11 0 318 KB
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)
Nama Kelompok: Riska Apriliyanti Taufik
214201446178
Eliance Marpaung
214201446181
Theresia Fransiska Agustina 214201446186 Hanifa A. Fitriani
214201446188
Zahra Azizah
214201446190
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA 2022
KATA PENGANTAR Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah kelompok dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Keperawatan Anak Sakit Kronis dan Terminal. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Asuhan Keperawatan pada anak dengan patent ductus arteriosus bagi para pembaca dan juga penulis. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Kelompok sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Jakarta, 24 Maret 2023
Kelompok II
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................i DAFTAR ISI………………………...………………………………………………. ii BAB I.............................................................................................................................1 1.1
Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Tujuan..................................................................................................................3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................4 2.1 Anatomi Fisiologi................................................................................................4 2.2 Pengertian..........................................................................................................12 2.3 Etiologi...............................................................................................................12 2.4 Manifestasi Klinik..............................................................................................15 2.5 Patofisiologi.......................................................................................................15 2.6 Pemeriksaan Penunjang.....................................................................................17 2.7 Komplikasi.........................................................................................................17 2.8 Penatalaksaan Medis..........................................................................................18 2.9 Asuhan Keperawatan.........................................................................................25 BAB III PENUTUP.....................................................................................................34 3.1Kesimpulan.........................................................................................................34 3.2 Saran..................................................................................................................34 LAMPIRAN................................................................................................................35 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................36
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Patent ductus arteriosus (PDA) adalah persistensi dari pintasan janin antara arteri pulmonalis dan aorta. Struktur ini biasanya menutup dalam 3 hari pertama setelah lahir, namun dapat terjadi keterlambatan penutupan, terutama pada bayi yang lahir prematur, sehingga menyebabkan terjadinya oversirkulasi pulmoner dan hipoperfusi sistemik (Purwoko, 2021). Angka kematian bayi adalah suatu aspek yang menjadi tolak ukur dalam menentukan derajat kesehatan anak. Menurut WHO kematian terbesar pada neonatal (75%) terjadi selama minggu pertama kelahiran dan pada tahun 2019, sekitar 1 juta bayi baru lahir meninggal dalam 24 jam pertama (WHO, 2022) Kelainan kongenital seperti penyakit jantung bawaan menjadi salah satu penyebab utama kematian neonatus di dunia. Selain itu kelahiran prematur, komplikasi terkait persalinan (asfiksia atau kesulitan bernapas saat lahir), dan infeksi juga berkontribusi dalam kematian neonatus (WHO, 2018). Pada tahun 2019, penyebab kematian neonatal terbanyak adalah kondisi berat badan lahir rendah (BBLR). Penyebab kematian lainnya di antaranya kelainan kongenital, sepsis, tetanus neonatorium, dan lainnya (Profil Kesehatan Indonesia, 2019). Kejadian penyakit jantung bawaan dilaporkan 8-10 dari 1000 kelahiran pada hampir semua negara. Terdapat 5-10% angka kejadian Paten Ductus Arteriosus (PDA) pada penyakit jantung bawaan tanpa memperhitungkan bayi prematur (Schneider, 2014). Di Indonesia, tingkat kelahiran mencapai 4 juta per tahun, sehingga kejadian penyakit jantung bawaan atau kelainan jantung kongenital dapat diperkirakan mecapai 32-40 ribu per tahun (Rahayuningsih, 2016).
2
Patent Ductus Arteriosus (PDA) merupakan salah satu Penyakit Jantung Bawaan (PJB) yang ditandai dengan adanya kegagalan penutupan duktus arteriosus (DA) segera setelah lahir (Dimiati & Fasli, 2018). Setelah bayi dilahirkan, normalnya duktus arteriosus akan menutup dua atau tiga hari kemudian. Dalam sebuah studi menemukan insiden kegagalan DA untuk menutup setelah lahir berbanding terbalik dengan usia kehamilan, dengan insiden mulai dari 10% hingga 20% pada bayi prematur sedangkan pada usia gestasi >32 minggu hingga 60% (Garcia et al., 2020). Pada bayi yang cukup bulan, penutupan spontan secara fisiologis pada DA terjadi pada 50% bayi setelah 24 jam, kemudian 90% pada kasus 48 jam setelah lahir, dan 100% pada kasus 72 jam setelah kelahiran (Ognean et al., 2016). PDA sering menyebabkan gagal jantung dan gangguan pertumbuhan pada anak terutama PDA dengan ukuran besar. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi antara lain kerusakan ginjal, enterokolitis nekrotikan, perdarahan intraventrikel, malnutrisi, serta dapat memicu penyakit paru kronis (Amelia, 2019)
1.2 Tujuan A. Tujuan 1. Tujuan umum Mampu menerapkan filosofi, konsep holistik dan proses keperawan kritis pada klien dengan Patent Ductus Arteriosus (PDA) 2. Tujuan khusus a. Mahasiswa mampu memahami teori Patent Ductus Arteriosus b. Mahasiswa mampu memahami konsep teori asuhan Patent Ductus Arteriosus
3
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem kardiovaskuler ialah sistem organ pertama yang berfungsi dalam perkembangan manusia. Pembentukan pembuluh darah dan sel darah dimulai pada minggu ketiga dan bertujuan menyuplai oksigen dan nutrien dari ibu kepada embrio. Pada akhir minggu ketiga, tabung jantung mulai berdenyut. Selama minggu keempat dan kelima, jantung berkembang menjadi organ empat serambi. Dan pada tahap akhir masa embrio, perkembangan jantung lengkap (Azhibekov et al, 2013)
Pada saat bayi lahir terdapat berbagai macam perubahan fisiologis atau adaptasi fisiologis yang bertujuan untuk memfasilitasi penyesuaian pada kehidupan ekstrauterin (luar uterus). Pada masa transisi dari intrauterin (dalam uterus) ke ekstrauterin (luar uterus) tersebut perlu pernapasan spontan dan perubahan kardiovaskuler beserta perubahan organ lain menjadi organ dengan fungsi tidak lagi tergantung pada ibu. Pada sistem peredaran darah, terjadi perubahan fisiologis pada bayi baru lahir, yaitu setelah bayi itu lahir akan terjadi proses pengantaran oksigen ke seluruh jaringan tubuh, maka terdapat perubahan, yaitu penutupan foramen ovale pada atrium jantung dan penutupan duktus arteriosus antara arteri paru dan aorta. 5
Pada awal gestasi, embrio dapat mencukupi kebutuhan nutrisi melalui proses difusi. Dengan berkembangnya embrio, kebutuhan nutrisi semakin meningkat sejalan dengan peningkatan aktivitas metabolik dan hal ini tidak dapat tercukupi dengan proses difusi saja. Pada saat inilah terjadi pembentukan sistem kardiovaskuler untuk mendukung pengantaran nutrisi (Rilanto, 2012). 2.1.1 Sirkulasi Janin Sirkulasi darah janin selama dalam kandungan tidak sama dengan sirkulasi darah setelah lahir atau pada orang dewasa, karena paru janin belum berkembang sehingga oksigen diambil melalui perantaraan plasenta. Plasenta merupakan jaringan dinding rahim dengan jonjot-jonjot yang mengandung banyak pembuluh darah, merupakan tempat pertukaran zat dimana zat yang diperlukan diambil dari darah ibu dan yang tidak berguna dikeluarkan. Plasenta terbentuk pada minggu ke 8 kehamilan dan merupakan bagian konsepsi yang menempel pada endometrium uterus serta terikat kuat sampai bayi lahir. Fungsi plasenta antara lain: menyediakan makanan untuk janin yang diambil dari darah ibu, bekerja sebagai paru janin dengan menyediakan oksigen darah janin, menyingkirkan sisa pembakaran dari janin serta sebagai penghalang mikroorganisme penyebab penyakit yang akan masuk ke dalam tubuh janin (Rilanto, 2012).
6
Sistem sirkulasi darah janin meliputi vena umbilikalis, duktus venosus arantii, foramen ovale, duktus arteriosus botalli, dan arteri umbilikalis. Vena umbilikalis yaitu pembuluh darah yang membawa darah dari plasenta ke peredaran darah janin, darah yang dibawanya banyak mengandung nutrisi dan oksigen. Duktus venosus arantii, pembuluh darah yang menghubungkan vena umbilikalis dengan vena cava inferior. Foramen ovale yaitu suatu lubang antara atrium kanan dan kiri, lubang ini akan tertutup setelah janin lahir. Duktus arteriosus botalli yaitu pembuluh darah yang menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta. Sedangkan arteri umbilikalis yaitu pembuluh darah yang membawa darah janin ke plasenta. Kedua arteri dan vena umbilikalis terbungkus dalam suatu saluran yang disebut duktus umbilikalis (tali pusat) (Rilanto, 2012). Perjalanan sirkulasi janin bersifat pararel yang artinya sirkulasi paru dan sirkulasi sistemik berjalan sendiri-sendiri dan antara keduanya dihubungkan oleh pirau intrakardiak dan ekstrakardiak. Untuk memenuhi kebutuhan respirasi, nutrisi, dan ekskresi, janin memerlukan sirkulasi yang berbeda dengan sirkulasi ekstrauterin. Kondisi ini berbeda dengan sirkulasi bayi, dimana sirkulasi paru dan sirkulasi sistemik berjalan secara seri. Pada janin sirkulasi darah dengan oksigen relatif yang cukup (pO2=30 mmHg) mengalir dari plasenta melalui vena umbilikalis (Gambar 2). Separuh jumlah darah ini mengalir ke hati, dan melalui vena hepatika ke vena cava inferior, sedangkan sisanya melalui ductus venosus langsung (memintas hati) ke vena cava inferior, yang juga menerima darah dari tubuh bagian bawah. Sebagian besar darah dari vena cava inferior mengalir ke dalam atrium kiri melalui formen ovale, selanjutnya ke ventrikel kiri yang kemudian dipompa memasuki aorta asendens dan sirkulasi koroner. Dengan demikian sirkulasi otak dan sirkulasi koroner mendapat darah dengan pO2 yang cukup (Rilanto, 2012).
7
Sebagian kecil darah dari vena cava inferior memasuki ventrikel kanan melalui katup trikuspid. Darah yang kembali dari leher dan kepala janin mengandung O2 sangat rendah (pO2 = 10 mmHg) memasuki atrium kanan melalui vena cava superior, dan bergabung dengan darah dari sinus koronarius menuju ventrikel kanan, selanjutnya ke arteri pulmonalis. Pada janin hanya 15% darah dari ventrikel kanan yang memasuki paru, selebihnya melewati duktus arteriosus menuju aorta desendens, bercampur dengan darah dari aorta asendens. Darah dengan kandungan oksigen yang rendah ini akan mengalir ke organ-organ tubuh sesuai dengan tahanan vaskuler masing-masing, dan juga ke plasenta melalui arteri umbilikalis yang keluar dari arteri iliaka interna (Rilanto, 2012).
8
Dari gambaran sirkulasi tersebut, aorta asendens menerima darah yang jauh lebih sedikit daripada aorta desendens yang selain menerima darah dari aorta asendens juga dari duktus arteriosus. Kondisi ini membuat istmus aorta janin sempit dan melebar setelah lahir ketika duktus menutup. Diameter duktus arteriosus pada janin sama dengan diameter aorta dan tekanan arteri pulmonalis juga sama dengan tekanan aorta. Tahanan vaskuler pulmoner masih tinggi oleh karena konstruksi otot arteri pulmonalis. Dimensi aorta dan arteri pulmonalis dipengaruhi oleh aliran darah ke kedua pembuluh ini. Pada kelainan dengan hambatan aliran ke arteri pulmonalis, seluruh curah jantung akan menuju aorta asendens hingga penyempitan istmus tidak terjadi. Sebaliknya, apabila aliran ke aorta asendens terhambat, misalnya pada stenosis aorta, maka arteri pulmonalis berdilatasi dan terjadi hipoplasia aorta asendens serta istmus aorta (Rilanto, 2012). 2.1.2 Adaptasi kardivaskuler Menurut Maryuani (2010:201), perubahan yang mencolok terjadi pada sistem kardiovaskuler pada bayi baru lahir. Pada sistem kardiovaskuler bayi yang baru saja dilahirkan terjadi hal-hal berikut ini: 1. Menutupnya Foramen Ovale Nafas pertama yang dilakukan bayi baru lahir dimana terdapat oksigen pada paru bayi menyebabkan paru-paru berkembang dan menimbulkan resistensi vaskuler di paru menurun, sehingga darah paru mengalir. Hal ini menyebabkan tekanan arteri paru menurun. Rangkaian peristiwa tersebut merupakan mekanisme besar yang menyebabkan tekanan pada jantung (atrium kanan) menurun. Aliran darah paru kembali meningkat ke jantung dan masuk ke jantung kiri, sehingga tekanan pada jantung kiri (atrium kiri) meningkat. Perubahan tekanan ini menyebabkan foramen ovale tertutup. Penutupan foramen ovale bisa terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa bulan 2. Menutupnya Duktus Arteriosus
9
Terjadi peningkatan tekanan PaO2 dalam arteri yang biasanya mencapai sekitar 50 mmHg (setelah pernafasan pertama) menyebabkan terjadinya kontriksi duktus arteriosus, dimana PaO2 janin sekitar 27 mmHg. Hal ini yang kemudian menyebabkan duktus arteriosus menutup dan menjadi sebuah ligamentum. 3. Menutupnya Duktus Venosus Tindakan mengklem dan memotong tali pusat membuat arteri umbilikalis, vena umbilikalis, dan duktus venosus segera menutup dan berubah menjadi ligamen. 2.2 Pengertian Patent Ductus Arteriosus (PDA) merupakan salah satu Penyakit Jantung Bawaan (PJB) yang ditandai dengan adanya kegagalan penutupan duktus arteriosus (DA) segera setelah lahir Setelah bayi dilahirkan, normalnya duktus arteriosus akan menutup dua atau tiga hari kemudian (Dimiati & Fasli, 2018). 2.3 Etiologi Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan: a. Faktor prenatal 1) Ibu menderita penyakit infeksi: Rubella 2) Ibu alkoholisme 3) Umur ibu lebih dari 40 tahun 4) Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin 5) Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu. b. Faktor genetik 1) Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan 2) Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan 3) Kelainan kromosom seperti Sindrom Down 4) Lahir dengan kelainan bawaan yang lain. (Heni et al, 2001)
10
2.4 Manifestasi Klinik Manifestasi klinis PDA pada bayi prematur sering disamarkan oleh masalahmasalah lain yang berhubungan dengan prematur (misalnya sindrom gawat nafas). Tanda-tanda kelebihan beban ventrikel tidak terlihat selama 4 – 6 jam sesudah lahir. Bayi dengan PDA kecil mungkin asimptomatik, bayi dengan PDA lebih besar dapat menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif (CHF) diantaranya : -
Kadang-kadang terdapat tanda-tanda gagal jantung.
-
Machinery mur-mur persisten (sistolik, kemudian menetap, paling nyata terdengar di tepi sternum kiri atas).
-
Tekanan nadi besar (water hammer pulses) / Nadi menonjol dan meloncatloncat, Tekanan nadi yang lebar (lebih dari 25 mmHg).
-
Takhikardia (denyut apeks lebih dari 170), ujung jari hiperemik.
-
Resiko endokarditis dan obstruksi pembuluh darah pulmonal.
-
Infeksi saluran nafas berulang, mudah lelah.
-
Apnea dan Tachypnea.
-
Nasal flaring dan Retraksi dada.
-
Hipoksemia
-
Peningkatan kebutuhan ventilator (sehubungan dengan masalah paru).
Jika PDA memiliki lubang yang besar, maka darah dalam jumlah yang besar akan membanjiri paru-paru. Anak tampak sakit, dengan gejala berupa: 1. Tidak mau menyusu 2. Berat badannya tidak bertambah 3. Berkeringat 4. Kesulitan dalam bernafas 5. Denyut jantung yang cepat. Timbulnya gejala tersebut menunjukkan telah terjadinya gagal jantung kongestif, yang seringkali terjadi pada bayi premature (Bernita, 2021).
11
2.5 Patofisiologi Patent Ductus Arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya duktus arteriosus setelah lahir, yang menyebabkan dialirkannya darah secaralangsung dari aorta (tekanan lebih tinggi) ke dalam arteri pulmoner (tekanan lebih rendah). Aliran kiri ke kanan ini menyebabkan resirkulasi darah beroksigen tinggi yang jumlahnya semakin banyak dan mengalir ke dalam paru, serta menambah beban jantung sebelah kiri. Usaha tambahan dari ventrikel kiri untuk memenuhi peningkatan kebutuhan ini menyebabkan pelebaran dan hipertensi atrium kiri yang progresif. Dampak semuanya ini adalah meningkatnya tekanan vena dan kapiler pulmoner, menyebabkan terjadinya edema paru. Edema paru ini menimbulkan penurunan difusi oksigen dan hipoksia dan terjadi konstriksi arteriol paru yang progresif. Akan terjadi hipertensi pulmoner dan gagal jantung kanan jika keadaan ini tidak dikoreksi melalui terapi medis atau bedah. Penutupan PDA terutama tergantung pada respons kontriktor dari duktus terhadap tekanan oksigen dalam darah. Faktor lain yang mempengaruhi penutupan duktus adalah kerja prostaglandin, tahapan pulmoner dan sistemik, besarnya duktus dan keadaan si bayi (prematur atau cukup bulan). PDA lebih sering terdapat pada bayi prematur dan kurangdapat ditoleransi karena mekanisme kompensasi jantungnya tidak berkembang baik dan pirau kiri ke kanan itu cenderung lebih besar. (Bets & Sowden, 2002)
12
2.6 Pathway PDA
2.7 Pemeriksaan Penunjang 1.
Analisis Gas Darah Arteri
a. Biasanya menunjukkan kejenuhan yang normal karena paru overcirculation b. Ductus arteriosus besar dapat menyebabkan hypercarbia dan hypoxemia dari CHF dan ruang udara penyakit (atelektasis atau intra-alveolar cairan / pulmonary edema)
13
c. Dalam kejadian hipertensi arteri pulmonal persisten (terus-menerus sirkulasi janin); kanan-ke-kiri intracardiac shunting darah, aliran darah paru berkurang dengan dihasilkannya hypoxemia, sianosis, dan mungkin acidemia hadir. 2.
Foto Thorak Atrium dan ventrikael kiri membesar secara signifikan (kardiomegali), gambaran vaskuler paru meningkat.
3.
Pemeriksaan dengan Doppler Berwarna Untuk mengevaluasi aliran darah dan arahnya.
4.
EKG Sesuai tingkat keparahan, pada PDA kecil tidak ada abnormalitas, hipertrofi ventrikel kiri pada PDA yang lebih besar.
5.
Kateterisasi Jantung Untuk mengevaluasi lebih jauh hasil ECHO atau Doppler yang meragukan bila ada defek tambahan lain.
6.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) Perkembangan lebih lanjut dari penyakit ini tergantung pada volume dan tekanan hubungan. a.
Volume (tekanan atau perlawanan)
b.
Volume suara tinggi menghasilkan peningkatan tekanan arteri paru-paru pada akhirnya menghasilkan perubahan endotel dan otot dalam dinding pembuluh darah.
c.
Perubahan ini mungkin akhirnya menyebabkan penyakit paru obstruktif vaskular (PVOD), suatu kondisi perlawanan terhadap aliran darah paru yang mungkin tidak dapat diubah dan akan menghalangi perbaikan definitif ( Bernita, 2021).
14
2.8 Penatalaksaan Medis Tujuan penatalaksanaan patent duktus arteriosus yang tidak terkomplikasiadalah untuk menghentikan shunt dari kiri ke kanan. Pada penderita denganduktus yang kecil,penutupan ini di tujukan untuk mencegah endokarditis,sedangkan pada duktus sedang dan besar untuk menangani gagal jantungkongestif dan mencegah terjadinya penyakit vaskular pulmonal.Penatalaksanaan ini di bagi atas terapi medikamentosa dan tindakan bedah a. Tindakan bedah Tindakan terbaik untuk menutup duktus adalah dengan melakukanoperasi. Pada penderita dengan PDA kecil, dilakukan tindakan bedahadalah untuk mencegah endarteritis atau komplikasi lambat lain. Pada penderita dengan PDA sedang sampai besar, penutupan di selesaikanuntuk menangani gagal jantung kongestif atau mencegah terjadinya penyakit vaskuler pulmonal. Bila diagnosis PDA ditegakkan, penangan bedah jangan terlalu ditunda sesudah terapi medik gagal jantung kongestiftelah dilakukan dengan cukup (Bernstein, 2008). b. Medikamentosa Terapi medikamentosa diberikan terutama pada duktus ukuran kecil,dengan tujuan terjadinya kontriksi otot duktus sehingga duktus menutup.Jenis obat yang sering di berikan adalah: 1) Indometasin merupakan inhibitor sintesis prostaglandin yang terbuktiefektif mempercepat penutupan duktus arteriosus. Tingkatefektifitasnya terbatas pada bayi kurang bulan dan menurun seiring menigkatnya usia paska kelahiran. Efeknya terbatas pada 3 – minggu kehidupan. 2) Ibuprofen
15
Merupakan inhibitor non selektif dari siklooksigenase yang berefek pada
penutupan
duktus
arteriosus.
Studi
klinik
membuktikan
bahwaibuprofen memiliki efek yang sama dengan indometasin pada pengobatan duktus arteriosus pada bayi kurang bulan(Gomella et al,2004). c. Tindakan bedah Tindakan
terbaik
untuk
menutup
duktus
adalah
dengan
melakukanoperasi. Pada penderita dengan PDA kecil, dilakukan tindakan bedahadalah untuk mencegah endarteritis atau komplikasi lambat lain. Pada penderita dengan PDA sedang sampai besar, penutupan di selesaikanuntuk menangani gagal jantung kongestif atau mencegah terjadinya penyakit vaskuler pulmonal. Bila diagnosis PDA ditegakkan, penangan bedah jangan terlalu ditunda sesudah terapi medik gagal jantung kongestiftelah dilakukan dengan cukup (Bernstein, 2008). 2.9 Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Identitas Klien PDA sering ditemukan pada neonatus, tapi secara fungsional menutup pada 24 jam pertama setelah kelahiran. Sedangkan secara anatomic menutup dalam 4 minggu pertama. PDA ( Patent Ductus Arteriosus) lebih sering insidens pada bayi perempuan 2x lebih banyak dari bayi laki-laki. Sedangkan pada bayi prematur diperkirakan sebesar 15%. PDA juga bisa diturunkan secara genetik dari orang tua yang menderita jantung bawaan atau juga bisa karena kelainan kromosom. b. Riwayat kesehatan 1) Keluhan Utama: Pasien dengan PDA biasanya merasa lelah, sesak napas.
16
2) Riwayat penyakit sekarang: Pada pasien PDA, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda respiratory distress, dispnea, tacipnea, hipertropi ventrikel kiri, retraksi dada dan hiposekmia. 3) Riwayat penyakit terdahulu: Perlu ditanyakan apakah pasien lahir prematur atau ibu menderita infeksi dari rubella. 4) Riwayat penyakit keluarga: Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit PDA karena PDA juga bisa diturunkan secara genetik dari orang tua yang menderita penyakit jantung bawaan atau juga bisa karena kelainan kromosom. 5) Riwayat
Psikososial: Meliputi
tugas
perasaan anak terhadap
penyakitnya, bagaimana perilaku anak terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya, perkembangan anak, koping yang digunakan, kebiasaan anak, respon keluarga terhadap penyakit anak, koping keluarga dan penyesuaian keluarga terhadap stress. c. Pemeriksaan Fisik 1) Pernafasan B1 (Breath): Nafas cepat, sesak nafas ,bunyi tambahan (marchinery murmur),adanyan otot bantu nafas saat inspirasi, retraksi. 2) Kardiovaskuler B2 (Blood): Jantung membesar, hipertropi ventrikel kiri, peningkatan tekanan darah sistolik, edema tungkai, clubbing finger, sianosis. 3) Persyarafan B3 (Brain): Otot muka tegang, gelisah, menangis, penurunan kesadaran. 4) Perkemihan B4 (Bladder): Produksi urine menurun (oliguria). 5) Pencernaan B5 (Bowel): Nafsu makan menurun (anoreksia), porsi makan tidak habis. 6) Muskuloskeletal/integument B6 (Bone): Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kelelahan. 2.9.1 Diagnosa Keperawatan
17
a. Penurunan Curah jantung b.d perubahan kontraktilitas. b. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi c. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan energi antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen d. Resiko infeksi b.d malnutrisi
2.9.2 Intervensi No . 1.
Diagnosa
Kriteria & Hasil
Intevensi Keperawatan
Keperawatan Penurunan
Curah Curah jantung
jantung
b.d (L.002008)
Perawatan Jantung (I.02075) Observasi :
perubahan
Definisi
kontraktilitas.
Ketidakadekuatan
primer penurunan curah
jantung memompa
jantung
Identifikasi tanda/gejala
darah untuk
Monitor tekanan darah
memenuhi
Monitor saturasi oksigen
kebutuhan
Monitor keluhan nyeri dada
metabolism tubuh
Monitor atrimia
Periksa tekanandarah dan
Kriteria hasil Setelah melakukan
frekuensinadi sebelum dan
tindakan selama 2x24 jam maka tingkat curah
sesudah aktivitas
frekuensi nadi sebelum
jantung pada pasien meningkat Dengan kriteria hasil :
Periksa tekanandarah dan pemberian obat
Terapeutik :
Posisikan pasiensemi fowler dengankaki kebawah
1. Menurun
atauposisi nyaman
18
2. Cukup menurn
3. Sedang
Berikan diet jantungyang sesuai
4. cukup meningkat
5. meningka
Berikan terapirelaksasi untuk mengurangi stres,jika perlu
Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen>94%
Edukasi :
Anjurkan aktivitas fisik sesuai toleransi
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
Rujuk ke program rehabilitas jantung
2.
Gangguan
Pertukaran gas
pertukaran gas b.d meningkat
Pemantauan Respirasi (I.01014) Observasi
ketidakseimbangan (L.01003)
ventilasi-perfusi
Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
Setelah dilakukan
Monitor pola napas (seperti
intervensi
bradypnea, takipnea,
keperawatan selama
hiperventilasi, kussmaul,
3 x 24 jam, maka
Cheyne-stokes, biot, ataksik)
pertukaran gas
meningkat, dengan kriteria hasil:
efektif
1. Dispnea
Monitor kemampuan batuk Monitor adanya produksi sputum
menurun 2. Bunyi napas tambahan 19
Monitor adanya sumbatan jalan napas
menurun
3. Takikardia menurun
Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Auskultasi bunyi napas
4. PCO2 membaik
Monitor saturasi oksigen
5. PO2 membaik
Monitor nilai analisa gas
6. pH arteri
darah
membaik
Monitor hasil x-ray thoraks
Terapeutik
Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.
Terapi Oksigen (I.01026) Observasi
Monitor kecepatan aliran oksigen
Monitor posisi alat terapi oksigen
Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan fraksi yang diberikan cukup
Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. Oksimetri,
20
Analisa gas darah), jika perlu
Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
Monitor tanda-tanda hipoventilasi
Monitor monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelektasis
Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen
Terapeutik
Bersihkan sekret pada mulut, hidung, dan trakea, jika perlu
Pertahankan kepatenan jalan napas
Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
Berikan oksigen tambahan, jika perlu
Tetap berikan oksigen saat pasien di transportasi
Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat mobilitas pasien
21
Edukasi
Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen dirumah
Kolaborasi
Kolaborasi penentuan dosis oksigen
Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau tidur
3.
Intoleransi aktivitas
Toleransi Aktivitas b.d (L.05047)
Observasi :
ketidakseimbangan energi
Manajemen Energi (I.05178)
antara Setelah dilakukan
tubuh yang mengakibatkan
suplai oksigen dan tindakan kebutuhan oksigen
Identifikasi gangguan fungsi kelelahan
keperawatan
selama 3x24 masalah toleransi aktivitas pada pasien meningkat dengan kriteria hasil : 1. Frekuensi nadi meningkat 2. Keluhan Lelah cukup menurun 3. Dispnea saat aktivitas cukup menurun 22
Monitor kelelahan fisik dan emosional
Monitor pola dan jam tidur
Terapeutik :
Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulasi
Lakukan latihan rentang gerak pasif
Berikan aktifitas distraksi yang menenangkan
Edukasi :
Anjurkan tirah baring
Anjurkan melakukan aktivitas
4. Dispnea setelah aktivitas cukup
secarah bertahap
menurun
Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gelaja kelelahan tidak berkurang
Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi :
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
4.
Resiko infeksi b.d Tingkat infeksi malnutrisi
Manajemen Imunisasi/Vaksinasi
menurun (L.14137) (I.14508) Observasi Setelah dilakukan
intervensi
Identifikasi Riwayat Kesehatan dan Riwayat alergi
keperawatan selama
Identifikasi kontraindikasi
3 x 24 jam, maka
pemberian imunisasi (mis:
tingkat infeksi
reaksi anafilaksis terhadap
menurun, dengan
vaksin sebelumnya dan/atau
kriteria hasil:
sakit parah dengan atau tanpa
1. Demam menurun
demam)
Identifikasi status imunisasi
2. Kemerahan
setiap kunjungan ke
menurun
pelayanan kesehatan
3. Nyeri
Terapeutik
menurun
4. Bengkak menurun 23
Berikan suntikan pada bayi di bagian paha anterolateral
Dokumentasikan informasi
5. Kadar sel
vaksinasi (mis: nama
darah putih membai
produsen, tanggal kadaluarsa)
Jadwalkan imunisasi pada interval waktu yang tepat
Edukasi
Jelaskan tujuan, manfaat, reaksi yang terjadi, jadwal, dan efek samping
Informasikan imunisasi yang diwajibkan pemerintah (mis: hepatitis B, BCG, difteri, tetanus, pertussis, H. influenza, polio, campak, measles, rubela)
Infromasikan imunisasi yang melindungi terhadap penyakit namun saat ini tidak diwajibkan pemerintah (mis: influenza, pneumokokus)
Informasikan vaksinasi untuk kejadian khusus (mis: rabies, tetanus)
Informasikan penundaan pemberian imunisasi tidak berarti mengulang jadwal imunisasi Kembali
Informasikan penyedia layanan Pekan Imunisasi Nasional yang menyediakan
24
vaksin gratis Pencegahan Infeksi (I.14539) Observasi
Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
Terapeutik
Batasi jumlah pengunjung
Berikan perawatan kulit pada area edema
Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
Ajarkan etika batuk
Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
25
BAB III PENUTUP 3.1Kesimpulan Patent Ductus Arteriosus (PDA) adalah salah satu Penyakit Jantung Bawaan (PJB) yang ditandai dengan adanya kegagalan penutupan ductus arteriosus setelah lahir. Normalnya dua atau tiga minggu setelah bayi dilahirkan, ductus srteriosus akan menutup. Penyebab penyakit jantung belum dapat dikeltahui secara pasti, tetapi ada beberapa factor yang memperngaruhi yaitu factor prenatal dan factor genetic.
3.2 Saran Sebagai mahasiswa kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, maka dari itu saya mengharapkan mendapatkan saran atau kritik yang dapat memberitahu saya menjadi mahaiswa yang jauh lebih baik kembali.
26
DAFTAR PUSTAKA World Health organization (WHO) 2020. Newborn Mortality URL: https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/levels-and-trends-in-childmortality-report-2021 diakses 22 Maret 2023. Purwoko dkk, 2021. Pengelolaan Perioperatif Pediatri dengan Patent Ductus Arteriosus dan Trikuspid Regurgitasi Mild Pro Transanal Endorectal Pull-Through. Jurnal Anestesiologi Indonesia
Amelia, P. (2019). Patent Ductus Arteriosus (PDA). Departemen Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran. Universitas sumatera Utara Ognean, M. L., Boantă, O., Kovacs, S., Zgârcea, C., Dumitra, R., Olariu, E., & Andreicuţ, D. (2016). Persistent ductus arteriosus in critically ill preterm infants. The
Journal
of
Critical
Care
Medicine,
2(4),
175–
184.
(https://doi.org/10.1515/jccm2016-0026) Rahayuningsih, S., Sumarna, N., Firman, A. and Sinaga, Y. (2016). Terapi Nonsteroid Anti Inflammatory Drug pada Bayi Prematur dengan Duktus Arteriosus Persisten. Sari Pediatri, 6(2), p.71 Dimiati, H., & Fasli, R. (2018). The Role of Acetaminophen in Patent Ductus Arteriosus Closure. Indonesian Journal of Cardiology. Vol. 39, 128-138
Rilanto L. (2012). Penyakit Kardiovaskular. FKUI Jakarta Heni Rokheni., Elly Purnamasari., Anna Ulfah Rahayoe. Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita, 2001 ; 109) Bernita Silalahi . 2021. Keperawatan Anak. UIM Press : Medan
Bets & Sowden. 2002. Keperawatan Pediatri, ed 3. Jakarta: EGC.
27
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
28