11 0 583 KB
ASUHAN KEPERAWATAN HIRSCSPRUNG PADA ANAK
KEPERAWATAN ANAK
oleh : Moh. Selfis Haqiqi
NIM 152310101031
Yustika Fera Mahendra
NIM 172310101177
Anggalia Nur Mahjuroh
NIM 172310101200
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2019
ASUHAN KEPERAWATAN HIRSCSPRUNG PADA ANAK
KEPERAWATAN ANAK
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak Dosen pengampu : Ns. Nuning Dwi Merina, S,Kep., M.Kep
Oleh : Moh. Selfis Haqiqi
NIM 152310101031
Yustika Fera Mahendra
NIM 172310101177
Anggalia Nur Mahjuroh
NIM 172310101200
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt. yang melimpahkan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Makalah Asuhan Keperawatan Kejang Demam Pada Anak”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah Keperawatan Anak Fakultas Keperawatan Universitas Jember. Penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari kontribusi berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1.
Ns. Ira Rahmawati, M. Kep., Sp.Kep.An, selaku dosen penanggung jawab mata kuliah Keperawatan Anak,
2.
Ns. Nuning Dwi Merina, S,Kep., M.Kep, selaku dosen yang telah membimbing dalam penyelesaian tugas ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik,
3.
Keluarga di rumah yang senantiasa memberikan dorongan dan doanya demi terselesaikannya makalah ini,
4.
Semua pihak yang secara tidak langsung membantu terciptanya makalah ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Jember,
2019
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................. 3 DAFTAR ISI ................................................................................................................. 4 BAB 1. PENDAHULUAN ......................................... Error! Bookmark not defined. 1.1
Latar Belakang ................................................. Error! Bookmark not defined.
1.2
Tujuan .............................................................. Error! Bookmark not defined.
1.3
Manfaat ............................................................ Error! Bookmark not defined.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................ Error! Bookmark not defined. 2.1
Definisi ............................................................. Error! Bookmark not defined.
2.2
Klasifikasi ........................................................ Error! Bookmark not defined.
2.3
Patofisiologi ..................................................... Error! Bookmark not defined.
2.4
Penatalaksanaan ............................................... Error! Bookmark not defined.
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN ....................... Error! Bookmark not defined. 3.1
Pengkajian Data ............................................... Error! Bookmark not defined.
3.2
Analisa Data ..................................................... Error! Bookmark not defined.
3.3
Diagnosa Keperawatan.................................. KError! Bookmark not defined.
3.4
Intervensi Keperawatan .................................... Error! Bookmark not defined.
3.5
Pendidikan Kesehatan ...................................... Error! Bookmark not defined.
BAB 4. WOC .............................................................. Error! Bookmark not defined. BAB 5. PENUTUP ..................................................... Error! Bookmark not defined. 5.1
Simpulan .......................................................... Error! Bookmark not defined.
5.2
Rekomendasi Isu Menarik................................ Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA ................................................. Error! Bookmark not defined.
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Penyakit Hirschsprung (HSCR) adalah suatu kelainan kongenital pada kolon yang ditandai dengan tidak terdapat sel ganglion parasimpatis pada pleksus submukosus Meissneri dan pleksus mienterikus Aurbachi. 90% kelainan ini terdapat pada rektum dan sigmoid. Penyakit ini diakibatkan oleh karena terhenti nyamigrasi kranio kaudal sel krista neuralis di daerah kolon distal pada minggu 5 – minggu 12 kehamilan untuk membentuk system saraf intestinal. Kelainan inibersifat genetik yang berkaitan dengan perkembangan sel ganglion usus dengan panjang yang bervariasi, mulai dari anus, sfingter ani interna kearah proksimal, tetapi selalu termasuk anus dan sebagian rectum dengan gejala klinis berupa gangguan pada usus fungsional (Moore, 2016). Prevalensi kelahiran HSCR adalah sekitar 1 dari 5000 kelahiran hidup, dengan rasio pria-wanita 3:1. Gangguan ini selalu mempengaruhi saluran anal dan paling umum 75% dari kasus melibatkan rektum dan sigmoid kolon. Yang lebih jarang, segmen usus yang lebih panjang adalah aging lionik. Pada sekitar 10% dari kasus seluruh kolon dan bagian dari usus kecil yang terlibat yaitu total ganglion osiskolon (TCA). Ganglion sisusus total, mempengaruhi seluruh usus kecil namun sangat jarang terjadi. Etiologi tidak diketahui, tetapi HSCR dianggap sebagai penyakit multifaktorial (Wester&Granström,2017). Menurut penelitian Kartono yang menangani penyakit Hirschsprung di RS Cipto Mangunkusumo memperlihatkan proporsi penyakit Hirschprung lebih banyak ditemukan pada pasien berumur 0-1 bulan yaitu sebesar 29,71% (52 dari 175 orang) sedangkan untuk umur 1 bulan-1 tahun sebesar 22,85% (40 dari 175 orang). Kartono juga mencatat penderita penyakit Hirschsprung sebanyak 131 orang (74,85%) berjenis kelamin lelaki sedangkan perempuan yang berjumlah 44 orang (25,15%) (Verawati, 2012). Penyakit Hirschsprung disebabkan karena kegagalan migrasi sel-sel saraf parasimpatis mientericus dari cephaloke caudal. Terjadi akibat ketiadaan sel
ganglion, mutasi pada RET Proto-oncogene yang diperlukan untuk pertumbuhan sel dan diferensiasi ganglia enteric. Penyakit Hirschsprung ditemukan pada kelainan-kelainan congenital seperti sindrom Down, Sindrom Neurocristopathy, SindromWaardenburg-Shah, dan Sindrombuta-tuli Femenite. Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk mengangkat masalah tersebut dalam sebuah makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Hirschprung Pada Anak”. 1.2 Tujuan 1.2.1
TujuanUmum Mengetahui asuhan keperawatan pada masalah keperawatan anak dengan
penyakit Hirschsprung. 1.2.2
TujuanKhusus Adapun tujuan khusus sebagai berikut : a. Menjelaskan definisi penyakit Hirschsprung b. Menjelaskan klasifikasi penyakitHirschsprung c. Menjelaskan patofisiologi penyakitHirschsprung d. Menjelaskan penatalaksanaan penyakitHirschsprung e. Mengidentifikasi asuhan keperawatan penyakit Hirschsprung pada anak
1.3 Manfaat 1.3.1
Bagi Institusi Pendidikan Makalah ini diharapkan dapat memberikan asuhan keperawatan pada masalah keperawatan anak dengan penyakit Hirschsprung.
1.3.2
Bagi Pelayanan Kesehatan Makalah
ini
meningkatkan keperawatan Hirschsprung.
diharapkan pelayanan pada
masalah
dapat
memberikan
kesehatan
khususnya
keperawatan
anak
gambaran
untuk
pada
tindakan
dengan
penyakit
1.3.3
Bagi Masyarakat Makalah ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan pengetahuan kepada masyarakat sehingga dapat mengetahui tindakan keperawatan pada masalah keperawatan anak dengan penyakit Hirschsprung.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Penyakit Hirschsprung (HSCR) didefinisikan sebagai obstruksi usus fungsional yang dihasilkan dari defisiensi bawaan dari sel ganglion parasimpatis parasenterat myenteric plexus normal di bagian distal usus besar (Moore, 2016). Penyakit Hirschsprung (HSCR) adalah cacat lahir yang ditandai dengan tidak ada sel ganglion neuron dari bagian saluran usus. Jadi hirschprung adalah penyakit yang diakibatkan dari kelainan sel ganglion sehingga dapat menyebabkan penyempitan usus besar hingga terjadi obstruksi dan terganggunya fungsi usus besar. 2.2 Klasifikasi
Sumber: Szylberg, L., & Marszałek, A. Diagnosis of Hirschsprung's disease with particular emphasis on histopathology. 2.2.1 Segmen Sangat Pendek : terjadi akibat tidak terdapat 1-2 cm sel ganglion dari bagian dubur. 2.2.2 Segmen Pendek : tidak terdapat sel ganglion dari usus besar dan sigmoid (daerah a-b), sekitar 75-80% yang mengalami kondisi ini. 2.2.3 Segmen Panjang : tidak terdapat sel ganglion pada 1/3 pertama usus besar hingga sigmoid, sekitar 10% yang mengalami kondisi ini.
2.2.4 Segmen Total : tidak terdapat sel ganglion di seluruh usus (bagian a-c), sekitar 5% yang mengalami kondisi ini. 2.3 Patofisiologi HD ditandai dengan tidak adanya sel ganglion di myenteric (Auerbach) dan submucosal (Meissner) pleksus usus distal memanjang dari proksimal sfingter anal akibat dari kegagalan migrasi sel krista neural antara kelima dan minggu kedua belas kehamilan. Neuron dan glia dari sistem saraf enterik semuanya berasal dari sel-sel prekursor dari primordium sistem saraf pusat. Sel-sel krista neural diproduksi dari seluruh panjang sumbu saraf, tetapi hanya daerah tertentu yang dapat mempengaruhit dari neural crest. Sel-sel prekursor ini pertama kali bermigrasi dari primordium sistem saraf pusat ke ujung oral dan anal saluran usus di fase awal pembentukan embrio. Kemudian sel-sel ini bermigrasi sepanjang usus agar menyebar ke seluruh usus. Selsel prekursor sistem saraf enterik berdiferensiasi menjadi berbagai jenis neuron dan sel glial dan membentuk sirkuit kompleks yang diperlukan untuk saraf enterik pada fungsi sistem pencernaan (Lorijn, 2007). HD dianggap sebagai neurokristopati, didefinisikan sebagai asindrom atau tumor yang timbul karena kelainan pada perkembangan sel krista neural. Dalam HD, sistem saraf enterik tidak cukup terbentuk karena penangkapan emigrasi sel neurokestik vagal ke hindgut. Aganglionosis umumnya terbatas pada rektum (75%), meskipun dalam kasus yang jarang terjadi aganglionosis dapat mempengaruhi seluruh usus besar, usus besar dan usus kecil, atau seluruh usus (Lorijn, 2007).. 2.4 Penatalaksanaan 2.4.1 Penatalaksanaan Non Medis (Chabbra, 2017) : 1.
Pemeriksaan colok dubur : untuk menilai tingkat kekuatan kontraksi pada dubur.
2.
Pemberian barium enema : memasukkan zat radioaktif melalui anus untuk melihat bagian usus yang mengalami obrtuksi.
3.
Pemakaian NGT untuk menunjang pemenuhan nutrisi pada bayi dan anak.
4.
Perawatan pasca bedah diantaranya : a. Perawatan luka kolostomi. b. Observasi disetensi abdomen, fungsi kolostomi, dan peningkatan suhu. c. Dukungan orang tua dan pendidikan kesehatan tentang perawatan pasca bedah.
2.4.2 Penatalaksanaan Medis (Chabbra, 2017) : 1.
Biopsi rektum : pengambilan jarungan usus besar apabila pemberian barium enema kurang tepat dalam menggambarkan bagian usus yang mengalami obrtuksi.
2.
Pembedahan untuk pembuatan stoma agar zat metabolisme tubuh dapat dikeluarkan.
3.
Pemberian IV metranidazole untuk mengurangi translokasi bakteri dan mencegah enterokolitis.
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN Bayi berusia 6 bulan datang ke poli anak dengan keluhan tidak bisa BAB selama 4 hari dan sesak napas. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan BB 7,5 kg menjadi 6 kg, TB 65 cm, TTV TD 100/70 mmHg, N 102x/mnt, RR 12x/mnt, suhu 36,80C, perut terlihat membesar, bising usus menurun 2x/mnt, mual dan muntah, perut teraba lemas, perkusi abdomen pekak, Rectal Toucher feses (+) menyemprot, serta saat diberi ASI anak menolak untuk menyusu . Saat dilakukan palpasi, bayi menangis keras dan kencang. Hasil pemeriksaan foto barium enema terdapat retensi kontras setelah 24 jam yang menunjukkan Hisprung Diseases. 1. Identitas pasien Nama lengkap : An. B
Asal suku bangsa : Madura
Tempat tinggal : Suci
Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan
Nama orang tua :Supaijo
Tanggal lahir : 20 Juni 2018
Pekerjaan orang tua : Wiraswasta
Umur : 6 bulan
Penghasilan orang tua : Rp 1.000.000
Tempat lahir : Jember 2. Riwayat kesehatan : a. Keluhan utama Orang tua mengatakan anak tidak bisa BAB selama 4 hari dan sesak napas.
b. Riwayat penyakit sekarang Orang tua mengatakan anaknya tidak bisa BAB selama 4 hari, sesak napas, mual dan muntah, c. Riwayat keluarga Anggota keluarga tidak memiliki riwayat penyakit hirschprung. 3. Riwayat kesehatan 1) Riwayat perkembangan anak : anak masih memerlukan bantuan dalam pemenuhan kebutuhan. 2) Riwayat imunisasi : melakukan 5 imunisasi dasar 3) Riwayat nutrisi : anak mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah. 4. Pemeriksaan fisik 1. Keadaan umum : anak meringis dan kesadaran composmentis 2. TTV : a) Suhu : 36,80C b) Respirasi: 12x/menit c) Nadi : 120x/menit 3. BB : 7,5 kg menjadi 6 kg 4. Kepala : a. Inspeksi : kepala simetris, rambut tersebar merata b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ditemukan benjolan, rambut terasa halus
5. Mata : Inspeksi : simetris kiri-kanan, skelera tidak ikhterik. 6. Mulut dan lidah : a. Inspeksi : mukosa bibir tampak kering, tonsil hiperemis, lidah putih b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan 7. Telinga : a. Inspeksi :bentuk simetris kiri-kanan, tidak ada kotoran, tidak ada kemerahan b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan 8. Hidung : a. Inspeksi : penciuman baik, tidak ada pernafasan cuping hidung, bentuk simetris, mukosa hidung berwarna merah muda. b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada krepitasi 9. Leher : a. Inspeksi : tidak terjadi pembesaran KGB b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan benjolan 10.
Thoraks :
a. Inspeksi : ekspansi dada tidak simetris, tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan b. Palpasi : fokal vremitus kiri kanan sama c. Auskultasi : tidak terdapat bunyi tambahan 11. a.
Jantung Palpasi : Ictus cordis di ICS IV teraba
1. Batas kiri jantung : ICS II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang jantung), ICS IV kiri agak ke mideal linea midclavicularis kiri. 2. Batas bawah kanan jantung disekitar ruang intercostals III-IV kanan, dilinea parasternalis kanan, batas atasnya di ruang intercosta II kanan linea parasternalis kanan. b.
Perkusi : suara jantung pekak
c.
Aukskultasi : tidak ada suara jantung tambahan
12.
Abdomen : a. Inspeksi : perut terlihat membesar, distensi abdomen b. Auksultasi : bising usus 2x/menit c. Palpasi : perut teraba lemas d. Perkusi : suara pekak
13.
Anus : terdapat lubang anus, refleks rectal toucher feses (+)
14.
Genetalia : perempuan
15.
Ekstermitas : a. Inspeksi : tidak ada jejas, tidak kemerahan, penyebaran rambut halus rata, tidak ada pembengkakan b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan
5. Pemeriksaan penunjang : pemberian barium enema 6. Penatalaksanaan medis : a. Pemberian obat pencahar b. Pemberian metronidazole IV
Analisa Data No.
Data
Etiologi
Masalah
Paraf dan Nama
1.
DS : Ibu
Distensi abdomen mengatakan
bayinya
Ns. A
Pola Nafas
sesak Penekanan
nafas
Ketidakefektifan
pada
diafragma
DO : RR : 12x/menit
Ekspansi
paru
menurun
Ketidakfektifan Pola Nafas 2.
DS : Ibu
Dilatasi usus mengatakan
nutrisi: kurang dari
bayinya tidak mau Mual dan muntah menyusu,
Ketidakseimbangan Ns. A
kebutuhan tubuh
bayi
mual dan muntah.
Anoreksia
DO : -
BB 7,5 kg Ketidakseimbangan menjadi 6 nutrisi: kurang dari kg
-
kebutuhan tubuh
Perut teraba lemas
-
Bayi terlihat pucat
3.
DS : Ibu
Aganglionik mengatakan saluran cerna
Konstipasi
Ns. A
bayi tidak BAB selama 4 hari DO : -
-
Peristaltik menurun Bising usus
Perubahan
2x/menit
eliminasi
pola
Perut bayi terlihat
Konstipasi
membesar -
Perkusi abdomen pekak.
Prioritas Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan pola nafas b.d posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru d.d pola napas abnormal. 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake cairan kurang d.d penurunan berat badan, mual dan muntah. 3. Konstipasi b.d penurunan motilitas tractus gastrointestinal d.d tidak dapat defekasi dan bising usus hipoaktif
No
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria
Keperawatan
Hasil
Intervensi
Tanda Tangan dan Nama Terang
1.
Ketidakefektifan pola Tujuan: nafas b.d posisi tubuh Setelah yang
Monitor Tanda-Tanda Vital (6680) dilakukan 1.
menghambat perawatan
selama
Monitor irama dan laju pernapasan (kedalaman dan kesimetrisan)
ekspansi paru d.d pola 2x24 jam, diharapkan 2.
Monitor suara paru-paru
napas abnormal
3.
Monitor pola pernapasan abnormal
4.
Monitor warna kulit, suhu, dan kelembapan
5.
Identifikasi kemungkinan penyebab perubahan
pola nafas efektif.
Kriteria hasil:
tanda-tanda vital
1. Status
-
Pernapasan
Monitor Cairan (4130)
(0415)
1. Tentukan jumlah dan jenis intake serta kebiasaan
Frekuensi
eliminasi
pernapasan
2. Monitor berat badan
dipertahankan
3. Pastikan bahwa semua IV dan asupan enteral
pada skala 1
berjalan dengan benar
(deviasi berat 4. Catat dengan akurat asupan dan pengeluaran dari
kisaran
£ Ns. A
normal) ditingkatkan ke
skala
5
(tidak
ada
deviasi
dari
kisaran normal) -
Restraksi dinding
dada
dipertahankan pada skala 1 (sangat berat) ditingkatkan ke
skala
5
(tidak ada) -
Gangguan ekspirasi dipertahankan pada skala 1
(sangat berat) ditingkatkan ke
skala
5
(tidak ada) 2. Tingkat Nyeri (2102) -
Mengerang dan menangis dipertahankan pada skala 1 (berat) ditingkatkan ke
skala
5
(tidak ada) -
Kehilangan nafsu
makan
dipertahankan pada skala 1 (berat)
ditingkatkan ke
skala
5
(tidak ada) -
Mual dipertahankan pada skala 1 (berat) ditingkatkan ke
skala
5
(tidak ada) 2.
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang
Tujuan:
dari Setelah
Monitor Nutrisi (1160) dilakukan
kebutuhan tubuh b.d perawatan
selama
2. Monitor turgor kulit dan mobilitas
intake cairan kurang 2x24 jam, diharapakan
3. Monitor adanya mual dan muntah
d.d penurunan berat nutrisi bayi seimbang.
4. Tentukan faktor-faktor yang mempengaruhi
badan, muntah
mual
dan Kriteria Hasil:
asupan nutrisi
a. Status Nutrisi Intubasi Gastrointestinal (1080) Bayi (1020) -
Intake
nutrisi
£
1. Timbang berat badan pasien
1. Pilih jenis dan ukuran selang nasogastric dengan mempertimbangkan penggunaan dan
Ns. A
dipertahankan pada skala 1
2. Jelaskan pada pasien dan keluarga mengenai
(tidak adekuat)
alasan menggunakan selang gastrointestinal
ditingkatkan ke
skala
3. Berikan obat-obatan 5
(sepenuhnya adekuat) -
rasionalisasi dilakukannya penyisipan
Perbandingan berat/
tinggi
dipertahankan pada skala 3 (cukup adekuat) ditingkatkan ke
skala
5
(sepenuhnya adekuat)
b. Keberhasilan
yang sesuai
meningkatkan gerakan peristaltic usus
untuk
Menyusui: Bayi (1000) -
Refleks menghisap dipertahankan pada skala 2 (sedikit adekuat) ditingkatkan ke
skala
5
(sepenuhnya adekuat) -
Menyusui minimal 5-10 menit
per
payudara dipertahankan pada skala 1 (tidak adekuat)
ditingkatkan ke
skala
5
(sepenuhnya adekuat) -
Minimal 8 kali menyusui per hari dipertahankan pada skala 1 (tidak adekuat) ditingkatkan ke
skala
5
(sepenuhnya adekuat) c. Eliminasi Usus (0501) -
Pola eliminasi dipertahankan pada skala 1
(sangat terganggu) ditingkatkan ke
skala
5
(tidak terganggu) -
Suara
bising
usus dipertahankan pada skala 1 (sangat terganggu) ditingkatkan ke
skala
5
(tingkat terganggu) -
Konstipasi dipertahankan pada skala 1
(berat) ditingkatkan ke
skala
5
(tidak ada) 3.
Konstipasi
b.d Tujuan:
penurunan
motilitas Setelah
Manajemen Konstipasi/ Impaksi (0450) dilakukan
tractus gastrointestinal perawatan d.d
tidak
selama
dapat 2x24 jam, diharapkan
defekasi dan bising mampu BAB. usus hipoaktif
£
1. Monitor bising usus 2. Dukung peningkatan asupan cairan, jika tidak ada kontra indikasi 3. Konsultasikan
dengan
dokter
mengenai
penurunan/ peningkatan frekuensi bising usus Kriteria Hasil: 1. Eliminasi Usus (0501) -
Pola eliminasi
4. Sarankan penggunaan laksatif/pelembut feses dengan cara yang tepat 5. Lakukan enema atau irigasi dengan tepat Pemberian Enema (0466) 1. Jelaskan prosedur pada pasien atau keluarga,
dipertahankan
meliputi sensasi yang diharapkan selama dan
pada skala 1
setelah prosedur (misalnya distensi atau
(sangat
keinginan untuk buang air besar)
terganggu)
2. Bantu pasien dengan memberikan posisi yang
Ns. A
ditingkatkan ke
skala
sesuai (pada anak-anak yaitu posisi dorsal 5
(tidak
-
recumbent) 3. Masukkan selang atau ujung tempat cairan
terganggu)
yang sudah dilubrikasi ke dalam rectum,
Suara
miringkan menuju umbilicus dan masukkan
bising
usus
panjangnya sesuai dengan umur pasien
dipertahankan pada skala 1 (sangat
4. Pencet botol sampai semua cairan masuk ke dalam rectum dan kolon 5. Monitor respon pasien terhadap prosedur,
terganggu)
termasuk
ditingkatkan
perdarahan
ke
skala
5
(tingkat
tanda rectum,
intoleransi distensi,
(misalnya dan
nyeri
abdomen), diare, konstipasi dan impaksi Manajemen Elektrolit/Cairan (2080)
terganggu)
1. Monitor status hidrasi 2. Irigasi selang nasogastric dengan normal
2. Kontinensi Usus (0500) -
Mengeluarkan feses
paling
saline, sesuai dengan lembaga dan indikasi 3. Jaga pencatatan intake/asupan dan output yang akurat
tidak
3
kali
perhari dipertahankan pada skala 1 (tidak
pernah
menunjukkan) ditingkatkan ke
skala
5
(secara konsisten menunjukkan) -
Minum cairan secara adekuat dipertahankan pada skala 1 (tidak
pernah
menunjukkan) ditingkatkan ke
skala
5
(secara konsisten menunjukkan) -
Konstipasi dipertahankan pada skala 1 (secara konsisten menunjukkan) ditingkatkan ke
skala
(tidak
5
pernah
menunjukkan)
SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP ) Pemberian Makan dan Perawatan NGT pada Anak Hirschsprung
Topik
: Pemberian Makan dan Perawatan NGT pada Anak Hirschsprung
Sub Topik
: Pengertian hirschsprung, Penyebab hirschsprung, Penanganan hirschsprung, dan Perawatan hirschsprung.
Sasaran
: Orang tua di Desa Sumbersari RT 07 RW 03
Tempat
: Balai Desa Sumbersari, Jember
Hari / Tanggal : Rabu / 13 November 2019 Waktu
: 15 menit
Penyuluh
: Moh. Selfis Haqiqi Yustika Fera Mahendra Anggalia Nur Mahjuroh
I. Analisa Data A. Kebutuhan Peserta Didik Penyakit Hirschsprung merupakan sebuah kelainan pada usus disebabkan oleh ketiadaan sel ganglia pada dinding usus. Disebut juga dengan penyakit aganglianosis atau megacolon, sehingga menyebabkan gangguan pergerakan usus. Anak dengan hirshchsprung sering muntah dan susah untuk BAB, maka dari itu anak terpasang NGT untuk menjaga status nutrisinya. Menurut penelitian, penyakit Hirschsprung lebih banyak ditemukan pada pasien berumur 0-1 bulan yaitu sebesar 29,71% (52 dari 175 orang) sedangkan untuk umur 1 bulan-1 tahun sebesar 22,85% (40 dari 175 orang). Juga tercatat penderita penyakit Hirschsprung sebanyak 131 orang (74,85%) berjenis kelamin lelaki sedangkan perempuan yang berjumlah 44 orang (25,15%). Dari permasalahan yang terterah, dapat disimpulkan untuk membantu masalah yang dapat terjadi akibat hirschsprung. Sehingga kami dapat mengadakan penyuluhan kesehatan tentang pemberian makan dan perawatan NGT pada anak hirschsprung.
B. Karakteristik Peserta Didik Masyarakat Desa Sumbersari khususnya orang tuadi Kota Jember dengan rata – rata tingkat pendidikan tidak sekolah , lulusan SD, dan SMP. II.
Tujuan Instruksional Umum Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan, diharapkan orang tua yang ada di Desa Sumbbersari Kota Jember mampu memberikan makan melalui selang NGT dan melakukan perawatan selang NGT.
III.
Tujuan Instruksional Khusus Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan selama 1 x 15 menit, diharapkan orang tua di Desa Sumbersari mampu: a. Mereka dapat memberikan makan melalui selang NGT dengan benar dan tepat b. Mereka mampu melakukan perawatan pada selang NGT
IV.
Materi (Terlampir)
a.
Pengertian hirshchsprung
b.
Penyebab hirshchsprung
c.
Penanganan hirshchsprung
d.
Perawatan hirshchsprung
V.
Metode Ceramah dan diskusi
VI.
Media Leaflet
VII.
Kegiatan Penyuluhan No 1
Waktu
Kegiatan Penyuluhan
Pembukaan
Memberikan salam
3 menit
Perkenalan Menjelaskan TIU dan TIK Menyebutkan materi yang akan diberikan
Kegiatan Peserta Menjawab salam Mendengarkan dan memperhatikan
2.
Inti
10 menit
(review) Menjawab
Menanyakan
kepada masyarakat tentang
pertanyaan
penyakit
penyuuhan
hirschsprung
yang mereka ketahui
Mendengarkan
Menjelaskan materi tentang
dan
:
memperhatikan
1. Pengertian
Bertanya
pada
penyuluh
bila
hirshchsprung 2. Penyebab
masih ada yang
hirshchsprung
belum jelas
3. Penanganan hirshchsprung 4. Perawatan hirshchsprung 3
Penutup
Evaluasi
2 menit
Menyimpulkan Mengucapkan salam penutup
Menjawab pertanyaan Memperhatikan Menjawab salam
VIII.
IX.
Evaluasi a.
Jelaskan pengertian pengertian hirschsprung
b.
Jelaskan penyebab hirschsprung
c.
Jelaskan penanganan hirschsprung
d.
Jelaskan perawatan hirschsprung
Referensi Mendri, N. K., dan Agus, S. P. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit & Bayi Resiko Tinggi. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Materi Penyuluhan Hirschprung’s Diseases
1.
Pengertian hirschsprung Penyakit Hirschsprung merupakan sebuah kelainan pada usus disebabkan oleh ketiadaan sel ganglia pada dinding usus. Disebut juga dengan penyakit aganglianosis atau megacolon, sehingga menyebabkan gangguan pergerakan usus.
2.
Penyebab hirschsprung Penyakit Hirschsprung disebabkan oleh ketiadaan sel ganglia pada dinding usus dan disertai dengan beberapa gejala diantaranya: 1. Pembengkakan perut 2. Sembelit 3. Muntah 4. Malnutrisi 5. Enterocolitis
3.
Penanganan kejang demam Operasi
dianggap
penanganan
yangpaling
efektif
untuk
penyakit
Hirschsprung. Hal ini dapat dilakukan dalam satu atau dua langkah, tergantung pada tingkat keparahan kondisinya. Operasi dilakukan untuk menghilangkan bagian usus besar tanpa saraf dan menempelkan kembali sisa usus besar ke rectum. Juga dapat dilakukan dengan prosedur ostomy atau pembuatan lubang kecil (stoma) pada perut. Ostomy ada dua yakni ileostomy dan kolostomi. 4.
Perawatan hirschsprung a. Pemberian makan melalui selang NGT 1. Cuci tangan 2. Cek posisi selang 3. Beri makan melalui selang 4. Masukkan ujung syringe atau kantong makanan ke ujung selang NGT 5. Buka klem kemudian beri makan tidak lebih dari 45 menit. Jika anak tersedak, hentikan pemberian makan
6. Bilas dengan air putih apabila telah selesai 7. Tutup klem dan selang NGT b. Melakukan perawatan pada selang NGT 1. Gosok gigi dua kali sehari 2. Bersihkan area selang NGT dekat hidung menggunakan kapas lidi yang dibasahi dengan air hangat 3. Selalu bilas selang menggunakan air putih setelah memberi makan atau obat 4. Bila macet, bisa mendorong cairan sedikit ke dalam selang menggunakan syringe 50 cc dengan air hangat. Apabila tidak bisa, hubungi petugas kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA Chabbra, Sumita dan S. E. Kenny. 2016. Hirschprung’s Disease. Pediatric Surgery. Vol. 34 (12): 628-632. Lorijin, Fleur de., G. E. Boeckxstaens., and M. A. Beninninga. 2007. Symptomatology, Pathophysiology, Diagnostic Work-up, and Treatment of Hirschsprung Disease in Infancy and Childhood. Amsterdam: Medicine Group LLC. Moore, S. W. 2016. Hirschsprung Disease. Dovepress Journal, 39-50. Nurhayati, D., Ai, M. dan Fanny, A. 2017. Kualitas Hidup Anak Usia Toddler Paska Kolostomi. NurseLine Journal. Vol 2(2): 166-175. Szylberg, L., & Marszałek, A. (2014). Diagnosis of Hirschsprung's disease with particular emphasis on histopathology. A systematic review of current literature. Przeglad
gastroenterologiczny.
Vol
9(5):
264–269.
doi:10.5114/pg.2014.46160. Verawati, S., Sori, M. dan Hiswani. 2012. Karakteristik Bayi yang Menderita Penyakit Hirschsprung. USU Journal. Wester, T., &Granström, A. L. (2017). Hirschsprung disease—Bowel function beyond childhood. Seminars in Pediatric Surgery. Vol 26(5): 322–327 doi:10.1053/j.sempedsurg.2017.09.008.