Angina Ludwig Dr. Eva [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH



ANGINA LUDWIG



DISUSUN OLEH : Rizka Rahma Diani



G99172012



Ina Agustin Pertiwi



G99172089



Yohanes Baptista



G99181068



Jemmy Haryadi Sima



G991903025



Karisa Indriati



G991903026



Gustafat Abdur Rahman



G991905025



Hanna Alaydrus



G991905026



PEMBIMBING : drg. Eva Sutyowati Permatasari, Sp.BM, MARS KEPANITERAAN KLINIK/ PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER BAGIAN ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN UNS RSUD DR. MOEWARDI 2019 0



BAB I PENDAHULUAN



Angina Ludwig atau dikenal juga sebagai Angina Ludovici ialah selulitis yang dapat mengancam jiwa atau life-threatening. Angina Ludwig juga dapat diartikan sebagai infeksi jaringan ikat pada bagian dasar mulut yang cepat menyebar dan biasanya terjadi pada orang dewasa yang mengalami infeksi gigi yang tidak ditangani dengan baik. Angina Ludwig pertama kali dijelaskan oleh seseorang berkebangsaan German bernama Wilhelm Friedrich von Ludwig pada tahun 1836. Sedangkan kata angina berasal dari bahasa Yunani yaitu ankhon yang berarti mencekik, sehingga pada kasus ini, kata angina mendeskripsikan tanda dan gejala pasien seperti tercekik.1 Angina Ludwig merupakan selulitis yang progresif secara cepat pada bagian dasar mulut, yang melibatkan ruangan submandibular dan sublingual dari wajah. Proses infeksi berkembang secara superior dan posterior. Osteum hyoideus membatasi proses ini dari sisi inferior, sehingga proses ini lebih berkembang ke arah anterior melibatkan leher yang menyebabkan tampilan bull neck pada pasien. Angina Ludwig mempunyai potensial untuk mengancam jiwa akibat adanya obstruksi dari jalan napas.2 Biasanya angina Ludwig ditemukan pada pasien-pasien yang mempunyai kebersihan mulut atau oral hygiene yang buruk. Sebagian besar kasus terjadi oleh karena adanya infeksi pada molar bawah yang menyebabkan adanya inflamasi dari jaringan lunak disekitar gigi yang tererupsi. Walaupun angina Ludwig biasanya terjadi pada orang-orang yang imunokompromis seperti diabetes melitus, tapi tidak menutup kemungkinan juga terjadi pada individu yang sehat.2 Sebelum antibiotik dikenal dan digunakan secara luas, angka mortalitas Angina Ludwig mencapai 50%. Namun, semakin berkembangnya terapi antibiotik yang disertai dengan majunya modalitas pencitraan dan teknik pembedahan, angka mortalitas ini dapat ditekan hingga 8%. Faktor predisposisi dari angina Ludwig dapat meliputi karies dentis, pengobatan gigi sebelumnya, penyakit-penyakit sistemik seperti diabetes melitus, malnutrisi, alkoholisme, dan AIDS.3



1



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



I.



DEFINISI Angina Ludwig adalah selulitis jaringan lunak yang mengancam jiwa. Angina Ludwig melibatkan 3 kompartemen dasar mulut seperti ruangan submental, sublingual, dan submandibular secara bilateral. Wilhelm Fredrick von Ludwig pertama kali mendeskripsikan angina Ludwig ini pada tahun 1836 sebagai gangrenous cellulitis yang progresif yang berasal dari region kelenjar submandibula. Infeksi pada angina Ludwig dapat disebabkan oleh beberapa mikroba, namun yang paling sering ialah Streptococcus viridans dan Staphylococcus aureus, juga kelompok bakteri anaerob seperti bacteriodes, peptostreptococci, dan peptococci.4



II.



EPIDEMIOLOGI Kebanyakan kasus Angina Ludwig terjadi pada individu yang sehat. Kondisi yang menjadi faktor risiko yaitu diabetes mellitus, neutropenia, alkoholisme, anemia aplastik, glomerulonefritis, dermatomiositis, dan lupus eritematosus sistemik. Umunya, pasien berusia antara 20-60 tahun, tetapi ada yang melaporkan kasus ini terjadi pada rentang usia 12 hari sampai 84 tahun.5



III. ANATOMI DAN FISIOLOGI Pengetahuan tentang ruang-ruang di leher dan hubungannya dengan fascia penting untuk mendiagnosis dan mengobati infeksi. Ruang yang dibentuk oleh berbagai fascia pada leher ini merupakan area yang berpotensi untuk terjadinya infeksi. Invasi dari bakteri akan menghasilkan selulitis atau abses, dan menyebar melalui berbagai jalan termasuk melalui saluran limfe.6 Ruang submandibular merupakan ruang di atas os hyoid (suprahyoid) dan m.mylohyoid. Di bagian anterior, m. mylohyoid memisahkan ruang ini menjadi dua yaitu ruang sublingual di superior dan ruang submaksilar di inferior. Adapula yang membaginya menjadi tiga diantaranya yaitu ruang



2



sublingual, ruang submental dan ruang submaksillar. Infeksi dari gigi molar dan premolar pertama sering berhubungan dengan ruang submandibular karena apeks akar dari gigi molar dan premolar berada di superior otot mylohiod.5,7 Ruang submaksilar dipisahkan dengan ruang sublingual di bagian superiornya oleh m. mylohyoid dan m. hyoglossus, di bagian medialnya oleh m. styloglossus dan di bagian lateralnya oleh corpus mandibula. Batas lateralnya berupa kulit, fascia superfisial dan m. platysma superficialis pada fascia servikal bagian dalam. Di bagian inferiornya dibentuk oleh m. digastricus. Di bagian anteriornya, ruang ini berhubungan secara bebas dengan ruang submental, dan di bagian posteriornya terhubung dengan ruang pharyngeal.5,7



Gambar 1. Ruang submaksilar dibatasi oleh m. mylohyoid, m. hyoglossus, dan m.styloglossus.8 Ruang submandibular ini mengandung kelenjar submaxillar, duktus Wharton, n. lingualis dan hypoglossal, a. facialis, sebagian nodus limfe dan lemak.Ruang submental merupakan ruang yang berbentuk segitiga yang terletak di garis tengah bawah mandibula dimana batas superior dan lateralnya dibatasi oleh bagian anterior dari m. digastricus. Dasar ruangan ini



3



adalah m. mylohyoid sedangkan atapnya adalah kulit, fascia superfisial, dan m. platysma. Ruang submental mengandung beberapa nodus limfe dan jaringan.5,7 Struktur lain yang terletak diruang sublingual adalah saluran wharton, kelenjar ludah sublingual dan saraf hypoglossal, hal ini menjadi salah satu alasan mengapa angina ludwig menyebabkan elevasi lantai mulut dan pembengkakan pada daerah submandibular dan submental.5,7



Gambar 2. Anatomi dari ruang submandibular8



IV. ETIOLOGI Angina Ludwig paling sering terjadi sebagai akibat infeksi yang berasal dari gigi geligi, tetapi dapat juga terjadi sebagai akibat proses supuratif nodi limfatis servikalis pada ruang submaksilaris.5 Angina Ludwig yang disebabkan oleh infeksi odontogenik, berasal dari gigi molar kedua atau ketiga bawah. Gigi ini mempunyai akar yang berada di atas otot milohioid, dan abses di lokasi ini dapat menyebar ke ruang submandibular. Infeksi yang menyebar diluar akar gigi yang berasal dari gigi premolar pada umumnya



4



terletak dalam sublingual pertama, sedangkan infeksi diluar akar gigi yang berasal dari gigi molar umunya berada dalam ruang submandibular.7 Infeksi biasanya disebabkan oleh bakteri streptokokus, stafilokokus, atau bakteroides. Namun, 50% kasus disebabkan disebabkan oleh polimikroba, baik oleh gram positif ataupun gram negatif, aerob ataupun anaerob. Organism yang sering diisolasi pada pasien angina Ludwig yaitu Streptokokus viridians dan Stafilokokus aureus. Bakteri anaerob juga sering terlibat, termasuk bakteroides, peptostreptokokus, dan peptokokus. Bakteri gram positif lainnya yang berhasil diisolasi yaitu Fusobacterium nucleatum, Aerobacter aeruginosa, spirochetes, and Veillonella, Candida, Eubacteria, dan Clostridium species. Bakteri gram negative yang berhasil diisolasi termasuk Neisseria species, Escherichia coli, Pseudomonas species, Haemophilus influenzae, dan Klebsiella sp.7 Penyebab lain dari angina Ludwig yaitu sialadenitis, abses peritonsil, fraktur mandibula terbuka, kista duktus tiroglossal yang terinfeksi, epiglotitis, injeksi intravena obat ke leher, bronkoskopi yang menyebabkan trauma, intubasi endotrakea, laserasi oral, tindik lidah, infeksi saluran nafas bagian atas, dan trauma pada dasar mulut.5



V.



PATOFISIOLOGI Penyebaran infeksi odontogen dapat melalui jaringan ikat (perkontinuitatum), pembuluh darah (hematogen), dan pembuluh limfe (limfogen). Penjalaran secara perkontinuitatum karena terdapat celah atau ruang di antara jaringan yang berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus merupakan penyebaran infeksi yang paling sering terjadi. Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat membentuk abses palatal, abses submukosa, abses gingiva, trombosis sinus kavernosus, abses labial dan abses fasial. Penjalaran infeksi pada rahang bawah dapat membentuk abses sublingual, abses submental, abses submandibular, abses submaseter dan angina Ludwig.9



5



Angina Ludwig yang disebabkan oleh infeksi odontogenik berasal dari ujung akar molar kedua dan ketiga bawah terletak di linea mylohyoidea (tempat melekatnya m.mylohyoideus) dalam ruang submandibula, infeksi yang terjadi pada gigi tersebut dapat membentuk abses dan pusnya menyebar ke ruang submandibular, bahkan meluas hingga ruang parafaringeal. Abses pada akar gigi yang menyebar ke ruang submandibula akan menyebabkan sedikit ketidaknyamanan pada gigi, nyeri terjadi jika terjadi ketegangan antara tulang.9 Penyebaran infeksi berakhir di bagian anterior yaitu mandibula dan di bagian inferior yaitu m. mylohyoid. Proses infeksi kemudian berjalan di bagian superior dan posterior, meluas ke dasar lantai mulut dan lidah. Os hyoid membatasi terjadinya proses ini di bagian inferior sehingga pembengkakan menyebar ke daerah depan leher yang menyebabkan perubahan bentuk dan gambaran “bull neck”.8



VI. MANIFESTASI KLINIS Pasien dengan Angina Ludwig biasanya memiliki riwayat ekstraksi gigi sebelumnya atau hygiene oral yang buruk dan nyeri pada gigi. Gejala klinis yang ditemukan konsisten dengan sepsis yaitu demam, takipnea, dan takikardi. Pasien bisa gelisah, agitasi, dan konfusi. Gejala lainnya yaitu adanya pembengkakan yang nyeri pada dasar mulut dan bagian anterior leher, demam, disfagia, odinofagia, drooling, trismus, nyeri pada gigi, dan fetid breath. Suara serak, stridor, distress pernafasan, penurunan air movement, sianosis, dan “sniffing” position.9 Pasien dapat mengalami disfonia yang disebabkan oleh edema pada struktur vokalis.bau mulut, air liur berlebihan,disfagia, odynophagia dan susah bernapas Gejala klinis ini harus diwaspadai oleh klinisi akan adanya gangguan berat pada jalan nafas. Stridor, kesulitan mengeluarkan secret,kecemasan, sianosis, dan posisi duduk merupakan tanda akhir dari adanya obstruksi jalan nafas yang lama dan merupakan indikasi untuk dipasang alat bantu pernafasan.8



6



Gambar 3. Foto pasien Angina Ludwig.2



VII. DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Hasil anamnesis menunjukkan gejala awal biasanya berupa nyeri pada area gigi yang terinfeksi. Dagu terasa tegang dan nyeri saat menggerakkan lidah. Penderita mungkin akan mengalami kesulitan membuka mulut, berbicara, dan menelan, yang mengakibatkan keluarnya air liur terusmenerus serta kesulitan bernapas. Penderita juga dilaporkan mengalami kesulitan makan dan minum. Dapat dijumpai demam dan rasa menggigil.10 Pad pemeriksaan fisik dapat ditemukan dasar mulut akan terlihat merah dan membengkak. Saat infeksi menyebar ke belakang mulut, peradangan pada dasar mulut akan menyebabkan lidah terdorong ke atas-belakang sehingga menyumbat jalan napas. Jika laring ikut membengkak, saat bernapas akan terdengar suara tinggi (stridor). Biasanya penderita akanmengalami dehidrasi akibat kurangnya cairan yang diminum maupun makanan yang dimakan. Demam tinggi mungkin ditemui, yang menindikasikan adanya infeksi sistemik.10 Kewaspadaan dalam mengenal tanda-tanda angina Ludwig penting sangat penting dalam diagnosis dan manjemen kondisi yang serius ini. Terdapat 4 tanda cardinal dari angina Ludwig, yaitu5: 1. Keterlibatan bilateral atau lebih ruang jaringan dalam



7



2. Gangrene yang disertai dengan pus serosanguinous, putrid infiltration tetapi sedikit atau tidak ada pus 3. Keterlibatan jaringan ikat, fasia, dan otot tetapi tidak mengenai struktur kelenjar 4. Penyebaran melalui ruang fasial lebih jarang daripada melalui sistem limfatik Meskipun diagnosis angina Ludwig dapat diketahui berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, beberapa metode pemeriksaan penunjang seperti laboratorium maupun pencitraan dapat berguna untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan darah tampak leukositosis yang mengindikasikan adanya infeksi akut. Pemeriksaan waktu bekuan darah penting untuk dilakukan tindakan insisi drainase. Pemeriksaan kultur dan sensitivitas dilakukan untuk menentukan bakteri yang menginfeksi (aerob dan/atau anaerob) serta menentukan pemilihan antibiotik dalam terapi.10 Walaupun radiografi foto polos dari leher kurang berperan dalam mendiagnosis atau menilai dalamnya abses leher, foto polos ini dapat menunjukkan luasnya pembengkakkan jaringan lunak. Radiografi dada dapat menunjukkan perluasan proses infeksi ke mediastinum dan paru-paru. Foto panoramik rahang dapat membantu menentukan letak fokal infeksi atau abses, serta struktur tulang rahang yang terinfeksi.10 CT-scan merupakan metode pencitraan terpilih karena dapat memberikan evaluasi radiologik terbaik pada abses leher dalam. CT-scan dapat mendeteksi akumulasi cairan, penyebaran infeksi serta derajat obstruksi jalan napas sehingga dapat sangat membantu dalam memutuskan kapan dibutuhkannya pernapasan buatan.10



VIII. DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding dari angina Ludwig yaitu edema angioneurotik, karsinoma lingual, hematoma sublingual, abses kelenjar saliva, limfadenitis, selulitis, dan abses peritonsil.5



8



Edema angioneurotik atau angioedema merupakan pembengkakan yang mirip urtikaria yang terjadi pada area kulit, laring dan area lain disebabkan oleh reaksi alergi. Selama reaksi ini, histamin dan senyawa kimia lainnya dilepaskan ke dalam aliran darah. Tubuh melepaskan histamin ketika tubuh mendeteksi alergen. Persamaan edema angioneurotik dengan angina ludwig adalah terjadinya pembengkakan disekitar wajah, sumbatan jalan nafas yang berakibat fatal. Sedangkan perbedaan keduanya adalah edema angioneurotik terjadi akibat reaksi alergi, tidak sakit, gatal-gatal, pembengkakan dapat menjalar ketangan dan kaki, sedangkan angina ludwig telah dijelaskan pada bab sebelumnya.11 Abses peritonsil adalah infeksi bakteri yang menyebabkan di sekitar tonsil. Kondisi ini umumnya terjadi akibat komplikasi dari tonsilitis atau radang amandel yang tidak diobati dengan baik. Sebagian besar abses peritonsil disebabkan oleh bakteri Streptokokus. Persamaan abses peritonsil dengan angina ludwig adalah terjadi pembengkakan pada daerah leher, menyebabkan sesak nafas, disfagia,trismus, dan sulit bicara. Sedangkan perbedaan keduanya adalah pada abses peritonsil juga terjadi pembengkakan pada daerah palatum molle, uvula, dan tonsil, terdapat gejala muntahmuntah.12 Mumps adalah sebuah infeksi oleh virus yang menyerang kelenjar ludah (parotis gland) yang berada di antara rahang dan telinga. Hal ini akan menimbulkan peradangan dan pembengkakan pada pipi belakang bagian bawah atau leher bagian atas. Infeksi penyakit ini memiliki sebutan lain yaitu penyakit gondongan atau parotitis. Mumps dengan angina ludwig adalah terjadi pembengkakan pada leher, demam, terasa sakit, trismus. Sedangkan perbedaan keduanya, mumps merupakan merupakan infeksi virus, telinga akan teras sakit dan terangkat.13 Limfadenitis adalah peradangan yang terjadi pada kelenjar getah bening di dalam tubuh. Limfadenitis umumnya terjadi karena infeksi. Kondisi ini menyebabkan kelenjar getah bening mengalami pembesaran karena sel-sel darah putih dan senyawa kimia sistem imun berkumpul di dalamnya. Pada



9



kondisi normal, kelenjar getah bening umumnya berukuran kecil. Jika terjadi limfadenitis, kelenjar getah bening akan mengalami pembesaran dan dapat teraba dengan mudah, terutama ketika dilakukan pemeriksaan fisik. Persamaan limfadenitis dengan angina ludwig adalah terjadi pembengkakan pada daerah leher, demam, nyeri tekan, nadi cepat. Sedangkan perbedaan keduanya, limfadenitis berkonsistensi lunak.



IX. PENATALAKSANAAN Sebagai gold standard dalam penanganan angina ludwig adalah bebaskan jalan nafas, kemudian diberikan terapi antibiotika dengan dosis tinggi untuk kuman aerob dan anaerob secara parenteral. Selain itu dilakukan eksplorasi yang dilakukan untuk tujuan dekompresi (mengurangi ketegangan) dan evakuasi pus (pada angina ludwig jarang terdapat pus) atau jaringan nekrosis. Insisi dilakukan di garis tengah secara horizontal setinggi os hyoid (3-4 jari di bawah mandibula), dengan demikian menghentikan ketegangan yang terbentuk di dasar mulut. Karena morbiditas dan mortalitas dari angina Ludwig terutama disebabkan oleh hilangnya patensi jalan nafas, proteksi dari jalan nafas merupakan prioritas utama dalam tatalaksana awal pasien ini. Angina Ludwig lebih memerlukan trakeostomi dibandingkan infeksi lain yang terjadi di leher dalam, Intubasi Nasotracheal saat pasien terjaga dapat menimbulkan obstruksi jalan napas akut, persiapan untuk trakeostomi harus dilakukan dalam setiap kasus bahkan ketika intubasi sedang dilakukan oleh anestesi yang terampil, Narkotika sebaiknya dihindari karena menyebakan depresi pernapasan dan dapat memperburuk kesulitan dalam ventilasi, beberapa penulis menganjurkan penggunaan anestesi hirup.14 Apabila jalan nafas telah diamankan, administrasi antibiotik intravena secara agresif harus dilakukan. Terapi awal ditargetkan untuk bakteri gram positif dan bakteri anaerob pada rongga mulut,6. Pemberian beberapa antibiotik harus dilakukan, yaitu penisilin G dosis tinggi dan metronidazol, klindamisin, sefoksitin, piperasilintazobaktam, amoksisilin klavulanat, dan tikarsilin klavulanat. Pananganan yang terdiri dari Pembedahan insisi melalui



10



garis tengah, dengan demikian menghentikan ketegangan yang terbentuk pada dasar mulut, karena Angina Ludwig merupakan selulitis, maka sebenarnya pus jarang diperoleh, sebelum insisi dan drainase dilakukan, sebaiknya dilakuan persiapan terhadap kemungkinan trakeostomi karena ketidakmampuan melakukan intubasi pada pasien seperti lidah yang menyebakan obstruksi pandangan laring dan tidak dapat ditekan oleh laringoskop.5,7 Drainase surgikal diindikasikan jika terdapat infeksi supuratif, bukti radilogis adanya penumpukan cairan didalam soft-tissue, krepitus, atau aspirasi jarum purulen. Drainase juga diindikasikan jika tidak ada perbaikan setelah pemberian terapi antibiotik. Drainase ditempatkan di muskulus milohioid ke dalam ruang sublingual.Mencabut gigi yang terinfeksi juga penting untuk proses drainase yang lengkap.5,7 Untuk pemberian terapi medikamentosa pada pasien dengan kecurigaan Angina Ludwig dapat diberikan Antibiotik Clindamycin 600-900 mg/Iv setiap 8 jam, atau kombinasi penicillin dan metronidazole.Pemberian antibiotik dapat mengurangi kematian akibat dari infeksi ruang leher dalam,tetapi infeksi pada ruang yang lebih dalam dapat menimbulkan komplikasi yang fatal dan mengancam jiwa, setelah pembentukan abses terjadi, operasi masih dianggap sebagai pengobatan yang utama, sedangkan pemberian antibiotik digunakan pada infeksi awal.7,15



X.



KOMPLIKASI Komplikasi yang paling serius dari angina Ludwig yaitu asfiksia yang disebabkan oleh edema pada soft-tissue leher. Pada infeksi lanjut, dapat terjadi thrombosis sinus kavernosus dan abses serebri. Komplikasi lainnya yang telah dilaporkan yaitu infeksi dinding karotis dan rupture arteri, tromboflebitis supuratif dari vena jugularis, mediastinitis, empiema, efusi perikard atau efusi pleura, osteomielitis mandibula, abses subfrenikus, dan aspirasi pneumonia.5,16



11



XI. PROGNOSIS Prognosis angina Ludwig sangat tergantung kepada proteksi segera jalan nafas dan pada pemberian antibiotik untuk mengatasi infeksi. Tingkat kematian pada era sebelum adanya antibiotik sebesar 50%, tetapi dengan adanya antibiotik tingkat mortalitas berkurang menjadi 5%.14



12



DAFTAR PUSTAKA 1. Balakrishnan A, Thenmozhi MS. Ludwig’s Angina: Causes symptoms and treatment. Journal of Pharmaceutical Sciences and Research. 2014; 6(10):328-330 2. Simsek M, Yildiz E, Aras MH Ludwig ’ s Angina : A Case Report. JBR Journal of Interdisciplinary Medicine and Dental Science. 2014; 2(4):8-11 3. Candamourty R, Venkatachalam S, Ramesh BMR, Kumar GS. Ludwig′s angina - An emergency: A case report with literature review. Journal of Natural Science, Biology and Medicine. 2012; 3(2):206 4. Shemesh A, Yitzhak A, Ben IJ, Azizi H, Solomonov M. Ludwig Angina after First Aid Treatment: Possible Etiologies and Prevention—Case Report. Journal of Endodontics. 2019; 45(1):79-82 5. Leminick M, David MD. Ludwig’s Angina : Diagnosis and Treatment. Available from www.turner-white.com. Diakses tanggal 13 Februari 2019. 6. Burton M. Neck Swelling, Hall and Colman’s Disease of the Ear,Nose, and Throat.Churchill livingstone: Edinburgh; 2000. P 140. 7. Byron J, Bailey MD, Jonas T, Johnson MD. Head and Neck Surgery – Otolaryngology. 4th Ed. USA: 2006. 8. Hartmann



W.R.



Ludwig’s



angina



in



children.American



Family



physician.Available from : http://www.aafp.org . Diakses tanggal 3 January 2013. 9. Raharjo SP. Penatalaksanaan Angina Ludwig. Jurnal Dexa Media. JanuariMaret 2008;Vol.21. 10. Winters S. A Review of Ludwig's Angina for Nurse Practitioners. Journal of the American Academy of Nurse Practitioners. December 2003;Vol. 15(Issue 12). 11. Donaldson, Virginia H., and Richard R. Evans. "A biochemical abnormality in hereditary angioneurotic edema: absence of serum inhibitor of C′ 1esterase." The American journal of medicine 35.1 (1963): 37-44. 12. Galioto, Nicholas J. "Peritonsillar abscess." Steroids 8.13 (2008): 14



13



13. Hviid, Anders, Steven Rubin, and Kathrin Mühlemann. "Mumps." The Lancet 371.9616 (2008): 932-944. 14. Charles W. Cummings , Lee Harker Cummings: Otolaryngology: Head & Neck Surgery, 4th ed. Copyright © 2007 Elsevier Inc. P. 15. K. Lalwani Anil. Antibacterial agent in Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology Head & Neck Surgery. 2nd Ed. New York: 2007. 16. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar THT-KL. Edisi 6. Jakarta : FK UI; 2007. Hal 230.



14