Askep Gga Fix [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA PASIEN GAGAL GINJAL AKUT Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak



Disusun oleh Kelompok 3 : 1.



Bela Ariska



(CKR0170005)



2.



Dea Awalia Shafira



(CKR0170010)



3.



Fida Farida



(CKR0170014)



4.



Garin Nugroho



(CKR0170015)



5.



Iin Indriani



(CKR0170018)



6.



Inda Indriani



(CKR0170021)



7.



Jihan Rintan A



(CKR0170024)



8.



Mitha Destiana P



(CKR0170031)



9.



Ovi Noviyanti



(CKR0170035)



10. Raka Muhammad Z



(CKR0170038)



11. Reka Devi



(CKR0170039)



12. Reswinadayanti



(CKR0170042)



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN 2019



KATA PENGANTAR



Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan pujiatas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Asuhan Keperawatan Anak Pada Pasien Gagal Ginjal Akut ”. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari itu semua, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata, kami berharap semoga makalah tentang “Asuhan Keperawatan Anak Pada Pasien Gagal Ginjal Akut” dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.



Kuningan, November 2019



Penyusun, Kelompok 3



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR......................................................................................................................................... i DAFTAR ISI...................................................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang............................................................................................................................ 1 1.2. Tujuan Penulisan........................................................................................................................ 3 1.3. Identifikasi Masalah..................................................................................................................... 3 1.4. Rumusan Masalah...................................................................................................................... 3 1.5. Manfaat Penulisan ..................................................................................................................... 3 1.6. Metode Penulisan....................................................................................................................... 3 1.7. Sistematika Penulisan................................................................................................................. 4



BAB II TINJAUAN TEORITIS.............................................................................................................. 5 2.1. Konsep Dasar Teori Gagal Ginjal Akut........................................................................... 5 a. Definisi................................................................................................................................. 5 b. Antomi Ginjal........................................................................................................................ 6 c. Fisiologi Ginjal...................................................................................................................... 7 d. Etiolgi................................................................................................................................... 7 e. Klasifikasi............................................................................................................................. 8 f. Patofisiologi.......................................................................................................................... 9 g. Manifestasi Klinis................................................................................................................. 10 h. Pemeriksaan Penunjang...................................................................................................... 11 i. Penatalaksanaan................................................................................................................. 12 j. Pencegahaan....................................................................................................................... 14 k. Komplikasi............................................................................................................................ 15 2.2. Konsep Asuhan Keperawatan Secara Teori................................................................... 15 BAB III PEMBAHASAN KASUS....................................................................................................................... 23 3.1. Skenario Kasus........................................................................................................................... 23 3.2. Pembahasan (Asuhan Keperawatan)......................................................................................... 23



BAB IV PENUTUP............................................................................................................................... 36 4.1. Kesimpulan...................................................................................................................... 36 4.2. Saran............................................................................................................................... 37 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................ 39



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan ginjal akut (GgGA) atau acute kidney injury (AKI), dahulu disebut gagal ginjal akut (GGA) adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan fungsi ginjal secara akut ditandai peningkatan kadar serum ureum dan kreatinin, dengan atau tanpa penurunan produksi urin. Penyebab utama GgGA di pediatric intensive care unit (PICU) adalah iskemia, penggunaan obat nefrotoksik dan sepsis. Berbagai penyebab tersebut menyebabkan GgGA melalui berbagai mekanisme, namun pada akhirnya terjadi nekrosis tubular akut (NTA). Penyebab GgGA dapat diklasifikasikan menjadi pra-renal, renal (penyakit ginjal intrinsik), dan pasca-renal. Insiden GgGA pada anak sakit kritis bervariasi antara 8-30% dengan angka kematian sekitar 3780%. Studi lain melaporkan angka kejadian GgGA pada anak yang dirawat di PICU mencapai 82% bila menggunakan kriteria pRIFLE. Angka mortalitas meningkat seiring dengan peningkatan stadium yaitu risk sebesar 18,9%, injury sebesar 36,1% dan failure sebesar 46,4%.5 Saat ini belum ada laporan mengenai insiden GgGA di Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Nilawati menunjukkan 6,1% pasien yang dirawat di PICU rumah sakit Sanglah Denpasar menderita GgGA dan mayoritas berusia kurang dari 1 tahun. Data yang diperoleh dari 7th report of Indonesia renal registry menunjukkan pada tahun 2014 sebanyak 30 orang pasien GgGA di Sumatera Barat membutuhkan tindakan hemodialis. Jumlah pasien GgGA di bangsal anak RSUP Dr. M. Djamil selama 2 tahun terakhir sebanyak 107 pasien. Penegakan diagnosis GgGA pada anak menggunakan kriteria pediatric Risk, Injury, Failure, Loss, and End stage renal disease (pRIFLE) berdasarkan kreatinin serum dan keluaran urin. Pasien dikatakan menderita GgGA stadium risk bila terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) sebesar 25% sedangkan dikatakan failure bila telah terjadi penurunan LFG sebesar 75%. Selama ini untuk mengukur estimasi LFG masih menggunakan rumus Schwartz yang menggunakan nilai kreatinin serum. Penggunaan kreatinin serum untuk menilai LFG memiliki beberapa kelemahan yaitu baru meningkat setelah terjadi penurunan fungsi ginjal hingga 50% atau lebih dan dipengaruhi oleh beberapa faktor di luar ginjal seperti berat badan, massa otot, ras, usia, jenis kelamin, obat-obatan, metabolisme otot, dan asupan protein. Penegakan diagnosis GgGA dengan hanya mengukur keluaran urin juga memiliki kelemahan karena obat – obat nefrotoksik dan penyakit ginjal intersisial menghasilan keluaran urin normal atau meningkat. Saat ini dikembangkan biomarker baru untuk menggantikan peran kreatinin dalam menilai fungsi ginjal. Biomarker baru tersebut diharapkan dapat mendeteksi gangguan fungsi ginjal lebih cepat sehingga dapat dilakukan intervensi dini untuk menghasilkan luaran pasien yang lebih baik. Cystatin C adalah suatu protein berat molekul rendah (13 kDa) yang disintesis pada semua sel berinti. Cystatin C merupakan anggota dari superfamili cystatin yang memiliki fungsi sebagai inhibitor protease sistein. 1



Kecepatan produksi cystatin C relatif konstan sejak usia 4 bulan sampai 70 tahun. Cystatin C ditemukan dengan kadar yang tinggi dalam berbagai cairan tubuh manusia dan diekskresikan hanya melalui ginjal. Penelitian yang dilakukan oleh Bokenkamp dkk pada tahun 1998 menemukan bahwa cystatin C tidak dipengaruhi oleh usia, tinggi dan berat badan, jenis kelamin dan komposisi tubuh. Cystatin C difiltrasi secara bebas oleh glomerulus, direabsorbsi oleh tubulus dan tidak disekresi tetapi mengalami katabolisme hampir lengkap (99%) oleh sel tubulus proksimal sehingga tidak ada yang kembali ke darah. Dengan demikian kadar cystatin C dalam darah menggambarkan laju filtrasi glomerulus (LFG) dan dapat dikatakan mendekati penanda LFG endogen yang ideal. Penelitian yang dilakukan oleh Herget Rosenthal dkk pada 85 pasien sakit kritis yang dirawat di intensive care unit (ICU) menunjukkan bahwa cystatin C mendeteksi GgGA 1,5 hari lebih cepat daripada serum kreatinin sehingga cystatin C dapat digunakan untuk deteksi dini GgGA.11 Penelitian yang dilakukan oleh Uzan dkk membandingkan antara cystatin C dan serum kreatinin untuk mendeteksi GgGA didapatkan sensitivitas cystatin C sebesar 98% dan spesifitasnya sebesar 99%.12 Neamatollah dkk, melakukan penelitian pada 107 pasien di PICU yang memiliki risiko tinggi berkembang menjadi GgGA. Pada akhir penelitian diperoleh bahwa cystatin C serum secara diagnostik lebih superior dibandingkan kreatinin serum (AUC untuk kreatinin serum 0,39 dengan 95% CI berbanding AUC untuk cystatin C serum 0,92 dengan 95% CI). Di Indonesia masih sedikit penelitian tentang cystatin C untuk mendeteksi GgGA. Penelitian yang dilakukan Hartati dkk. menunjukkan bahwa LFG pasien sindroma nefrotik yang diukur dengan cystatin C berdasarkan formula Filler lebih rendah dibandingkan dengan LFG yang diukur dengan kreatinin berdasarkan formula Schwartz Meinardaniawati dkk. mengatakan bahwa semakin tinggi kadar kreatinin serum, maka semakin tinggi kadar cystatin C serum sehingga cystatin C dipertimbangkan sebagai penanda untuk menilai fungsi ginjal bayi prematur. Diagnosis yang tepat dan deteksi dini GgGA di PICU sangat diperlukan untuk



mengatur



pemberian cairan, penyesuaian dosis obat dan mencegah gangguan ginjal yang lebih lanjut. Deteksi dini GgGA diharapkan dapat memperpendek lama waktu rawat dan menghemat biaya rawat pasien. Meskipun pada beberapa penelitian telah disebutkan bahwa cystatin C lebih baik dalam mendiagnosis GgGA dibandingkan dengan kreatinin serum, tetapi sampai saat ini belum ada rekomendasi umum tentang penggunaan cystatin C serum karena nilai cutoff nya yang sangat bervariasi. Berdasarkan hal tersebut di atas peneliti tertarik untuk mengetahui nilai cystatin C serum dan kreatinin serum sebagai diagnosis gangguan ginjal akut pada anak sakit kritis di RS dr. M. Djamil Padang. Penelitian yang dilakukan oleh Arifin dkk. pada 24 pasien sepsis usia 18 – 65 tahun yang dirawat di ruang rawat intensif RSUP H. Adam Malik Medan menunjukkan bahwa cystatin C dapat dijadikan penanda biologis alternative untuk mendeteksi cedera ginjal akut dengan nilai diagnostic yang lebih baik.



2



1.2 Tujuan Penulisan 1.2.1. Tujuan Umum Setelah menyelesaikan makalah ini mahasiswa mampu memahami dan menerapkan konsep Gangguan ginjal akut (GgGA) dan asuhan keperawatan pada pasien Gangguan ginjal akut (GgGA). 1.2.2. Tujuan Khusus a. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami konsep Gangguan ginjal akut (GgGA). b. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami Asuhan Keperawatan Gangguan ginjal akut (GgGA). 1.3 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, kami memberikan identifikasi masalah yang akan dijadikan bahan pembuatan makalah sebagai berikut : 



Banyaknya kasus penderita dan tingginya kematian akibat Gangguan ginjal akut (GgGA).



1.4 Rumusan Masalah 1) Bagaimana definis Gangguan ginjal akut? 2) Bagaimana anatomi dan fisiologi Gangguan ginjal akut? 3) Bagaimana etiologi pada pasien Gangguan ginjal akut? 4) Bagaimana klasifikasi penyakit Gangguan ginjal akut? 5) Bagaimana patofisiologi pada pasien Bagaimana anatomi dan fisiologi Gangguan ginjal akut? 6) Bagaimana manifestasi klinis pada pasien Gangguan ginjal akut? 7) Apa saja pemeriksaan penunjang pada pasien Gangguan ginjal akut? 8) Bagaimana penatalaksanaan pada pasien Gangguan ginjal akut? 9) Bagaimana pencegahan Gangguan ginjal akut? 10) Apa saja komplikasi dari penyakit Gangguan ginjal akut? 11) Bagaimana asuhan keperawatan pasien Gangguan ginjal akut? 1.5 Manfaat Penulisan



Adapun manfaat dari makalah ini, agar mahasiswa keperawatan dan perawat di Indonesia dapat menerapkan Asuhan Keperawatan bagi penderita Gangguan ginjal akut (GgGA). 1.6 Metode Penulisan Metode penulisan makalah ini dengan cara berdiskusi kelompok. Pengkajian materi didapatkan melalui buku referensi dan media internet yang sesuai dengan materi terkait. Dari sumber yang kami dapatkan kemudian kami analisa di dalam kelompok.



3



1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari IV BAB utama. BAB I yaitu pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan, rumusan masalah, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan makalah ini. BAB II yaitu tinjauan teoritis, BAB III yaitu pembahasan kasus, dan BAB IV merupakan bagian yang berisi simpulan dan saran.



4



BAB II TINJAUAN TEORITIS



2.1 Konsep Dasar Teori Gagal Ginjal Akut a. Definisi Gagal ginjal  adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang dapat menyebabkan uremia yaitu retensi cairan dan natrium dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer, 2002). Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolic tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolic, cairan, elektrolit, serta asam basa. Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal (Saifudin, 2010). Gagal ginjal akut adalah sindrom klinis dimana ginjal tidak lagi mensekresi produk-produk limbah metabolisme. Biasanya karena hiperfusi ginjal sindrom ini biasa berakibat azotemia (uremia), yaitu akumulasi produk limbah nitrogen dalam darah dan oliguria dimana haluaran urine kurang dari 400 ml/24 jam (Tambayong, 2000). Gagal ginjal akut (acute renal failure) adalah sekumpulan gejala yang mengakibatkan disfungsi ginjal secara mendadak. Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah suatu sindrom akibat kerusakan metabolik atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang mendadak dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu dengan atau tanpa oliguria sehinggamengakibatkan hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeotasis tubuh. b. Anatomi Ginjal Ginjal adalah organ ekskresi yang berperan penting dalam mempertahankan keseimbangan internal dengan jalan menjaga komposisi cairan tubuh/ekstraselular. Ginjal merupakan dua buah organ berbentuk seperti kacang polong, berwarna merah kebiruan. Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal disebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus oleh lapisan lemak yang tebal di belakang peritoneum atau di luar rongga peritoneum. Ketinggian ginjal dapat diperkirakan dari belakang di mulai dari ketinggian vertebra torakalis sampai vertebra lumbalis ketiga. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena letak hati yang menduduki ruang lebih banyak di sebelah kanan. Masing-masing ginjal memiliki panjang 11,25 cm, lebar 5-7 cm dan tebal 2,5 cm. Berat ginjal pada pria dewasa 150-170 gram dan wanita dewasa 115-155 gram. Ginjal ditutupi oleh kapsul tunika fibrosa yang kuat, apabila kapsul dibuka terlihat permukaan ginjal yang licin dengan warna merah tua.



5



Ginjal terdiri dari beberapa bagian, yaitu antara lain : 1. Bagian dalam (interna) medula Substansia medularis terdiri dari piramid renalis yang jumlahnya antara 8-16 buah yang mempunyai basis sepanjang ginjal, sedangkan apeksnya menghadap ke sinus renalis. Mengandung bagian tubulus yang lurus, ansa henle, vasa rekta dan duktus koligens terminal. 2. Bagian luar (eksternal) korteks Subtansia kortekalis berwarna coklat merah, konsistensi lunak dan bergranula. Substansia ini tepat di bawah tunika fibrosa, melengkung sepanjang basis piramid yang berdekatan dengan sinus renalis, dan bagian dalam di antara piramid dinamakan kolumna renalis. Mengandung glomerulus, tubulus proksimal dan distal yang berkelok-kelok dan duktus koligens. Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal. Kedua ginjal bersama-sama mengandung kira-kira 2.400.000 nefron. Setiap nefron bisa membentuk urin sendiri. Karena itu fungsi dari satu nefron dapat menerangkan fungsi dari ginjal. Nefron terdiri dari bagian-bagian berikut : 1) Glomerulus Bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang terletak di dalam kapsul Bowman dan menerima darah arteriolaferen dan meneruskan darah ke sistem vena melalui arteriol eferen. Glomerulus berdiameter 200μm, mempunyai dua lapisan Bowman dan mempunyai dua lapisan selular yang memisahkan darah dari dalam kapiler glomerulus dan filtrat dalam kapsula Bowman. 2) Tubulus proksimal konvulta Tubulus ginjal yang langsung berhubungan dengan kapsula Bowman dengan panjang 15 mm dan diameter 55μm. 3) Gelung henle (ansa henle) Bentuknya lurus dan tebal diteruskan ke segmen tipis, selanjutnya ke segmen tebal panjangnya 12 mm, total panjang ansa henle 2-14 mm. 4) Tubulus distal konvulta Bagian ini adalah bagian tubulus ginjal yang berkelok-kelok dan letaknya jauh dari kapsula Bowman, panjangnya 5 mm. Tubulus distal dari masing-masing nefron bermuara ke duktus koligens yang panjangnya 20 mm. 5) Duktus koligen medula Ini saluran yang secara metabolik tidak aktif. Pengaturan secara halus dari ekskresi natrium urine terjadi di sini. Duktus ini memiliki kemampuan mereabsorbsi dan mensekresi kalsium.



6



Gambar 1. Anatomi Ginjal c. Fisiologi Ginjal Fungsi ginjal secara keseluruhan di bagi dalam dua golongan yaitu : 1. Fungsi ekskresi 1) Mengekskresi sisa metabolisme protein, yaitu ureum, kalium, fosfat, sulfat anorganik, dan asam urat. 2) Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit. 3) Menjaga keseimbangan asam dan basa. 2. Fungsi Endokrin 1) Partisipasi dalam eritropoesis. Menghasilkan eritropoetin yang berperan dalam pembentukan sel darah merah. 2) Menghasilan renin yang berperan penting dalam pengaturan tekanan darah. 3) Merubah vitamin D menjadi metabolit yang aktif yang membantu penyerapan kalsium. 4) Memproduksi hormon prostaglandin, yang mempengaruhi pengaturan garam dan air serta mempengaruhi tekanan vaskuler. d. Etiologi Terdapat tiga kategori utama kondisi penyebab gagal ginjal akut, yaitu sebagai berikut : 1. Kondisi Pre Renal (hipoperfusi ginjal) Kondisi pra renal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya laju filtrasi glumerulus. Kondisi klinis yang umum yang menyebabkan terjadinya hipoperfusi renal adalah : a. Penipisan volume b. Hemoragi c. Kehilangan cairan melalui ginjal (diuretik, osmotik) d. Kehilangan cairan melalui saluran GI (muntah, diare, selang nasogastrik) e. Gangguan efisiensi jantung f.



Infark miokard 7



g. Gagal jantung kongestif h. Disritmia i.



Syok kardiogenik



j.



Vasodilatasi



k. Sepsis l.



Anafilaksis



m. Medikasi antihipertensif atau medikasi lain yang menyebabkan vasodilatasi 2. Kondisi Intra Renal (kerusakan aktual jaringan ginjal) Penyebab intra renal gagal ginjal akut adalah kerusakan glumerulus atau tubulus ginjal yang dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini : a. Cedera akibat terbakar dan benturan b. Reaksi transfusi yang parah c. Agen nefrotoksik d. Antibiotik aminoglikosida e. Agen kontras radiopaque f.



Logam berat (timah, merkuri)



g. Obat NSAID h. Bahan kimia dan pelarut (arsenik, etilen glikol, karbon tetraklorida) i.



Pielonefritis akut



j.



Glumerulonefritis



3. Kondisi Post Renal (obstruksi aliran urin) Kondisi pasca renal yang menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari obstruksi di bagian distal ginjal. Obstruksi ini dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi sebagai berikut : a. Batu traktus urinarius b. Tumor c. BPH d. Striktur e. Bekuan darah e. Klasifikasi Gagal ginjal akut diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut : 1) Gagal ginjal akut prarenal GGA Prarenal adalah terjadinya penurunan aliran darah ginjal (renal hypoperfusion) yang mengakibatkan penurunan tekanan filtrasi glomerulus dan kemudian diikuti oleh penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG). Keadaan ini umumnya ringan yang dengan cepat dapat reversibel apabila perfusi ginjal segera diperbaiki. Pada GGA prarenal aliran darah ginjal walaupun berkurang masih dapat memberikan oksigen dan substrat metabolik yang cukup kepada sel-sel tubulus. Apabila hipoperfusi ginjal tidak segera diperbaiki, akan mengakibatkan 8



NTA. GGA prarenal merupakan kelainan fungsional, tanpa adanya kelainan histologik atau morfologi pada nefron. 2) Gagal ginjal akut renal GGA renal yaitu kelainan yang berasal dari dalam ginjal dan yang secara tiba-tiba menurunkan pengeluaran urin. Katagori GGA ini selanjutnya dapat dibagi menjadi : a. Keadaan yang mencederai kapiler glomerulus atau pembuluh darah kecil ginjal lainnya b. Keadaan yang merusak epitel tubulus ginjal c. Keadaan yang menyebabkan kerusakan interstisium ginjal. Tubulus ginjal merupakan tempat utama penggunaan energi pada ginjal, yang mudah mengalami kerusakan bila terjadi iskemia atau oleh obat nefrotoksik, oleh karena itu kelainan tubulus yang disebut Nekrosis Tubular Akut (NTA) merupakan penyebab terbanyak GGA renal. 3) Gagal ginjal akut postrenal GGA postrenal adalah suatu keadaan di mana pembentukan urin cukup, namun alirannya dalam saluran kemih terhambat. Penyebab tersering adalah obstruksi. Obstruksi aliran urin ini akan mengakibatkan kegagalan filtrasi glomerulus dan transpor tubulus sehingga dapat mengakibatkan kerusakan yang permanen, tergantung berat dan lamanya obstruksi. f. Patofisiologi Perjalanan klinis gagal ginjal akut dibagi menjadi tiga stadium, yaitu sebagai berikut : 1) Stadium Oliguria Stadium oliguria biasanya timbul dalam waktu 24 sampai 48 jam sesudah terjadinya trauma pada ginjal. Produksi urin normal adalah 1-2 liter/24jam. Pada fase ini pertama-tama terjadi penurunan produksi urin sampai kurang dari 400cc/24 jam. Tidak jarang produksi urin sampai kurang dari 100cc/24 jam, keadaan ini disebut dengan anuria. Pada fase ini penderita mulai memperlihatkan keluhan-keluhan yang diakibatkan oleh penumpukan air dan metabolitmetabolit yang seharusnya diekskresikan oleh tubuh, seperti mual, muntah, lemah, sakit kepala, kejang dan lain sebagainya. Perubahan pada urin menjadi semakin kompleks, yaitu penurunan kadar urea dan kreatinin. Di dalam plasma terjadi perubahan biokimiawi berupa peningkatan konsentrasi serum urea, kreatinin, elektrolit (terutama K dan Na). 2) Stadium Diuresis Stadium diuresis dimulai bila pengeluran urine meningkat sampai lebih dari 400 ml/hari, kadang kadang dapat mencapai 4 liter/24 jam. Stadium ini berlangsung 2 sampai 3 minggu. Volume kemih yang tinggi pada stadium ini diakibatkan karena tingginya konsentrasi serum urea, dan juga disebabkan karena masih belum pulihnya kemampuan tubulus yang sedang dalam masa penyembuhan untuk mempertahankan garam dan air yang difiltrasi. Selama stadium dini diuresi, kadar urea darah dapat terus meningkat, terutama karena bersihan urea 9



tak dapat mengimbangi produksi urea endogen. Tetapi dengan berlanjutnya di uresis, azotemia sedikit demi sedikit menghilang, dan pasien mengalami kemajuan klinis yang benar. 3) Stadium Penyembuhan Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun, dan selama masa itu, produksi urin perlahan–lahan kembali normal dan fungsi ginjal membaik secara bertahap, anemia dan kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit membaik, tetapi pada beberapa pasien tetap mende rita penurunan glomerular filtration rate (GFR) yang permanen.



g. Manifestasi Klinik Adapun manifestasi klinik dari penyakit gagal ginjal akut, yaitu sebagai berikut : 1) Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual, muntah, diare, pucat (anemia), dan hipertensi 2) Nokturia (buang air kecil di malam hari) 3) Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan yang menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan) 4) Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki 5) Tremor tangan 6) Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi 7) Nafas mungkin berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat dijumpai adanya pneumonia uremik. 8) Manisfestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang) 10



9) Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah, berat jenis sedikit rendah, yaitu 1.010 gr/ml) 10) Peningkatan konsentrasi serum urea (tetap), kadar kreatinin, dan laju endap darah (LED) tergantung katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal, serta asupan protein, serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus 11) Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan lebih menonjol yaitu gejala kelebi hancairan berupa gagal jantung kongestif, edema paru, perdarahan gastrointestinal berupa hematemesis, kejang-kejang dan kesadaran menurun sampai koma h. Pemeriksaan Penunjang 1) Pemeriksaan Laboratorium a. Darah : ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas b. Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis c. Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat d. Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik e. Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia, hipernatremia atau hiponatremia, hipokalsemia dan hiperfosfatemia f.



Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam 24 jam setelah ginjal rusak



g. Warna urine : kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, Mioglobin, porfirin h. Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal, contoh: glomerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangankemampuan untuk memekatkan; menetap pada 1,010menunjukan kerusakan ginjal berat i.



PH Urine : lebih dari 7 ditemukan pada ISK., nekrosis tubular ginjal, dan gagal ginjal kronik



j.



Osmolaritas urine : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan ginjal, dan ratio urine/serum sering 1:1



k. Klierens kreatinin urine : mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN dan kreatinin serum menunjukan peningkatan bermakna l.



Natrium Urine : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/L bila ginjal tidak mampu mengabsorbsi natrium



m. Bikarbonat urine : Meningkat bila ada asidosis metabolic n. SDM urine : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau peningkatan GF o. Protein : protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan kerusakan glomerulus bila SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat rendah (1-2+) dan SDM menunjukan infeksi atau nefritis interstisial. Pada NTA biasanya ada proteinuria minimal 11



p. Warna tambahan : Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi. Warna tambahan selular dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel tubular ginjal terdiagnostik pada NTA. Tambahan warna merah diduga nefritis glomular 2) Darah a. Hb menurun pada adanya anemia b. Sel Darah Merah: Sering menurun mengikuti peningkatan kerapuhan/penurunan hidup c. PH : Asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena penurunan kemampuan ginjal untuk mengeksresikan hidrogen dan hasil akhir metabolisme d. BUN/Kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi ratio 10 : 1 e. Osmolaritas serum : lebih beras dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan urine. f.



Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan selular ( asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah)



g. Natrium : Biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi h. Ph : kalium, dan bikarbonat menurun i.



Klorida, fosfat dan magnesium meningkat



j.



Protein : penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, dan penurunan sintesis,karena kekurangan asam amino esensial



3) CT Scan a. MRI b. EKG mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa i. Penatalaksanaan Prinsip pengobatan GGA adalah sebagai berikut : 1) Pengobatan Penyakit Dasar Sekalipun GGA sudah terjadi (menetap), setiap faktor prarenal harus dikoreksi dengan maksud memperbaiki sirkulasi dan mencegah keterlambatan penyembuhan faal ginjal. Defisit volume sirkulasi oleh sebab apapun harus segera diatasi. Sebagai parameter dapat digunakan pengukuran tekanan vena sentralis jika fasilitas ada, dengan demikian over hidrasi bisa dicegah. Terhadap infeksi sebagai penyakit dasar harus diberikan pengobatan yang spesifik sesuai dengan penyebabnya, jika obat-obatan, misal nya antibiotika diduga menjadi penyebabnya, maka pemakaian obat-obatan ini harus segera dihentikan. Terhadap GGA akibat nefrotoksin harus segera diberikan antidotumnya, sedangkan zat-zat yang dapat dialisis harus dilakukan dialisis secepatnya.



12



2) Pengelolaan Terhadap GGA a. Pengaturan Diet Selama 48-72 jam pertama fase oligurik terjadi peningkatan urea darah akibat pemecahan jaringan yang hebat. Selama periode ini pemberian protein dari luar harus dihindarkan. Umumnya untuk mengurangi katabolisme, diet paling sedikit harus mengandung 100 gram karbohidrat per hari. Seratus gram glukosa dapat menekan katabolisme protein endogen sebanyak kira-kira 50%. Setelah 3-4 hari oligurik, kecepatan katabolisme jaringan berkurang dan pemberian protein dalam diet dapat segera dimulai. Dianjurkan pemberian 20-40 gram protein per hari yang mempunyai nilai biologis yang tinggi (mengandung asam amino esensial) seperti telur, susu dan daging. Pada saat ini pemberian kalori harus dinaikkan menjadi 2000-2500 kalori per hari, disertai dengan multivitamin. Batasi makanan yang mengandung kalium dan fosfat (pisang, jeruk dan kopi). Pemberian garam dibatasi yaitu, 0,5 gram per hari. b. Pengaturan kebutuhan cairan dan keseimbangan elektrolit 1. Air (H2O) Pada GGA kehilangan air disebabkan oleh diuresis, komplikasi-komplikasi(diare, muntah). Produksi air endogen berasa l dari pembakaran karbohidrat, lemak, dan protein yang banyak kira-kira 300-400 ml per hari. Kebutuhan cairan perhari adalah 400-500 ml ditambah pengeluaran selama 24 jam. 2. Natrium (Na) Selama fase oligurik asupan natrium harus dibatasi sampai 500 mg per 24 jam. Natrium yang banyak hilang akibat diare, atau muntah-muntah harus segera diganti. c. Dialisis Tindakan pengelolaan penderita GGA disamping secara konservatif, juga memerlukan dialisis, baik dialisis peritoneal maupun hemodialisis. Tindakan ini dilaksanakan atas indikasi-indikasi tertentu. Pemilihan tindakan dialisis peritonial atau hemodialisis didasarkan atas pe rtimbangan-pertimbangan indivual penderita. d. Operasi Pengelolaan GGA postrenal adalah tindakan pembedahan untuk dapat menhilangkan obstruksinya. Kadang-kadang untuk dapat dilakukan operasi diperlukan persiapan tindakan dialisis terlebih dahulu.



13



j. Pencegahan 1)



Pencegahan Primer Pencegahan Primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya GGA, antara lain : a. Setiap orang harus memiliki gaya hidup sehat dengan menjaga pola makan dan olahraga teratur. b. Membiasakan meminum air dalam jumlah yang cukup merupakan hal yang harus dilakukan setiap orang sehingga faktor resiko untuk mengalami gangguan ginjal dapat dikurangi. c. Rehidrasi cairan elektrolit yang adekuat pada penderita-penderita gastroenteritis akut. d. Transfusi darah atau pemberian cairan yang adekuat selama pembedahan, dan pada traumatrauma kecelakaan atau luka bakar. e. Mengusahakan hidrasi yang cukup pada penderita-penderita diabetes melitus yang akan dilakukan pemeriksaan dengan zat kontras radiografik. f. Pengelolaan yang optimal untuk mengatasi syok kardiogenik maupun septik. g. Hindari pemakaian obat-obat atau zat-zat yang bersifat nefrotoksik. h. Monitoring fungsi ginjal yang teliti pada saat pemakaian obat-obat yang diketahui nefrotoksik. i. Cegah hipotensi dalam jangka panjang. j. Penyebab hipoperfusi ginjal hendaknya dihindari dan bila sudah terjadi harus segera diperbaiki.



2)



Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah langkah yang dilakukan untuk mendeteksi secara dini suatu penyakit. Pencegahan dimulai dengan mengidentifikasi pasien yang berisiko GGA. Mengatasi penyakit yang menjadi penyebab timbulnya penyakit GGA. Jika ditemukan pasien yang menderita penyakit yang dapat menimbulkan GGA seperti glomerulonefritis akut maka harus mendapat perhatian khusus dan harus segera diatasi. GGA prarenal jika tidak diatasi sampai sembuh akan memacu timbulnya GGA renal untuk itu jika sudah dipastikan bahwa penderita menderita GGA prarenal, maka sebaiknya harus segera diatasi sampai benar-benar sembuh, untuk mencegah kejadian yang lebih parah atau menceg ah kecenderungan untuk terkena GGA renal.



3)



Pencegahan Tersier Pencegahan tersier adalah langkah yang biasa dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat, kecacatan dan kematian. Pada kasus GGA yang sangat parah timbul anuria lengkap. Pasien akan meninggal dalam waktu 8 sampai 14 hari. Maka untuk mencegah terj adinya kematian maka fungsi ginjal harus segera diperbaiki atau dapat digunakan ginjal buatan untuk membersihkan tubuh dari kelebihan air, elektrolit, dan produk buangan metabolisme yang bertahan dalam jumlah berlebihan. Hindari atau cegah terjadinya infeksi.



14



Semua tindakan yang memberikan risiko infeksi harus dihindari dan pemeriksaan untuk menemukan adanya infeksi harus dilakukan sedini mungkin. Hal ini perlu di perhatikan karena infeksi merupakan komplikasi dan penyebab kematian paling se ring pada gagal ginjal oligurik. Penyakit GGA jika segera diatasi ke mungkinan sembuhnya besar, tetapi penderita yang sudah sembuh juga harus tetap memperhatikan kesehatannya dan memiliki gaya hidup sehat dengan menjaga pola makan, olahraga teratur, dan tetap melakukan pemeriksaan kesehatan (medical check-up) setiap tahunnya, sehingga jika ditemukan kelainan pada ginjal da pat segera diketahui dan diobati. k. Komplikasi a. Jantung : edema paru, aritmia, efusi pericardium. b. Gangguan elektrolit: hyperkalemia, hiponatremia, asidosis. c. Neurologi : iritabilitas neuromuskuler, flap, tremor, koma, gangguan kesadaran, kejang. d. Gastrointestinal : nausea, muntah, gastritis, ulkus peptikum, perdarahaan gastrointestinal. e. Hematologi : anemia, diathesis hemoragik. f.



Infeksi : pneumonia, septikemis, infeksi nosocomial.



2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Secara Teori a.



Pengkajian 1. Anamnesis Pada pengakajian anamnesis data yang diperoleh yakni identitas klien dan identitas penanggung jawab, identitas klien yang meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, serta diagnosa medis. Penyakit Gagal Ginjal Akut dapat menyerang pria maupun wanita dari rentang usia manapun, khususnya bagi orang yang sedang menderita penyakit serius, terluka serta usia dewasa dan pada umumnya lanjut usia. Untuk pengkajian identitas penanggung jawab data yang didapatkan yakni meliputi nama, umur, pekerjaan, hubungan dengan si penderita. 2. Riwayat Kesehatan 1) Keluhan Utama Keluhan utama yang sering adalah miksi terasa sesak dan sedikit-sedikit. 2) Riwayat Penyakit Sekarang Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit terutama pada prerenal dan renal. Secara ringkas perawat menanyakan berapa lama keluhan penurunan jumlah urine output dan apakah penurunan jumlah urine output tersebut ada hubungannya dengan predisposisi penyebab, seperti pasca perdarahan setelah melahirkan, diare, muntah berat, luka bakar luas, cedera luka bakar, setelah mengalami episode serangan infark, adanya riwayat minum obat NSAID atau pemakaian antibiotik, adanya riwayat pemasangan tranfusi darah, serta adanya riwayat trauma langsung pada ginjal.



15



3) Riwayat Penyakit Dahulu Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang, penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab pasca renal. Penting untuk dikaji tentang riwayat pemakaian obatobatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan. 4) Riwayat Penyakit Keluarga Tanyakan adanya riwayat penyakit ginjal dalam keluarga. 3. Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan umum dan TTV Keadaan umum klien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi. Pada TTV sering didapatkan adanya perubahan, yaitu pada fase oliguri sering didapatkan suhu tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami peningkatan dimana frekuensi meningkat sesuai dengan peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi. tekanan darah terjadi perubahan dari hipetensi rinagan sampai berat. 2) Pemeriksaan Pola Fungsi a.



B1 (Breathing) Pada periode oliguri sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas yang merupakan respons terhadap azotemia dan sindrom akut uremia. Klien bernapas dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan pada fase ini. Pada beberapa keadaan respons uremia akan menjadikan asidosis metabolik sehingga didapatkan pernapasan kussmaul.



b.



B2 (Blood) Pada kondisi azotemia berat, saat perawat melakukan auskultasi akan menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial sekunder dari sindrom uremik. Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisi yang tidak dapat dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran G1. Adanya penurunan curah jantung sekunder dari gangguan fungsi jantung akan memberat kondisi GGA. Pada pemeriksaan tekanan darah sering didapatkan adanya peningkatan.



c.



B3 (Brain) Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidakseimbangan elektrolit/asam/basa). Klien berisiko kejang, efek sekunder akibat gangguan elektrolit, sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang biasanya akan didapatkan terutama pada fase oliguri yang berlanjut pada sindrom uremia.



16



d.



B4 (Bladder) Perubahan pola kemih pad aperiode oliguri akan terjadi penurunan frekuensi dan penurunan urine output