6 0 476 KB
1
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS PADA NY “U” DENGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DAN DEFISIT PERAWATAN DIRI DI WILAYAH KERJA UPT BLUD PUSKESMAS SELONG PADA TANGGAL 27-30 SEPTEMBER 2021
OLEH : NAMA
:
SRI LATIFAH HIDAYATI
NIM
:
P07120421064N
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MATARAM JURUSAN KEPERAWATAN MATARAM PROGRAM STUDI PENDIDIKA PROFESI NERS TAHUN 2021
2
3
LAPORAN KASUS KEPERAWATAN JIWA “Ny.U“ DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI WILAYAH KERJA UPT BLUD PUSKESMAS SELONG TANGGAL 27–30 SEPTEMBER 2021 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa berat yang bersifat kronis yang ditandai dengan ganggguan komunikasi, gangguan realitas, resiko perilaku kekerasan (RPK), afek tidak wajar atau tumpul, gangguan fungsi kognitif serta mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Pardede, 2020). Skizofrenia menimbulkan distorsi pikiran, distorsi persepsi, emosi, dan tingkah laku sehingga pasien dengan skizofrenia memiliki resiko lebih tinggi berperilaku agresif dimana perubahan perilaku secara dramatis terjadi dalam beberapa hari atau minggu. Pasien skizoprenia sering dikaitkan dengan perilaku kekerasan (Wehring & Carpenter, 2011) yang dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain ataupun berisiko juga dengan lingkungan sekitarnya, baik secara fisik, emosional, seksual, dan verbal (Baradero, 2016; Sutejo,2018). Resiko perilaku kekerasan merupakan salah satu respon marah diekspresikan dengan melakukan ancaman, mencederai diri sendiri maupun orang lain dan dapat merusak lingkangan sekitar. Tanda dan gejala resiko perilaku kekerasan dapat terjadi perubahan pada fungsi kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan social. Pada aspek fisik tekanan darah meningkat denyut nadi dan pernapasan meningkat mudah tersinggung, marah, amuk serta dapat mencederai diri sendiri maupun orang lain (Keliat, dan Muhith, 2016). Salah satu teknik yang dapat dilakukan untuk mengurangi perilaku kekerasan diantaranya adalah teknik relaksasi napas dalam.Alasanya adalah jika melakukan kegiatan dalam kondisi dan situasi yang rileks,maka hasil dan prosesnya akan optimal. Relaksasi merupakan upaya untuk mengendurkan ketegangan jasmaniah, yang pada akhirnya mengendurkan ketegangan jiwa. Salah satu cara terapi relaksasi adalah
4
bersifat respiratoris, yaitu dengan mengatur aktivitas bernafas. Pelatihan relaksasi pernafasan dilakukan dengan mengatur mekanisme pernafasan baik tempo atau irama dan intensitas yang lebih lambat dan dalam. Keteraturan dalam bernafas menyebabkan sikap mental dan badan yang rileks sehingga menyebabkan otot lentur dan dapat menerima situasi yang merangsang lupa dan emosi tanpa membuatnya kaku (Wiramihardja,2007). Akibat dari resiko perilaku kekerasan yaitu adanya kemungkinan mencederai diri, orang lain dan merusak lingkungan adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami perilaku yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungannya. Bila hal ini terjadi, terkadang dapat menimbulkan dampak yang buruk pada diri pasien sendiri maupun orang lain di sekitarnya. Oleh karena itu saya
mencoba
untuk melakukan “Asuhan Keperawatan Pada Ny.”U” dengan Resiko Perilaku Kekerasan” agar mengalami perubahan yang di harapkan. B. TUJUAN PENULISAN 1. Tujuan Umum Untuk mendapatkan gambaran secara umum tentang asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan Resiko Perilaku Kekerasan di Wilayah Kerja UPT BLUD Puskesmas Selong. 2. Tujuan Khusus a. Untuk meningkatkan kemampuan dalam melakukan pengkajian pada pasien dengan resiko perilaku kekerasan b. Untuk meningkatkan kemampuan dalam menentukan diagnosa keperawatan jiwa pada pasien dengan resiko perilaku kekerasan c. Untuk meningkatkan kemampuan dalam membuat intervensi keperawatan jiwa pada pasien dengan resiko perilaku kekerasan d. Untuk meningkatkan kemampuan dalam membuat implementasi keperawatan jiwa pada pasien dengan resiko perilaku kekerasan
5
C. MANFAAT PENULISAN 1. Bagi Pelayanan Kesehatan Sebagai bahan masukan bagi Institusi yang terkait, khususnya dalam usaha meningkatkan pengetahuan tentang pelayanan keperawatan jiwa atau kesehatan pada klien yang mengalami resiko perilaku kekerasan 2. Bagi Masyarakat a. Menjadi informasi bagi masyarakat tentang perawatan jiwa pada penderita resiko perilaku kekerasan b. Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga tentang cara pecegahan, perawatan, dan pengobatan pada pasien perilaku kekerasan D. METODE PENULISAN Pada penyusunan laporan kasus asuhan keperawatan jiwa, penulis menggunakan beberapa pendekatan untuk menggunakan data mengenai pembahasan Asuhan Keperawatan jiwa pada pasien dengan “resiko perilaku kekerasan“. 1. Studi kepustakaan Dalam metode ini penulis mendapatkan informasi tentang resiko perilaku kekerasan dari buku-buku maupun literatur-literatur yang berhubungan dengan masalah yang dibahas. 2. Studi kasus Dalam metode ini penulis menggunakan pendekatan proses keperawatan jiwa mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, penatalaksanaan dan evaluasi. Dalam mengumpulkan data, penulis mengamati secara langsung dengan melakukan kunjungan rumah dan menggunakan beberapa teknik sebagai berikut : a.
Interview Yaitu mengadakan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, seperti: klien, keluarga, dan tim kesehatan lainnya untuk memperoleh data yang diperlukan.
b.
Observasi Selain menggunakan metode wawancara penulis juga mengadakan pengamatan langsung supaya dapat melihat langsung segala kegiatan yang dilaksanakan oleh pelaksana keperawatan jiwa di ruangan serta mengetahui keadaan klien selama masa perawatan.
6
c.
Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik secara umum yaitu pengkajian secara menyeluruh tentang semua sistem tubuh dengan cara pemeriksaan secara: inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
3. Mengadakan diskusi dengan dosen, pembimbing dan CI ruangan. 4. Mempelajari status klien dan catatan medik/studi dokumentasi. E. SISTEMATIKA PENULISAN Dalam penulisan kasus ini penulis membagi secara garis besar menjadi lima bab. Adapun sistematikanya sebagai berikut : 1. BAB I Pendahuluan meliputi : a. Latar belakang b. Tujuan penulisan c. Metode penulisan dan d. Sistematika penulisan. 2. BAB II Tinjauan Teori yang meliputi : a. Konsep Dasar 1) Pengertian 2) Psikopatologi 3) Penatalaksanaan medis b. Konsep Dasar Asuhan Keperwatan 1) Pengkajian 2) Diagnosa keperawatan 3) Perencanaan / intervensi 4) Pelaksanaan / implementasi 5) Evaluasi 3. BAB III Tinjauan kasus : a. Pengkajian b. Diagnosa keperawatan c. Perencanaan / intervensi d. Pelaksanaan / implementasi
7
e. Evaluasi 4. BAB IV Pembahasan Dalam bab ini akan membahas mengenai kesenjangan asuhan keperawatan yang ditemukan dalam praktek lapangan dengan teori. 5. BAB V Kesimpulan & saran. 6. Lampiran
8
BAB II TINJAUAN TEORI I.
KONSEP DASAR A. Pengertian Menurut Iyus Yosep (2007), perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada dir isendiri, maupun orang lain. Menurut Depkes RI (2000),
perilaku kekerasan adalah suatu bentuk
perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang baik secara fisik, maupun psikologis. Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu-individu beresiko menimbulkan bahaya langsung pada diri sendiri ataupun orang lain. Individu melakukan kekerasan akibat adanya frustasi yang dirasakan sebagai pemicu dan individu tidak mampu berpikir serta mengungkapkan secara verbal sehingga mendemostrasikan pemecahan masalah dengan cara yang tidak adekuat (Rawlins and Heacoco, 1998). Sedangkan menurut Keliat (2011), perilaku kekerasan adalah perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai dengan hilangnya kontrol diri atau kendali diri. Menurut Mustofa (2010), perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan. Resiko perilaku kekerasan adalah adanya kemungkinan seseorang melakukan tindakan yang dapat mencederai orang lain dan lingkungan akibat ketidakmampuan mengendalikan marah secara konstruktif (CMHN, 2006). Resiko perilaku kekerasan atau agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontol (Yosep, 2007)
9
B. Etiologi Resiko Perilaku Kekerasan 1. Faktor Predisposisi a. Psikologi Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat menyebabkan agresif atau amuk, masa kanak-kanak yang tidak menyenangkanya itu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan dapat menyebab kangangguan jiwa pada usia dewasa atau remaja b. Bioneurologis Banyak pendapat bahwa kerusakan system limbic, lobus frontal, lobus temporal, dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan. c. Perilaku Reinforcement
yang
diterima
saat
melakukan
kekerasan,
sering
mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadposi perilaku kekerasan. d. Social Budaya. Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasifagresif) dan control social yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima (permissive) 2. Faktor Presipitasi a. Bersumber
dari
klien,
yaitu
kelemahan
fisik,
keputusasaan,
ketidakberdayaan, percaya diri kurang b. Bersumber dari lingkungan, yaitu kritikan yang mengarah penghinaan, kehilangan orang yang dicintai atau pekerjaan, kekerasan. c. Interaksi dengan orang lain, yaitu provokatif, konflik C. Rentang Respon Perilaku Kekerasan
10
Gambar 1. Rentang respon marah 1. Asertif Apabila kemarahan dinyatakan atau diungkapkan tanpa menyakiti orang lain. 2. Frustasi Respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan 3. Pasif Perilaku yang merasa tidak mampu mengungkapkan perasaannya sehingga kemarahan tersebut hanya dipendam. 4. Agresif Memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain dengan ancaman, memberikan kata-kata ancaman tanpa niat melukai. 5. Amuk atau Kekerasan Perilaku kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, member kata-kata ancaman, disertai melukai pada tingkat ringan, dan yang paling berat adalah melukai atau merusak secara serius. D. Proses Terjadinya Marah Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari – hari yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam, kecemasan dapat menimbulkan kemarahan. Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu : 1) Mengungkapkan secara verbal, 2) Menekan, 3) Menantang. Dari ketiga cara ini, cara yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara lain adalah destruktif. Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan bila cara ini dipakai terus – menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri atau lingkungan dan akan tampak sebagai depresi psikomatik atau agresi dan ngamuk. Kemarahan diawali oleh adanya stressor yang berasal dari internal atau eksternal. Stressor internal seperti penyakit hormonal, dendam, kesal sedangkan stressor eksternal bisa berasal dari ledekan, cacian, makian, hilangnya benda berharga, tertipu, penggusuran, bencana dan sebagainya. Hal tersebut akan mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada sistem individu (Disruption & Loss). Hal yang
11
terpenting adalah bagaimana seorang individu memaknai setiap kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan tersebut (Personal meaning). Bila seseorang memberi makna positif, misalnya : macet adalah waktu untuk istirahat, penyakit adalah sarana penggugur dosa, suasana bising adalah melatih persyarafan telinga (nervus auditorius) maka ia akan dapat melakukan kegiatan secara positif (Compensatory act) dan tercapai perasaan lega (Resolution). Bila ia gagal dalam memberikan makna menganggap segala sesuatunya sebagai ancaman dan tidak mampu melakukan kegiatan positif (olah raga, menyapu atau baca puisi saat dia marah dan sebagainya) maka akan muncul perasaan tidak berdaya dan sengsara (Helplessness). Perasaan itu akan memicu timbulnya kemarahan (Anger). Kemarahan yang diekpresikan keluar (Expressed outward) dengan kegiatan yang konstruktif (Contruktive action) dapat menyelesaikan masalah. Kemarahan yang diekpresikan keluar (Expressed outward) dengan kegiatan yang destruktif (Destruktive action) dapat menimbulkan perasaan bersalah dan menyesal (Guilt). Kemarahan yang dipendam (Expressed inward) akan menimbulkan gejala psikosomatis (Poinful symptom) (Yosep, 2007). E. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan Gejala - gejala atau perubahan - perubahan yang timbul pada klien dalam keadaan marah diantaranya adalah: 1. Perubahan Fisiologik a. Tekanan darah meningkat b. Denyut nadi dan pernafasan meningkat c. Pupil dilatasi d. Tonus otot meningkat e. Mual f. Frekuensi buang air besar meningkat g. Kadang-kadang konstipasi h. Reflex tendon tinggi 2. Perubahan Emosional a. Mudah tersinggung b. Tidak sabar, dan frustasi c. Ekspresi wajah nampak tegang bila mengamuk kehilangan control diri.
12
3. Perubahan Perilaku a. Agresif pasif b. Menarik diri c. Bermusuhan d. Sinis dan curiga e. Mengamuk f. Nada suara keras g. Kasar. 4. Perubahan Sosial 1. Memperlihatkan permusuhan 2. Mendekati orang lain dengan ancaman 3. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai 4. Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan 5. Mempunyai rencana untuk melukai 5. Perubahan Spiritual a. Merasa diri kuasa b. Merasa diri benar c. Keragu-raguan d. Tak bermoral e. Kreativitas terhambat F. Mekanisme Koping Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain: 1. Sublimasi Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain. 2. Proyeksi
13
Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik. Misalny seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan kerjanya. 3. Represi Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahaya kan masuk ke alam sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada temannya yang tidak disukainya. 4. Reaksiformasi Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seseorang yang tertarik pada teman suaminya. 5. Displacement Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya. Misalnya, seorang pria yang meluapkan emosinya dengan rekan kerjanya. G. Pohon Masalah Resiko Perilaku Kekerasan
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran
Isolasi Sosial : Menarik Diri
Gangguan Pemeliharaan Kesehatan
Defisit Perawatan Diri
Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah Kronis
(Budi Anna Keliat, 2006)
H. Penatalaksanaan Resiko Perilaku Kekerasan
14
1. Penatalaksanaan Medis a. Farmakologi Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi contohnya
:
clorpromazine
HCL
yang
digunakan
mengendalikan
psikomotornya. Bila tidak ada dapat dipergunakan dosis efektif rendah, contoh : Trifluoperasine estelasine, bila tidak ada juga maka dapat digunakan transquelillzer bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduannya mempunyai efek anti tegang, anti cemas, dan anti agitasi. b. Terapi Okupasi Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan mengembalikan maupun berkomunikasi, karena itu didalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan terapi sebagai bentuk kegiatan membaca koran, main catur, setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan itu bagi dirinya. c. Terapi kelompok Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan interpersonal. Terapi aktivitas kelompok adalah salah satu upaya untuk memfasilitasi psikoterapi terhadap sejumlah pasien pada waktu yang sama untuk memantau dan meningkatkan hubungan antar anggota. d. Peran serta keluarga Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan langsung pada setiap keadaan pasien. Perawat membantu keluarga agar dapat melakukan lima tugas kesehatan yaitu, mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber daya pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan dapat mencegah perilaku maladaptive (primer), mengulangi perilaku maladaptive (sekunder) dan memulihkan perilaku maladaptive dan adaptive sehingga derajat kesehatan pasien dan keliuarga dapat ditingkatkan secara optimal.
15
e. Terapi Somatik Menurut Deskep RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi yang diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik pasien, tetapi target terpai adalah perilaku pasien (Prabowo, 2014). f. Terapi kejang listrik Terapi kejang listrik atau electro convulsive therapy (ECT) adalah bentuk terapi kepada pasien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis pasien. Terapi ini awalnya untuk menangani skozofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi, biasanya dilaksanakan setiap 2-3 hari sekali 2. Penatalaksanaan Keperawatan Seorang perawat harus berjaga-jaga terhadap adanya peningkatan agitasi pasien, hirarki, perilaku agresif dan kekerasan. Disamping itu, perawat harus mengkaji pula afek pasien yang berhubungan dengan perilaku agresif. Kelengkapan pengkajian dapat membantu perawat dalam membina hubungan terapeutik dengan pasien, mengkaji perilaku yang berpotensi kekerasan, mengembangkan suatu perencanaan, mengimplementasikan perencanaan, dan mencegah perilaku kekerasan (Yosep, 2010). Perawat dapat mengimplementasikan berbagai intervensi untuk mencegah dan mengelola perilaku agresif. Intervensi dapat melalui rentang intervensi keperawatan. a. Kesadaran Diri Perawat harus menyadari bahwa stress yang dihadapi dapat mempengaruhi komunikasinya dengan pasien. Bila perawat tersebut merasa letih, cemas, marah, atau apatis maka akan sulit baginya membuat pasien tertarik. Untuk mencegah semua itu, maka perawat harus terus menerus meningkatkan kesadaran dirinya dan melakukan supervise dengan memisahkan antara masalah pribadi dan masalah pasien. b. Pendidikan Pasien Pendidikan yang diberikan mengenai cara berkomunikasi dan cara mengekspresikan marah yang tepat. Banyak pasien yang mengalami kesulitan mengekspresikan
perasaan,
kebutuhan,
hasrat
dan
bahkan
kesulitan
16
mengkomunikasikan semua ini pada orang lain. Jadi dengan perawat berkomunikasi yang terapeutik diharapkan agar pasien mau mengekspresikan perasaannya, lalu perawat menilai apakah respon yang diberikan pasien adaptif atau maladaptive. c. Latihan Asertif Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki perawat yaitu mampu berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang, mengatakan tidak untuk sesuatu
yang
tidak
beralasan,
sanggup
melakukan
complain,
dan
mengekspresikan penghargaan dengan tepat. d. Komunikasi Strategi berkomunikasi dengan pasien agresif adalah bersikap tenang, bicara lembut, bicara tidak dengan menghakimi, bicara netral dengan cara yang konkrit, tunjukkan sikap respek, hindari kontak mata langsung, fasilitasi pembicaraan,
dengarkan
pembicaraan,
jangan
terburu-buru
menginterpretasikan, dan jangan membuat janji yang tidak dapat ditepati. e. Perubahan Lingkungan Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas seperti : membaca, kelompok program yang dapat mengurangi perilaku pasien yang tidak sesuai dan meningkatkan adaptasi sosialnya seperti terapi aktivitas kelompok. Terapi aktivitas kelompok (TAK) merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok pasien yang mempunyai masalah yang sama. Aktivitas digunakan sebagai terapi sedangkan kelompok digunakan sebagai target sasaran (Keliat dan Akemat, 2005). TAK yang sesuai dengan perilaku kekerasan adalah terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi : perilaku kekerasan. f. Tindakan Perilaku Tindakan perilaku pada dasarnya membuat kontrak dengan pasien mengenai perilaku yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, konsekuensi yang didapat bila kontrak dilanggar. Tindakan keperawatan untuk kelompok: a. Aktivitas dan indikasi terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi Menurut Dermawan & Rusdi (2013), aktivitas yang dilakukan dalam empat sesi yang bertujuan untuk melatih pasien mengendalikan perilaku kekerasan
17
yang biasa dilakukan. Pasien yang diindikasikan mendapatkan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi adalah pasien yang berisiko melakukan perilaku kekerasan. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi pada pasien dengan risiko perilaku kekerasan dibagi menjadi empat sesi, antara lain: 1) Sesi 1 : Mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik 2) Sesi 2 : Mengendalikan perilaku kekerasan secara asertif/verbal 3) Sesi 3 : Mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual 4) Sesi 4 : Mengendalikan perilaku kekerasan dengan minum obat secara teratur
18
BAB III. TINJAUAN KASUS I. PENGKAJIAN A. Identitas Klien Nama
: Ny. “U”
Umur
: 22 Tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Status Perkawinan
: Belum Kawin
Alamat
: Kelayu Jorong
Tanggal Pengkajian
: 27 September 2021
B. Keluhan Utama/Saat Dikaji 1. Keluhan Saat Di Kaji : Keluarga klien mengatakan suka mengamuk dan memukul apabila sesuatu yang diinginkan tidak dapat di dapatkan. Keluarga klien mengatakan belum mandi dan jarang menggosok gigi serta jarang keramas MK : Resiko Perilaku Kekerasan, Defisit Perawatan Diri (DPD). C. Faktor Predisposisi 1.
Pernah mengalami gangguan jiwa Keluarga klien mengatakan klien pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) pada tanggal .
2.
Pengobatan sebelumnya Keluarga klien mengatakan bahwa klien pernah menjalani pengobatan dengan rawat jalan di Rumah Sakit Jiwa dan masih mengkonsumsi obat-obatan.
3.
Aniaya fisik Keluarga klien mengatakan klien tidak pernah mengalami kekerasan fisik.
4.
Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa Keluarga klien mengatakan klien tidak memiliki keluarga yang mengalami gangguan jiwa seperti klien.
19
5.
Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan Keluarga klien mengatakan klien mengalami pengalaman di masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu sering memukul temannya tiba-tiba di sekolahnya sewaktu TK.
D. Pemeriksaan Fisik 1.
2.
Tanda-Tanda Vital Tekanan Darah
: 120/70 mmHg
Nadi
: 80 X/Menit
Respirasi
: 19 X/Menit
Suhu
: 36,5 0C
Antropometri BB
: 51 Kg
TB
: 153 Cm
E. Psikososial 1. Genogram
Keterangan : : Laki-laki / Perempuan : Laki-laki meninggal / Perempuan meninggal : Garis Perkawinan : Garis Keturunan :
: Garis Tinggal Serumah : Klien
Penjelasan
: Klien tinggal serumah berdua dengan ibunya
20
2.
Konsep Diri a.
Citra Tubuh Klien mengatakan bersyukur dan puas dengan anggota tubuhnya.
b.
Identitas Diri Klien mengatakan identitasnya saat ini adalah sebagai seorang perempuan, klien mampu menyebutkan nama, umur, dan agamanya.
c.
Peran Diri Klien mengatakan dirinya berperan sebagai seorang anak dari ibunya.
d.
Harga Diri Klien mengatakan percaya diri dengan keadaannya, klien bisa berinteraksi dengan orang disekitar rumahnya.
e.
Ideal Diri Klien mengatakan tetap bangun pagi.
3.
Hubungan Sosial a.
Orang yang paling berarti Klien mengatakan orang yang berarti dihidupnya adalah ibunya.
b.
Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain Klien mengatakan dapat berinteraksi dengan orang di sekitar rumahnya.
c.
Peran serta dalam kelompok atau masyarakat Klien mengatakan apabila sedang kumpul berbicara di sekitar rumahnya, ia ikut untuk kumpul walau tidak berbicara.
4.
Spiritual a.
Nilai dan Keyakinan Klien mengatakan dirinya beragama Islam dan percaya adanya Allah SWT.
b.
Kegiatan Ibadah Klien mengatakan tidak mau untuk sholat.
F. Status Mental 1.
Penampilan Penampilan klien sedikit kurang rapi, kuku kotor, gigi kotor, rambut kurang rapi. MK : DPD (Defisit Perawatan Diri)
2.
Pembicaraan Pembicaraan klien lambat, bicara kurang jelas, tampak bingung, dan sulit untuk memulai pembicaraan.
21
3.
Aktifitas Motorik Klien mampu melakukan aktivitas.
4.
Alam Perasaan Klien mengatakan kadang merasa sedih apabila ingat almarhum bapaknya.
5.
Afek Afek klien tumpul karena ekspresi perasaan berkurang.
6.
Interaksi Selama Wawancara Klien kooperatif selama wawancara, klien kadang mampu menjawab pertanyaan yang diberikan, tidak ada kontak mata klien.
7.
Persepsi Halusinasi Klien mengatakan tidak pernah mendengar bisikan-bisikan yang tidak jelas.
8.
Proses Pikir Klien mampu menjawab pertanyaan perawat secara singkat.
9.
Isi Pikir Klien ingin cepat sembuh dan tidak ingin di rawat kembali di RSJ.
10. Tingkat Kesadaran Kesadaran klien Compos Mentis, mampu berorientasi dengan ruang, tempat, dan waktu. 11. Memori Klien mampu mengingat semua kejadian dimasa lalu, tidak ada yang terganggu dari memori klien. 12. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung Klien mampu berkonsentrasi dan mampu berhitung dari 1- 10 dan sebaliknya. 13. Kemampuan Penilaian Klien mampu mengambil keputusan sederhana seperti mencuci tangan terlebih dahulu sebelum makan. 14. Daya Tilik Diri klien menerima dan mengakui penyakitnya dan tidak menyalahhkan siapapun atas penyakit yang dideritanya.
22
G. Kebutuhan Di rumah 1.
Makan dan minum Klien mengatakan makan 3x sehari dan selalu menghabiskan makanannya, minum 7-8 gelas sehari.
2.
Defekasi/Berkemih Klien BAB 1 kali sehari, BAK 3-4 x sehari.
3.
Mandi Klien mengatakan jarang mandi, kadang 1 kali sehari pada pagi hari, jarang menggosok gigi dan juga keramas.
4.
Berpakaian Klien mengatakan hanya mengganti pakaian satu kali saja, dan sering memakai baju yang sama setiap harinya dan diganti apabila klien merasa sudah merasa kotor
5.
Istirahat dan Tidur Klien mengatakan tidur dengan nyaman pada malam hari dan kadang-kadang tidur pada siang hari.
6.
Penggunaan Obat Klien minum obat 3 kali sehari dengan pengawasan perawat.
7.
Pemeliharaan Kesehatan Klien mengatakan akan rutin untuk minum obat.
8.
Aktifitas di Dalam Rumah Klien mengatakan setelah bangun pagi ia menaruh pakaian kotor bekas BAK kemudian sarapan.
9.
Aktifitas di Luar Rumah Klien tidak mampu berbelanja sendiri.
H. Mekanisme Koping Keluarga klien mengatakan klien sering tertawa sendiri. Klien juga sering mengigau saat tidur dan klien jarang berinteraksi dengan orang di sekitaran rumahnya, ia keluar jika hendak berbelanja saja. Klien melampiaskan amarah pada objek sekitarnya. I.
Masalah Psikososial dan Lingkungan 1.
Masalah dengan Dukungan Kelompok
23
Klien mengatakan selalu mendapatkan dukungan dari keluarganya. 2.
Masalah dengan Lingkungan Klien mengatakan hanya bergaul dengan orang yang dikenal nya saja.
3.
Masalah dengan Pendidikan Klien mengatakan hanya sekolah sampai bangku SD saja.
4.
Masalah dengan Pekerjaan Klien mengatakan tidak bekerja.
5.
Masalah dengan Perumahaan Klien tidak ada masalah dengan perumahan. Klien tinggal berdua bersama ibunya.
6.
Masalah dengan Ekonomi Klien mengatakan bahwa ia tidak memiliki penghasilan sendiri.
7.
Masalah dengan Pelayanan Kesehatan Klien mengatakan tidak mau di rawat kembali di RS.
J.
Pengetahuan Klien menyadari akan penyakit yang dideritanya klien tidak mengetahui kegunaan obat yang didapatkannya dan tidak mengetahui nama obat yang dikonsumsinya. Klien hanya berharap proses penyembuhan pada dirinya.
K. Aspek Medik 1.
Diagnosa Medik : Skizoprenia
2.
Terapi Medik : Risperidone dan Lorazepam
L. Daftar Masalah Keperawatan 1. Resiko Perilaku Kekerasan 2. Defisit Perawatan Diri
24
M. Pohon Masalah Resiko Perilaku Kekerasan
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran
Isolasi Sosial : Menarik Diri
Gangguan Pemeliharaan Kesehatan
Defisit Perawatan Diri
Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah Kronis
(Budi Anna Keliat, 2006)
25
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN Nama Klien
: Ny. “U”
Alamat
: Kelayu Jorong
Puskesmas
: Selong
A. Analisa Data NO. 1.
DATA DS : 1.
MASALAH KEPERAWATAN Resiko Perilaku Kekerasan
Keluarga klien mengatakan klien akan marah apabila keinginan klien lama di respon.
2.
Keluarga klien mengatakan klien sering mengamuk apabila keinginan klien tidak di turuti.
3.
Keluarga klien mengatakan klien suka berteriak apabila ditinggal sendiri oleh ibunya.
DO : 1.
Pandangan mata klien kosong.
2.
Klien merusak tembok rumah.
3.
Klien memecahkan kaca rumah.
4.
Klien mengamuk tanpa sebab sebelum di bawa ke RS.
5.
Pembicaraan klien lambat, bicara tidak jelas, tampak bingung, dan sulit untuk memulai pembicaraan.
2.
DS : 1. Keluarga klien mengatakan klien belum mandi dan jarang menggosok gigi. DO : 1. Klien tampak tidak rapi, kuku kotor, gigi
Defisit Perawatan Diri
26
kotor, rambut tidak rapi dan kotor. B. Rumusan Diagnosa Keperawatan 1. Resiko Perilaku Kekerasan 2. Defisit Perawatan Diri
27
III. INTERVENSI KEPERAWATAN Nama Klien
: Ny. “U”
Alamat
: Kelayu Jorong
Puskesmas
: Selong
a. Prioritas Masalah Keperawatan 1. Harga Diri Rendah 2. Defisit Perawatan Diri b. Intervensi Keperawatan No
Diagnosa
Tujuan
Kriteria hasil
Keperawatan 1.
Resiko Perilaku Kekerasan
Intervensi Keperawatan
TUM : Klien mencederai sendiri TUK : 1. Klien membina hubungan percaya.
Setelah dilakukan tidak tindakan keperawatan diri selama 3 x 24 jam, diharapkan klien dapat : 1.1 Klien mau dapat
membalas salam.
saling 1.2 Klien
mau
menjabat tangan 1.3 Klien
mau
menyebut nama 1.4 Klien
mau
tersenyum 1.5 Klien
mau
kontak mata 1.6 Klien
mau
mengetahui 2. Klien dapat mengidentifikasi
nama perawat
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan komunikasi terapeutik : a. Sapa pasien dengan ramah, baik verbal maupun non verbal b. Perkenalkan diri c. Tanyakan nama lengkap dan nama yang disenangi d. Jelaskan tujuan pertemuan e. Jujur dan menepati janji f. Tunjukkan empati dan menerima pasien apa adanya g. Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar pasien
28
penyebab perilaku kekerasan. 2.1 Klien mengungkapkan perasaannya 2.2 Klien
dapat
mengungkapkan penyebab perasaan jengkel/kesal (dari
diri
sendiri, lingkungan atau orang lain).
SP 1 : 1. Mengidentifikasi penyebab PK 2. Mengidentifikasi tanda dan gejala PK 3. Mengidentifikasi PK yang dilakukan 4. Mengidentifikasi akibat PK 5. Menyebutkan cara mengendalikan PK. 6. Membantu Pasien mempraktikkan latihan cara fisik 1. 7. Menganjurkan Pasien memasukkan cara 1 kedalam jadwal kegiatan harian. SP 2 : 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien. 2. Melatih klien cara fisik 2: pukul kasur dan bantal 3. Menganjurkan Pasien untuk memasukkan cara fisik 2 kedalam jadual kegiatan harian
29
SP 3 : 1. Mengevaluasi jadual kegiatan harian Pasien 2. Melatih cara verbal 3. Menganjurkan klien untuk memasukkan cara verbal kedalam jadual kegiatan harian SP 4 : 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien 2. Melatih klien cara spiritual 3. Menganjurkan klien untuk memasukkan cara spiritual kedalam jadwal kegiatan harian SP 5 : 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien. 2. Menjelaskan dan melatih klien minum obat dengan benar 3. Menganjurkan klien memasukkan jadwal minum obat kedalam jadwal kegiatan harian.
30
SP 1 Keluarga 1. Mendiskusikan masalah
yang
dirasakan keluarga
dalam
merawat
Pasien
PK 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala serta proses terjadinya PK 3. Menjelaskan cara merawat
Pasien
dengan PK SP 2 Keluarga : 1. Melatih keluarga mempraktikkan cara
merawat
klien dengan PK. 2. Melatih keluarga mempraktikkan langsung
cara
merawat
klien
dengan PK SP 3 Keluarga : 1. Melatih keluarga membuat jadwal aktivitas
di
rumah, termasuk
31
minum obat. 2.
Defisit Perawatan Diri
TUM : Pasien dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri
Setelah dilakukan SP I : tindakan 1. Diskusikan keperawatan bersama klien selama 3 x 24 jam, pentingnya diharapkan klien kebersihan diri TUK : mampu : dengan 1. Pasien dapat 1. Menyebutkan menjelaskan mengenal tentang tentang pengertian kebersih-an diri kebersihan diri, tentang arti bersih seperti : dan tanda-tanda Badan tidak bersih bau, gigi bersih, 2. Minta pasien baju rapi dan untuk menyebu tidak berbau tkan 3 dari 5 2. Pasien dapat kebersihan diri menyebutkan 3. Bantu pasien pentingnya mengungkap-kan kebersihan diri arti kebersihan untuk kesehatan diri yaitu mencegah 4. Berikan pujian terkena positif setelah penyakit, dan pasien mampu memberikan mengungkap-kan rasa segar dan kebersihan diri nyaman pada 5. Ingatkan pada tubuh pasien untuk 3. Pasien dapat memelihara menjelaskan kebersihan diri cara merawat seperti mandi 2 diri kali sehari yaitu pagi dan sore hari, dengan menyikat gigi, 2. Pasien dapat keramas, melakukan menyisir rambut, Kebersihan diri dan menggunting 1. Pasien berusaha dengan bantuan kuku bila panjang untuk memelihara kebersihan diri, SP 2 : klien yaitu mandi 1. Motivasi untuk mandi memakai sabun 2. Ajarkan klien
32
dan disiram dengan air sampai bersih, mengganti pakaian sehari sekali, dan merapikan penampilan 3. Klien dapat mempertahankan kebersih-an secara 1. Klien selalu mandiri tampak bersih dan rapi
4. Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersih-an diri
1. Keluarga selalu mengingatkan klien tentang hal-hal yang berhubungan dengan kebersihan diri 2. Keluarga menyiapkan sarana untuk membantu klien menjaga kebersihan diri
cara berdandan 3. Anjurkan klien untuk mandi dengan sabun dua kali sehari saat pagi dan sore hari 4. Anjurkan klien untuk mengganti pakaian setiap hari 5. Ingatkan pada klien untuk tetap rutin memotong kuku dan keramas SP 3 : 1. Monitor klien dalam melaksanakan kebersihan diri secara teratur dan ingatkan klien keramas, menyisir rambut, menyikat gigi dan mengganti baju 2. Ajarkan klien cara makan yang baik dan benar 3. Beri pujian jika klien berhasil melakukan kebersihan diri SP 4 : 1. Jelaskan pada keluarga klien tentang penyebab kurang minatnya klien dalam menjaga kebersihan diri
33
2. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga kebersihan diri 3. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal-hal yang dilakukan, seperti : Mengingatkan klien untuk mandi, keramas, dan mengganti baju. 4. Beri pujian atas keberhasilan klien 5. Ajarkan klien cara toileting Atau BAK dan BAB yang baik dan benar
34
IV.
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Nama Klien : Ny. “U” Alamat
: Kelayu Jorong
Puskesmas : Selong No. 1.
Hari/Tanggal
Implementasi Keperawatan
Senin ,
DS :
27 September
1. Keluarga
2021
Evaluasi Keperawatan
S: klien
1. Klien
mengatakan
mengatakan klien akan
masih sering marah
marah
apabila
apabila
apabila
keinginan klien lama
keinginannya
di respon.
di respon. 2. Klien
2. Klien belum jarang
mengatakan mandi
ia
sudah
mandi hari ini
menggosok
gigi.
O: 1.
DO : 1. Pembicaraan
mampu
penyebab PK, PK yang dilakukan, dan
jelas, tampak bingung, sulit
Klien
mengidentifikasi
klien
lambat, bicara tidak dan
mengatakan
bahwa
dan
lama
akibat dari PK
untuk
memulai pembicaraan. 2. Klien tampak sedikit kurang
rapi,
2. Klien
mampu
melaksanakan
kuku
untuk
kotor, rambut kurang
cara
menjaga
kebersihan diri yaitu
rapi.
mandi A:
35
Kemampuan :
Masalah Keperawatan
1. Klien
mampu (Resiko Perilaku
mengidentifikasi
PK Kekerasan,
yang di lakukan dan Defisit Perawatan Diri) penyebab dari PK.
1. SP 1 Resiko
2. Klien mampu untuk menjaga
kebersihan
diri yaitu mandi
Perilaku Kekerasan teratasi 2. SP 1 Defisit Perawatan Diri
Diagnosa :
teratasi
1. Resiko Perilaku Kekerasan
P:
2. Defisit Perawatan Diri
1. Melatih klien cara fisik 2 : pukul kasur
Tindakan :
dan bantal.
1. Mengidentifikasi penyebab
PK,
2. Latihan PK
(mengganti
yang dilakukan, dan
menyisir
akibat dari PK
dan
2. Melatih klien
berdandan baju, rambut, memotong
kuku) 1 x sehari
melakukan cara menjaga kebersihan ttd
diri (mandi)
Sri Latifah Hidayati Rencana Tindak Lanjut : 1. Identifikasi dan latih klien cara fisik ke II. 2. Latih
klien
cara
berdandan (mengganti
36
baju,
menyisir
rambut,
dan
memotong kuku) 2.
Rabu,
DS :
29 September
1. Keluarga
2021
S: klien 1. Keluarga
mengatakan
klien
klien
mengatakan
sudah
sedikit marah apabila
jarang marah apabila
keinginan klien lama
keinginannya
di respon.
di respon.
2. Klien sudah
lama
mengatakan 2. Keluarga mandi,
tetapi
belum mengganti baju
klien
mengatakan
klien
senang
setelah
latihan
berdandan
(mengganti
baju,
menyisir rambut dan memotong kuku) DO : 1. Bicara klien tidak jelas dan
sulit
untuk
memulai pembicaraan.
O: 1. Klien mampu untuk melaksanakan cara fisik
2
seperti
memukul kasur dan 2. Klien tampak sedikit kurang
rapi,
bantal.
kuku 2. Klien belum mampu
kotor, rambut kurang
melaksanakan cara
rapi.
untuk merawat diri (mengganti baju, menyisir rambut, dan memotong kuku)
37
Kemampuan :
A:
1. Klien mampu untuk Masalah melaksanakan
Keperawatan
cara (Resiko
Perilaku
fisik 2 seperti pukul Kekerasan, kasur dan bantal.
Defisit Perawatan Diri)
2. Klien belum mampu melaksanakan
cara
untuk merawat diri (mengganti
1. SP2 Resiko Perilaku Kekerasan teratasi 2. SP 2 Defisit
baju,
Perawatan Diri
menyisir rambut, dan
belum teratasi
memotong kuku) Diagnosa :
P:
1. Resiko Perilaku
1. Melatih cara verbal 2. Latihan
Kekerasan
kembali
2. Defisit Perawatan Diri
berdandan
Tindakan :
(mengganti
1. Mengidentifikasi dan
menyisir
baju, rambut,
melatih cara fisik 2
dan
memotong
seperti pukul kasur
kuku) 1 x sehari
dan bantal. 2. Melatih cara
melakukan menjaga
kebersihan
diri
(mengganti
baju,
menyisir rambut dan memotong kuku). Rencana Tindak Lanjut :
ttd Sri Latifah Hidayati
38
1. Identifikasi kemampuan dan latih cara verbal 2. Latih
klien
cara
berdandan (mengganti baju,
menyisir
rambut,
dan
memotong kuku ) 3.
Kamis,
DS :
30 September
1. Keluarga
2021
S:
mengatakan sudah
tidak
klien 1. Keluarga
klien
klien
klien
marah
mengatakan
sudah tidak marah
apabila keinginan klien
apabila
lama di respon.
klien lama di respon.
2. Klien
mengatakan 2. Klien
sudah
mandi
dan
mengganti baju.
keinginan mengatakan
merasa
senang
setelah
latihan
berdandan DO :
(memotong kuku)
1. Bicara jelas
klien
tidak
O:
namun
klien
1. Klien
sudah bisa tersenyum. 2. Klien
lebih
karena
rapi sudah
mengganti baju dan menyisir tetapi
rambut, kuku
tampak kotor Kemampuan :
klien
mampu
melakukan kegiatan sesuai
dengan
kemampuannya. 2. Klien
mampu
memotong kuku dan memperbaiki penampilan menjadi lebih
rapi
dari
39
1. Klien
mampu
melakukan
kegiatan
sesuai
dengan
kemampuannya.
sebelumnya A: Masalah Keperawatan (Resiko Perilaku
2. Klien mampu untuk
Kekerasan, Defisit
berdandan (memotong
Perawatan Diri)
kuku)
1. Resiko Perilaku Kekerasan berkurang
Diagnosa :
2. Defisit Perawatan
1. Resiko Perilaku
Diri berkurang
Kekerasan 2. Defisit Perawatan Diri
Tindakan : 1. Melatih
kemampuan
klien dan
latih cara
verbal.
P: 1. Latihan melakukan aktivitas
terjadwal
dengan
membuat
jadwal
kegiatan
dengan
dibimbing
2x sehari. 2. Latihan cara makan
2. Melatih klien berdandan (memotong kuku).
yang baik dan benar 2x sehari. ttd
Rencana Tindak Lanjut : 1. Latih klien menyapu rumah 2. Latih
klien
cara
makan yang baik dan
Sri Latifah Hidayati
40
benar
41
BAB IV. PEMBAHASAN A. PENGKAJIAN Pada pengkajian yang di kaji yaitu biodata, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat penyakit keluarga, TTV, pemeriksaan fisik, dan mengkaji pola aktifitas klien. Sedangkan Pada tinjauan kasus hampir sama dengan tinjauan teori tapi lebih lengkap yaitu ditambahkan dengan pengkajian data psikologis, data sosial, Pemeriksaan fisik dengan mnggunakan Head to toe, dilengkapi dengan data penunjang dan terapi. Selain itu pengkajian tinjauan teoritis dilakukan hanya berfokus pada Resiko Perilaku Kekerasan (RPK) itu sendiri baik itu secara subjek maupun objektif, hal ini berbeda dengan pengkajian tinjauan kasus. Pada tinjauan kasus pengkajian dilakukan berdasarkan keluhan klien atau keluarga klien itu sendiri dan tidak hanya berfokus pada pengkajian teoritis, sehingga pengkajian yang dihasilkan dari tinjauan kasus akan berbeda dengan pengkajian teoritis B. DIAGNOSA KEPERAWATAN Masalah keperawatan yang penulis angkat pada tinjauan kasus ada 2, yaitu Resiko Perilaku Kekerasan dan Defisit Perawatan Diri. Resiko Perilaku Kekerasan disebabkan karena keluarga klien mengatakan klien akan marah dan mengamuk apabila keinginan klien tidak langsung di turuti bahkan dapat sampai memecahkan kaca jendela rumah. Defisit Perawatan Diri : klien mengatakan mandi 1 x sehari Apabila dibandingkan antara masalah keperawatan jiwa landasan teori dengan tinjauan kasus, ternyata sama. C. PERENCANAAN Rencana keperawatan yang dibuat penulis sesuai dengan diagnosa keperawatan jiwa yang sudah ditegakkan yang tujuannya, yaitu untuk diagnosa I
42
adalah Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan klien tidak mencederai diri sendiri, dapat membina hubungan saling percaya, dan dapat mengetahui penyebab perilaku kekerasan serta akibat yang akan di timbulkan dari perilaku kekerasan tersebut. Rencana tindakan yang dibuat penulis berpedoman pada teori yang ada. Akan tetapi tidak semua rencana tindakan yang ada di teori digunakan, karena rencana yang dibuat pada kasus disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan klien. D. PELAKSANAAN Tindakan keperawatan yang diberikan pada klien pada tinjauan kasus berdasarkan intervensi yang telah dibuat. Setiap selesai memberikan tindakan keperawatan, respon klien harus benar-benar diperhatikan, hal ini bertujuan untuk mengetahui keadaan klien dan untuk menentukan tindakan keperawatan selanjutnya. Tetapi tindakan yang diberikan pada tiap harinya berubah ada yang berkurang ada juga yang tetap, hal ini kembali lagi pada keadaan klien yang mulai membaik, sehingga intervensinya ada yang dilanjutkan ada juga yang tidak. E. EVALUASI Evaluasi yang digunakan yaitu evaluasi formatif, dilakuakan pada hari ke 1,2,3 pada masing-masing diagnosa sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil dari rencana tindakan yang telah dibuat serta evaluasi somatif berdasarkan respon hasil secara keseluruhan pada evaluasi akhir.
43
BAB V. PENUTUP A. KESIMPULAN Pengkajian pada klien dengan resiko perilaku kekerasan ditemukan keluhan utama yang muncul adalah klien suka mengamuk dan memukul apabila sesuatu yang diinginkan tidak dapat di dapatkan. Diagnosa yang muncul pada kasus ditemukan 2 masalah utama, yaitu Resiko Perilaku Kekerasan, Defisit Perawatan Diri. Intervensi pada kasus disesuaikan dengan intervensi pada teori dan mengacu pada diagnosa yang ditemukan. Implementasi keperawatan dapat dilakukan dangan baik karena sudah di intervensikan sebelumnya, sehingga dapat dilakukan dan menggunakan pendekatan terapeutik. Hasil evaluasi didapatkan bahwa untuk diagnosa I dan II masalah teratasi, namun intervensi bisa tetap dilanjutkan oleh klien dan keluarga. B. SARAN 1. Dalam merawat klien dengan Resiko Perilaku Kekerasan hendaknya diperhatikan masalah yang muncul dan harus memperhatikan prioritas penanganan yang sesuai / tepat dan yang terpenting dari semua itu adalah bina komunikasi terapeutik dan hubungan saling percaya. 2. Hendaknya perawat selalu melakukan pengkajian fisik yang lengkap, sehingga dapat dilakukan penanganan yang tepat dan sesuai dengan keadaan klien pada saat itu.
44
DAFTAR PUSTAKA
1. Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis Mosby Year Book, 1995 2. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999 3. Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999 4. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003 5. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000
45
LAMPIRAN
46
LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN
A. Pengertian Menurut Iyus Yosep (2007), perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada dir isendiri, maupun orang lain. Menurut Depkes RI (2000), perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang baik secara fisik, maupun psikologis. Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu-individu beresiko menimbulkan bahaya langsung pada diri sendiri ataupun orang lain. Individu melakukan kekerasan akibat adanya frustasi yang dirasakan sebagai pemicu dan individu tidak mampu berpikir serta mengungkapkan secara verbal sehingga mendemostrasikan pemecahan masalah dengan cara yang tidak adekuat (Rawlins and Heacoco, 1998). Sedangkan menurut Keliat (2011), perilaku kekerasan adalah perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai dengan hilangnya kontrol diri atau kendali diri.
47
Menurut Mustofa (2010), perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan. B. Faktor Predisposisi Dan Faktor Presipitasi 1. Faktor Predisposisi a. Psikologi Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat menyebabkan agresif atau amuk, masa kanak-kanak yang tidak menyenangkanya itu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan dapat menyebab kangangguan jiwa pada usia dewasa atau remaja b. Bioneurologis Banyak pendapat bahwa kerusakan system limbic, lobus frontal, lobus temporal, dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan. c. Perilaku Reinforcement yang diterima saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadposi perilaku kekerasan. d. Social Budaya. Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasifagresif) dan control social yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima (permissive) 2. Faktor Presipitasi a. Bersumber
dari
klien,
yaitu
kelemahan
ketidakberdayaan, percaya diri kurang
fisik,
keputusasaan,
48
b. Bersumber dari lingkungan, yaitu kritikan yang mengarah penghinaan, kehilangan orang yang dicintai atau pekerjaan, kekerasan. c. Interaksi dengan orang lain, yaitu provokatif, konflik C. Rentang Respon Perilaku Kekerasan
Gambar 1. Rentang respon marah 1. Asertif Apabila kemarahan dinyatakan atau diungkapkan tanpa menyakiti orang lain. 2. Frustasi Respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan 3. Pasif Perilaku yang merasa tidak mampu mengungkapkan perasaannya sehingga kemarahan tersebut hanya dipendam. 4. Agresif Memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain dengan ancaman, memberikan kata-kata ancaman tanpa niat melukai. 5. Amuk atau Kekerasan Perilaku kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, member kata-kata ancaman, disertai melukai pada tingkat ringan, dan yang paling berat adalah melukai atau merusak secara serius.
49
D. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan Gejala - gejala atau perubahan - perubahan yang timbul pada klien dalam keadaan marah diantaranya adalah: 1. Perubahan fisiologik a. Tekanan darah meningkat b. Denyut nadi dan pernafasan meningkat c. Pupil dilatasi d. Tonus otot meningkat e. Mual f. Frekuensi buang air besar meningkat g. Kadang-kadang konstipasi h. Reflex tendon tinggi 2. Perubahan emosional a. Mudah tersinggung b. Tidak sabar, dan frustasi c. Ekspresi wajah nampak tegang bila mengamuk kehilangan control diri. 3. Perubahan perilaku a. Agresif pasif b. Menarik diri c. Bermusuhan d. Sinis dan curiga e. Mengamuk f. Nada suara keras g. Kasar.
50
E. Mekanisme Koping Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain: 1. Sublimasi Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal.
Misalnya
seseorang
yang
sedang
marah
melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain. 2. Proyeksi Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik. Misalny seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan kerjanya 3. Represi Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahaya kan masuk ke alam sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada temannya yang tidak disukainya. 4. Reaksiformasi Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebihlebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seseorang yang tertarik pada teman suaminya. 5. Displacement Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya. Misalnya, seorang pria yang meluapkan emosinya dengan rekan kerjanya. F. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Identitas. Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, diagnose medis, pendidikan, dan pekerjaan
51
b. Factor predisposisi 1) Gangguan jiwa di masa lalu 2) Pengobatan sebelumnya 3) Trauma karena aniaya fisik, seksual, atau tindakan criminal 4) Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan c. Pemeriksaan fisik Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan, dan tanyakan apakah ada keluhan fisik yang dirasakan klien d. Factor emosional Klien merasa tidak aman, merasa terganggu, dendam, dan jengkel. e. Factor mental Cerewet, kasar, keremahan dan suka berdebat f. Latihan. Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran 2. Diagnosa Keperawatan a. Resiko
mencederai
diri
sendiri,
orang lain
dan lingkungan
berhubungan dengan prilaku kekerasan b. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah kronis c. Harga diri rendah
52
3. Pohon Masalah Perilaku Kekerasan Dari pohon masalah ini yang harus ditentukan adalah: a. Penyebab masalah utama : harga diri rendah b. Perilaku kekerasan (masalahutama) c. Akibat masalah utama: resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan Resiko perilaku mencederai diri Ketidakefektifan penatalaksanaan program Teraputik
Ketidakefektifan koping keluarga : Ketidakmampuan keluarga merawat klien di rumah
Prilaku Kekerasan Masalah Utama
Gangguan Konsep diri : Harga diri rendah Kronis
Gangguan Pemeliharaan Kesehatann
Defisit perawatan diri : mandi dan berhias
53
4. INTERVENSI KEPERAWATAN a. TUK dan TUM Tgl
1
Perencanaan
No.
Diagnosa
Diagnosis
keperawatan
Tujuan
Kriteria evaluasi
2
3
4
5
Resiko
Intervensi
6
: TUM
1.1 Klien mau membalas salam
1.1.1
Beri salam dan panggil nama
perilaku
Klien
tidak 1.2 Klien mau menjabat tangan
1.1.2
Sebutkan nama perawat sambil
mencederai
mencederai
diri
sendiri
berhubungan
TUK
dengan
1. Klien
perilaku
membina
kekerasan
hubungan percaya
diri
jabat tangan 1.3 Klien mau menyebut nama
1.1.3
Jelaskan
maksud
hubungan
interaksi dapat 1.4 Klien mau tersenyum
1.1.4
Jelaskan kontrak yang akan dibahas
saling 1.5 Klien mau kontak mata 1.6 Klien
mau
nama perawat
mengetahui
1.1.5
Beri rasa aman dan simpati
1.1.6
Lakukan kontak mata singkat tapi sering
54
Tgl
1
Perencanaan
No.
Diagnosa
Diagnosis
keperawatan
Tujuan
Kriteria evaluasi
2
3
4
5
2. Klien
dapat 2.1 Klien
mengidentifik
Intervensi
6 mengungkapkan
perasaannya 2.1.2 2.2 Klien
kekerasan
dapat
Beri
kesempatan
untuk
mengungkapkan perasaan
asi penyebab perilaku
2.1.1
mengungkapkan
Bantu
klien
mengungkapkan
penyebab perasaan jengkel/ kesal
untuk penyebab
perasaan jengkel/kesal
(dari diri sendiri, lingkungan atau orang lain) 3. Klien
dapat 3.1 Klien mampu mengungkapkan 3.1.1
mengidentifik
perasaan saat marah/jengkel
Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami dan dirasakan
asi tanda dan
saat marah
gejala
3.1.2
perilaku
Observasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien
kekerasan
3.1.3
Simpulkan bersama klien tanda dan gejala jengkel/ kesal yang di alami
3.2 klien dapat menyimpulkan tanda dan gejala jengkel/ kesal yang
55
dialami.
Tgl
1
Perencanaan
No.
Diagnosa
Diagnosis
keperawatan
Tujuan
Kriteria hasil
2
3
4
5
4. Klien
dapat 4.1 Klien
dapat
Intervensi
6
mengungkapkan 4.3.1 Anjurkan
klien
untuk
mengidentifik
perilaku kekerasan yang biasa
mengungkapkan
asi
dilakukan
kekerasan yang biasa dilakukan
perilaku
kekerasan yang
klien .
biasa 4.2 Klien
dilakukan
perilaku
dapat
bermain
peran 4.3.2 Bantu klien bermain peran sesuai
dengan perilaku kekerasan
dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
4.3 Klien dapat mengetahui cara yang 4.3.3 Bicarakan dengan klien apakah biasa dilakukan untuk dengan cara yang dilakukan klien menyelesaikan masalah masalahnya selesai 1. Klien
dapat 1.1 Klien dapat menjelaskan akibat
1.1.1 Bicarakan akibat dan cara yang
mengidentikasi
dari cara yang digunakan
dilakukan klien
akibat perilaku
a.
Akibat pada klien sendiri
kekerasan
b.
Akibat pada orang lain
akibat cara yang digunakan oleh
c.
akibat pada lingkungan
klien
1.1.2 Bersama
klien
menyimpulkan
1.1.3 Tanya pada klien apakah ia ingin
56
mempelajari cara yang baru dan yang sehat. Tgl
1
No.
Diagnosa
Diagnosis
keperawatan
2
3
Perencanaan Tujuan
Kriteria hasil
4 2.
Klien
Intervensi
5
6
dapat 2.1 Klien dapat menyebutkan contoh 6.1.1
mendemonstrasi
pencegahan perilaku kekerasan
kan cara fisik
secara fisik :
untuk mencegah
a. Tarik nafas dalam
perilaku
b. Pukul kasur dan bantal
kekerasan
c. Dll : kegiatan fisik
Diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien
6.1.2
Beri pujian atas kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien
6.1.3
Diskusikan dua cara fisik yang paling mudah dilakukan untuk mencegah perilaku kekerasan, yaitu tarik nafas dalam dan pukul kasue serta bantal
2.2 Klien dapat mendemonstrasikan cara
fisik
untuk
perilaku kekerasan
6.2.1
mencegah
Diskusikan cara melakukan tarik nafas dalam dengan klien
6.2.2
Beri tentang
contoh
kepada
klien
cara
menarik
nafas
dalam 6.2.3
Minta klien untuk mengikuti
57
contoh yang diberikan sebanyak 5 kali 6.2.4
Beri
pujian
positif
kemampuan
atas klien
mendemonstrasikan
cara
menarik nafas dalam 6.2.5
Tanyakan perasaan klien setelah selesai
6.2.6
Anjurkan klien menggunakan cara yang telah dipelajari saat marah atau jengkel.
6.2.7
Lakukan hal yang sama dengan 1 sampai 7 untuk cara fisik lain dipertemuan yang lain
6.3.1
Diskusikan
dengan
klien
mengenai frekuensi latihan yang akan dilakukan sendiri oleh klien 6.3.2
Susun jadwal kegiatan untuk melatih
cara
yang
telah
dipelajari 2.4.1
Klien mengevaluasi pelaksanaan
58
2.3 Klien mempunyai jadwal untuk
latihan,
cara
pencegahan
melatih cara pencegahan fisik
perilaku kekerasan yang telah
yang telah dipelajari sebelumnya
dilakukan
2.4 Klien
mengevaluasi
mengisi
jadwal kegiatan harian (self
kemampuannya dalam melakukan cara fisik sesuai jadwal yang telah
dengan
evaluation) 2.4.2
disusun.
Validasi
kemampuan
klien
dalam melakukan latihan 2.4.3
Berikan pujian atas keberhasilan klien
2.4.4
Tanyakan kepada klien : apakah kegiatan
cara
pencegahan
perilaku
kekerasan
dapat
mengurangi perasaan marah 7 Klien
dapat
7.1 Klien dapat menyebutkan cara 7.1.1
Diskusikan cara bicara yang baik
mendemonstrasi
bicara (verbal) yang baik dalam
dengan klien
kan cara sosial
mencegah perilaku kekerasan
untuk mencegah
a. Meminta dengan baik
a. Meminta dengan baik
perilaku
b. Menolak dengan baik
b. Menolak dengan baik
kekerasan
c. Mengungkapkan
c. Mengungkapkan
7.1.2 Beri contoh cara bicara yang baik
perasaan
dengan baik 7.2 Klien mendemonstrasikan
perasaan
dengan baik dapat 7.2.1 cara
Minta klien mengikuti contoh cara bicara yang baik
59
verbal yang baik
a. Meminta dengan baik “Saya minta
uang
untuk
beli
makanan” b. Menolak dengan baik “maaf, saya tidak dapat melakukannya karena ada kegiatan lain” c. Mengungkapkan
perasaan
dengan baik “saya kesal karena permintaan
saya
tidak
dikabulkan”
disertai
nada
suara yang rendah 7.2.2
Minta klien mengulang sendiri
7.2.3
Beri pujian atas keberhasilan klien
7.3.1
Diskusikan dengan klien tentang waktu dan kondisi cara bicara yang dapat dilatih diruangan, misalnya meminta obat, baju, dll. Mmenolak ajakan merokok, tidur
tidak
pada
waktunya
menceritakan kekesalan kepada perawat 7.3 Klien
mempunyai
jadwal
60
untuk melatih cara bicara yang 7.3.2
Susun jadwal kegiatan untuk
baik
melatih
jadwal
yang
telah
dipelajari 7.4.1
Klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan cara bicara yang baik dengan mengisi jadwal kegiatan (self evaluation)
7.4.2
Validasi
kemampuan
klien
dalam melaksanakan latihan 7.4.3
Berikan pujian atas keberhasilan klien
7.4 Klien
melakukan
terhadap
evaluasi
kemampuan
7.4.4
cara
Tanyakan Bagaimana
kepada
klien
perasaan
:
Budi
bicara yang sesuai dengan
setelah latihan bicara yang baik?
jadwal yang telah di susun
apakah
keinginan
marah
berkurang? 8
Klien
dapat
8.1 Klien
dapat
mendemonstra
kegiatan
sikan
dilakukan
cara
ibadah
menyebutkan yang
8.1.1
biasa
Diskusikan
dengan
klien
kegiatan ibadah yang pernah dilakukan
spiritual untuk mencegah perilaku
8.2 Klien dapat mendemonstrasikan cara ibadah yang dipilih
8.2.1
Bantu klien menilai kegiatan ibadah yang dapat dilakukan di
61
kekerasan
ruang rawat 8.2.2
Bantu klien memilih kegiatan ibadah yang akan dilakukan
8.2.3
Minta klien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang dipilih
8.2.4
Beri pujian atas keberhasilan klien
8.3 Klien mempunyai jadwal untuk 8.3.1
melatih kegiatan ibadah
Diskusikan dengan klien tentang waktu
pelaksanaan
kegiatan
ibadah 8.3.2
Susun jadwal kegiatan untuk melatih kegiatan ibadah
8.4 Klien terhadap
melakukan
evaluasi kemampuan
8.4.1
Klien
mengevaluasi
pelaksaan
melakukan kegiatan ibadah
ibadah
kegiatan dengan
mengisi jadwal kegiatan harian (self evaluation) 8.4.2
Validasi
kemampuan
klien
dalam melaksanakan latihan
62
8.4.3
Berikan pujian atas keberhasilan klien
8.4.4
Tanyakan
kepada
“bagaimana setelah
klien
perasaan
teratur
:
Budi
melakukan
ibadah? apakah keinginan marah berkurang?” 9
Klien
dapat
9.1 Klien dapat menyebutkan jenis,
mendemonstr
dosis, dan waktu minum obat
jenis obat yang diminumnya
asikan
serta manfaat dari obat itu
(nama, warna, besarnya), waktu
kepatuhan
(prinsip 5 benar : benar orang,
minum obat (jika 3 kali : pkl.
minum obat
obat, dosis , waktu dan cara
07.00,
untuk
pemberian)
minum obat
mencegah
9.1.1
9.1.2
Diskusikan dengan klien tentang
13.00,
19.00),
cara
Diskusikan dengan klien tentang
perilaku
manfaat minum obat secara
kekerasan
teratur a.
Beda
perasaan
sebelum
minum obat dan sesudah minum obat b.
Jelaskan dosis hanya boleh diubah diubah oleh dokter
c.
Jelaskan mengenai akibat
63
minum obat yang tidak teratur,
misalnya
penyakitnya kambuh
9.2 Klien
mendemonstrasika
kepatuhan minum obat yang sesuai jadwal yang ditetapkan.
9.2.1
Diskusikan
tentang
proses
minum obat: a. Klien meminta obat kepada perawat (jika di RS) kepada keluarga (jika di rumah) b. Klien memeriksa obat sesuai dosisnya c. Klien
meminum
obat
pada
minum
obat
waktu yang tepat 9.2.2
Susun
jadwal
bersama klien
9.3 Klien mengevaluasi
9.3.1
Klien mnegevaluasi pelaksanaan
kemampuannya dalam
minum obat dengan mengisi
mematuhi minum obat
jadwal kegiatan harian (self evaluation) 9.3.2
Validasi obat klien
pelaksanaan
minum
64
9.3.3
Beri pujian atas keberhasilan klien
9.3.4
Tanyakan
kepada
“bagimana dengan
klien
perasaan
minum
:
Budi
obat
secara
teratur? Apakah keinginan untuk marah berkurang?” 10 Klien
dapat
10.1 Klien
mengikuti TAK
:
stimulasi
mengikuti
TAK
: 10.1.1 Anjurkan
klien
persepsi
TAK
pencegahan
perilaku
pencegahan perilaku kekerasan 10.1.2 Klien
Stimulasi
ikut
Stimulasi kekerasan
:
untuk
mengikuti
persepsi TAK
:
persepsi
Stimulasi persepsi pencegahan
pencegahan
perilaku
perilaku
tersendiri)
kekerasan
kekerasan
(kegiatan
10.1.3 Diskusikan dengan klien tentang kegiatan selama TAK 10.1.4 Fasilitasi
klien
untuk
mempraktikkan hasil kegiatan TAK
dan
beri
pujian
atas
keberhasilannya
10.2
Klien
mempunyai
jadwal
10.2.1 Diskusikan dengan klien tentang
65
TAK : Stimulasi persepsi pencehagan perilaku
jadwal TAK 10.2.2 Masukkan jadwal TAK kedalam jadwal harian klien
10.3
Klien
melakukan
evaluasi
terhadap pelaksanaan TAK
10.3.1 Klien mengevaluasi pelaksanaan TAK dengan mengisi jadwal kegiatan harian (self evaluation) 10.3.2 Validasi
kemampuan
klien
dalam mengikuti TAK 10.3.3 Beri pujian atas kemampuan mengikuti TAK 10.3.4 Tanyakan
kepada
“bagaimana
klien
perasaan
:
Budi
setelah ikut TAK ?” 11 Klien
11.1 Keluarga
mendapatkan
mendemonstrasikan
dukungan
merawat klien
dapat 11.1.1 Identifikasi caraa
kemampuan
keluarga dalam merawat klien sesuai
dengan
keluarga
dilakukan
dalam
klien selama ini.
melakukan cara pencegahan perilaku
yang
keluarga
telah
terhadap
11.1.2 Jelaskan keuntungan peran serta keluarga dalam merawat klien 11.1.3 Jelaskan
cara-cara
merawat klien:
dalam
66
kekerasan
a.
Terkait
dengan
cara
mengontrol perilaku marah secara konstruktif b.
Sikap dan cara bicara
c.
Membantu klien mengenal penyebab
marah
dan
pelaksanaan
cara
pencegahan
perilaku
kekerasan 11.1.4 Bantu
keluarga
mendemonstrasikan
cara
merawat klien 11.1.5 Bantu keluarga mengungkapkan perasaannnya setelah melakukan demonstrasi 11.1.6 Anjurkan
keluarga
mempraktikkannya pada klien selama
di
menganjurkannya pulang ke rumah.
RS
dan setelah
67
STRATEGI PELAKSANAAN Diagnosa Keperawatan Risiko Perilaku Kekerasan
Strategi Pelaksanaan SP 1 Pasien
Tindakan 1. Mengidentifikasi penyebab PK 2. Mengidentifikasi tanda dan gejala PK 3. Mengidentifikasi PK yang dilakukan 4. Mengidentifikasi akibat PK 5. Menyebutkan cara mengendalikan PK 6. Membantu Pasien mempraktikkan latihan cara fisik 1 1. Menganjurkan Pasien memasukkan cara 1 kedalam jadual kegiatan harian
SP 2 Pasien
1. Mengevaluasi jadual kegiatan harian Pasien 1. Melatih Pasien cara fisik 2: pukul kasur dan bantal 1. Menganjurkan Pasien untuk memasukkan cara fisik 2 kedalam jadual kegiatan harian
SP 3 Pasien
1. Mengevaluasi jadual kegiatan harian Pasien 2. Melatih cara verbal 1. MenganjurkanPasien untuk memasukkan cara verbal kedalam jadual kegiatan harian
SP 4 Pasien
1. Mengevaluasi jadual kegiatan harian Pasien 2. Melatih Pasien cara spiritual 3. Menganjurkan Pasien untuk memasukkan cara spiritual kedalam
68
SP 5 Pasien
jadual kegiatan harian 1. Mengevaluasi jadual kegiatan harian Pasien 1. Menjelaskan dan melatih Pasien minum obat dengan benar 1. Menganjurkan Pasien memasukkan jadual minum obat kedalam jadual kegiatan harian
SP 1 Keluarga
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat Pasien PK 1. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala serta proses terjadinya PK
SP 1 Keluarga
1. Menjelaskan cara merawat Pasien dengan PK
SP 2 Keluarga
1. Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat Pasien dengan PK 1. Melatih keluarga mempraktikkan langsung cara merawat Pasien dengan PK
SP 3 Keluarga
1. Melatih keluarga membuat jadual aktivitas di rumah, termasuk minum obat 2. Menjelaskan tindak lanjut di rumah
5. Evaluasi Evaluasi pada pasien a. Pasien mampu menyebutkan penyebab, tanda dan gejala perilak marah, perilaku marah yang biasa dilakukan dan akibat perilaku marahnya. b. Pasien mampu menggunakan cara mengontrol perilaku marah secara teratur sesuai jadwal yaitu: 1) Secara fisik 2) Secara social atau verbal
69
3) Secara spiritual 4) Dengan terapi psikofarmaka
70
DAFTAR PUSTAKA
Keliat Budi A. 2011.Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I. Jakarta : EGC. Mustofa, Ali. 2010. Asuhan Keperawatan Psikiatri Berbasis Klinik. Mataram. Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC Townsend, M.C. 2008. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keoerawatan Psikiatri, edisi 3. Jakarta: EGC. Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar KeperawatanJiwa. Jakarta : EGC
71
LAPORAN PENDAHULUAN DEFISIT PERAWATAN DIRI A. Pengertian Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri (Depkes 2000). Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004). Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya (Tarwoto dan Wartonah 2000). Jenis–Jenis Perawatan Diri 1. Kurang perawatan diri : Mandi / kebersihan 2. Kurang perawatan diri :Mengenakan pakaian / berhias 3. Kurangperawatandiri : Makan 4. Kurangperawatandiri : Toileting B. Etiologi Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai berikut: 1. Kelelahan fisik 2. Penurunan kesadaran Menurut Dep Kes (2000: 20), penyebab kurang perawatan diri adalah : 1. Faktor prediposisi a. Perkembangan Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
72
b. Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri. c. Kemampuan realitas turun Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri. d. Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri. 2. Faktor presipitasi Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri. Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah: a. Body Image Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya. b. Praktik Sosial Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene. c. Status Sosial Ekonomi Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya. d. Pengetahuan Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya. e. Budaya Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan. f. Kebiasaan seseorang
73
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain. C. Tanda dan Gejala Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah: 1. Fisik Badan bau, pakaian kotor, Rambut dan kulit kotor, Kuku panjang dan kotor, Gigi kotor disertai mulut baudanpenampilan tidak rapi 2. Psikologis Malas, tidak ada inisiatif, Menarik diri, isolasi diri, Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina 3. Sosial Interaksi kurang, Kegiatan kurang, Tidak mampu berperilaku sesuai norma, Cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri. Data yang biasa ditemukan dalam deficit perawatan diri adalah 1. Data subyektif a.
Pasien merasa lemah
b.
Malas untuk beraktivitas
c.
Merasa tidak berdaya
2. Data obyektif a.
Rambut kotor, acak – acakan
b.
Badan dan pakaian kotor dan bau
c.
Mulut dan gigi bau.
d.
Kulit kusam dan kotor
e.
Kuku panjang dan tidak terawat
D. Mekanisme Koping 1. Regresi 2. Penyangkalan 3. Isolasi diri, menarik diri 4. Intelektualisasi
74
E. Rentang Respon Kognitif Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang tidak dapat merawat diri sendiri adalah : 1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri a) Bina hubungan saling percaya. b) Bicarakan tentang pentingnya kebersihan. c) Kuatkan kemampuan klien merawat diri. 2. Membimbing dan menolong klien merawat diri. a) Bantu klien merawat diri b) Ajarkan ketrampilan secara bertahap c) Buatkan jadwal kegiatan setiap hari 3. Ciptakan lingkungan yang mendukung a) Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi. b) Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien. c) Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien misalnya, kamar mandi yang dekatdan tertutup. F. Pohon Masalah Defisit perawatan diri : mandi, toileting, makan, berhias.
Isolasi sosial
Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
G. Diganosa Keperawatan Menurut Depkes (2000:32) diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien defisit perawatan diri sesuai dengan bagan 1.1 yaitu : 1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri. 2. Defisit perawatan diri 3. Isolasi sosial
75
H. Intervensi Keperawatan Diagnosa keperawatan: penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri. Tujuan Umum. Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk memperhatikan kebersihan diri. Tujuan Khusus. TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat. Kriteriaevaluasi Dalam berinteraksi klien menunjukan tanda-tanda percaya pada perawat: a. Wajah cerah, tersenyum b. Mau berkenalan c. Ada kontak mata d. Menerima kehadiran perawat e. Bersedia menceritakan perasaannya Intervensi : a. Berikan salam setiap berinteraksi. b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan. c. Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien. d. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi. e. Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien. f. Buat kontrak interaksi yang jelas. g. Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati. h. Penuhi kebutuhandasar klien. TUK II : klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri. Tindakan keperawatan untuk pasien kurang perawatan diri juga ditujukan untuk keluarga sehingga keluarga mampu mengarahkan pasien dalam melakukan perawatan diri. 1. Tindakan keperawatan untuk pasien a. Tujuan: 1) Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri 2) Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
76
3) Pasien mampu melakukan makan dengan baik 4) Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri b. Tindakan keperawatan 1) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri Untuk melatih pasien dalam menjaga kebersihan diri Saudara dapat melakukan tanapan tindakan yang meliputi: a)
Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
b) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri c)
Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
d) Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri Kriteria evaluasi Klien dapat menyebutkan kebersihan diri pada waktu 2 kali pertemuan, mampu menyebutkan kembali kebersihan untuk kesehatan seperti mencegah penyakit dan klien dapat meningkatkan cara merawat diri. Intervensi a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik. b. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan pengertian tentang arti bersih dan tanda- tanda bersih. c. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri. d. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan klien terhadap hal yang berhubungan dengan kebersihan diri. e. Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan memelihara kebersihan diri. f. Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan arti kebersihan diri. g. Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi 2 kali pagi dan sore, sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah makan dan sebelum tidur), keramas dan menyisir rambut, gunting kuku jika panjang.
77
TUK III : Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat. Kriteria evaluasi Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri seperti mandi pakai sabun dan disiram pakai air sampai bersih, mengganti pakaian bersih sehari-hari, dan merapikan penampilan. Intervensi a. Motivasi klien untuk mandi. b. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang benar. c. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari. d. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut. e. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas perawatan kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar mandi. f. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan diri seperti odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti, handuk dan sandal. TUK IV : Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri. Kriteria evaluasi Setelah satu minggu klien dapat melakukan perawatan kebersihan diri secara rutin dan teratur tanpa anjuran, seperti mandi pagi dan sore, ganti baju setiap hari, penampilan bersih dan rapi. Intervensi Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan untuk mencuci rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju dan pakai sandal. TUK V : Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri. Kriteria evaluasi Klien selalu tampak bersih dan rapi. Intervensi Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan diri. TUK VI : Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan diri. Kriteria evaluasi Keluarga selalu mengingatkan hal-hal yang berhubungan dengan kebersihan diri, keluarga menyiapkan sarana untuk membantu klien dalam menjaga kebersihan diri, dan keluarga membantu dan membimbing klien dalam menjaga kebersihan diri. Intervensi
78
a. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga kebersihan diri. b. Diskusikan bersama keluarga tentang tindakanyang telah dilakukan klien selama di RS dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang telah dialami di RS. c. Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap kemajuan yang telah dialami di RS. d. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam menjaga kebersihan diri klien. e. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga kebersihan diri. f. Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga kebersihan diri. g. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan misalnya: mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, mandi, keramas, dan lain-lain. Tindakan Keperawatan 1. Tindakan keperawatan untuk pasien a. Tujuan: 1) Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri 2) Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik 3) Pasien mampu melakukan makan dengan baik 4) Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri b. Tindakan Keperawatan 1) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri Untuk melatih pasien dalam menjaga kebersihan diri Saudara dapat melakukan tahapan tindakan yang meliputi: a). Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri. b). Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri c). Menjelaskan cara-cara melakukankebersihandiri d). Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri 2) Melatih pasien berdandan/berhias
79
Saudara sebagai perawat dapat melatih pasien berdandan. Untuk pasien lakilaki tentu harus dibedakan dengan wanita. Untuk pasien laki-laki latihan meliputi : a). Berpakaian b). Menyisir rambut c). Bercukur Untuk pasien wanita, latihannya meliputi : a). Berpakaian b). Menyisir rambut c). Berhias 3) Melatih pasien makan secara mandiri Untuk melatih makan pasien Saudara dapat melakukan tahapan sebagai berikut: a) Menjelaskan cara mempersiapkan makan b) Menjelaskan caramakan yang tertib c) Menjelaskancaramerapihkanperalatanmakansetelahmakan d) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik 4) Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
Saudara dapat melatih pasien untuk BAB dan BAK mandiri sesuai tahapan berikut: a) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK c) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK SP1 Pasien: Mendiskusikan pentingnya kebersihan diri, cara-cara merawat diri dan melatih pasien tentang cara-cara perawatan
kebersihan diri
SP 2 Pasien : Percakapan saat melatih pasien laki-laki berdandan: a) Berpakaian b) Menyisirrambut c) Bercukur SP 3 Pasien: Percakapan melatih berdandan untuk pasien wanita
80
a) Berpakaian b) Menyisirrambut c) Berhias SP 4 Pasien : Percakapan melatih pasien makan secara mandiri a) Menjelaskan cara mempersiapkan makan b) Menjelaskan caramakan yang tertib c) Menjelaskancaramerapihkanperalatanmakansetelahmakan d) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik SP 5 Pasien : Percakapan mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri a) Menjelaskantempat BAB/BAK yang sesuai b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK c) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK 2. Tindakan keperawatan pada keluarga a. Tujuan 1) Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kurang perawatan diri. b. Tindakan keperawatan Untuk memantau kemampuan pasien dalam melakukan cara perawatan diri yang baik maka Saudara harus melakukan tindakan kepada keluarga agar keluarga dapat meneruskan melatih pasien dan mendukung agar kemampuan pasien dalam perawatan dirinya meningkat. Tindakan yang dapat Saudara lakukan: 1) Diskusikan dengan keluarga tentang masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien 2) Jelaskan pentingnya perawatan diri untuk mengurangi stigma 3) Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan oleh pasien untuk menjaga perawatan diri pasien. 4) Anjurkan keluarga untuk terlibat dalam merawat diri pasien dan
membantu
mengingatkan pasien dalam merawat diri (sesuai jadual yang telah disepakati). 5) Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian atas keberhasilan pasien dalam merawat diri.
81
6) Latih keluarga cara merawat pasien dengan defisit perawatan diri SP1 Keluarga: Memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang masalah perawatan diri dan cara merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kurang perawatan diri SP 2 Keluarga : Melatih keluarga cara merawat pasien SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga
82
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC. Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa. Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta : Momedia Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto Stuart, Sudden, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 – 2006. Jakarta : Prima Medika. Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC. Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta. Townsend, Marry C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Perawatan Psikiatri edisi 3. Jakarta. EGC.