(ACC) Makalah Kelompok 6 GUDANG [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit (KepMenkes RI No. 1197/ MENKES / SK / X / 2004) produksi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Hal ini juga ditegaskan dalam Permenkes No. 72 tahun. 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, bahwa instalasi di rumah sakit dapat memproduksi sediaan tertentu apabila sediaan farmasi tidak ada di pasaran, lebih murah jika di produksi sendiri, formula khusus, kemasan yang lebih kecil atau repacking, untuk penelitian, dan yang tidak stabil dalam penyimpanan atau harus dibuat baru. Sediaan yang dibuat di rumah sakit, harus memenuhi persyaratan mutu dan terbatas hanya untuk memenuhui kebuituhan pelayanan di rumah sakit tersebut. Sediaan farmasi yang diproduksi oleh IFRS harus akurat dalam identitas, kekuatan , kemurnian, dan mutu. Oleh karena itu, harus ada pengendalian proses dan produk untuk semua sediaan farmasi yang diproduksi atau produksi sediaan ruah dan pengemasan yang memenuhi syarat. Formula induk dan batch harus terdokumentasi dengan baik (termasuk hasil pengujian produk). Semua tenaga teknis harus dibawah pengawasan dan terlatih. Kegiatan pengemasan dan penandaan harus mempunyai kendali yang cukup untuk mencegah kekeliruan dalam pencampuran produk/ kemasan/ etiket. Nomor lot untuk mengidentifikasi setiap produk jadi dengan sejarah produksi dan pengendalian , harus diberikan pada tiap batch. Cara pembuatan obat yang baik (CPOB) dan standar internasional ISO 9001 adalah standar sistem mutu yang harus diterapkan, agar mutu produk yang dihasilkan selalu konsisten memenuhi kepuasan konsumen.



1



Apoteker disarankan untuk membuat sediaan farmasi dengan potensi dan kemasan yang dibutuhkan untuk terapi optimal, tetapi tidak tersedia dipasran 1.2 Tujuan Mengetahui Produksi di Gudang Farmasi di Rumah Sakit Margono Soekarjo. 1.3Manfaat -



Mempermudah dalam distribusi dan penggunaannya.



-



Memenuhi sediaan larutan dengan kadar yang diinginkan.



-



Memenuhi sediaan dengan kemasan harga lebih ekonomis.



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 GUDANG FARMASI Berdasarkan



Surat



Keputusan



Menteri



Kesehatan



RI



Nomor



610/MenKes/SK/XI/1981 tentang organisasi dan tata gudang perbekalan farmasi, tugas gudang farmasi adalah melaksanakan pengelolaan perbekalan farmasi, meliputi perencanaan, penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi. Instalasi gudang merupakan bagian dari pelayanan kefarmasian yang bertugas dalam pengelolaan perbekalan farmasi yang meliputi obat-obatan dan alat medis. Tujuan pembentukan gudang farmasi adalah terpeliharanya mutu obat dan alat kesehatan yang menunjang pelaksanaan upaya kesehatan yang menyeluruh, terarah dan terpadu. Adapun fungsi gudang farmasi dalam mendukung terciptanya pelayanan kefarmasian adalah sebagai berikut : 1. Menerima, menyimpan, memelihara, dan mendistribusikan obat, alat kesehatan, dan perbekalan farmasi lainnya. 2. Menjaga mutu dan khasiat obat pada setiap barang persediaan ataupun yang akan didistribusikan. 3. Menyiapkan penyusunan rencana, pencatatan, dan pelaporan mengenai persediaan



dan



penggunaan



obat,



alat



kesehatan,



dan perbekalan



farmasi lainnya. Salah satu tugas gudang farmasi seperti yang sudah dijelaskan ialah pengadaan.



Pengadaan



merealisasikan



merupakan



perencanaan



kegiatan



kebutuhan.



yang



Pengadaan



dimaksudkan



untuk



yang



harus



efektif



menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan



dimulai



dari



pemilihan,



penentuan



jumlah



yang



dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan



pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan 3



proses pengadaan, dan pembayaran. Pengadaan dapat dilakukan melalui pembelian, produksi, sumbangan/dropping/hibah (MENKES, 2016). 2.2



PRODUKSI Produksi perbekalan farmasi di Rumah Sakit merupakan kegiatan membuat,



merubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasisteril atau non steril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan dirumah sakit. Instalasi Farmasi Rumah Sakit dapat memproduksi sediaan tertentu apabila: 1. Sediaan Farmasi tidak ada di pasaran. Contohnya : ekstrak alergen. 2. Sediaan Farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri. Contohnya:betadine gargle, tetes telinga peroksida. 3.



Sediaan Farmasi dengan formula khusus. Contohnya : salep zink



4.



Sediaan



Farmasi



dengan



kemasan



yang



lebih



kecil/repacking.



Contohnya : povidon iodine, alkohol 70%. 5.



Sediaan Farmasi untuk penelitian. Contohnya : reagen.



6. Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat baru (recenter



paratus). Contohnya: alcuta (cairan untuk



cuci tangan)



(MENKES, 2016). Sediaan ysang dibuat di Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan mutu dan terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di Rumah Sakit tersebut. Adapun persyaratan bangunan untuk ruangan produksi harus memenuhi kriteria sebagai berikut : a.



Lokasi jauh dari pencemaran lingkungan (udara, tanah dan air tanah).



b.



Terdapat sarana perlindungan terhadap cuaca, banjir, rembesan air, binatang/serangga



c.



Rancang bangun dan penataan gedung di ruang produksi harus memenuhi kriteria sesuai ketentuan.



4



d.



Adanya pembagian ruangan. Ruang terpisah antara obat jadi dan bahan baku; ruang terpisah untuk setiap proses produksi; ruang terpisah untuk produksi obat luar dan obat dalam; gudang terpisah untuk produksi antibiotik (bila ada); tersedia saringan udara, efisiensi minimal 98%; permukaan lantai, dinding, langit-langit dan pintu harus kedap air; tidak terdapat sambungan; tidak merupakan media pertumbuhan untuk mikroba;



mudah



dibersihkan



dan



tahan



terhadap bahan pembersih/desinfektan. e.



Daerah pengolahan dan pengemasan harus menghindari bahan dari kayu,



kecuali



dilapisi



cat epoxy/enamel;



persyaratan



ruang



produksi dan ruang peracikan harus memenuhi kriteria sesuai dengan ketentuan cara produksi atau peracikan obat di rumah sakit. rumah sakit yang memproduksi sediaan parenteral steril dan/atau sediaan radiofarmaka harus memenuhi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) (MENKES, 2016). 2.2.1 Jenis Sediaan Farmasi yang Di Produksi : a. Produk Steril Persyaratan teknis/untuk produksi steril: -



Ruangan aseptis,



-



Peralatan: Laminar air flow (horizontal dan vertikal), autoclave, oven, cytoguard, alat pelindung diri, dan lain-lain



-



SDM: petugas terlatih



1. Pembuatan sediaan steril Contoh: pembuatan methylen blue, triple dye, paten blue, aqua steril. 2. Total Parenteral Nutrisi (Nutrisi Parenteral Pelengkap) TPN adalah nutrisi dasar yang diperlukan bagi penderita secara intravena yang kebutuhan nutrisinya tidak dapat terpenuhi secara enteral. Contoh:



5







Campuran sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, mineral, untuk kebutuhan perorangan.







Mengemas kedalam kantong khusus untuk nutrisi



3. Pencampuran obat suntik/Sediaan Intravena (IV-admixture) Penyiapan produk steril (pencampuran sediaan intravena dan irigasi) adalah suatu bagian penting dari sistem pengendalian perbekalan farmasi. Prosesnya yaitu pencampuran sediaan steril ke dalam larutan intravena steril untuk menghasilkan suatu sediaan steril yang bertujuan untuk penggunaan intravena. Prosesnya menggunakan teknik aseptik. Produk intravena yang digunakan dalam rumah sakit harus memenuhi persyaratan umum sbb: -



Sesuai persyaratan terapeutik dan farmasetik (misalnya bebas dari obat yang tidak tercampurkan).



-



Bebas dari kontaminan mikroba dan pirogenBebas dari partikulat pada tingkat yang dapat diterima dan kontaminan toksis lainnya.



Contoh: 



Mencampur sediaan intravena kedalam cairan infus







Melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut yang sesuai







Mengemas menjadi sediaan siap pakai



Keuntungan pelayanan pencampuran obat suntik: 1. Terjaminnya sterilitas produk obat suntik 2. Terkontrolnya kompatibilitas perbekalan farmasi 3. Terjaminnya kondisi penyimpanan yang optimum sebelum dan sesudah pencampuran 4. Efisiensi 5. Mencegah terjadinya kesalahan perhitungan pencampuran perbekalan farmasi 6. Terjaminnya mutu produk



6



7. Terjaminnnya keamanan petugas terhadap keterpaparan dan kontaminasi produk 4. Rekonstitusi sediaan sitostatika 5. Pengemasan kembali Persyaratan Teknis Untuk Produksi Steril: 1. Ruangan aseptis, 2. Peralatan: Laminar air flow (horizontal dan vertikal), autoclave, oven, cytoguard, alat pelindung diri, dan lain-lain 3. SDM: petugas terlatih b. Produk Nonsteril Persyaratan teknis produksi non-steril: a. Ruangan khusus untuk pembuatan b. Peralatan: peracikan, pengemasan c. SDM: petugas terlatih Contoh produksi non-steril: 1) Pembuatan sirup Sirup yang dibuat di rumah sakit: OBH, Inadryl loco, kloralhidrat 2) Pembuatan salep Salep sulfadiazin, salep AAV, salep 2-4 3) Pengemasan kembali Alkohol, H2O2, Povidon Iodin, washbensin 4) Pengenceran Antiseptik dan Desinfektan ( Formalin) Sediaan farmasi yang diproduksi oleh IFRS harus akurat dalam identitas, kekuatan, kemurnian, dan mutu. Oleh karena itu, harus ada pengendalian proses dan produk untuk semua sediaan farmasi yang diproduksi atau produksi sediaan ruah dan pengemasan yang memenuhi syarat. Formula induk dan batch harus terdokumentasi dengan baik (termasuk hasil pengujian produk). Semua tenaga teknis harus harus di bawah pengewasan dan terlatih. 7



Kegiatan pengemasan dan penandaan harus mempunyai kendali yang cukup untuk mencegah kekeliruan dalam pencampuran produk/kemasan/etiket.Nomor lot untuk untuk mengidentifikasi setiap produk jadi dengan sejarah produksi dan pengendalian, harus diberikan pada tiap batch. Cara pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan standar internasional ISO 9001 adalah standar sistem mutu yang harus diterapkan, agar mutu produk yang dihasilkan selalu konsisten memenuhi persyaratan resmi dan persyaratan rumah sakit serta memenuhi kepuasan konsumen. Apoteker disarankan untuk membuat sediaan farmasi dengan potensi dan kemasan yang dibutuhkan untuk terapi optimal, tetapi tidak tersedia dipasaran. dalam hal ini, harus diperhatikan persyaratan stabilitas, kecocokan rasa, kemasan, dan pemberian etiket dari berbagai produk yang dibuat.



8



BAB III PEMBAHASAN Produksi perbekalan farmasi di Rumah Sakit, secara harfiahnya merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau non steril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Sediaan yang dibuat di Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan mutu dan terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di Rumah Sakit tersebut. RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto memiliki gudang farmasi yang melakukan produksi perbekalan farmasi dengan cara pengenceran dan repacking (pengemasan kembali) pada sediaan produksi non steril saja. Produksi sediaan steril tidak dapat dilakukan dikarenakan RSMS tidak memiliki fasilitas untuk produksi steril sesuai dengan CPOB. Kegiatan yang pada prinsipnya menambahkan pelarut tanpa mengubah jumlah mol zat terlarut disebut sebagai pengenceran. Pengenceran hanya dapat dilakukan jika terdapat surat permintaan (SP) dari unit kerja lain diluar Instalasi Farmasi Rumah Sakit kepada gudang pusat RSMS. Kegiatan ini dilakukan sesuai dengan jumlah dan sediaan yang diinginkan berdasarkan SP yang diterima. Sediaan farmasi yang paling sering diminta untuk dilakukan pengenceran, yaitu sediaan B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) seperti formalin 10% (dari konsentrasi 40%) dan H2O2 3% (Hydrogen Peroxide) (dari konsentrasi 50%). Permintaan tersebut datang dari IBS (Instalasi Bedah Sentral) dan IGD OK (Instalasi Gawat Darurat Operatie Kamer). Alat pengenceran yang diperlukan antara lain beaker glass, gelas ukur, jeriken, dan lainlain. Petugas yang melakukan pengenceran, yaitu tenaga teknis kefarmasian (TTK). Berikut merupakan salah satu contoh perhitungan pengenceran formalin dengan menggunakan rumus: Jika ingin membuat pengenceran formalin 10% sebanyak 10 L dari konsentrasi 40%, berapa liter larutan formalin baku yang dibutuhkan ? N1



x



V1 =



N2



x V2



40% x



V1 =



10% x 10 L 9



V1 =



2,5 L



Jadi, untuk membuat pengenceran formalin 10% sebanyak 10 L diperlukan 2,5 L formalin dengan konsentrasi 40% dan aquadest sebanyak 7,5 L. Etiket pengenceran yang akan dibuat berwarna biru dengan memuat informasi sebagai berikut: (a) Tanggal pengenceran dibuat, (b) Nama dan konsentrasi sediaan, serta (c) Komposisi bahan pengenceran. Dari pemaparan diatas, dapat dimuat alur pengenceran sebagai berikut: (a) Surat Permintaan/SP, (b) Entry + check ketersediaan barang, (c) Perhitungan pengenceran, (d) Pembuatan etiket, (e) Penyiapan alat dan bahan, (f) Pengenceran. Selanjutnya kegiatan produksi yang dilakukan di gudang pusat RSMS selain pengenceran, yaitu repacking (pengemasan kembali). Repacking merupakan kegiatan mengemas kembali dari kemasan primer yang berisi obat dengan jumlah banyak menjadi kemasan yang lebih kecil dengan jumlah obat yang lebih sedikit pula. Repacking ini dilakukan pada sediaan yang kemasan primernya berupa botol dan berisi sediaan yang jumlahnya banyak, misalnya 1000 kapsul. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mempermudah dan mempercepat pelayanan di depo farmasi. Sediaan obat-obatan yang direpacking, diantarannya: Fenitoin kapsul @ 100 kapsul, @ 60 kapsul, dan @ 30 kapsul; Diazepam tablet @ 10 tablet, @ 15 tablet, dan @ 30 tablet; Kalk tablet @ 10 tablet dan @ 15 tablet; serta Vitamin B complex @ 15 tablet. Alat repacking yang diperlukan, yaitu hand gloves, sendok obat, wadah/mangkuk untuk obat, dan lain-lain. Petugas yang melakukan repacking adalah tenaga teknis kefarmasian (TTK). Sebelum dilakukan repacking, petugas perlu menyiapkan etiket berwarna putih yang memuat informasi sebagai berikut: (a) Tanggal sediaan dibuka, (b) Nama dan kekuatan sediaan, serta (c) Tanggal kadaluwarsa. Setelah obat yang direpacking sudah dalam kemasan kecil, maka dilakukan pemberian etiket. Salah satu tujuan pemberian etiket tersebut adalah untuk mengetahui tanggal kadaluwarsa obat meskipun obat sudah tidak terdapat di kemasan primernya. Hal ini juga untuk memudahkan gudang dalam pendistribusian ke depo, sehingga gudang akan mendistribusikan obat yang tanggal kadaluwarsanya lebih 10



cepat atau berdasarkan FEFO (First Expired First Out). Setelah itu, gudang mendistribusikan obat ke unit yang selanjutnya akan dilakukan dispensing sehingga obat sampai ke pasien. Dari pemaparan diatas, dapat dimuat alur repacking sebagai berikut: (a) Surat Permintaan/SP, (b) Entry + check ketersediaan barang, (c) Pembuatan etiket, (d) Penyiapan alat dan bahan, (e) Pengenceran. .



11



BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN



4.1 Kesimpulan RSMS belum melakukan kegiatan produksi steril karena belum memiliki fasilitas yang memadai sehingga kegiatan produksi hanya terbatas pada kegiatan non steril yaitu pengenceran dan repacking. Kegiatan tersebut dilakukan hanya pada saat ada permintaan berupa SP dari depo yang membutuhkan. Biasanya dilakukan tap awal bulan. 4.2 Saran 1. Pihak rumah sakit membuat SPO (Standar Prosedur Operasional) terkait kegiatan produksi baik pengenceran maupun repacking di gudang pusat RSMS. 2. RSMS sebaiknya menyediakan fasilitas untuk produksi sediaan steril seperti iv admixture dan Total Parenteral Nutriion (TPN) di gudang sentral.



12



DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2008, Keputusan menteri Kesehatan No.1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan ObatPublik dan Perbekalan kesehatan Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar,Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Anonim, 2008, Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit,Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI, Jakarta Menkes, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun



2016



Tentang



Standar



Pelayanan Kefarmasian Di Rumah



Sakit. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.



13