Askep Paliative Care Pada Pasien Kelompok 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASKEP PALIATIVE CARE PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK



Kelompok 1 : 1. 2. 3. 4. 5.



Titi Hasmiati Andi Nurul Riana R Homri Gausen Gangga Maulana



Jl. Jombang Raya No.56, Pd. Pucung, Kec. Pd. Aren, Kota Tangerang Selatan Banten 15229



BAB I PENDAHULUAN A.   LATAR BELAKANG Gagal ginjal kronik (GGK) juga dikenal sebagai penyakit gagal ginjal tahap akhir, merupakan sindroma yang ditandai dengan kehilangan fungsi ginjal secara progresif dan ireversibel, saat ini angka kejadian gagal ginjal kronik meningkat secara pesat (Kizilcik et al. 2012). Meningkatnya jumlah pasien dengan gagal ginjal kronik menyebabkan kenaikan jumlah pasien yang menjalani hemodialisis. Berdasarkan Data Laporan Tahunan United States Renal Data System (2013) disebutkan bahwa lebih dari 615.000 orang Amerika sedang dirawat karena gagal ginjal. Dari jumlah tersebut, lebih dari 430.000 adalah pasien dialisis dan lebih dari 185.000 melakukan transplantasi ginjal.  Di Indonesia, prevalensi penyakit ginjal terus meningkat setiap tahunnya dari hasil survei Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), ada sekitar 12,5% atau 18 juta orang dewasa di Indonesia yang menderita penyakit ginjal  kronik dan pasien yang mengalami atau menderita penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) mencapai 100 ribu pasien dan diperkirakan akan terus bertambah. Sehingga penyait ginjal kronik (PGK) saat ini telah diakui oleh badan PBB bidang kesehatan WHO, sebagai masalah kesehatan serius dunia. Baru kira-kira 30/1.000.000 penduduk masuk dalam penyakit ginjal tahap akhir. Di Indonesia, menurut data Asuransi Kesehatan (ASKES) sebanyak 80.000-90.000 orang memerlukan terapi pengganti ginjal (Tjempakasari, A., 2012 dalam Panjaitan, 2014). Penyakit Ginjal Kronik (PGK) kini telah menjadi persoalan kesehatan serius masyarakat di dunia. Menurut WHO (2012) penyakit ginjal dan saluran kemih telah menyebabkan kematian sekitar 850.000 orang setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit ini meduduki peringkat ke -12 tertinggi angka kematian atau peringkat tertinggi ke-17 angka kecacatan.



B.     TUJUAN 1.      Mengetahui definisi gagal ginjal



2.      Mengetahui etiologi penyebab terjadinya gagal ginjal 3.      Mengetahui apa saja tanda dan gejala gagal ginjal 4.      Mengetahui komplikasi diagnosis medis dari gagal ginjal 5.      Mengetahui penatalaksanaan gagal ginjal



C.    RUMUSAN MASALAH 1.  Mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan sikap perawat dalam



perawatan paliatif pada pasien gagal ginjal kronik 2.  Mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan praktik perawat dalam perawatan paliatif pada pasien gagal ginjal kronik 3.  Mengetahui hubungan antara sikap dengan praktik perawat dalam perawatan paliatif pada pasien gagal ginjal kronik. 4.  Mengetahui apakah ada perbedaan pengetahuan, sikap, praktik perawat dalam memberikan perawatan paliatif pada pasien gagal ginjal kronik.



BAB II KONSEP GAGAL GINJAL KRONIK A.  Definisi Gagal ginjal kronik (GGK) adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah (Muttaqin, 2011 dalam Panjaitan, 2014). Gagal ginjal kronik adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan maninfestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah (Digiulio,Jackson, dan Keogh, 2014) Gagal ginjal kronik atau penyakit tahab akhir adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun berifat progresif dan irreversible (Rendy & Margareth 2012). Chronic kidney disease adalah kerusakan faal ginjal yang hampir selalu tidak dapat dipilih dan dapat disebabkan oleh berbagai hal. Istilah uremia sendiri telah dipakai sebagai nama keadaan selama lebih dari satu abad (Sibuea, Pangabean, 2005)  CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2013). Gagal ginjal kronik merupakan suatu masalah kesehatan yang penting, mengingat selain prevalensi dan angka kejadiannya semakin meningkat juga pengobatan pengganti ginjal yang harus dialami oleh penderita gagal ginjal merupakan pengobatan yang mahal, butuh waktu dan kesabaran yang harusditanggung oleh penderita gagal ginjal dan keluarganya (Harrison, 2013). Jurnal JUMANTIK Volume 2 nomor 1, Mei 2017. Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang racun dan produk sisa dari darah (Black & Hawks, 2009).Volume 3 Nomor 1 April 2015.



B. Etiologi Menurut Muttaqin dan Sari (2011) dan Digiulio,Jackson, dan Keogh (2014) begitu banyak kondisi



klinis



yang



bisa menyebabkan



terjadinya



gagal ginjal  kronik.



Akan



tetapi apapun penyebabnya, respon yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kondisi



klinis



yang



memungkinkan dapat



mengakibatkan GGK



bisa



disebabkan dari ginjal sendiri dan luar ginjal.   Penyebab dari ginjal : Penyakit pada saringan (glomerulus) : glomerulonefritis, Infeksi kuman



: pyelonefritis, ureteritis, Batu



ginjal



: nefrolitiasis, Kista



diginjal



: polcytis



kidney, Trauma langsung pada ginjal , Keganasan pada ginjal, sumbatan : batu ginjal, penyempitan/striktur.  Penyebab



umum



di



luar



ginjal



:



Penyakit



sistemik: diabetes



melitus, hipertensi, kolesterol tinggi, Dyslipidermia, Infeksi di badan : TBC Paru, sifilis, malaria, hepatitis, Preklamsi, Obat-obatan, Kehilangan banyak cairan yang mendadak (kecelakan) dan toksik.   Angka Perjalanan ESRD hingga tahap terminal dapat bervariasi dari 2-3 bulan hingga 30-40 tahun. Penyebab gagal ginjal kronik yang tersering dapat dibagi menjadi tujuh kelas seperti pada tabel berikut ini (Brunner & Suddarth, 2011).



Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai penyakit, seperti glomerolunefritis akut, gagal ginjal akut, penyakit ginjal polikistik, obstruksi saluran kemih, pielonefritis, nefrotoksin, dan penyakit sistemik, seperti diabetes melitus, hipertensi, lupus eritematosus, poliartritis, penyakit sel sabit, serta amiloidosis (Bayhakki, 2013). Jurnal JUMANTIK Volume 2 nomor 1, Mei 2017.



C.  PATOFISIOLOGI Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium gagal ginjal kronis didasarkan pada tingkat GFR (Glomerular Filtration Rate) yang tersisa dan mencakup : a.  Penurunan cadangan ginjal Yang terjadi bila GFR turun 50% dari normal (penurunan fungsi ginjal), tetapi tidak ada akumulasi sisa metabolic. Nefron yang sehat mengkompensasi nefron yang sudah rusak, dan penurunan kemampuan mengkonsentrasi urin, menyebabkan nocturia dan poliuri.  b. Insufisiensi ginjal Terjadi apabila GFR turun menjadi 20 – 35% dari normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang diterima. Mulai terjadi akumulasi sisa metabolik dalam darah karena nefron yang sehat tidak mampu lagi mengkompensasi. Penurunan respon terhadap diuretic, menyebabkan oliguri, edema. Derajat insufisiensi dibagi menjadi ringan, sedang dan berat, tergantung dari GFR, sehingga perlu pengobatan medis. c. Gagal ginjal yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal. d. Penyakit gagal ginjal stadium akhir Terjadi bila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus. Akumulasi sisa metabolic dalam jumlah banyak seperti ureum dan kreatinin dalam darah. Ginjal sudah tidak mampu mempertahankan homeostatis dan pengobatannya dengan dialisa atau penggantian ginjal. (Corwin, 2011). Patogenesis gagal ginjal kronik melibatkan penurunan dan kerusakan nefron yang diikuti kehilangan fungsi ginjal yang progresif. Total laju filtrasi glomerulus (GFR) menurun dan klirens menurun, BUN dan kreatinin meningkat. Nefron yang masih tersisa mengalami hipertrofi akibat usaha menyaring jumlah cairan yang lebih banyak. Akibatnya, ginjal kehilangan kemampuan memekatkan urine. Tahapan untuk melanjutkan ekskresi, sejumlah besar urine dikeluarkan, yang menyebabkan klien mengalami kekurangan cairan. Tubulus secara bertahap kehilangan



kemampuan menyerap elektrolit. Biasanya, urine yang dibuang mengandung banyak sodium sehingga terjadi poliuri (Bayhakki, 2013). Jurnal JUMANTIK Volume 2 nomor 1, Mei 2017. Penyakit gagal ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkem-bangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Mula-mula karena adanya zat toksik, infeksi dan obstruksi saluran kemih yang menyebab-kan retensi urine. Dari penyebab tersebut, Glomerular Filtration Rate (GFR) di seluruh massa nefron turun dibawah normal. Hal yang dapat terjadi dari menurunnya GFR meliputi: sekresi protein terganggu, retensi Na dan sekresi eritropoitin turun. Hal ini mengakibatkan terjadinya sindrom uremia yang diikuti oleh peningkatan asam lambung dan pruritus. Asam lambung yang meningkat akan merangsang rasa mual, dapat juga terjadi iritasi pada lambung dan perdarahan jika iritasi tersebut tidak ditangani yang dapat menyebabkan melena. Proses retensi Na menyebabkan total cairan ekstra seluler meningkat, kemudian terjadilah edema. Edema tersebut menyebabkan beban jantung naik sehingga adanya hipertrofi ventrikel kiri dan curah jantung menurun. Proses hipertrofi tersebut diikuti juga dengan menurunnya cardiac output yang menyebabkan menurun-nya aliran darah ke ginjal, kemudian terjadilah retensi Na dan H2O meningkat. Hal ini menyebabkan kelebihan volume cairan pada pasien GGK. Selain itu menurunnya cardiac output juga dapat menyebabkan suplai oksigen kejaringan mengalami penurunan menjadikan metabolisme anaerob menyebabkan timbunan asam meningkat sehingga nyeri sendi terjadi, selain itu cardiac output juga dapat mengakibatkan penurunan suplai oksigen keotak yang dapat meng-akibatkan kehilangan kesada-ran.   Hipertrofi ventrikel akan mengakibatkan payah jantung kiri sehingga bendungan atrium kiri naik, mengakibatkan tekanan vena pulmonalis sehingga kapiler paru naik terjadi edema paru yang mengakibatkan difusi O2 dan CO2 terhambat sehingga pasien merasakan sesak. Adapun Hb yang menurun akan mengakibatkan suplai O2 Hb turun dan pasien GGK akan mengalami kelemahan atau gangguan perfusi jaringan. (Corwin,2009) Klasifikasi chronick kidney disease menurut Smeltzer & Bare ( 2006 ), berdasarkan dari stadium tingkat penurunan GFR adalah sebagai berikut : 1.      Stadium 1 Kerusakan ginjal dengan GFR normal (90 atau lebih). 2.      Stadium 2 : Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada GFR (6089).



3.      Stadium 3: Penurunan lanjut pada GFR (30-59) 4.      Stadium 4 : Penurunan berat pada GFR (15-29) 5.      Stadium 5 : Kegagalan ginjal (GFR di bawah 15)  D.  MANIFESTASI KLINIS    Pada gagal ginjal kronis setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia, oleh karena itu pasien akan memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala tergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari adalah usia pasien. Berikut merupakan tanda dan gejala gagal ginjal kronis (Brunner & Suddarth, 2011) a. Kardiovaskuler yaitu yang ditandai dengan adanya hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sacrum), edema periorbital, friction rub pericardial, serta pembesaran vena leher. b. Integumen yaitu yang ditandai dengan warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering dan bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh serta rambut tipis dan kasar  c. Pulmoner yaitu yang ditandai dengan krekeis, sputum kental dan liat, napas dangkal seta pernapasan kussmaul. d. Gastrointestinal yaitu yang ditandai dengan napas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada mulut, anoreksia, mual dan muntah, konstipasi dan diare, serta perdarahan dari saluran GI. e. Neurologi yaitu yang ditandai dengan kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, serta perubahan perilaku. f.  Muskuloskletal yaitu yang ditandai dengan kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang serta foot drop.  g. Reproduktif yaitu yang ditandai dengan amenore dan atrofi testikuler.    Tahapan penyakit gagal ginjal kronis berlangsung secara terus-menerus dari waktu ke waktu. The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) dalam Saragih, 2010 mengklasifikasikan gagal ginjal kronis sebagai berikut: a.       Stadium 1: kerusakan masih normal (GFR >90 mL/min/1.73 m2)  b.      Stadium 2: ringan (GFR 60-89 mL/min/1.73 m2)  c.       Stadium 3: sedang (GFR 30-59 mL/min/1.73 m2)  d.      Stadium 4: gagal berat (GFR 15-29 mL/min/1.73 m2)  e.       Stadium 5: gagal ginjal terminal (GFR 3dt, Terdapat edema anasarka pada pasien Kulit pasien tampak kering dan tampak bersisik serta tampak adanya pruritus.



Kerusakan integritas kulit



2. DIAGNOSIS KEPERAWATAN 1.  Pola nafas tidak efektik dengan etiologi hiperventilasi paru ditandai dengan sesak nafas, tampak pucat, menggunakan  otot bantu pernafasan, akral dingin, HB : 9,6 l dan terpasang oksigen 4L . 2.  kelebihan volume cairan dengan etiologi penurunan haluaran urine retensi cairan dan natrium ditandai dengan BAK sedikit, urine output per 24jm 300cc. terdapat edema anasarka, turgorkulit jelek, balance cairan per24jm 249cc, ureum : 159mg/dl creatinin : 8,25mg/dl. BB : 125kg saat sakit pada tanggal 13 april 2015, TD : 150/100mmhg, N : 110x/mnt, S : 35 5C, RR : 28x/mnt, oliguria < 400ml/24jm. 3.  Kerusakan integritas kulit dengan etiologi akumulasi toksin dalam kulit ditandai dengan gatal-gatal, turgor kulit jelek >3dtk, terdapat edema anasarka, kulit tampak kering dan tampak bersisik serta tampak adanya pruritus.



3. INTERVENSI KEPERAWATAN No



Diagnosa Keperawatan pola nafas tidak efektik dengan etiologi hiperventilasi paru



Tujuan dan Kriteria Hasil



2



kelebihan volume cairan dengan etiologi penurunan haluaran urine retensi cairan dan natrium



Setelah dilakukan 1.  1. Observasi udema tindakan 2.  2. Lakukan tirah baring keperawatan selama 2 3.  3. Menghitung x jumlah cairan,output 24 jam dengan kriteria dan input hasil: 4.  4. Kaji TTV 1.volume cairan kembali 5.  5. Pembatasan cairan normal 6.  6. Kolaborasi 2. udema berkurang 3. TTV normal



3



Kerusakan integritas kulit dengan etiologi akumulasi toksin dalam kulit



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam dengan kriteria hasil: 1.gatal-gatal pada kulit berkurang/sembuh 2. turgo kulit normal 3.udema berkurang



1



Intervensi



Setelah dilakukan 1.  1. Observasi keadaan umum tindakan keperawatan pasien selama1 x 24 jam Pasien2.  2. Kaji TTV tidak mengalami sesak, 3.  3. Monitoring pernafasan dengan kriteria hasil: 4.  4. Atur posisi semi fawler 1.  1.  Sesak nafas berkurang. 5.  5.  Lakukan fisioterapi dada 2.  2.  Pola pernafasan 6.  6.  Ajarkan teknik nafas dalam normal. 7.  7.  Manajemen jalan nafas 8.  8.  Memberikan terapi oksigen



1. Observasi keadaan kulit 2. Memberikan perawatan kulit 3.  Anjurkan menggunakan pakaian yang longgar 4. Lakukan kolaborasi



4. IMPLEMENTASI Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan tujuan spesifik. Implementasi dilakukan pada klien dengan  rematoid artritis  adalah dengan tindakan sesuai intervensi yang telah dilakukan sebelumnya. Dalam tindakan ini diperlukan kerja sama antara perawat sebagai pelaksana asuhan keperawatan, tim kesehatan, klien dan keluarga agar asuhan keperawatan yang diberikan mampu berkesinambungan sehingga klien dan keluarga dapat menjadi mandiri. 5.  EVALUASI Hasil asuhan keperawatan yang diharapkan adalah sebagai berikut : 1.      Pola pernafasan normal 2.      Volume cairan normal 3.      Turgo kulit normal 4.      Sesak nafas berkurang. 5.      gatal-gatal pada kulit berkurang/sembuh 6.      turgo kulit normal 7.      Odema berkurang 8.      TTV normal



BAB IV PENUTUP



A. KESIMPULAN Gagal ginjal kronik adalah Penyakit yang bisa timbul karena kerusakan pada filtrasi dan sekresi ginjal akan berujung pada gagal ginjal kronik atau disebut chronic kidney disease (CKD). Chronic kidney disease sendiri di sebabkan oleh beberapa faktor yaitu hipertensi, glomerulonefritis, nefropati analgesik, nefropati diabetic, nefropati refluk, ginjal polikistik, obstruksi dan gout (Mansjoer, 2007).             Penyakit Ginjal Kronik (PGK) kini telah menjadi persoalan kesehatan serius masyarakat di dunia. Menurut WHO (2012) penyakit ginjal dan saluran kemih telah menyebabkan kematian sekitar 850.000 orang setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit ini meduduki peringkat ke -12 tertinggi angka kematian atau peringkat tertinggi ke-17 angka kecacatan. Pelayanan asuhan keperawatan ditujukan untuk mempertahankan, meningkatkan kesehatan dan menolong individu untuk mengatasi secara tepat masalah kesehatan sehari-hari, penyakit, kecelakaan, atau ketidakmampuan  bahkan kematian (Depkes,2005). Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalahmasalah lain, fisik, psikososial dan spiritual (Kepmenkes RI Nomor: 812, 2017).  



DAFTAR PUSTAKA



Carpenito, Lynda Jual.2006.BukuSaku Diagnosa Keperawatan.Alih Bahasa Yasmi Asih, Edisike -10. Jakarta : EGC.  Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku  Saku Patofisiologi Edisi 3.Jakarta: EGC  Digiulio, M, Jackson, D dan Keogh, J.2014.Keperawatan Medikal Bedah Demystified edisi 1. Alih bahasa khundazi Aulawi.Yogyakarta : Rapha Publishing Doengoes, M.E.,. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaandan Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta  Hudak dan Gallo. 2011. Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik.Edisi - VIII Jakarta: EGC.  Mansjoer, Arif, dkk. 2007.Kapita  Selekta Kedokteran, Edisi ke-3, Medica   Aesculpalus, FKUI. Jakarta. Muttaqin, A dan Sari, K.  2011.Asuhan Sistem Perkemihan.Banjarmasin: Salemba Medika



Keperawatan Gangguan



Rendy, M Clevo dan Margareth TH.  2012.Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit Dalam.Yogyakarta : Nuha Medika Semeltzer, S. C. and Bare, B. G.  2006. Buku Ajaran Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8 Volume 2. Alih Bahasa H. Y. Kuncara, Monica Ester, Yasmin Asih, Jakarta : EGC. Sibuea. H, Panggabean. M, dan  Gultam. S. 2005. Ilmu Penyakit Dalam. Rineka Cipta: Jakarta