasi akan berbeda karena bergantung pada ukuran, sifat, dan jenis usahanya. Salah satu konsep pemisahan tugas, dikategorikan ke dalam empat fungsi terhadap proses suatu transaksi/kejadian utama dari awal sampai akhir, yaitu: adanya otorisasi, penyimpanan,



pencatatan,



dan



rekonsiliasi.



Untuk



perancangan dan pelaksanaan sistem yang sempurna, maka sebaiknya satu orang tidak menangani lebih dari satu fungsi tersebut. Istilah pemisahan tugas sudah dikenal dalam sistem akuntansi keuangan. Beberapa perusahaan dengan semua ukuran telah memahami bahwa tidak mungkin menyatukan tugas dalam memroses suatu transaksi atau kejadian penting hanya pada satu orang untuk melakukan antara lain: penerimaan cek dengan yang mengotorisasi penghapusan piutang, penyimpanan kas dengan rekonsiliasi bank, menyetujui kartu absensi dengan pemegang cek pembayaran. Istilah pemisahan tugas dan pemisahan fungsi juga telah digunakan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (APBN/APBD) dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang menyebutkan bahwa Presiden membagi tugas Menteri Keuangan sebagai Chief Financial Officer dan Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai Chief Operational Officer dengan alasan untuk: “meningkatkan akuntabilitas dan menjamin terselenggaranya saling uji (check and balance) dalam proses pelaksanaan anggaran perlu dilakukan pemisahan secara tegas antara pemegang



kewenangan



administratif



dengan



kewenangan



kebendaharaan (fungsi pembayaran).” 3.6. Pemisahan Fungsi



7



Pada pemerintah daerah, maka Undang-Undang dimaksud ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (APBD), yang mengatur pemisahan kewenangan, yaitu bahwa pelaksanaan atas penguasaan keuangan oleh Gubernur/Bupati/Walikota harus dilaksanakan oleh Kepala Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah (SKPKD) sebagai



Pejabat Pengelola



Keuangan Daerah (PPKD) dan Pengguna Anggaran/Barang adalah Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (Ka.SKPD) . “Pemisahan fungsi yang demikian memberikan kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme checks and balances, serta mendorong upaya peningkatan



profesionalisme



penyelenggaraan



tugas



pemerintahan.” Berdasarkan uraian di atas, pemisahan tugas dalam perancangan pemerintah



sistem pusat



pengendalian



dan



pemerintah



intern



pada



instansi



provinsi/kabupaten/kota



diarahkan pada fungsi penyelesaian (proses) atas transaksi atau kegiatan penting. Sesuai dengan tujuannya, sistem pengendalian intern



pemerintah



dibangun



terhadap



sistem



pengelolaan



keuangan negara (APBN/APBD) yang akuntabel dan transparan, maka konsep pemisahan tugas dalam pedoman ini akan disebut sebagai pemisahan fungsi, dan secara khusus terkait dengan pengelolaan keuangan negara (APBN/APBD).



3.6. Pemisahan Fungsi



8



Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 36 ayat (1) dan ayat (2) beserta penjelasan PP 60 Tahun 2008 bahwa: “Pimpinan instansi pemerintah wajib melakukan pemisahan fungsi



untuk



mengurangi



risiko



terjadinya



kesalahan,



pemborosan atau kecurangan, yang dalam pelaksanaannya pimpinan instansi pemerintah harus menjamin bahwa seluruh aspek utama transaksi atau kejadian tidak dikendalikan oleh satu orang” Transaksi



atau



kejadian



penting



dalam



instansi



pemerintah terkait dengan pengelolaan keuangan negara adalah kejadian yang timbul dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah yang berdampak pada penerimaan dan pengeluaran keuangan negara (APBN/APBD). Transaksi atau kejadian penting dimaksud, terutama terdapat antara lain dalam pengelolaan SDM, pengelolaan uang dan barang/jasa, serta pengelolaan utang/piutang. Aspek utama transaksi atau kejadian dalam, melakukan pemisahan fungsi sehingga dapat memenuhi efektifitas sistem pengendalian intern dan sesuai dengan ketentuan PP 60 Tahun 2008 akan meliputi fungsi-fungsi sebagai berikut, otorisasi, persetujuan, pemrosesan dan pencatatan, pembayaran dan penerimaan dana, penyimpanan dan penanganan aset, reviu dan audit. Otorisasi adalah keputusan yang dilaksanakan oleh orang yang berwenang terhadap kebijakan yang ditetapkan atas suatu transaksi atau kejadian yang bersifat umum dan khusus.



3.6. Pemisahan Fungsi



9



Persetujuan (approval) adalah tindak lanjut atas otorisasi yang telah dilaksanakan terhadap transaksi atau kejadian yang bersifat umum dan bersifat khusus, Pemrosesan dan pencatatan, adalah kegiatan untuk merealisasikan transaksi atau kejadian yang telah diotorisasi, untuk kemudian dicatat secara berkala (harian/bulanan) atau diinput ke dalam suatu program aplikasi, sebagai akuntabilitas atas transaksi/kejadian yang telah direalisasikan, termasuk pencatatan atas pembayaran dan penerimaan dana atas realisasi transaksi/kejadian. Pembayaran atau penerimaan dana kegiatan/proses yang dilakukan karena adanya realisasi transaksi/kejadian yang telah diotorisasi. Penyimpanan dan penanganan aset adalah cara atau metode yang digunakan



untuk melakukan pengamanan atas



aset yang timbul dari adanya transaksi/kejadian yang telah diotorisasi. Audit



merupakan



proses



pengujian



atas



transaksi/kejadian apakah benar terjadi, telah dicatat, dan telah dipertanggungjawabkan dengan tepat, termasuk dalam proses ini adalah: kas opname, rekonsiliasi bank, dan pengujian fisik atas barang milik negara/daerah (BMN/BMD). Reviu merupakan proses membandingkan kinerja dengan tolok ukur kinerja yang ditetapkan.



3.6. Pemisahan Fungsi



10



B. Tujuan dan Manfaat Tujuan akhir (ultimate goal) dari penerapan sub unsur “pemisahan



fungsi”



dari



kegiatan



pengendalian



adalah



terimplementasikannya pemisahan fungsi dalam pengelolaan keuangan Negara (APBN/APBD), sehingga tercipta adanya kegiatan saling uji (check and balances) secara otomatis dari beberapa orang yang berbeda terhadap satu transaksi/kejadian yang sama untuk seluruh aspek pengelolaan keuangan Negara (APBN/APBD),



sehingga



akan



mengurangi



kesempatan



terjadinya kolusi yang berdampak pada kerugian negara. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan sasaran sebagai berikut : 1) Pimpinan instansi pemerintah menetapkan kebijakan yang menjamin bahwa seluruh aspek utama transaksi atau kejadian tidak dikendalikan oleh satu orang. 2) Pegawai dan atasannya memahami pentingnya pemisahan fungsi dalam melaksanakan kegiatan organisasi khususnya dalam menangani transaksi atau kejadian penting. 3) Penerapan pemisahan fungsi kepada orang yang berbeda untuk melaksanakan pengendalian setiap aspek utama transaksi atau kejadian 4) Penerapan pemisahan tugas kepada orang yang berbeda untuk



menangani



mengotorisasinya,



transaksi



atau



menyetujuinya,



kejadian



penting,



mencatatnya,



dan



melakukan pembayaran atau penerimaan uangnya, serta menyimpan aset atas transaksi tersebut.



3.6. Pemisahan Fungsi



11



5) Penerapan pemisahan fungsi kepada orang yang berbeda untuk melaksanakan secara terpisah penyimpanan uang tunai, surat berharga, dan aset berisiko tinggi lainnya. 6) Pelaksanaan rekonsiliasi, konfirmasi, dan pengujian fisik secara



berkala



sesuai



dengan



kebijakan



yang



harus



ditetapkan dan dilaksanakan oleh orang yang berbeda dari orang yang mengangani atau menyimpan aset tersebut. 7) Pengawas yang ditugaskan telah mereviu berfungsinya kegiatan pemisahan fungsi dalam sistem pengendalian intern, dan terhadap penyimpangan atau timbulnya masalah dalam penerapannya telah diambil tindak lanjut secara tepat waktu.



C. Peraturan Perundang-undangan Terkait Pengaturan



“pemisahan



fungsi”



penyelenggaran



pemerintahan sesuai dengan struktur instansi pemerintah telah ditetapkan dalam beberapa peraturan perundang-undangan antara lain: 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, terkait dengan tugas, fungsi dan susunan organisasi dari kementerian negara. (Menteri Koordinator, Menteri, dan Menteri Negara). 3. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. 4. Peraturan



Pemerintah



Nomor



6



Tahun



2006



tentang



Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.



3.6. Pemisahan Fungsi



12



5. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, yang di dalamnya mengatur mengenai kedudukan, tugas dan fungsi, susunan organisasi dan tata kerja Perangkat Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota). 6. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas,



Fungsi,



Susunan



Organisasi,



dan



Tata



Kerja



Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006. 7. Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2005 tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi,



Dan



Tata



Kerja



Lembaga



Pemerintah



Non-Departemen. 8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang



Pedoman



Pengelolaan



Keuangan



Daerah



sebagaimana telah diperbaharui dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. D. Parameter Penerapan Parameter penerapan kegiatan pemisahan fungsi dalam penerapan sistem pengendalian intern yang memadai, sesuai dengan pasal 18 ayat 3 (f) PP 60 Tahun 2008 adalah tersusun dan terlaksananya kebijakan mengenai pemisahan fungsi/tugas terhadap aspek utama transaksi atau kejadian sehingga mekanisme saling uji (check and balances) secara sistem dan terkendali oleh beberapa orang sesuai dengan tanggung 3.6. Pemisahan Fungsi



13



jawabnya untuk mengurangi kesempatan terjadinya kolusi, dengan memenuhi kriteria sebagai berikut:  Pengendalian atas setiap aspek utama transaksi atau kejadian, harus diberikan kepada beberapa orang berbeda sesuai dengan kompetensinya, dengan diberikan batasan tanggung jawab atas tugasnya, sehingga tidak seorangpun diperbolehkan mengendalikan seluruh aspek utama transaksi atau kejadian.  Proses penyelenggaraan suatu transaksi atau kejadian penting dari awal sampai akhir, telah diberikan kepada orang yang berbeda untuk melaksanakan masing-masing fungsi otorisasi, memberikan persetujuan (approvals), melaksanakan proses transaksi/kejadian tersebut, pencatatan, pembayaran atau penerimaan dana, dan penyimpanan dan penanganan aset atas hasil transaksi/kejadian, serta reviu, dan audit.  Penanganan aset berharga dan berisiko tinggi, seperti orang yang menyimpan “uang tunai”, seharusnya terpisah dari orang yang menangani penyimpanan “surat berharga (deposito, saham/obligasi)” maupun orang yang menangani aset berisiko tinggi lainnya (seperti: emas, berlian, atau aset tetap yang berisiko sangat tinggi terhadap kerusakan/kecurian).  Terdapat mekanisme rekonsiliasi/konfirmasi terhadap “saldo bank, hak atau kewajiban yang berdampak kepada nilai uang”. Rekonsiliasi/konfirmasi harus dilakukan oleh orang yang tidak menangani



(independen)



dari



kegiatan



pengelolaan/



penanganan atas “saldo bank, saldo piutang, dan saldo 3.6. Pemisahan Fungsi



14



utang.”



Termasuk dalam kegiatan ini adalah melakukan



penghitungan/ pengujian fisik secara berkala terhadap saldo kas atau aset tetap. Dengan terlaksananya kebijakan “pemisahan fungsi” maka keberhasilan



penerapan



SPIP



dapat



ditunjukkan



dengan



parameter sebagai berikut: 1) Tidak seorangpun diperbolehkan mengendalikan seluruh aspek utama transaksi atau kejadian. 2) Tanggung jawab dan tugas atas transaksi atau kejadian dipisahkan di antara pegawai berbeda yang terkait dengan otorisasi,



persetujuan,



pemrosesan



dan



pencatatan,



pembayaran atau penerimaan dana, reviu dan audit, serta fungsi-fungsi penyimpanan dan penanganan aset. 3) Tugas dilimpahkan secara sistematis ke sejumlah orang untuk memberikan keyakinan adanya checks and balances. 4) Jika



memungkinkan,



tidak



seorangpun



diperbolehkan



menangani sendiri uang tunai, surat berharga, dan aset berisiko tinggi lainnya. 5) Saldo bank direkonsiliasi oleh pegawai yang tidak memiliki tanggung



jawab



atas



penerimaan,



pengeluaran,



dan



penyimpanan kas. 6) Pimpinan



instansi



pemerintah



mengurangi



kesempatan



terjadinya kolusi karena adanya kesadaran bahwa kolusi mengakibatkan ketidakefektifan pemisahan fungsi.



3.6. Pemisahan Fungsi



15



BAB III LANGKAH-LANGKAH PENERAPAN



Dalam bab ini, penerapan Sub Unsur Pemisahan Fungsi dikelompokkan dalam tiga tahap utama yaitu: 1. Tahap Persiapan, merupakan tahap awal penerapan, yang ditujukan



untuk



memberikan



pemahaman



(knowing)



atau



kesadaran yang lebih baik serta pemetaan (mapping) kebutuhan penerapan. 2. Tahap Pelaksanaan, merupakan langkah tindak lanjut atas pemetaan,



yang



meliputi



pembangunan



infrastruktur,



internalisasi, dan pengembangan berkelanjutan. 3. Tahap Pelaporan, merupakan tahap melaporkan kegiatan. Setiap tahapan penerapan dan beberapa contoh akan diuraikan di bab ini. A. Tahap Persiapan Tahap persiapan merupakan tahap awal dalam penerapan SPIP, yang terdiri dari proses pemahaman dan pemetaan yaitu: 1. Pemahaman (Knowing) Tahap pemahaman merupakan langkah awal dalam membangun kesadaran terhadap arti penting pemisahan fungsi.



3.6. Pemisahan Fungsi



16



Tahap pemahaman ini diawali dengan pengomunikasian pentingnya pemisahan fungsi dalam rangka penyediaan informasi yang relevan dan terpercaya untuk pengambilan keputusan. Pengomunikasian dapat dilakukan secara terpisah dan bersamaan dengan sosialisasi SPIP. Untuk memenuhi hal tersebut, instansi pemerintah dapat memberikan pemahaman melalui sosialisasi, pendidikan dan pelatihan (diklat), pelatihan di kantor sendiri (PKS) dan sebagainya. Komitmen seluruh pegawai perlu dibangun untuk melakukan pemisahan fungsi. Pengabaian



dalam



penyelenggaraan



pemisahan



fungsi, dapat memicu terjadinya penyelewengan dalam operasional organisasi yang menyangkut keuangan dan nonkeuangan. 2. Pemetaan (Mapping) Setelah



dilakukan



pemahaman



kepada



pegawai,



diperlukan suatu pemetaan terhadap pemahaman yang diterima seluruh



pegawai



pemisahan



fungsi.



dan



pemetaan



Instansi



terhadap



pemerintah



perlu



keberadaan melakukan



pemetaan atas penyelenggaraan pemisahan fungsi di lingkungan kerjanya, untuk mendapatkan informasi antara lain: - Seberapa jauh pemahaman pentingnya penyelenggaraan pemisahan fungsi dan bagaimana penerapannya saat ini. Pemetaan ini menjadi masukan kepada pimpinan instansi pemerintah



atas



seberapa



jauh



pemahaman



bahwa



pemisahan fungsi sangat berpengaruh pada informasi yang bermutu, andal, dan relevan.



3.6. Pemisahan Fungsi



17



- Mengidentifikasikan sejauh mana adanya unsur-unsur yang dapat mendukung pemisahan fungsi. - Mengklasifikasikan kategori pemisahan fungsi. - Menetapkan



unit-unit



internal



yang



terkait



dengan



pemisahan fungsi yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan. B. Tahap Pelaksanaan Setelah tahap persiapan dilaksanakan, tahap berikutnya adalah tahap pelaksanaan. Pada tahap pelaksanaan ini, termasuk di dalamnya tahap membangun fondasi / infrastruktur (norming),



tahap



internalisasi



(forming),



dan



tahap



pengembangan berkelanjutan (performing). Dalam



tahap



pelaksanaan



ini,



apabila



langkah



pelaksanaan pemisahan fungsi sudah ada / sudah berjalan efektif, maka langkah pelaksanaan tersebut tinggal dilanjutkan. Apabila suatu langkah pelaksanaan pengendalian belum ada atau belum efektif, maka langkah-langkah tersebut di atas perlu ditetapkan dan dilaksanakan. Langkah pelaksanaan minimal yang harus ada antara lain sebagaimana diuraikan di bawah ini. 1. Pembangunan Infrastuktur (Norming) Tahap pembangunan infrastuktur dilakukan setelah tahap pemetaan dilaksanakan. Pembangunan infrastuktur ini meliputi pembangunan kebijakan, prosedur dan mekanisme yang dibutuhkan untuk melaksanakan pengendalian intern sub unsur pemisahan fungsi. Instansi pemerintah harus membangun infrastuktur disesuaikan dengan kebutuhan 3.6. Pemisahan Fungsi



18



berdasarkan hasil pemetaan serta melihat indikator yang ingin diraih dengan memperhatikan peraturan terkait yang berlaku. Infrastuktur



minimal



yang



perlu



ada/dibangun



di suatu instansi pemerintah dalam melaksanakan sub unsur pemisahan fungsi adalah adanya kebijakan umum dan prosedur secara tertulis atas pemisahan fungsi tersebut. 2. Internalisasi (Forming) Setelah pemahaman dan perangkat pengendalian intern



terbangun,



internalisasi.



tahap



Internalisasi



selanjutnya adalah



adalah



tahap



mewujudkan



dalam



keseharian semua yang diperlukan dalam menyelenggarakan SPIP, khususnya pemisahan fungsi. Penerapan sub unsur “pemisahan fungsi“ adalah terlaksananya pemisahan fungsi, mulai dari tingkat entitas organisasi sampai tingkat aktivitas organisasi. Pemisahan fungsi sebagaimana telah diuraikan pada bab



sebelumnya



disusun



dan



dilaksanakan



sebagai



pendorong efektifitas kegiatan pengendalian guna mencapai efektifitas sistem pengendalian intern dalam pengelolaan keuangan negara (APBN/APBD). Penerapan sub unsur pemisahan fungsi ditandai dengan adanya pemisahan fungsi yang dibangun sesuai dengan



ketentuan



mengarah diformalkan 3.6. Pemisahan Fungsi



perundang-undangan



yang



kepada



tujuan



organisasi,



untuk



dalam



suatu



keputusan



pimpinan



berlaku,



selanjutnya instansi 19



pemerintah, dikomunikasikan kepada seluruh jajaran pimpinan dan pegawai dalam instansi pemerintah, serta dilaksanakan dalam kegiatan operasional pemerintahan. Sebagai gambaran implementasi adanya pemisahan fungsi, berikut ini diberikan contoh penerapan pemisahan fungsi pada tingkat instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah. 3. Pengembangan Berkelanjutan (Performing) a. Pemantauan Pemisahan sebagaimana



telah



fungsi



dalam



diuraikan



di



instansi muka,



pemerintah yang



telah



didasarkan pada peraturan perundang-undangan harus ditetapkan dengan suatu kebijakan/ketetapan sebagai dasar



untuk



melaksanakan



secara



prosedural



dan



sistematis. Kebijakan tersebut juga merupakan dasar untuk melakukan pengembangan berkelanjutan. Pengembangan berkelanjutan, antara lain dengan melakukan pemantauan atas pelaksanaan pemisahan fungsi, terutama pada tingkat aktivitas di setiap instansi pemerintah, sehingga dapat memastikan bahwa :  Tidak adanya transaksi/kejadian penting yang tidak diotorisasi oleh pejabat yang berwenang,  Tidak adanya kesalahan atas kesengajaan yang berakibat pada hilangnya aset (kerugian negara), khususnya



dalam



proses



transaksi



maupun



penyimpanan terutama aset berharga.  Tidak adanya kesalahan yang bersifat kelalaian dalam melakukan pencatatan atas transaksi yang ada. 3.6. Pemisahan Fungsi



20



 Tingkat risiko kehilangan, serta kerusakan dalam penyimpanan uang tunai dan aset berharga lainnya rendah.  Laporan hasil reviu atau audit atas kerugian negara sebagai akibat kelalaian atau kesengajaan pelaksana ditindaklanjuti



oleh



pimpinan



instansi



pemerintah,



dengan menerapkan sanksi yang sesuai dengan peraturan terhadap orang yang melakukan kelalaian atau kesengajaan tersebut. b. Evaluasi berkala Evaluasi dilakukan terhadap hasil yang diperoleh dari pemantauan yang telah dilakukan, dengan mengacu pada ketentuan/peraturan yang berlaku pada instansi pemerintah, serta dilakukan perbaikan secara terus menerus, khususnya apabila tujuan dari penerapan kebijakan dan prosedur otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting belum/tidak tercapai. C. Tahap Pelaporan Selanjutnya, sebagai bentuk pertanggungjawaban atas segala pelaksanaan kegiatan penerapan unsur maupun sub unsur pemisahan fungsi, maka perlu didokumentasikan dalam bentuk laporan, yang meliputi pelaksanaan kegiatan: 1. Pemahaman, yang mencakup : a. kegiatan sosialisasi (ceramah, diskusi, seminar, rapat kerja, dan



fokus



grup)



mengenai



pentingnya



penerapan



pemisahan fungsi;



3.6. Pemisahan Fungsi



21



b. kegiatan



penyampaian



pemahaman



melalui



website,



multimedia, literatur, dan media lainnya. 2. Hasil pemetaan infrastruktur dan penerapan, yang mencakup: a. Pentingnya penerapan pemisahan fungsi menurut persepsi pegawai dan bagaimana penerapannya; b. Persiapan



penyusunan



kebijakan,



pedoman,



dan



mekanisme pemisahan fungsi; c. Masukan atas rencana tindak yang tepat untuk internalisasi penerapan pemisahan fungsi. 3. Kegiatan pembangunan infrastruktur, yang mencakup : a. Penyusunan



kebijakan,



pedoman,



dan



mekanisme



pemisahan fungsi; b. Kebijakan, pedoman dan mekanisme atas penyediaan, serta pemanfaatan berbagai bentuk dan sarana pemisahan fungsi. 4. Pelaksanaan internalisasi, yaitu yang mencakup kegiatan dalam rangka pemantapan penerapan Sistem Pengendalian Intern dalam kegiatan operasional di lingkungan instansi pemerintah masing-masing. 5. Pengembangan



berkelanjutan



yang



mencakup



kegiatan



pemantauan.



3.6. Pemisahan Fungsi



22



BAB IV PENUTUP Pemisahan fungsi merupakan suatu cara/alat untuk melaksanakan pengendalian dalam mengatasi risiko terhadap kesalahan yang dilakukan oleh seorang pegawai/sekelompok orang karena kelalaiannya atau karena kesengajaannya yang dapat berdampak pada kerugian negara. Penerapan



pemisahan



fungsi,



diawali



dari



adanya



pemahaman yang sama oleh seluruh pegawai dalam instansi pemerintah tentang pentingnya “pemisahan fungsi” dalam upaya “pengamanan aset“ yang seharusnya dikuasakan pada instansi pemerintah



sebagai



akuntabilitas



pengelolaan



APBN/APBD.



Pemahaman dimaksud dapat dilakukan dengan menyosialisasikan “kebijakan-kebijakan terkait pemisahan fungsi” melalui media apa pun (surat edaran, diskusi, rapat,dll). Untuk selanjutnya, sesuai dengan



kebijakan



yang



ada,



dilakukan



pemetaan



supaya



terpenuhinya syarat “pemisahan fungsi”, sehingga dapat dibangun infrastruktur agar syarat tersebut dapat dipenuhi penerapan “pemisahan fungsi”, dengan memantau parameter penerapan yang telah ditetapkan. Pedoman ini disusun untuk memberikan acuan praktis bagi pimpinan instansi pemerintah untuk melaksanakan penerapan “pemisahan fungsi” sehingga tercipta sistem saling uji (check and balances) setiap transaksi/kejadian penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam mencapai tujuan sistem pengendalian intern yang efektif.



3.6. Pemisahan Fungsi



23



Pedoman teknis ini merupakan acuan mendasar bagi seluruh instansi pemerintah yang berlaku secara umum dan minimal harus dipenuhi khususnya dalam penerapan kegiatan “pemisahan fungsi”, dan tidak mengatur secara spesifik bagi instansi tertentu. Instansi Pemerintah hendaknya dapat mengembangkan lebih jauh langkahlangkah yang perlu diambil sesuai dengan kebutuhan organisasi dengan tetap mengacu dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sesuai dengan perkembangan teori dan praktik-praktik sistem pengendalian intern, pedoman ini perlu disesuaikan secara terus menerus.



3.6. Pemisahan Fungsi



24