Analisa Jurnal Mutu Dengan Picot [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISA JURNAL MUTU DENGAN PICOT DALAM PENINGKATAN MUTU KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT (MK: MANAJEMEN MUTU KEPERAWATAN)



Oleh: Kelompok 4 Sella Dwi Astia Ningrum (2018-01-036) Suci Rahayu (2018-01-038) Tati Hidayati (2018-01-039) Tri Mulyati (2018-01-040) Vera Rodessa Siregar (2018-01-041)



PROGRAM MAGISTER PEMINATAN MANAJEMEN KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SINT CAROLUS JAKARTA 2019



KATA PENGANTAR



Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karunia-Nya karena penulis dapat menyelesaikan penugasan Mata Kuliah Manajemen Mutu Keperawatan. Penugasan ini berisikan tentang Analisa Jurnal Mutu dengan PICOT dalam Peningkatan Mutu Keperawatan di Rumah Sakit. Pembuatan makalah ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan, baik materi maupun moral dari pihak-pihak tertentu. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Asnet Leo Bunga, SKp. MKes. selaku dosen STIK Sint Carolus dan koordinator Mata Kuliah Manajemen Mutu Keperawatan. Penulis menyadari bahwa penugasan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pembaca.



Jakarta, 7 Juli 2019 Hormat kami,



Penulis



DAFTAR ISI



Kata Pengantar.....................................................................................................................



i



Daftar isi..............................................................................................................................



ii



Bab I PENDAHULUAN.....................................................................................................



1



A. Latar Belakang......................................................................................................... B. Tujuan......................................................................................................................



1 1



Bab II TINJAUAN TEORI..................................................................................................



2



BAB III PEMBAHASAN.................................................................................................... A. Analisa Jurnal Berdasarkan Analisis PICOT........................................................... B. Pembahasan ............................................................................................................ BAB IV PENUTUP............................................................................................................. A. Kesimpulan.............................................................................................................. B. Saran........................................................................................................................ DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................



BAB I



PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan sebenarnya bukanlah hal yang baru dalam perkembangan sejarah terbentuknya jasa. Pada tahun 1820 – 1910, Florence Nighangela, seorang perawat dari inggris menekankan pada aspek – aspek keperawatan pada konsep peningkatan mutu pelayanan . Salah satu ajarannya yang terkenal adalah sampai dekade ini adalah “Hospital Should Do The Patient No Harm” (Rumah Sakit Jangan Sampai Merugikan atau Mencelakakan Pasien). Sejarah dimulainya upaya peningkatan mutu ini dimulai di Amerika Serikat oleh ahli bedah Dr. E.A. Codman dari Boston dalam tahun 1917 yang ditemani oleh ahli bedah lainnya, merasa kecewa dengan hasil operasi yang sering buruk karena sering terjadinya penyulit. Mereka berkesimpulan bahwa penyulit itu terjadi karena kondisi yang tidak memenuhi syarat di rumah sakit sehingga menurut pandangan mereka diperlukan adanya upaya penilaian dan penyempurnaan tentang segala sesuatu yang terkait dengan pembedahan. Ini adalah upaya yang berusaha mengidentifikasikan masalah klinis dan kemudian mencari jalan keluarnya. Sebagai upaya tindak lanjut, pada tahun 1918 The America Collage Of Surgeons (ACS) menyusun suatu Hospital Standarization Programme, dimana program stabdarisasi ini adalah upaya pertama yang terorganisasi dengan tujuan peningkatan mutu pelayanan dan ternyata program ini mendapatkan dukungan luas. Di Indonesia, langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang telah dilakukan Departemen Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu yaitu penetapan kelas Rumah Sakit Pemerintah melalui SK Menkes No. 033/Birhup/1972 yang secara umum telah ditetapkan kriteria-kriteria tertentu meliputi : RS type A, B, C, dan D. Kemudian berturut-turut masing-masing kriteria yang ada berkembang menjadi standar-standar menyangkut pelayanan, keterangan, sarana dan prasarana pedoman dalam rangka peningkatan penampilan pelayanan rumah sakit. Sejak tahun 1984, Depkes telah mengembangkan berbagai indikator untuk mengukur dan mengevaluasi penampilan (performance) Rumah sakit pemerintah dan Rumah Sakit swasta setara yaitu dalam rangka hari kesehatan nasional. Indikator ini setiap 2 tahun (dua) tahun ditinjau kembali dan disempurnakan. Terdapat banyak sekali metologi dalam upaya peningkatan mutu rumah sakit selain CQL, yaitu Total Quality Control (TQC), pengendalian Mutu Terpadu : “Quality Control Circle (QCC)” / Gugus Kendali Mutu, dan lain sebagaimana yang secara keseluruhan adalah sebagai



bagian dari upaya keterlibatan berbagai kepentingan yang ada dalam sumber daya potensial rumah sakit dalam upaya peningkatan mutu guna mewujudkan tujuan pembangunan kesehatan, yaitu tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan dari tujuh pembangunan nasioanal. Peningkatan kualitas sekarang menjadi tujuan abadi banyak organisasi termasuk yang terlibat dalam pengiriman perawatan medis. peningkatan kualitas pada dasarnya adalah upaya organisasi untuk meningkatkan produk dan proses dalam hal memenuhi harapan pelanggan. Salah satu aspek inisiatif peningkatan kualitas melibatkan kepuasan pelanggan. Dalam kasus organisasi perawatan kesehatan, kepuasan pelanggan meluas ke pasien serta berbagai staf medis seperti dokter, perawat dan teknisi medis. Pandangan dan persepsi pelanggan ini berdampak pada keberhasilan keseluruhan organisasi perawatan kesehatan, dan baru-baru ini datang lebih ke menonjol, karena digunakan sebagai indikator yang diakui oleh manajer untuk membuat perubahan organisasi dan peningkatan kinerja. Mengumpulkan pandangan pengguna layanan adalah fitur kunci dari perkembangan baru-baru ini di masyarakat dan sektor perawatan kesehatan telah mengidentifikasi metode untuk menilai pandangan pasien, terutama dalam dekade terakhir (Wensing dan Elwyn, 2002). Dalam melaksanakan inisiatif peningkatan mutu untuk memenuhi dan melampaui harapan pasien, ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan sebagai organisasi perawatan kesehatan. Pendekatan dan keberhasilan setiap program peningkatan kualitas ditentukan oleh filosofi perusahaan, dan inisiasi, keterlibatan dan dukungan manajemen tingkat senior. Untuk setiap upaya peningkatan kualitas untuk menjadi efektif, sangat penting untuk memiliki dukungan dari semua personil manajemen atas organisasi. Dengan dukungan tersebut, akan lebih mudah untuk mengelola resistensi karyawan untuk berubah ketika upaya peningkatan kualitas memang memerlukan perubahan. Dalam jurnal dengan judul “A problem-solving routine for improving hospital operations” penelitian yang dilakukan Montana State University, Bozeman, Montana, USA oleh (Manimay Ghosh Department of Operations Management and Decision Sciences, Xavier Institute of Management, Bhubaneswar, India, and Durward K. Sobek II Department of Mechanical and Industrial Engineering). Dalam jurnal tersebut dikatakan bagaimana menangani masalah terkait proses dan produksi berkelanjutan perbaikan terus menantang para peneliti organisasi. Beberapa sarjana



menegaskan bahwa, ketika dihadapkan dengan kegagalan proses, organisasi harus memberlakukan jangka pendek langkah-langkah untuk mengatasi krisis langsung, tetapi kemudian terus menyelidiki proses secara kritis dan kolaboratif untuk menentukan akar penyebab kegagalan dan mengimplementasikan perbaikan yang mencegah terulangnya masalah itu (Hayes et al.,1988). Namun, Feigenbaum (1991) melaporkan kelangkaan dalam menerapkan langkah kedua, dan ituTampaknya tren ini masih berlanjut hingga hari ini (Tucker, 2007; Lee, 2010; Edmondson,2011). Organisasi, oleh karena itu, terus menemukan bahwa mempertahankan perubahan dalam pekerjaansistem tantangan yang signifikan Dalam jurnal lainnya yaitu Implementation of total quality management in hospitals penelitian yang dilakukan oleh Emad A. Al-Shdaifat, PhD College of Nursing, University of Dammam, Dammam, KSA, Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 70% dari varians dalam menerapkan TQM dapat dicapai oleh mengikuti prinsipprinsip TQM. Prinsip-prinsip ini termasukperbaikan berkelanjutan, kerja tim, pelatihan, manajemen puncak komitmen dan fokus pelanggan. Kontinu perbaikan adalah faktor yang paling signifikan dalam menjelaskan varians dalam menerapkan prinsip-prinsip TQM. TQM tadinya diimplementasikan di rumah sakit Yordania pada tingkat sekitar kurang dari 60%. Prinsip yang paling diterapkan adalah fokus pelanggan, dan yang paling tidak diterapkan adalah perbaikan terus-menerus. Sektor swasta diimplementasikan kelima prinsip ini lebih dari sektor lainnya melakukan.



B. TUJUAN 1. Tujuan umum Mampu menganalisis jurnal quality improvement keperawatan di Rumah Sakit dengan menggunakan PICOT (Problem Intervention Comparations Outcome Time) 2. Tujuan khusus a. Mampu menguraikan jurnal quality improvement keperawatan di suatu Rumah Sakit dengan menggunakan PICOT (Problem Intervention Comparations Outcome Time) b. Mampu menganalisa jurnal quality improvement keperawatan di suatu Rumah Sakit BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Definisi Mutu adalah faktor yang mendasar dari pelanggan. Mutu adalah penentuan pelanggan, bukan ketetapan pasar atau ketetapan manajemen, berdasarkan atas pengalaman nyata pelanggan terhadap produk dan jasa pelayanan, mengukurnya, mengharapkannya, dijanjikan atau tidak sadar atau hanya dirasakan, operasional teknik atau subyektif sama sekali dan selalu menggambarkan target yang bergerak dalam pasar yang kompetitif (Wiyono,1999). Perawatan kesehatan adalah unik dari jenis lain dari industri dalam bahwa profesional perawatan kesehatan sangat tergantung pada satu sama lain untuk menyediakan dan mengkoordinasikan layanan nilai tinggi bagi manusia. Hal ini sangat menantang bagi manajer perawatan kesehatan yang bertanggung jawab untuk mengelola organisasi perawatan kesehatan (Shortell dan Kaluzny, 2000). Karena salah satu tujuan utama dari setiap organisasi perawatan kesehatan tidak hanya untuk bertemu, tetapi juga untuk melebihi harapan pasien, meningkatkan tingkat kepuasan pasien sangat penting untuk keberhasilan jangka panjang mereka. Inisiatif peningkatan kualitas dapat berperan dalam mencapai tujuan ini. Memang, satu fokus penting peningkatan kualitas dalam organisasi perawatan kesehatan melibatkan pasien. Secara khusus, menggunakan teknik peningkatan kualitas, manajer berusaha untuk meningkatkan kinerja dalam proses kunci sehingga tingkat kepuasan pasien yang tinggi tercapai Bebarapa pendapat tentang mutu : 1. Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang berhubungan dengan kemampuannya untuk memberikan kebutuhan kepuasan (American Society for Quality Control) 2. Mutu adalah “Fitness For Use“, atas kemampuan kecocokan pengguna (J.M.Juran) 3. Mutu adalah kesesuaian terhadap permintaan persyaratan (The Conformance of requirements-Philip B. Crosby) Menurut Philips B. Crosby, ada “empat hal yang mutlak (absolut)” menjadi bagian integral dari manajemen mutu, yaitu bahwa : a) Difinisi mutu adalah kesesuaian terhdapa persyaratan (The Definition of quality is conformance to requirements). b) Sistem mutu dan pencegahan ( The System of Quality si Prevention). c) Standar penampilan adalah tanpa cacat (The performance standard is Zero Defects) d) Ukuran mutu adalah harga ketidaksesuaian (The measurement of quality is the price of nonconformance) Definisi Mutu Pelayanan Rumah Sakit



Adalah derajat kesempurnaan pelayanan rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit secara wajar, efisien, dan efektif serta diberikan secara wajar, efisien, dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan Rumah Sakit serta masyarakat sebagai konsumen. B. Pendekatan sistem dalam Menjaga Mutu Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit dilakukan dengan pendekatan sistem, artinya memperhatikan proses manajemn mutu sejak INPUT/STRUKTUR, PROSES, dan OUTCOME. 1. Input atau struktur Karakteristik yang relatif stabil dan penyediaan pelayanan kesehatan, alat dan sumber daya yang dipergunakan, fisik dan pengaturan organisasi di lingkungan kerja. Konsep struktur manusia termasuk fisik, dan sumber keuangan yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan medis. Struktur di gunakan sebagai pengukuran tidak langsung dari kualitas pelayanan. Hubungan antara struktur dan kualitas pelayanan adalah hal yang penting dalam merencanakan, mendesain dan melaksanakan sistem yang dikehendaki untuk memberikan pelayanan kesehatan. Pengaturan karakteristik struktur dan digunakan mempunyai kecenderungan untuk mempengaruhi proses pelayanan sehingga ini akan membuat kualitasnya berkurang atau meningkat. (Donabedian,1980) 2. Proses Beberapa pengertian tentang proses : a. Interaksi profesional antara



pemberi



pelayanan



dengan



konsumen



(pasien/masyarakat) (Depkes RI, 2001)”. b. “Suatu bentuk kegiatan yang berjalan dengan dan antara dokter dan pasien”. (Donabedian, 1980). c. “Semua kegiatan dokter dan tenaga profesi lainnya yang mengadakan interaksi secara profesional dengan pasiennya. Baik tindaknya pelaksanaan proses pelayanan di rumah sakit dapat diukur dari tiga aspek, yaitu relevan dan tindakan proses itu baik pasien, efektivitas prosesnya dan kualitas interaksi asuhan terhadap pasien”. (Muninjaya, 2004). d. Proses yaitu semua kegiatan sistem. Melalui proses akan mengubah input menjadi menjadi output. e. Pengubahan/ Transformasi berbagai masukan oleh kegiatan operasi / produksi menjadi keluaran yang berbentuk produk dan/atau jasa. 3. Output/ Outcome



Tentang output/outcome, memberikan penjelasan bahwa outcome secar tidak langsung dapat digunakan sebagai pendekatan untuk menilai pelayanan kesehatan. Dalam menilai apakah hasilnya bermutu atau tidak, diukur dengan standar hasil (yang diharapkan) dari pelayanan medis yang telah dikerjakan. 4. Mengukur mutu pelayanan kesehatan Mengkukur mutu pelayanan kesehatan yang dimaksudkan untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut : a. Dapatkah mutu jasa pelayanan dapat diukur b. Apa yang diukur c. Bagaimana mutu jasa pelayanan diukur Untuk dapat memahami hal tersebut diatas perlu diketahui tentang pengertian, indikator, kriteria dan standar. a. Indikator Indikator adalah penunjuk atau tolak ukur, contoh : petunjuk indikator atau tolak ukur status kesehatan antara lain adalah angka kematian ibu, angka kematian bayi, status gizi. Petunjuk atau indikator ini (angka kematian ibu) dapat diukur jadi indikator adalah fenomena yang dapat diukur. Indikator mutu asuhan kesehatan atau pelayanan kesehatan dapat mengacu pada indikator yang relevan berkaitan dengan struktur, proses dan outcomes, sebagai berikut : b. Indikator Struktur 1) Tenaga kesehatan profesional (Dokter, paramedis, dan sebagainya) 2) Anggaran biaya yang tersedia untuk operasional dan lain-lain 3) Perlengkapan dan peralatan kedokteran termasuk obat-obatan 4) Metode : adanya standar operasional prosedur masing-masing unit, dan sebagainya. c. Indikator Proses Memberi petunjuk tentang pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan, prosedur asuhan yang ditempuh oleh tenaga kesehatan, prosedur asuhan yang ditempuh oleh tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya. Apakah telah sebagimana mestinya sesuai dengan prosedur, diagnosa, pengobatan, dan penanganan seperti yang seharusnya sesuai standar. d. Indikator Outcomes Merupakan indikator hasil dari pada keadaan sebelumnya yaitu input dan proses seperti BOR, LOS, TOI, dan indikator klinis lain seperti : angka kesembuhan penyakit, angka kematian 48 jam, angka infeksi nosokomial, komplikasi perawatan dan sebagainya.



e. Kriteria Indikator di spesifikasikan dalam berbagai kriteria sebagai contoh: indikator status gizi dapat lebih di spesifikasikan lagi menjadi kriteria tinggi badan, berat badan, berat



badan anak, untuk pelayanan kesehatan kriteria ini adalah fenomena yang dapat di hitung. f. Standar Selanjutnya setelah kriteria ditentukan dibuat standar-standar yang eksak dan dapat dihitung kuantitatif yang biasanya mencakup hal-hal yang standar baik. Mutu asuhan kesehatan suatu organisasi pelayanan kesehatan dapat diukur dengan memperhatikan atau memantau dan menilai indikator, kriteria, dan standar yang relevan diasumsikan relevan dan berlaku sesuai dengan aspek-aspek struktur, proses, dan outcome dari organisai pelayanan kesehatan tersebut.



C. Langkah-langkah upaya peningkatan Mutu Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan pasien rumah sakit adalah pada indikasi pemilihan aspek pelayanan yang akan ditingkatan dan atau indikator insiden KTD/KNC/ Sentinel dalam setiap unit kriteria serta standar yang digunakan untuk mengukur mutu pelayanan Rumah Sakit secara keseluruhan dengan segala potensi sumber daya yang ada. Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan keseluruhan upaya dan kegiatan secara komprehensif dan integratif memantau dan menilai mutu pelayanan RS, memecahkan masalah-masalah yang ada dan mencari jalan keluarnya sehingga mutu pelayanan RS akan menjadi lebih baik dimasa yang akan datang dengan memberikan asuhan pelayanan kepada pasien lebih aman. Upaya Risiko Mutu pelayanan Rumah Sakit akan sangat berarti dan berlaku efektif bilamana upaya peningkatan mutu menjadi tujuan sehari-hari dari setiap unsur di Rumah Sakit, termasuk Pimpinan,



Pelaksana pelayanan langsung dan Staff



penunjang secara umum. Beberapa langkah-langkah upaya peningkatan mutu yang akan ditetapkan Rumah Sakit adalah Sebagai berikut : 1. Mengupayakan keseluruhan kegiatan evaluasi dan peningkatan mutu secara komprehensif dan integratif dari masing-masing input, proses, dan output yang ada melalui : a. Optimalisasi tenaga sarana dan prasarana. b. Pemberian pelayanan sesuai dengan standar pelayanan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu sesuai dengan kebutuhan pasien. c. Pemanfaatan Teknologi tepat guna, sarana/ prasarana penelitian dan pengembangan pelayanan kesehatan. d. Menyusun indikator kegiatan Risiko Mutu dan Keselamatan Pasien Indikator Mutu Pelayanan di definisikan sebagai perihal tertentu, indikator mutu tersebut terkait dengan input dan proses yang berlangsung selama pengguna



input tersebut dalam proses pelayanan tertentu yang menjadi acuan yang terukur atas kinerja tertentu. Indikator mutu tersebut dalam proses pelayanan yang ada serta output berupa standar minimal pelayanan hasil perhitungan dari proses pengukuran atas input dan proses pelayanan tersebut diatas. D. Strategi Uji Kepatuhan dan Kelayakan Mutu Mutu pelayanan harus memiliki standar mutu yang jelas, artinya setiap jenis pelayanan harusnya mempunyai indikator dan standar parameter tertentu, misalnya dengan pendekatan prosentasi angka minimal pencegahan insiden KTD/ KNC/ Sentinel dalam proses pelayanan asuhan pasien yang ada atau angka maksimal bagi peningkatan kinerja kepuasaan pasien, ketersediaan saranaprasarana pendukung serta kompetensi sunber daya manusia melalui mutu pendidikan dan pelatihan. Selain diperlukan penyusunan parameter maka diperlukan pula strategi dan pendekatan pemecahan yang dimaksud adalah : 1. Adanya sosialisasi yang menyeluruh dan bekerlanjutan kepada segenap staf/pegawai di lingkungan RS untuk memahami dan menghayati konsep dasar dan prinsip mutu di masingmasing unit kerja sehingga tercipta budaya mutu di Lingkungan Rumah Sakit dalam kinerja sehari – hari. 2. Memberi prioritas kepada upaya peningkatan kompetensi SDM di Rumah Sakit melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan serta upaya meningkatkan kesejahteraan karyawan sesuai dengan dasar peningkatan kompetensi yang ada. 3. Menyusun program mutu di lingkungan Rumah Sakit dengan pendekatan evaluasi mutu yang efektif dan terukur secara baik. Pendekatan tersebut diantaranya adalah pendekatan PDCA cycle serta penyusunan “CQI (Continous Quality Improvment)” 4. Pendekatan pemecahan Masalah dan Teknik Perbaikan proses, yang berkesinambungan dan berkelanjutan. Langkah pertama dalam proses siklus ini adalah identifikasi masalah secara tepat dan akurat karena dalam proses identifikasi, masalah ini akan menentukan kegiatankegiatan sebelumnya. Seperti telah kita ketahui bersama bahwa suatu masalah muncul dalam proses kinerja mutu apabila : a. Hasil yang dicapai dibandingkan dengan standar mutu yang telah ditetapkan terjadi penyimpangan secara signifikan. b. Penyimpangan yang terjadi menmbulkan dampak penurunan kepuasan konsumen. c. Penyimpangan yang berakibat pada penurunan konsumen berimplikasi langsung terhadap penurunan kinerja staff di unit kerja bersangkutan yang merasa bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut. Lebih lanjut dalam upaya mewujudkan pemecahan masalah ini dibutuhkan alat bantu berupa alat manajemen mutu secara sistematik untuk mengidentifikasi masalah, menetapkan prioritas masalah, menganalisis masalah, serta mengupmpulkan dan menganalisis data. Dengan telah jelasnya cara memecahkan masalah maka bisa dilakukan tindakan preventif dan tindakan perbaikan. Namun agar pemecahan masalah bisa tuntas, setelah diadakan tindakan perbaikan perlu dinilai kembali apakah masih ada



yang masalah tertinggal yang memerlukan observasi lebih lanjut dikemudian hari sehingga proses siklus akan berulang kembali mulai dari tahap pertama.



E. Metode Pendekatan masalah dan teknik perbaikan proses Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa apabila rumah sakit sudah memutuskan untuk mulai inisiatif peningkatan mutu secara sistemik, maka Komite Risiko Mutu dan Keselamatan Pasien membutuhkan alat bantu berupa alat manajemen mutu untuk mengidentifikasi masalah, menetapkan prioritas masalah, menganalisis masalah, serta mengumpulkan dan menganalisis data. Berikut adalah variasi alat manajemen mutu pada setiap langkah pemecahan masalah sebagai berikut : 1. Identifikasi Masalah Semua kesenjangan antara yang seharusnya (ideal practice) dengan yang sesungguhnya (Current practice) disebut sebagai masalah. Masalah dalam upaya peningkatan mutu adalah kesejangan antara apa yang diharapkan konsumen (diingini konsumen) dengan kenyataan produk/jasa yang kita berikan kepada konsumen itu sendiri. Contoh masalah yang diidentifikasi dengan pernyataan berikut ini : a. Dari produk pelayanan yang kita berikan, apa yang mengecewakan konsumen ? b. Dari pelayanan yang kita berikan, apa yang tidak memenuhi harapan konsumen ? 2. Curah pendapat Curah pendapat merupakan alat yang paling banyak digunakan dalam dinamika pendekatan masalah karena bermanfaat untuk menghasilkan banyak gagasan-gagasan baru untuk menghasilkan banyak gagasan gagasan baru untuk menyelesaikna masalah-masalah yang rumit ataupun yang belum pernah terjadi. Prinsip dasar dalam pelaksanaan curah pendapat: tidak mengkritik, berpikir bebas, dan penggabungan pendapat yang sama. Pedoman proses curah pendapat adalah seperti pada bagian dibawah : Kelompok mendiskusikan memilih dan menetapkan gagasan terbaik penyelesaian masalah 3. Manfaat dalam metodologi pendekatan prioritas masalah adalah menetapkan masalahFasilitator menetapkan topik curah pendapat Prioritas Masalah



Sumbangan pendapat dan pikiran tiap-tiap anggota



masalah prioritas yang akan dipilih untuk proses peningkatan mutu. Umumnya dalam pendekatan prioritas masalah dilakukan skala penilaian untuk dicapai nilai total dari masing-masing item, masalah untuk ditetapkan skala prioritasnya. Penetapan prioritas didasarkan atas kriteria – kriteria yang dapat digunakan atau disepakati oleh Komite Risiko Mutu dan Keselamatan Pasien sebagai berikut : a. Besar masalah



Membandingkan secara kuantitatif besar masalah, masalah yang satu dengan yang lain. b. Luas masalah Semakin luas are yang dikenal masalah, maka penilaiannya semakin tinggi. c. Luas masalah Dengan mengamati perkembangan masalah dari waktu ke waktu dan antisipasi ke waktu yang akan datang, maka dilakukan penilaian dimana jika cenderung meningkat topik / identitas masalah yang ada dari waktu maka penilaian menjadi semakin tinggi. d. Kemungkinan ditanggulangi Semakin tinggi kemungkinan masalah tersebut dapat ditanggulangi secara dini akan mendapat penilaian yang semakin tinggi. Contoh lembar prioritas masalah : No



1



Masalah



...............



Kriteria (skala 1- 10) Besar Luas Kecende masalah Masalah rungan ................ ............ ............



Nilai Kemungkinan menanggulangi ..........................



Urutan Prioritas



..........



...............



4. Diagram Alur (Flow Chart) Diagram alur merupakan langkah pertama untuk mengeksplorasi dan menganalisis proses yang akan ditingkatkan mutunya. Secara lebiih spesifik, diagram menganalisis proses yang akan ditingkatkan mutunya. Secara lebih spesifik, diagram alur akan membantu kita mencari masalah – masalah, variasi – variasi dalam proses itu sendiri. Prinsip dasar dalam penyusunan diagram alur adalah adanya identifikasi karakteristik antar alur makro, yang menunjukkan garis besar kegiatan-kegiatan dari proses yang kita ingin tingkatkan mutunya. Serta alur mikro yang menunjukkan garis besar kegiatan-kegiatan dari proses yang kita ingin tingkatkan mutunya. Serta alur mkro yang menunjukkan rincian secara detail dari kegiatan-kegiatan dari alur makro sebelumnya. Pedoman proses alur adalah : Tetapkan diagram alur kegiatan



Mikro



Buat daftar seluruh Kegiatan utama berdasarkan urutan kegiatan



Buatlah alur Mikro dengan memperhatikan rincian & urutan kegiatan



Susun dan lengkapi Diagram alur



Cek validitas diagram alur



Diagram Alur Final



Dengan mengidentifikasi mungkin



susun



Menggambarkan proses yang ideal



5. Diagram Sebab Akibat Identifikasi penyebab masalah dapat dilakukan dengan menggunakan diagram sebab akibat, yang bentuknya mirip dengan sirip tulang ikan sehingga sering pula disebut juga diagram tulang ikan (fish bone diagram). Manfaat fish bone diagram untuk mengidentifikasi penyebab masalah dapat dilihat dari berbagai sisi diantaranya adalah a. Proses itu sendiri yang perlu diperbaiki (perhatikan diagram alurnya). b. Manusianya : Dokter, perawat, petugas kesehatan lain, pasien, dll c. Metodenya : metode yang digunakan dalam memberikan pelayanan d. Material : perlengkapan yang digunakan e. Money : dana yang tersedia f. Mesin dan peralatan g. Lingkungan h. Sebab lainya. Prinsip dasar dalam proses penyusunan menu diagram fish bone adalah sedapat mungkin identifikasi masalah bukan hanya gejala-gejala yang menunjukkan masalah tersebut. Selain itu, fasilitator harus mengarahkan pada produk-produk yang ingin dicapai sehingga proses ini tidak menjadi arena untuk pointing the blame (mencari titik kesalahan). Contoh diagram tulang ikan sebagai berikut : Fish bone / analisis Tulang Ikan



Lingkungan



Metode



Pelayanan RS tidak tersedia



Jarak jauh / Macet



Pelayanan RS tidak tersedia



Akses RS Cukup Sulit



Pelayanan RS tidak tersedia



Bersamaan dgn kasus disaster



PX Terlambat Penanganan Medik



Pelayanan RS tidak tersedia



Dokter datang terlambat



Pelayanan RS tidak tersedia Pelayanan RS tidak tersedia



Perawat kurang cekatan / respons Perawat “on call” karena bebas tugas



Peralatan



Manusia



6. Diagram Pareto Prinsip dasar dala penyusunan pareto, harus digunakan unit pengukuran yang sama, dan tuliskan unit tersebut pada diagram. Apabila ada penyebab sama, dan tuliskan unit tersebut pada diagram. Apabila ada kategori penyebab masalah yang melampaui 25% pertimbangan untuk merinci kategori tersebut. Prinsip yang sedikit tetapi besar pengaruhnya adalah penting, sedangkan yang banyak tetapi sedikit pengaruh nya adalah kurang penting. Secara umum diagram pareto bermanfaat sebagai berikut : a. Memisahkan masalah-masalah utama dengan masalah lain yang mungkin menjadi penyebab, sehingga peningkatan mutu dapat lebih fokus. b. Mengelompokkan penyebab- penyebab prioritas. c. Menetapkan penyebab yang paling penting berdasarkan fakta. d. Membandingkan perubahan data menurut waktu. 7. Run Chart Run chart sering disebut juga sebagai trend – chart atau diagram kecenderungan. Diagram ini merupakan gambaran dasar yang menunjukkan perkembangan suatu



kejadian dari waktu ke waktu sehingga prinsip dasar dari run chart adalah tidak dapat digunakan apabila data yang di kumpulkan tidak berkaitan dengan variabel waktu. Manfaat run Chart adalah untuk memantau variasi suatu proses menurut waktu sehingga memungkinkan manajemen untuk menghentikan suatu masalah sebelum berkembang lebih lanjut. 8. Check Sheet (Lembar Perilaku) Check sheet merupakan alat bantu untuk menunjukkan frekuensi terjadinya suatu kejadian (dapat berupa masalah, misalnya beberapa kali timbul kejadian operasi ditunda, atau penyebab masalah, misalnya beberapa kali timbul kejadian hasil laboratorium tidak normal mengakibatkan pelaksanaan operasi di tunda, berapa kali timbul kejadian hasil lab terlambat yang mengakibatkan operasi ditunda). Tiap kejadian yang ditemukan dilakukan penghitungan dengan tally (melidi) dalam format tabulasi. Lembar periksa hanya digunakan apabila telah diprediksi masalah atau penyebab yang mendasar. Disamping itu, jangan terjebak pada keinginan untuk mengumpulkan data sebanyak mungkin, oleh karena proses pengumpulan datanya dapat lebih lama dari pada waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan masalahnya itu sendiri F. Manajemen Risiko Alat – alat manajemen risiko yang digunakan di Rumah Sakit antara lain : a. Non statistical tools : untuk mengembangkan ide, mengelompokkan, memprioritaskan dan memberikan arah dalam pengambilan keputusan. Alat - alat tersebut meliputi Fish Bone, bagan, Alir, RCA, FMEA. b. Statistical tools seperti Diagram pareto, lembar periksa (check sheet) Meningkatkan dan mempertahankan Mutu dan Keselamatan Pasien dilakukan dengan menggunakan pendekatan proaktif dalam melaksanakan manajemen risiko di semua unit / bagian Rumah Sakit dan merupkan proses untuk mengenali bahaya (hazard) yang mungkin terjadi dan bagaimana potensi kegawatan dari bahaya tersebut. Langkah-langkah manajemen risiko : a. Identifikasi risiko b. Menetapkan prioritas risiko c. Analisis risiko pengelola risiko d. Evaluasi



1. Root Cause Analysis (RCA) Langkah – langkah melakukan RCA : a) Identifikasi Kejadian / Insiden b) Pembentukan Tim C c) Pengumpulan Data D d) Pemesanan Data : 1) Kronologi / Narasi 2) Tabular Timeline 3) Time Person Grid e) Identifikasi masalah/care manajemen problem (CMP) Ada beberapa teknik / instrumen untuk mengungkap CMP, adalah : 1) Brainstroming 2) Brainwaiting 3) Nominal Group Teknique (NGT). f) Analisa informasi g) Analisa Perubahan h) Barrier Analysis i) Fishbone j) Rekomendasi dan Solusi 2. FMEA (Failure Mode Effect Analysis) Suatu alat untuk mengkaji suatu prosedur secara rinci dan mengenali model -model adanya keggagalan / kesalahan pada suatu prosedur, melakukan penilaian terhadap tiap model kesalahan / kegagalan dan mencari solusi dengan melakukan perubahan desain / prosedur. Ada 5 langkah tahap FMEA : a. Tahap I menentukan topik / identifikasi proses yang berisiko tinggi (identifikasi). b. Tahap II Membentuk Tim FMEA (Tim).



c. Tahap III Menggambarkan proses (Diagram Proses) d. Tahap IV Analisis Hazard (Hazard Analysis) e. Tahap V Implementasi dan monitoring hasil dari redesign proses (Action dan Outcame Measure). G. Pengendalian Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus di lakukan untuk menjamin tercapainya sasaran perusahaan dalam hal kualitas produk dan jasa pelayanan yang di produksi. Pengendalian Mutu pelayanan pada dasarnya adalah pengendalian kualitas kerja dan proses kegiatan untuk menciptakan kepuasaan pelanggan (quality os customer satisfaction) yang dilakukan oleh setiap orang dari bagian di Rumah Sakit. 1. PDCA Pengertian pengendalian (control cycle) dengan memutar siklus “Plan-Do-CheckAction” (P-D-C-A) = relaksasi (rencana – laksanakan – periksa – aksi). Pola P-DC-A ini dikenal sebagai “siklus shewart” karena pertama kali dikemukakan oleh Walher Shewart beberapa puluh tahun yang lalu. Namun dalam perkembangannya, metodologi analisis P-D-C-A lebih sering disebut “Siklus Deming”. Hal ini karena Deming adalah orang yang mempopulerkan penggunaannya dan memperluas penerapannya, dengan nama apapun itu disebut P-D-C-A adalah alat yang bermanfaat untuk melakukan perbaikan secara terus-menerus



(continous



improvement) tanpa berhenti, konsep P-D-C-A tersebut merupakan panduan bagi setiap manajer untuk proses perbaikan kualitas (quality improvement) secara terus menerus tanpa berhenti telaah meningkat ke keadaan yang lebih baik dan dijalankan di seluruh bagian organisasi, seperti tampak pada gambar : a. Dalam gambar 1 tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan dipecahkan dan pencarian sebab – sebabnya serta penentuan tindakan koreksinya, harus selalu didasarkan pada fakta. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan adana unsur subyektivitas dan pengambilan keputusan yang terlalu cepat serta keputusan yang bersifat emosional. Selain itu untuk memudahkan identifikasi masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan selanjutnya perusahaan harus menetapkan standar pelayanan. b. Hubungan pengendalian kualitas pelayanan dengan peningkatan perbaikan berdasarkan siklus P-D-A-C (Relationship between Control and Improvement under P-D-A-C Cycle) diperlihatkan dalam gambar 2. Pengendalian kualitas berdasarkan siklus P-D-A-C hanya dapat berfungsi jika sistem informasi



berjalan dengan baik dan siklus tersebut dapat dijabarkan dalam enam langkah seperti diperlihatkan dalam gambar 3. Gambar 1. Siklus dan Proses Peningkatan PDCA



Gambar 2. Relationship Between control and Improvement under PDCA



a. Plan Langkah I Menentukan tujuan sasaran Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan yang di tetapkan penetapan sasaran tersebut oleh direktur Rumah Sakit atau Kepala Bidang / Kepala Unit Kerja. Penetapan Sasaran didasarkan pada data pendukung dan analisis informasi. Sasaran ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka, harus pula di ungkapkan dengan maksud tertentu dan disebarkan kepada semua



karyawan sehingga semakin rendah. Tingkat karyawan yang hendak dicapai oleh penyebaran kebijakan dan tujuan, maka semakin minim rinci informasi yang ada. Untuk mencapai data pendukung dan analisis informasi yang dimaksud, maka diperlukan upaya pengindentifikasi masalah yang dimaksud, maka diperlukan upaya pengidentifikasi masalah yang akan dipecahkan dan pencarian sebabnya serta penentuan tindakan koreksinya fakta dan data objektif. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya unsur subyektifitas dan pengambilan keputusan yang terlalu cepat serta keputusan serta keputusan yang bersifat emosional. Lebih lanjut data obyejtif dimaksudkan untuk memudahkan identifikasi masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan selanjutnya untuk disusun standar pelayanan yang ada dikemudian hari. Langkah 2 Menetukan metode untuk mencapai tujuan Penetapan tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu akan berhasil dicapai disertai metode yang tepat untuk mencapainya. Metode yang ditetapkan harus rasional, berlaku untuk semua karyawan dan tidak menyulitkan karyawan untuk menggunakan dalam aplikasi. Oleh karena itu dalam menetapkan metode yang akan digunakan perlu pula di ikuti dengan penetapan standar kerja yang dapat diterima dan dimengerti oleh semua karyawan. b. Do Langkah 3 Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja agar dapat dipahami oleh petugas terkait, maka perlu dilakukan program pendidikan dan pelatihan berkala, baik in – house, untuk memahami standar kerja dan program yang telah ditetapkan.



Langkah 4 Melaksanakan Pekerjaan Dalam pelaksana pekerja, selalu terkait dengan kondisi yang dihadapi dan standar kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang selalu berubah dalam penatalaksanaannya. Oleh karena itu, keterampilan dan pengalaman para karyawan dapat dijadikan modal dasar untuk mengatasi masalah yang timbul



dalam penatalaksanaan pekerjaan karena ketidaksempurnaan standar kerja yang telah disusun dan ditetapkan. c. Check Langkah 5 Memeriksa akibat pelaksanaan Direktur dan atau Ketua Komite Risiko Mutu dan Keselamatan Pasien perlu memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan dengan baik atau tidak. Jika segala sesuatu telah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan mengikuti standar kerja yang baik, namun tidak berarti pemeriksaan terhadap hasil pelaksanaan dapat diabaikan begitu saja. Hal yang harus disampaikan kepada karyawan adalah atas dasar apa pemeriksaan itu dilakukan agar kiranya dapat dibedakan manakah penyimpangan dan mana yang bukan penyimpangan, maka kebijakan dasar, tujuan, metode standar (standar kerja) dan pendidikan harus dipahami dengan jelas dan baik oleh masing-masing karyawan



dan atau atasan bersangkutan.



Untuk mengetahui penyimpangan, dapat dilihat dari akibat yang timbul dari pelaksanaan pekerjaan dan setelah itu dapat dilihat dari penyebabnya. d. Action Langkah 6 Mengambi tindakan yang tepat Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk menemukan penyimpangan. Jika penyimpangan telah ditemukan, maka penyebab timbulnya penyimpangan harus ditemukan untuk mengambil tindakan yang tepat agar tidak terulang kembali kemungkinan penyimpangan di masa yang akan datang. Menyingkirkan faktor-faktor penyebab yang telah mengakibatkan penyimpangan merupakan konsepsi yang penting dalam pengendalian kualitas pelayanan. Konsep PDCA dengan keenam langkah tersebut merupakan sistem yang efektif untuk meningkatkan kualitas pelayanan dengan partisipasi dan koordinasi semua pihak, mulai dari bawahan sampai dengan atasan di semua bagian dan semua proses. Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan mencakup semua jenis kelompok karyawan yang secara bersama-sama merasa bertanggung jawab atas kualitas pelayanan dalam kelompoknya. Partisipasi semua proses dalam penegndalian kualitas dimaksudkan adalah pengendalian tidak hanya terhadap output, tetapi terhadap hasil setiap proses yang ada. Proses pelayanan akan menghasilkan suatu pelayanan berkualitas tinggi, hanya mungkin dapat dicapai jikalau terdapat pengendalian kualitas dalam setiap



tahapan dari proses, dimana dalam setiap tahapan proses dijamin adanya keterpaduan, kerjasama yang baik antara kelompok karyawan dengan manajemen sebagai tanggung jawab bersama untuk menghasilkan kualitas kerja dari kelompok sebagai mata rantai dari suatu proses. 2. SIX SIGMA Six Sigma dimulai pada tahun 1980-an sebagai rencana peningkatan kualitas untuk Motorola. Pendekatan ini sejak tumbuh menjadi upaya yang diadopsi oleh perusahaan. Sebagai metodologi dan pengukuran, Six Sigma mengevaluasi kemampuan proses untuk melakukan cacat bebas, di mana cacat didefinisikan sebagai sesuatu yang menghasilkan ketidakpuasan pelanggan. Inovasi Six Sigma adalah menggabungkan metode yang lebih baik dengan filosofi manajemen baru untuk mengurangi cacat secara signifikan, sehingga memperkuat posisi pasar perusahaan dan meningkatkan garis keuntungan (Harry dan Schroeder, 2000). Six Sigma adalah proses yang dapat digunakan dalam memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan dalam organisasi perawatan kesehatan bersama dengan peningkatan profitabilitas dan arus kas (Samuels dan Adomitis, 2003). Secara khusus, ia berusaha untuk mengidentifikasi, mengukur dan menghilangkan kesalahan dalam proses bisnis (Gale, 2003). Six Sigma juga diidentifikasi sebagai kritis terhadap kualitas (CTQ) cacat menggunakan langkah-langkah yang menunjukkan efektivitas proses tertentu (Samuels dan Adomitis, 2003). Yang pertama dari tindakan ini adalah cacat per juta peluang (DPMOS): jumlah faktor CTQ yang rusak per 1 juta peluang untuk cacat terjadi. Kedua, hasil bebas kesalahan (EFY) adalah persen dari proses tanpa cacat. Akhirnya, tingkat sigma mirip dengan konsep standar deviasi: karena tingkat sigma meningkat, jumlah cacat menurun. Untuk titik referensi, industri rata-rata berjalan pada tingkat sigma 4.0; sedangkan sempurna, proses bebas cacat akan memiliki tingkat sigma 6.0. Menurut Samuels dan Adomitis (2003), dalam melaksanakan Six Sigma, manajer harus menjalankan proses berikut: a. Menentukan tujuan dan ruang lingkup proyek; b. Membuat dasar kinerja untuk membandingkan data membuktikan kesalahan; c. Menganalisis akar penyebab dikuantifikasi oleh data aktual; d. Menerapkan prosedur untuk menghapus akar penyebab kesalahan dan meningkatkan kinerja; dan e. Mengevaluasi kinerja proses sebelum dan sesudah untuk melakukan upaya perbaikan.



Memanfaatkan proses ini dapat menjadi efektif dalam memberikan kepuasan pelanggan yang lebih baik, serta mengurangi biaya dan meningkatkan profitabilitas (Samuels dan Adomitis, 2003). Misalnya, jika tujuan rumah sakit adalah untuk meningkatkan kepuasan pasien, manajemen akan ingin menggunakan indikator kuantitatif kepuasan pasien terhadap kinerja yang dapat diukur. Data kemudian akan dikumpulkan untuk menganalisis akar penyebab ketidakpuasan pasien. Kemudian, prosedur akan dilaksanakan untuk menghilangkan penyebab ketidakpuasan pasien yang teridentifikasi. Akhirnya, dampak dari prosedur dapat diperoleh mengevaluasi tingkat kepuasan pasien sebelum dan sesudah pelaksanaan Six Sigma. Pada tahun 2000, Mount Carmel Health System di Columbus, Ohio menunjukkan bahwa program Six Sigma dapat efektif untuk organisasi perawatan kesehatan (Gale, 2003). Secara khusus, dengan menerapkan program ini, Mount Carmel berhasil memangkas biaya dan menghemat beberapa juta dolar dalam biaya operasional setiap tahun sejak program dimulai (Gale, 2003). Jika organisasi perawatan kesehatan lainnya dapat mencapai hasil seperti ini, maka mereka dapat menghindari tindakan negatif seperti PHK karyawan dan pemotongan pengeluaran di arena layanan pelanggan/pasien. Akibatnya, fokus organisasi dapat tetap berada di tempat yang seharusnya: memenuhi dan melebihi kebutuhan dan harapan pasien. Revere and Black (2003) memeriksa penggunaan Six Sigma untuk tujuan mengurangi kesalahan medis dan meningkatkan profitabilitas. Mereka menyarankan bahwa Six Sigma lebih efektif daripada metode manajemen kualitas total tradisional, karena menawarkan pengukuran kuantitatif yang lebih tepat. Selain itu, mereka merekomendasikan bahwa Six Sigma dapat berhasil ketika digunakan sebagai alat manajerial untuk mengurangi kesalahan obat karena fokus pada mengidentifikasi, menganalisis, dan memantau kesalahan. Namun, kuncinya terletak pada pelatihan ekstensif



dan



fokus



pada



filosofi



organisasi



perawatan



kesehatan



yang



mempromosikan peningkatan kualitas. Tema Six Sigma Visi organisasi six sigma mencakup keenam tema berikut ini (Pande, 2003: 83). 1. Fokus yang sungguh-sungguh kepada pelanggan; didukung oleh sikap yangmengutamakan kebutuhan para pelanggan, juga sistem dan strategi yang berfungsi untuk mengikatkan bisnis kepada “Suara Pelanggan”.



2.



Manajemen yang digerakkan oleh data dan fakta; dengan sistemsistem pengukuran yang efektif yang melacak hasil dan hasil akhir maupun proses,



3.



input dan faktor-faktor prediktif lainnya. Fokus proses, manajemen, dan perbaikan; sebagai sebuah mesin untuk pertumbuhan dan sukses. Proses-proses dalam six sigma didokumentasikan, dikomunikasikan, diukur dan diperbaiki pada basis terus-menerus. Prosesproses tersebut juga dirancang atau dirancang ulang secara berkala, untuk



4.



tetap berada pada kebutuhan saat ini dari pelanggan dan bisnis. Manajemen proaktif; meliputi kebiasaan dan praktik-praktik



yang



mengantisipasi masalah dan perubahan-perubahan, menerapkan fakta dan data, dan asumsi-asumsi pertanyaan mengenai tujuan dan bagaimana kami 5.



melakukan sesuatu. Kolaborasi tanpa batas; kooperasi khusus antara kelompokkelompok internal



6.



dan dengan para pelanggan, pemasok, dan mitra rantai persediaan. Dorongan untuk sempurna, tetapi toleransi terhadap kegagalan; hai ini memberikan kebebasan kepada orang-orang di dalam six sigma untuk menguji pendekatan-pendekatan baru bahkan sementara mengelola resiko dan belajar dari kesalahan, dengan demikian “mencapai palang” kinerja dan kepuasan pelanggan.



Selain itu six sigma juga memberikan nilai filosofi yang bertumpu pada beberapa konsep penting (Evans, 2007: 4): 1. Selalu berpikir dalam kerangka proses bisnis utama serta kebutuhan pelanggan dengan tetap berfokus pada tujuan strategis perusahaan



Gambar 2.1. six sigma dan perbaikan proses (Evans, 2007: 4) 2. Memusatkan perhatian pada para pendukung perusahaan yang bertanggung jawab menyukseskan proyek-proyek penting, mendukung kerja kelompok, membantu mengatasi keengganan untuk berubah dan menggalang sumber daya. 3. Menekankan sistem pengukuran yang bisa dikuantifikasi, seperti cacat persatu juta kemungkinan (defects per million opportunities-dpmo) yang bisa diterapkan di setiap bagian perusahaan. 4. Memastikan bahwa sistem pengukuran yang tetap teridentifikasi diawal setiap proses serta memastikan bahwa sistem tersebut berfokus pada pencapaian bisnis sehingga dapat memberikan sistem insentif dan akuntabilitas. 5. Menyediakan pelatihan menyeluruh yang diikuti dengan penugasan proyek untuk meningkatkan profitabilitas, mengurangi aktivitas yang tidak bernilai tambah, serta mencapai pengurangan waktu siklus. 6. Menciptakan ahli-ahli peningkatan proses berkualifikasi tinggi yang dapat menerapkan aneka alat untuk meningkatkan kinerja serta dapat memimpin tim. 7. Mencanangkan tujuan jangka panjang untuk perbaikan. Metodologi Six Sigma DMAIC Akan dijelaskan melalui urutan fase kegiatan yang akan dilakukan, yaitu: 1. Define merupakan langkah operasional pertama dalam program peningkatan kualitas six sigma. Yaitu mendefinisikan tindakan-tindakan (action plan) yang harus dilakukan untuk melaksanakan peningkatan dari setiap tahap proses bisnis kunci itu 2. Measure Merupakan langkah operasional kedua dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Terdapat tiga hal pokok yang harus dilakukan dalam tahap Measure. Yaitu: a. Memilih atau menentukan karakteristik kualitas (CTQ) kunci yang berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik dari pelanggan. b. Mengembangkan suatu rencana pengumpulan data melalui pengukuran yang dapat dilakukan pada proses. c. Mengukur kinerja sekarang (current performance) pada tingkat proses, output, dan outcome untuk ditetapkan sebagai baseline kinerja awal proyek Six Sigma.



d. Analyze Merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Ada tiga hal penting dalam langkah ini yaitu: 1) Menetapkan kapabilitas proses (Cp) 2) .Mendefinisikan target-target kinerja 3. Mengidentifikasikan sumber-sumber variasi d. Improve Dalam langkah ini bertujuan untuk mengembangkan dan mengimplementasikan perbaikan untuk menurunkan DPMO dan meningkatkan Six Sigma. Dalam langkah improve ini ada 3 hal pokok yang harus dikerjakan, yaitu (Gaspersz, 2001: 326): a. Mengetahui penyebab potensial yang menyebabkan variasi proses b. Menemukan hubungan variabel-variabel kunci penyebab variasi c. Menetapkan batas-batas toleransi operasional 4. Control Merupakan tahap operasional terakhir dalam proyek peningkatan kualitas six sigma. Pada tahap ini hasil hasil peningkatan kualitas didokumentasikan dan disebarluaskan.



.Ada tiga hal pokok yang harus



dilakukan dalam langkah pengendalian, yaitu: a. Melakukan validasi terhadap sistem pengukuran b. Menentukan kapabilitas proses yang telah tercapai sekarang c. Menerapkan rencana-rencana pengendalian proses Istilah-istilah dalam konsep Six Sigma Sebelum membahas lebih jauh mengenai konsep six sigma yang akan digunakan dalam penelitian ini, maka perlu dipahami beberapa istilah berikut yang berkaitan dengan metode six sigma itu sendiri: 1. CTQ (Critical –to-Quality) Atribut-atribut yang sangat penting untuk diperhatikan karena berkaitan langsung dengan kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Merupakan elemen suatu produk, proses, atau praktek-praktek yang berdampak langsung pada kepuasan pelanggan 2. Variasi (Variation) Variasi merupakan apa yang pelanggan lihat dan rasakan dalam proses transaksi antara pemasok dan pelanggan tersebut. Atau dapat juga disebutkan bahwa variasi adalah penyimpangan atau perbedaan antara keinginan atau ekspektasi pelanggan dengan produk yang ada. Semakin kecil variasi akan semakin diharapkan baik oleh pemasok (perusahaan) maupun oleh pelanggan karena menunjukkan



konsistensi dalam kualitas. (Gaspersz, 2001: 83), Ada dua sumber yang harus diperhatikan penyebab timbulnya variasi, yaitu: a. Penyebab umum (common causes) adalah faktor-faktor di dalam sistem atau yang melekat pada proses operasi yang menyebabkan timbulnya variasi dalam sistem serta hasilhasilnya. Penyebab umum menimbulkan variasi acak (random variation) dalam batasbatas yang dapat diperkirakan dan sering disebut juga sebagai penyebab acak (random causes) atau penyebab sistem (system causes). b. Penyebab khusus (special causes) adalah kejadian-kejadian di luar sistem yang mempengaruhi variasi dalam sistem. Penyebab khusus dapat bersumber dari faktor seperti: manusia, peralatan, material, lingkungan, metode kerja dan lain-lain. Penyebab khusus ini dapat diidentifikasi/ditemukan, sebab mereka tidak selalu aktif dalam proses tetapi memiliki pengaruh yang lebih kuat pada proses sehinga menimbulkan variasi. c. Cacat (Defect) Kegagalan suatu proses untuk memberikan apa yang diinginkan oleh pelanggan dengan ukuran sesuai dengan spesifikasinya. d. DPMO (Defects Per Million Opportunities) Ukuran kegagalan dalam Six Sigma, yang menunjukkan kegagalan per sejuta kesempatan. Target dari kualitas six sigma adalah 3.4 DPMO, harusnya tidak diinterpretesikan sebagai 3.4 unit output yang cacat dari sejuta unit output yang diproduksi, tetapi diinterpretasikan sebagai berikut: dalam satu unit produk tunggal terdapat rata-rata kesempatan untuk gagal dari suatu karakteristik CTQ (critical-toquality) adalah hanya 3.4 bagian dari satu juta kesempatan.



BAB III PEMBAHASAN A. Judul: Implementation of total quality management in hospitals (Pelaksanaan total kualiti manajemen di rumah sakit)



Population: Jumlah populasi dalam penelitian ini 332 perawat, direkrut dari pemerintah, militer, universitas dan sektor kesehatan swasta. Sebanyak 445 kuesioner dikirim ke perawat di empat rumah sakit. Dari mereka, 332 (75%) diisi oleh perawat, 67,8% responden adalah perempuan. Sekitar 90% dari peserta memiliki usia kurang dari 39 tahun. Sebagian besar pengalaman kerja peserta kurang dari 10 tahun (61,2%), dan hanya 8,3% memiliki lebih dari 20 tahun pengalaman. Lebih dari setengah dari peserta memiliki pendidikan diploma tingkat (56,2%), dan 1,8% memiliki gelar pascasarjana. departemen kerja perawat adalah sebagai berikut; 23,3% di departemen bedah, 21,8% di ICU dan 34,7% bekerja di departemen lain, termasuk bersalin, unit dialisis anak dan lain-lain. Sekitar 37% dari peserta berasal dari sebuah rumah sakit universitas, 28,9% dari rumah sakit militer dan 23,5% dari rumah sakit pemerintah. Intervention: Penelitian ini



untuk mengukur sejauh mana penerapkan berbagai



prinsip-prinsip TQM di rumah sakit Yordania dari sudut pandang perawat, mengetahui perbedaan mengenai sejauh mana pelaksanaan TQM antara sektor kesehatan yang berbeda, apakah sosial demografi perawat (jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pengalaman, departemen pekerjaan, sehari-hari menjabat pasien, ketersediaan TQM department) yang mempengaruhi tingkat implementasi TQM di rumah sakit tersebut. Analisis Faktor diaplikasikan untuk mengidentifikasi prinsip-prinsip Total Quality Management (TQM) diterapkan di rumah sakit Yordania. Lima prinsip yang dihasilkan dari menggunakan Principal Component dari Metode Rotasi Varimax Rotasi yaitu: perbaikan terus-menerus, kerja sama tim, pelatihan, komitmen manajemen puncak dan fokus pelanggan. Tampak adanya perbedaan terjadi dikarenakan meluasnya penerapkan prinsip-prinsip TQM di rumah sakit. Perbaikan terus-menerus, kerja sama tim dan fokus pada pelanggan yang diterapkan di rumah sakit Irbid Spesialis (rumah sakit swasta) untuk lingkup yang lebih luas dibandingkan dengan rumah sakit lain. Pelatihan dan komitmen manajerial untuk tingkat yang lebih luasi diterapkan di ISH daripada rumah sakit di universitas dan di rumah sakit pemerintah. Penerapan TQM di rumah sakit lainnya sama, kecuali untuk komitmen manajemen puncak, yang diterapkan lebih banyak di rumah sakit militer dibandingkan dengan rumah sakit pemerintah. Analisis regresi menunjukkan statistik signifikan korelasi positif antara perbaikan terus-menerus, kerja sama tim, pelatihan dan komitmen manajerial dengan ketersediaan departemen TQM. Variabel (jenis kelamin, usia, pendidikan, pengalaman departemen) tidak menunjukkan signifikan perbedaan fi kan dengan penerapan prinsip-prinsip TQM.



Comparison: Dari hasil analisi varian menunjukkan perbedaan signifikan (P < 0,01) dalam semua prinsip-prinsip TQM antara berbagai jenis rumah sakit dari sudut pandang perawat. pelaksanaan tertinggi di Rumah Sakit Irbid Spesialis. Tampak adanya perbedaan terjadi dikarenakan meluasnya penerapkan prinsip-prinsip TQM di rumah sakit. Perbaikan terus-menerus, kerja sama tim dan fokus pada pelanggan yang diterapkan di rumah sakit Irbid Spesialis (rumah sakit swasta) untuk lingkup yang lebih luas dibandingkan dengan rumah sakit lain. Pelatihan dan komitmen manajerial untuk tingkat yang lebih luasi diterapkan di ISH daripada rumah sakit di universitas dan di rumah sakit pemerintah. Penerapan TQM di rumah sakit lainnya sama, kecuali untuk komitmen manajemen puncak, yang diterapkan lebih banyak di rumah sakit militer dibandingkan dengan rumah sakit pemerintah. Analisis regresi menunjukkan statistik signifikan korelasi positif antara perbaikan terus-menerus, kerja sama tim, pelatihan dan komitmen manajerial dengan ketersediaan departemen TQM. Variabel (jenis kelamin, usia, pendidikan, pengalaman departemen) tidak menunjukkan signifikan perbedaan fi kan dengan penerapan prinsip-prinsip TQM. Outcome: Dari hasil penelitian ini didapatkan pandangan bahwa upaya harus difokuskan pada membangun sebuah dasar yang dapat memeriksa dan mengakreditasi kualitas dari sistem kesehatan. Lima prinsip TQM yang perlu diimplementasikan di umah sakit adalah perbaikan terus-menerus, kerja sama tim, pelatihan, komitmen manajemen puncak dan fokus pelanggan. Prinsip-prinsip TQM yang buruk diimplementasikan di rumah sakit Yordania. Fokus pada pelanggan adalah prinsip yang



paling



banyak



diterapkan.



Sektor



swasta



memiliki



paling



banyak



mengimplementasikan prinsip-prinsip dari TQM bila dibandingkan dengan sektor publik. Studi ini juga menemukan tidak ada perbedaan yang signifikan terkait dengan sosio-demografis variabel (jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pengalaman, departemen pekerjaan, dan jumlah pasien disajikan setiap hari) di rumah sakit yang tidak memiliki departemen Mutu. Tingkat implementasi TQM meningkat dengan ketersediaan departemen Mutu.