ASKEP SIROSIS HEPATISku [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN SIROSIS HEPATIS DI BANGSAL EDELWEIS RSUD WATES Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Keperawatan Medikal Bedah 1



Disusun Oleh : 1. Rina Aprilriani 2. Risma Dewi Anggraeni



NIM. P07120112034 NIM. P07120112036



KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA JURUSAN KEPERAWATAN 2013



LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN SIROSIS HEPATIS DI BANGSAL EDELWEIS RSUD WATES



Laporan ini disahkan pada : Hari, tanggal : Tempat



:



Mengetahui, Pembimbing Lapangan



Pembimbing Akademik



( Dra. Ni Ketut M., S.Kep. Ns., M. Sc )



ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn. “S” DENGAN SIROSIS HEPATIS DI BANGSAL EDELWEIS RSUD WATES Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Keperawatan Medikal Bedah 1



Disusun Oleh : 3. Rina Aprilriani 4. Risma Dewi Anggraeni



NIM. P07120112034 NIM. P07120112036



KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA JURUSAN KEPERAWATAN 2013



LEMBAR PENGESAHAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN Tn “S” DENGAN SIROSIS HEPATIS DI BANGSAL EDELWEIS RSUD WATES



Laporan ini disahkan pada : Hari, tanggal : Tempat



:



Mengetahui, Pembimbing Lapangan



Pembimbing Akademik



( Dra. Ni Ketut M., S.Kep. Ns., M. Sc )



BAB I



A. Definisi Sirosis Hepatis 1. Definisi sirosis hepatis menurut Wijayaningsih, 2012 Sirosis hepatis adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilangnya sebagian besar fungsi hepar. Perubahan besar yang terjadi karena sirosis adalah kematian sel-sel hepar, terbentuknya sel-sel fibrotik (sel mast). Regenerasi sel dan jaringan parut yang menggantikan sel-sel normal. Perubahan ini menyebabkan



hepar



kehilangan



fungsinya



dan



distorsi



strukturnya. Hepar yang sirotik akan menyebabkan sirkulasi intrahepatik tersumbat (obstruksi intrahepatik). 2. Definisi sirosis hepatis menurut Smeltzer, 2001 Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi



mikro



dan



makro



menjadi



tidak



teratur



akibat



penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut. 3. Definisi sirosis hepatis menurut Price, 2006 Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati yang tidak berkaitan dengan vaskulator normal. B. Anatomi dan Fisiologi Sirosis Hepatis (Wijaya, 2013) Organ yang paling besar didalam tubuh kita, warnanya coklat dan beratnya 1500 gram. Letaknya di bagian atas dalam rongga abdomen disebelah kanan bawah diafragma. Hepar terletak di kuadran kanan abdomen, dibawah diafragma dan terlindungi oleh tulang rusuk (costae), sehingga dalam keadaan normal (hepar yang sehat tidak teraba). Hati menerima darah teroksigenasi dari arteri hepatica dan darah yang tidak teroksigenasi dtetapi kaya akan nutrien vena porta hepatica.



1. Pembagian Hati Hati dibagi atas dua lapisan utama, yaitu : a. Permukaan atas berbentuk cembung, terletak di bawah diafragma. b. Permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan fisura transfersus dan fisura longitudinal yang memisahkan belahan kanan dn kiri dibagian atas hati, selanjutnya hati dibagi 4 belahan yaitu Lobus kanan, lobus kiri, lobus kaudata, dan lobus quadratus. 2. Pembuluh darah pada hati Hati mempunyai 2 jenis peredaran darah yaitu : a. Arteri heptica, yang keluar dari aorta dan memberi 80 % darah pada hati, darah ini mempunyai kejenuhan 95-100 % masuk ke hati akan membentuk jaringan kapiler setelah bertemu dengan kapiler vena, akhirnya keluar sebagai vena hepatika. b. Vena porta, yang terbentuk dari lienalis dan vena mesentrika superior menghantarkan 20 % darahnya ke hati, darah ini mempunyai kejenuhan 70 % sesab beberapa O2 telah diambil oleh limfe dan usus, guna darah ii membawa zat makanan ke hati yang telah diabsorbsi oleh mukosa dan usus halus. Darah bersal dari vena porta bersentuhan erat dengan sel hati dan setiap lobulus disaluri leh sebuah pembuluh sinusoid darah atau kapiler hepatika. Pembuluh darah halus berjalan diatara lobulus hati disebut Vena interlobuler. 3. Fungsi hati a. Sekresi 1) Hati memroduksi empedu dibentuk dalam sistem retikulo endotelium yang dialirkan ke empedu yang berperan dalam emulsifikasi dan absorbsi lemak. 2) Menghasilkan enzim glikogenik yang mengubah glukosa menjadi glikogen b. Metabolisme 1) Hati berpran serta dalam mempertahankan homeostatik gula darah. 2) Hati menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen dan mengubahnya kembali menjadi glukosa jika diperlukan tubuh 3) Hati mengurai protein dari sel-sel tubuh dan sel darah merah



yang



rusak



dan



hasil



penguraian



protein



menghasilkan urea dari asam amino berlebih dan sisa nitrogen. Hati menerima asam amino diuba menjadi ureum dikeluarkan dari darah oleh ginjal dalam bentuk urin. 4) Hati mensintesis lemak dari karbohidrat dan protein. c. Penyimpanan 1) Hati menyimpan glikogen, lemak, vitamin A, D, E, K, dan zat besi yang disimpan sebagai feritin, yaitu suatu protein yang mengandung zat besi dan dapat dilepaskan bila zat besi diperlukan. 2) Mengubah zat makanan yang diabsorpsi dari usus dan disimpan di suatu tempat dalam tubuh, dikeluarkannya sesuai dengan pemakaiannya dalam jaringan. d. Detoksifikasi 1) Hati melakukan inaktivasi hormon dan detoksifikasi toksin dan obat dan memfagositosis eritrosit dan zat asing yang terdisintegrasi dalam darah. 2) Mengubah zat buangan dan bahan racun untuk diekresi dalam empedu dan urin (mendetoksifikasi). e. Membentuk dan menghancurksn sel-sel darah merah selama 6 bulan masa kehidupan fetus yang kemudian diambil alih oleh sumsum tulang belakang. C. Etiologi (Wijayaningsing, 2012) 1. Sirosis Laennec a. Sirosis Laennec ( disebut juga sirosis alkoholik, portal, dan sirosis gizi ) merupakan sirosis yang dihubungkan dengan penyalahgunaan alkohol kronik b. 50% atau lebih dari seluruh kasus sirosis c. Hubungan antara penyalahgunaan alkohol dengan sirosis laennec tidaklah diketahui d. Alkohol efek toksik langsung terhadap hati dan akumulasi lemak di dalam sel- sel hati



menyebabkan



perubahan hebat pada struktur dan fungsi sel- sel hepar 2. Sirosis Postnekrotik a. ±20% dari seluruh kasus b. Terdapat pita jaringan parut sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus ( B dan C ) yang terjadi sebelumnya c. Terjadi karena kelainan metabolik, infeksi, dan post intoksikasi zat kimia



3. Sirosis Billiaris a. ±15% dari kasus sirosis b. Terbentuk jaringan parut di sekitar saluran empedu/ duktus biliaris c. Terjadi akibat obstruksi biliaris post hepatik empedu



statis



penumpukan empedu dalam massa hati



terjadi kerusakan sel- sel hati 4. Sirosis Cardiac a. CHF dalam jangka lama yang berat D. Patofisiologi (Price, 2006) 1. Sirosis Laennec (sirosis alkoholik, portal dan sirosis gizi) Sirosis Laennec merupakan suatu pola khas sirosis terkait penyalahgunaan alkohol kronis yang jumlahnya sekitar 75% atau lebih dari kasus sirosis. Perubahan pertama pada hati yang ditimbulkan alkohol adalah akumulasi lemak yang berlebihan di dalam sel-sel hati (infiltrasi lemak). Pola infiltrasi lemak yang serupa juga ditemukan pada kwashiorkor, hipertiroidisme, dan diabetes. Akumulasi lemak mencerminkan adanya sejumlah gangguan metabolik yang mencakup pembentukan trigliserida secara berlebihan, menurunnya jumlah keluaran trigliserida dari hati, dan menurunnya oksidasi asam lemak. Individu yang mengkonsumsi alkohol dalam jumlah yang berlebihan mungkin juga tidak makan selayaknya. Penyebab utama kerusakan hati tampaknya merupakan efek langsung alkohol pada sel hati, yang meningkat pada saat malnutrisi. Pasien dapat mengalami beberapa defisiensi nutrisi, termasuk tiamin, asam folat, piridoksin, niasin, asam askorbat, dan vitamin A. Pengeroposan tulang sering terjadi akibat asupan kalsium yang menurun dan gangguan metabolisme. Asupan vitamin K, besi, dan seng juga cenderung menurun pada pasien-pasien ini. Defisiensi kalori-protein juga sering terjadi. Degenerasi lemak tak berkomplikasi pada hati seperti yang terlihat pada alkoholisme dini bersifat reversibel bila berhenti minum alkohol; beberapa kasus dari kondisi yang relatif jinak ini akan berkembang menjadi sirosis. Secara makroskopis hati



membesar, rapuh, tampak berlemak, dan mengalami gangguan fungsional akibat akumulasi lemak dalam jumlah banyak. Bila kebiasaan minum alkohol diteruskan, terutama apabila semakin berat, dapat terjadi suatu hal akan dapat memacu seluruh proses sehingga akan terbentuk jaringan parut yang luas. Sebagian pakar yakin bahwa lesi kritis dalam perkembangan sirosis hati mungkin adalah hepatis alkoholik. Hepatis alkoholik ditandai secara histologis oleh nekrosis hepatoseluler, sel-sel balon, dan infiltrasi leukosit poli morfonuklear (PMN) di hati. Akan tetapi, tidak semua penderita lesi hepatis alkoholik akan berkembang menjadi sirosis yang lengkap. Pada kasus sirosis Laennec sangat lanjut, lembaranlembaran jaringan ikat yang tebal terbentuk pada tepian lobulus, membagi parenkim menjadi nodul-nodul halus. Nodul-nodul ini dapat membesar akibat aktivitas regenerasi sebagai upaya hati untuk mengganti sel-sel yang rusak. Hati tampak terdiri dari sarang-sarang sel-sel degenerasi yang regenerasi yang dikemas padat dalam kapsula fibrosa yang tebal. Pada keadaan ini, sirosis sering disebut sebagai sirosis nodular halus. Hati akan menciut, keras dan hampir tidak memiliki parenkim normal pada stadium akhir sirosis, yang menyebabkan terjadinya hipertensi portal dan gagal hati. Penderita sirosis Laennec lebih berisiko menderita karsinoma sel hati primer (hepatoselular). 2. Sirosis Pascanekrotik Sirosis Pascanekrotik agaknya terjadi setelaah nekrosis berbercak pada jaringan hati. Hepatosit dikelilingi dan dipisahkan oleh jaringan parut dengan kehilangan banyak sel hati dan diselingi dengan parenkim hati normal. Sekitar 75% kasus cenderung berkembang dan berakhir dengan kematian dalam 1 hingga 5 tahun. Kasus sirosis pascanekrotik berjumlah sekitar 10% dari seluruh kasus sirosis. Sekitar 25 hingga 75% kasus memiliki riwayat hepatitis virus sebelumnya. Banyak pasien yang memiliki hasil uji HBsAg-positif, sehingga menunjukkan bahwa hepatitis kronis agaknya merupakan penting. Kasus HCV sekitar 25% dari kasus sirosis. Sejumlah kecil kasus akibat intoksikasi



yang pernah diketahui adalah dengan bahan kimia industri, racun, ataupun obat-obatan seperti fosfat, kontrasepsi oral, metil-dopa, arsenik, dan karbon tetraklorida. Ciri khas sirosis pascanekrotik adalah bahwa tampaknya sirosis ini adalah faktor predisposisi timbulnya neoplasma hati primer (karsinoma hepatoseluler). Risiko ini meningkat hampir sepuluh kali lipat pada pasien karier dibandingkan pada pasien bukan karier. 3. Sirosis biliaris Kerusakan sel hati yang dimulai di sekitar duktus biliaris akan menimbulkan pola sirosis yang dikenal sebagai sirosis biliaris. Tipe ini merupakan 2% penyebab kematian akibat sirosis. Penyebab tersering sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris pascahepatik. Stasis empedu di dalam masa hati dan kerusakan sel-sel hati. Terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi lobulus, namun jarang memotong lobulus seperti pada sirosis Laennec. Hati membesar, keras, bergranula halus, dan berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awal dan utama dari sindrom ini, demikian pula pruritus, malabsorbsi, dan steatorea. Sirosis biliaris primer menampilkan pola yang mirip dengan sirosis biliaris sekunder yang baru saja dijelaskan di atas, namun lebih jarang ditemukan. Penyebab keadaan ini (yang berkaitan denan lesi-lesi duktulus empedu intarahepatik) tidak diketahui. Sirosis biliaris primer paling sering terjadi pada perempuan usia 30 hingga 65 tahun dan disertai dengan berbagai gangguan autoimun (misal: tiroiditis autoimun atau artritis reumatoid). Antibodi antimitokondrial dalam sirkulasi darah (AMA) terdapat dalam 90% pasien. Sumbat empedu sering ditemukan dalam kapiler-kapiler dan duktulus empedu, dan sel-sek hati seringkali mengandung pigmen hijau. Saluran empedu ekstrahepatik tidak ikut terlibat. Hipertensi portal yang timbul sebagai komplikasi jarang terjadi. Osteomalasia terjadi pada sekitar 25% penderita sirosis biliaris primer (akibat menurunnya absorbsi vitamin D).



Pathway sirosis hepatis (Price, 2006)



E. Klasifikasi Sirosis Hati (Wijayaningsinh, 2012) Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu : 1. Mikronodular 2. Makronodular 3. Campuran (yang



memperlihatkan



gambaran



mikro-dan



makronodular) Secara Fungsional Sirosis terbagi atas : 1. Sirosis hati kompensata Sering disebut dengan



Laten



Sirosis



hati.



Pada



atadiu



kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening. 2. Sirosis hati Dekompensata Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus. F. Tanda dan Gejala Serosis Hati (Mansjoer, 2000)



Menurut (Arief Mansjoer, 2000) tanda dan gejala dari sirosis hati adalah sebagai berikut : gastrointestinal



1. Gejala-gejala



yang



tidak



khas



seperti



anoreksia,mual,muntah,dan diare. 2. Demam, berat badan turun, cepat lelah 3. Asites, hidrotoraks, dan edema 4. Icterus, kadang-kadang urin menjadi lebih tua warnanya atau



kecoklatan 5. Hepatomegaly 6. Kelainan pembuluh darah seperti koleteral-koleteral di dinding



abdomen dan toraks. 7. Kelainan endokrin



G. Komplikasi 1. Komplikasi menurut Brunner (2000) ada dua yaitu: a. Perdarahan dan hemorargia b. Ensefalopati hepatic 2. Komplikasi menurut Mansjoer (2000) ada dua yaitu: a. Hematemisis melena b. Koma hepatikum 3. Komplikasi menurut Engram (2000) ada empat yaitu: a. Encefalo hepatik yang disebabkan oleh peningkatan kadar b.



amonia darah. Asites ruang disebabkan oleh ekstravasase cairan serosa ke dalam rongga peritoneal yang disebabkan oleh peningkatan hipertensi portal, peningkatan reabsorpsi ginjal terhadap



c.



natrium dan penurunan albumin serum. Sindrom hepatorenal yang disebabkan oleh dehidrasi atau



d.



infeksi. Gangguan endokrin yang disebabkan oleh depresi sekresi gonadotropi



H. Pemeriksaan Penunjang (Wijaya, 2013) Pemeriksaan penunjang menurut Wijaya dan Putri. 2013 1. Uji faal hepar a. Bilirubin meningkat (n : 0,2 – 1,4 gr%) b. SGOT meningkat (n : 10-40 u/c) c. SGPT meningkat ( n : 5-35 u/c) d. Protein total menurun (n : 6,6 – 8 gr/dl) e. Albumin menurun 2. USG : atropi hepar



3.



Biopsy hati : deteksi infiltrasi lemak, fibrosis, dan kerusakan



jaringan hati 4. Darah lengkap I.



Penatalaksanaan (Wijaya, 2013) Penatalaksanaan menurut Wijaya dan Putri. 2013 1. Umum a. Istirahat b. Diit rendah garam, bila asites diit rendah garam c. A.B non hematotoksik d. Memperbaiki status gizi, vitamin B Comp 2. Edema / asites a. DRG 0,5 gr/hari b. Diuretic (spirolaktan) : ideal penurunan BB 3. Pendarahan Esofagus (Helen) a. Di puaskan selama perdarahan b. Tanfusi : bila syok hipovolemik c. Vitamin K d. NGT : aspirasi cairan lambung dengan untuk memgetahui perdarahan sudah berhenti /belum



ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SIROSIS HEPATIS (DOENGOUS, 2000)



A. Pengkajian 1. Istirahat/aktivitas : Kelemahan, fatique, menurunnya masa otot 2. Sirkulasi : a. Riwayat gangguan kongesti (CHF), penyakit rematik, jantung, kanker (Mal-fungsi hati akibat gagal hati) b. Hipertensi/hipotensi c. Disritmia d. Suara jantung tambahan e. Distensi vena juguler dan vena abdomen 3. Eliminasi : a. Flatulensi b. Diare/konstipasi c. Distensi abdominal d. Menurunnya suara pencernaan e. Urin pekat f. Feses seperti dempul, melena 4. Makanan/minuman a. Anoreksia b. Penurunan BB c. Edema



5.



6.



7.



8.



9.



d. Kulit kering e. Turgor jelek f. Joundice g. Spider angiomos Neurosensori a. Depresi mental b. Berbicara tidak jelas c. Hepatik enchelopati Nyeri/kenyamanan a. Kembung b. Pruriyus c. Tingkah laku membingungkan Respirasi a. Dyspnoe b. Takipneo c. Terbatasnya ekspirasi dada Seksualitas a. Gangguan menstruasi b. Atropi testis c. Ginekomasti d. Rambut rontok Pengetahuan a. Riwayat pemakaian alkohol yang lama b. Riwayat penyakit empedu, hepatitis, pemakaian obat yang merusak



fungsi hati, dan lain-lain B. Diagnosis keperawatan 1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, gangguan metabolisme protein, lemak, glukosa dan gangguan penyimpanan vitamin 2. Perubahan volume cairan tubuh yang berhubungan dengan malnutrisi, kelebihan sodium/intake cairan 3. Risiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan perubahan sirkulasi atau status metabolik 4. Risiko ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan ascites, menurunnya ekspansi paru 5. Risiko terjadi perdarahan yang berhubungan dengan riwayat darah yang abnormal, hipertensi portal 6. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan yang berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi



C. Intervensi D. E.



G. RENCANA KEPERAWATAN DIAGNOSIS F. TUJUAN KEPERAWATAN J. TINDAKAN K. L. Perubahan nutrisi M. Setelah N. Mandiri : kurang dari diberikan 1. Ukur masukan diet harian 1. kebbutuhan tubuh asuhan dengan jumlah kalori 2. Timbang sesuai indikasi. yang berhubungan keperawatan Bandingkan perubahan status 2. dengan anoreksia, selama...., cairan, riwayat berat badan, gangguan pasien dapat ukuran kulit trisep metabolisme terpenuhi O. protein, lemak, kebutuhan P. glukosa dan nutrisinya Q. gangguan dengan kriteria R. penyimpanan : S. vitamin 1. Menunjukkan T. peningkatan berat badan progresif 3. Bantu dan dorong pasien 3. untuk makan ; jelaskan alasan mencapai tujuan tipe diet. Beri pasien makan dengan nilai bila pasien mudah lelah, atau laboratorium biarkan orang terdekat normal 2. Tak mengalami membantu pasien. tanda malnutrisi Pertimbangkan pilihan lebih lanjut makanan yang disukai 4. Dorong pasien untuk makan 4. semua makanan/makanan tambahan U. V. W.



RASIONAL BY.Mandiri : Memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan/defisiensi Mungkin sulit untuk menggunakan berat badan sebagai indikator langsung status nutrisi karena ada gambaran edema/asites. Lipatan kulit trisep berguna dalam mengkaji perubahan masa otot dan simpanan lemak subkutan Diet yang tepat penting penyembuhan. Pasien mungkin makan lebih baik bila keluarga terlibat dan makanan yang disukai sebanyak mungkin BZ. CA. CB. Pasien mungkin mencungkil atau hanya makan sedikit gigitan karena kehilangan minat pada makanan dan mengalami mual, kelemahan umum, malaise



5. Berikan makanan sedikit dan sering X. Y. Z. 6. Berikan tambahan garam bila diizinkan;hindari yang mengandung amonium AA. AB. 7. Batasi masukan kafein, makanan yang menghasilkan gas atau berbumbu dan terlalu panas atau terlalu dingin AC. 8. Berikan makanan halus, hindari makanan kasar sesuai indikasi 9. Berikan perawatan mulut sering dan sebelum makan AD. AE. 10. Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan, khususnya sebelum makan AF. AG. 11. Anjurkan menghentikan merokok AH. AI. Kolaborasi :



5. Buruknya toleransi terhadap makan banyak mungkin berhubungan dengan peningkatan tekanan intraabdomen/asites 6. Tambahan garam meningkatkan rasa makanan dan membantu meningkatkan selera makan:amonia potensial risiko ensefalopati 7. Membantu dalam menurunkan iritasi gaster/diare dan ketidaknyamanan abdomen yang dapat mengganggu pemasukan oral/pencernaan 8. Perdarahan dari varises esofagus dapat teradi pada sirosis berat 9. Pasien cenderung mengalami luka dan/atau perdarahan gusi dan rasa tak enak pada mulut dimana menambah anoreksia 10. Penyimpanan energi menurunkan kebutuhan metabolik pada hati dan meningkatkan regenerasi seluler 11. Menurunkan rangsangan gaster berlebihan dan risiko iritasi/perdarahan CC. Kolaborasi :



12. Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh : glukosa serum, albumin, total protein, amonia AJ. AK. AL. AM. AN. AO. AP. AQ. AR. 13. Pertahankan status puasa bila diindikasikan AS. AT. AU. 14. Konsul dengan ahli diet untuk memberikan diet tinggi dalam kalori dan karbohidrat sederhana, rendah lemak, dan tinggi protein sedang; batasi natrium dan cairan bila perlu. Berikan tambahan cairan sesuai indikasi AV. AW. AX. AY. AZ.



12. Glukosa menurun karena gangguan glikogenesis, penurunan simpanan glikogen, atau masukan tak adekuat. Protein menurun karena gangguan metabolisme, penurunansintesis hepatik, atau kehilangan ke rongga peritoneal (asites). Peningkatan kadar amonia perlu pembatasan masukan protein untuk mencegah komplikasi serius 13. Pada awalnya, pengistirahatan GI diperlukan untuk menurunkan kebutuhan pada hati dan produksi amonia / urea GI 14. Makanan tinggi kalori dibutuhkan pada kebanyakan pasien yang pemasukannyadibatasi, karbohidrat memberia energi yang siap pakai. Lemak diserap dengan buruk karena disfungsi hati dan mungkin memperberat ketidaknyamanan abdomen. Protein diperlukan pada perbaikan kadar protein serum untuk menurunkan kadar



BA. BB. BC. BD. BE. BF. BG. BH. BI. BJ. 15. Berikan makanan dengan selang, hiperalimentasi, lipid sesuai indikasi BK. BL. BM. 16. Berikan obat sesuai indikasi, contoh : BN. tambahan vitamin, tiamin, besi, asam folat; BO. BP. BQ. BR. BS. sink; BT. BU. BV. enzim pencernaan, contoh pankreatin (viokase); BW. BX. antiemetik, contoh trimetobenzamid (Tigan)



edema dan ntuk meningkatkan regenerasi sel hati. Catatan : Protein dan makanan tinggi amonia (contoh geltin) dibatasi bila kadaramonia meninggi aau pasien mempunyai tanda klinis ensefalopati hepatik. Selain itu individu ini dapat mentelorir protein nabati lebih baik dari pada protein hewani. 15. Mungkin diperlukan untuk diet tambahan untuk memberikan nutrien bila pasien terlalu mual atau anoreksia untuk makan atau varises esofagus mempengaruhi masukan oral 16. Pasien biasanya kekurangan viamin karena diet yang buruk sebelumnya. Juga hati yang rusak tak dapat menyimpan vitamin A, B komplek, D dan K. Juga dapat kekurangan besi dan asam folat yang menimbulkan anemia CD. Meningkatkan rasa kecap/bau, yang dapat merangsang nafsu makan CE. Meningkatkan pencernaan lemak dan dapat menurunkan steatorea/diare



CG. Perubahan volume cairan tubuh yang berhubungan dengan malnutrisi, kelebihan sodium/intake cairan



1.



2.



3. 4. 5.



CF. Digunakan dengan ati-hati untuk menurunkan mual/muntah dn meningkatkan masukan oral CH. Setelah CI. Mandiri : EM. Mandiri : diberikan 1. Ukur masukan dan haluaran, 1. Menunjukkan status volume asuhan catatkeseimbangan positif sirkulasi, terjadinya/perbaikan keperawatan (pemasukan melebihi perpindahan cairan, dan respon selama...., pengeluaran). Timbang berat terhadap terapi. Keseimbangan cairan tubuh badan tiap hari, dan positif/peningkatan bert badan pasien berada catatpeningkatan lebih dari 0,5 sering menunjukkan retensi dalam kg/hari cairan lanjut. Catatan : keadaan CJ. penurunan volume sirkulasi seimbang CK. (perpindahan cairan) dapat dengan kriteria CL. mempengaruhi secara langsung : CM. fungsi/haluaran urin, Menunjukkan CN. mengakibatkan sindrom volume cairan CO. hepatorenal TD biasanya stabil 2. Awasi TD dan CVP . catat 2. Peningkatan Adanya berhubungan dengan kelebihan JVD/distensi vena keseimbangan volume cairan tetap mungkin CP. pemasukkan dan tidak terjadi karena perpindahan CQ. pengeluaran cairan keluar area vaskuler. CR. Berat badan stabil Distensi jugular eksternal dan CS. Tanda vital dal vena abdominal sehubungan CT. rentang normal dengan kongesti vaskuler CU. Tidak ada edema 3. Peningkatan kongesti pulmonal 3. Auskultasi paru, catat dapat mengakibatkan penurunan/tak adanya bunyi konsolidas, gangguan nafas dan terjadinya bunyi pertukaran gas, dan komplikai tambahan (contoh krekels) contoh edema paru CV.



4. Awasi disritmia jantung. Auskultasi bunyi jantung, catat terjadinya bunyi irama gallop S3/S4 5. Kaji derajat perifer/edema dependen CW. CX. 6. Ukur lingkar abdomen CY. CZ. DA. DB. DC. DD. DE. DF. 7. Dorong untuk tirah baring bila ada asites 8. Berikan perawatan mulut sering;kadang-kadang beri es batu (bila puasa) DG. Kolaborasi : 9. Awasi albumin serum dan elektrolit (khususnya kalium dan natrium) DH. DI. DJ. DK. DL.



4. Mungkin disebabkan oleh GJ, Penurunan perfusi arteri koroner dan ketidakseimbangan elektrolit 5. Perpindahan cairan pada jaringan sebagai akibat retensi natrium dan air, penurunan albumin dan penurunan ADH 6. Menunjukkan akumulasi cairan (asites) diakibatkan oleh kehilangan protein plasma/cairan ke dalam area peritoneal. Catatan : akumulasi kelebihan cairan dapat menurunkan volume sirkulasi menyebabkan defisit (tanda dehidrasi) 7. Dapat meningkatkan posisi rekumben untuk diuresis 8. Menurunkan rasa haus EN. EO. EP. Kolaborasi : 9. Penurunan albumin serum mempengaruhi tekanan osmotik koloid plasma, mengakibatkan pembentukan edema.penurunan aliran darah ginjual menyertai peningkatan ADH dan kadar aldosteron dan penggunaandiuretik (untuk



DM. menurunkan air total tubuh) DN. dapat menyebabkan berbagai DO. perpindahan/ketidakseimbanga DP. n elektrolit 10. Kongesti vaskuler, edema paru 10. Awasi seri foto dada dan efusi pleural sering terjadi DQ. 11. Natrium mungkin dibatasi untuk 11. Batasi natrium dan cairan meminimalkan retensi cairan sesuai indikasi dalam area DR. ekstravaskuler.pembatasan DS. cairan perlu untuk DT. memperbaiki/mencegah DU. pengenceran hiponatremia DV. 12. Albumin mungkin diperlukan 12. Berikan albumin bebas untuk meningkatkan tekanan garam/plasma ekpander osmotik koloid dalam sesuai indikasi kompartemen vaskuler DW. (pengumpulan cairan dalam DX. area vaskuler), sehingga DY. meningkatkan volume sirkulasi DZ. efektif dan penurunan terjadinya EA. asites EB. a. Digunakan dengan 13. Berikan obat sesuai indikasi : perhatian untuk mengontrol a. Diuretik, contoh : edema dan asites. spironolakton (Aldakton); Menghambat efek furosemid (lasix) aldosteron, meningkatkan EC. ekskresi air sambil ED. menghemat kalium, bila EE. terapi konservatif dengan EF. tirah baring dan EG.



EH. EI. b. Kalium EJ. EK. EL. c. Obat inotropik positif dan vasodilatasi arterial



EQ. Risiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan perubahan sirkulasi atau status metabolik



ER. Setelah diberikan asuhan keperawatan selama...., pasien dapat terhindar dari gangguan integritas kulit dengan kriteria : 1. Mempertahankan integritas kulit 2. Mengidentifikasi faktor risiko dan menunjukkan perilaku/teknik untuk mencegah kerusakan kulit



3. Lihat permukaan kulit/titik tekanan secara rutin.pijat penonjolan tulang atau area yang tertekan terus menerus. Gunakan losion minyak; batasi penggunaan sabun untuk mandi 4. Ubah posisi pada jadwal teratur, saat di kursi/tempat tidur; bantu dengan latihan rentang gerak aktif/pasif 5. Tinggikan ekstremitas bawah 6. Pertahankan sprei kering dan bebas lipatan 7. Gunting kuku jari hingga pendek; berikan sarung tangan jika diindikasikan 8. Berikan perawatan perinial setelah berkemih dan defekasi 9. Gunakan kasur bertekanan



1.



2.



3.



4.



5.



pembatasan natrium tidak mengatasi b. Kalium serum dan seluler biasanya menurun karena penyakit hati sesuai dengan kehilangan urin c. Diberikan untuk meningkatan curah jantung/perbaikan aliran darah ginjal dan fungsinya, sehingga menurunkan kelebihan cairan Edema jaringan lebih cenderung untuk mengalami kerusakan dan terbentuk dekubitus. Asites dapat meregangkan kulit sampai pada titik robekan pada sirosis berat Pengubahan posisi menurunkan tekanan pada aringan edema untuk memperbaiki sirkulasi. Latihan meningkatkan sirkulasi dan perbaikan/mempertahankan mobilitas sendi Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan edema pada ekstremitas Kelembaban meningkatkan pruritus dan meningkatkan risiko kerusakan kulit Mencegah pasien dari cidera



ES.Risiko ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan ascites, menurunnya ekspansi paru



ET. Setelah diberikan asuhan keperawatan selama...., pasien dapat terhidar dari ketidakefektifa n pola nafas dengan kriteria : 1. Mempertahankan pola pernapasan efektif 2. Bebas dispnea dan sianosis dengan nilai GDA dan kapasitas vital dalam rentang normal



tertentu, kasur karton telur, tambahan pada kulit khususnya kasur air, kulit domba sesuai bila tidur 6. Mencegah ekskoriasi kulit dari indikasi 10. Berikan losion kalamin, garam empedu tekanan kulit, berikan mandi soda kue. 7. Menurunkan meningkatkan sirkulasi, dan Berikan kolestiramin menurunkan risiko (Questran) bila diindikasikan iskemia/kerusakan jaringan 8. Mungkin menghentikan gatal sehubungan dengan ikterik, garam empedu pada kulit EU. Mandiri : FQ. Mandiri 1. Awasi frekuensi, kedalaman 1. Pernapasan dangkal dan upaya pernapasan cepat/dispnea mungkin ada EV. sehubungan denganhpoksia EW. dan/atau akumulasi cairan EX. dalam abdomen terjadinya 2. Auskultasi bunyi napas, catat 2. Menunjukkan komplikasi (contoh adanya krekels, meni, ronki bunyi tambahan menunjukkan EY. akumulasi cairan/sekresi; tak EZ. ada/menurunkan FA. bunyiatelektasis) meningkatnya FB. risiko infeksi FC. mental dapat 3. Selidiki perubahan tingkat 3. Perubahan menunjukkan hipoksemia dan kesadaran gagal pernapasan, yang disertai FD. koma hepatik FE. pernapasan 4. Pertahankan kepala tempat 4. Memudahkan dengan menurunkan tekanan tidur tinggi. Posisi miring pada diafragma dan FF. meminimalkan ukuran aspirasi



FG. FH. 5. Ubah posisi dengan sering; dorong napas dalam, latihan dan batuk 6. Awasi suhu. Catat adanya menggigil, meningkatnya batuk, perubahan warna/karakter sputum FI. Kolaborasi : 7. Awasi seri GDA, nadi oksimetri, ukur kapsitas vital, foto dada 8. Berikan tambahan O2 sesuai indikasi FJ. FK. FL. 9. Bantu dengan alat-alat pernapasan, contoh spirometri insentif, tiupan botol 10. Siapkan untuk/bantu untuk prosedur,contoh : a. Parasentesis FM. FN. FO. FP. b. Pirau peritoneovena



sekret 5. Membantu ekspansi dada dan memobilisasi sekret FR. 6. Menunjukkan timbulnya infeksi, contoh pneumonia FS. FT. FU. Kolaborasi : 7. Menyatakan perubahan status pernapasan, terjadinya komplikasi paru 8. Mungkin perlu untuk mengobati/mencegah hipoksia. Bila pernapasan/oksigenasi tidak adekuat, ventilasi mekanik sesuai kebutuhan 9. Menurunkan insiden atelektasis, meningkatkan mobilitas sekret FV. FW. FX. a. Kadanga kadang dilakukan untuk membuang cairan asites bila keadaan pernapasan tidak membaik dengan tindakan lain b. Bedah penanaman kateter untuk mengembalikan akumulasi cairan dalam abdomen ke sistem sirkulasi



FY. Risiko terjadi perdarahan yang berhubungan dengan riwayat darah yang abnormal, hipertensi portal



FZ. Setelah diberikan asuhan keperawatan selama...., pasien dapat terhindar dari terjadinya perdarahan dengan kriteria : 1. Mempertahankan homeostatis dengan tanpa perdarahan 2. Menunjukkan perilaku penurunan risiko perdarahan



1.



2.



3.



4.



5.



6.



GA. Mandiri : Kaji adanya tanda-tanda dan gejala-gejala perdarahan,GI, contoh periksa semua sekresi untuk adanya darah warna coklat atau samar.observasi warna dan konsistensi feses, drainase NG, atau muntah Observasi adanya petekie, ekimosis, perdarahan dari satu atau lebih sumber Awasi nadi, TD dan CVP bila ada GB. GC. GD. Catat perubahan mental/tingkat kesadaran GE. GF. Hindari pengukuran suhu rektal, hati-hati memasukkan selang GI Dorong menggunakan sikat gigi hals,pencukur elektrik, hindari mengejan saat



1.



2.



3.



4.



5.



6.



melalui vena kava, memberikan penghilangan asites jangka panjang dan memperbaiki fungsi pernapasan GL. Mandiri : Traktus GI (esofagus dan rektum) paling biasa untuk sumber perdarahan sehubungan dengan mukosa yang mudah rusak dan gangguan dalam hemostatis karena sirosis KID subakut dapat terjadi sekunder terhadap gangguan faktor pembekuan Peningkatan nadi dengan penurunan TD dan CVP dapat menunjukkan kehilangan volume darah sirkulasi, memerlukan evaluasi lanjut Perubahan dapat menunjukkan penurunan perfusi jaringan serebral sekunder terhadap hipovolemia, hipoksemia Rektal dan esofageal paling rentan untuk robek GM. Pada adanya gangguan faktor pembekuan, trauma minimal dapat menyebabkan



defekasi, meniupkan hidung dengan kuat dan sebagainya 7. Gunakan jarum kecil untuk ineksi.tekan lebih lama pada bagian bekas suntikan 8. Hindarkan penggunaan produk yang mengandung aspirin GG. Kolaborasi : 9. Awasi Hb/Ht dan faktor pembekuan GH. 10. Berikan obat sesuai indikasi : a. Vitamin tambahan (contoh vitamin K, D dan C) b. Pelunak feses GI. 11. Berikan lavase gaster dengan cairan garam faal bersuhu kamar/dingin atau air sesuai indikasi 12. Bantu dalam memasukkan /mempertahankan selang GI/esofageal (contoh selang Sengstaken-blakemore) GJ. GK. 13. Siapkan prosedur bedah contoh ligasi langsung (pengikatan) varises, reseksi



perdarahan mukosa GN. 7. Meminimalkan kerusakan jaringan, menurunkan risiko perdarahan/hematoma 8. Koagulasi memanjang, berpotensi untuk risiko perdarahan GO. Kolaborasi : 9. Indikator anemia, perdarahan aktif atau terjadinya komplikasi (contoh KID) 10. Meningkatkan sintesis protrombin dan koagulasi bila hati berfungsi. Kekurangan vitamin C meningkatkan kerentangan terhadap sistem GI untuk terjadi iritasi/perdarahan 11. Evakuasi darah dari traktus GI menurunkan produksi amonia dan risiko ensefalopati hepatik GP. 12. Sementara mengontrol perdarahan varises esofagus bila kontrol yang lain tak mampu (contoh lavase) dan stabilitas hemodinamik tak dapat ditingkatkan 13. Mungkin diperlukan untuk mengontro perdarahan aktif atau untuk menurunkan



esofagogastrik, anastomisis splenorenalportakaval



GQ. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan yang berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi



GR. Setelah diberikan asuhan keperawatan selama...., pasien dapat mengetahui tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan dari penyakitnya dengan kriteria : 1. Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis 2. Menghubungkan gejala dengan faktor penyebab 3. Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi



1.



2.



3.



4.



GS. Mandiri : Kaji ulang proses penyakit/prognosis dan harapan yang akan datang Tekankan pentingnya menghindari alkohol. Berikan informasi tentang pelayanan masyarakat yang ada untuk membantu dalam rehabilitasi alkohol sesuai indikasi Informasikan pasien tentang efek gangguan karena obat pada sirosis dan pentingnya penggunaan obat hanya yang diresepkan atau dielaskan oleh dokter yang mengenal riwayat penyakit pasien GT. Kaji ulang prosedur untuk mempertahankan fungsi pirau peritoneovena bila ada GU. GV. GW. GX. GY.



1.



2.



3.



4.



tekanan portal dan kolateral pembuluh darah untuk meminimalkan risiko berulangnya perdarahan HR. Mandiri : Memberikan dasar pegetahuan pada pasien yang dapat membuat pilihan informasi Alkohol menyebabkan terjadinya sirosis HS. HT. HU. HV. Beberapa obat bersifat hepatotoksik (khususnya narkotik, sedatif, dan hipnotik). Selain itu kerusakan hati telah menurunkan kemampuan metaolisme semua obat,potensial efek akumulasi dan/atau meningkatnya kecenderungan perdarahan Pemasangan pirau denfer memerlukan pemompaan bilik untuk mempertahankan patensi alat. Pasien dengan pirau leveen dapat menggunakan pengikat abdomen dan/atau melakukan gerakan valsalva untuk mempertahankan funsi



dalam perawatan 5.



6.



7.



8.



9.



GZ. Tekankan pentingnya nutrisi yang baik. Anjurkan menghindari bawang dan keju padat.berikan intruksi diet tertulis HA. HB. Tekankan perlunya mengevaluasi kesehatan dan mentaati program terapeutik HC. HD. HE. HF. Diskusikan pembatasan natrium dan garam serta perlunya membaca label makanan/obat yang dijual bebas HG. HH. HI. HJ. HK. Dorong menjadwalkan aktivitas dengan periode istirahat yang adekuat HL. Tingkatkan aktivitas hiburan yang dapat dinikmati pasien



pirau 5. Pemeliharaan diet yang tepat dan menghindari makanan yang tinggi amonia membantu mencegah kerusakan hati. Instruksi tertulis akan membantu pasien sebagai rujukan di rumah 6. Sifat penyakit kronis mempunyai potensial untuk komplikasi mengancam hidup. Memberikan kesempatan untuk evaluasi keefektifan program termasuk potensi pirau yang digunakan 7. Meminimalkan asites dan pembentukan edema. Penggunaan berlebihan bahan tambahan mengakibatkan ketidakseimbangan elektroit lain. Makanan, produk yang dijual bebas/pribadi (contoh antasida, beberapa pembersih mulut) dapat mengandung natrium tinggi atau alkohol 8. Istirahat adekuat menurunkan kebutuhan metabolik tubuh dan meningkatkan simpanan energi untuk regenerasi jaringan 9. Mencegah kebosanan dan meminimalkan ansietas dan



HM. 10. Anjurkan menghindari infeksi, khususnya ISK HN. HO. HP. HQ. 11. Identifikasi bahaya lingkungan contoh : karbon tetraklorida tipe pembersih terpajan pada hepatitis 12. Anjurkan pasien/orang terdekat melihat tanda/gejala yang perlu pemberitahuan pada pemberi perawatan, contoh peningkatan lingkar abdomen ; penurunan/peningkatan berat badan cepat; peningkatan edema perifer; peningkatan dispnea, demam; darah pada feses atau urin; perdarahan berlebihan dalam bentuk apapun, ikterik 13. Intruksikn orang terdekat untuk memberitahu pemberi perawatan akan adanya bingung, tidak rapi, tidur berjalan, tremor, atau perubahan kepribadian



depresi 10. Penurunan pertahanan, gangguan status nutrisi dan respon imun (contoh leukopenia, dapat terjadi pada splenomegali) potensial risiko ineksi 11. Dapat mencetuskan kekambuhan HW. HX. 12. Pelaporan segera tentang gejala menurunkan risiko kerusakan hati lebih lanjut dan memberikan kesempatan untuk mengatasi komplikasi sebelum mengancam hidup HY. HZ. IA. IB. IC. ID. IE. 13. Perubahan (menunjukkan penyimpangan) dapat lebih tampak oleh orang terdekat, meskipun adanya perubahan dapat dilihat oleh orang lain yang jarang kontak dengan



pasien IF. IG. IH. II. IJ. IK. IL. IM. IN. IO. IP. IQ. IR. DAFTAR PUSTAKA IS. IT. Brunner & Suddartt, 2000. Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : EGC. IU. Doengoes E. Marilyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC. IV. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. IW. Price, Silvia A & Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Edisi 6. Jakarta: EGC. IX. Smeltzer, Suzame C. 2001. Buku Ajar Medikal Bedah. Jakarta: EGC.



IY.



Wijaya, andra saferi dan Putri, Yessie Mariza. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta : Nuha Medika. IZ. Wijayaningsih, Kartika Sari. 2012. Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta : TIM. JA. JB.



JC. JD.



BAB II TINJAUAN KASUS



JE. I. PENGKAJIAN JF.Tanggal pengkajian : 6 Januari 2014 JG. Jam : 11 : 00 WIB JH. Oleh : Rina Aprilriani dan Risma Dewi Anggraeni A. Identitas 1. Pasien a. Nama : Tn “R” b. Jenis kelamin : Laki-laki c. Umur : 30 Tahun d. Agama : Islam e. Status perkawinan : Belum Menikah f. Pendidikan : SMA g. Pekerjaan : Buruh h. Suku/kebangsaan : Jawa/Indonesia i. Alamat : Rt 06-Rw 02, Kuncen, Bendungan, Wates, Kulon Progo j. Diagnosis medis : Sirosis Hepatis k. Nomor CM : 560966 l. Tanggal masuk RS : 4 Januari 2014 2. Keluarga/Penanggung jawab a. Nama : Ny. R b. Umur : 55 Tahun c. Pendidikan : SMP d. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga m. Alamat : Rt 06-Rw 02, Kuncen, Bendungan, Wates, Kulon Progo e. Hubungan dengan klien : Ibu JI.



B. Riwayat Kesehatan 1. Kesehatan pasien a. Riwayat kesehatan sekarang JJ. Pasien mengeluh merasa mual perutnya, dan merasa badannya terasa lemas. Pasien mengatakan nyeri pada perut bagian kanan yang menyebar ke perut kiri dan jyga ulu hati. Nyeri yang dirasakan seperti melilit dan perih dengan skala nyeri 4 dan hilang timbul. Nyeri sering muncul pada malam hari. 1 minggu yanng lalu pasien hanya merasa kelelahan saja kemudian ia pergunakan untuk banyak istirahat, namun badannya semakin terasa lemas dan nyeri d perutnya semakin sering. Pasien sudah menduga jika penyakitnya kambuh, kemudian ia memutuskan untuk kontrol di Poli dalam RSUD Wates dan ternyata dokter menganjurkan untuk menjalani rawat inap di RSUD Wates b. Riwayat kesehatan lalu JK. Pasien mengatakan 1 tahun yang lalu ia sudah pernah menjalani rawat inap di RSUD Wates dengan keluhan yang sama dan diberi tau oleh dokter jika pasien menderita sirosis hepatis. Semasa muda pasien mengkonsumsi alkohol satu bulan sekali dan juga sering merokok 1 bungkus/hari. Setelah tahu jika ia menderita penyakit sirosis hepatis, ia memutuskan untuk berhenti mengkonsumsi alkohol dan merokok. Sekarang pasien masih menjalani kontrol di poli dalam RSUD Wates dan minum obat dari dokter secara rutin 2. Kesehatan keluarga JL. Pasien menyatakan jika tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama dengan pasien. Keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit menurun seperti DM atau hipertensi dan juga tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit menular seperti TBC. Sekarang pasien tinggal bersama ibu dan adiknya. JM.



3. Genogram JN. JO. JP. JQ. JR. JS. JT.Keterangan: JU. : Laki-laki JV. : Perempuan JW. : Klien Sdr. “S” JX. : Laki-laki yang meninggal dunia JY. : Perempuan yang meninggal dunia JZ. : Hubungan keturunan KA. : Hubungan pernikahan KB. : Tinggal serumah dengan klien KC. Pasien memiliki kakek dan nenek dari ayah dan Ibunya, kedua kakeknya dan kedua neneknya sudah meninggal. Ayahnya merupakan anak ketiga dari empat bersaudara, sedangkan ibunya merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pasien memiliki ayah dan ibu, ayahnya sudah meninggal. Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pasien memiliki 1 saudara perempuan. Saat ini pasien tinggal 1 rumah dengan ibu dan adiknya. KD. C. Pola kebiasaan pasien 1. Aspek fisik-biologis a. Pola nutrisi 1) Sebelum sakit KE. Pasien menyatakan jika sebelum sakit pola makan pasien biasa saja, makan 3 kali sehari. Pasien makan dengan makanan makanan pokok nasi yang dilengkapi sayur dan lauk. Pasien menyatakan jika dulu ia minum air putih sebanyak 46 gelas per hari dan setiap pagi hari dan sore hari selalu minum kopi. 2) Selama sakit KF. Pasien menyatakan jika selama sakit ini, nafsu makan pasien menurun karena perutnya terasa mual tetapi tidak muntah. Saat ini pasien makan dengan menu makanan dari rumah sakit, 3 kali sehari namun hanya habis 3-5 sendok saja setiap kali makan. Pasien mengatakan ia makan makanan dari rumah sakit saja dan makan roti kering yang ia beli dari luar



rumah sakit. Pasien mengatakan sekarang sering cepat kenyang. Selama sakit ini pasien minum hanya 4-5 gelas per hari karena pasien merasakan mual ketika makan dan minum. b. Pola eliminasi 1) Sebelum sakit KG. Pasien menyatakan sebelum sakit ia b.a.b teratur 1 kali dalam 1 hari pada pagi hari dengan konsistensi feses lunak dan tidak ada keluhan saat b.a.b serta pasien b.a.k 5-7 kali dalam 1 hari dengan warna urin kuning jernih. 2) Selama sakit KH. Pasien mengatakan jika pada tanggal 4 Januari 2014 ketika ia masuk rumah sakit, ia b.a.b. 2x/hari dengan konsistensi lunak dan berwarna merah darah. Keadaan seperti itu ia alami selama 3 hari. Pasien mengatakan sekarang b.a.b 1 kali dalam 1 hari kadang pagi hari dan kadang siang hari dengan konsistensi feses lunak dan tidak mengandung darah. Kemudian pasien b.a.k hanya 6-7 kali dalam sehari dengan warna urin kuning pekat. Pasien tidak dipasang DC. c. Pola aktivitas istirahat-tidur 1) Sebelum sakit a) Keadaan aktivitas sehari-hari KI. Pasien menyatakan jika sebelum sakit pasien beraktivitas secara mandiri dan bekerja sebagai buruh. b) Keadaan pernapasan KJ. Pasien menyatakan jika sebelum sakit tidak pernah mengalami sesak nafas. c) Keadaan kardiovaskuler KK. Pasien menyatakan jika sebelum sakit, ia tidak pernah merasa berdebar-debar. d) Kebutuhan tidur KL. Sebelum sakit pasien mengatakan bahwa pasien biasanya tidur pada pukul 12 malam dan biasanya bangun pukul 4 pagi. e) Keadaan istirahat KM. Pasien menyatakan sebelum sakit, ia jarang istirahat apalagi tidur siang 2) Selama sakit a) Keadaan aktivitas sehari-hari KN. Pasien menyatakan jika selama sakit pasien masih bisa beraktivitas secara mandiri, namun sudah tidak bisa bekerja berat lagi. pasien mengatakan jika ia bekerja berat, takut penyakitnya kambuh lagi b) Keadaan pernapasan KO. Pasien menyatakan selama sakit tidak merasa sesak nafas. c) Keadaan kardiovaskuler KP. Pasien menyatakan jika selama sakit ini tidak pernah merasa berdebar-debar.



d) Kebutuhan tidur KQ. Pasien menyatakan selama tiga hari dirawat di rumah sakit ini pasien tidak bisa tidur nyenyak di malam hari, pasien tidur kurang lebih hanya 3-4 jam, karena merasa gerah dan lingkungan yang berisik dan juga karena timbul nyeri di perutnya di malam hari. Ia menyatakan tidurnya tidak pulas dan bangun tidur tidak merasa bergairah. Pasien menyatakan sulit untuk memulai tidur. e) Keadaan istirahat KR. Pasien menyatakan selama di rawat di rumah sakit ia tidak bisa tidur siang karena suasananya panas. Ia hanya bisa berbaring di tempat tidur tetapi tidak bisa tidur d. Pola kebersihan diri a) Kebersihan diri KS. Pasien menyatakan selama sakit di rumah sakit ia mandi dua hari sekali dilap dengan waslap dan menggunakan sabun oleh ibunya. b) Rambut KT. Pasien menyatakan tidak menggunakan cat rambut, dan rambutnya tidak mudah rontok ketika di sisir. Pasien menyatakan tetap menyampo rambutnya 1 minggu 2 kali dengan menggunakan sampo. Selama 3 hari di rumah sakit ia belum keramas. c) Telinga KU. Pasien menyatakan membersihkan kedua telinganya ketika merasa kotor, tidak pasti seminggu 1 kali. Pasien menyatakan jika pasien belum mengalami penurunan pendengaran d) Mata KV. Pasien tidak menggunakan alat bantu penglihatan dan menyatakan penglihatannya masih jelas. Tidak terdapat penumpukan sekret di sudut mata. e) Mulut KW. Pasien menyatakan menggosok gigi 2 kali dalam sehari dengan menggunakan pasta gigi, pagi dan sore. Pasien tidak mengeluh adanya sariawan. Kuku/kaki KX. Pasien menyatakan memotong kukunya ketika tampak panjang 2. Aspek mental-intelektual-sosial-apiritual a. Konsep diri f)



KY.



Pasien menyatakan dirinya sekarang menjadi manusia yang lemah karena tidak bisa mencari nafkah untuk sementara



waktu ini tetapi pasien menyatakan masih punya semangat yang tinggi untuk sembuh. b. Intelektual KZ. Pasien menyatakan jika pasien dan keluarganya sudah mengetahui mengenai penyakit yang diderita oleh pasien dari dokter yang merawatnya. Pasien juga mengatahui jika ia harus mengikuti instruksi dokter dan perawat yang merawatnya supaya bisa cepat sembuh. c. Hubungan interpersonal 1) Sebelum sakit LA. Pasien menyatakan hubungan dengan keluarga baik, dan juga hubungan dengan para tetangga dan temantemannya terjalin dengan baik, klien selalu mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di lingkungannya seperti ronda dan pengajian 2) Selama sakit LB. Pasien menyatakan selama sakit hubungan pasien dengan keluarga, tetangga dan teman-temannya tetap terjalin baik, ia tidak pernah merasa sendiri karena ibu dan adiknya selalu menunggui bergantian dan kadang-kadang ada temannya yang datang menjenguk d. Mekanisme koping LC. Pasien menyatakan jika perutnya terasa sakit ia kemudian duduk atau berbaring sampai rasa nyerinya berkurang. Jika tidak kunjung sembuh ia langsung makan sedikit-sedikit e. Support system LD. Pasien menyatakan selalu mendapat dukungan dari keluarga untu menjalani pengobatan agar ia cepat sembuh. Ibu pasien mengatakan jika ia sangat mengharapkan kesembuhan untuk anaknya, karena anaknya merupakan tulang punggung di f.



keluarganya dan merupakan laki-laki satu-satunya yang ada di rumahnya. Aspek mental-emosional 1) Afek LE. Ekspresi wajah pasien ketika berbicara tampak komunikatif dan berbicara dengan intonasi yang lemah. 2) Mood LF. Ketika dilakukan pengkajian pasien tampak sedang memiliki mood dan tanggapan yang baik dengan menunjukkan tatapan mata positif kepada pihak yang mengajak berbicara, tetapi pasien tampak kurang bergairah dan sering menguap



3) Kontak mata LG. Kontak mata pasien menghadap perawat ketika diajak berkomunikasi dan diberi informasi oleh perawat g. Aspek intelegensi 1) Persepsi LH. Selama sakit pasien merasa dirinya lemah karena tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasanya 2) Memori LI. Memori pasien selama sakit cukup baik karena masih ingat akan kejadian yang sudah terjadi di masa lalu h. Kognisi LJ. Ketika pasien diberikan pendidikan kesehatan oleh petugas kesehatan, pasien menyatakan paham terhadap informasi i.



j.



yang diberikan dan selalu berusaha untuk mematuhi intruksi yang diberikan oleh perawat dan dokter Pengambilan keputusan LK. Pasien menyatakan jika semua keputusan ada pada dirinya karena ia merupakan anak laki-laki satu-satunya dan ayahnya sudah meninggal. Ia selalu mendapat dukungan dari Ibu dan adiknya. Hubungan sosial 1) Hubungan komunikasi LL. Jika pasien mengeluh jika badannya tidak enak, ia selalu mengkomunikasikan masalahnya kepada ibunya sebelum ia memutuskan untuk periksa ke rumah sakit 2) Tingkat ketergantungan LM. LN.



Aktivitas



LO. LP. LQ. LR. LS.



No LT.



Makan minum



0 1 2 3 4 LV. LW. LX. LY. LZ.



1 MA. MB.



Mandi



V MC. MD. ME. MF. MG.



2 MH. MI.



Toiletting



V MJ. MK. ML. MM.MN.



3 MO. MP.



Berpakaian



V MQ. MR. MS. MT. MU.



4 MV. MW.



Mobilitas



LU.



di



V MX. MY. MZ. NA. NB.



5 tempat tidur NC. ND. ROM



V NE. NF. NG. NH. NI.



6



V



NJ. 0: mandiri NK. 1: alat bantu NL. 2: dibantu orang lain NM. 3: dibantu orang lain dan alat NN. 4:tergantung total NO. D. Pemeriksaan Fisik NP. Tanggal : 6 Januari 2014 1. Keadaan umum a. Kesadaran : Compos Mentis b. Status gizi 1) TB : 157 cm 2) BB : 44 kg 3) IMT : 17,8 (kurus) c. Tanda-tanda vital 1) Tekanan darah : 140/90 mmHg 2) Suhu tubuh : 36, 0o C 3) Frekuensi nadi : 84x/menit 4) Frekuensi pernapasan : 24x/menit 2. Pemeriksaan secara sistematik (sepalo-caudal) a. Kepala NQ. Bentuk kepala pasien mecocephal dan tidak ada lesi atau bekas luka. Warna rambut pasien hitam dan belum beruban, rambut tebal, rapi, tidak berketombe. Terpasang oksigen nasal kanul 3 lt/menit. 1) Mata NR. Mata simetris tidak ada gangguan dalam mata seperti juling, dan penglihatan masih jelas. Gerakan bola mata masih aktif. Konjungtiva pucat (anemis), sklera putih tidak ikterik. Dan tidak terdapat penumpukan sekret di sudut mata bagian dalam. 2) Hidung NS. Lubang hidung pasien simetris, tidak ada secret yang menutupi hidung. Pasien mengatakan bahwa masih dapat mengenali bau-bauan secara normal



3) Mulut NT.



Bibir pasien pecah-pecah. Tidak terdapat sariawan dan pasien mampu berbicara dengan suara dan intonasi yang



cukup jelas namun lemah 4) Telinga NU. Bentuk telinga kanan dan kiri sama dan simetris. Tidak ada cairan yang keluar dari dalam telinga pasien. Pasien tidak mengeluh gangguan pendengaran. Lubang telinga pasien tampak bersih. b. Leher NV. Tidak ada pembesaran tonsil dan kelenjar tyroid, warna kulit sama dengan kulit di sekitarnya. JVP teraba pada leher bagian atas. c. Kulit NW. Inspeksi NX. Palpasi



: Warna sawo matang, kering, tidak ada lesi dan tidak ada sianosis, tidak ikterik : Kulit pasien teraba kasar, tonus otot menurun dan turgor kulit jelek karena ketika dicubit, kulit lambat



untuk kembali ke keadaanya semula d. Thoraks dan paru NY. Inspeksi : bentuk dada simetris ketika inspirasi dan ekspirasi NZ. Palpasi : Tidak ada masa dan tidak ada nyeri tekan OA. Perkusi : Redup pada jantung dan resonan pada paru-paru OB. Auskultasi : suara nafas vesikuler, suara jantung S1 dan S2 murni tunggal, tidak ada wheezing. e. Abdomen OC. Inspeksi : Simetris, perut tidak membesar, tidak ada lesi, warna kulit sama dengan warna kulit disekitarnya. OD. Auskultasi : peristaltik usus terdengar sebanyak 7 kali/menit OE. Perkusi : adanya suara timpani dan tidak ada masa OF. Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada keempat kuadran, ketika dilakukan palpasi pada kuadran 1 terdapat f.



pembesaran hepar 1 cm Ekstremitas atas OG. Inspeksi : Terpasang infus D5 % dengan tetesan makro 20 TPM di tangan kiri. Anggota gerak lengkap, warna kulit sawo matang, tidak ada sianosis. Ekstremitas bagian atas dapat digerakkan tanpa gangguan. Tangan kanan sering memegang



perut bagian kanan bawah karena pasien mengeluh nyeri OH. Palpasi : Tidak ada edema pada ekstremitas atas. Turgor kulit ekstremitas tidak lentur. g. Ekstremitas bawah OI. Inspeksi : Anggota gerak lengkap, bisa digerakkan tanpa gangguan OJ. Palpasi : Tidak ada edema pada ekstremitas bawah. Turgor kulit ekstremitas tidak lentur



h. Kuku OK. Kuku tampak tidak panjang dan tidak ada kotoran di kuku, CRT tidak memanjang OL. E. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium OM. Tanggal : 4 Januari 2014 ON. OO.



Kompon



No en OS. OT. Elektrolit OU. a. 1 Natrium OV. b. Kalium OW. c. Klorida



OP.



H



OQ.



Satu



asil OX. OY. 13



an PB. PC. Mmol



8,3 OZ.



4,



PD.



0 PA.



10



PE.



3,3



OR.



Rujukan PF. PG. 135-



/lt Mmol /lt Mmol /lt



Nilai



PH. PI.



146 3,4-5,4 95-100



PJ. PK. 2



Hematolo



gi PL. a. Hb PM.



b.



Ht PN.



c.



Leukosit PO.



d.



Trombosi t PP.e. Eritrosit PQ.



f.



Mean



4 PV.



19



,2 PW. 88 PX. PY.



QE. QF. g/dl QG. % QH. 10^3/ ul



6,



QI.



10^3/



QP. QQ. 14,00QR.



18,00 42,00-



52,00 QS. 4,0-



ul 55 2,



57 PZ.



9,



7 QA. QB.



16



,4 QC. QD.



0,



QJ.



10^6/



ul QK. Fl QL. QM. QN. QO. %



QT.



10,5 150-



QU.



450 4,50-



6,00 QV. 6,512,00 QW. QX. 9,017,00 QY. QZ. 0,1080,782



volume g.



Platelet distributio n width PS.h. Platelecri t



6,



1



platelet PR.



PT. PU.



RA. RB. RC. 3 RD. RE.



RR. RS. 4



Index a. MCV b. MCH c. MCHC



Hitung



Jenis RT. a. Neutrofil % RU. b. Limfosit % RV. c. Monosit % RW. d. Eosinofil % RX. e. Basofil % RY.



f.



Neutrofil # RZ. g. Limfosit # SA. h. Monosit # SB. i. Eosinofil # SC. j. Basofil



RF. RG.



74



,8 RH.



24



,9 RI.



33



RJ. RK. Fl RL. Pg RM. g/dl



,3 SE. SF.



81



,5 SG.



14



,7 SH.



2,



SQ. SR. % SS. % ST. % SU. % SV. % SW. 10^3/



9 SI.



0,



SX.



5 SJ.



0,



SY.



4 SK.



5,



SZ.



61 SL.



1,



TA.



01 SM.



0,



21 SN.



0,



03 SO.



0,



02 SP.



A



ul 10^3/ ul 10^3/



RN. RO. 80,0RP.



97,0 27,0-



RQ.



32,0 32,0-



38,0 TB. TC. 50,0TD.



70,0 25,0-



TE. TF. TG. TH.



40,0 3,0-9,0 0,5-5,0 0,0-1,0 2,00-



7,00 TI. 1,25-



ul 10^3/



TJ.



4,0 0,50-



TK.



1,00 0,02-



TL.



0,50 0,0-



ul 10^3/ ul



10,0



# SD.



k.



Golongan darah TM. TN. Ginjal a. Ureum 5 b. Kreatinin



TO. TP. TQ.



47 0,



8 TX. TY.



Imuno-



6



Serologi TZ. HBs AG UD. UE. Gula 7



Darah UF. Gula



Darah Sewaktu UM. UN. Hati a. SGOT 8 b. SGPT c. Albumin



UA.



TR. TS. Mg/d L TT.



Mg/D



l UB.



N



egative UG. UH.



TU. TV. 10-50 TW. 0.7-1.4



UC.



Negativ e



UI. UJ.



11



UK. UL.