Askep Komunitas Dengan Masalah Kesehatan Populasi Diabetes Meitus [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS DENGAN MASALAH KESEHATAN POPULASI (PENYAKIT INFEKSI) “DIABETES MELITUS”



LAPORAN PENDAHULUAN 2.1 Pengertian 



Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.







Diabetes melitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah dalam darah atau hiperglikemia (Brunner & Suddarth, 2001).







DM tipe 2 dikarakteristikan dengan hiperglikemia, resistensi insulin dan kerusakan relative sekresi insulin (Soegondo, Seobondo dan subekti, 2009 dalam Damayanti 2015). DM merupakan penyakit kronik progresif yang dikarakteristikan



dengan



ketidakmampuan



tubuh



untuk



melakukan



metabolisme karbohidrat, protein dan lemak serta terjadinya hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi dalam darah) (Black & Hawk, 2009 dalam damayanti 2015). 2.2 Klasifikasi Klasifikasi Diabetes mielitus dan ganggguan toleransi glukosa menurut WHO 1985 : A. Clinical Classes a. DM 1. IDDM ( DM Type 1 ). 2. NIDDM ( DM Type 2 ). 3. Questionable DM , bila meragukan type 1 atau type 2. 4. MRDM



a) Fibrocalcolous Pancreatic DM ( FDPD ). b) Proten Deficient Pancreatic DM ( PDPD ). c) DM type lain dengan keadaan dan gejala yang tertentu. 5. Impaired Glucosa Tolerance ( GTG ). 6. Gestasional



Diabetes



Mielitus.



B. Statistical Risk Classes. 1. Kedua orang tuanya pernah menderita DM. 2. Pernah menderita GTG kemudian normal kembali. 3. Pernah melahirkan bayi dengan berat lahir lebih dari 4 kilogram.



2.3 Etiologi DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu : a. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta melepas insulin. b. Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan. c. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai pembentukan sel – sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel – sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus. d. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin.



2.4 Patofisiologi Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut: 1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl. 2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah. 3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh. Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yng parah yang melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi. Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren.



2.5 Tanda dan gejala Gejala yang sering muncul pada DM, yaitu : a. Poliuria (banyak dan sering kencing) b. Polipagia (banyak makan) c. Polidipsi (banyak minum) Kemudian diringi dengan keluhan-keluhan : a. Kelemahan tubuh, lesu, tidak bertenaga. b. Berat badan menurun c. Rasa kesemutan, karena iritasi (perangsangan) pada serabut-serabut saraf d. Kelainan kulit, gatal-gatal, bisul-bisul e. Infeksi saluran kencing f. Kelainan ginjal kalogi: keputihan g. Infeksi yang sukar sembuh Pada pemeriksaan laboratorium: a. Kadar gula darah meningkat b. Peningkatan plasma proinsulin dan plasma C polipeptida c. Glukosuria



2.6 Test diagnosa a. Test Glukosa darah b. Gula dalam urine c. Glukosa toleran test d. Plasma proinsulin



2.7 Pengobatan a. Diet rendah kalori b. Exercise untuk meningkatkan jumlah dan fungsi reseptor site



c. Insulin diberikan bila dengan oral tidak efektif d. Khusus untuk ganggren : e. Ringan atau lokasi bukan daerah ekstremitas dilakukan nekrotomi luas di OK f. Berat dan lokasinya pada ektremitas pertimbangan amputasi



ASUHAN KEPERAWATAN 2.1 Skenario kasus Di Kec. Tanralili Maros RT 9 RW 5 terdapat penduduk yang menderita diabetes melitus berjumlah 250 orang, 60 % wanita yaitu sebanyak 140 orang dan 40 % laki-laki sebanyak 110 orang. Dari jumlah penduduk yang menderita diabetes melitus tersebut, sebanyak 75 orang (35 %) usia dewasa dan 50% usia lansia sebanyak 125 orang, serta 15% ibu hamil sebanyak 50 orang. Dari data tersebut diketahui Diabetes Melitus dengan tipe IDDM 13% sebanyak 30 orang, NIDDM 87% sebanyak 220 orang, dan DM dengan gangren 25% sebanyak 50 orang. Dari penduduk yang menderita DM sangat sedikit sekali penderita DM yang rutin memeriksakan kadar gula darahnya. 3.1 Pengkajian Pengkajian menggunakan pendekatan community as partner meliputi : data inti dan data sub sistem. 3.2.1 Data Inti Komunitas Meliputi ; A. Riwayat atau sejarah perkembangan komunitas o



Lokasi



:







Propinsi daerah tingkat 1



: Sulawesi Selatan







Kabupaten/ kotamadya



: Maros







Kecamatan



: Tanralili







RW



: 09







RT



: 05







Luas wilayah



: 10.000 m2







Batas wilayah/wilayah  Utara



: Ke. moncongloe



 Selatan



: RT 06 /RW 04



 Barat



: RT 07



 Timur



: RT 18/ RW 03







Keadaan tanah menurut pemanfaatannya 



Pemukiman



: 7510 m2



B. Data demografi sebaran penyakit 1. Jumlah penderita hipertensi



: 150 orang



2. Jumlah penderita TB Paru



: 55 orang



3. Jumlah penderita asma



: 28 orang



4. Jumlah penderita DM



: 250 orang



o



o



o



o



Berdasarkan jenis kelamin  Laki-laki



: 110 orang (40 %)



 Perempuan



: 140 orang (60 %)



Berdasarkan kelompok penderita DM  Anak-anak



:-



 Remaja



:-



 Dewasa



: 75 orang (50 %)



 Lansia



: 125 orang (30 %)



 Ibu hamil



: 50 orang (20%)



Berdasarkan agama  Islam



: 230 orang (88 %)



 Kristen



: 15 orang (9 %)



 Hindu



: 5 orang (3 %)



 Budha



:-



 Katolik



:-



Berdasarakan suku bangsa  Bugis



: 162 orang (77%)



 Makassar



: 78 orang (23%)



o



Jumlah penderita DM gangren : 90 orang



o



Suku bangsa



o



 Jawa



: 210 orang (70%)



 Madura



: 75 orang (25%)



 Sunda



: 9 orang (3%)



 WNI keturunan



: 6 orang (2%)



Status perkawinan  Kawin



: 154 orang (65%)



 Tidak kawin



: 56 orang (20%)



 Duda



: 15 orang (10%)



 Janda



: 25 orang (5%)



3.2.2 Data Sub Sistem A. Data Lingkungan Fisik a. Sumber air dan air minum o



o



o



Penyediaan Air bersih 



PAM



: 130 orang (60%)







Sumur



: 120 orang (40%)







Sungai



:-



Penyediaan air minum 



PAM



: 130 orang (50%)







Sumur



: 120 orang (30%)







Sungai



:-







Lain-lain/air mineral



:-



Pengolahan air minum 



Masak



: 219 orang (81%)







Tidak dimasak



: 31 orang (19 %)



b. Saluran pembuangan air/sampah o



o



o



Kebiasaan membuang sampah 



Diangkut petugas



: 30%







Dibuang sembarangan



: 70%



Pembuangan air limbah 



Got/parit



: 100%







Sungai



:-



Keadaan pembuangan air limbah 



Baik/lancar



: 25%







Kotor



: 75%



c. Jamban o



o



o



Kepemilikan jamban 



Memiliki jamban



: 80%







Tidak memiliki jamban



: 20%



Macam jamban yang dimiliki 



Septitank



: 75%







Disungai



: 25%



Keadaan jamban 



Bersih



: 45%







Kotor



: 55%



d. Keadaan rumah o



o



Tipe rumah 



Tipe A/permanen



: 225 orang (70%)







Tipe B/semipermanen



: 75 orang (25%)







Tipe C/tidak permanen



: 15 orang (5%)



Status rumah 



Milik rumah sendiri



: 180 orang (60%)



 o



o



o



o



Kontrak



: 70 orang (40%)



Lantai rumah 



Tanah



: …………….







Papan



: …………….







Tegel/keramik



: …………….



Ventilasi 



Ada



: ……………..







Tidak ada



: ……………..



Luas kamar tidur 



Memenuhi syarat



: ………………..







Tidak memenuhi syarat



: ………………..



Penerangan rumah oleh matahari 



Baik



: ………………..







Cukup



: ………………..



e. Halaman rumah o



o



Kepemilikan pekarangan 



Memiliki



: ………………..







Tidak memiliki



: ………………..



Pemanfaatan pekarangan 



Ya



: …………………..







Tidak



: …………………..



B. Fasilitas Umum dan Kesehatan a. Fasilitas umum 1. Sarana Kegiatan Kelompok o



Karang taruna



: ………………



o



Pengajian



: ………………..



o



Ceramah agama



: …………………



o



PKK



: …………………



2. Tempat perkumpulan umum o



Balai desa



: ………………..



o



Dukuh



: ………………..



o



RW



: ………………..



o



RT



: ………………. .



o



Masjid/Mushola



: ………………..



b. Fasilitas Kesehatan 1. Pemanfaatan fasilitas kesehatan o



Puskesmas



: …………………



o



Rumah Sakit



: …………………



o



Para Dokter Swasta



: …………………



o



Praktek Kesehatan Lain



: …………………



2. Kebiasaan check up kesehatan o



Rutin tiap bulan



: ………………….



o



Jarang



: ………………….



C. Ekonomi a. Karekteristik Pekerjaan o



PNS/ABRI



: ………………….



o



Pegawai swasta



: ………………….



o



Wiraswasta



: ………………….



o



Buruh tani/pabrik



: ………………….



b. Penghasilan Rata-Rata Perbulan o



< dari UMR



: …………………..



o



UMR – 1.000.000,00



: ………………….



o



> dari UMR



: ………………….



c. Pengeluaran Rata-Rata Perbulan o



< dari UMR



: …………………



o



UMR – 1.000.000,00



: …………………



o



> dari UMR



: …………………



d. Kepemilikan usaha o



Toko



: ………………..



o



Warung makanan



: ………………..



o



UKM



: ……………….



o



Tidak punya



: ..………………



D. Keamanan dan Transportasi a. Keamanan 1.



Diet makan o



Kebiasaan makan makanan manis



: 81%



( 210



: 29%



(



60



: 10%



(



30



org ) o



Kebiasaan makan makanan berlemak org )



o



Lain-lain org )



2.



3.



Kepatuhan terhadap diet o



Patuh



: 25% ( 75 org )



o



Kadang-kadang



: 30% ( 90 org )



o



Tidak patuh



: 45% ( 135 org )



Kebiasaan berolah raga o



Sering



: 15% ( 45 org )



4.



o



Kadang-kadang



: 40% ( 120 org )



o



Tidak pernah



: 45% ( 135 org )



Kebiasaan sehari-hari o



5.



Memakai alas kaki  Setiap saat



: 30% ( 90 org )



 Saat di luar rumah



: 60% ( 180 org )



 Jarang memakai



: 10% ( 30 org )



Kebiasaan mencuci kaki sebelum tidur o



Sering



: 10% ( 30 org )



o



Kadang-kadang



: 15% ( 40 org )



o



Tidak pernah



: 75% ( 225 org )



b. Transportasi 1. Fasilitas transportasi



:



Jalan



Raya,



Umum, Ambulans 2. Alat transportasi yang dimiliki o



Sepeda



: orang (30%)



o



Motor



: 230 orang (40%)



o



Mobil



: 15 orang (2%)



o



Lain-lain/ becak



: 2 orang (28%)



3. Penggunaan Sarana Transportasi Oleh Masyarakat o



Angkutan umum



: 45 orang (15%)



o



Kendaraan pribadi



: 245 orang (85%)



Angkutan



E. Politik dan pemerintahan a. Struktur organisasi



: ada



o



Terdapat kepala desa dan perangkatnya



o



Ada organisasi karang taruna



b. Kelompok layanan kepada masyarakat (pkk, karang taruna, panti, posyandu) c. Kebijakan pemerintah dalam pelayanan kesehatan



:



ada



yaitu puskesmas d. Kebijakan pemerintah khusus untuk penyakit DM



: belum



ada e. Peran serta partai dalam pelayanan kesehatan ada F. Sistem Komunikasi a. Fasilitas komunikasi yang ada o



Radio



: 5 orang (75 %)



o



TV



: 245 orang (55 %)



o



Telepon/handphone



: 220 orang (40 %)



o



Majalah/koran



: 25 orang (45%)



b. Fasilitas komunikasi yang menunjang untuk kelompok DM o



Poster tentang diet DM



: ada



o



Pamflet tentang penanganan DM



: ada



o



Leaflet tentang penanganan DM



: ada



: belum



c. Kegiatan yang menunjang kegiatan DM o



Penyuluhan oleh kader dari masyarakat dan oleh petugas kesehatan dari Puskesmas



: ada tapi jarang



G. Pendidikan a. Distribusi pendudukan berdasarkan tingkat pendidikan formal o



SD



: 105 orang (45%)



o



SLTP



: 45 orang (30%)



o



SLTA



: 70 orang (20%)



o



Perguruan tinggi



: 30 orang (5%)



H. Rekreasi o



Tempat wisata yang biasanya dikunjungi Bantimurung



3.2 ANALISA DATA No



PENGELOMPOKKAN DATA



ETIOLOGI



MASALAH



1.



Ds :



Pengetahuan



Ketidakpatuhan terhadap



Dari hasil wawancara di dapat 45 yang kurang % warga yang tidak patuh menjalankan diet



diet



DM



(diabetes



mellitus) Di RT 9 RW 5 Kec. Tanralili



Do : - data menyebutkan bahwa tingkat pendidikan SD sebanyak 105 orang (45%) penyuluhan kader dari masyarakat dan petugas kesehatan dari puskesmas jarang ada - kebiasaan masyarakat makan makanan yang manis sebanyak 210 orang (70%) 2.



Ds: Faktor Ketidakpatuhan Dari hasil wawancara didapat penderita ketidak patuhan masyarakat untuk penghasilan yang masyarakat/ melaksanakan check up kesehatan rendah DM melaksanakan check sebanyak 210 orang (79 %) up kesehatan Di RT 9 Do: RW 5 Kec. Tanralili - sebanyak 210 orang jarang check up/bulan - lulusan SD sebanyak 105 orang - lulusan SLTP sebanyak 45 orang - penghasilan < UMR sebanyak 187 0rang - penghasilan UMR-1.000.000 sebanyak 63 orang



- penghasilan > UMR 20 orang



3.



Ds: Dari hasil wawancara didapat Kurangnya jumlah penderita DM 250 orang pengetahuan penderita



Do:



Resiko



penderita ganggren Di DM RT



9



tenytang Tanralili -jumlah penderita DM dengan ganggren sebanyak 25 % (50 pencegahan orang) terjadinya luka distribusi penderita DM ganggren berdasarkan tingkat pendidikan formal SD



:45% (105 orang)



SLTP



:30% (45 orang)



SLTA



:20% (60 orang)



Perguruan tinggi:5%(15 orang) -sebanyak 210 orang (70%) penderita DM tidak check up secara rutin - kebiasaan sehari hari penderita DM yang setiap saat memakai alas kaki sebanyak 180 orang (60%),saat dilauar rumah 90 orang (25 %) dan jarang memakai 30 orang (15%)



peningkatan



RW



5



Kec.



3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN 1)



Ketidakpatuhan terhadap diet Di RT 9 RW 5 Kec. Tanralili berhubungan dengan Pengetahuan yang kurang ditandai dengan : Ds : Dari hasil wawancara di dapat tingkat pendidikan ada 45% warga yang tidak patuh menjalankan diet Do : -



data menyebutkan bahwa tingkat pendidikan SD sebanyak 105 orang (45%)



-



penyuluhan kader dari masyarakat dan petugas kesehatan dari puskesmas jarang ada



-



kebiasaan masyarakat makan makanan yang manis sebanyak 210 orang (70%)



2)



Ketidakpatuhan



masyarakat/penderita



DM



melaksanakan



check



up



kesehatan di RT 9 RW 5 Kec. Tanralili berhubungan dengan faktor penghasilan yang rendah ditandai dengan: Ds: Dari hasil wawancara didapat ketidak patuhan masyarakat untuk melaksanakan check up kesehatan sebanyak 210 orang (70%) Do:



3)



-



sebanyak 210 orang jarang check up/bulan



-



lulusan SD sebanyak 105 orang



-



lulusan SLTP sebanyak 90 orang



-



penghasilan < UMR sebanyak 147 orang



-



penghasilan UMR-1.000.000 sebanyak 63 orang



-



penghasilan > UMR 40 orang



Resiko peningkatan penderita ganggren di RT 9 RW 5 Kec. Tanralili berhubungan dengan



kurangnya pengetahuan penderita DM tentang



pencegahan terjadinya luka ganggren di tandai dengan:



Ds: Dari hasil wawancara didapat jumlah penderita DM 250 orang



Do: -



Jumlah penderita DM dengan ganggren sebanyak 25 % (50 orang)



-



Distribusi penderita DM berdasarkan tingkat pendidikan formal



-







SD



: 45% (105 orang)







SLTP



: 30% (45 orang)







SLTA



: 20% (90 orang)







Perguruan Tinggi



:5%(15 orang)



Sebanyak 210 orang (70%) penderita DM tidak check up secara rutin -



Kebiasaan sehari hari penderita DM yang setiap saat memakai alas kaki saat dilauar rumah 90 orang dan jarang memakai 30 orang.



3.4



PRIORITAS MASALAH



3.5



INTERVENSI



A. Strategi intervensi dan pengorganisasian masyarakat Strategi intervensi keperawatan komunitas adalah (1) kemitraan (partnership) (2) pemberdayaan (empowerment) (3) pendidikan kesehatan (4) proses kelompok (Hitchcock, Schubert, & Thomas; Helvie) Strategi intervensi pendidikan kesehatan dalam pengelolaan diabetes secara mandiri juga diuraikan pada bagian berikut:







Kemitraan Kemitraan memiliki definisi hubungan atau kerja sama antara dua pihak atau lebih, berdasarkan kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan atau memberikan manfaat (Depkes RI). Perawat spesialis komunitas perlu membangun dukungan,



kolaborasi, dan koalisi sebagai suatu mekanisme peningkatan peran serta aktif masyarakat



dalam



perencanaan,



pelaksanaan,



pengawasan,



dan



evaluasi



implementasi PKP. Anderson dan McFarlane dalam hal ini mengembangkan model keperawatan komunitas yang memandang masyarakat sebagai mitra (community as partner model). Fokus dalam model tersebut menggambarkan dua prinsip pendekatan utama keperawatan komunitas, yaitu (1) lingkaran pengkajian masyarakat pada puncak model yang menekankan anggota masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan



kesehatan,



dan



(2)



proses



keperawatan.



Kemitraan dalam PKP dapat dilakukan perawat komunitas melalui upaya membangun dan membina jejaring kemitraan dengan pihak-pihak yang terkait (Robinson, 2005) dalam upaya penanganan pada baik di level keluarga, kelompok, maupun komunitas. Pihak-pihak tersebut adalah profesi kesehatan lainnya, stakes holder (Puskesmas, Dinas Kesehatan Kota, Departemen Kesehatan, Departemen Sosial, Pemerintah Kota), donatur/sponsor, sektor terkait, organisasi masyarakat (TP-PKK, Lembaga Indonesia/LLI, Perkumpulan , atau Klub Jantung Sehat Yayasan Jantung







Indonesia),



dan



tokoh



masyarakat



setempat.



Pemberdayaan Konsep pemberdayaan dapat dimaknai secara sederhana sebagai proses pemberian kekuatan atau dorongan sehingga membentuk interaksi transformatif kepada masyarakat, antara lain: adanya dukungan, pemberdayaan, kekuatan ide baru, dan kekuatan mandiri untuk membentuk pengetahuan baru (Hitchcock, Scubert, & Thomas, 1999). Pemberdayaan, kemitraan dan partisipasi memiliki inter-relasi yang kuat dan mendasar. Perawat spesialis komunitas ketika menjalin suatu kemitraan dengan masyarakat maka dirinya juga harus memberikan dorongan kepada masyarakat. Kemitraan yang dijalin memiliki prinsip “bekerja bersama” dengan masyarakat bukan “bekerja untuk” masyarakat, oleh karena itu perawat spesialis komunitas perlu memberikan dorongan atau pemberdayaan kepada masyarakat agar muncul partisipasi aktif masyarakat (Yoo et. al, 2004). Membangun kesehatan masyarakat tidak terlepas dari upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas, kepemimpinan



dan



partisipasi



masyarakat



(Nies



&



McEwan,



2001).



Kemandirian agregat dalam PKP berkembang melalui proses pemberdayaan. Tahapan pemberdayaan yang dapat dilalui oleh agregat (Sulistiyani, 2004), yaitu: a. Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan kemampuan dalam mengelola secara mandiri. Dalam tahap ini, perawat komunitas berusaha mengkondisikan lingkungan yang kondusif



bagi



efektifitas



proses



pemberdayaan



agregat



.



b. Tahap transformasi kemampuan berupa pengetahuan dan ketrampilan dalam pengelolaan secara mandiri agar dapat mengambil peran aktif dalam lingkungannya. Pada tahap ini agregat memerlukan pendampingan perawat komunitas. c. Tahap peningkatan pengetahuan dan ketrampilan sehingga terbentuk inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian mengelola. Pada tahap ini







dapat



melakukan



apa



yang



diajarkan



secara



mandiri.



Pendidikan.Kesehatan Strategi utama upaya prevensi terhadap kejadian adalah dilakukannya kegiatan pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mengurangi disabilitas serta mengaktualisasikan potensi kesehatan yang dimiliki oleh individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat (Swanson & Nies, 192011). Pendidikan kesehatan dapat dikatakan efektif apabila dapat menghasilkan perubahan pengetahuan, menyempurnakan sikap, meningkatkan ketrampilan, dan bahkan mempengaruhi perubahan di dalam perilaku atau gaya hidup individu, keluarga,







dan



kelompok



(Pender,



Murdaugh,



&



Parsons,



2002).



Proses.Kelompok Proses kelompok merupakan salah satu strategi intervensi keperawatan yang dilakukan bersama-sama dengan masyarakat melalui pembentukan sebuah kelompok atau kelompok swabantu (self-help group). Intervensi keperawatan di dalam tatanan komunitas menjadi lebih efektif dan mempunyai kekuatan untuk melaksanakan perubahan pada individu, keluarga dan komunitas apabila perawat komunitas bekerja bersama dengan masyarakat. Berbagai kelompok di masyarakat dapat dikembangkan sesuai dengan inisiatif dan kebutuhan masyarakat setempat,



misalnya Posbindu, Bina Keluarga , atau Karang . Kegiatan pada kelompok ini disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai oleh agar dapat mencapai masa tua yang sehat, bahagia, berdaya guna, dan produktif selama mungkin (Depkes RI, 1992).