5 0 187 KB
STUDI KASUS KEPERAWATAN KRITIS SDH (SUBDURAL HEMATOMA)
MIA TRIANA NIM. 433131490120020
PROGRAM STUDI PROFESI NERS (KELOMPOK 4) STIKes KHARISMA KARAWANG Jln. Pangkal Perjuangan Km. 1 By Pass Karawang 41316 2020/2021
ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS HARI KE-3 PADA PASIEN DENGAN SDH (SUBDURAL HEMATOMA) Seorang pria berusia 28 tahun, mengalami kecelakaan kendaraan bermotor. Pasien dalam kondisi sehat saat mobilnya mengalami benturan di sisi pengemudi dan terguling masuk ke dalam parit. Kantong udara terbuka. Tim bantuan medis darurat membutuhkan waktu 15 menit untuk mengeluarkan pasien dari mobilnya. Pemeriksaan pendahuluan di tempat kejadian menunjukkan kehilangan kesadaran, nilai GCS 10, dan frekuensi pernapasan 8 kali/menit, dengan oksimetri nadi 89%. Traksi servikal dipasang. Pasien diintubasi dan membutuhkan bantuan pernapasan penuh. Pasien dengan segera distabilisasi menggunakan prinsip Bantuan Hidup Jantung Lanjutan (Advanced Cardiac Life Support, ACLS) dan dipindahkan ke pusat trauma menggunakan helikopter. CT scan cepat pada kepala, dada, dan abdomen pasien dilakukan. Spesimen laboratorium dan darah dikirim untuk pemeriksaan golongan dan silang padan. Riwayat yang didapatkan dari istri pasien : Obat-obatan yang dipakai saat ini : Tidak ada. Riwayat medis : Tidak ada yang luar biasa. Riwayat pembedahan : Apendektomi, pada usia 21 tahun. Riwayat social : Tinggal dengan istri, tanpa anak. Bekerja purna waktu sebagai analis komputer. Menyangkal riwayat merokok, menggunakan alkohol, dan memakai rekresional. Tidak berpergian ke luar Amerika serikat dalam 12 bulan terakhir. Riwayat keluarga : Ibu berusia 60 tahun dengan hipertensi, ayah berusia 62 tahun dengan diabetes satu saudara laki-laki dan dua saudara perempuan, semua sehat. Pemeriksaan diagnostik pada saat masuk : CT scan kepala negative : tidak ada pendarahan, tidak ada perubahan iskemik awal, tidak ada pergeseran garis tengah otak atau efek massa, pemindaian dada dan abdomen : tidak ada yang luar biasa. Nilai laboratorium : nilai laboratorium berikut dalam batas normal : panel metabolik komprehensif mencakup pemeriksaan panel elektrolit dan fungsi hatiparameter koagulasi : masa protombin (PT), masa tromboplastin parsial (PTT), rasio normalisasi internasional (INR); hitung sel darah putih (SDP) dan trombosit. Hitung darah lengkap (CBC) menunjukan hemoglobin 8,0 g/100 ml (normal 13-18mg/100 ml) hematrokit 28% (normal, 42% - 52%). Tinjauan sistem : pasien tidak dapat memberi respons dan biasa saja.
Pemeriksaan fisik : Umum : pria dengan nutrisi baik, mata tertutup, Tanda-tanda vital : tekanan darah 188/66 mmHg; frekuensi jantung 45 kali/menit; frekuensi pernapasan dibantu oleh ventilasi mekanis pada 16kali/ menit; oksimetri nadi 93%. Kepala, mata, telinga, hidung, tenggorokan (HEENT). Kepala : dengan laserasi multipel, kontusio di temporal kanan, edema di orbital dengan raccoon eyes, tidak ada depresi tengkorak yang nyata, tidak ada cedera leher yang nyata, kolar servikal terpasang. Paru : ekspansi dada bilateral, ronki kasar di seluruh paru. Kardiovaskular : Bunyi jantung S1 dan S2, tidak ada murmur atau palpitasi, nadi perifer tidak teraba 1+, tidak ada edema perifer atau kongesti vena jugularis. Gastrointestinal : Tidak ada bising usus, abdomen distensi. Genitourinaria : Tidak distensi. Kulit : Diaforesis, ekimosis di seluruh tubuh, laserasi muldpel. Muskuloskeletal : Fraktur femur kanan tampak. Pemeriksaan neurologis : Pasien tidak sadar, tidak berespons terhadap perintah, tidak ada suara, tidak ada gerakan motorik spontan. Saraf kranial : Pupil simetris dan responsif terhadap cahaya, gerakan okulomotorik terfiksasi, wajah simetris, lidah tampak di garis tengah, tidak ada muntah atau batuk. Pemeriksaan motoric : Menggerakkan semua ekstremitas jika diberikan stimulus yang membahayakan dalam jumlah besar. Pemeriksan sensorik/koordinasi/gaya berjalan : Tidak dapat dikaji. Kesan klinis : Pasien adalah pria berusia 28 tahun, status pasca-kecelakaan kendaraan bermotor dengan fraktur multipel dan cedera kepala akut. Fraktur femur yang dialami pasien membutuhkan perbaikan bedah dengan segera. Pasien dirawat di ICU untuk penatalaksanaan perawatan kritis. Daftar masalah : Cedera traumatik di otak, cedera paru akut, fraktur femur pasien dirawat di ICU segera setelah pembedahan femurnya. Setiap jam, perawat ICU memeriksa tandatanda vitalnya dan melakukan pengkajian neurologis, yang mencakup tingkat kesadaran, aktivitas motorik, dan status pupil. la mendapatkan dua unit packed red blood cell selama pembedahan untuk hemoglobin dan hematokrit yang rendah. Pasien masih terpasang intubasi mekanis dan foto dada menunjukkan tanda interstisial minimal yang menunjukkan adanya pneumonia aspirasi. Nyerinya diatasi dengan infus kontinu morfin 2 mg/jam.
Pada hari ke-2, pasien mulai berespons terhadap stimulus verbal dan mengikuti perintah sederhana untuk menunjukkan dua jari secara bilateral. la masih membutuhkan ventilasi mekanis karena sedasi berat; pernapasan sinkron dengan ventilator. Lorazepam 1 mg/jam mulai diberikan. Nilai sedasi digunakan untuk mengkaji respons pasien terhadap sedasi ; ia tampak tidur dan nyaman namun mudah dibangunkan. Pada hari ke-3, selama pemeriksaan neurologis rutin, perawat menemukan bahwa pupil kiri pasien terfiksasi dan dilatasi; tidak ada gerakan motorik spontan dan tidak ada respons terhadap stimulus yang membahayakan di Sentral atau perifer, Perawat dengan segera menghubung petugas jaga dan mempersiapkan pasien untuk pemeriksaan CT scan otak segera. CT scan menunjukkan perdaranan temporal kiri dengan pergeseran garis tengah otak sebesar 4 mm dan edema ringan. Konsultasi bedah saraf segera dilakukan. Alat intraventrikel dimasukkan untuk memantau TIK dan pasien dibawa ke kamar operasi untuk pembedahan dekompresif segera. TIK rerata awal adalah 43 mmHg. Selama pembedahan, pasien mendapatkan beberapa dpntuk menurunkan TIK, termasuk infus manitola hiperventilasi ringan. Di ruang pemulihan, perawat entitrasi manitol berdasarkan pada osmolaritas serum serial (setiap 6 jam). TIK pasien pada saat kembali ke unit adalah 12 mmHg. Program pasca-bedah mencakup pemantauan MAP, CPP, dan TIK per jam, peninggian kepala tempat tidur 30 derajat, dan pemantauan asupan dan haluaran (1/0) secara ketat. Nitroprusid, yang mulai diberikan di kamar operasi untuk hipertensi yang sulit diatasi, diteruskan dengan program mempertahankan tekanan darah sistolik kurang dari 160 mmHg. Pada hari ke-4, pasien terus mengalami episode peningkatan TIK sementara yang berespons terhadap tindakan konservatif, yang mencakup :
Mempertahankan lehernya pada posisi netral
Memberikan pereda nyeri yang adekuat
Memberi jeda antar intervensi keperawatan untuk menghindari agitasi
Meminimalkan percakapan yang keras dan memberi tahu pasien sebelum melakukan prosedur yang tidak nyaman
Meminimalkan batuk Tekanan darahnya tetap 140/70 mmHg dan infus nitroprusid dihentikan.
Pasien
membutuhkan
hidralazin
IV
sesuai
kebutuhan
untuk
mempertahankan tekanan darah sistolik kurang dari 160 mmHg dan tekanan darah diastolik kurang dari 90 mm Hg. Selama sif malam pada hari ke-4, pasien mengalami serangan aktivitas kejang tonikklonik selama 2 menit. ia berespons terhadap dosis diazepam urgen sebesar 5 mg. Dosis ulang 5 mg dibutuhkan setelah 5 menit ketika pasien terus menunjukkan aktivitas kejang generalisata. Setelah dosis diazepam kedua, aktivitas kejang berhenti. Pasien diberi dosis muatan fenitoin dengan program tertulis untuk fenitoin 250 mg dua kali sehari. Pemeriksaan EEG dilakukan, yang memperlihatkan tidak adanya aktivitas kejang subklinis. Pasien tetap mengalami agitasi pada keadaan setelah kejang. CT scan kepala ulang dilakukan, yang menunjukkan tidak adanya perdarahan atau pergeseran baru. TIK adalah 35 mm Hg dan menetap, meski dilakukan penatalaksanaan agresif dengan manitol, drai- nase, analgesik, dan sedasi. Infus propofol diberikan dan ventilasi mekanis diteruskan. Infus manitol dititrasikan hingga mencapai osmolaritas serum setiap 8 jam. TIK turun secara bertahap hingga 12 mmHg. Manitol secara bertahap disapih. Pada hari ke-5, pasien terus mengalami peningkatan TIK sebesar 25 mmHg. Pemeriksaan gas darah arteri (aterial blood gas, ABG) menunjukkan hipoksia dan hiperkarbia berat yang menyebabkan cedera paru akut berat. Agens NMB nondepolarisasi digunakan untuk membantu sinkronisasi ventilasi. Pasien mulai diberikan infus kontinu kisatrakurium. Infus lorazepam dan fentanil diberikan berbarengan untuk sedasi dan analgesia kontinu. Propofol dihentikan. Perawat memeriksa train-offour setiap 4 Jam dan setiap perubahan dosis, menargetkan satu dari empat Sentakan sebagai indikasi kebutuhan dosis kisatrakurium untuk mencegah komplikasi akibat pemberian NMB dalam waktu lama. Pada hari ke-6, TIK pasien terus berada di 10 mmHg dan di bawahnya. Manitol tidak lagi diindikasikan. Cedera paru akut membaik, yang ditandai dengan pemeriksaan sinar-x dada dan ABG. Agens NMB dititrasikan hingga dihentikan. Setelah dihentikan, tidak ada tanda kelemahan atau polimiopati menyeluruh dalam waktu lama. Pasien masih membutuhkan sedasi dan analgesia, tetapi berespons terhadap stimulus yang membahayakan. Pada hari ke-7, TIK pasien tetap di bawah 10 mmHg. Hasil CT Scan otaknya memperlihatkan tidak ada perdarahan lebih lanjut atau efek massa. Alat IVC dicabut.
Pasien secara perlahan mendapatkan kesadaran dan fungsinya setelah trauma multisistem dan cedera otak sekunder, yang mencakup perdarahan intrakranial dan hipoksia. Pasien membutuhkan ventilasi lama akibat cedera paru, namun berhasil disapih dari ventilator. Saat pasien pulih, kebutuhannya akan sedasi dan analgesia berkurang. Pasien tetap mendapatkan terapi antikonvulsan selama fase rehabilitasi, ia membutuhkan rehabilitasi akut dan jangka panjang, termasuk terapi bicara, okupasi, dan fisik. Pasien membutuhkan pelatihan kembali keterampilan guna menentukan dan mengoptimalkan kemampuannya. 1. Jelaskan bagaimana terjadinya peningkatan Tekanan Intra Kranial ! 2. Jelaskan mekanisme kompensasi pada awal terjadinya peningkatan Tekanan Intrakranial ! 3. Apa saja manifestasi klinik peningkatan Tekanan Intra Kranial ? 4. Buat justifikasi muncul tanda dan gejala, hasil pemeriksaan laboratorium dan diagnostic pada kasus di atas ! 5. Jelaskan indikasi dan implikasi keperawatan dalam pemberian obat obatan pada kasus di atas dan tentukan masuk ke diagnosis keperawatan yang mana ? 6. Bandingkan dan bedakan parameter pengkajian hemodinamik (tekanan darah, frekuensi pernapasan, tekanan vena sentral, curah jantung, tahanan vaskular sistemik) pada kasus di atas ! 7. Rumuskan Diagnosis keperawatatan (Definisi, Penyebab, gejala mayor dan minor) ! 8. Tentukan standar Luaran (Definisi, ekspektasi dan kriteria hasil) ! 9. Buat Intervensi keperawatan (Definisi dan Tindakan (observasi, terapeutik, edukasi dan kolaborasi) pada kasus di atas ! Jawaban Pertanyaan (1-5) : 1. Terjadinya peningkatan tekanan intakranial : Subdural hematom terjadi oleh karena suatu mekanisme cedera akselerasi-deselerasi akibat adanya perbedaan relative arah gerakan antara otak dengan suatu benturan sehingga pada saat mulai gerakan tersebut (akselerasi), otak tertinggal dibelakang gerakan kranium dalam beberapa waktu singkat. Hal ini menyebabkan otak bergeser terhadap tulang kranium dan duramater, kemudian terjadi cederapada permukaannya terutama pada vena-vena penggantungnya.
Cedera yang terjadi dapat menyebabkan perdarahan dan perdarahan tersebut dapat membentuk suatu massa yang berkembang membesar, yaitu hematoma yang dapat menyebabkan pergeseran dan distorsi otak yang bersamaan dengan peningkatan tekanan intrakranial. Peningkatan tekanan intrakranial ini dapat mengarah terjadinya herniasi otak. Hematoma yang terjadi pada subdural hematom dapat meluas dan tekanan sistem vena yang rendah menyebabkan perdarahan subdural hematom menjadi perlahan. Gejala klinis yang terjadi berbeda tergantung dari tempat lesi yang merusak lobus-lobus otak. 2. Mekanisme kompensasi terjadinya peningkatan tekanan intrakranial : Perubahan pada tekanan intrakranial akan mempengaruhi tekanan perfusi cerebral dimana ini akan berakibat terjadinya iskemia otak, tubuh akan berkompensasi dengan peningkatan tekanan darah dan denyut jantung, dan juga mekanisme kompensasi hiperventilasi atau mengaktifkan metabolisme anaerob bisa terjadi apabila adanya gangguan pada breathing pasien. Bila terjadi kenaikan yang relatif kecil dari volume otak, keadaan ini tidak akan cepat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Sebab volume yang meninggi ini dapat dikompensasi dengan memindahkan cairan serebrospinalis dari rongga tengkorak ke kanalis spinalis dan disamping itu volume darah intrakranial akan menurun oleh karena berkurangnya peregangan durameter. Hubungan antara tekanan dan volume ini dikenal dengan complience. Jika otak, darah dan cairan serebrospinalis volumenya terus menerus meninggi, maka mekanisme penyesuaian ini akan gagal dan terjadilah peningkatan tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial normal berkisar pada 8-10 mmHg untuk bayi, nilai kurang dari 15 mmHg untuk anak dan dewasa, sedangkan bila lebih dari 20 mmHg dan sudah menetap dalam waktu lebih dari 20 menit dikatakan sebagai hipertensi intrakranial. Efek peningkatan tekanan intrakranial sangatlah kompleks, oleh karena itu perlu penanganan segera agar penderita tidak jatuh dalam keadaan yang lebih buruk. Tiga puluh enam persen penderita dengan cedera otak yang disertai koma, datang dalam keadaan hipoksia dan gagal nafas yang membutuhkan ventilator mekanik. 3. Manisfestasi klinik terjadinya peningkatan tekanan intrakranial :
Penurunan derajat kesadaran
Pint point/pupil terlihat kecil
Kelemahan motorik (mono atau hemiparesis)
Defisit Neurologi
Refleks Muntah proyektil
Pernafasan Irregular
Gelisah
Gangguan memori
Nyeri kepala
Kejang
Edema pupil
4. Tanda dan Gejala yang umum dijumpai pada peningkatan TIK : a. Sakit kepala merupakan gejala umum pada peningkatan TIK. Sakit kepala terjadi karena traksi atau distorsi arteri dan vena dan duramater akan memberikan gejala yang berat pada pagi hari dan diperberat oleh aktivitas, batuk, mengangkat, bersin. b. Muntah proyektil dapat menyertai gejala pada peningkatan TIK. c. Edema pupil disebabkan transmisi tekanan melalui selubung nervus optikus yang berhubungan dengan rongga subarakhnoid di otak. Hal ini merupakan indikator klinis yang baik untuk hipertensi intrakranial. d. Defisit neurologis seperti didapatkan gejala perubahan tingkat kesadaran; gelisah, iritabilitas, letargi; dan penurunan fungsi motorik. e. Kejang umum/fokal dapat terjadi pada 20-50% kasus tumor otak, dan merupakan gejala permulaan pada lesi supratentorial pada anak sebanyak 15%. Frekuensi kejang akan meningkat sesuai dengan pertumbuhan tumor. Pada tumor di fossa posterior kejang hanya terlihat pada stadium yang lebih lanjut. kejang lebih sering pada tumor yang letaknya dekat korteks serebri dan jarang ditemukan bila tumor terletak dibagian yang lebih dalam dari himisfer, batang otak dan difossa posterior. f. Bila peningkatan TIK berlanjut dan progresif berhubungan dengan penggeseran jaringan otak maka akan terjadi sindroma herniasi dan tandatanda umum Cushing’s triad (hipertensi, bradikardi, respirasi ireguler) muncul. Pola nafas akan dapat membantu melokalisasi level cedera.
Hasil Nilai Laboratorium : Nilai laboratorium : nilai laboratorium berikut dalam batas normal: panel metabolik komprehensif mencakup pemeriksaan : a. Panel elektrolit dan fungsi hati parameter koagulasi: masa protombin(PT), masa tromboplastin parsial (PTT): Elektrolit perlu dimonitor, karena pasien mengalami perdarahan maka elektrolit nya ikut hilang, fungsi elektrolit yaitu untuk menjaga keseimbangan asam-bassa, dan mengatur kinerja saraf serta otot. b. Rasio normalisasi internasional (INR); hitung sel darah putih (SDP) dan Trombosit. Leukosit perlu diperhatikan karena untuk menunjukan adanya infeksi, trombosit pada pasien SDH perlu di monitor karena apabila nilai trombosit nya rendah maka perdarahan sulit untuk berhenti karena komponen pembekuan darahnya (trombosit) sedikit. c. Hitung darah lengkap (CBC) menunjukan hemoglobin 8,0 g/100 ml (normal 1318mg/100 ml), Hb rendah menandakan adanya perdarahan yang menyebabkan volume darah menurun dan Hb menurun. d. Hematrokit 28% (normal, 42%- 52%). 5. Obat-obatan Emergency pada pasien peningkatan tekanan intrakranial a. Citicoline Untuk menurunkan tekanan intrakranial b. Manitol (Diuretik) Manitol adalah obat diuretik yang digunakan untuk mengurangi tekanan dalam kepala (intrakranial) akibat pembengkakan otak serta menurunkan tekanan bola mata akibat glaukoma. Manitol akan membuat darah yang akan disaring oleh ginjal menjadi lebih pekat, sehingga mengganggu fungsi ginjal untuk menyerap air kembali. Hal ini mengakibatkan tubuh membuang air dalam bentuk urine lebih banyak. Pembuangan urine yang banyak ini membuat kandungan air di sel otak dan bola mata juga berkurang, sehingga tekanan menurun. c. Anti Konpulsan Antikonvulsan adalah obat untuk mencegah atau mengatasi kejang atau epilepsi. Obat antikonvulsan atau antikejang bekerja dengan cara menormalkan aktivitas listrik yang ada di otak, sehingga kejang dapat dicegah atau diatasi. Selain bermanfaat untuk mengatasi kejang, beberapa jenis antikonvulsan juga bisa digunakan untuk meredakan
nyeri akibat gangguan saraf (neuropati), mencegah dan mengobati sakit kepala, serta mengobati gangguan bipolar. d. Asam Traneksamat Asam traneksamat obat untuk mengurangi atau menghentikan perdarahan, bekerja dengan cara menghambat hancurnya bekuan darah yang sudah terbentuk, maka perdarahan bisa berhenti. ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS (Jawaban Pertanyaan (6-9)) : A. IDENTITAS PASIEN : 1.
Nama Klien
: Tn. X
2.
Usia
: 28 Tahun
3.
Jenis Kelamin
: Laki-laki
4.
Diagnosa Medis
:-
5.
No. Register
:-
6.
Tanggal Masuk
:-
7.
Tanggal Pengkajian
: 21 Oktober 2020
8.
Sumber data
: Keluarga (Istri)
9.
Rujukan
: Tidak
10. Diagnosis rujukan
:-
11. Pendidikan pasien
:-
12. Pekerjaan pasien
:-
B. PENGKAJIAN KRITIS AIRWAY
Adanya suara ronki kasar di seluruh paru dan pasien tidak mampu
(Jalan Nafas) BREATHING
batuk. HARI KE-1
(Pernafasan)
Frekuensi pernapasan 8 kali/menit. Frekuensi pernapasan dibantu oleh ventilasi mekanis pada 16 kali/menit.
HARI KE-2 la masih membutuhkan ventilasi mekanis karena sedasi berat;
CIRCULATION
pernapasan sinkron dengan ventilator. HARI KE-1
Tekanan darah 188/66 mmHg, frekuensi jantung 45 kali/menit, oksimetri nadi 93%.
HARI KE-3 TIK rerata awal adalah 43 mmHg TIK pasien pada saat kembali ke unit adalah 12 mmHg Tekanan darah sistolik kurang dari 160 mmHg
HARI KE-4 Tekanan darah 140/70 mmHg Mempertahankan tekanan darah sistolik kurang dari 160 mmHg, dan tekanan darah diastolik kurang dari 90 mmHg TIK 35 mmHg TIK turun secara bertahap hingga 12 mmHg
HARI KE-5 Peningkatan TIK 25 mmHg
HARI KE-6 TIK pasien terus berada 10 mmHg
DISABILLITY
EXPOSURE
HARI KE-7
TIK pasien tetap dibawah 10 mmHg Pasien menunjukan kehilangan kesadaran
Nilai GCS 10 (Delirium)
Pada hari ke-3, selama pemeriksaan neurologis rutin, perawat
menemukan bahwa pupil kiri pasien terfiksasi dan dilatasi. Diaphoresis
Ekimosis diseluruh tubuh
Laserasi muldpel
Fraktur femur kanan
C. PENGKAJIAN SEKUNDER 1. PEMERIKSAAN FISIK a. Sistem Pernapasan Jalan Napas
: Bersih
Pernapasan
:
RR
:
Frekuensi pernapasan 8 kali/menit.
Terpasang Ventilator Pasein diintubasi dan membutuhkan bantuan pernapasan penuh. Frekuensi pernapasan dibantu oleh ventilasi mekanis pada 16 kali/menit.
b. Sistem Kardiovaskular : Sirkulasi Perifer 1) HARI KE-1 Tekanan darah 188/66 mmHg, frekuensi jantung 45 kali/menit, oksimetri nadi 93%. 2) HARI KE-3 TIK rerata awal adalah 43 mmHg. TIK pasien pada saat kembali ke unit adalah 12 mmHg. Tekanan darah sistolik kurang dari 160 mmHg 3) HARI KE-4 Tekanan darah 140/70 mmHg. Mempertahankan tekanan darah sistolik kurang dari 160 mmHg, dan tekanan darah diastolik kurang dari 90 mmHg. TIK 35 mmHg. TIK turun secara bertahap hingga 12 mmHg. 4) HARI KE-5 Peningkatan TIK 25 mmHg. 5) HARI KE-6 TIK pasien terus berada 10 mmHg. 6) HARI KE-7 TIK pasien tetap dibawah 10 mmHg. Sirkulasi Jantung
Bunyi jantung S1 dan S2, tidak ada murmur atau palpitasi, nadi perifer tidak teraba 1+, tidak ada edema perifer atau kongesti vena jugularis.
c. Sistem Saraf Pusat Pasien menunjukan kehilangan kesadaran. GCS 10 (Delirium). d. Sistem Gastrointestinal Tidak ada bising usus, abdomen distensi. e. Sistem Perkemihan
Tidak distensi. f. Obstetri & Ginekologi Pasien tidak hamil g. Sistem Hematologi Tidak ada pendarahan h. Sistem Muskulosceletal & Integument Diaforesis, ekimosis di seluruh tubuh, laserasi muldpel. Fraktur femur kanan tampak. i. Alat invasif yang digunakan Frekuensi pernapasan dibantu oleh ventilasi mekanis pada 16 kali/menit. 2. RIWAYAT PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL a. Psikososial b. Spiritual 3. KEBUTUHAN EDUKASI a. Terdapat hambatan dalam pembelajaran Ya, jika Ya : Fisik Kebutuhan edukasi : Obat-obatan/terapi b. Bersedia untuk dikunjungi 4. RESIKO CEDERA/JATUH Ya, jika Ya : Gelang resiko jatuh warna kuning harus dipasang. 5. STATUS FUNGSIONAL Aktivitas dan mobilisasi : Perlu bantuan 6. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan diagnostik pada saat masuk : CT scan kepala negatif: tidak ada pendarahn, tidak ada perubahan iskemik awal, tidak ada pergeseran garis tengah otak atai efek massa, pemindaian dada dan abdomen: tidak ada yang luar biasa. Nilai laboratorium : nilai laboratorium berikut dalam batas normal : panel metabolik komprehensif mencakup pemeriksaan panel elektrolit dan fungsi hatiparameter koagulasi : masa protombin (PT), masa tromboplastin parsial (PTT), rasio normalisasi internasional (INR); hitung sel darah putih (SDP) dan trombosit. Hitung darah lengkap
(CBC) menunjukan hemoglobin 8,0 g/100 ml (normal 13-18mg/100 ml) hematrokit 28% (normal, 42%- 52%).
D. ANALISA DATA HARI/TGL Senin,
DATA
MASALAH Bersihan Jalan
DS : (-)
21-10- 2020 DO :
PENYEBAB Hematom subdural
Napas Tidak
Batuk tidak efektif
Pasien tidak mampu batuk
Adanya suara ronki kasar di
Efektif
Peningkatan TIK
(D.0001) Perpindahan jaringan otak dan herniasi
seluruh paru
Frekuensi
pernapasan
Aliran darah ke serebral menurun
8
kali/menit
Frekuensi pernapasan dibantu
Suplai O2 & nutrisi ke serebral
oleh ventilasi mekanis pada 16
menurun
kali/menit Hipoksia Kesadaran menurun Refleks menelan/batuk menurun Akumulasi secret pada alveolus Secret meningkat pada jalan napas
Senin,
DS : (-)
Gangguan
21-10- 2020 DO :
Frekuensi kali/menit
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif Hematom subdural
Ventilasi pernapasan
8
Spontan (D.0004)
Peningkatan TIK
Perpindahan jaringan otak dan herniasi
Frekuensi pernapasan dibantu oleh ventilasi mekanis pada 16
Aliran darah ke serebral menurun
kali/menit
Nilai TIK 43 mmHg pada Hari Suplai O2 & nutrisi ke serebral
ke 3
menurun
Nilai TIK 35 mmHg pada Hari ke 4
Hipoksia Kesadaran menurun Gangguan Metabolisme penekanan pada Pusat pernapasan akibat peningkatan TIK Ketidakmampuan bernapas secara mandiri Terpasang ventilator mekanik Senin,
DS : (-)
Gangguan
21-10- 2020 DO :
Sirkulasi Nilai TIK 43 mmHg pada
Spontan
Terputusnya kontinuitas jaringan,
Hari ke 3
(D.0007)
vaskular
Nilai TIK 35 mmHg pada Perdarahan
Hari ke 4
Frekuensi
jantung
45 Kekurangan volume caran
kali/menit
Oksimetri nadi 93%
Tekanan
darah
188/66
Frekuensi
kompensasi dengan Peningkatan saraf simpatis (peningkatan pelepasan
mmHg
Gangguan Ventilasi Spontan Cedera Kepala
pernapasan
8
kolekolamin)
kali/menit
Pasien
menunjukan
Aktivitas epineprin dan norepineprin
kehilangan kesadaran Vasokontriksi
Nilai GCS 10 (Delirium) Tekanan darah tidak stabil
Senin,
Ds :
21-10- 2020
Penurunan Pasien dalam kondisi sehat saat
mobilnya
mengalami
Gangguan Sirkulasi Spontan Trauma kepala
Kapasitas Adaptif
benturan di sisi pengemudi dan
Intrakranial
terguling masuk ke dalam
(D.0066)
TIK meningkat Respon fisiologis otak
parit.
Kerusakan sel otak
Kantong udara terbuka
Do :
Tekanan darah 188/66 mmHg
Frekuensi
jantung
Gangguan autoregulasi
45 Aliran darah keotak menurun
kali/menit
Oksimetri nadi 93%
Frekuensi
pernapasan
O2 gangguan metabolisme
8
kali/menit
Edema Serebral (Subdural Hematom)
Frekuensi pernapasan dibantu oleh ventilasi mekanis pada 16
Penurunan Kapasitas Adaptif
kali/menit
Intrakranial
Pasien menunjukan kehilangan kesadaran
Perawat menemukan bahwa pupil kiri pasien terfiksasi dan dilatasi.
Pemeriksaan Pasien
tidak
neurologis sadar,
:
tidak
berespons terhadap perintah, tidak ada suara, tidak ada gerakan motorik spontan.
TIK rerata awal adalah 43 mmHg
Senin,
Ds :
Disfungsi
Kortikosteroid, alkohol, prostaglandin,
21-10- 2020
Istri pasien mengataan adanya riwayat
Motilitas
indometasin, fenilbutazon, bakteri,
: Gastrointestina
pembedahan
Apendektomi, pada usia 21
anestesi
l (D.0021)
tahun.
Masuk saluran pencernaan
Do :
Suara
peristaltic
Efek Agen Farmakologis
berubah
(Tidak ada bising usus)
Rusak barrier mukosa lambung
Abdomen distensi
Asam lambung dan pepsin meningkat Inflamasi area gastrointestinal Efek pengobatan fungsi usus Disfungsi Motilitas Gastrointestinal E. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif berhubungan dengan Sekresi yang Tertahan (D.0001) 2. Gangguan Sirkulasi Spontan berhubungan dengan Penurunan Fungsi Ventrikel (D.0007) 3. Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial berhubungan dengan Edema Serebral (Mis. Akibat Cedera Kepala [Hematoma Subdural] ) (D.0066) 4. Disfungsi Motilitas Gastrointestinal berhubungan dengan Efek Agen Farmakologis (D.0021) F. PERENCANAAN No
Tujuan & Kriteria Hasil
Intervensi
. Dx 1
Setelah
dilakukan
tindakan Manajemen Jalan Napas (I.01011)
keperawatan selama 1 x 24 jam Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola diharapkan masalah keperawatan kepatenan jalan napas.
bersihan jalan nafas tidak efektif Observasi
teratasi dengan kriteria hasil : Bersihan Jalan Napas (L.01001) Definisi
:
Kemampuan
membersihkan
secret
atau
obstruksi
napas
untuk
jalan
mempertahakan jalan napas tetap
(frekuensi,
Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)
Monitor
sputum
(jumlah,
warna,
Batuk efektif membaik sampai Terapeutik Frekuensi
napas
membaik
Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (Jawa-
sampai dengan 5 (membaik)
napas
aroma)
dengan 5 (meningkat)
pola
kedalaman, usaha napas)
paten.
Monitor
thrust, jika curiga trauma servikal)
Pola napas membaik sampai
Posisikan semi-fowler atau fowler
dengan 5 (membaik)
Berikan minum hangat
Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum
penghisapan endotrakeal
Keluarkan
sumbatan
benda
padat
dengan forsep McGill Edukasi
Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
Anjurkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
Penghisapan jalan napas Observasi Identifikasi kebutuhan dilakukan penghisapan jalan napas Auskultasi suara napas sebelum dan
setelah dilakukan penghisapan Monitor saturasi oksigen (SaO2 dan SvO2), status neurologis (status mental, tekanan intrakranial, tekanan perfusi serebral) dan status hemodinamik (MAP dan irama jantung) sebelum, selama dan setelah tindakan Monitor dan catat warna, jumlah dan konsistensi sekret
Terapeutik Gunakan teknik aseptik (mis. Gunakan sarung tangan, kaca mata atau masker, jika perlu) Gunakan prosedural steril dan disposibel Gunakan teknik penghisapan tertutup, sesuai indikasi Pilih ukuran kateter suction yang menutupi tidak lebih dari setengah diameter ETT lakukan penghisapan mulut, nasofaring, trakea dan/atau endotracheal tube (ETT) Berikan oksigen dengan konsentrasi tinggi (100%) paling sedikit 30 detik sebelum dan setelah tindakan Lakukan penghisapan lebih dari 15 detik Lakukan penghisapan ETT dengan tekanan rendah (80 – 120 mmHg) Lakukan penghisapan hanya disepanjang ETT untuk meminimalkan invasif Hentikan penghisapan dan berikan terapi oksigen jika mengalami kondisi-kondisi seperti bradikardi, penurunan saturasi Lakukan kultur dan uji sensitifitas sekret, jika perlu Edukasi Anjurkan melakukan teknik napas dalam, sebelum melakukan penghisapan di nasothracheal Anjurkan bernapas dalam dan pelan selama insersi kateter suction 2
Setelah dilakukan tindakan
Manajemen Ventilasi Mekanik (I.01013)
keperawatan 1x24 jam, masalah
Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola
keperawatan gangguan Ventilasi
pemberian sokongan napas buatan melalui alat
Spontan teratasi dengan kriteria
yang diinsersikan kedalam trakea.
hasil :
Observasi
Ventilasi Spontan (L.01007)
Periksa indikasi ventilator mekanik
Volume tidal meningkat (5)
(mis. kelelahan otot napas, disfungsi
Dyspnea menurun (5)
neurulogis,m asidosis respiratorik)
Penggunaan otot bantu napas
Minitor efek ventilator terhadap status
menurun (5)
oksigenasi (mis. bunyi paru, X ray
PCO2 membaik (5)
paru, AGD,SaO2, SvO2, ETCO2,
PO2 membaik (5)
respon subyektif pasien)
Takikardiak membaik (5)
Monitor kriteria perlunya penyapihan ventilator
Monitor efek negatif ventilator (mis. deviasi trakea, barotrauma, volutrauma, penurunan curah jantung, distensi gaster, emfisema subkutan)
Monitor gejala peningkatan pernapasan (mis. peningkatan denyut jantung atau pernapasan, peningkatan tekanan darah, diaphoresis, perubahan status mental)
Monitor kondisi yang meningkatkan konsumsi oksigen (mis. demam, menggigil, kejang, dan nyeri)
Monitor gangguan mokusa oral, nasal, trakea dan laring.
Terapeutik
Atur posisi kepala 45-600 untuk mencegah aspirasi
Reposisi pasien sekitar 2 jam, jika perlu
Lakukan perawatan mulut secara rutin, termasuk sikat gigi setiap 12 jam.
Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
Lakukan penghisapan lender sesuai kebutuhan
Ganti sirkuit ventilator setiap 24 jam atau sesuai protocol
Siapkan bag-valve mask disamping tempat tidur untuk antisipasi malfungsi mesin berikan media untuk berkomunikasi (mis. kertas, pulpen)
Dokumentasikan respon terhadap ventilator
Kolaborasi
Kolaborasi pemilihan mode ventilator (mis. control volume, control tekanan atau gabungan)
Kolaborasi pemberian agen pelumpuh otot, sedatif, analgesik, sesuai kebutuhan
Kolaborasi penggunaan PS atau PEEP untuk meminimalkan hipoventilasi alveolus
Pemantauan Respirasi (I.01014) Observasi:
Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes, biot, ataksik)
Monitor kemampuan batuk efektif
Monitor adanya produksi sputum
Monitor adanya sumbatan jalan napas
Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Auskultasi bunyi napas
Monitor saturasi oksigen
Monitor nilai AGD
Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik:
Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi:
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2
Setelah
dilakukan
Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu. tindakan Manajemen Defibrilasi (I.02038)
keperawatan selama 1 x 24 jam Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola diharapkan masalah keperawatan
aliran listrik kuat dengan metode asinkron ke
gangguan sirkulasi spontan teratasi jantung melalui elektroda yang ditempatkan dengan kriteria hasil :
pada permukaan dada.
Sirkulasi Spontan (L.02015)
Observasi
Definisi
:
Kemampuan
mempertahankan adekuat
untuk
sirkulasi yang
untuk
menunjang
kehidupan.
Tingkat kesadaran membaik sampai dengan 5 (meningkat)
Saturasi
oksigen
membaik
sampai dengan 5 (meningkat)
Frekuensi
nadi
membaik
sampai dengan 5 (membaik)
Tekanan
darah
membaik
sampai dengan 5 (membaik)
Frekuensi
nafas
membaik
sampai dengan 5 (membaik)
Periksa irama pada monitor setelah RJP 2 menit
Terapeutik
Lakukan resusitasi jantung paru (RJP) hingga mesin defibrilator siap
Siapkan
danhidupkan
mesin
defibrillator
Pasang monitor EKG
Pastikan irama EKG henti jantung (VF atau VT tanpa nadi)
Atur jumlah energi dengan mode asynchronized
(360
joule
untuk
monofasik dan 120-200 joule untuk bifasik)
Angkat paddle dari mesin dan oleskan jeli pada paddle
Tempelkan
paddle sternum (kanan)
pada sisi kanan sternum dibawah klavikula dan paddle apeks (kiri) pada garis medikasilaris setinggi elektroda V6
Isi energi dengan menekan tombol charge pada
paddle atau tombol
charge pada mesin defibrilator menunggu
hingga
dan
energi
yang
diinginkan tercapai
Hentikan RJP saat defibrilator siap
Teriak bahwa defibrilator telah siap (mis.
“I’m
clear,
you’re
clear,
everybody’s clear”)
Berikan syok dengan menekan tombol pada kedua paddle bersamaan
Angkat paddle dan langsung lanjutkan RJP tanpa menunggu hasil irama yang muncul
pada
monitor
setelah
pemberian defibrilasi
Lanjutkan RJP sampai 2 menit
Resusitasi Cairan (I.03139) Definisi
:
Memberikan
cairan
intravena
dengan cepat sesuai indikasi. Observasi
Identifikasi kelas syok untuk estimasi kehilangan darah
Monitor status hemodinamik
Monitor status oksigen
Monitor kelebihan cairan
Monitor output cairan tubuh (mis. Urin, cairan nasogastrik, cairan selang dada)
Monitor nilai BUN, kreatinin, protein total, dan albumin, jika perlu
Monitor tanda dan gejala edema paru
Terapeutik
Pasang jalur IV berukuran besar (mis. Nomor 14 atau 16)
Berikan infus cairan kristaloid 1-2 L pada dewasa
Berikan infus cairan kristaloid 20 mL/kg BB pada anak
Lakukan cross matching produk darah
Kolaborasi
Kolaborasi menentukan jenis dan jumlah cairan (mis. Kristaloin, koloid)
4
Setelah
dilakukan
Kolaborasi pemberian produk darah
tindakan Manajemen
Peningkatan
Tekanan
keperawatan selama 1 x 24 jam Intrakranial (I.06194) diharapkan masalah keperawatan Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola penurunan
kapasitas
adaptif peningkatan tekanan dalam rongga kranial.
intrakranial teratasi dengan kriteria Observasi
hasil :
Indentifikasi
penyebab
peningkatan
Kapasitas Adaptif Intrakranial
TIK (mis. Lesi, gangguan metabolisme,
(L.06049)
edema serebral)
Definisi : Kestabilan mekanisme dinamika
intrakranial
dalam
Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis.
Tekanan
darah
meningkat,
melakukan kompensasi terhadap
tekanan nadi melebar, bradikardia, pola
stimulus yang dapat menurunkan
napas ireguler, kesadaran menurun)
kepasitas intracranial.
Tingkat kesadaran membaik
Monitor Pressure)
MAP
(
Mean
Arterial
sampai dengan 5 (meningkat)
Bradikardia membaik sampai
Central
Venous
Monitor PAP, jika perlu
sampai dengan 5 (membaik)
Monitor ICP (Intra Cranial Pressure)
Tekanan
Monitor
Tekanan
darah
membaik
nadi
membaik
CPP
(Cerebral
Perfusion
Pressure)
Pola nafas membaik sampai
Monitor gelombang ICP
dengan 5 (membaik)
Monitor status pernapasan
Monitor intake dan output cairan
Monitor cairan serebro-spinalis (mis.
Respon
pupil
membaik
Refleks neurologis membaik sampai dengan 5 (membaik)
(
Monitor PAWP, jika perlu
sampai dengan 5 (membaik)
CVP
Pressure)
sampai dengan 5 (membaik)
Monitor
dengan 5 (menurun)
Tekanan
intrakranial
Warna, konsistensi) Terapeutik
mmebaik sampai dengan 5 (membaik)
Minimalkan
stimuslus
dengan
menyediakan lingkungan yang tenang
Berikan posisi semi fowler
Hindari manuver valsava
Cegah terjadinya kejang
Hindari penggunaan PEEP
Hindari pemberian cairan IV hipotonik
Atur ventilator agar PaCO2 optimal
Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan, jika perlu
Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu
Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu
Pemantauan (I.06198)
Tekanan
Intrakranial
Definisi : Mengumpulkan dan menganalisis data terkait regulasi tekanan didalam ruang intracranial. Observasi
Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mia. Lesi menempati ruang, gangguan metabolisme,
edema
serebral,
peningkatan tekanan vena, obstruksi aliran cairan serebrospinal, hipertensi intracranial idiopatik)
Monitor peningkatan TD
Monitor pelebaran tekanan nadi (selisih TDS, dan TDD)
Monitor penurunan frekuensi jantung
Monitor ireguleritas irama nafas
Monitor penurunan tingkat kesadaran
Monitor
perlambatan
atau
ketidaksimestrisan respon pupil
Monitor kadar CO2 dan pertahankan dalam rentang yang diindikasikan
Monitor tekanan perfusi serebral
Monitor
jumlah,
karakteristik
kecepatan,
drainase
dan cairan
serebrospinal
Monitor
efek
stimulus
lingkungan
terhadap TIK Terapeutik
Ambil
sampel
drainase
cairan
serebrospinal
Kalibrasi transduser
Pertahankan pemantauan
sterilitas
sistem
Pertahankan posisi kepala dan leher netral
Bilas sistem pernapasan, jika perlu
Atur interval
pemantauan sesuai
kondisi pasien
Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
Jelaskan
tujuan
dan
prosedur
pemantauan 5
Setelah
dilakukan
Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu tindakan Manajemen Nutrisi (I.03119)
keperawatan selama 1 x 24 jam Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola diharapkan masalah keperawatan
pemberian
nutrisi
tanpa
melalui
saluran
disfungsi motilitas gastrointestinal pencernaan namun melalui pembuluh darah. teratasi dengan kriteria hasil : Motilitas
Gastrointestinal
(L.03023) Definisi
:
Aktifitas
peristaltik
gastrointestinal.
Distensi abdomen membaik sampai dengan 1 (menurun)
Suara
peristaltik
membaik
sampai dengan 1 (meningkat)
Observasi
Identifikasi indikasi pemberian nutrisi parenteral
Identifikasi jenis akses parenteral yang diperlukan
Monitor reaksi alergi pemberian nutrisi parenteral
Monitor kepatenan akses intravena
Monitor asupan nutrisi
Monitor terjadinya komplikasi
Terapeutik
Hitung kebutuhan kalori
Berikan nutrisi parenteral sesuai indikasi
Atur kecepatan pemberian infus dengan tepat
Gunakan infus pump, jika tersedia
Hindari pengambilan sampel darah dan pemberian obat pada jalur nutrisi parenteral
Hindari kantung terpasang lebih dari 24 jam
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur pemberian nutrisi parenteral
Kolaborasi
Kolaborasi pemasangan akses vena sentral, jika perlu
Pengontrolan Infeksi (I.14551) Definisi : Mengendalikan penyebaran infeksi dan pemburukan komplikasi akibat infeksi. Observasi
Identifikasi pasien-pasien yang mengalami penyakit infeksi menular
Terapeutik
Terapkan kewaspadaan universal
Tempatkan pada ruang isolasi bertekanan positif untuk pasien yang mengalami penurunan imunitas
Tempatkan pada ruang isolasi bertekanan negatif untuk pasien dengan resiko penyebaran infeksi via droplet atau udar
Sterilisasi dan desinfeksi alat-alat, furnitur, lantai, sesuai kebutuhan
Gunakan hepafilter pada area khusus
Beriakan tanda khusus untuk pasien-
pasien dengan penyakit menular Edukasi
Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
Ajarkan ektika batuk dan bersin