Amenorea Primer Fix [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

I.



PENDAHULUAN Pubertas adalah perubahan fisik, emosional dan karakteristik seksual dari fase anak-anak dan remaja. Transisi ini terjadi pada remaja perempuan meliputi perubahan payudara, pertumbuhan rambut pubis, pertumbuhan rambut aksilla, percepatan perkembangan dan dimulainya menstruasi atau menarke yang merupakan peristiwa penting pada seorang perempuan. Umumnya siklus pertama menstruasi terjadi pada usia antara 12 atau 13 tahun, dengan 98 % remaja perempuan sudah mengalami menarke sebelum usia 15 tahun. Jarak yang normal antara siklus menstruasi antara 21-45 hari dengan durasi haid 2-7 hari. 1,2 Amenorea adalah masa ketika seorang perempuan tidak mengalami menstruasi pada usia reproduksi. Secara umum amenorea terjadi pada saat perempuan sedang hamil da menyusui. Diluar masa tersebut amenorea terjadi pada masa kanak-kanak dan setelah menopause. 1 Amenorea diklasifikasikan sebagai amenorea primer dan sekunder berdasarkan kapan terjadinya (sebelum atau sesudah menarke). Amenorea didefinisikan primer ketika menarke tidak terjadi di usia 16 tahun pada seorang



anak



perempuan



dengan



perkembangan



tanda-tanda



seks



sekundernya sempurna, atau di usia 14 tahun tanpa perkembangan tandatanda seks sekunder. Amenorea primer umumnya mempunyai sebab-sebab yang lebih berat dan sulit untuk diketahui, seperti kelainan-kelainan kongenital dan genetik.1,2 Angka kejadian amenorea yang bukan disebabkan oleh kehamilan, laktasi dan menopause umumnya hanya berkisar antara 3-4%. Angka kunjungan penderita amenorea primer pertahun umumnya tidak terlalu banyak. Data yang berasal dari pusat rujukan hanya menunjukkan sekitar 10-15 kunjungan per tahunnya. Data dari RS Dr. Cipto Mangunkusumo menunjukkan jumlah yang semakin meningkat tiap tahunnya. Pada tahun 2001, paling tidak terdapat kurang dari 10 kunjungan per tahun. Namun pada tahun 2010 didapatkan hampir 50 kunjungan pertahun . Amenorea 1



primer terjadi pada sebanyak 42 % pasien RSCM yang berumur 17-20 tahun sedangkan pasien yang berumur 16 tahun atau kurang hanya sebesar 13,3 % (2001-2009). Penyebab amenorea primer yang sering adalah< disgenesis gonad (50,4%), gangguan pada hipofisis atau hipotalamus (27,8%), dan abnormalitas pada traktus genitalia (21,8%)1,2 Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui penyebab terjadinya amenorea primer pada perempuan dan bagaimana pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis serta penatalaksanaan berdasarkan etiologinya.



2



II. TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi 1. Hipotalamus Hipotalamus terletak pada dasar otak dan lokasinya di belakang chiasma nervus optikus. Hipotalamus terletak di bawah talamus dan membentuk sebagian dasar dari ventrikel ketiga. Di sebelah lateral, hipotalamus terpisah dari lobus temporalis, dan badan mammillary terlihat secara jelas membentuk batasan posteriornya. Dasar hipotalamus yang bundar dan halus dinamakan tubercinerium. Pada porsi sentral dasar hipotalamus, tubercinerium bergabung dan membentuk tangkai hipofisis berbentuk corong atau tangkai infundibular. Pada origo tangkai hipofisis terdapat area yang dinamakan eminensia mediana. Eminensia mediana kaya dengan pembuluh darah kapiler juga kaya dengan ujung akhir serabut saraf. Ini merupakan lokasi penting untuk menyimpan dan mentransfer sinyal kimiawi dari hipotalamus menuju ke sirkulasi portal hipofisis3. Hipotalamus terdiri dari jaringan saraf di mana di dalamnya sejumlah nuklei dan kumpulan dari berbagai sel dapat dibedakan. Beberapa nuklei ini tersusun dengan baik sedangkan yang lainnya merupakan sekumpulan badan sel saraf yang tidak jelas. Daerah hipotalamus lateral mengandung bundel otak depan medial, yang saling menghubungkan hypotalamic nuclei dengan bagian otak lainnya. Selain input neural tersebut ke dalam hipotalamus, baik darah maupun cairan serebrospinal ”cerebrospinal fluid (CSF)” juga mentranspor informasi kimiawi ke hipotalamus, mengatur beberapa fungsi homeostasis seperti temperatur, tekanan osmosis, hormon dan kadar glukosa3. Berkaitan dengan reproduksi, area preoptika, area hipotalamus anterior, nukleus arkuatus dan eminensia mediana merupakan nukleus hipotalamus yang berpartisipasi dalam pembentukan sinyal neuro-hormon. Eminensia mediana membentuk jalur umum akhir untuk integrasi stimuli neural dan humoral yang berasal dari pusat susunan saraf (central nervous system) yang lebih tinggi3.



3



Hormon hipotalamus Hipotalamus merupakan sumber peptida yang menstimulasi atau menghambat pelepasan hormon oleh kelenjar hipofisis anterior. Yang termasuk hormon stimulator adalah: Thyrotropin-releasing-hormone (TRH), Growthhormone-releasing-hormone (GHRH), Corticotropin-releasing-hormone (CRH), dan Gonadotropin-releasing-hormone (GnRH). Saat ini diketahui bahwa GnRH menstimulasi sekresi FSH maupun LH dari kelenjar hipofisis anterior. Yang termasuk hormon penghambat adalah: Growth-hormone-inhibiting-hormone, atau sering dinamakan somatostatin. Somatostatin juga menghambat pelepasan TRH yang terstimulasi oleh tirotropin. Selain itu hormon prolaktin yang disekresi oleh hipofisis anterior juga terhambat oleh dopamin sebagai prolactininhibiting factor (PIF) hipotalamik primer , namun selain itu GnRH – associated peptide (GAP) dari eminensia mendiana juga berpotensi sebagai penghambat sekresi prolaktin3. Seperti yang ditunjukkan pada beberapa pengambilan contoh darah perifer, produk hormon hipofisis, hormon hipotalamik, GHRH, CRH, TRH, dan GnRH, tampaknya dilepaskan dengan cara pulsatile. Selain itu, CRH menunjukkan variasi diurnal, kemungkinan dari input neural dari sistem limbik otak3. 2. Hipofisis Kelenjar hipofisis terletak di bawah hipotalamus dan kiasma nervus optikus (optic chiasm) dan berada dalam sella tursika pada dasar tulang kranium. Ukurannya 1,2 x 1,0 x 0,6 cm dan beratnya 500-900 mg. Kelenjar hipofisis di bagi menjadi lobus anterior yang juga dikenal dengan nama adenohipofisis, dan lobus posterior yang juga dikenal dengan nama neurohipofisis. Selain itu, terdapat sebuah area kecil di antara dua lobi yang dinamakan pars intermedia. Area ini bertanggung jawab terhadap sekresi melanocyte-stimulating-hormone (MSH). Secara embriologis lobus anterior dan posterior benar-benar terpisah, dan masing-masing mereka berkembang secara mandiri, lobus posterior atau 4



neurohipofisis berkembang melalui proses perkembangan ke bawah pada dasar otak, sedangkan lobus anterior atau adenohipofisis berasal dari bagian atas faring embrional yang dinamakan Rathke’s pouch3. Hormon Kelenjar Hipofisis Anterior - Hormon pertumbuhan (Growth Hormone) Sekresi GH oleh sel somatotrop diatur oleh GHRH dan somatostatin, keduanya



disekresi



oleh



hipotalamus.



Efeknya



meliputi



regulasi



pertumbuhan dan perkembangan serta metabolisme intermediate. Efek ini tampaknya dimediasi oleh beberapa faktor pertumbuhan3. -



Prolaktin Prolaktin disintesis oleh sel laktoprop dari kelenjar hipofisis anterior dan



sekresinya berada dibawah kendali inhibitor dari hipotalamus. Identifikasi prolactine-inhibiting factor (PIF) tidak diketahui dengan jelas. Saat ini, dopamin yang dikeluarkan langsung ke dalam sirkulasi portal hipofisis tampaknya memerankan peran inhibitornya. Namun isolasi peptida saat ini dengan aktivitas penghambatan prolaktin yang kuat telah didapatkan. Pepetida tersebut merupakan fragmen dari sebuah prohormon yang lebih besar yang juga termasuk GnRH. Fragmen ini disebut GnRH-associatedpeptide (GAP) 3. Meskipun tidak didapatkan faktor sekresi khusus saat ini yang teridentifikasi, namun TRH merupakan stimulator yang kuat untuk sekresi prolaktin. Prolaktin berhubungan erat dalam struktur untuk pertumbuhan hormon, dan secara umum dapat memainkan peran sebagai hormon pertumbuhan. Selain itu, prolaktin memainkan peran penting selama kehamilan untuk perkembangan payudara saat persiapan laktasi. Tampaknya prolaktin bekerja sama dengan estrogen dan progesteron untuk menimbulkan proliferasi saluran dalam apyudara (mammary duct) dan alveoli. Meskipun prolaktin tidak diperlukan untuk pemeliharaan korpus luteum pada manusia seperti pada spesies lainnya, tampaknya bila terjadi hiperprolaktinemia akan



5



mempengaruhi fungsi reproduksi. Banyak kasus an-ovulasi atau disfungsi korpus luteum sebagai akibat sekresi berlebihan dari prolaktin3. -



Thyroid-Stimulating Hormone (Thyrotropin, TSH) Kelenjar tiroid berada di bawah kendali TSH. Sekresi tirotropin diatur



langsung oleh hipotalamus melalui TRH tripeptida. TSH merupakan regulator utama dari thyroxine dan triiodothyronine yang disekresi oleh kelenjar tiroid. Hormon tiroid ini memodulasi sekresi TSH dengan feedback loop (umpan balik) yang mempengaruhi sekresi TRH dari hipotalamus maupun TSH dari kelenjar hipofisis anterior3. -



Gonadotropins (LH dan FSH) Sel gonadotrop mengandung LH dan FSH, meskipun bukti menunjukkan



bahwa beberapa sel lebih cenderung hanya mengeluarkan satu jenis hormon gonadotropin. FSH merupakan hormon yang sangat berperan dalam terjadinya haid. Sintesis dan sekresi Hormon gonadotropin berada di bawah pengaruh sekresi pulsatil GnRH dari hipotalamus. Selain itu perlu dicatat bahwa terjadi regulasi umpan balik sintesi gonadotropin sebagai akibat dari hormon steroid yang diproduksi oleh ovarium dan testis. Hormon gonadotropin adalah glikoprotein sehingga mengandung residu glukosa pada backbone protein. Tingkat glikolisasi dari hormon ini mempengaruhi halflife



plasmanya dan kemungkinan ikatannya, sehingga mempengaruhi



aktivitas biologisnya3. -



Adrenocorticotropin (ACTH) Sekresi ACTH oleh sel kromofob dari kelenjar hipofisis anterior berada



dibawah pengaturan CRH yang disekresikan oleh hipotalamus. Fungsi utama dari ACTH adalah untuk mengatur produksi kortikosteroid oleh korteks adrenal. Sekresi androgen oleh kelenjar adrenal juga pada tingkat tertentu diatur oleh ACTH, meskipun pengaturan ini tidak dikendalikan secara ketat seperti kortikosteroid. Selain itu mineralokortikoid disintesis dan disekresi oleh kelenjar adrenal, namun proses ini bersifat independen 6



dari ACTH dan tergantung pada mekanisme regulator lainnya. Gangguan kelenjar adrenal dapat sangat mempengaruhi sistem reproduksi3. -



Melanocyte-stimulating hormone (MSH) Fungsi MSH masih sedikit yang dipahami pada saat ini. Meskipun



hormon ini dikenal hanya memainkan peran dalam pigmentasi kulit dengan menstimulasi melanosit untuk memproduksi melanin , namun diduga perannya jauh lebih luas. Hal ini diperkirakan menjadi penting karena MSH terkait dengan POMC dan oleh karena itu terkait langsung dengan βlipotrofin dan endorfin. Oleh karena itu, MSH harus dipandang sebagai bagian dari sistem opiat. Telah banyak diketahui bahwa peptida opiat memiliki dampak yang sangat kuat pada fungsi hipotalami-pituitari. Sebagai contoh β-endorfin atau enkefalin dapat menstimulasi sekresi prolaktin dan dapat menghambat sejresi LH. Selain itu stimulasi sekresi GH dan TSH dapat timbul saat ACTH dan kortisol, hormon kelenjar adrenal, mulai terhambat. Penting juga untuk diketahui bahwa sekresi β-endorfin ditingkatkan oleh pengobatan estrogen dan bahwa endorfin diketahui memiliki efek inhibitor pada sekresi GnRH3. 3. Ovarium Indung telur pada seorang wanita dewasa sebesar ibu jari tangan, terletak di kiri dan di kanan, dekat dengan dinding pelvis di fossa ovarika. Ovarium berhubungan dengan uterus melalui ligamentum ovarii proprium. Pembuluh darah ke ovarium melalui ligamentum suspensorium ovarii (ligamentum infundibulopelvikum). Bagian ovarium yang berada di dalam kavum peritonei dilapisi oleh epitel kubik-silindrik yang disebut epithelium germinativum. Di bawah epitel ini terdapat tunika albuginea dan di bawahnya lagi baru ditemukan



lapisan



tempat



folikel-folikel



primordial.



Pada



wanita



diperkirakan terdapat dua juta folikel primer. Tiap bulan satu folikel, kadang-kadang dua folikel, berkembang menjadi folikel de Graaf. Folikel yang matang ini terisi dengan likuor follikuli yang mengandung estrogen, 7



dan siap untuk berovulasi. Pada waktu dilahirkan bayi mempunyai sekurangkurangnya 750.000 oogonium. Jumlah ini berkurang akibat pertumbuhan dan degenerasi folikel-folikel. Pada umur 6-15 tahun ditemukan 439.000, pada 16-25 tahun 159.000, antara umur 26-35 tahun menurun sampai 59.000, dan antara 34-45 hanya 34.000. pada masa menopause semua folikel sudah menghilang3. 4. Uterus Uterus pada seorang dewasa berbentuk seperti buah advokat atau buah peer yang sedikit gepeng. Ukuran panjang uterus adalah 7-7,5 cm, lebar di tempat yang paling lebar 5,25 cm, dan tebal 2,5 cm. Uterus terdiri atas korpus uteri (2/3 bagian atas) dan serviks uteri (1/3 bagian bawah) 3. Dinding uterus terdiri atas miometrium, yang merupakan otot polos berlapis tiga; lapisan sebelah luar longitudinal, lapisan sebelah dalam sirkuler, diantara kedua lapisan ini saling beranyaman. Miometrium dalam keseluruhannya dapat berkontraksi dan berelaksasi. Kavum uteri yang dilapisi oleh selaput lendir yang kaya dengan kelenjar disebut endometrium. Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar, dan stroma dengan banyak pembuluh-pembuluh darah yang berkelok-kelok. Pertumbuhan dan fungsi endometrium dipengaruhi sekali oleh hormon steroid ovarium3. Uterus pada wanita dewasa umumnya terletak di sumbu tulang panggul dalam posisi anteversiofleksio (serviks ke depan atas) dan membentuk sudut dengan vagina, sedangkan korpus uteri mengarah ke depan dan membentuk sudut 120⁰-130⁰ dengan serviks uteri3. B. Fisiologi Perkembangan Seksual Normal Identitas gender seseorang (perempuan atau laki-laki) di tentukan oleh genetik, gonad, fenotif seks dan juga dipengaruhi oleh lingkungan.Genetik atau kromosom seks yaitu umumnya XX dan XY. Gonad yaitu ovarium dan testis. Fenotif seks yaitu tampilan genitalia eksterna dan karakteristik seksual sekunder saat pubertas. Konsep Perkembangan seksual dimulai dengan penentuan genetik 8



seks, diikuti diferensiasi sel germinal, diferensiasi gonad dan perkembangan genitalia interna dan eksterna.8 Diferensiasi seksual merupakan proses yang kompleks dan melibatkan banyak gen diantaranya komponen autosomal. Kunci keberhasilan diferensiasi adalah kromosom Y yang mengandung gen Testis Determining Factor (TDF) di bagian Sex Determining Region on Y (SRY), berfungsi langsung pada diferensiasi gonad yang selanjutnya akan memandu pertumbuhan organ seksual.3 Gonad Secara genetik, jenis kelamin seseorang sudah ditentukan sejak fertilisasi. Namun perkembangan diferensiasi gonad terjadi pada janin berusia 7 minggu. Calon gonad berasal dari tonjolan gonad (gonadal ridges) yang terbentuk dari proliferasi epitelium soelomik dan kondensasi komponen mesenkim. Sel germinal primitif yang mulai kelihatan pada minggu ketiga pada dinding yolk sac merupakan asal usul perkembangan gonad dan baru tampak pada tonjolan genital sejak minggu keenam. Pada tahap ini belum diketahui akan terbentuk menjadi testis atau ovarium sehingga disebut gonad indeferen.3 Testis Pada embrio laki-laki sel germinal primordial mengandung gabungan kromosom seks XY, kromosom Y yang mengandung gen SRY , maka TDF akan melakukan penyandian terhadap korda seks primitif sehingga akan berproliferasi dan penetrasi ke bagian medula membentuk korda testis atau korda medularis. Selanjutnya korda medularis akan berkembang menjadi tubulus rete testis.3 Perkembangan



selanjutnya



korda



testis



terpisah dari



epitelium



permukaan oleh jaringan fibrous yang kemudian disebut tunika albuginea. Pada bulan keempat , korda testis mengandung sel germinal primitif dan sel sustentakuler sertoli yang berasal dari kelenjar epitelium permukaan. Sel intertitial Leydig berasal dari komponen



mesenkim tonjolan gonad sejak



minggu ke 8 akan memproduksi hormon testoteron. Akibat adanya hormon ini 9



akan mempengaruhi perkembangan diferensiasi seks duktus genital dan genitalia eksterna.3 Ovarium Embrio perempuan tidak mengandung gen kromosom Y. Korda seks primitif akan melebur dalam kluster sel yang berisi kelompok sel germinal primitif, terletak di bagian tengah ovarium (ovarium medularis). Epitelium permurkaan pada minggu ke-7 melakukan proliferasi menjadi korda kortikal dan penetrasi ke jaringan mesemkim di dekat permukaan. Pada bulan ke 4 korda kortikal akan menjadi kelompok sel terpisah yang berisi germinal primitif yang dikemudian akan membentuk oogonia dengan dikelilingi oleh sel follikular berasal dari komponen epitelium.3 Duktus Wollfian (duktus genitalia laki-laki) Awalnya embrio lelaki dan perempuan memiliki sepasang duktus genitalis yaitu duktus mesonefrik (Wollfian) dan duktus paramesonefrik (mullerian).3 SRY adalah gen penyandi pembentukan testis yang perkembangannya akan berkaitan dengan gen autosomal SOX9 yang berperan sebagai regulator transkripsi dalam memicu terbentuknya testis. SOX9 juga diketahui berperan dalam mempengaruhi gen yang memproduksi AMH (Anti Mullerian Hormone atau disebut juga MIS: Mullerian Ihibiting Substance). SOX9 memicu testis untuk mengeluarkan FGF9 yang berperan kemotaktik sehingga tubulus yang berasal dari duktus mesonefrik akan penetrasi pada tonjolan gonadal. 3 Selanjutnya SOX9 akan mengatur produksi steroidogenesis factor 1 (SF1) yang akan mempengaruhi diferensiasi sel Sertoli dan Leydig serta mempengaruhi regresi duktus paramesonefrik (duktus mullerian). SF1 juga merangsang sel Leydig untuk menyintesis testosteron. Selanjutnya testosteron akan berguna untuk perkembangan vas deferens, vesika seminalis, dan epididimis. 3 Duktus Mullerian (duktus genitalia perempuan) 10



Perkembangan Duktus mullerian dapat dipisahkan menjadi 3 fase, yang masing-masing di kontrol oleh gen yang berbeda-beda. Lim1 yang menyeleksi sel-sel dalam epitel soelomik yang akan berkembang menjadi duktus mullerian. Ekspresi gen Wnt4 dan gen lain dalam keluarga Wnt (Wnt7a, Wnt9b) yang berfungsi intuk invaginasi epitel. Pax2 dibutuhkan untuk pemanjangan duktus dan bersama Pax8 juga untuk diferensiasi duktus menjadi uterus dan vagina. Duktus mullerian berkembang menjadi uterus, tuba fallopi dan 1/3 atas vagina.3,8



Gambar 1: Perkembangan Duktus Wollfian dan Duktus Mullerian8 Genitalia Eksterna



11



Pada fase bipotensial, yang berlangsung sampai usia 9 minggu kehamilan, genitalia eksterna terdiri atas tuberkel genital, sinus urogenital, dan lipatan labioscrotal lateral atau genital sewelling. Pembentukan genitalia eksterna tergantung pada hormon steroid dari gonad.8 Pada laki-laki, sel leydig pada testis fetus mensekresi testosteron pada usia gestasi 8-9 minggu dan maskulinisasi genitalia eksterna dimulai 1 minggu kemudian. Dengan aksi enzim 5α reduktase, testosteron konversi menjadi dihidtestosteron (DHT) yang berfungsi dalam pembentukan genitalia eksterna. Tuberkel genitalia tumbuh membentuk penis, ujung dari sinus urogenital melebur membentuk urethra penis, dan lipatan labioscrotal melebur membentuk skrotum8. Pada perempuan, dengan tidak ada sisntesis androgen (testosteron dan Dihidrostestosteron) genitalia eksterna primordia tidak maskulinisasi. Tuberkel genital mengecil dan menjadi klitoris , tepi dari sinus urogenital terpisah dan membentuk labia minora, lipatan labioscrotal membentuk labia mayora, dan sinus urogenital berkembang menjadi vagina bagian bawah dan urethra.8



Gambar 2: Perkembangan Genitalia Eksterna8 C. Fisiologi Menstruasi 12



1. Siklus Ovarium 1.1 Fase folikuler



Selama fase folikuler terjadi peristiwa yang berurutan dimana setiap fase memastikan jumlah folikel yang tepat yang siap untuk ovulasi. Pada proses pengembangan folikel hanya akan ada satu folikel matang yang



bertahan.



Proses ini terjadi selama 10-14 hari, dimana banyak faktor-faktor yang saling mempengaruhi diantaranya hormon autokrin-parakrin peptida di dalam folikel untuk mempersiapkan tahap ovulasi, melalui suatu periode pertumbuhan yang bertahap dari folikel primordial, folikel preantral, antral dan preovulatori.8 a. Folikel primordial



Berasal dari dalam endoderm dari kantung kuning telur, allantosis dan kantung embrio dimana pembentukanya pada 5-6 minggu kehamilan. Multiplikasi mitosis secara cepat dari germ sel dimulai pada usia kehamilan 6-8 minggu. Folikel primordial merupakan folikel yang sedang tidak tumbuh, berisi oosit dalam fase pembelahan meiosis profase yang terhenti pada tahap diploten, di kelilingi oleh satu lapisan sel granulosa kurus panjang (spindle-shape). Pada usia kehamilan 16-20 minggu, janin perempuan menpunyai oosiit 6-7 juta, jumlah terbanyak yang pernah dipunyainya, sepanjang usia kehidupan. Sel germinal berubah menjadi oosit setelah memasuki pembelahan



meiosis



pertama, jumlah sel germinal turun menjadi 1 sampai 2 juta saat lahir dan menjadi sekitar 300.000 sampai 500.000 pada awal pubertas. Selama 35-40 tahun masa reproduksi, hanya sekitar 400 sampai 500 oosit akan berovulasi, sisanya hilang mengalami atresia.8 b. Folikel preantral



Setelah pertumbuhan dipercepat, folikel berkembang ke tahap preantral sebagai oosit yang membesar dan dikelilingi oleh membran zona pelusida. Selsel granulosa mengalami proliferasi menjadi berlapis-lapis, sel teka terbentuk dari jaringan disekitarnya. Pertumbuhan ini bergantung pada gonadotropin dan berkorelasi dengan peningkatan produksi estrogen. 8 Studi molekuler menunjukkan behwa semua sel granulosa di folikel berasal dari sedikitnya tiga prekursor sel. Sel granulosa dari folikel preantral memiliki kemampuan untuk mensintesis ketiga kelas steroid, namun lebih 13



banyak estrogen dari pada progesteron dan progestin yang diproduksi.. Aromatisasi diinduksi atau diaktifkan melalui tindakan FSH. Peningkatan FSH ke reseptornya dan aktivasi adenilat siklase dimediasi sinyal yang diikuti oleh ekspresi



dari



beberapa



mRNA,



sebagai



sandi



bagi



protein



yang



bertanggungjawab untuk proliferasi sel, diferensiasi dan fungsi. Dengan demikian FSH memulai steroidogenesis (produksi) estrogen di sel granulosa. 8 Pada tahap ini folikel



berukuran 200u dengan beberapa lapisan sel



granulosa. Dibawah pengaruh Follicle Stimulating Hormone (FSH), jumlah reseptor FSH pada sel granulosa meningkat menjadi 1500 reseptor persel dan pada saat yang sama sel aromatisasi androgen bersama-sama



mulai menghasilkan 17 estradiol dengan proses



yang yang berasal dari sel teka.



menyebabkan



FSH dan estrogen



proliferasi sel granulosa dan meningkatkan



jumlah reseptor FSH pada plasma membran sel granulosa. Produksi cairan folikuler meningkat dan menumpuk dalam ruang intraseluler yang akhirnya saling berhubungan dan membentuk rongga yang disebut dengan diameter 500u. Gambaran morfologi yang



sebagai antrum



menandai pertumbuhan



folikel sekunder dan dimulainya kepekaan folikel terhadap gonadotropin adalah adanya antrum. 8 FSH bekerja secara sinergis dengan estrogen untuk merangsang proliferasi sel-sel granulosa melalui kerja mitogeniknya. FSH dan estrogen bekerjasama meningkatkan akumulasi cepat dari reseptor FSH yang merefleksikan peningkatan sel-sel granu losa. Munculnya estrogen secara dini dalam folikel menyebabkan folikel dapat berespon terhadap konsentrasi FSH yang relatif rendah, inilah fungsi autokrin estrogen dalam folikel. Sementara sel-sel granulosa terus mengalami pertumbuhan, sel-sel ini berdiferensiasi menjadi beberapa subkelompok dengan populasi sel yang berbeda. Diferensiasi ini tampak nya ditentukan oleh posisi relatif sel-sel granulosa terhadap oosit. 8 Peran androgen pada per kembangan folikel dini cukup kompleks. Reseptor androgen khusus ada pada sel granulosa. Androgen tidak hanya berperan sebagai substrat untuk aromatisasi oleh FSH, tetapi pada konsentrasi rendah dapat lebih lanjut meningkatkan aktivitas aromatase. Bila terpapar terhadap lingkungan yang



kaya androgen, sel-sel granulosa 14



preantral



merangsang konversi androgen menjadi α-reduced androgen yang lebih potent dari pada menjadi estrogen. Androgen ini tidak dapat



dikonversi menjadi



estrogen dan sesungguhnya menghambat aktivitas aromatase. 5α-reduced androgen njuga menghambat pembentukan reseptor Luteinizing Hormone (LH) oleh stimulasi FSH, langkah lain yang penting dalam perkembangan folikel. Pada konsentrasi rendah, androgen meningkatkan aromatisasinya sendiri dan berkontribusi terhadap produksi estrogen. Pada kadar yang lebih



tinggi,



kapasitas aromatisasi menjadi terbatas, dan folikel menjadi androgenik dan atresia. Folikel akan terus berkembang hanya jika kadar FSH meningkat dan LH yang rendah. Folikel ini yang muncul pada akhir fase luteal atau pada awal dari sikl us menstruasi akan didukung oleh lingkungan dimana aromatisasi se l-sel granulosa dapat



terjadi.



Keberhasilan sebuah folikel bergantung pada



kemampuan untuk mengubah lingkungan mikronya yang dominan androgen menjadi lingkungan mikro yang dominan estrogen. 8 c. Folikel antral



Di bawah pengaruh sinergis estrogen dan FSH ada peningkatan produksi cairan folikuler yang terakumulasi dalam intersel dari sel-sel granulosa, yang akhirnya bersatu membentuk kavitas, saat folikel mencapai tahap transisi menjadi folikel antral. Akumulasi cairan folikular memberikan suatu media dimana oosit dan sel granulosa sekitarnya bisa mendapatkan nutrisi dalam suatu lingkungan hormonal yang spesifik. Sel-sel granulosa yang mengelilingi oosit disebut cumulus oophorus. Diferensiasi sel-sel cumulus diyakini akibat respon terhadap sinyal yang berasal dari oosit. 8 Dengan adanya FSH, estrogen menjadi substansi y ang dominan di dalam cairan folikel. Sebaliknya, bila FSH tidak ada, androgenlah yang menjadi dominan. LH normalnya tidak ada di dalam cairan folikuler kecuali di pertengahan siklus. Bila LH meningkat prematur di dalam sirkulasi dan cairan antral, aktivitas mitosis pada sel-sel granulosa menurun, terjadi perubahan degeneratif, dan kadar androgen dalam folikel meningkat. Oleh karena itu, dominansi estrogen dan FSH penting untuk mempertahankan akumulasi sel-sel granulosa dan pertumbuhan folikuler secara terus menerus. Folikel antral 15



dengan tingkat tertinggi proliferasi sel-sel



granulosanya mengandung



konsentrasi estrogen tertinggi dan rasio androgen/ terendah, dan folikel yang paling besar



kemungkinannya memiliki oosit yang sehat. Lingkungan



androgenik akan mengantagonis proliferasi sel-sel granulosa yang diinduksi oleh estrogen,



dan bila ini terus menerus berlangsung akan menyebabkan



perubahan degeneratif pada oosit. 8 d. Teori Dua Sel



Interaksi antara kompartemen sel-sel granulosa dan sel-sel teka yang menyebabkan produksi estrogen dipercepat, tidaklah sepenuhnya berfungsi sampai perkembangan lanjut antral . Seperti sel-sel granulosa preantral, sel-sel granulosa folikel antral kecil menunjukkan suatu tendensi invitro untuk mengubah sejumlah androgen menjadi 5α-reduced androgen yang lebih potent. Sebalikannya, sel-sel granulosa yang berasal dari folikel antral yang lebih besar lebih mudah dan cenderung merubah androgen menjadi estrogen. Perubahan dari lingkungan mikro yang androgenik menjadi lingkungan mikro yang estrogenik (suatu kompersi yang esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan lebih lanjut) adalah bergantung pada peningkatan sensitivitas terhadap FSH, melalui kerja FSH dan diperkuat oleh estrogen. 8 e. Seleksi Folikel Dominan



Konversi yang sukses menjadi sebuah folikel yang dominan estrogen menandai seleksi sebuah folikel yang ditakdirkan untuk berovulasi, suatu proses dimana dengan sedikit pengecualian, hanya satu folikel tunggal yang sukses. Proses seleksi ini merupakan hasil dari pada dua kerja estrogen pada tingkat yang signifikan: 1. Interaksi lokal antara estrogen dan FSH di dalam folikel 2. Efek estrogen terhadap sekresi FSH hipofisis. Sementara estrogen memberikan pengaruh yang positif terhadap kerja FSH dalam folikel yang matang, sedangkan pada tingkat hipothalamus-hipofisis estrogen memberikan efek umpan balik negatifnya terhadap FSH yang akan berperan untuk menarik dukungan gonadotropin terhadap folikel lain yang kurang berkembang. Turunnya kadar FSH akan menyebabkan penurunan aktivitas aromatase yang bergantung pada FSH yang membatasi produksi estrogen pada folikel yang 16



kurang matang.



Bahkan jika folikel yang lebih kecil mampu menciptakan



lingkungan yang mikroestrogenik, turunnya dukungan FSH akan mengganggu proliferasi dan fungsi sel-sel granulosa, menyebabkan suatu perubahan menjadi lingkungan mikro yang androgenik,dan dengan demikian akan menyebabkan atresia yang irreversibel. Memang benar bahwa kejadian pertama pada proses atresia adalah penurunan reseptor FSH pada lapisan sel-sel granulosa. 8 f.



Folikel preovulatori



Sel granulosa di Folikel preovulasi mengalami perbesaran dan mendapatkan inklusi lipid ketika sel teka mengalami perbesaran dan kaya akan pembuluh darah, sehingga memberikan gambaran folikel yang tampak hiperemi. Oosit mengalami maturasi, lonjakan LH menghambat Oocyte Maturation Inhibitor (OMI) dan memicu meiosis II. Padasaat ini reseptor LH sudah mulai terbentuk disel granulosa , dan lonjakan LH juga menyebabkan androgen intra folikuler meningkat. Androgen intrfolikuler meningkat menyebabkan, pertama dampak lokal memacu apoptosis sel granulosa, pada folikel kecil, folikel yang tidak berhasil dominan, menjadi atresia.8 1.2 Fase ovulasi Lonjakan LH sangat penting untuk proses ovulasi pasca keluarnya oosit dan folikel lonjakan LH di pacu ole kadar estrogen yang tinggi yang dihasilkan oleh folikel preovulasi. Dengan kata lain, stimulus dan kapan ovulasi bahkan terjadi ditentukan sendiri oleh folikel preovulasi, dengan kata lain, stimulasi dan kapan ovulasi bahkan terjadi 24-36 jam pasca puncak kadar estrogen (estradiol) dan 10-12 jam pasca puncak LH. Dilapangan awal lonjakan LH digunakan sebagai pertanda/indikator unuk menentukan waktu kapan di berikan ovulasi bhakan terjadi.ovulasi terjadi sekitar 34-36 jam pascaawal lonjakan LH. 8 Lonjakan LH yang memacu sekresi prostaglandin, dan progesteron bersama lonjakan FSH yang mengativasi enzim proteolitik, menyebabkan dinding folikel ”pecah” kemudian sel gronulosa yang melekat pada membran basalis, pada saluran dinding yang melekat pada oossit, menjadi longgar akibat enzim asam hialuronik yang dipicu oleh lonjakn FSH. FSH menekan proliferasi 17



sel kumulus, tetapi FSH bersama faktor yang dikeluarkan oossit, memacu proliferasi sel granulosa mural, sel granulos yang melekat pada dinding folikel. 8 1.3 Fase Luteal



Menjelang dinding folikel “pecah”dan oossit keluar saat ovulasi, sel granulosa membesar, timbul fokual dan penumpahan pigmen kuning, lutein proses luteinisiansi, yang kemudian dikenal sebagai korpus luteum. selama 3 hari pascaovulasi, sel gronulosa terus membesar membentuk korpus luteum bersama sel teka dan jaringan stroma di sekitarnya.



3,8



Pasca lonjakan LH,



pembuluh darah kapiler mulai menembus lapisan gronulosa menuju ke tengah ruangan folikelnya dan megisi dengan darah. LH memicu sel gronulosa yang telah mengalami luteinisasi untuk menghasilkan Vascular endothelial Growth Fastor (VEGF) dan agiopoetin. Kemudian VEGF dan agiopoetin memacu angiogenesis, dan pertembuhan pembuluh darah ini merupakan hal yang penting dalam proses luteinisasi. Pada hari ke 8-9 pascovulasi vaskularisasi mencapai puncaknya sama dengan puncak kadar progesteron dan estradiol. 3 Pertumbuhan folikel pada fase folikuler yang baik akan menghasikan korpus luteum yang baik /normal pula. Jumlah reseptor LH di sel gronulosa yang terbentuk cukup adekuat pada pertengahan siklus/akhir fase folikuler, akan menghasilkan korpus luteum yang baik. Korpus luteum mampu menghasilkan baik progesteron, estrogen, maupun adrogen. Kemampuan menghasilkan steroid seks korpus luteum sangat tergangu pada tonus kadar LH pada fase luteal. Kadar progesteron meningkat tajam segera pascaovulasi.



Kadar progesteron dan estradiol



mencapai puncaknya sekitar 8 hari pascalonjakan LH, kemudian menurunkan perlahan, bila tidak menjadi pembuahan. Bila terjadi pembuahan, sekresi progesteron tidak menurun karena adanya stimulasi dari Human Chorionic Gonadotropbin (hCG), yang dihasil kan oleh sel trofoblasT buah kehamilan. 3 Pada siklus haid normal, korpus luteum akan mengalami regresi 9-11 hari pasca ovulasi, dengan mekanisme yang belum di ketahui. kemungkinan korpus luteum mengalami rekresi akibat dampak luteolisis estrogen yang dihasilkan korpus luteum. 8 2. Siklus Endometrium 18



Produksi berulang dari estrogen dan progesteron oleh ovarium mempunyai kaitan dengan siklus endometrium pada lapisan uterus yang bekerja melalui tahapan berikut ini: (1) proliferasi endometrium uterus; (2) perubahan sekretoris pada endometrium, dan (3) deskuamasi endometrium, yang dikenal sebagai menstruasi. 8 2.1 Fase Proliferasi (Fase Estrogen)



Pada permulaan setiap siklus seksual bulanan, sebagian besar endometrium telah berdeskuamasi akibat menstruasi. Sesudah menstruasi, hanya selapis tipis stroma endometrium yang tertinggal, dan sel-sel epitel yang tertinggal adalah yang terletak di bagian lebih dalam dari kelenjar yang tersisa serta pada kripta endometrium. Di bawah pengaruh estrogen, yang disekresi dalam jumlah lebih banyak oleh ovarium selama bagian pertama siklus ovarium, sel-sel stroma dan sel epitel berproliferasi dengan cepat. Permukaan endometrium akan mengalami epitelisasi kembali dalam waktu 4 sampai 7 hari sesudah terjadinya menstruasi. 8 Kemudian, selama satu setengah minggu berikutnya yaitu, sebelum terjadi ovulasi ketebalan endometrium sangat meningkat karena jumlah sel stroma bertambah banyak dan karena pertumbuhan kelenjar endometrium serta pembuluh darah baru yang progresif ke dalam endometrium. Pada saat ovulasi, endometrium mempunyai ketebalan 3 sampai 5 milimeter. Kelenjar endometrium, khususnya dari daerah serviks, akan menyekresi mukus yang encer mirip benang. Benang mukus akan tersusun di sepanjang kanalis servikalis, membentuk saluran yang membantu mengarahkan sperma ke arah yang tepat dari vagina menuju ke dalam uterus. 3,8



2.2 Fase Sekretorik (Fase Progesteron)



Selama sebagian besar separuh akhir siklus bulanan, setelah ovulasi terjadi, progesteron dan estrogen bersama-sama disekresi dalam jumlah yang besar oleh korpus luteum. Estrogen menyebabkan sedikit proliferasi sel 19



tambahan pada endometrium selama fase siklus ini, sedangkan progesteron menyebabkan pembengkakan yang nyata dan perkembangan sekretorik dari endometrium.



Kelenjar



makin



berkelok-kelok;



kelebihan



substansi



sekresinya bertumpuk di dalam sel epitel kelenjar. Selain itu, sitoplasma dari sel stroma bertambah banyak, simpanan lipid dan glikogen sangat meningkat dalam sel stroma, dan suplai darah ke dalam endometrium lebih lanjut akan mening¬kat sebanding dengan perkembangan aktivitas sekresi, dengan pembuluh darah yang menjadi sangat berkelok-kelok. Pada puncak fase sekretorik, sekitar 1 minggu setelah ovulasi, ketebalan endometrium sudah menjadi 5 sampai 6 milimeter. 8 Maksud keseluruhan dari semua perubahan endome¬trium ini adalah untuk menghasilkan endometrium yang sangat sekretorik, yang mengandung sejumlah besar cadangan nutrien yang membentuk kondisi yang cocok untuk implantasi ovum yang sudah dibuahi selama separuh akhir siklus bulanan. Dari saat sebuah ovum yang sudah dibuahi memasuki kavum uteri dari tuba fallopii (yang terjadi 3 sampai 4 hari setelah ovulasi) sampai waktu ovum berimplantasi (7 sampai 9 hari setelah ovulasi), sekret ute¬rus, yang disebut "susu uterus," menyediakan makanan bagi pembelahan awal ovum. Kemudian, sekali ovum berimplantasi di dalam endometrium, sel-sel trofoblas pada permukaan blastokis yang berimplantasi mulai mencerna endometrium dan mengabsorbsi substansi yang disimpan endometrium, jadi menyediakan jumlah persediaan nutrisi yang semakin besar untuk embrio yang berimplantasi. 3,8 2.2 Menstruasi



Jika ovum tidak dibuahi, kira-kira 2 hari sebelum akhir siklus bulanan, korpus luteum di ovarium tiba-tiba berinvolusi, dan hormonhormon ovarium (estrogen dan progesteron) menurun dengan tajam sampai kadar sekresi yang rendah terjadilah menstruasi. 8 Menstruasi



disebabkan



oleh



berkurangnya



estrogen



dan



progesteron, terutama progesteron, pada akhir siklus ovarium bulanan. Efek pertama adalah penurunan rang-sangan terhadap sel-sel, endometrium oleh 20



kedua hormon ini, yang diikuti dengan cepat oleh involusi endometrium sendiri menjadi kira-kira 65 persen dari ketebalan semula. Kemudian, selama 24 jam sebelum terjadinya menstruasi, pembuluh darah yang berkelok-kelok, yang mengarah ke lapisan mukosa endometrium, akan menjadi vasospastik, mungkin disebabkan oleh efek involusi, seperti pelepasan bahan vasokonstriktor mungkin salah satu tipe vasokonstriktor prostaglandin yang terdapat dalam jumlah sangat banyak pada saat ini. 8 Vasospasme, penurunan zast nutrisi endometrium, dan hilangnya rangsangan hormonal menyebabkan dimulainya proses nekrosis pada endometrium, khususnya dari pembuluh darah. Sebagai akibatnya, darah akan merembes ke lapisan vaskular endometrium, dan daerah perdarahan akan bertambah besar dengan cepat dalam waktu 24 sampai 36 jam. Perlahan-lahan, lapisan nekrotik bagian luar dari endometrium terlepas dari uterus pada daerah perdarahan tersebut, sampai kira-kira 48 jam setelah terjadinya menstruasi, semua lapisan superficial endometrium sudah berdeskuamasi. Massa jaringan deskuamasi dan darah di dalam kavum uteri, ditambah efek kontraksi dari prostaglandin atau zat-zat lain di dalam lapisan yang terdeskuamasi, seluruhnya bersama-sama akan merangsang kontraksi uterus yang menyebabkan dikeluarkannya isi uterus.



8



Selama menstruasi



normal, kira-kira 40 mililiter darah dan tambahan 35 ml cairan serosa dikeluarkan. Cairan menstruasi ini normalnya tidak membentuk bekuan, karena



fibrinolisin



dilepaskan



bersama



dengan



bahan



nekro¬tik



endometrium. Bila terjadi perdarahan yang berlebihan dari permukaan uterus, jumlah fibrinolisin mungkin tidak cukup untuk mencegah pembekuan. Adanya bekuan darah selama menstruasi sering merupakan bukti klinis adanya kelainan patologi dari uterus.Dalam waktu 4 sampai 7 hari sesudah dimulainya men¬struasi, pengeluaran darah akan berhenti, karena pada saat ini endometrium sudah mengalami epitelisasi kembali.



21



Gambar 3. Siklus Menstruasi



22



D. Definisi Amenorea primer berasal dari dua suku kata, yaitu amenorea yang berarti tidak datangnya haid pada seorang wanita dan primer yang menyatakan bahwa wanita tersebut belum pernah mengalami haid sebelumnya4. Amenorea primer didefinisikan 1: - Tidak terjadinya siklus haid pada umur 14 tahun disertai dengan tidak adanya perkembangan tanda seksual sekunder (perkembangan payudara dan -



rambut pubis dan aksilla) Tidak terjadinya siklus haid pada umur 16 tahun walaupun terdapat tanda seksual sekunder normal (perkembangan payudara dan rambut pubis dan aksilla)



Gambar 4: Tanner Stage5 Adanya perkembangan payudara yang normal menunjukkan adanya sekresi estrogen dari gonad. Sedangkan adanya pertumbuhan rambut pubis dan aksilla menunjukkan adanya sekresi androgen dari gonad dan juga menunjukkan adanya fungsi reseptor androgen6. E. Epidemiologi Angka kejadian amenorea yang bukan disebabkan oleh kehamilan, laktasi dan menopause umumnya hanya berkisar antara 3-4%. Angka kunjungan penderita amenorea primer pertahun umumnya tidak terlalu banyak. Data yang berasal dari pusat rujukan hanya menunjukkan sekitar 10-15 kunjungan per tahunnya. Data dari RS Dr. Cipto Mangunkusumo menunjukkan jumlah yang semakin meningkat tiap tahunnya. Pada tahun 2001, paling tidak terdapat 23



kurang dari 10 kunjungan per tahun. Namun pada tahun 2010 didapatkan hampir 50 kunjungan pertahun . Penyebab amenorea yang paling sering adalah: disgenesis gonad (50,4 %), gangguan apada hipofisis atau hipotalamus (27,8%), dan abnormalitas pada traktus genitalia (21,8 %)1,6. F. Etiopatogenesis Evaluasi penyebab amenorea dilakukan berdasarkan pembagian 4 kompartemen, yaitu3: Kompartemen I



: gangguan pada uterus dan patensi (outflow tract)



Kompartemen II



: gangguan pada ovarium



Kompartemen III



: gangguan pada hipofisis (pituitary anterior)



Kompartemen IV



: gangguan pada hipotalamus / susunan saraf pusat



1. Gangguan pada kompartemen I a. Hymen Imperforata Hymen dibentuk oleh invaginasi dari dinding posterior sinus urogenital dan biasanya ruptur secara spontan selama periode perinatal. Hymen imperforata terjadi secara sporadis. Dilaporkan dari beberapa keluarga yang anggota keluarganya dengan hymen imperforata menyatakan bahwa beberapa kasus bisa disebabkan oleh genetik dan faktor keturunan8. Umumnya pasien amenorea dengan hymen imperforata datang pada waktu yang diekspektasikan untuk menarke disertai keluhan nyeri abdomen intermitten, yang waktu terjadinya seperti siklus haid. Hal ini terjadi karena akumulasi aliran menstruasi yang tersumbat, hematometra (akumulasi aliran darah menstruasi dalam uterus) atau hematokolpos (akumulasi aliran darah menstruasi dalam vagina) selama periode pubertas.Pasien juga bisa datang dengan retensi urin akut akibat kompresi urethra dan vesika urinaria oleh vagina yang distensi. Selain itu, berhubungan juga dengan kesulitan defekasi. Diagnosis hymen imperforata dapat ditegakkan dengan mudah selama pemeriksaan perineum, ketika hymen yang menggembung dan berwarna kebiruan ditemukan di introitus vagina 8,9. 24



b. Septum vagina tranversalis Septum vagina tranversalis merupakan obstruksi vagina kongenital, di mana lempeng vagina gagal untuk membelah atau kanalisasi selama embriogenesis, vagina bagian atas dan bagian bawah terpisah. Septum vagina transversalis dapat terjadi pada tiga tingkat septum , yaitu proksimal, medial dan distal vagina.Pasien dengan septum vagina transversalis datang di usia menarke disertai keluhan nyeri perut yang bersifat siklik akibat adanya akumulasi darah dalam vagina yang membentuk hematokolpos. Pada pemeriksaan fisis, menunjukkan orifisium vagina yang normal, pemendekan vagina dengan panjang bervariasi, serviks tidak terlihat, dan hematokolpos pada bagian proksimal vagina yang terpalpapasi diatas obstruksi dan atau massa pada pelvis sebagai akibat hematometra dan hematoslpinges (penumpukan darah menstruasi pada tuba). 8,9 c. Agenesis Mullerian ( Sindrom Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser) Sindrom Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser adalah kelainan kongenital pada saluran genital yang diakui sebagai penyebab yang lebih umum dari amenorea setelah disgenesis gonad, yang memiliki insiden 1/5000. Sindrom ini juga disebut Agenesis Mullerian karena ditandai dengan tidak adanya atau hipoplasia dari derivatif duktus mullerian. Gambaran utama dari sindrom ini adalah, ovarium normal, anomali perkembangan uterus mulai dari tidak adanya residu rudimenter dari uterus dan aplasia dari dua per tiga atas vagina. Lebih lanjut lagi, wanita yang terpengaruh menunjukkan perkembangan karakteristik seksual sekunder dengan kariotipe 46, XX2,8. Etiologi sindrom MRKH belum diketahui tapi dikaitkan dengan translokasi kromosom atau terjadi dalam agregasi familial (dasar genetik). Secara logis, agenesi mullerian terjadi karena aktifnya mutasi gen yang mengkode AMH (anti Mullerian Hormon) atau reseptornya, sehingga aktivitas AMH meningkat. Terdiri atas 2 tipe: tipe A, dengan karakteristik rudimenter uteri yang simetris, muskular dan tuba fallopi yang normal; tipe B, dengan karakteristik rudimenter uteri yang asimetris dan tidak adanya tuba fallopi atau hipoplasia tuba fallopi. 25



Anomali urologik sering muncul ( 15-40%) dan malformasi skeletal (10-15%), terutama pada tipe B2,8. d. Sindrom Insensitivitas Androgen Sindrom Insensitivitas Androgen (SIA) adalah



penyebab ketiga paling



sering dari amenorea primer setelah disgenesis gonad dan agenesis mullerian. Pasien dengan SIA memiliki kariotipe normal laki-laki (46,XY) dan testis yang memproduksi testosterone dan AMH. Meskipun, mutasi yang tidak aktif pada gen yang mengkode reseptor androgen intraseluler (yang berlokasi di lengan panjang kromosom X, Xq) menghasilkan insensitivitas dalam end organ terhadap kerja androgen yang menghambat maskulinisasi normal pada genitalia eksterna dan interna selama perkembangan embriogenik. Karena itu, genitalia eksterna dari seorang wanita (tidak ada kerja androgen), serviks dan uterus tidak ada (akibat kerja normal AMH), dan vagina pendek dan ujungnya tidak terlihat2,8. Pasien dengan SIA normal saat kelahiran, pertumbuhan dan perkembangan pada masa kanak juga umumnya normal, meskipun tinggi badan biasanya di atas rata-rata. Pada masa pubertas, mammae berkembang akibat derivat estrogen dari konversi perifer terhadap sirkulasi level testosterone yang tinggi, tanpa dilawan oleh aksi androgen. Mammae pada pasien ini memiliki sedikit jaringan glandular, papil yang kecil dan areola yang pucat akibat kekurangan aksi progesteron. Labia minora biasanya kurang berkembang dan vagina pendek dengan ujung yang tidak terlihat. Rambut pubis dan aksilla tidak berkembang, akibat tidak adanya stimulasi androgen. Testis bisa berada di intrabdomen tetapi sering secara parsial diturunkan, lebih dari setengah pasien dengan SIA komplit memiliki hernia inguinal 8. 2. Gangguan pada kompartemen II a. Disgenesis Gonad Disgenesis gonad didefinisikan sebagai pembentukan yang tidak lengkap atau pembentukan yang cacat dari Gonad, yang dihasilkan dari gangguan dalam migrasi dan organisasi sel germinal, disebabkan oleh abnormalitas struktur atau 26



numerik kromososm seks atau mutasi gen yang terlibat dalam pembentukan urogenital dan diferensiasi seksual dari gonad berpotensi ganda. Disgenesis Gonad termasuk situasi yang ditandai oleh anomali perkembangan yang menghasilkan garis gonad. Kondisi ini dapat terjadi pada pasien dengan kariotipe normal serta abnormal8. Agenesis gonad merupakan kegagalan pembentukan yang komplit dari gonad. Perempuan tersebut bisa bergenotif 45,XO, 46 XX atau 46 XY.9



b. Sindrom Turner Pada tahun 1938 Turner mengemukakan 7 kasus yang dijumpai dengan sindroma yang terdiri atas trias yang klasik, yaitu infantilisme, webbed neck, dan kubitus valgus. Penderita-penderita ini memiliki genitalia eksterna wanita dengan klitoris agak membesar pada beberapa kasus, sehingga mereka dibesarkan sebagai wanita8. Fenotipe pada umumnya ialah sebagai wanita, sedang kromatin seks negatif. Pola kromosom pada kebanyakan mereka adalah 45-XO; pada sebagian dalam bentuk mosaik 45-XO/46-XX. Angka kejadian adalah satu di antara 10.000 kelahiran bayi wanita. Kelenjar kelamin tidak ada, atau hanya berupa jaringan parut mesenkhim (streak gonads), dan saluran Muller berkembang dengan adanya uterus, tuba, dan vagina, akan tetapi lebih kecil dari biasa, berhubung tidak adanya pengaruh dari estrogen8. Selain tanda-tanda trias yang tersebut diatas, pada sindroma Turner dapat dijumpai tubuh yang pendek tidak lebih dari 150 cm, dada berbentuk perisai dengan puting susu jauh ke lateral, payudara tidak berkembang, rambut ketiak dan pubis sedikit atau tidak ada, amenorea, koarktasi atau stenosis aortae, batas rambut belakang yang rendah, ruas tulang tangan dan kaki pendek, osteoporosis, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, anomali ginjal (hanya satu ginjal), dan sebagainya. Pada pemeriksaan hormonal ditemukan kadar hormon gonadotropin (FSH) meninggi, estrogen hampir tidak ada, sedang 17kortikosteroid terdapat dalam batas-batas normal atau rendah8. 27



Diagnosis dapat dengan mudah ditegakkan pada kasus-kasus yang klasik



berhubung dengan gejala-gejala klinik dan tidak adanya kromatin seks.



Pada kasuskasus yang meragukan, perlu diperhatikan dua tanda klinik yang penting yang dapat dipakai sebagai pegangan untuk menduga sindrom Turner, yaitu tubuh yang pendek yang disertai dengan pertumbuhan tanda-tanda seks sekunder yang sangat minimal atau tidak ada sama sekali8.



c. Sindrom Swyer Penderita berfenotip wanita dengan kariotipe XY dengan sistem Mulleri yang teraba, kadar testoteron wanita normal dan kurangnya perkembangan seksual dikenal sebagai sindroma Swyer. Terdapat vagina, uterus, dan tuba falopii, tetapi pada usia pubertas gagal terjadi perkembangan mammae dan amenorea primer. Gonad hampir seluruhnya berupa berkas-berkas tak berdiferensiasi kendati pun terdapat kromosom Y yang secara sitogenetik normal. Pada kasus ini, gonad primitif gagal berdiferensiasi dan tak dapat melaksanakan fungsi-fungsi testis, termasuk supremasi duktus Mulleri. Sel-sel hillus dalam gonad mungkin mampu memproduksi sejumlah androgen; maka dapat terjadi sedikit virilisasi, seperti pembesaran klitoris pada usia pubertas. Pertumbuhan normal; tidak terdapat cacat penyerta. Transformasi tumor pada gonadal ridge dapat terjadi pada berbagai usia, ekstirpasi gonadal streaks harus dilakukan segera setelah diagnosis dibuat, tanpa memandang usia 3,8 d. Premature Ovarian Failure Keadaan ini seringkali terjadi, yaitu berupa habisnya folikel ovarium yang terjadi lebih awal dari semestinya. Sekitar 1% wanita akan mengalami kegagalan ovarium sebelum usia 40 tahun, dan pada wanita dengan amenorea primer, frekuensi berkisar antara 10%-28%. Etiologi POF tidak diketahui pada kebanyakan kasus. Kemungkinan merupakan akibat kelainan genetik dengan peningkatan laju hilangnya folikel. Seringkali, kelainan kromosom seks yang spesifik dapat diidentifikasi. Kelainan yang paling sering adalah 45-X dan 47XXY diikuti oleh mosaicism dan kelainan struktur kromosom seks yang 28



spesifik. Akselerasi atresia paling sering karena 46-X (sindroma Turner). POF dapat disebabkan suatu proses autoimun, atau mungkin destruksi folikel oleh infeksi seperti oofritis mumps, atau irradiasi maupun kemoterapi.1,8 Masalah yang timbul dapat terjadi pada berbagai usia tergantung pada jumlah folikel yang tersisa. Jika hilangnya folikel berlangsung cepat, akan terjadi amenorea primer dan terhambatnya perkembangan seksual. Jika hilangnya folikel terjadi selama atau setelah pubertas, kemudian berlanjut sampai dewasa, perkembangan fenotipe dan onset terjadinya amenorea sekunder akan sesuai.1



Mengingat



meningkatnya jumlah kasus yang dilaporkan dimana terjadi mulai laginya fungsi yang normal, tidak dapat dipastikan bahwa penderita-penderita ini akan steril selamanya. Di sisi lain, laparotomi dan biopsi ovarium “full thickness” tidak diperlukan pada semua pasien ini. Sperrof berpendapat bahwa pendekatan yang minimal, dengan “survey” untuk penyakit autoimun (meskipun diakui bahwa tidak ada metode klinik yang dapat mendiagnosis secara akurat autoimmune ovarium failure) dan penilaian aktivitas ovarium-pituitary sudah mencukupi 3,8. 3. Gangguan pada Kompartemen III a. Gangguan Hipofisis Anterior Adanya gangguan pada aksis hipotalamus-hipofisis pertama kali fokus kita harus tertuju pada adanya masalah tumor hipofisis. Dengan munculnya amenorea, penderita dengan perkembangan tumor hipofisis yang perlahan dapat muncul beberapa tahun sebelum tumor menjadi besar dan dapat dideteksi secara radiologis. Untungnya, tumor maligna tidak terlalu banyak dijumpai. Sampai dengan tahun 1989 tidak lebih dari 40 kasus yang dilaporkan di literatur internasional. Tetapi tumor jinak dapat menimbulkan problem sebab dapat berkembang dan terjadi pendesakan ruangan maupun jaringan lain, tumor akan tumbuh ke atas, akan menekan chiasma nervi optici yang menyebabkan hemianopsia bitemporalis. Dengan ukuran tumor yang kecil, kelainan visual kadang sulit dideteksi. Tidak semua massa intrasellar adalah neoplasma. Gumma, tuberkuloma, dan deposit lemak telah dilaporkan dan menyebabkan penekanan dan menyebabkan amenorea hipogonadotropin. Lesi pada daerah sekitar sella tursika seperti aneurisma arteri karotis, obstruksi aquaeduktus 29



Sylvii dapat juga menyebabkan amenorea. Tumor hipofisis yang bisa terjadi: Adenoma hipofisis, Adenoma gonadotrop, adenoma tirotrop, adenoma somatotrop, adenoma kortikotrop, adenoma laktotrop (prolaktinoma).3,8 Diagnosis banding dari lesi yang luas pada area sella tursika termasuk diantaranya adalah makroadenoma hipofisis, kraniofaringioma, meningioma, dan proses inflamasi seperti sarkoid, kista arakhnoid, dan penyakit metastase. Peningkatan kadar FSH, LH, α subunit, subunit β LH dalam sirkulasi menunjukkan adanya suatu adenoma gonadotropin. Peningkatan basal FSH, LH, subunit α, dan β LH telah terdeteksi pada lebih dari 40% penderita dengan nonsekresi, adenoma hipofisis yang memproduksi gonadotropin3,8. b. Amenorea dengan Hiperprolaktinemia Wanita dengan hiperprolaktinemia secara khas muncul dengan galaktorea dan berbagai keadaan gangguan menstruasi mulai dari menstruasi yang normal sampai amenorea yang diikuti dengan infertilitas. Gangguan yang terlihat mungkin berkaitan dengan hiperprolaktinemia ketika adenoma hipofisis yang menekan nervus optikus, traktus nervus optikus, chiasma nervi optici atau nervus kranialis yang lain. Pada pengamatan secara radiografi terhadap kelenjar hipofisis pada wanita dengan hiperprolaktinemia mungkin didapatkan makroadenoma, mikroadenoma, atau tidak didapatkan adenoma. Meskipun untuk memiliki kadar prolaktin yang tingggi, ukuran dari adenoma tidak berhubungan secara linier dengan kadar prolaktin3,8. Prolaktin merupakan polipeptida yang terdiri atas 200 asam dengan berat molekul antara 19.000 – 22.000 Dalton. Prolaktin dihasilkan oleh sel-sel laktotrof yang terletak di dalam bagian distal lobus anterior kelenjar hipofisis. Hiperprolaktinemia adalah suatu gejala yang merupakan hasil dari suatu spektrum yang luas dari kelebihan produksi laktotrof dari prolaktin dengan keadaan mulai dari ukuran hipofisis yang normal sampai perubahan adenomatosa dengan pembesaran hipofisis. Follow up jangka panjang pada wanita hiperprolaktinemia yang tidak diobati menunjukkan bahwa wanita dengan adenoma atau tanpa adenoma hipofisis biasanya tidak menunjukkan 30



perkembangan dari penyakit sebagai hasil yang nyata dari adanya pengamatan secara radiologis3,8. Pada setiap hiperprolaktinemia harus terlebih dahulu diketahui apakah peningkatan tersebut akibat tumor hipofisis atau karena penyebab lain. Untuk membedakan



dapat



digunakan



uji



provokasi.



Kadang-kadang



adanya



mikroadenoma tidak dapat diketahui secara radiologik, tetapi dengan uji provokasi mikroadenoma ini mudah diketahui3,8. 4. Gangguan pada kompartemen IV a. Gangguan makan Gangguan



makan



merupakan



penyebab



sering



lainnya



yang



menyebabkan amenorea karena fungsi hipotalamus. Diantara beberapa gangguan makan pada manusia,



anoreksia nervosa dan bulimia nervosa



mempengaruhi lebih dari 5% wanita usia produktif yang menyebabkan amenorea dan infertilitas.2 Anoreksia nervosa didefinisikan dengan berat badan yang kurang dari 85 % dari berat badan yang diharapkan atau BMI yang kurang dari 17,5 kg/m 2, retriksi kalori, ketakutan untuk menaikkan berat badan dan gangguan persepsi terhadap bentuk badan. Bulimia nervosa didefinisikan kebiasaan makan yang berlebihan (pesta makan) diikuti muntah-muntah, aktivitas fisik yang intens dan aktivitas kompensasi lainnya2,8. Abnormalitas metabolisme berhubungan dengan anoreksia nervosa dan bulimia nervosa adalah disfungsi regulasi hipotalamus dalam hal nafsu makan, suhu, tidur, keseimbangan otonom, dan sekresi endokrin. Abnormalitas endokrin termasuk rendahnya serum FSH, LH, estradiol, IGF-1, dan konsentrasi leptin, dan peningkatan kortisol. Prolaktin, TSH dan T4 normal, T3 menurun, sedangkan rT3 meningkat. Naiknya berat badan dapat menurunkan abnormalitas metabolisme dan endokrin8. b. Latihan dan amenorea



31



Pada abad ke-20, telah ada suatu kewaspadaan bahwa para atlit wanita, dan wanita yang memerlukan suatu latihan keras seperti penari balet, tari modern, didapatkan insidens yang signifikan adanya gangguan menstruasi sampai adanya amenorea, keadaan ini disebut supresi hipotalamus. Dua pertiga pelari memiliki fase luteal, yang pendek sehingga terjadi anovulasi. Bila latihan keras tersebut dimulai sebelum menars, menars mungkin akan terlambat sampai lebih kurang 3 tahun, dan kejadian menstruasi yang tidak teratur akan menjadi lebih tinggi3,8,9. Kemunculan amenorea ini disebabkan oleh 2 sebab yaitu suatu kadar kritis dari lemak tubuh dan efek dari stress itu sendiri. Para atlit wanita yang senantiasa ikut kompetisi/perlombaan memiliki 50% kadar lemak lebih sedikit dibanding dengan atlit yang bukan kompetitor. Pengurangan lemak tubuh tidak harus mengurangi berat badan, sebab lemak dikonversi menjadi massa otot. Pengamatan secara kritis didapatkan bahwa tidak ada hubungan sebab akibat dari lemak tubuh dan gangguan menstruasi tetapi hanya satu korelasi saja3,8,9. Prognosis



dari



para



atlit



wanita



mungkin



baik.



Hanya



tingkat



reversibilitasnya tidak diketahui dengan pasti, meskipun beberapa penelitian menunjukkan mengindikasikan bahwa sebagian besar atlit wanita akan mengalami ovulasi kembali bila stress dan latihan mulai bisa dibatasi. Namun demikian sebagian atlit tidak menginginkan untuk menghentikan untuk menghentikan



latihan



kerasnya.



Pemberian



terapi



hormonal



bisa



dipertimbangkan pada wanita dengan hipoestrogen guna menjaga agar tidak terjadi perubahan pada tulang dan kardiovaskuler3,8,9. c. Amenorea dan anosmia, sindrom kallman Suatu kondisi yang jarang pada wanita, yaitu ditandai oleh adanya sindroma hipogonadotropik-hipogonadism kongenital yang berhubungan dengan anosmia atau hiposmia, dikenal sebagai sindroma Kallmann. Untuk mempermudah mengingat gambaran gejalanya sering disebut juga sebagai sindroma amenorea dan anosmia. Pada wanita, gejala yang muncul berupa amenorea primer, perkembangan seksual infantil, kadar gonadotropin rendah, kariotipe wanita normal, dan ketidakmampuan untuk mempersepsi aroma. Seringkali penderita 32



tidak menyadari adanya gangguan penciuman tersebut. Gonad mampu untuk memberikan respon terhadap gonadotropin; dengan demikian induksi ovulasi dengan gonadotropin eksogen bisa berhasil2,8. Sindroma Kallmann mempunyai kaitan dengan defek anatomi yang spesifik. Pemeriksaan MRI (seperti juga pemeriksaan postmortem) memperlihatkan bahwa terdapat hipoplasia atau tidak ada sulkus olfaktorius di rhinencephalon. Defek ini mengakibatkan



kegagalan olfactory axonal dan GnRH neuronal



bermigrasi dari placode olfaktorius di hidung. Sel-sel yang memproduksi GnRH berasal dari area olfaktorius dan bermigrasi selama embriogenesis sepanjang nervus kranialis yang menghubungkan hidung dan forebrain. Terjadinya sindroma ini sebagai akibat mutasi yang melibatkan gen tunggal pada lengan pendek kromosom X yang berisi kode pembentukan protein yang mengatur fungsi yang diperlukan untuk migrasi neuronal2,8. G. Diagnosis Dokter harus melakukan anamnesis pasien secara komprehensif dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh pada pasien dengan amenore.Banyak algoritma yang ada untuk evaluasi amenore primer. Uji laboratorium dan radiografi, jika diindikasikan, harus dilakukan untuk mengevaluasi dugaan penyakit sistemik. Jika karakteristik seksual sekunder dijumpai,kehamilan harus disingkirkan. Radiografi rutin tidak dianjurkan5.



33



Gambar 5. Algoritma evaluasi amenorea primer10



Anamnesis5 



Adanya karakteristik seksual sekunder. Apakah rambut aksila dan pubis ada dan ada perkembangan payudara (lihat stadium Tanner). Jika tidak ada karakteristik seksual sekunder, biasanya ada penundaan dalam pubertas karena malnutrisi (stunting), penyakit kronis pada masa kanak-kanak, aktivitas fisik yang berlebihan yang dikombinasikan dengan kurangnya asupan energi.







Riwayat infeksi, terutama ensefalitis.Ensefalitis dan meningitis mungkin telah merusak hipotalamus atau hipofisis.







Riwayat operasi (abdomen). Pengangkatan ovarium karena tumor,kista atau abses tubo-ovarii.







Usia ibu dan kakak perempuan saat menarche.Usia yang lebih tua saat menarche bersifat herediter.



34







Penyakit kronis (di masa kecil) dan / atau riwayatpenyakit mayordalam 3 tahun terakhir. Penyakit kronis yang melemahkan dapat menyebabkan anovulasi melalui disfungsi hipotalamus.







Nyeri



abdomensiklik.



Bersama



dengan



massaabdominal,



gejala



ini



bisa



mengindikasikanseptum vagina atau himen imperforata 



Berat badan. Penurunan berat badan yang berat Misalnya karena penyakit kronis mempengaruhi fungsi hipotalamus.







Hirsutisme. Distribusi maskulin dari rambut tubuh(payudara, abdomen, wajah, paha) dan / atau akne mengindikasikan kelebihan androgen dan gejala sindrom ovarium polikistik.







Hubungan seksual (kehamilan). Tanyakan gadis dengan hati-hati tentang seks: apakah dia terlibat dalam hubungan seksual konsensual atau ia adalah korban kekerasan seksual? Infeksi menular seksual (IMS), termasuk HIV dan kehamilan harus disingkirkan.



35



Tabel 1. Temuan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang terkait dengan amenorea10 Pemeriksaan Pemeriksaan Fisik5,12 Selalu jelaskan kepada perempuan atau wanita apa yang akan Anda lakukan dan tanyakan kepadanya apakah dia ingin seseorang yang dia percaya hadir pada saat pemeriksaan. 



Tinggi dan berat badan. Indeks massa tubuh (IMT): Berat (kg) /panjang × panjang (m). IMT 30 adalah obesitas.







Tanda-tanda malnutrisi, TBC, HIV/AIDS, penyakit kronis.







Peningkatan pertumbuhan rambut pada wajah, daerah pubis,abdomen dan/atau paha.







Karakteristik seksual sekunder (perkembangan payudara dan rambut pubis dan aksila).







Payudara: keluarnya susu secara spontan atau setelah mengeluarkannya dengan hati-hati. 36







Pemeriksaan abdomen: kehamilan, tumor.







Genitaliaeksternal: klitoris, himen, pertumbuhan rambut. Pada seorang gadis dengan amenore primer cari himen yang menggembung yang menunjukkan hymen imperforata.







Pemeriksaan spekulum dan pemeriksaan pelvis (jika seorang gadis /wanita tidak virgin): atrofi, sekret, kelainan serviks, eksitasi serviks,ukuran uterus, massa pelvis.







Pemeriksaan USG (abdominal dengan kandung kemih penuh atau vaginal): ada tidaknya uterus,ukuran uterus, endometrium, ukuran ovarium dan ada atau tidaknya folikel, massa tubo-ovarium, kista,cairan bebas.Pada seorang gadis dengan amenore primer yang secara khusus dicoba untuk memvisualisasikan uterus dengan tanpa uterus menunjukkan kelainan kongenital atau kelainan kromosom.



Analisa Kromosom11 Analisis kromosom sebaiknya dilakukan pasa wanita dengan amenorea primer yang mana dicurigai terdapat abnormalitas kromosom. Buccal smears atau sampel darah dapat digunakan untuk pemeriksaan ini. Profil Hormon11 Pemeriksaan hormon pertama yang dilakukan tes kehamilan menggunakan urin. Pemeriksan



ini digunakan untuk mendeteksi



adanya



β- Human



Chorionic



Gonadotrophin. Kadar serum gonadotrophin juga penting. Kadar FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone) meningkat dengan adanya kegagalan ovarium, sedangkan pada amenorea hipotalamus dan amenorea karena hypogonadotrophic kadar FSH dan LH lebih rendah dari batas normal. Pada Policystic Ovarian Syndrome rasio LH:FSH biasanya lebih besar dari 2,511. Kadar serum Prolaktin harus diperiksa untuk menyingkirkan hiperprolaktinemia. TSH (Thyroid Stimulating Hormone) dan Tiroksin bebas sebaiknya di periksa untuk mendeteksi adanya disfungsi tiroid atau jika hiperprolaktinemia sudah terkonfirmasi11. Kadar serum testosteron bisa normal atau meningkat pada Policystic Ovarian Syndrom meskipun testosteron bebas biasanya meningkat. Jika serum kadar serum 37



testosteron tinggi, bisa dicurigai adanya androgen-secreting dari tumor ovarium atau tumor adrenal 9. Pemeriksaan Diagnostik Ultrasonografi pelvis dapat



membantu mengkonfirmasi ada atau tidaknya



uterus, dan dapat mengidentifikasi kelainan struktural organ saluran reproduksi. Jika tumor hipofisis dicurigai, magnetic resonance imaging (MRI) dapat diindikasikan. Hormonal challenge (misalnya, medroxyprogesterone asetat[Provera], 10mg oral per hari selama tujuh sampai 10 hari) dengan antisipasi withdrawal bleeding untuk mengkonfirmasi anatomi yang fungsional dan estrogenisasi yang memadai,secara tradisional menjadi pusat evaluasi. Beberapa ahli menunda pengujian ini karena korelasinyadengan status estrogen relatif tidak dapat diandalkan11,12. H. Penatalaksanaan Penatalaksanaan defek anatomi dari traktus genitalia Setiap defek anatomi dari traktus genitalia memerlukan prosedur bedah yang tepat. Septum vagina transversal memerlukan eksisi, hymen imperforata membutuhkan pengangkatan jaringan dalam bentuk segitigadan sinekia intrauterin membutuhkan pelepasan. Selanjutnya, agenesis serviks mungkin memerlukan histerektomi sementara disgenesis serviks mungkin memerlukan kanalisasi serviks2,8. Pada anak perempuan dengan diagnosis sindrom insensitivitas androgen panjang vagina yang memadai untuk melakukan hubungan seksual dapat dicapai melalui dilatasi nonbedah. Namun, dalam beberapa kasus koreksi bedah pada anomali traktus genitalia harus dilakukan untuk membuat neovagina.Pada anak perempuan yang terkena sindrom insensitivitas androgen sangat penting untuk menjamin dukungan psikologis yang konstan.2,8



38



Penatalaksanaan sindrom MRKH Penatalaksanaan agenesis vagina pada sindrom Mayer-Rokitanksy-KusterHauser selalu menjadi topik yang kontroversial.Pilihan prosedur dan usia pasien pada saat rekonstruksi tergantung pada anatomi individu, potensi kesuburan dan faktor psikologis dan sosial. Awalnya, argumen berpusat pada apakah akan melakukan operasi atau mencoba dilatasi pasif serta pada usia berapa intervensi dilakukan. Karena teknik bedah baru-baru ini telah diperbaharui, pertanyaannya adalah, jika operasi dipilih,jaringan apa yang harus digunakan (graft usus vs kulit) dan, jika skin graft, dari daerah mana ia diambil. Tujuannya adalah memuaskan aktivitas seksual dengan anatomi dan fungsi vagina yang baik bersama dengan luaran jangka panjang mekanis. Sampai saat ini, terapi yang direkomendasikan, ketika reseksi kornu rudimenter diindikasikan, adalah laparotomi. Tujuan yang sama saat ini dapat dicapai dengan laparoskopi.Laparoskopi tidak hanya berguna untukdiagnosis malformasi uterus, tetapi juga berharga untuk perawatan yang diperlukan untuk jenis malformasi ini bersama dengan penciptaan vagina buatan (vaginoplasti yang dibantu laparoskopi).2,8 Pada



sindrom



Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser,pasien



dapat



mengambil



manfaat dengan bedah pembentukan neovagina; uterus yang tidak berkembang harus diangkat dengan adanya endometrium fungsional karena dapat bertanggung jawab atas pembengkakan uterus dan nyeri berulang abdomen bagian bawah.8,13 Waktu yang ideal untuk intervensi adalah pada saat remaja atau setelahnya, ketika seorang wanita telah mencapai maturitas fisik dan psikologis. Di masa lalu, prosedur rekonstruksi vaginadilakukan pada bayi dan anak-anak perempuan prapubertas dan ini memerlukan revisi bedah yang tak terelakkan dimasa remaja sebelum aktivitas seksual. Penundaan pengobatan juga memungkinkan wanita untuk terlibat dalam pengambilan keputusan dan juga meningkatkan kepatuhan dengan terapi dilatasi ajuvan yang mungkin diperlukan. 8,13 Dilator vagina memiliki sedikit komplikasi karena tidak ada risiko anestesi atau bedah, tetapi memakan waktu, menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien, dan membutuhkan motivasi pasien yang baik.8,13 39



Pengobatan bedah dari sindrom MRKH dicapai dengan rekonstruksi vagina, yang meliputi; vaginoplasti Williams, yang mencakup menjahit labia majora menjadi kantong perineum, tapi vagina yang dibuat adalah eksternal, pendek, dan tidak memuaskan untuk hubungan seksual penetratif; prosedur ini tidak lagi dipraktekkan. Prosedur Vecchietti terdiri dari meningkatkan ukuran vagina dengan secara bertahap menerapkan traksi pada dinding vagina. Akhirnya, neo-vagina dapat dibuat dalam ruang rektovesika dan dilapisi oleh jaringan yang berbeda seperti kulit (McIndo-Reed), peritoneum (Davydov), dan usus.8 Penatalaksanaan gangguan hipotalamus dan hipofisis Amenorea hipotalamus harus diterapi sesuai dengan etiologi nya. Pengobatan amenorea hipotalamus fungsional harus diselesaikan dengan kemunculan atau regulasi siklus menstruasi dengan memulai terapi estrogen dan progestin. Selanjutnya,terapi ini harusnya mencegah perkembangan osteoporosis. Sehubungan dengan estrogen oral, telah ditunjukkan bahwa terapi penggantian hormon transdermal memiliki efek yang lebih baik pada densitas tulang daripada terapi penggantian hormon oral karena tidak adanya metabolisme hepatik first-pass.7 Selain itu, suplementasi kalsium dan vitamin Dsangatdisarankan. Secara khusus, pada atlet dengan trias atlet perempuan target terapi adalah untuk memulihkan menstruasi melalui pengurangan aktivitas fisik, peningkatan berat badan, suplementasi kalsium dan terapi estrogen.2,8 Sehubungan



dengan



sindrom



Kallmann,



target



terapi



adalah



untuk



mempromosikan perkembangan payudara melalui terapi penggantian estrogen dan progestin pada anak perempuan dan untuk mempromosikan virilisasi melalui terapi penggantian testosteron pada laki-laki. Selanjutnya, terapi hormonal bisaditawarkan sebagai metode yang valid untuk memulihkan kesuburan pada pasien ini. Pemberian gonadotropin-releasing hormone atau gonadotropin pulsatil telah digunakan untuk menstimulasi ovulasi pada wanita dan aktivitas spermatogenik pada laki-laki. Pada sebagian



besar



subyek



yang



terkena



hipogonadismehipogonadotropik



idiopatik,terapi gonadotropin-releasing hormone pulsatil eksogen jangka panjang telah terbukti efisien karena menginduksi pertumbuhan testis dan perkembangan sperma saat ejakulasi, yang mendukung kehidupan seksual dan meningkatkan 40



prognosis reproduksi.Namun, sebagian kecil dari populasi initidak merespon penggantian gonadotropin-releasing hormone, yang menyarankan defek hipofisis dan testikular pada subyek ini tidak benar-benar merupakan konsekuensi dari defisiensi gonadotropin-releasing hormone.2,8 Sehubungan dengan prolaktinoma, terapi harus menargetkan untuk memulihkan menstruasi dan menjamin kesuburan. Agonis dopamin adalah terapi favorit untuk hiperprolaktinemia karena mereka mampu mengurangi kadar prolaktin, untuk mengurangi ukuran tumor dan untuk mengembalikan fungsi gonad. Dua agonis dopamin digunakan untuk mengobati prolaktinoma:bromocriptine dan cabergoline. Secara khusus, cabergoline telah terbukti lebih berkhasiat dengan kurangnya efek samping daripada bromocriptine pada wanitadengan mikroadenoma. Oleh karena itu, cabergoline merupakan pendekatan terapi utama. Perempuan dengan makroadenoma juga bisa mendapatkan keuntungan dengan agonis dopamin atau, dalam beberapa kasus, mereka harus menjalani operasi pengangkatan tumor.2,8 Penatalaksanaan penyakit terkait insufisiensi ovarium Sindrom Turner membutuhkan terapi yang mempromosikan pertumbuhan yang bertujuan untuk memperoleh perkembangan pubertas yang normal dan pencapaian tinggi dewasa yang normal. Hormon pertumbuhan merupakan fokus dari terapi promosi pertumbuhan karena terapi ini mampu meningkatkan kecepatan pertumbuhan dan tinggi akhir. Sehubungan dengan induksi pubertas, tepat untuk memberikan dosis gonadotropin sebelum memulai terapi penggantian hormon untuk mengesampingkan pubertas tertunda. Data terbaru telah menunjukkan bahwa pengobatan dengan estrogen harus dimulai pada sekitar usia 12 tahun untuk mempromosikan perkembangan pubertas yang normal tanpa mengganggu terapi hormon pertumbuhan untuk tinggi akhir. Sebenarnya,estrogen oralserta transdermal dan bentuk injeksi depot dari estradiol telah tersedia. Terapi estradiol umumnya dimulai dengan dosis rendah (dari 1/10- 1/8 dari dosis dewasa) diikuti dengan augmentasi bertahap selama 2-4 tahun,sementara progestin harus dimulai setelah minimal 2 tahun atau ketikaperdarahan uterus terjadi yang memungkinkan perkembangan uterus dan payudara secara teratur. Selain itu, suplementasi kalsiumsangatdisarankan dalam sindrom Turner.2,8 41



Pada sindrom Swyer, terapi penggantian estrogen harus dimulai setelah gonadektomi pada sekitar usia 11 tahun untuk memungkinkan kecepatan pubertas normal.8 Wanita dengan diagnosis kegagalan ovarium prematur harus menjalani terapi penggantian estrogen sampai usia menopause normal untuk menggantikan defisit estrogen ovarium dan melawan gejala menopause. Secara khusus, bagi perempuan yang memiliki uterus yang intak lebih baik untuk memulai terapi hormon kombinasi estrogen dan progestin untuk menghindari hiperplasia endometrium.Karena defisiensi estrogen, wanita dengan kegagalan



ovarium prematur juga berisiko



osteoporosis; karena alasan ini, aktivitas fisik, makanan yang kaya kalsium dan vitamin D tanpa merokok atau konsumsi alkohol adalah wajib.2,8 I. Prognosis Prognosis dari amenorea adalah baik. Amenorea biasanya tidak mengancam jiwa . Tumor dapat ditemukana dan di terapi. Banyak pasien dengan amenorea hipotalamus akan secara spontan kembali ke siklus menstruasi normal. Semua perempuan dengan amenorea yang tidak memiliki kegagalan ovarium prematur dapat ovulasi dengan dopamin agonist, klomipen sitrat, insulin-sensitizing agent, dan gonadotropin14.



42



III.



KESIMPULAN Amenorea primer merupakan suatu keadaan dimana tidak terjadi menstruasi



pada wanita yang berusia 16 tahun ke atas dengan karaktersitik seksual sekunder normal, atau umur 14 tahun ke atas tanpa adanya perkembangan karakteristik seksual sekunder. Gangguan yang ada bisa terjadi pada kompartemen I (gangguan pada uterus), kompartemen II (gangguan pada ovarium), kompartemen III (gangguan pada hipofisis anterior) atau pada kompartemen IV (gangguan pada sistem syaraf pusat). Penanganan terhadap amenorea primer disesuaikan dengan kelainan yang terjadi. Kelainan yang diakibatkan oleh kelainan endokrinologik, maka diberikan pengobatan yang berupa pemberian hormonal. Bila kelainan bersifat psikis, maka pengobatan yang diberikan adalah mengeliminasi trauma psikis, bila perlu bekerjasama dengan ahli jiwa. Sedangkan kelainan yang diakibatkan oleh kelainan anatomik bisa diberikan dengan memperbaiki kelainan anatomis selama hal itu dimungkinkan.



43



IV.



DAFTAR PUSTAKA



1. Hestiantoro, Andon, et al. Best practices on IMPERIAL: Infertility, Menopause, PCOS, Endometriosis, Recurrent misscarriage, Invitro fertilization, Adolescent gynecology, Abnormal Uterine Bleeding. Jakarta: Sagung Seto.2012 2. Chiavaroli, Valentina, et al. Update on Mechanism of Hormone Action- Focus on



Metabolism,



Growth



and



Reproduction:



Primary



and



Secondary



Amenorrhea.2011; Chapter 20:427-46 3. Djuantono,Tono,et al. Step by step: penanganan kelainan endokrinologi reproduksi dan fertiltas dalam praktik sehari-hari. Jakarta: CV Sagung Seto.2012 4. Marieke, Lagro. Chapter 8: Introduction of Amenorrhea. 2006:Chapter 8: 84-90 5. Gambone, Hacker M. Essentials of Obstetrics and Gynecology Fourth Edition: Amenorrhea, Oligomenorrhea, and Hyperandrogenic Disorders.2004: Chapter 33: 398-403 6. Agacayak, Elif, et al. The Frequency and The Type of Different Etiological Factors in Primary Amenorrhea.2014; 30:383-87 7. Anwar, Mochammad. 2011. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo 8. Fritz, Marc A, Leon Speroff. Clinical Gynecologic and Infertility Eight Edition.2011: Chapter 11:447-93 9. Edmonds,D Keith. Dewhurst’s Textbook of Obstetrics and Gynaecology Eight Edition.2012: Chapter 37:473-78 10. Hunter-Master T, Diana L. Amenorrhea: Evaluation and Treatment.2006;73(8) : 1374-382 11. Alam, Naureen, et al. Crash Course; Obstetrics and Gynecology: Abnormal Bleeding .2007; Chapter 1: 3-6 12. Klein, David, Merrily A. Poth. Amenorrhea: An Approach to Diagnosis and Management.2013; 87(11): 781-88 13. Quint-Elisabeth, Yolanda R. Primary Amenorrhea in Teenager.2006;107(2):41417 14. Decherney, Alan.H, et al. Current Diagnosis and Treatment Obstetrics and Gynecology.2007. 11: 889-99



44