Ajaran Sosial Gereja [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH AJARAN SOSIAL GEREJA Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Katolik Dosen Pengampu: Dra. Fransisca Valeria Sunartini, M.Si.



Disusun oleh: Meilisa Silva M. Arief Soerjakentjana Petrus Faber Trinugroho Erna Asriani



(134150001) (134150004) (134150026) (134170031)



PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA 2017



1



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan rahmat-Nya yang memberikan kesehatan dan nikmat kepada tim penyusun sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik sesuai dengan waktu yang direncanakan Makalah berjudul “Ajaran Sosial Gereja” disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Katolik. Tim Penyusun telah berupaya dengan semaksimal mungkin dalam penyelesaian makalah ini, namun penulis menyadari masih banyak kelemahan baik dari segi isi maupun tata bahasanya. Untuk itu tim penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi sempurnanya makalah ini. Kiranya isi makalah ini bermanfaat dalam memperkaya khasanah ilmu pendidikan.



Yogyakarta, Oktober 2017



Tim Penyusun



2



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................................1 A. Latar Belakang ...........................................................................................1 B. Rumusan Masalah ......................................................................................2 C. Tujuan Penulisan ........................................................................................2 BAB II. AJARAN SOSIAL GEREJA ..................................................................3 A. Pengertian dan Tujuan Ajaran Sosial Gereja ............................................3 B. Ensiklik-Ensiklik Magisterium Gereja .....................................................5 C. Prinsip Dasar Ajaran Sosial Gereja .........................................................12 D. Nilai-Nilai Moral Dasar Dalam ASG ......................................................19 BAB III. PENUTUP .............................................................................................23 DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................24



3



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Dalam seluruh bentangan sejarahnya, dan khususnya selama 100 tahun belakangan ini, Gereja tidak pernah lalai, mengutip kata-kata Paus Leo XIII, untuk mengangkat bicara sebagaimana "patut" baginya berkenaan dengan pertanyaan-pertanyaan menyangkut kehidupan di tengah masyarakat. Dengan tujuan melanjutkan pembabaran serta pemutakhiran warisan kaya ajaran sosial Gereja, Yohanes Paulus II dari pihaknya telah menerbitkan tiga Ensiklik akbar – Laborem Exercens, Sollicitudo Rei Socialis dan Centesimus Annus – yang menyajikan tahap-tahap fundamental pemikiran Katolik dalam bidang ini. Sejumlah uskup di setiap penjuru dunia ini, dari pihaknya masing-masing, telah memberi andil selama tahun-tahun belakangan ini bagi suatu pemahaman yang lebih mendalam tentang ajaran sosial Gereja. Sejumlah cendekiawan pada setiap benua juga telah melakukan hal yang serupa. Gereja adalah pakar perihal kemanusiaan dan, seraya berharap dengan keyakinan dan dengan keterlibatan yang aktif, ia senantiasa menantikan "langit baru" dan "bumi baru" (2 Ptr.3:13), yang ia tunjukkan kepada setiap orang agar membantu mereka menghayati kehidupan mereka dalam matra makna yang sejati. "Gloria Dei vivens homo": pribadi manusia yang menghayati sepenuhnya martabatnya memberi kemuliaan bagi Allah yang telah mengaruniakan martabat ini kepada manusia. Warta keselamatan Kristus melalui kehadiran Gereja menuntut terjadinya perubahan nyata tatanan dunia sesuai dengan yang dikehendaki Kristus. Cinta kasih Kristus, yang menjadi perintah utama dan syarat utama sebagai murid.Tuhan (Yoh 13:35), harus diterapkan kepada sesama dalam relasi seharihari. Perwujudan cinta kasih itu bukan sekedar menyapa orang lain, memberi senyum, dan membantu dengan mengulurkan tangan. Perintah kasih diwujudkan dalam konteks membuat dunia ini menjadi tempat yang sesuai dengan kehendak Allah dan membangun KerajaanNya. Maka, membangun 4



keadilan sosial, menebarkan perdamaian, mengutamakan kepentingan mereka yang paling membutuhkan, mempromosikan hormat terhadap martabat manusia merupakan bentuk nyata dari aplikasi perintah kasih. Ajaran Sosial Gereja berkaitan langsung dengan bagaimana hukum cinta kasih Kristus dilaksanakan oleh Gereja dalam hidup sehari-hari di tengah masyarakat dan dunia.



B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud Ajaran Sosial Gereja (ASG) dan tujuannya? 2. Apa saja bentuk-bentuk ASG? 3. Apa saja yang termasuk dalam prinsip-prinsip ASG?



C. Tujuan Penulisan 1. Menambah wawasan pembaca tentang ASG. 2. Mengetahui perjuangan atau tanggapan-tanggapan gereja terhadap masalahmasalah sosial yang ada di masyarakat.



5



BAB II AJARAN SOSIAL GEREJA



A. Pengertian dan Tujuan Ajaran Sosial Gereja Ajaran Sosial Gereja atau ASG berisikan ajaran Gereja tentang permasalahan keadilan di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Secara sempit ASG dimengerti sebagai kumpulan aneka dokumen (umumnya disebut ensiklik) yang dikeluarkan oleh Magisterium Gereja dan berbicara tentang persoalan-persoalan sosial. Dokumen-dokumen tersebut antara lain Rerum Novarum (tentang kondisi buruh, dikeluarkan oleh Paus Leo XIII tahun 1891), Quadragessimo Anno (tentang pembaharuan tatanan sosial oleh Paus Pius XI tahun 1931), Mater et Magistra (tentang umat kristiani dan persoalanpersoalan sosial di dunia oleh Paus Yohanes XXIII tahun 1961), hingga yang terakhir untuk sementara ini, yakni Centesimus Annus (1991). Ensiklik terakhir ini berisi penegasan Paus Yohanes Paulus II bahwa Ajaran Sosial Gereja termasuk dalam ajaran resmi iman dan tergolong dalam antropologi teologis. Antropologi teologis dimengerti sebagai teologi tentang manusia yang telah ditebus dan dirahmati oleh Kristus. Ajaran



sosial



Gereja



sebenarnya



adalah



ajaran



Gereja



yang



diperuntukkan bagi kebaikan bersama (common good) dalam masyarakat, untuk



mengarahkan



masyarakat



kepada



kebahagiaan.



Banyak



orang



menghubungkan surat ensiklik Bapa Paus Leo XIII, Rerum Novarum, tahun 1891, sebagai tanggapan Gereja Katolik yang nyata terhadap keadaan krisis sosial dunia. Namun sebenarnya, keberadaan ajaran sosial Gereja telah ada sejak lama, bahkan sejak jaman Perjanjian Lama. Maka sumber ajaran sosial Gereja Katolik adalah: (disarikan dari buku karangan Arthur Hippler, Citizens of the Heavenly City, A Catechism of Catholic Social Teaching, (Rockford Illinois: Borromeo Books, 2003) p. 1-11: 1. Kitab Suci, terutama ke-sepuluh perintah Allah yang menjadi dasar pengajaran moral dalam Gereja Katolik (lih. KGK 264-2068). Melalui hukum-hukum Musa di Perjanjian Lama, sesungguhnya kita dapat 6



mengetahui bahwa Allah memberikan hukum tidak hanya untuk mengatur penyembahan kepada Allah, tapi juga untuk mengatur kehidupan yang benar antara sesama keluarga dan masyarakat. Hukum ini yang kemudian disarikan menjadi “Kasihilah Tuhanmu dengan segenap hatimu dan kekuatanmu… dan kasihilah sesamamu seperti mengasihi dirimu sendiri” (lih. Mat 22:37-39). 2. Pengajaran para Bapa Gereja dan para Pujangga Gereja (Doctors of the Church), terutama St. Agustinus (354-430) melalui bukunya The City of God, yang mengatur pengajaran tentang manusia dan masyarakat; dan St. Thomas Aquinas (1225-1274), dengan bukunya, Summa Theologiae, di mana bagian yang terbesar dari Summa adalah Teologi moral/ Moral Theology. 3. Pengajaran dari Bapa Paus, yaitu dari surat-surat ensiklik dan pengajaran lisan/ dalam homili/ sermon/ pidato. Pengajaran dari Bapa Paus ini merangkum Kitab Suci dan pengajaran dari para Bapa Gereja dan Pujangga Gereja. Bapa Paus yang mengajarkannya ajaran sosial ini kepada dunia adalah merupakan tanda bahwa Kristus tak meninggalkan umat manusia bagai yatim piatu, namun terus menyertainya dengan ajaran-Nya yang ditujukan bagi semua orang, demi kebaikan bersama. Memang banyak orang sukar melihat bahwa ajaran dari Bapa Paus merupakan ajaran bagi semua orang, sebab mereka berpikir bahwa Paus hanya mengajar umat Katolik. Namun sebagai the Vicar of Christ, wakil Kristus di dunia, sebenarnya, Paus mempunyai tugas untuk mengajar semua orang. Otoritas Paus dalam mengajarkan doktrin sosial Gereja sifatnya tetap, tidak terpengaruh „masa jabatan‟. Maka artinya: 1. Paus yang sekarang ini mengajarkan sesuatu yang telah menjadi pengajaran Gereja sepanjang sejarah, dan tidak mengajarkan hal yang baru/ „inovasi‟ yang dibuatnya sendiri. 2. Demikian pula, ajaran para Paus di masa lampau tetap berlaku. Contohnya, surat ensiklikal Centesimus Annus dari Paus Yohanes Paulus II ditulis berdasarkan Rerum Novarum dari Paus Leo XIII dan Quadragesimo anno 7



dari Paus Pius XII. Dan yang baru-baru ini surat ensiklik Caritatis in Veritate dari Paus Benediktus XVI merupakan pengembangan/ kelanjutan dari surat-surat ensiklik dari para Paus pendahulunya tersebut. Dalam surat ensikliknya, khususnya Rerum Novarum dan Centesimus Annus, Paus mendorong dibentuknya kegiatan dan lembaga sosial dalam masyarakat yang sifatnya untuk mendukung masyarakat itu sendiri, namun harus dilihat dasarnya, bahwa semua itu adalah untuk menerapkan hukum kasih dalam masyarakat. Memang dalam hal ini Gereja tidak mengajarkan penemuan suatu sistem bisnis/pengaturan masyarakat, namun Gereja mengajarkan prinsip-prinsip dasarnya demi mengarahkan umat manusia kepada kekudusan, sehingga manusia dapat mencapai tujuan akhirnya, yaitu surga. Semua perkembangan di dunia tidak boleh menghalangi manusia untuk mencapai tujuan akhir ini. Tujuan ASG adalah menghadirkan kepada manusia rencana Allah bagi realitas sekular dan menerangi serta membimbing manusia dalam membangun dunia seturut rencana Tuhan.



B. Ensiklik-Ensiklik Magisterium Gereja Secara sempit ASG dimengerti sebagai kumpulan aneka dokumen (umumnya disebut ensiklik) yang dikeluarkan oleh Magisterium Gereja dan berbicara tentang persoalan-persoalan sosial. Berikut ini ulasan dokumen-dokumen Gereja Katolik yang mengajarkan tentang ajaran sosial gereja. 1. Rerum Novarum (Paus Leo XIII, 1891) Rerum Novarum (RN – Tentang Kondisi Pekerja) merupakan ensiklik pertama ajaran sosial gereja. Menaruh fokus keprihatinan pada kondisi kerja pada waktu itu, dan tentu saja juga nasib para buruhnya. Tampilnya masyarakat terindustrialisasi mengubah pola lama hidup bersama, pertanian. Tetapi, para buruh mendapat perlakuan buruk. Mereka diperas. Jatuh dalam kemiskinan struktural yang luar biasa. Dan tidak mendapat keadilan dalam upah dan perlakuan. 8



Ensiklik ini merupakan ensiklik yang menanggapi masalah sosial akhir abad 19 yaitu masalah kaum buruh. Masalah yang dibicarakan adalah semacam tanggapan terhadap pandangan dan gerakan sosialisme-marxisme dari satu pihak dan lain pihak pandangan liberalisme yang menguasai dunia ekonomi. Ensiklik ini tidak langsung dialamatkan kepada kaum buruh, tetapi menguraikan masalah-masalah kaum buruh kepada para pemimpin Gereja dan masyarakat. Kaum buruh dan para pengusaha yang dimaksudkan ensiklik ini pada prinsipnya adalah orang-orang Katolik, oleh karena itu masalah sosial menjadi masalah Gereja juga. Ensiklik Rerum Novarum ini dibagi menjadi tiga tema pokok. Pertama; situasi rakyat miskin dan kaum buruh, kedua; penolakan atas pemecahan sosialis terhadap kemiskinan, ketiga; usulan Sri Paus untuk memecahkan permasalahan terhadap kemiskinan. 2. Quadragesimo Anno (Paus Pius XI, 1931) Quadragesimo Anno (QA) memiliki maksud “Rekonstruksi Keteraturan Sosial.” Nama Ensiklik ini (40 tahun) dimaksudkan untuk memperingati Ensiklik Rerum Novarum. Tetapi pada zaman ini memang ada kebutuhan sangat hebat untuk menata kehidupan sosial bangsa manusia. Diperkenalkan dan ditekankan terminologi yang sangat penting dalam Ajaran Sosial Gereja, yaitu “subsidiaritas” (maksudnya, apa yang bisa dikerjakan oleh tingkat bawah, otoritas di atasnya tidak perlu ikut campur). Dalam banyak hal Quadragesimo Anno masih melanjutkan Rerum Novarun mengenai soalsoal “dialog”-nya dengan perkembangan masyarakat. Menolak solusi komunisme yang menghilangkan hak-hak pribadi. Tetapi juga sekaligus mengkritik persaingan kapitalisme sebagai yang akan menghancurkan dirinya sendiri. Fungsi dari penguasa Negara adalah untuk mengawasi masyarakat dan bagian-bagiannya, tetapi dalam melindungi individuindividu pribadi di hak-hak mereka, pertimbangan utama harus diberikan kepada yang lemah dan miskin. Quadragesimo



Anno



bermaksud



menggugat



kebijakan-kebijakan



ekonomi zaman itu; membeberkan akar-akar kekacauannya sekaligus 9



menawarkan solusi pembenahan tata sosial hidup bersama, sambil mengenang Ensklik Rerum Novarum; soal hak-hak pribadi dan kepemilikan bersama; soal modal dan kerja; prinsip-prinsip bagi hasil yang adil; upah adil; prinsip-prinsip pemulihan ekonomi dan tatanan sosial; pembahasan sosialisme dan tentu saja kapitalisme; langkah-langkah Gereja dalam mengatasi kemiskinan struktural. 3. Mater et Magistra (Paus Yohanes XXIII, 1961) Masalah-masalah sosial yang diprihatinkan oleh Ensiklik ini khas pada zaman ini. Soal jurang kaya miskin tidak hanya disimak dari sekedar urusan pengusaha dan pekerja, atau pemilik modal dan kaum buruh, melainkan sudah menyentuh masalah internasional. Untuk pertama kalinya isu “internasional” dalam hal keadilan menjadi tema ajaran sosial Gereja. Ada jurang sangat hebat antara negara-negara kaya dan negara-negara miskin. Kemiskinan di Asia, Afrika, dan Latin Amerika adalah produk dari sistem tata dunia yang tidak adil. Di lain pihak, persoalan menjadi makin rumit menyusul perlombaan senjata nuklir, persaingan eksplorasi ruang angkasa, bangkitnya ideologi-ideologi. Dalam Ensiklik ini diajukan pula “jalan pikiran” Ajaran Sosial Gereja: see, judge, and act. Gereja Katolik didesak untuk berpartisipasi secara aktif dalam memajukan tata dunia yang adil. Ensiklik ini masih berkaitan dengan peringatan RN, maka pada bagian awal Mater et Magistra diingat sekali lagi semangat RN dan QA. Disadari isu-isu baru dalam perkembangan terakhir di bidang sosial, politik dan ekonomi; peranan negara dalam kemajuan ekonomi; partisipasi kaum buruh; soal kaum petani; bagaimana ekonomi ditata seimbang; kerjasama antarnegara; bantuan internasional; soal pertambahan penduduk; kerjasama internasional; ajaran sosial Gereja dan kepentingannya. 4. Pacem in Terris (Paus Yohanes XXIII, 1963) Pacem in Terris (Damai di Bumi) menggagas perdamaian, yang menjadi isu sentral pada dekade enam puluhan. Perdamaian terjadi bila ada rincian tatanan yang adil dengan mengedepankan hak-hak manusiawi dan keluhuran martabatnya. Yang dimaksudkan dengan tatanan hidup ialah tatanan relasi 10



(1) antarmasyarakat, (2) antara masyarakat dan negara, (3) antarnegara, (4) antara masyarakat dan negara-negara dalam level komunitas dunia. Ensiklik menyerukan dihentikannya perang dan perlombaan senjata serta pentingnya memperkokoh hubungan internasional lewat lembaga yang sudah dibentuk: PBB. Ensiklik ini memiliki muatan ajaran yang ditujukan tidak hanya bagi kalangan Gereja Katolik tetapi seluruh bangsa manusia pada umumnya. Tentang Menegakkan Perdamaian yang Universal berdasarkan Kebenaran, Keadilan, Kemurahan, dan Kebebasan adalah sebuah ensiklik kepausan yang dikeluarkan oleh Paus Yohanes XXIII pada 11 April 1963. Ensiklik ini hingga kini tetap merupakan ensiklik yang paling terkenal dari abad ke-20 dan menetapkan prinsip-prinsip yang kelak muncul dalam sejumlah dokumen dari Konsili Vatikan II dan paus-paus yang kemudian. Ini adalah ensiklik terakhir yang dirancang oleh Yohanes XXIII. 5. Gaudium et Spes (Konsili Vatikan II, 1965) Konsili Vatikan II merupakan tonggak pembaharuan hidup Gereja Katolik secara menyeluruh. Gaudium et Spes (GS – Gereja di Dunia Modern) menaruh keprihatinan secara luas pada tema hubungan Gereja dan Dunia modern. Ada kesadaran kokoh dalam Gereja untuk berubah seiring dengan perubahan kehidupan manusia modern. Soal-soal yang disentuh oleh GS dengan demikian berkisar tentang kemajuan manusia di dunia modern. Di lain pihak tetap diangkat ke permukaan soal jurang yang tetap lebar antara si kaya dan si miskin. Relasi antara Gereja dan sejarah perkembangan manusia di dunia modern dibahas dalam suatu cara yang lebih gamblang, menyentuh nilai perkawinan, keluarga, dan tata hidup masyarakat pada umumnya. Judul dokumen ini mengatakan suatu “perubahan eksternal” dari kebijakan hidup Gereja: Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan manusia-manusia zaman ini, terutama kaum miskin dan yang menderita, adalah kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus juga. Kardinal Joseph Suenens dari Belgia berkata bahwa pembaharuan Konsili Vatikan II tidak hanya mencakup bidang liturgis saja, melainkan juga hidup Gereja di dunia modern secara kurang lebih menyeluruh. GS 11



membuka cakrawala baru dengan mengajukan perlunya “membaca tandatanda zaman” (signs of the times). Kegembiraan dan harapan, dengan kesedihan dan kegelisahan laki-laki usia ini, terutama mereka yang miskin atau dengan cara apapun menderita, ini adalah kegembiraan dan harapan, dengan kesedihan dan kecemasan para pengikut Kristus. Memang, tidak ada yang benar-benar manusia gagal untuk meningkatkan gema di dalam hati mereka. Untuk mereka adalah sebuah komunitas terdiri dari laki-laki. Bersatu dalam Kristus, mereka dipimpin oleh Roh Kudus dalam perjalanan mereka menuju Kerajaan Bapa mereka dan mereka menyambut kabar keselamatan yang dimaksudkan untuk setiap orang. Itulah sebabnya mengapa komunitas ini menyadari bahwa itu benar-benar dikaitkan dengan umat manusia dan sejarahnya oleh terdalam obligasi. 6. Populorum Progressio (Paus Paulus VI, 1967) Populorum progressio adalah sebuah ensiklik yang ditulis oleh Paus Paulus VI tentang "perkembangan bangsa-bangsa" dan bahwa ekonomi dunia seharusnya melayani semua umat manusia dan tidak hanya sebagian kecil saja. Ensiklik ini dikeluarkan pada tanggal 26 Maret 1967. Dokumen ini menyinggung berbagai prinsip "Ajaran Sosial Katolik": hak akan upah yang adil; hak akan keamanan pekerjaan; hak akan kondisi kerja yang cukup baik dan wajar; hak akan bergabung dengan serikat pekerja dan melakukan unjuk rasa sebagai jalan terakhir; dan tujuan universal dari kekayaan dan harta benda. 7. Octogesima Adveniens (Paus Paulus VI, 1971) Arti “Octogesima” adalah yang ke-80; maksudnya: surat apostolik ini dimaksudkan untuk manandai usia Rerum Novarum yang ke-80 tahun. Paus Paulus VI menyerukan kepada segenap anggota Gereja dan bangsa manusia untuk bertindak memerangi kemiskinan. Soal-soal yang berkaitan dengan urbanisasi dipandang menjadi salah satu sebab lahirnya “kemiskinan baru”, seperti orang tua, cacat, kelompok masyarakat yang tinggal di pinggiran kota, dst. Diajukan ke permukaan pula masalah-masalah diskriminasi warna kulit, asal usul, budaya, sex, agama. Gereja mendorong umatnya untuk 12



bertindak ambil bagian secara aktif dalam masalah-masalah politik dan mendesak untuk memperjuangkan nilai-nilai atau semangat injili dan memperjuangkan keadilan sosial. 8. Convenientes ex Universo atau Justicia in Mundo (Sinode Uskup, 1971) Dokumen ini banyak diinspirasikan oleh seruan keadilan dari GerejaGereja di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Secara khusus pengaruh pembahasan tema “Liberation” oleh para uskup Amerika Latin di Medellin (Kolumbia). Keadilan merupakan dimensi konstitutif pewartaan Injil. Dalam menghadapi situasi sekarang, seperti yang ditandai oleh dosa besar ketidakadilan,



kita



menyadari



baik



tanggung



jawab



kita



dan



ketidakmampuan kita untuk mengatasinya dengan kekuatan kita sendiri. Situasi seperti ini mendorong kita untuk mendengarkan dengan hati yang rendah hati dan terbuka untuk Firman Allah, karena Ia menunjukkan kita jalan baru terhadap tindakan di jalan keadilan di dunia. Para anggota Gereja, sebagai anggota masyarakat, memiliki hak yang sama dan tugas untuk mempromosikan baik seperti warga umum lainnya. Seorang Kristen harus memenuhi kewajiban duniawi mereka dengan kesetiaan dan kompetensi. Mereka harus bertindak sebagai ragi di dunia, dalam, kehidupan keluarga mereka profesional, sosial, budaya dan politik. Mereka harus menerima tanggung jawab mereka di wilayah ini di bawah pengaruh Injil dan ajaran Gereja. Dengan cara ini mereka bersaksi kepada kuasa Roh Kudus melalui tindakan mereka dalam pelayanan orang dalam hal-hal yang menentukan bagi eksistensi dan masa depan kemanusiaan. Sementara di kegiatan seperti mereka umumnya bertindak atas inisiatif sendiri tanpa melibatkan tanggung jawab hirarki gerejawi, dalam arti mereka lakukan melibatkan tanggung jawab Gereja yang anggotanya mereka. 9. Laborem Exercens (Paus Sto. Yohanes Paulus II, 1981) Laborem Exercens adalah sebuah ensiklik yang ditulis oleh Paus Yohanes Paulus II di tahun 1981 mengenai pekerjaan manusiawi. Ensiklik ini merupakan bagian dari sebuah kumpulan tulisan yang dikenal dengan 13



nama "Ajaran Sosial Katolik", yang asal-usulnya bisa ditelusuri pada dokumen Rerum Novarum yang dikeluarkan oleh Paus Leo XIII di tahun 1891. Di dalamnya ia mengembangkan konsep martabat manusia dalam pekerjaan, penataan dalam empat poin: subordinasi bekerja untuk manusia; keunggulan pekerja atas seluruh instrumen dan pengkondisian yang secara historis merupakan dunia kerja, hak-hak manusia orang sebagai faktor penentu dari semua proses sosial-ekonomi, teknologi dan produktif, yang harus diakui, dan beberapa elemen yang dapat membantu semua orang mengidentifikasi dengan Kristus melalui pekerjaan mereka sendiri. 10. Centesimus Annus (Paus Sto. Yohanes Paulus II, 1991) Centesimus Annus (bahasa Latin yang berarti "seratus tahun") adalah sebuah ensiklik yang ditulis Paus Yohanes Paulus II pada 1991, pada saat perayaan ke-100 dari Rerum Novarum. Ensiklik ini merupakan bagian dari tulisan mengenai Ajaran sosial Katolik, yang bermula dari Rerum Novarum, yang dikeluarkan oleh Paus Leo XIII pada 1891, dan terutama Perjanjian Baru. Menandai ulang tahun Rerum Novarum yang ke-100. Dokumen ini memiliki jalan pikiran yang kurang lebih sama, paradigma yang ditampilkan dalam Rerum Novarum untuk menyimak dunia saat ini. Perkembangan baru berupa jatuhnya komunisme dan sosialisme-marxisme di wilayah Timur (Eropa Timur) menandai suatu periode baru yang harus disimak secara lebih teliti. Jatuhnya sosialisme-marxisme tidak berarti kapitalisme dan liberalisme menemukan pembenarannya. Kesalahan fundamental dari sosialisme ialah tiadanya dasar yang lebih manusiawi atas perkembangan. Martabat dan tanggung jawab pribadi manusia seakan-akan disepelekan. Di lain pihak, kapitalisme bukanlah pilihan yang tepat pula. Perkembangan yang mengedepankan eksplorasi kebebasan akan memicu ketidakadilan yang sangat besar. Centesimus Annus mengurus pula soal-soal lingkungan hidup yang menjadi permasalahan menyolok pada zaman ini.



14



11. Caritatis in Veritate (Paus Benediktus XVI, 2009) Caritas in Veritate adalah sebuah ensiklik sosial, seperti banyak ensiklikensiklik sosial yang lain sebelumnya, mulai dari Rerum Novarum dari Paus Leo XIII (1891) [2]. Di dalamnya, pandangan teologi, filsafat, ekonomi, ekologi dan politik dikemas secara serempak dan kompak guna mengartikulasikan suatu ajaran sosial yang menempatkan pribadi manusia pengembangan dirinya secara utuh dan dengan demikian juga kesehatannya yang konkret pada pusat segala sistem dunia yang membahas pemikiran dan kegiatan manusia. Penyelamatan setiap manusia itu juga yang menjadi pusat dari perutusan dan pelayanan Yesus Kristus, yakni sebagai pewahyuan cinta-kasih Bapa (Yoh. 3:16) dan kebenaran dari penciptaan manusia sebagai gambaran citra Allah serta panggilannya yang transenden kepada kekudusan dan kebahagiaan bersama Allah. Inilah tatanan terpadu dari kedua gagasan kasih dan kebenaran [3], yang menjadi ilham dari ensiklik ini. Kasih dan kebenaran bukan saja menjadi dasar dari jantung perutusan dan pelayanan Yesus; tetapi juga berpadanan dengan sifat hakiki dan kegiatan hidup manusia di dunia ini. Pribadi manusia adalah suatu “anugerah dan kasih dari Allah” yang dipanggil oleh Allah juga, untuk “menjadi suatu anugerah dan kasih” sendiri pula. Dinamika kasih yang diterima sebagai anugerah inilah yang telah melahirkan Ajaran Sosial Gereja, yang adalah juga Kasih dalam Kebenaran dalam masalah-masalah sosial”.



C. Prinsip Dasar Ajaran Sosial Gereja Yang dimaksudkan dengan prinsip-prinsip dasar ASG adalah sejumlah konsep atau gagasan pokok yang menjadi dasar dan acuan bagi upaya penataan system dan struktur serta pola-laku sosial manusia dalam suatu masyarakat sehingga yang dihasilkannya adalah suatu system, struktur dan pola-laku yang menyokong serta memudahkan terwujudnya kesejahteraan umum. Prinsip-prinsip ini menegaskan kebenaran tentang suatu masyarakat yang menantang setiap pribadi, setiap suara hati, untuk peduli dan terlibat dalam 15



tanggungjawab yang menyangkut kesejahteraan dan kebaikan semua orang. Manusia sebenarnya tidak dapat menghindar dari hal itu mengingat manusia adlaah makhluk moral dan makhluk sosial. Sehingga tuntutan moral dari prinsip-prinsip itu sungguh mengena pada perilaku pribadi dan perilaku sosial manusia. 1. KESEJAHTERAAN UMUM 1.1. Makna dan Implikasi GS 26 : kesejahteraan umum adalah “keseluruhan kondisi masyarakat yang memungkinkan baik kelompok-kelompok maupun anggota-anggota perorangan untuk secara lebih penuh dan pebih lancer mencapai kesempurnaan mereka sendiri”. Implikasi : kesejahteraan umum bukan jumlah dari keksejahteraan setiap pribadi atau kelompok-kelompok. Tetapi kesejahteraan baik pribadi maupun masayrakat secara keseluruhan yang diperoleh, ditingkatkan dan dilestarikan secara bersama-sama. Kesejahteraan umum adalah dimensi sosial dan komunal dari kebaikan moral. 1.2. Tanggungjawab demi kesejahteraan umum. Perwujudan keksejahteraan umum erat kaitannya dengan komitmen pada perdamaian, manajemen kekuasaan Negara, system peradilan dan hukum, leingkungan hidup, sarana dan infrastruktur public, sandang-panganpapan, kesehatan, pendidikan, kebudayaan dan kebebasan (beragama) (GS 26). Selain itu amat penting juga kerja sama dan solidaritas antar angsa (MM 421). Kesejahteraan umum harus mengena pada semua anggota masyarakat tanpa kecuali baik dalam partisipasi sesuai dengan kemampuan dan talentanya maupun dalam menikmati buah-buah usaha pembangunan dan kemajuan bersama (MM 417, OA 46, KGK, 1913). Setiap orang berhak menikmati kondisi-kondisi kehidupan sosial yang dihasilkan oleh pencarian akan kesejahteraan umum, sebagaimana dikatakan Pius XI: “Pemertaan harta benda tercipta yang, seperti setiap orang bernalar tahu, dewasa ini mengalami situasi yang buruk sekali akibat perbedaan amat besar antara kelompok kecil yang kaya raya dan mereka yang serba tak 16



punya dan tak terbilang jumlahnya, harus dikembalikan kepada kesesuaian dengan norma-norma kesejahteraan umum, yakni keadilan sosial” (QA 197). 1.3. Tugas mewujudkan kesejahteraan umum Selain tugas masing-masing pribadi, perwujudan kesejahteraan umum adalah tugas Negara, karena Negara ada untuk mewujudkan kesejahteraan umum (KGK 1910). Negara berkewajiban menjamin sinerji, kesatuan dan penataan masyarakat sipil karena masyarakat warga terlibat wujud nyatanya dalam Negara sehingga setiap pribadi dapat lebih mudah berpartisipasi mewujudkan kesejahteraan umum itu (GS 74; RH 17). Dalam mewujudkan kesejahteraan umum maka pemerintah harus menyelaraskan kepentingan setiap sektor yang berbeda-beda demi trcapainya keadilan (KGK 1908). Dalam suatu Negara demokrasi panduan penyelerasan itu tidak boleh hanya berdasarkan keinginan mayoritas, tetapi kesejahteraan efektif setiap pribadi termasuk kelompok minoritas.



2. TUJUAN SOSIAL-UNIVERSAL HARTA BENDA 2.1. Makna GS 69 : “Allah menghendaki, supaya bumi beserta segala isinya digunakan oleh semua orang dan sekalian bangsa, sehingga harta benda yang tercipta dengan cara yang wajar ahrus mencapai semua orang, berpedoman pada keadilan, diiringi dengan cinta kasih” – bdk. Kej. 1:2829. Bumi adalah karunia Allah yang pertama untuk menjadi sumber hidup bagi semua manusia (CA 31). Manusia tak dapat hidup tanpa sumbersumber hidup yang diperolehnya dari bumi.Inilah yang dimaksud dengan “tujuan universal” harta benda. Setiap orang memiliki akses yang sama pada sumber-sumber hidup dari bumi untuk kesejahteraan hidupnya (pribadi dan bersama). Inilah prinsip utama etika sosial: bahwa semua orang berhak atas harta benda yang bersumber dari dumi (LE 19); hal ini juga merupakan asas yang khas dalam ajaran sosial Kristen (SRS 42). Ciri universal harta benda ini tidak berarti bahwa semua orang harus 17



mempunyai hal yang sama dan bahwa segala sesuatu harus tersedia bagi semua. Perlu pengaturan dan intervensi dasar dari institusi yang legitim dan sah secara public, serta diatur secara yuridis sehingga perwujudan hak dasar



itu



tidak



saling



meniadakan



hak



satu



sama



lain.



Pada level tatanan ekonomi, ciri universal harta milik sebenarnya merupakan prinsip moral agar pengelolaan dan penataan ekonomi harus bermuara pada kebaikan dan kesejahteraan untuk semua, sehingga tercipta dunia yang adil dan solider. Prinsip ini juga seklaigus merupakan suatu imperative untuk suatu partisipasi bagi semua pengembangan dan pembangunan ekonomi berkeadilan di mana setiap orang memiiliki andil bagi kesejahteraan bersama. “Di mana setiap individu bisa member dan menerima, dan di mana kemajuan dari beberapa kalangan tidak akan lagi menjadi kendala bagi perkembangan kalangan lain, bukan pula sebuah dalih bagi perbidakan mereka” (Liberatatis Conscientia, 90). Prinsip ini mengajarkan



kita



untuk



mengatasi



godaan-godaan



sebagaimana



ditemumukan dalam Injil (Mt.1:12-13; 4:1-11:Lk 4:1-13). 2.2. Milik Pribadi CA 33 : “Begitulah manusia menjadikan miliknya sebagian bumi yang diperolehnya dengan bekerja. Itulah asal mula milik perorangan”. Milik pribadi, “member setiap orang ruang yg perlu untuk mengembangkan otonomi pribadi maupun keluarganya, dan harus dipandang bagaikan perluasan kebebasan manusiawi … ikut mendorong pelaksanaan tugas kewajiban yang merupakan suatu syarat bagi kebebasan warga masyarakat” (GS 71). ASG (CA 6) mengajarkan bahwa harta milik harus bisa dijangkau secara merata bagi semua orang. Tetapi Gereja mengajarkan bahwa hak milik pribadi itu tidak mutlak. RN mengajarkan bahwa hak milik pribadi itu sekunder terhadap hak atas penggunaan bersama (RN 11). Hal itu didasarkan pada KS yang menegaskan bahwa segala sesuatu adalah milik Allah diciptakan dan disediakan untuk semua manusia agar mereka hidup baik. Milik pribadi bahkan merupakan prasyarat bagi terpenuhinya tujuan universal harta benda (PP 22-23). 18



Setiap milik pribadi memiliki fungsi sosial yang terarah kepada pemenuhan kesejahteraan umum. GS 69 mengingatkan bahwa setiap orang harus memandang bahwa harta yg dimilikinya tidak saja mesti erguna bagi dirinya tetapi juga bagi sesamanya. Setiap orang tidak boleh mendewakan harta miliknya (Mt 6:24; 19:21; Lk.16:13). 2.3. Harta Milik dan pilihan mengutamakan orang miskin Prinsip tentang tujuan universal harta milik menuntut bahwa mereka yang miskin dan tak beruntung harus mendapatkan atau diberi perhatian khusus. Pilihan mengutamakan orang miskin adalah bagian utuh dari tanggungjawab sosial kita berkaitan dengan harta miliki kita (SRS 42). Kondisi kemiskinan dan kelaparan memperlihatkan kondisi kerapuhan kodrati manusia serta kebutuhannya akan keselamatan (KGK 2448). Kepedulian pada orang miskin adalah mandat atau kepercayaan yang diberikan Kristus kepada kita, karena jika kita tidak peduli maka kita akan agal sebagai pengikut Kristus. Kepedulian kita pada orang miskin diilahmi oleh Sabda Bahagia (Mt.5:1-11); perhatian Yesus sendiri kepada orang miskin. Mesti dipahami bahwa kemiskinan juga mencakup kemiskinan baik material maupun spiritual (religious dan budaya). Apa yg kita terima adalah anugerah karena itu kita pun harus memberikannya dengan CumaCuma (Mt.10:8). KGK mengingatkan juga bahwa dengan member kepada orang miskin, sesungguhnya kita mengembalikan apa yang menjadi hak mereka dan bukan hak kita, yang harus kita kembalikan demi keadilan dan dalam kasih (AA 8). Perbuatan baik kepada orang miskin adalah bagian utuh ibadat kita dan buah iman (Yak 127: 5:1-6).



3. SUBSIDIARITAS Prinsip subsidiaritas merupakan prinsip yg klasik dalam ASG. Dimaksudkan untuk melindungi orang dari penyalahgunaan kekuasaan oleh kekuasaan atau otoritas yg lebih tinggi; sebaiknya harus membantu individu dan kelompok agar mereka dapat melaksanakan kewajiban mereka. Prinsip ini bertentangan dengan sentralisasi dan birokratisasasi. 19



Prinsip subsidiaritas berarti bahwa suatu lembaga dalam tatanan yang lebih tinggi harus memberikan pertolongan “subsidium”, untuk mendukung, memajukan dan mengembangkan apa yang dilakukan dan diprakarsai kelompok yang lebih rendah. Konrketnya, prinsip subsidiaritas, dipahami sebagai bantuan ekonomi, kelembagaan atau hukum yang ditawarkan kepada kesatuan-kesatuan sosial yang lebih rendah, sehingga bantuan itu menignkatkan dan memajukan apa yang sudah dimulai, dikerjakan atau diprakarsai kelompok lebih rendah, tanpa mengambil-alihnya. Tentang subsidiaritas QA menuliskan: “kelirulah merebut dari orang perorangan dan mempercayakan kepada masyarakat apa yang dapat dilaksanakan daya upaya dan usaha swasta, begitu pula tidak adillah, suatu yang berat dan gangguan tata tertib yang wajar, bisa suatu perserikatan yang lebih luas dan lebih tinggi mengakukan dirinya bagi fungsi-fungsi yang dapat dijalankan secara efisien organisasi-organisasi yang tidak sebesar itu dan bersifat bawahan. Sebab setiap kegiatan sosial pada hakikatnya harus menyelenggarakan bantuan bagi pera anggota lembaga sosial, dan jangan pernah menghancurkan dan menyerap mereka” (QA; CA 48).



4. PARTISIPASI Pada level antar bangsa, partisipasi bangsa-bangsa tetap merupakan sesuatu yang niscaya bagi perwujudan kesejahteraan umum atau keadilan atas dasar solidaritas. Partisipasi warga bukan saja merupakan hal penting demi tanggungjawab bersama untuk kesejahteraan umum, partisipasi adalah juga basis bagi suatu tatanan masyarakat demokratis dan penjamin kelestarian demokrasi. Demokrasi mesti bercorak partisipatif (CA 46) di mana masyarakat sipil dilibatkan dan diberitahu tentang pelbagai macam kebijaksanaan yang menyangkut kehidupan mereka secara keseluruhan. Partisipasi menjamin baik pribadi maupun masyarakat untuk bersama-sama peduli dan terlibat memberikan kontribusinya yang beragam bagi pemenuhan kesejahteraan umum. Partisipasi memperlihatkan keberadaan manusia sebagai 20



makhluk pribadi dan sosial. Dalam partisipasi pribadi tidak hilang dalam kebersamaan; dan kebersamaan tidak tunduk pada individu. Partisipasi adalah sintesa antara invidualisme dan sosialisme. Partisipasi merupakan basis masyarakat komunitarian.



5. SOLIDARITAS Solidaritas menegaskan sejumlah cirri dasar manusia sebagai makhluk sosial, setara dalam hak dan martabat. Solidaritas membawa pribadi, masyarakat atau Negara kepada kesatuan yg teguh. Dunia masa kini ditandai ketergantungan yang membuahkan ketidakadilan, ketimpangan, eksploitasi, penindasan dan pelbagai macam penyakit sosial lainnya. Kondisi yang negative seperti ini menuntut adanya suatu etika sosial yang mendorong terciptanya kesadaran etis untuk menata ulang relasi antar bangsa atau kelompok, sehingga mencegah terus berkembangnya hal-hal negative di atas. Solidaritas mengandung dua unsur utama: prinsip sosial dan kewajiban moral. Solidaritas sebagai suatu prinsip sosial harus menjadi suatu kewajiban moral yang membantu masyarakat warga menata struktur-strukturnya dengan semangat solidaritas. Kalau struktur yang menciptakan ketergantungan merupakan struktur-struktur dosa, maka struktur berdasarkan solidaritas adalah struktur yang memerdekakan. Mengapa? Karena solidaritas, “bukan suatu perasaan belaskasih yang samar-samar atau rasa sedih yang dangkal karena nasib buruk sekian banyak orang, dekat maupun jauh. Sebaliknya, solidaritas ialah tekad yang teguh dan tabah untuk membaktikan diri kepada kesejahteraan umum, artinya kepada kesejahteraan semua orang dan setiap orang perorangan karena itu semua sungguh bertanggungjawab atas semua orang” (SRS 38) solidaritas merupakan kewajiban moral karena tertuju kepada kesejahteraan dan berintikan keadilan serta pengorbanan, kehilangan diri sendiri dan tidak mencari kepentingan diri sendiri (bdk. Mt 10:4o-42; 20:25 dsj.). Dari definisi solidaritas dapat ditemukan bahwa solidaritas berhubungan dengan kesejahteraan umum; dgn tujuan universal harta benda; kesetaraan 21



semua manusia dan bangsa serta berhubungan dengan perdamaian. Solidaritas membuahkan kesatuan, komitmen, totalitas dan pengorbanan. Solidaritas sejati sebenarnya diperlihatkan oleh Yesus sendiri (Filipi 2:8); solidaritas Allah pada manusia – Immanuel – Allah beserta kita. Dalam Yesus Kristus solidaritas tak dipisahkan dari kasih (GS 32).



D. Nilai-Nilai Moral Dasar Dalam ASG 1. Cinta kasih Cinta kasih tampak dalam Rerum Novarumsebagai dasar dan mesin utama pendorong kepedulian Gereja bagi hidup bermasyarakat. Gejala ini mencerminkan kesetiaan Gereja dalam tugas panggilannya yang harus menolong kaum tak berdaya, kecil dan tertindas untuk meraih kesejahteraan mereka. Kehidupan murid-murid pertama pada zaman Gereja Purba, memberikan contoh bagi hidup persaudaraan sejati atas dasar saling bantu dan mereka hidup saling serasi diantara sesame Kristiani. “Tidak ada seorangpun yang kekurangan diantara mereka” (Kis. 4:34). Seraya menjabarkan kasih ini kedalam kehidupan nyata, Gereja menjadi ibu bagi semua orang miskin dan kayya. Sebagai ibu, Gereja memperhatikan semua orang, semua golongan dan semua pihak dalam hidup sosial. Gereja diilhami dan disemangati oleh kepahlawanan kasih yang tidak menyingkirkan korban kekerasan dan ketidakadilan tanpa memberikan pertolongan. Dalam Rerum Novarum, Paus Leo XIII mengatakan bahwa cinta kasih pertama-tama ditandai oleh kemurahan hati seseorang dan kesediaannya berkorban bagi orang-orang lain. Kasih tetap tegar melawan semua bentu kebanggaan dan egoism di dunia. Cinta kasih tidak mementingkan diri sendiri dan tidak mengingat-ingat kesalahan orang lain. Dalam dirinya cinta kasih merupakan intisari Kabar Baik. Cinta kasih mendatangkan keselamatan yang merangkul seluruh dunia dan segenap kandungan didalamnya. Paus Yohanes XXIII dalam Mater et magistra menyatakan bahwa kasih akan Allah menjadi sumber cinta kasih Kristiani. Pentingnya makna cinta kasih ini dapat dinilai dari sikap seseorang terhadap Allah, sebab cinta kasih 22



berasal dari Dia. Yang sungguh-sungguh mencintai Allah dengan sendirinya, akan mencintai sesame manusia sebagai amkhluk ciptaan-Nya. Mencintai ciptaan-Nya berarti mencintai Sang Pencipta. 2. Keadilan Sosial Gagasan tentang keadilan dalam hubungan sosial dengan kepentingankepentingan manusia yang pada hakikatnya saling terkait dan berdasarkan martabat manusia. Nilai moral menuntun manusia untuk saling menghormati martabat dan hak-hak manusia dalam setiap bidang hidup. Seorang manusia selalu butuh dipandang sebagai manusia. Keadilan sejati menuntut agar setiap orang dilihat dan dihargai sebagai makhluk Allah. Semua manusia termasuk hamba dan pekerja, dalam keadaan apapun hendaknya tidak diperbudak. Mereka adalah manusia dan makhluk ciptaan Allah yang memiliki kekudusan dalam dirinya. Keadilan merupakan kaidah dasar hubungan sosial dalammenghapus dan mencegah aneka bentuk kerenggangan sosial. Keadilan yang sama juga ditekankan pada semua tingkat hubungan sosial antar umat manusia. Bila azas keadilan diterapkan pada situasi sosial konkrit, semua kegiatan usaha dalam kelompok sosial meningkat baik. Dewasa ini keadilan lebih dituntut dalam sector-sektor konflik kepentingan daripada disektor-sektor lain. Keadilan dalam ASG adalah suatu kebajikan yang melampaui kebajikan perorangan. Menurut Paus Paulus VI, keadilan merupakan nilai moral yang membangun semua hubungan hidup bersama dalam setiap bidang kehidupan: ekonomi, sosial, politik, budaya, dan agama. Nilai ini secara halus mengharuskan semua orang, keluarga, dan kelompok sosial dalam proses mencapai kesejahteraan bersama, yang berbeda dengan kesejahteraan perorangan. Dimensi sosial mendapat penekanan dalam keadilan dan itu berasal dari gagasan akan perdamaian. Dalam pengantar Rerum Novarum, Paus Leo XIII mengemukakan gagasan tentang keadilan dan kesetaraan sebagai prinsip-prinsip dasar dalam memecahkan dan megatasi masalah-masalah sosial pada akhir abad ke XIX. Keadilan harus terdapat diantara kaum kaya dan kaum miskin. Sesuai etika, 23



hendaknya keadilan diterapkan dalam sector distribusi dan menjadi sarana pembela martabat manusia. Sebagai pengganti Paus Leo XIII, Paus Pius XI mengikuti alur pikir yang sama seperti pendahulunya. Hubungan antara pemimpin dan karyawan harus berdasarkan keadilan. Hubungan inilah ynag menentukan upah bagi para karyawan. Menentukan besarnya upah harus berdasarkan kepatutan tiga unsur berikut ini: (1) Kebutuhan karyawan dan keluarga; (2) kondisi pabrik/tempat kerja; (3) tuntutan-tuntutan kesejahteraan umum. Paus Pius XI mengatakan bahwa hubungan pribadi antara majikan dan karyawan tak tergantikan oleh ketentuan resmi apapun. Hubungan manusiawi tinggal tetap tak berubah untuk selamanya sebgai dasar keadilan. 3. Bebas Merdeka Lahirnya gagasan ini sangat terkait dengan dimensi hakiki perutusan Gereja, yaitu mengembangkan martabat dan kemerdekaan manusia sebagai bagian nilai-nilai Injili. Oleh karena itu untuk mendapatkan pengertian yang cukup mengenai gagasan kebebasan dalam ASG, perlu dipelajari dua dari ensiklik oleh Paus Leo XIII, yang diterbitkan sebelum Rerum Novarum, yaitu: Immortale Dei (Negara menurut Konstitusi Kristiani, 1 November 1885) dan Libertas (Kodrat kebebasan manusia, 20 Juni 1888). Kedua ensiklik ini secara khusus dipilih karena dengan jelas dan tegas Paus Leo XIII menyebut kebebasan dengan merujuk pada Rerum Novarum dank arena ensiklik-ensiklik itu diterbitkan demi kebaikan Gereja dan untuk keselamatn bersama umat manusia. Merujuk ajaran kebebasan Paus Leo XIII sekurang-kurangya terdapat tiga tafsiran utama: Pertama Andrea Oddone, penulis “Budaya Katolik”, melukiskan Gereja Katolik sebagai “penjaga” kebebasan sejati para warganya ketika gereja berjuang menentang tindakan sewenang-wenang Negara. Dia menulis,Paus Leo XIIIdalam Ensikliknya “Libertas” menegaskan bahwa kelihatan semakin besar pengaruh Gereja dalam memelihara dan melindungi kebebasan sipil dan politik bangsa-bangsa, baik dengan menghapus perbudakan, baik dengan memulihkan keluarga, baik dengan menentag 24



kesewang-wenangan pemerintah dan melindngi orang tak bersalah dan orang lemah terhadap tindakan kekerasan oleh orang kuat, maupun dengan mengalahkan sedemikian banyak peraturan politik yang menggangu dinegaranegara dengan persamaan derajat yang disukai oleh warga dan disegani oleh kekuatan asing. Kedua, dalam analisis ajaran Paus Leo XIII mengenai kebebasan, Vicenzo mangano menulis bahwa ditemukan adanya perbedaan ynag jelas antara kebebasan yang dikehendaki Tuhan dan kebebasan ynag disalah-gunakan manusia yang mendatangkan sebegitu banyak masalah dan kesalahan. Ketiga, para penulis dewasa ini memiliki pandangan berbeda atas ajaran Paus Leo XIII mengenai kebebasan. Menurut Charles E. Curran, Paus Leo XIII mencela kebebasan modern. Paus ini tidak termasuk pembela kebebasan sipil dan kebebasan modern. Segaris dengan Curran, Paul Sigmun mencatat, Paus Leo XIII menegaskan kembali kecaman-kecaman para pendahulunya terhadap tidak adanya kebebasan beribadah, menyatakan diri, dan mengajar, dengan menuduh kaum liberal menjadikan “Negara berkuasa mutlak dan mahakuasa” dan menyatakan hendaknya orang hidup sama sekali tidak tergantung kepada Allah.



25



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Ajaran Sosial Gereja merupakan mpulan aneka dokumen (umumnya disebut ensiklik) yang dikeluarkan oleh Magisterium Gereja dan berbicara tentang persoalan-persoalan sosial. Ajaran sosial Gereja sebenarnya adalah ajaran Gereja yang diperuntukkan bagi kebaikan bersama (common good) dalam masyarakat, untuk mengarahkan masyarakat kepada kebahagiaan. 2. Bentuk-bentuk ajaran sosial gereja adalah Rerum Novarum (Paus Leo XIII, 1891), Quadragesimo Anno (Paus Pius XI, 1931), Mater et Magistra (Paus Yohanes XXIII, 1961), Pacem in Terris (Paus Yohanes XXIII, 1963), Gaudium et Spes (Konsili Vatikan II, 1965), Populorum Progressio (Paus Paulus VI, 1967), Octogesima Adveniens (Paus Paulus VI, 1971), Convenientes ex Universo atau Justicia in Mundo (Sinode Uskup, 1971), Laborem Exercens (Paus Sto. Yohanes Paulus II, 1981), Centesimus Annus (Paus Sto. Yohanes Paulus II, 1991) dan Caritatis in Veritate (Paus Benediktus XVI, 2009). 3. Yang termasuk dalam Prinsip Ajaran Sosial Gereja adalah kesejahteraan umum, tujuan sosial- universal harta benda, subsidiaritas, partisipasi dan solidaritas.



B. Saran Sebagai umat katolik sudah sewajibnya kita menerapkan semua ajaran sosial gereja di dalam kehidupan kita sehari-hari dengan mewujudkannya berdasarkan prinsip dasar ajaran sosial gereja.



26



DAFTAR PUSTAKA



Kompendium Ajaran Sosial Gereja. http://www.vatican.va/roman_curia. Diakses pada 19 Oktober 2017. Listiati, Ingrid. 2008. Apakah Itu Ajaran Sosial Gereja http://www.katolisitas.org diakses pada 19 Oktober 2017. Ordo Fratum Capucinorum Medan Province. 2016. Prinsip-Prinsip Dasar Ajaran Sosial Gereja. http://jpickapusinmedan.or.id/ diakses pada 19 Oktober 2017. Surat Kardinal Angelo Sodano, Sekretaris Negara Vatikan kepada Kardinal Renato Raffaele Martino, Ketua Komisi Kepausan Untuk Keadilan dan Perdamaian, 2004, dalam http://www.vatican.va/roman_curia. Yolando, A.P., dkk, 2015, Makalah Ajaran Sosial Gereja. Universitas Negeri Yogyakarta.



27