ANALISIS ASPEK BIOLOGIS Ikan Makarel [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISIS ASPEK BIOLOGIS IKAN MAKAREL (Scomber scombrus)



LAPORAN PRAKTIKUM Disusun Oleh : KELOMPOK 9/PERIKANAN A Muhammad Rizal Alfiansyah 230110200003 Ihza Zakaria Al Falah 230110200018 Trisyandi Imanudin 230110200039 Luthfiah Al Afifah 230110200052



UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI PERIKANAN JATINANGOR 2021



ANALISIS ASPEK BIOLOGIS IKAN MAKAREL (Scomber scombrus)



LAPORAN PRAKTIKUM Disusun Sebagai Laporan Praktikum Biologi Perikanan



DISUSUN OLEH : KELOMPOK 9/PERIKANAN A Muhammad Rizal Alfiasyah 230110200003 Ihza Zakaria Al Falah 230110200018 Trisyandi Imanudin 230110200039 Luthfiah Al Afifah 230110200052



UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI PERIKANAN JATINANGOR 2021



LEMBAR PENGESAHAN



JUDUL



: Analisis Aspek Biologis ikan makarel (Scomber scombrus)



PENYUSUN : Kelompok 9 / Perikanan



NAMA



NPM



Muhammad Rizal Alfiansyah



230110200003



Pertumbuhan



Ihza Zakaria Al Falah



230110200018



Reproduksi



Trisyandi Imanudin



230110200039



Kebiasaan Makanan



Lutfiah Al Afifah



230110200052



Reproduksi



Jatinangor, Mei 2021



Menyetujui: PJ Asisten Laboratorium



Muhammad Rama Sukmadhani NPM. 230110180079



ASPEK



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas nikmat dan karunianya-Nya Laporan Praktikum Biologi Perikanan tentang “Analisis Aspek Biologi Ikan Makarel (Scomber scombrus.)” dapat diselesaikan. Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai kegiatan praktikum Biologi Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran dan memberikan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai “Analisis Aspek Biologi Ikan Makarel (Scomber scombrus.) ”. Laporan ini dapat tersusun tak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu kelompok 9 mengucapkan banyak terimakasih kepada : 1.



Dosen pengampu Drs. H. Walim Lili yang menyampaikan materi dengan baik.



2.



Asisten laboratorium Muhammad Rama Sukmadhani yang membimbing kelompok 9 dalam praktikum.



3.



Teman-teman yang bekerja sama dengan baik pada saat pembuatan laporan



praktikum.



Laporan ini semoga dapat menjadi evaluasi dan tolak ukur dalam pelaksanaan praktikum Biologi Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran dan menjadi bahan perbaikan untuk kedepannya.



Jatinangor, Mei 2021 Kelompok 9



DAFTAR ISI



DAFTAR TABEL



DAFTAR GAMBAR



DAFTAR LAMPIRAN



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Biologi Perikanan merupakan salah satu cabang ilmu biologi yang mempelajari seluk beluk dan cara pertumbuhan ikan. Biologi perikanan itu sendiri terbagi lagi menjadi dua bagian yakni biologi ikan dan dinamika populasi ikan. Biologi ikan khusus mempelajari tentang kehidupan ikan-ikan yang berupa pertumbuhan ikan, tentang bagaimana ikan-ikan dalam suatu populasi melakukan pemijahan, tumbuh dan makan. Dinamika populasi ikan khusus mempelajari perubahan populasi ikan, tentang bagaimana kecepatan populasi ikan tumbuh, mati dan memperbanyak keturunan. Ikan termasuk hewan bertulang belakang (vertebrata) yang hidup di air. Ikan diklasifikasikan ke dalam Filum Chordata dengan karakteristik memiliki insang yang berfungsi untuk mengambil oksigen terlarut dari air dan memiliki sirip untuk berenang. Oleh karena itu pentingnya pemahaman tentang biologi perikanan merupakan salah satu upaya untuk memberikan kemampuan dalam menganalisis dan menduga pertumbuhan, perkembangbiakan dan kebiasaan makan pada ikan. Ikan makarel adalah ikan pelagis yang sangat ramping, berenang cepat, dan tersebar di lautan lepas Atlantik Utara, biasanya pada kedalaman kurang dari 200 m. Ikan makarel adalah ikan shoaling klasik, dengan panjang beting hingga 9 km, 4 km lebar, dan kedalaman 40 m dilaporkan (Lockwood 1988). Ikan makarel adalah ikan pelagis, umumnya hidup jauh di laut lepas, meski beberapa jenisnya juga bisa didapati di perairan teluk yang tak jauh dari pantai. Jenis-jenis ikan ini tersebar di berbagai lautan tropis dan ugahari. Sebagian jenisnya mampu menyelam hingga kedalaman lebih dari 1.000 meter.



Ikan makarel (Scomber scombrus) memiliki kandungan protein, lipid, dan asam lemak yang tinggi terutama n-3 PUFA (Oudiani et al.2019).Oleh karena itu, ikan makarel termasuk ikan konsumsi yang paling banyak diminati di kalangan masyarakat. Dengan adanya peluang tinggi konsumsi ikan makarel di masyarakat, maka perlu dilakukan adanya budidaya yang berkelanjutan untuk ikan makarel tersebut. Selain itu, penting bagi kita khususnya mahasiswa perikanan untuk mengetahui dan menganalisis aspek biologi ikan makarel baik pertumbuhan reproduksi dan kebiasaan makannya agar pemanfaatan dan budidaya ikan makarel dapat dilakukan dengan maksimal. 1.2 Tujuan Tujuan dari praktikum Biologi perikanan yang telah dilaksanakan, diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis aspek pertumbuhan meliputi distribusi ukuran, hubungan panjang bobot dan faktor kondisi 2. Menganalisis aspek reproduksi, meliputi rasio kelamin, TKG, IKG, HSI, Fekunditas, Diameter Telur dan Tingkat Kematangan Telur 3. Menganalisis aspek kebiasaan makanan, meliputi indeks bagian terbesar, indeks ivlev dan tingkat trofik. 1.3 Manfaat Manfaat dari praktikum kali ini yaitu untuk mengetahui aspek pertumbuhan, reproduksi dan kebiasaan makan dari ikan makarel yang dapat menjadi dasar dalam budidaya ikan marakel. Pentingnya pemahaman tentang biologi perikanan merupakan salah satu upaya untuk memberikan kemampuan dalam menganalisis dan menduga pertumbuhan dan perkembangbiakan ikan. Dengan demikian kita dapat melihat jumlah stok yang ada di alam berdasarkan ukuran ikan.



BAB II KAJIAN PUSTAKA



2.1 Biologi Ikan Makarel Ikan Makarel (Scomber scombrus Linnaeus, 1758) merupakan salah satu spesies ikan bermigrasi yang paling banyak tersebar di Atlantik Utara (ICES, 2011). Ikan Makarel adalah salah satu spesies ikan pelagis bergerombol yang melimpah di perairan dingin dan beriklim sedang di Samudra Atlantik utara dan Laut Mediterania (Froese dan Pauly, 2017). Ikan Makarel, seperti kebanyakan scombrid, adalah ikan pelagis yang memiliki bentuk tubuh ramping, memiliki kemampuan berenang yang cepat, dan tersebar di lautan lepas Atlantik Utara, biasanya pada kedalaman kurang dari 200 m. Ikan Makarel adalah ikan shoaling klasik, dengan panjang beting hingga 9 km, 4 km lebar, dan kedalaman 40 m dilaporkan (Lockwood, 1988). Ikan Makarel atlantik adalah ikan yang bergerak aktif dan cepat yang harus terus bergerak untuk membawa cukup oksigen untuk bertahan hidup. Ikan makarel berenang dengan gerakan pendek yang memanfaatkan bagian belakang tubuhnya dan sirip ekor. Tidak seperti makarel lainnya, mackerel Atlantik tidak melompat keluar dari air kecuali mencoba melarikan diri dari predator. Karena ikan yang lebih besar memiliki rasio massa otot yang lebih besar terhadap luas permukaan, kelompok ikan yang lebih besar mampu berenang lebih cepat dari pada kelompok yang terdiri dari individu yang lebih kecil (Sette, Oscar Elton 1943).



2.1.1 Taksonomi Menurut Chusnul (2020), Klasifikasi Ikan Makarel (Scomber scombrus) yaitu sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum



: Chordata



Subfilum : Vertebrata Kelas



: Osteichthyes



Ordo



: Acanthopterygii



Famili



: Scombridae



Genus



: Scomber



Spesies



: Scomber scombrus



Gambar 1. Ikan Makarel 2.1.2 Morfologi Secara morfologi ikan makarel mempunyai tubuh panjang dan berbentuk torpedo. Mulut lebar dan berujung runcing, gigi pada rahang gepeng dan tajam. Tipe mulut ikan makarel yaitu protaktil dengan letak pada ujung hidung sedikit ke bawah (subterminal), memiliki gigi-gigi kecil yang runcing pada bagian atas dan bawah, dan pada bagian langit-langit mulut (Crone et al 2009). Pada bagian insang, tapis insang berjumlah 24-28 pada bagian bawah busur insang pertama, dua sirip punggung yang saling berjauhan dengan berjari-jari keras 10-13 pada sirip punggung kedua, 12 jarijari lemah pada sirip kedua.



Bagian dorsal tubuh ikan makarel berwarna biru keabuan, dan putih perak pada bagian ventral, serta memiliki sirip berwarna abu-abu kekuningan (Murniati 2004). Umumnya ikan makarel berukuran lebih kecil dan ramping daripada ikan tuna. Tetapi kemampuan renangnya tidak kalah hebat dengan ikan tuna yaitu sebagai perenang handal dengan cara merampingkan tubuh dengan sirip masuk kedalam lekukan tubuh. 2.1.3 Habitat Ikan makarel merupakan ikan pelagis, hidup secara menyendiri maupun secara berkelompok pada daerah pantai, terumbu karang. Di Indonesia, ikan mackerel banyak ditemukan mulai dari Pantai Barat Sumatera sampai ke Selatan Papua. Karena ikan makarel merupakan tipe ikan migrasi, sehingga pada musim barat ikan akan bermigrasi dari Pantai Barat Sumatera ke wilayah Perairan Selat Sunda untuk mencari makan dan berlindung dari gelombang besar. Berdasarkan Hernandez dan Ortega (2000), ikan makarel hidup pada zona epipelagis sampai mesopelagis yaitu pada kedalaman sekitar 50-300 m. Pada siang hari ikan akan tetap berada di bawah perairan, sedangkan pada malam hari secara bergerombol akan naik ke permukaan untuk mencari makan seperti euphasusida, copepoda, amphipoda, engraulidae, dan cumi-cumi kecil 2.1.4 Pertumbuhan Komposisi umur dan panjang ikan makarel menunjukkan dominasi individu yang lebih kecil dan lebih muda, total panjang ikan makarel dapat mencapai hingga 24 cm dan umur satu tahun, terutama pada paruh kedua tahun yang mungkin menunjukkan bahwa periode waktu ini akan menjadi yang paling penting untuk perekrutan untuk memancing. Penelitian ini sesuai dengan hasil Martins (1998) yang menunjukkan bahwa panjang 24 cm dan umur 1 tahun untuk kematangan pertama ikan makarel di lepas pantai Portugis.



semua referensi menunjukkan pertumbuhan alometrik positif (b> 3.0) dariikan makarel, yang berarti bahwa ikan relatif lebih gemuk atau berbadan lebih dalam seiring bertambahnya panjangnya (Riedel et al., 2007), dengan sedikit perbedaan, yang mungkin terkait dengan lingkungan dan faktor biologis, seperti jumlah sampel ikan, rentang ukuran atau kedalaman pengambilan sampel (Torres et al., 2012), serta suhu, salinitas, kuantitas, kualitas dan ukuran makanan, jenis kelamin dan perkembangan gonad dan tidak adanya individu kecil (Brander et al., 2003; Froese, 2006). 2.1.5 Reproduksi Reproduksi adalah kemampuan individu untuk menghasilkan keturunan sebagai upaya untuk melestarikan jenisnya atau kelompoknya. Faktor keberhasilan untuk melakukan reproduksi maka harus ada gamet jantan dan betina. Penyatuan gamet jantan dan betina akan membentuk zigot yang selanjutnya berkembang menjadi generasi baru (Yushinta Fujaya 2004). Reproduksi ikan makarel Tergantung pada suhu, musim pemijahan lebih atau kurang panjang. Di perairan Australia, setiap betina memijah beberapa kali selama musim ini, sekitar 2 sampai 6 hari terpisah, tergantung pada lokalitas. Pada ikan pada ikan makarel pemijahan terjadi mulai dari bulan Maret-Mei (El-Aiatt dan Kariman 2010). Kesiapan ikan untuk melakukan pemijahan tergantung pada tingkat kematangan gonad (Setyaningrum & A. Nuryanto 2006). 2.1.6 Kebiasaan Makanan Ikan makarel Saat memakan mangsa yang lebih besar, gerombolan kelompok saat berenang cenderung terpecah menjadi beting dan individu mencari makanannya secara masing masing. Namun, ketika memakan plankton, Ikan makarel Atlantik membentuk kumpulan yang rapat, membuka mulutnya selebar mungkin, dan memperpanjang operkulumnya, saat bergerombol berenang yang sangat padat yang berfungsi seperti rangkaian jaring penarik miniatur. Hanya berjarak sekitar diameter



satu mulut ikan, formasi ini sangat mengurangi kemampuan plankton untuk menghindari penangkapan, karena plankton yang melesat keluar dari alur renang satu ikan kemungkinan besar akan berakhir di rahang ikan lainnya. Copepoda merupakan dominasi jenis makanan dari ikan makarel Atlantik, Calanus finmarchicus menjadi yang paling melimpah (Sette, Oscar Elton 1952). 2.2 Pertumbuhan Pertumbuhan adalah proses bertambahnya ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu. Pertumbuhan dalam individu yaitu proses bertambahnya jaringan akibat dari pembelahan sel secara mitosis (Effendie 1997). Sedangkan pertumbuhan ikan adalah perubahan dimensi (panjang, volume, bobot, jumlah, dan ukuran) dalam persatuan waktu baik individu, stok maupun komunitas, sehingga pertumbuhan dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti makanan, jumlah ikan, jenis makanan, dan kondisi ikan. Pertumbuhan juga dapat diartikan sebagai perubahan ukuran dari bagianbagian tubuh dan fungsi fisiologis tubuh. Dalam Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor internal itu meliputi keturunan, pertumbuhan kelamin. Pertumbuhan ikan memiliki hubungan yang erat antara pertumbuhan panjang dan berat. Pada daerah tropis menduga pertumbuhan ikan itu sangat sulit dilakukan karena proses pertumbuhan ikan terus menerus sehingga tidak bisa ditentukan hanya dengan melihat bentuk circulus pada sisik saja. Menduga sebaran tingkat kematangan gonad bisa dilakukan dengan melihat pertumbuhan ikan yaitu berdasarkan ukuran ikan tersebut (Pindonta 2014).



2.2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Menurut Effendie (1971), Berikut merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan yaitu sebagai berikut : a.



Faktor dalam (internal), merupakan faktor yang tidak dapat dikontrol seperti : keturunan, sex, dan umur. Tercapainya kematangan gonad untuk pertama kali dapat mempengaruhi kecepatan pertumbuhan menjadi lebih lambat. Pertumbuhan cepat terjadi pada ikan ketika berumur 3-5 tahun. Sedangkan pada ikan yang sudah tua proses pertumbuhan berjalan lambat.



b.



Faktor luar (eksternal), merupakan faktor yang dapat dikontrol seperti : makanan, suhu perairan, kandungan oksigen terlarut, amonia, dan salinitas. Pada daerah yang memiliki 4 musim, apabila ikan perairan panas berada pada suhu yang perairannya turun dibawah 10ºC



akan berhenti mengambil



makanan atau mengambil makanan hanya sedikit sekali untuk keperluan mempertahankan kondisi tubuh. Sedangkan untuk daerah tropik suhu perairan berada dalam batas kisar optimum untuk pertumbuhan. Selain itu penyakit dan parasit juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan terutama bila penyakit atau parasit tersebut menyerang bagian organ pencernaan atau organ vital sehingga efisiensi berkurang karena ikan kekurangan makanan yang berguna untuk pertumbuhan. 2.2.2 Pola Pertumbuhan Menurut Effendie (1979), menyatakan bahwa pola pertumbuhan dibagi dalam 2 kelompok diantaranya sebagai berikut : 1. Pola pertumbuhan isometrik adalah pertambahan panjang dan berat yang seimbang, dengan nilai b = 3 2. Pola pertumbuhan Allometrik adalah pertambahan berat dan panjang yang tidak seimbang dengan nilai b ≠ 3. Pola Pertumbuhan Allometrik memiliki 2 tipe yaitu :



a. Allometrik negatif, yaitu apabila nilai b < 3 maka pertambahan panjang lebih cepat dari pertambahan berat b. Allometrik positif, yaitu apabila nilai b > 3 maka pertambahan berat lebih cepat dari pertambahan panjang. Adapun hubungan panjang bobot dapat dilihat dari nilai konstanta b (Effendi 1997) : 1. b = 3 (isometrik), dimana pertumbuhan panjang dan berat seimbang 2. b ≠ 3 (alometrik), dimana : a. Bila b > 3 maka hubungan yang terbentuk adalah allometrik positif yaitu pertambahan berat lebih cepat daripada pertambahan panjang, menunjukkan keadaan ikan tersebut gemuk b.



Bila b < 3, hubungan yang terbentuk adalah allometrik negatif yaitu pertambahan panjang lebih cepat daripada pertambahan berat, menunjukkan keadaan ikan yang kurus.



2.2.3 Faktor Kondisi Salah satu derivat penting dari pertumbuhan adalah faktor kondisi atau indeks ponderal atau sering disebut faktor K.



(Effendie, 1997). Faktor kondisi ini



menunjukan keadaan baik dari ikan dilihat dari segi



fisik untuk survival dan



bereproduksi. Dalam penggunaan secara komersial, kondisi ini memiliki arti kualitas dan kuantitas daging ikan yang tersedia untuk dikonsumsi. Jadi, kondisi ini memiliki arti dapat memberi keterangan baik secara biologis atau secara komersial. Menurut Anderson dan Newman (1996), mengatakan bahwa jika nilai faktor kondisi berada di bawah angka 100 maka populasi ikan di daerah tersebut dalam kondisi yang buruk, sebaliknya jika nilainya berada di atas 100 maka populasi ikan di perairan tersebut masih dalam kondisi yang sangat baik dan populasi kedua jenis ikan tersebut dikategorikan perairan yang baik.



2.3 Reproduksi Fujaya (2004) mendefinisikan reproduksi sebagai kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk menghasilkan keturunan dalam upayanya



memastikan



kelestarian jenis atau kelompoknya. Kegiatan reproduksi sendiri berbeda pada spesies dan kondisi lingkungan yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa reproduksi dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal yang mempengaruhi kegiatan reproduksi ikan meliputi kondisi lingkungan, seperti cahaya, oksigen terlarut, suhu, pH air, salinitas, curah hujan, kualitas air, tumbuhan dan substrat, serta jumlah ikan jantan yang berada pada perairan. Faktor internal adalah faktor yang datang dari individu ikan itu sendiri, seperti hormon reproduksi yang dapat memacu kematangan gonad, ovulasi, dan kemudian pemijahan. Faktor internal dan eksternal bekerja sama untuk merangsang hipofisis dan menghasilkan hormon gonadotropin (Burhanuddin 2010; Mukti 2016). 2.3.1 Rasio Kelamin Rasio kelamin merupakan perbandingan antara individu jantan dan individu betina yang berada di dalam sebuah populasi dan juga merupakan salah satu faktor yang digunakan untuk mengkaji biologi pada ikan. (Hamilton 1967) Kondisi rasio kelamin yang ideal di dalam sebuah populasi adalah 1:1, dimana populasi terbagi rata antara jantan dan betina. Namun, di alam rasio kelamin tidak mutlak terbagi rata karena



dipengaruhi



oleh



ketersediaan



makanan,



kepadatan



populasi,



dan



keseimbangan rantai makanan (Effendie 2002). Perilaku pemijahan terbagi menjadi tiga kategori, yaitu promiscuous, poligami, poliandri dan monogami. Poliandri sendiri merupakan sifat reproduksi ikan dimana ikan jantan dan betina masing-masing memiliki beberapa pasangan dalam suatu musim pemijahan. Sedangkan poliandri adalah sifat reproduksi ikan dimana ikan betina memiliki beberapa pasangan dalam satu musim pemijahan.



2.3.2 Tingkat Kematangan Gonad (TKG) Menurut Effendi (1979), kriteria tingkat kematangan gonad antara jantan dan betina adalah sebagai berikut: Tabel 1. Tingkat kematangan gonad TKG I



II



III



Jantan



Betina



Testes seperti benang lebih pendek



Ovari seperti benang sampai ke rongga tubuh,



(terbatas) yang terlihat ujungnya di



warna jernih, permukaan jernih dan



rongga tubuh dan berwarna jernih.



permukaan kecil.



Ukuran testes lebih besar dan



Ukuran ovari lebih besar, berwarna



berwarna putih susu serta bentuknya



kekuningan, telur belum dapat dilihat oleh



lebih jelas dari TKG I.



mata.



Permukaan testes tampak bergerigi, warna makin putih, ukuran testes



Ovari berwarna kuning, secara morfologi



makin besar dan dalam keadaan



telur mulai kelihatan butirnya oleh mata.



diawetkan mudah putus. IV



Ovari semakin besar, telur berwarna kuning Seperti pada tingkat III tampak jelas dan testes semakin pejal.



V



dan mudah dipisahkan, butir minyak tidak tampak, mengisi ½ - 2/3 rongga perut, usus terdesak.



Testes bagian belakang kempes dan



Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur sisi



dibagian dekat pelepasan masih



terdapat di dekat pelepasan anak seperti



berisi.



tingkat II.



2.3.3 Indeks Kematangan Gonad (IKG)



Tingkat kematangan gonad dapat diketahui dengan cara mengukur berat gonad atau berat tubuh ikan secara keseluruhan. Kematangan gonad secara umum dapat diketahui dari perbandingan relatif antara berat gonad dengan berat tubuh ikan keseluruhan. Indeks pengukuran ini sering disebut sebagai Indeks Kematangan Gonad (IKG). Indeks kematangan gonad merupakan suatu metode kuantitatif untuk mengetahui tingkat kematangan yang terjadi pada gonad. Indeks ini dinamakan juga maturity atau Gonado Somatic Index yaitu suatu nilai dalam persen sebagai hasil dari perbandingan berat gonad dengan berat tubuh ikan termasuk gonad dikalikan dengan 100%. Tingkat kematangan gonad ini akan semakin bertambah besar persentasenya dan akan mencapai besar maksimum pada saat menjelang pemijahan dan setelahnya akan turun kembali (Effendie 1979). 2.3.4 Hepato Somatik Indeks (HSI) Indeks hepato somatik (HSI) merupakan rasio antara berat hati dengan berat tubuh ikan. Nilai hati ini menunjukkan status energi cadangan pada hewan. Pada lingkungan buruk, ikan biasanya memiliki hati kecil (dengan kehilangan energi cadangan pada hati). Nilai HSI tidak hanya dipengaruhi faktor seperti suhu dan adanya makanan tetapi juga oleh TKG dan polusi. Brown (1957) dalam El-Sayed et al. (2007) menyebutkan bahwa akumulasi dan penyimpanan lemak dan protein berada di hati sebelum terjadi pemijahan pada ikan. Selain itu, aktivitas makan meningkat setelah pemijahan untuk meningkatkan lipid, protein dan air isi hati untuk memenuhi persyaratan dari endapan kuning telur oosit di negara berkembang untuk musim berikutnya. Ellis et al. (1978) dalam ElSayed et al. (2007) menyatakan bahwa pembesaran hati akibat dari perubahan fisiologis terjadi selama pre-spawning period.



2.3.5 Fekunditas Fekunditas adalah semua telur di ovarium yang sudah matang dan akan dikeluarkan pada saat pemijahan (Effendie 2002). Fekunditas juga dapat digunakan untuk memperkirakan jumlah larva ikan yang dihasilkan dalam pemijahan. Cara umum untuk menghitung fekunditas adalah mengambil ikan dengan tingkat kematangan gonad yang sudah tinggi atau sudah bisa dibedakan secara visual oleh mata telanjang karena sudah terpisah (Effendie 2002). Moyle pada 1982 menyatakan bahwa pada kondisi normal, fekunditas akan meningkat sesuai dengan ukuran berat tubuh ikan. Ikan yang memiliki fekunditas yang besar umumnya memijah di permukaan dan mempunyai kebiasaan tidak menjaga telurnya, sedangkan ikan yang mempunyai fekunditas yang kecil memiliki kebiasaan menempel telurnya pada substrat dan menjaga telurnya dari pemangsa. Terdapat kecenderungan bahasa semakin kecil ukuran telur maka fekunditasnya semakin tinggi begitupun sebaliknya (Nikolsky 1969). Menurut Nikolsky (1963) jumlah telur yang terdapat dalam ovari ikan dinamakan fekunditas individu, fekunditas mutlak atau fekunditas total. Dalam hal ini memperhitungkan telur yang ukurannya berlain-lainan. Oleh karena itu dalam memperhitungkannya harus diikutsertakan semua ukuran telur dan masing-masing harus mendapatkan kesempatan yang sama. Konsekuensinya harus mengambil telur dari beberapa bagian ovari (kalau bukan dengan metoda numerik). Kalau ada telur yang jelas kelihatan ukurannya berlainan dalam daerah yang berlainan dengan perlakuan yang sama harus dihitung terpisah. Tetapi pada tahun 1969, Nikolsky 15 selanjutnya menyatakan bahwa fekunditas individu adalah jumlah telur dari generasi tahun itu yang akan dikeluarkan tahun itu juga.



Menurut Effendie (1997) dalam Hesti dan Ternala (2006), faktor - faktor yang mempengaruhi fekunditas adalah sebagai berikut: A. Umur: sampai umur tertentu fekunditas itu akan bertambah kemudian menurun lagi, fekunditasnya relatifnya menurun sebelum terjadi penurunan fekunditas mutlaknya. B. Makanan: pengaturan fekunditas terbanyak dalam berespon terhadap persediaan makanan berhubungan dengan telur yang dihasilkan oleh ikan cepat pertumbuhannya, lebih gemuk dan lebih besar, apabila terdapat kekurangan makanan, ikan akan lebih mengutamakan bertahan hidup dibandingkan bereproduksi. C. Ikan yang bentuknya kecil yang kematangan gonad lebih awal serta fekunditasnya tinggi mungkin disebabkan oleh kandungan makanan dan predator dalam jumlah besar. Menurut



Tjakrawidjaja



dan



Haryono



(2001),



faktor-faktor



yang



mempengaruhi fekunditas adalah faktor-faktor lingkungan fisik maupun kimia perairan juga diukur meliputi suhu air, pH, oksigen terlarut, CO2 bebas, alkalinitas, kesadahan dan kecerahan. 2.3.6 Diameter Telur Diameter telur adalah garis tengah atau ukuran panjang dai suatu telur yang diukur dengan mikrometer. Ukuran diameter telur di pakai untuk menentukan kualitas kuning telur. Telur yang berukuran besar akan menghasilkan larva yang berukuran lebih besar daripada telur yang berukuran kecil. Perkembangan telur semakin meningkat dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad. (Effendie 2002) . Semakin meningkat tingkat kematangan gonad garis tengah telur yang ada dalam ovarium semakin besar. Masa pemijahan setiap spesies ikan bebeda-beda. Diameter telur ikan dapat mengindikasikan pola pemijahan ikan termasuk ke dalam



pemijahan total atau bertahap. Sebaran frekuensi diameter telur diamati untuk menduga sebaran pemijahan yaitu pada TKG IV (Desrino 2009). 2.3.7 Tingkat Kematangan Telur (TKT) Proses kematangan telur atau oocyte maturation (OM) ditentukan berdasarkan kriteria pergeseran posisi inti telur menuju kutub animal (germinal vesicle migration) dan peluruhan atau penghancuran membran telur. Berdasarkan pergeseran posisi inti tersebut terdapat empat kriteria posisi inti telur sebelum telur tersebut dapat diovulasikan yaitu central germinal vesicle (cGV) atau tahap inti ditengah, migrating germinal vesicle (mGV) atau tahap inti yang bermigrasi dari tengah menuju tepi, peripheral germinal vesicle (pGV) atau tahap inti di tepi dan germinal vesicle breakdown (GVBD) atau tahap inti yang telah melebur (Yaron dan Levavi 2011). 2.4 Kebiasaan Makanan Kebiasaan makanan ikan (food habits) merupakan kuantitas dan kualitas makanan yang dimakan oleh ikan, sedangkan kebiasaan cara makan (feeding habits) adalah waktu, tempat dan caranya makanan itu didapatkan oleh ikan. Kebiasaan makanan dan cara memakan ikan secara alami bergantung pada lingkungan tempat ikan itu hidup (Effendie, 2002). Tujuan mempelajari kebiasaan makanan (food habits) ikan dimaksudkan untuk mengetahui pakan yang dimakan oleh setiap jenis ikan mempengaruhinya. Makanan alami biasanya berupa plankton, baik fitoplankton atau zooplankton, kelompok cacing, tumbuhan air, organisme bentos dan ikan maupun organisme lain yang berukuran lebih kecil daripada organisme yang dipelihara. Faktor-faktor yang mempengaruhi jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh suatu spesies ikan adalah umur, tempat dan waktu. Makanan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kehidupan suatu organisme dan merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan luas persebaran suatu spesies serta dapat mengontrol besarnya suatu



populasi. Suatu organisme dapat hidup, tumbuh dan berkembang-biak karena adanya energi yang berasal dari makanannya (Nikolsky dalam Irawati,2011). 2.4.1 Indeks Bagian Terbesar Indeks bagian terbesar adalah suatu rumusan yang digunakan untuk mengetahui persentase jumlah makanan terbesar dalam lambung ikan (Nikolsky 1963). Indeks bagian terbesar makanan dihitung untuk mengetahui persentase suatu jenis makanan tertentu terhadap semua organisme makanan yang dimanfaatkan oleh ikan tembang. Analisis indeks bagian terbesar dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan (Effendie 2002).Menurut Effendi (2002), mengatakan bahwa untuk menentukan makanan pada ikan, maka urutan makanan dapat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu sebagai berikut : a. Sebagai Makanan Utama yaitu makanan yang jumlah nilai IP > 40% b. Sebagai Makanan Tambahan yaitu dengan jumlah nilai IP antara 4-40 % c. Sebagai Makanan Pelengkap yaitu dengan jumlah nilai IP < 4% 2.4.2 Indeks Ivlev Indeks selektivitas (Ivlev) merupakan perbandingan antara organisme pakan ikan yang terdapat dalam lambung dengan organisme pakan ikan yang terdapat dalam perairan. Preferensi tiap organisme atau jenis plankton yang terdapat dalam lambung ikan ditentukan berdasarkan indeks pilihan (index of electivity) dalam Effendie (1979).Adapun tingkatan nilai indeks, menurut Effendi (1979), Nilai indeks pilihan ini berkisar antara +1 sampai -1 yaitu : a. Jika nilai indeks 0 ˂ E ˂ 1 berarti pakan digemari b. Jika nilai indeks -1 ˂ E ˂ 0 berarti pakan tersebut tidak digemari oleh ikan c. Jika nilai E = 0 berarti tidak ada seleksi oleh ikan terhadap pakannya. 2.4.3 Tingkat Trofik Tingkat trofik adalah urutan-urutan tingkat pemanfaatan makanan maupun material dan energi seperti yang tergambar oleh rantai makanan.Tingkat trofik suatu



jenis ikan ditentukan berdasarkan komposisi makanan dan trofik level masing-masing fraksi makanannya (food items) yang diperoleh dari hasil analisis isi perut (Froese dan Pauly,2000). Tingkat trofik dimulai dengan produsen primer, konsumen primer (herbivora), sekunder, tersier, dan predator puncak. Tingkat trofik ikan dikategorikan menjadi tingkat trofik 2 yaitu untuk ikan yang bersifat herbivora, tingkat 2,5 untuk ikan yang bersifat omnivora dan tingkat trofik 3 atau lebih untuk ikan yang bersifat karnivora (Caddy dan Sharp, 1986 dalam Nugraha, 2011).



BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Tempat



: Google Classroom



Waktu



: 19 Mei 2021



Laboratorium : Akuakultur Asal sample



: Lab. Akuakultur



3.2 Alat dan Bahan Dibawah ini terdapat alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum analisis biologis ikan makarel adalah sebagai berikut: 3.2.1 Alat Praktikum Adapun alat yang digunakan dalam proses praktikum Biologi Perikanan tentang Analisis Aspek Biologi Pada Ikan makarel yaitu seperti berikut : 1.



Baker glass, untuk menampung air/sampel



2.



Baki, sebagai wadah peralatan dan tempat ikan saat dibedah



3.



Cawan petri, sebagai wadah organ saat diamati di bawah mikroskop



4.



Gelas ukur



5.



Gunting, untuk membedah ikan



6.



Mikroskop, untuk mengamati isi usus dan tingkat kematangan telur



7.



Milimeter block



8.



Object glass, sebagai wadah untuk objek yang akan diamati dibawah mikroskop



9.



Penggaris, untuk mengukur panjang tubuh ikan, meliputi TL, SL, dan FL



10. Penusuk, untuk mematikan ikan 11. Pinset, untuk mengambil organ ikan 12. Pipet, untuk mengambil sampel larutan yang jumlahnya sedikit 13. Pisau bedah, untuk membedah ikan



14. Spatula, untuk mengambil dan mengangkat sampel 15. Timbangan digital, untuk menimbang bobot ikan, gonad, dan hati 3.2.2 Bahan Praktikum Adapun bahan yang digunakan dalam proses praktikum Biologi Perikanan tentang Analisis Aspek Biologi Pada Ikan makarel yaitu seperti berikut : 1. Ikan Makarel, sebagai bahan yang akan dianalisis 2. Larutan aquades, untuk mengencerkan isi dari usus 3. Larutan Sera, untuk mempermudah pengamatan letak inti telur 4. Asetokarmin, untuk melihat jenis kelamin 3.3 Prosedur Praktikum Prosedur kerja dalam praktikum Biologi Perikanan tentang aspek Biologis ikan makarel yaitu: 3.3.1



Prosedur Analisis Pertumbuhan



1. Ikan ditimbang untuk mengetahui bobotnya dengan menggunakan timbangan digital 2. Ikan dimatikan dengan jarum sonde pada bagian kepalanya sebelum dilakukan pengukuran 3. Ikan diukur Panjang Total Length (TL), Standard Length (SL) dan Folk Length (FL) menggunakan penggaris atau milimeter block kemudian catat hasilnya 3.3.2 Prosedur Analisis Reproduksi 1. Ikan makarel yang sudah diukur lalu dibedah menggunakan gunting bedah dari arah urogenital melingkar menuju bagian posterior operculum. setelah dilakukan pembedahan lalu ambil bagian reproduksi yang akan dianalisis 2. Karakteristik gonad diamati untuk menentukan jenis kelamin ikan makarel.



3. Uji Morfologi gonad ikan diamati untuk menentukan tingkat kematangan gonad. 3.3.3 Prosedur Analisis Kebiasaan Makanan 1. Ikan makarel dibedah menggunakan gunting dari arah urogenital melingkar menuju bagian posterior operculum. 2. Bagian organ pencernaan diambil dan dipisahkan antara usus, hati dan lambung. 3. Bagian usus diukur panjang ususnya menggunakan penggaris atau milimeter block lalu dicatat hasilnya 4.



Bagian hati di pisahkan kemudian di timbang dengan timbangan digital kemudian catat hasilnya..



5. Bagian lambung disimpan pada cawan petri untuk ditetesi formalin sebanyak 5 tetes kemudian ditambah akuades sampai lambung tersebut terendam. 6. Lambung tersebut ditunggu selama 10 menit lalu tiriskan dan diambil isi lambungnya. 7. Isi lambung tersebut diamati di cover glass dibawah mikroskop untuk mengetahui jenis pakan yang ada di dalam sampel tersebut lalu dicatat hasilnya. 3.4 Parameter praktikum Parameter yang digunakan pada praktikum kali ini adalah : 3.4.1 Hubungan panjang bobot Menurut Effendie (2002) hubungan panjang dan bobot ikan dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut : W = a . Lb



Keterangan :



W = bobot ikan (gram) L



= panjang total (mm)



a



= intercept



b



= slope



3.4.2 Faktor Kondisi (Indeks Ponderal) Menurut Effendie (2002) Perhitungan faktor kondisi atau indek ponderal menggunakan sistem metrik (K). Mencari nilai K digunakan rumus :



Keterangan : K



= faktor kondisi



W



= bobot ikan (gram)



L



= panjang total (mm)



a



= intercept,



b



= slope



3.4.3 Rasio Kelamin Menurut Haryani (1998), rasio kelamin dihitung dengan cara membandingkan jumlah ikan jantan dan betina yang diperoleh sebagai berikut : X=J:B



Keterangan : X



= nisbah kelamin



J



= jumlah ikan jantan (ekor)



B



= jumlah ikan betina (ekor)



3.4.4 Indeks Kematangan Gonad (IKG) Menurut Effendie (1992) perhitungan indeks kematangan gonad/ gonado somatic index dengan rumus sebagai berikut :



Keterangan : IKG



= indeks kematangan gonad (%)



Bg



= bobot gonad dalam gram



Bt



= bobot tubuh dalam gram



3.4.5 Hepato somatik indeks (HSI) Menurut Effendie (1997) HSI dihitung dengan rumus sebagai berikut :



Keterangan : HSI



= Hepato somatic index (%)



Bht = Bobot hati ikan (gram) Bt



= Bobot tubuh (gram)



3.4.6 Fekunditas Menurut Effendie (1992) fekunditas ikan ditentukan dengan menggunakan metode gravimetrik dengan rumus :



Keterangan : F



= jumlah seluruh telur (butir)



Fs



= jumlah telur pada sebagian gonad (butir)



Bg



= bobot seluruh gonad (gram)



Bs



= bobot sebagian gonad (gram)



3.4.7 Diameter Telur Menurut Effendie (2002) diameter telur dihitung menggunakan rumus :



Keterangan : Ds = diameter telur sebenarnya (mm); D



= diameter telur terbesar (mm);



d



= diameter telur terkecil (mm)



3.4.8 Tingkat Kematangan Telur Menurut (Rodrigues et al, 1995) dalam Effendi (1979) Persentase tahap kematangan telur dihitung berdasarkan kriteria sebagai berikut :



3.4.9 Indeks Bagian Terbesar (Index of preponderance) Menurut Effendi (1979) indeks bagian terbesar adalah gabungan metode frekuensi kejadian dan volumetrik dengan rumus sebagai berikut:



Keterangan : Ii



= Indeks Bagian Terbesar (Index of Preponderance)



Vi



= Persentase volume satu macam makanan



Oi



= Persentase frekuensi kejadian satu macam makanan



∑(Vi x Oi)



= Jumlah Vi x Oi dari semua jenis makanan



3.4.10 Indeks Ivlev (Index of Electivity) Menurut Effendi (1979) Preferensi tiap organisme atau jenis plankton yang terdapat dalam alat pencernaan ikan ditentukan berdasarkan indeks ivlev sebagai berikut :



Keterangan : E



= Indeks Ivlev (Index of Electivity)



ri



= Jumlah relatif macam-macam organisme yang dimanfaatkan



pi



= Jumlah relatif macam-macam organisme dalam perairan



3.4.11 Tingkat Trofik Menurut Effendi (2002) tingkat trofik dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :



Keterangan : Tp



= Tingkat trofik



Ttp



= Tingkat trofik pakan



Ii



= Indeks bagian terbesar pakan



3.5 Analisis Data Data yang diperoleh dalam riset disajikan dalam bentuk grafik, gambar dan tabel. Data dianalisis menggunakan metode deskriptif kuantitatif (Effendi 1979). 3.5.1 Analisis data hubungan panjang bobot Analisis hubungan panjang bobot menggunakan analisis regresi dan korelasi serta untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan nilai b (slope) digunakan uji t (t-test) pada taraf kepercayaan 95% (Everhart dan Young 1981), dengan hipotesis : ● H0 : Nilai b = 3, pertumbuhan bersifat isometrik ●



H1 : Nilai b ≠ 3, pertumbuhan bersifat allometrik



Untuk pengujian nilai b dengan menggunakan uji t menggunakan rumus :



Keterangan : t



= nilai t hitung



b



= slope



Sb = standar deviasi Kaidah pengambilan keputusan yaitu : ● Jika t hitung > t tabel : tolak Ho, pertumbuhan ikan allometrik, dan ●



Jika t hitung ≤ t tabel : terima Ho, pertumbuhan ikan isometrik



3.5.2 Analisis data rasio kelamin Menurut Supardi (2013), untuk menentukan keseimbangan jenis kelamin, digunakan uji chi kuadrat dengan menggunakan persamaan :



Keterangan : X



2



= nilai chi kuadrat



Oi



= frekuensi observasi yaitu jumlah ikan jantan atau betina hasil pengamatan



Ei



= frekuensi harapan yaitu jumlah ikan jantan atau betina secara teoritis (1:1)



Hipotesis yang akan diuji adalah : H0 : Nisbah ikan jantan dan ikan betina adalah seimbang (1:1) H1 : Nisbah ikan jantan dan ikan betina tidak seimbang Kriteria pengambilan keputusan : ●



Apabila nilai X2hitung > X2tabel, maka Ho ditolak artinya nisbah kelamin tidak seimbang.







Apabila nilai X2hitung ≤ X2tabel, maka Ho diterima artinya nisbah kelamin seimbang.



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Aspek Pertumbuhan Pengelompokkan aspek pertumbuhan terdiri dari distribusi ukuran, regresi hubungan panjang dan bobot serta faktor kondisi. 4.1.1 Distribusi Ukuran Berdasarkan hasil praktikum didapatkan hasil distribusi panjang dan bobot ikan makarel dalam bentuk grafik sebagai berikut:



Gambar 2. Distribusi panjang Ikan Makarel Berdasarkan gambar diatas (Distribusi Panjang Ikan Makarel) dapat di ketahui bahwa panjang total tertinggi adalah 386 mm, sedangkan panjang total terendah adalah 315 mm. Tetapi berdasarkan grafik persentase distribusi panjang ikan makarel tertinggi terdapat pada interval 374-386 mm sebesar 30% .sedangkan persentase terendah terdapat pada interval 387-398 mm sebesar 1,92%.



Makanan dengan kandungan nutrisi yang baik akan mendukung pertumbuhan dari ikan tersebut, sedangkan suhu akan mempengaruhi proses kimiawi tubuh Hubungan panjang total dan bobot tubuh serta faktor kondisi suatu ikan bergantung kepada makanan, umur, jenis sex dan kematangan gonad (Effendi 1997).



Gambar 3. Distribusi Bobot Ikan Makarel Berdasarkan gambar di atas (Distribusi Bobot Ikan Makarel) dapat diketahui bahwa bobot ikan terberat adalah 395,95 gram, sedangkan bobot ikan terendah adalah 292,36 gram. Tetapi, berdasarkan grafik persentase distribusi bobot ikan Makarel tertinggi terdapat pada interval 292,36-307,15 gram sebesar 46,15%, sedangkan persentase terendah terdapat pada interval 336,76-351,55 gram dan 381,16-395,95 gram sebesar 0% dengan frekuensi 1 ekor. Pada interval 351,56-366,35 dan 366,381,15 gram tidak ada sama sekali.



Ikan berbeda dengan hewan lain seperti mammal, burung dan Iain-lain, sebagian besar ikan terus tumbuh selama hidupnya dengan dukungan dari media air yang mendukung secara mekanis sampai ukuran maksimal dan pertumbuhannya tidak berhenti sekalipun sudah mengalami matang kelamin. (Lagler et al., 1962). 4.1.2 Regresi Hubungan Panjang dan Bobot Berikut adalah grafik regresi hubungan panjang dan bobot ikan makarel beserta pembahasannya:



Gambar 4. Regresi Hubungan Panjang dan Bobot Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa nilai b = 2,2837 atau sehingga dapat dikatakan bahwa pertumbuhan ikan pada praktikum ini bersifat allometrik negatif. Rochmatin et al. (2014) yang mendapatkan jika nilai b < 3 yang berarti pertumbuhannya allometrik negative. Menurut Effendie (2002), menyatakan bahwa kecepatan pertumbuhan panjang dan berat ikan dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain keturunan dan jenis kelamin yang membawa sifat genetik masing – masing dari alam yang sulit untuk dikontrol. Sedangkan faktor eksternal yang



mempengaruhi pertumbuhan antara lain yaitu suhu, salinitas, makanan, dan pencemaran yang secara tidak langsung akan mengakibatkan menurunnya kualitas air. Nilai korelasi menunjukan kuat dan rendahnya hubungan panjang dan bobot ikan. Menurut Walpole (1995) jika nilai r mendekati 1 maka terdapat hubungan yang kuat antara kedua variabel. Dari hasil yang didapatkan menunjukan nilai korelasi yang tinggi yang berarti terdapat hubungan yang erat antara bobot dan panjang ikan Nila. Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi pertumbuhan suatu ikan bergantung kepada makanan, umur, jenis sex dan kematangan gonad (Effendie, 1997). 4.1.3 Faktor Kondisi Berikut adalah grafik faktor kondisi ikan makarel beserta pembahasannya:



Gambar 5. Faktor Kondisi Ikan Makarel Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui bahwa nilai faktor kondisi tertinggi terdapat pada interval 387-398 mm dengan nilai faktor kondisi sebesar 1,24.



Sedangkan nilai faktor kondisi terendah terdapat pada interval 315-326 mm dengan nilai faktor kondisi sebesar 0,98. Hal ini dapat disebabkan karena kebutuhan ikan usia muda terhadap makanan cukup



tinggi



yang



berguna



untuk



bertahan



hidup



dan



melangsungkan



pertumbuhannya sehingga faktor kondisi ikan yang berukuran kecil relatif tinggi dan akan menurun ketika ikan bertambah besar (Effendie 1997). Menurut Effendie (2002), peningkatan nilai faktor kondisi ikan terjadi pada saat ikan mengisi gonadnya dengan sel kelamin dan akan mencapai puncaknya sebelum terjadi pemijahan. Selain itu, perubahan faktor kondisi yang terjadi juga diduga karena adanya pertambahan panjang dan bobot ikan, perbedaan umur dan perubahan pola makan selama proses pertumbuhan. 4.2 Analisis Aspek Reproduksi Reproduksi adalah kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk menghasilkan keturunan dalam upayanya memastikan kelestarian jenis atau kelompoknya. Aspek reproduksi pada ikan yang diteliti pada praktikum ini meliputi rasio kelamin, tingkat kematangan gonad (TKG), indeks kematangan gonad (IKG), hepato-somatik indeks (HSI), fekunditas, diameter telur, dan tingkat kematangan telur (TKT). 4.2.1 Rasio Kelamin Rasio kelamin merupakan parameter reproduksi yang menggambarkan perbedaan antara jantan dan betina dan bertujuan untuk mengidentifikasikan jumlah jantan dan betina dalam suatu perairan. Rasio kelamin diekspresikan dalam bentuk persentase (Aswady 2019). Untuk menghitung rasio kelamin, jumlah dari ikan betina atau jumlah dari ikan jantan dibagi dengan jumlah total ikan. Berikut grafik rasio kelamin ikan makarel beserta pembahasannya:



Gambar 6. Rasio Kelamin Ikan Makarel Berdasarkan pengamatan diketahui bahwa dari 52 ikan yang diamati, sejumlah 10 ekor ikan berjenis kelamin jantan dan 42 ekor ikan berjenis kelamin betina, sehingga rasio kelamin yang diperoleh yaitu 19% jantan dan 81% betina. Hasil tersebut menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara jumlah ikan jantan dan betina dengan perbandingan jantan : betina sebesar 1:4,2. Ketidakseimbangan tersebut menunjukkan perilaku pemijahan ikan makarel termasuk kategori poligami dimana satu individu jantan kawin dengan banyak ikan betina.  Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Effendie (2002) bahwa rasio kelamin merupakan perbandingan jumlah ikan jantan dengan jumlah ikan betina dalam suatu populasi dimana perbandingan 1:1 yaitu 50% jantan dan 50% betina merupakan kondisi ideal untuk mempertahankan spesies. Di alam perbandingan rasio kelamin tidak mutlak karena dipengaruhi pola distribusi yang disebabkan ketersediaan makanan, kepadatan populasi, dan keseimbangan rantai makanan (Effendie 2002). Jumlah ikan betina yang lebih banyak didapatkan bisa disebabkan oleh pola penangkapan. Hal ini dikarenakan oleh lebih tingginya aktivitas ikan betina dalam mencari makan bila dibandingkan dengan ikan jantan. Ikan betina membutuhkan



nutrisi yang lebih banyak untuk memfasilitasikan proses vitellogenesis atau perkembangan telur betina (Sari 2014). Namun, menurut Saputra (2009), nisbah kelamin yang seimbang atau yang didominasi oleh betina masih ideal untuk mempertahankan keasliannya. Rasio kelamin juga dikaji dengan metode Chi Square. Chi Square atau chi kuadrat merupakan sebuah metode yang digunakan untuk menguji hipotesis komparatif rata-rata k sampel independen dengan setiap sampel terdapat beberapa kelas atau kategori (Sugiyono 2014). Uji statistik Chi Square bisa digunakan untuk menguji hipotesis bila sebuah populasi terdiri atas dua atau lebih kelas yang dimana datanya berbentuk kategorik (Rochmawati, dkk. 2018). Ketidakseimbangan antara jenis kelamin jantan dan betina menunjukkan penyimpangan nisbah kelamin yang ideal, yaitu 1:1. Penyimpangan dari kondisi ideal tersebut dapat terjadi karena perbedaan pola tingkah laku ikan bergerombol antara ikan jantan dan betina, perbedaan laju mortalitas, dan pertumbuhan. (Omar 2010) Faktor lain yang mempengaruhi penyimpangan nisbah kelamin ikan adalah distribusi, gerakkan, dan aktivitas ikan. 4.2.2 Tingkat Kematangan Gonad (TKG) Kematangan gonad merupakan proses esensial yang harus dilewati oleh ikan sebelum ikan dapat memijah. Perkembangan TKG ikan terbagi menjadi lima tahapan berbeda berdasarkan kenampakkan morfologis gonad. TKG juga digunakan sebagai indikator kapan ikan akan memijah, mulai memijah, atau selesai memijah (Damora dan Tri 2011). Berikut adalah hasil data tingkat kematangan gonad pada ikan lele jantan yang diperoleh selama praktikum. Dibawah ini adalah grafik distribusi TKG pada ikan jantan :



Gambar 7. Tingkat Kematangan Gonad Jantan Grafik diatas menunjukan TKG dari 10 ikan makarel jantan yang diuji. Pada seluruh ikan makarel jantan yang diamati, didapatkan TKG yang ditemukan hanyalah I, II, dan III. TKG yang mendominasi adalah TKG II dan III yang memiliki jumlah ikan masing masing 4 ekor. Pada interval bobot 292,36-307,15 didapatkan 2 ekor ikan ber-TKG II dan 1 ekor ikan ber-TKG III. Pada interval bobot 307,16-321,95 memiliki masing masing 1 ekor ber-TKG I dan TKG II dan 3 eor ber-TKG III. Pada interval 321,96-336,75 memiliki masing masing 1 ekor ikan ber-TKG I dan TKG II.  Ikan akan siap memijah ketika sudah berada pada tingkat kematangan gonad IV. Sehingga, berdasarkan data yang telah diperoleh, dapat disimpulkan bahwa semua sampel ikan jantan yang diamati belum dapat memijah, karena masih berada pada TKG I,TKGII, dan TKG III. 



Dibawah ini adalah grafik distribusi TKG pada ikan betina :



Gambar 8. Tingkat Kematangan Gonad Betina Hasil pengamatan 42 ekor ikan makarel betina didapatkan grafik seperti diatas. Grafik diatas menunjukan ikan makarel betina yang diamati lebih didominasi oleh TKG III. Ikan makarel dengan TKG III mendominasi 2 kelas bobot dengan interval 292,36-307,15 dan interval bobot 307,16-321,95, terdapat masing masing satu ekor pada interval 321,96-336,75 dan interval bobot 381,16-395,95. TKG IV tersebar di interval 292,36-307,15 sebanyak 8 ekor, interval bobot 307,16-321,95 sebanyak 6 ekor dan interval bobot 321,96-336,75 sebanyak 1 ekor. Terdapat minoritas yaitu TKG II sebanyak 1 ekor pada interval 307,16-321,95.  Jika meninjau pada keseluruhan grafik, grafik TKG ikan makarel jantan lebih didominasi oleh TKG II dan TKG III. Berbeda halnya dengan yang terlihat pada grafik TKG ikan makarel betina yang lebih didominasi dengan TKG III. Menurut



Ernawati (2015) cara untuk menentukan kematangan gonad ikan makarel betina dengan meraba perut yang membesar dan terasa lunak serta bila diurut ke arah anus, ikan betina yang telah matang gonad akan mengeluarkan telur berwarna hijau kekuningan. Ikan jantan lebih cepat matang gonad daripada ikan betina. Ikan jantan matang gonad pada umur 8 bulan sedangkan ikan betina matang gonad pada umur 1 tahun.  4.2.3 Indeks Kematangan Gonad (IKG) Indeks kematangan gonad atau IKG merupakan metode kuantitatif yang digunakan untuk mengetahui tingkat kematangan yang terjadi pada gonad. Nilai IKG diekspresikan dengan persen dan diukur dengan cara membandingkan antara massa gonad dan berat tubuh ikan secara total (Kusmini 2017). IKG mengikuti perkembangan TKG dan akan mencapai puncaknya saat ikan akan memijah dan kembali menurun setelahnya. Berikut adalah hasil dari pengamatan indeks kematangan gonad pada ikan jantan dan betina selama praktikum. 4.2.4 Hepato Somatik Indeks (HSI) Hepato somatik indeks atau HSI merupakan perbandingan antara bobot hati ikan dengan bobot total dari tubuh ikan yang diekspresikan dalam bentuk persentase. HSI merupakan parameter yang erat hubungannya dengan TKG pada ikan betina, karena organ hati memiliki peran yang besar terhadap proses pembentukkan telur atau vitellogenesis. 4.2.5 Fekunditas 4.2.6 Diameter Telur Diameter telur adalah jarak dari titik telur ke ujung terjauh melalui garis tengah yang diukur memakai mikrometer berskala. Ukuran diameter telur dapat menentukan kualitas kuning telur. Telur dengan ukuran diameter yang lebar akan menghasilkan larva dengan ukuran yang lebih besar dibandingkan telur dengan



diameter



kecil.



Perkembangan



diameter



telur



semakin



meningkat



dengan



meningkatnya tingkat kematangan gonad (Effendie 2002). 4.2.7 Tingkat Kematangan Telur (TKT) 4.3 Kebiasaan Makanan Kebiasaan makanan ikan (Food Habits) merupakan kuantitas dan kualitas makanan yang dimakan oleh ikan, sedangkan kebiasaan cara makan (Feeding Habits) adalah waktu, tempat dan caranya makanan itu didapatkan oleh ikan. kebiasaan makanan dan cara memakan ikan secara alami bergantung pada lingkungan tempat ikan itu hidup (Effendie, 2002). Berikut adalah kebiasaan makan dari ikan makarel : 4.3.1 Indeks Bagian Terbesar IP (Index of Preponderance) atau Indeks Bagian Terbesar merupakan suatu rumusan yang digunakan untuk mengetahui persentase jumlah makanan terbesar dalam lambung ikan (Nikolsky, 1963). di bawah ini merupakan gambar dari grafik indeks bagian terbesar ikan makarel :



Gambar. Indeks Propenderan



Berdasarkan data diagram indeks propenderan diatas menunjukkan bahwa tingkat konsumsi jenis pakan ikan makarel yang tertinggi yaitu fraksi hewan sebesar 63%, kedua ikan sebesar 29%, ketiga Fitoplankton, Zooplankton, dan Detritus yaitu memiliki nilai yang sama sebesar 3%, pada jenis pakan tumbuhan, bentos, serangga, dan cacing tidak ditemukan sebagai makanan ikan makarel. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa jenis pakan utama ikan makarel yaitu fraksi hewan, jenis pakan tambahannya yaitu ikan, Kemudian sebagai pakan pelengkapnya yaitu Fitoplankton, Zooplankton dan Detritus. 4.3.2 Indeks Ivlev Indeks selektivitas (Ivlev) merupakan perbandingan antara organisme pakan ikan yang terdapat dalam lambung dengan organisme pakan ikan yang terdapat dalam perairan. Preferensi tiap organisme atau jenis plankton yang terdapat dalam lambung ikan ditentukan berdasarkan indeks pilihan (index of electivity) (Effendie 1979).Adapun tingkatan nilai indeks, menurut Effendi (1979), Nilai indeks pilihan ini berkisar antara +1 sampai -1 yaitu : a. Jika nilai indeks 0 ˂ E ˂ 1 berarti pakan digemari b. Jika nilai indeks -1 ˂ E ˂ 0 berarti pakan tersebut tidak digemari oleh ikan c. Jika nilai E = 0 berarti tidak ada seleksi oleh ikan terhadap pakannya. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan tidak didapatkan nilai indeks ivlev dikarenakan tidak ada yang membandingkan antara jenis makanan yang terdapat dalam saluran pencernaan dengan jenis makanan yang terdapat di lingkungan.



4.3.3 Tingkat Trofik Tingkat trofik ikan dikategorikan menjadi tingkat tiga yaitu nilai tingkat trofik 2 yaitu untuk ikan yang bersifat herbivora, nilai tingkat trofik 2,5 untuk ikan yang bersifat omnivora dan nilai tingkat trofik 3 atau lebih untuk ikan yang bersifat karnivora (Caddy dan Sharp, 1986 dalam Nugraha, 2011). Berdasarkan pernyataan tersebut, hasil dari nilai tingkat trofik ikan makarel yaitu sebesar 2,97 yang mana dapat diartikan ikan makarel memiliki tingkat trofik sebagai ikan omnivora yang cenderung karnivora.



BAB V KESIMPULAN DAN SARAN



5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang telah diperoleh dari hasil praktikum analisis aspek biologis ikan makarel mengenai pertumbuhan, reproduksi serta kebiasaan makanan yaitu sebagai berikut : 1. Hubungan panjang total dan bobot pada ikan Makarel diketahui bahwa nilai b = 2,2837 sehingga dapat dikatakan bahwa pertumbuhan ikan pada praktikum ini bersifat allometrik negatif. Allometrik negatif adalah pertumbuhan bobot lebih lambat daripada pertumbuhan panjang menunjukan ikan yang kurus dimana pertambahan panjang lebih cepat dari pertambahan bobotnya. Faktor kondisi yang tinggi disebabkan ikan tersebut sedang mengalami perkembangan gonad, sedangkan faktor kondisi yang rendah disebabkan karena ikan tersebut kurang asupan makanan. 2. Aspek Reproduksi 3. Ikan Makarel yang telah diamati memiliki nilai tingkat trofik sebesar 2,97 yang menunjukkan bahwa ikan makarel termasuk jenis ikan omnivora yang cenderung karnivora, yang mana jenis pakan utama ikan makarel yaitu fraksi hewan, jenis pakan tambahannya yaitu ikan, Kemudian sebagai pakan pelengkapnya yaitu Fitoplankton, Zooplankton dan Detritus. 5.2 Saran Perlu dilakukan identifikasi lebih lanjut mengenai cara memperoleh indeks ivlev yang membandingkan antara jenis makanan yang terdapat dalam saluran pencernaan dengan jenis makanan yang terdapat di lingkungan.



DAFTAR PUSTAKA Brander K.M., Bolm G., Borges M.F., Erzini K., HendersonmG., MacKenzie B.R., Mendes H., Ribeiro J., Santos A.M.P. & Toresen R. 2003. Changes in fish distribution in the Eastern North Atlantic: Are we seeing a coherent response to changing temperature? ICES Marine Science Symposium, 219: 261-270. Chusnul, Liyah. 2020. Ikan Makarel; klasifikasi; morfologi;habitat dll. Melek Perikanan. Malang. FPIK Brawijaya 2015. Crone, P. R., K. T. Hill, J. D. McDaniel, and N. C. H. Lo. 2009. Pacific Mackerel (Scomber japonicus) Stock Assessment for USA Management in the 2009-10 Fishing Year. Pacific Fishery Management Council. Ambassador Place. USA. 197 p. Effendie MI. 1997. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.112 hlm Effendie, M I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta Effendie, M. I. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Cetakan Pertama. Yayasan Dewi Sri. Bogor. Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta Effendie. 2002. Biologi Perikanan . Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara. El-Aiatt, A. A. O., and Kariman, A.Sh.S. 2020. Reproductive Biology of the Atlantic Mackarel Scomber scombrus Linneaus, 1758 in Mediteranian Coast of Sinar, Egypt. Egyptian Journal of Aquatic Biology and Fisheries,vol 24(1), 189-201. Froese, Rainer dan Pauly, Daniel, eds. 2017. "Scomber scombrus " di FishBase . Hernandez, C. J. J. and A.T. S Ortega, 2000. Synopsis of Biological Data on The Chub Mackerel (Scomber japonicusHouttuyn, 1782). FAO Fish. Synop. 157. 77 p. ICES. 2011. Report of the Working Group on Widely Distributed Stocks (WGWIDE). ICES CM 2011/ACOM: 15.



Lagler, K. F., J. E. Bardach., Dan R. R. Miller. 1962. Ichthyology. John Willey and Sons, Inc. New York. 545pp. Lockwood, S.J. (1988). The mackerel. Its biology, assessment and the management of a fishery. Fishing News Books, Farnham, Surrey, England. 181 pp. Martins M.M. 1998. As populações do género Scomber: sarda (S.scombrus L., 1758) e cavala (S. japonicus, H., 1782). Biologiae estado de conservação destes recursos nas áreas dedistribuição do Atlântico Nordeste. Dissertação apresentadapara provas de acesso à categoria de Investigador Auxiliar. Instituto Português das Pescas e do Mar, Lisboa, 152 pp. Murniyati, A. S. 2004. Biologi 100 Ikan Laut Ekonomis Penting di Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perikanan. Jakarta. Nikolsky, G.V. 1963.The Ecology of Fishes. Academic Press. New York Riedel R., Caskey L.M. & Hurlbert S.H. 2007. Length-weight relations and growth rates of dominant fishes of the Salton Sea: implications for predation by fisheating birds. Lake and Reservoir Management, 23: 528-535 Rochmatin SY, Anhar S, Suradi WS. 2014. Aspek pertumbuhan dan reproduksi ikan nilem (Osteochilus hasselti) di perairan Rawa Pening Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang. Journal of Maquares, 3 (3): 153-159 Sette, Oscar Elton (1943). "Biologi Makarel Atlantik (Scomber scombrus )Amerika Utara: Bagian I: Sejarah kehidupan awal, termasuk pertumbuhan, penyimpangan, dan kematian telur dan populasi larva" . Buletin Perikanan Dinas Ikan dan Satwa Liar . 50 : 149–237. Torres M.A., Ramos F. & Sobrino I. 2012. Length-weight relationships of 76 fish species from the Gulf of Cadiz (SW Spain). Fisheries Research, 127-128: 171-175 Walpole, Ronald E. Pengantar Statistika, edisi ke-3, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1995. Yushinta Fujaya. (2004 ). Pengembangan Perikanan. Jakarta: Rineka Cipta.



LAMPIRAN



Lampiran 1. Alat



Baki



Beaker Glass



Gelas Ukur



Milimeter Block



Cawan Petri



Disecting



Mikroskop



Objek Glass



Penggaris



Timbangan



Pinset



Pipet



Lampiran 2. Bahan



Ikan Makarel



Akuades



Larutan Asetokarmin



Larutan Serra



Formali



Lampiran 3. Prosedur Bagan Alir 1. Prosedur pertumbuhan Ikan makarel diambil kemudian diletakkan di atas nampan ↓ Ikan makarel dimatikan dengan jarum sonde pada bagian kepala ikan ↓ Ikan makarel diukur Panjang Total Length (TL), Standard Length(SL) dan Folk Length(FL) menggunakan penggaris dan catat hasilnya



2. Prosedur reproduksi Ikan makarel yang sudah diukur lalu dibedah menggunakan gunting bedah dari arah urogenital melingkar menuju bagian posterior operculum. ↓ Karakteristik gonad diamati untuk menentukan jenis kelamin ikan lele ↓ Morfologi gonad ikan uji diamati untuk menentukan tingkat



3. Prosedur kebiasaan makan



Ikan makarel dibedah menggunakan gunting dari arah urogenital melingkar menuju bagian posterior operculum.. ↓ Bagian organ pencernaan diambil dan dipisahkan antara usus, hati dan lambung ↓ Bagian usus diukur panjang ususnya menggunakan penggaris lalu dicatat hasilnya ↓ Bagian hati di pisahkan kemudian di timbang dan dicatat hasilnya. ↓ Bagian lambung disimpan pada cawan petri untuk ditetesi formalin sebanyak 5 tetes kemudian ditambah akuades sampai lambung tersebut terendam ↓ Lambung tersebut ditunggu selama 10 menit lalu tiriskan dan diambil isi lambungnya ↓ Isi lambung diamati di cover glass dibawah mikroskop untuk mengetahui jenis pakan yang ada di dalam sampel tersebut lalu dicatat hasilnya



Lampiran 4. Dokumentasi Kegiatan



Penimbangan Bobot Ikan



Pembedahan Ikan



Penimbangan Gonad Ikan



Pengukuran Panjang Tubuh Ikan



Identifikasi Isi Perut Ikan



Penimbangan Hati Ikan



Pengukuran Panjang Usus



Pengamatan Recahan Usus



Merecah Isi Usus



Pengamatan Gonad



Lampiran 5. Data Pertumbuhan



No. 1 2 3 4 5 6



Pertumbuhan Panjang SL FL TL 290 310 334



Bobot (gr) 319,00



300



322



348



335



245 253 245 235



247 266 265 255



333 324 320 365



304,65 300,68 308,49 309,91



7



246



258



369



305,21



8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25



248 245 250 234 255 255 245 240 255 250 240 250 255 245 240 255 240 235



260 260 260 264 275 265 265 255 265 258 255 255 270 265 255 265 255 245



380 340 385 331 365 330 330 340 375 371 335 375 335 315 384 380 325 375



303,25 302,91 303,19 308,44 336,79 310,45 310,24 304,42 309,03 313,76 297,93 395,74 325,48 310,48 305,83 304,06 304,85 299,54



26



255



262



370



300,99



27



245



265



380



310,24



28 29 30



235 240 241



255 245 256



365 325 365



307,76 300,07 308,80



31 32 33 34 35 36 37 38



244 255 225 240 255 254 250 235



259 260 245 261 263 260 263 260



373 360 335 345 365 376 384 345



301,59 306,20 309,60 308,58 316,50 296,62 307,60 296,52



39



255



266



315



299,49



40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52



265 235 240 250 240 245 240 235 245 235 255 250 265



270 245 257 260 255 262 255 250 265 250 265 265 255



323 325 325 385 377 375 360 320 375 395 385 375 335



311,81 292,36 304,44 325,81 300,83 310,28 309,88 307,47 307,34 304,77 305,06 312,35 317,59



Lampiran 6. Perhitungan Distribusi Panjang



Lampiran 7. Perhitungan Distribusi Bobot



Lampiran 8. Perhitungan Regresi Hubungan Panjang Bobot



Lampiran 9. Data Reproduksi No



TKG



Jenis Kelamin



Bobot



Bobot



Bobot



IKG



HSI



tubuh



gonad



hati



(%)



(%)



1



II



betina



319



4,75



3,17



1%



0,99%



 



19



lll



betina



296,62



3,28



4,8



1%



1,62%



16044



38



III



Betina



296,52



5,74



2,9



2%



0,98%



46379



18



III



Betina



297,93



5,04



3,28



2%



1,10%



69300



25



III



Betina



299,54



4,68



2,74



2%



0,91%



9631



29



III



Betina



300,07



4,76



4,38



2%



1,46%



11995



44



III



Betina



300,83



5,26



3,98



2%



1,32%



12177



10



III



Betina



303,19



3,92



2,7



1%



0,89%



25637



8



III



Betina



303,25



4,86



2,98



2%



0,98%



20091



23



III



Betina



304,06



4,14



2,5



1%



0,82%



10603



24



III



Betina



304,85



4,02



3,56



1%



1,17%



8367



7



III



Betina



305,21



4,56



2,86



1%



0,94%



28652



22



III



Betina



305,83



4,42



2,68



1%



0,88%



11197



32



III



Betina



306,2



5,52



12,9



2%



4,21%



47541



48



III



Betina



307,34



5,98



2,82



2%



0,92%



47



III



Betina



307,47



4,8



0,72



2%



0,23%



18624



5



III



Betina



308,49



4,46



2,96



1%



0,96%



16502



34



III



Betina



308,58



5,76



3,98



2%



1,29%



10281



46



III



Betina



309,88



6,48



4,2



2%



1,36%



136080



6



III



Betina



309,91



4,68



3,24



2%



1,05%



129168



27



III



Betina



310,24



7,32



2,94



2%



0,95%



36124



13



III



Betina



310,45



2,4



0,136111



1%



0,04%



11088



40



III



betina



311,81



4,34



5,5



1%



1,76%



26305



17



III



Betina



313,76



0,219444



0,111111



0%



0,04%



3800



35



III



Betina



316,5



4



3,66



1%



1,16%



113200



43



III



Betina



325,81



4,98



2,42



2%



0,74%



17028



41



III



betina



395,74



0,227778



3,04



0%



0,77%



18592



39



IV



betina



292,36



3,82



3,4



1%



1,16%



58891



4



IV



Betina



299,49



6,48



8,4



2%



2,80%



9558



26



IV



betina



300,68



4,1



2,72



1%



0,90%



6120



31



IV



Betina



300,99



4,96



2,84



2%



0,94%



19344



15



IV



Betina



301,59



4,86



3,12



2%



1,03%



31590



.



Fekunditas



26910



42



IV



Betina



304,42



4,98



3,42



2%



1,12%



33739



50



IV



Betina



304,44



5,66



3,42



2%



1,12%



21360



28



IV



Betina



305,06



0,186111



0,061111



0%



0,02%



62348



11



IV



Betina



307,76



4,4



3,08



1%



1,00%



11572



14



IV



Betina



308,44



5,02



2,32



2%



0,75%



64256



45



IV



Betina



310,24



5,2



3



2%



0,97%



22620



21



IV



Betina



310,28



3,88



3,06



1%



0,99%



40000



52



IV



Betina



310,48



0,213889



0,134722



0%



0,04%



33852



20



IV



Betina



317,59



4,84



2,76



2%



0,87%



2800



36



IV



Betina



325,48



5,56



2,96



2%



0,91%



83400



2



Jantan Jantan



335 308,8



6,34 2,5



2,21 1,84



2%



0,66%



30



I I



1%



0,60%



   



9



II



Jantan



302,91



1,94



2,18



1%



0,72%



 



12



II



Jantan



304,77



1,46



2,98



0%



0,98%



 



49



II



Jantan



312,35



2,08



1,6



1%



0,51%



 



51



II



Jantan



336,79



1,9



1



1%



0,30%



 



3



III



Jantan



304,65



1,52



2,04



0%



0,67%



 



16



III



jantan



307,6



3,42



1,6



1%



0,52%



 



33



III



jantan



309,03



2,44



1,26



1%



0,41%



 



37



III



Jantan



309,6



1,96



1,82



1%



0,59%



 



Lampiran 10. Uji Chi-Kuadrat Rasio Kelamin Data rasio kelamin ikan hampal adalah sebagai berikut : No.



Jenis Kelamin



Jumlah



1



Jantan (♂)



10



Presentas e 19%



2



Betina (♀)



42



81%



52



100%



 



Uji chi-kuadrat rasio kelamin : Diketahui :



Perhitungan : fo 19 81



fh 50 50 X²hitung



fo-fh -31 31



(fo-fh)² 961 961



(fo-fh)²/fh 19,22 19,22 38,44



Diketahui : - α = 0,05 - DF = (r-1) x (b-1) Perhitungan : X2 tabel (0,05;) = 3,841459



Berdasarkan nilai Chi Square kuadrat didapatkan nilai X2 hitung (38,44) > X2 tabel, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis H0 tidak diterima maka perbandingan jenis kelamintidak seimbang antara jantan dan betina



Lampiran 11. Perhitungan Distribusi TKG



Lampiran 12. Data Kebiasaan Makanan Jenis Pakan Animal



No Phytoplankton



Zooplankton



1



4%



Fraction 86%



2



13%



50%



3



5%



95%



4



20%



10%



20%



5



4%



2%



61%



6



Benthos



Detritus 2%



3%



10



35%



30%



10% -



76%



11



100%



12



92%



13



50%



14



5%



80%



15



6%



4%



55%



16



4%



3%



75%



17



15%



15%



Fish



80% 97%



5%



Worm



56%



90% 1%



Insecta



50%



20%



8



Molusca



10%



44%



7 9



Plants



2% 19% 9%



10%



40% 15% 35%



1%



17%



18



70% 25%



75%



19



7%



93%



20 21



10%



22 23



20%



24



74%



26%



60% 77%



30% 23%



80% 25%



3%



75% 73%



24%



3%



15%



82%



27



62%



38%



28



91%



25 26



1%



29



8%



74%



8%



18%



2%



8%



31



85% 93%



5%



32



5%



70%



30



1%



7% 25%



33



2%



2%



34



23%



40%



35



3%



36



5%



37



2%



38



1%



1%



4%



39



2%



40 41



74%



2%



42



30%



30%



63%



33%



70% 98%



25%



60% 35%



5%



25%



15%



60%



10%



19%



69%



30% 63%



80%



20%



78%



2%



44



68%



32%



45



59%



41%



81%



13%



60%



40%



43



46



20%



6%



47 48



10%



55%



49



5%



50%



45%



50



1%



87%



12%



51



15%



50%



52



5%



 



25%



20%



15%



35%  



 



 



 



 



5%



65%