8 0 353 KB
EFEKTIVITAS MOBILISASI LATERAL TERHADAP KEJADIAN DEKUBITUS PADA PASIEN STROKE : LITERATURE REVIEW
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Untuk Menyelesaikan Pendidikan Program Studi DIII Keperawatan ALIN TRIANI 117002
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN PPNI JAWA BARAT 2020
EFEKTIVITAS MOBILISASI LATERAL TERHADAP KEJADIAN DEKUBITUS PADA PASIEN STROKE
Telah disetujui sebagai Usulan Karya Tulis Ilmiah untuk memenuhi persyaratan Pendidikan Program Diploma III Keperawatan
Program Studi Diploma III Keperawatan
Menyetujui, Pembimbing
Ns. Diwa Agus S, M.Kep NIK. 197508012005011002
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, pertama-tama perkenankan penulis untuk memanjatkan puji serta syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “EFEKTIVITAS MOBILISASI LATERAL TERHADAP KEJADIAN DEKUBITUS PADA PASIEN STROKE : Literature Review”. Adapun tujuan penulis Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi DIII Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan PPNI Jawa Barat. Pada penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis banyak menemukan hambatan dan kesulitan, tetapi berkat adanya bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari semua pihak, maka penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat: 1.
Bapak Ns. Diwa Agus S, S.Kep.,M.Kep selaku Ketua STIKep PPNI Jawa Barat dan selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan kepada penyusun dalam persiapan, pelaksanaan dan penyusunan KTI.
2.
Ibu Nyanyu Nina Putri C, Ners.,M.Kep selaku Ketua Prodi DIII Keperwatan STIKep PPNI Jawa Barat.
ii
3.
Ibu Linlin Lindayani, PhD selaku koodinator Karya Tulis Ilmiah
4.
Ibu Susy Puspasari, Ners., M.Kep selaku penguji yang telah memberikan saran dan masukannya.
5.
Ibu Tri Antika RKP, M.Kep., Ns.Sp.Kep.M.B selaku penguji yang telah memberikan saran dan masukannya.
6.
Seluruh Dosen Keperawatan STIKep PPNI Jawa Barat, yang telah memberikan ilmu pengetahuan dengan tulus dan sabar.
7.
Bapak, Mamah, dan Kakak saya tercinta beserta semua keluarga besar yang selalu memberikan motivasi dan doanya sehingga terselesaikan Karya Tulis Ilmiah.
8.
Seluruh rekan-rekan mahasiswa D3-3A Keperawatan STIKep PPNI Jawa Barat yang telah membantu kelancaran penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
9.
Teman-teman seperjuangan selama menyusun Karya Tulis Ilmiah terutama Linda, Citra, Reni, Marya, dan Nisa yang telah memberi semangat dan doanya.
10.
Sahabat saya Firda, Imoy, Kirey, Kiki, Bella yang telah memberi semangat dan doanya. Penulis berusaha untuk dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
ini dengan sebaik-baiknya. Namun demikian, penulis menyadari bahwa dalam Karya Tulis Ilmiah ini masih kurang mendekati sempurna. Oleh karena itu demi kesempurnaan, penulis mengharapkan adanya kritik dan
iii
saran
yang
bersifat
membangun
dari
semua
pihak
untuk
menyempurnakannya. Akhirnya semoga dengan adanya Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak . Amin.
Bandung, 08 Mei 2020
Penulis
iv
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN PPNI JAWA BARAT Efektivitas Mobilisasi Lateral Terhadap Kejadian Dekubitus Pada Pasien Stroke : Literature Review Alin Triani 2020 ABSTRAK Stroke dapat terjadi karena pembuluh darah di otak pecah dan adanya penggumpalan darah akibat mengalami trombosis sehingga terjadi perdarahan serebri dan penyumbatan pembuluh darah di otak yang menyebabkan penurunan suplai darah ke otak, hal ini akan menurunkan suplai oksigen ke otak sehingga mengakibatkan iskemik jaringan otak dan terjadi disfungsi jaringan otak. Disfungsi otak mengakibatkan terjadinya hemiparesis sehingga bagian tubuh mengalami kelumpuhan sebagian yang berdampak pasien akan mengalami penurunan mobilitas fisik dan bedrest sehingga merusak integritas kulit yang menjadi faktor terbentuknya dekubitus. Salah satu tindakan untuk menurunkan angka kejadian dekubitus tersebut adalah dengan pemberian posisi miring. Posisi miring yaitu posisi lateral diantara pinggul dan tempat tidur yang disertai penggunaan bantal pada daerah diantara lutut kanan dan lutut kiri, diantara mata kaki, dibelakang punggung, serta dibawah kepala untuk mencegah terjadinya dekubitus. Penulisan Karya Tulis Ilmiah menggunakan Metode tinjauan sistematis terhadap literature yang ada untuk mengevaluasi respon subjektif pasien setelah diaplikasikannya mobilisasi lateral terhadap kejadian dekubitus pada pasien stroke. Hasil penelitian literature review ini terbukti bahwa intervensi pemberian posisi lateral dengan sudut maximum 30 derajat efektif untuk menurunkan kejadian dekubitus pada pasien stroke.
Pembimbing : Ns. Diwa Agus S, M.Kep Kata Kunci : Posisi Lateral, Dekubitus, Dan Stroke
v
DIPLOMA OF NURSING SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN PPNI JAWA BARAT The Effectiveness of Lateral Mobilization Againts Pressure sores Incidents in Stroke Patients : Literature Review. Alin Triani 2020 ABSTRAK A Stroke may occur because blood vessels in the brain are ruptured and blood clots occur as a result of blood clots resulting from blood platelets and brain clockage, which causes a drop in blood supply to the brain, would lower the oxygen supply to the brain, would lower the oxygen supply to the brain and lead to ischemic brain tissue and brain dysfunction brain dysfunction resulted in haemesis so part of the body is partially paralyzed that patients are affected it will suffer a decline in physical mobility and labor that will damage the skin’s integrity that contribute to the formation pressure sores. One act to degrade the pressure sores event rate is due to the lateral position. A lateral position between the hip and the bed with the use of a pillow in the area between the right knee and the left knee, between the ankles, behind the back, and below the head to prevent pressure sores from occuring. Writing a scientific treatise using the systematic review method of the literature available to evalute the subjective responses of patients after a lateral mobilization of the pressure sores event in the stroke the result of this literature review study were verified that lateral positional intervention with a maximum of 30 degress is effective in reducing pressure sores genesis in stroke patients.
Advisor
: Ns. Diwa Agus S, M.Kep
Keywords : Lateral position, Pressure sores, And Stroke
vi
DAFTAR ISI
Halaman Persetujuan.......................................................................................i KATA PENGANTAR.....................................................................................ii ABSTRAK......................................................................................................v ABSTRAK.......................................................................................................vi DAFTAR ISI................................................................................................vii DAFTAR TABEL..........................................................................................x DAFTAR GAMBAR.....................................................................................xi DAFTAR LAMPIRAN................................................................................xii BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1 A. Latar Belakang....................................................................................1 B. Rumusan Masalah...............................................................................7 C. Tujuan Literature Review...................................................................7 D. Manfaat Literature Review.................................................................7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................9 A. Konsep Dasar Stroke..........................................................................9 1. Definisi Stroke..............................................................................9 2. Etiologi Stroke............................................................................10
vii
3. Patofisiologi Stroke....................................................................12 4. Manifestasi Klinis Stroke...........................................................14 5. Klasifikasi Stroke........................................................................16 6. Fase-fase Stroke..........................................................................17 7. Komplikasi Stroke......................................................................18 B. Konsep Dasar Dekubitus..................................................................18 1. Definisi Dekubitus......................................................................18 2. Faktor Resiko Terjadinya Dekubitus..........................................19 3. Patofisiologi Dekubitus..............................................................21 4. Manifestasi Klinis Dekubitus.....................................................22 5. Derajat Dekubitus.......................................................................23 6. Lokasi Dekubitus........................................................................24 7. Pencegahan Dekubitus................................................................25 8. Komplikasi Dekubitus................................................................26 C. Penatalaksanaan Mobilisasi..............................................................26 1. Definisi Mobilisasi......................................................................26 2. Tujuan Mobilisasi.......................................................................27 3. Faktor Yang Mempengaruhi Mobilisasi.....................................27 4. Jenis-jenis Mobilisasi..................................................................29 5. Indikasi Mobilisasi......................................................................30 6. Kontra Indikasi Mobilisasi.........................................................30 7. Standar Operasional Prosedur Mobilisasi Lateral......................31 8. Efektivitas Mobilisasi Lateral Terhadap Dekubitus...................35
viii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.................................................36 A. Jenis Penelitian.................................................................................36 B. Strategi Pencarian.............................................................................36 C. Jadwal Penelitian..............................................................................39 BAB IV HASIL ANALISIS.......................................................................40 A. Hasil Pencarian.................................................................................40 B. Ringkasan Hasil Penelitian...............................................................40 BAB V PEMBAHASAN.............................................................................58 A. Pembahasan......................................................................................58 B. Implikasi Klinik................................................................................60 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN....................................................65 A. Kesimpulan.......................................................................................65 B. Saran.................................................................................................65 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................67
ix
DAFTAR TABEL
3.1 Jadwal Penelitian 4.1 Tabel Hasil Penelitian 4.2 Tabel Persamaan dan Perbedaan hasil Penelitian
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Derajat Dekubitus Gambar 2.2 Lokasi Dekubitus Gambar 2.3 Posisi Lateral Gambar 4.1 Diagram Pencarian Literature
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 SOP Mobilisasi Lateral
xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Stroke merupakan penyakit terbanyak ketiga serta penyakit penyebab kecacatan tertinggi di dunia. Stroke adalah cedera vaskuler akut pada otak. Ini berarti bahwa suatu cedera mendadak dan berat pada pembuluh darah otak, cedera dapat disebabkan oleh sumbatan dan penyempitan, atau pecahnya pembuluh darah. Semua ini kurangnya pasokan darah yang memadai. (Feigin, 2014). Serangan stroke yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik, dan mental baik pada usia produktif maupun usia lanjut dipandang serius dan menjadi masalah yang dihadapi hampir seluruh dunia. Selain itu, komplikasi nyeri dan infeksi yang muncul akibat pasien stroke mengalami gangguan mobilitas fisik juga menjadi penyebab angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Pada beberapa negara tingginya angka kejadian pasien stroke yang mengalami komplikasi nyeri dan infeksi (dekubitus) menjadi masalah utama yang harus segera diatasi. Pasien stroke dengan gangguan mobilisasi yang mengalami alih baring di tempat tidur dalam waktu yang cukup lama tanpa mampu untuk merubah posisi akan berisiko tinggi terjadinya dekubitus (Fitriyani, 2009). Pada kenyataannya pengaturan posisi alih baring masih belum konsisten pada setiap pasien dan masih 1
belum dipandang serius, terlihat dari masih banyaknya tampilan pasienpasien stroke tidak dalam posisi yang benar. Dekubitus menimbulkan sebuah ancaman dalam pelayanan kesehatan karena insidennya semakin hari semakin meningkat. Kejadian dekubitus di Indonesia sangatlah tinggi apabila dibandingkan dengan negara-negara lain. Oleh karena itu sangatlah wajar, bila masalah dekubitus perlu mendapat penanganan yang khusus (Elysabeth, 2010).
Menurut WHO (2008) dalam Narsih (2015)
menunjukkan bahwa lebih dari 60% penderita stroke berada di negara berkembang. American Heart Association (AHA) memperkirakan terdapat sekitar 795.000 orang di Amerika Serikat yang mengalami stroke per tahun (Goldstein et al., 2011) dalam Mubarok (2016). Hasil Riset Kesehatan Dasar Kemenkes RI (2013) menunjukkan telah terjadi peningkatan prevalensi stroke di Indonesia dari 8,3 per mil pada tahun 2007 menjadi 12,1 per mil pada tahun 2013 (Pusdatin Kemenkes, 2014). Berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan provinsi Jawa Timur memiliki estimasi jumlah penderita stroke sebanyak 6,6% dan 10,5% (Pusdatin Kemenkes, 2014). Berdasarkan dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Oktober 2017 di RSUD Sidoarjo, didapatkan data jumlah pasien stroke yang dirawat inap di Ruang Mawar Kuning sebanyak 224 orang dalam 1 tahun terakhir dan rata - rata terdapat 19 pasien stroke setiap bulan. Selain itu data studi pendahuluan di ruang Mawar Kuning terdapat 177 per bulan pasien mengalami imobilisasi, yang
2
menjadi faktor terjadinya dekubitus dan terdapat 4 pasien dalam 1 tahun terakhir mengalami dekubitus. Studi pendahuluan wawancara yang dilakukan peneliti terhadap perawat ruangan mengatakan bahwa intervensi posisi alih baring sudah diterapkan sesuai standard ruangan dengan disanggah menggunakan bantal namun dalam hal kemiringan derajatnya masih diabaikan untuk pencegahan terjadinya dekubitus. Stroke dapat terjadi karena pembuluh darah di otak pecah dan adanya penggumpalan darah akibat mengalami trombosis sehingga terjadi perdarahan serebri dan penyumbatan pembuluh darah di otak yang menyebabkan penurunan suplai darah ke otak, hal ini akan menurunkan suplai oksigen ke otak sehingga mengakibatkan iskemik jaringan otak dan terjadi disfungsi jaringan otak. Disfungsi otak mengakibatkan terjadinya hemiparesis sehingga bagian tubuh mengalami kelumpuhan sebagian yang berdampak pasien akan mengalami penurunan mobilitas fisik dan bedrest sehingga merusak integritas kulit yang menjadi faktor terbentuknya dekubitus. Dekubitus merupakan nekrosis seluler yang terlokalisasi yang cenderung terjadi akibat kompresi berkepanjangan pada jaringan lunak antara tonjolan tulang dan permukaan yang padat paling umum akibat imobilisasi yang terlalu lama. Dampak terjadinya dekubitus dapat menyebabkan nyeri berkepanjangan, rasa tidak nyaman serta komplikasi berat seperti sepsis, infeksi kronis, sellulitis, osteomielitis, dan peningkatan mortalitas. dekubitus juga akan memperpanjang lama
3
perawatan sehingga akan meningkatkan biaya perawatan (Mubarok, 2016). Tindakan pencegahan dekubitus harus dilakukan sedini mungkin dan terus menerus. Rekomendasi Institute For Healthcare Improvement (2011) dalam pencegahan terjadinya dekubitus yaitu pengkajian terhadap resiko dekubitus, menjaga kelembaban kulit, pemberian nutrisi dan mengurangi tekanan terhadap pasien dengan alih baring dan penggunaan bantalan. Pada kenyataannya intervensi yang diberikan masih belum dapat mengurangi angka kejadian dekubitus yang ditetapkan WHO dan Depkes (2001) dalam standar mutu pencegahan luka tekan yakni 0% (Lumenta, 2008) dalam Elysabeth, et al, (2010). Clark menyatakan bahwa teknologi semakin canggih, namun insiden luka tekan tidak pernah turun (Moore, 2004) dalam Elysabeth et al., (2010). Semakin menegaskan kembali bahwa tehnologi tidak dapat sepenuhnya menggantikan peran pemberi pelayanan perawatan. Mobilisasi yaitu intervensi keperawatan dengan pengaturan posisi yang diberikan untuk mengurangi tekanan dan gaya gesek pada kulit. Mobilisasi di tatanan pelayanan kesehatan banyak dilakukan semata-mata berdasarkan rutinitas dan kebiasaan saja. Mobilisasi sudah di aplikasikan namun dalam kebenaran sudut posisi masih diabaikan padahal hal tersebut bisa menjadi pengaruh kesembuhan terjadinya dekubitus. Kemampuan perawat untuk menurunkan kejadian ulkus dekubitus dituntut lebih cekatan dan tepat pada sasaran. Salah satu tindakan untuk menurunkan angka kejadian dekubitus tersebut adalah dengan pemberian posisi miring.
4
Alasan pemberian posisi miring dikarenakan posisi tersebut sudah mampu mencegah kulit dari pergesekan dan perobekan jaringan sehingga mengurangi kejadian dekubitus (Carpenito, 2009). Menurut peneliti, posisi miring juga mempunyai kelebihan yaitu tidak memakan waktu yang banyak dan mudah dilaksanakan perawat, alat dan bahan mudah didapat dan keluarga penunggu
pasien dapat melaksanakan sendiri dalam
menurunkan dekubitus pasien. Posisi miring yaitu posisi lateral diantara pinggul dan tempat tidur yang disertai penggunaan bantal pada daerah diantara lutut kanan dan lutut kiri, diantara mata kaki, dibelakang punggung, serta dibawah kepala untuk mencegah terjadinya dekubitus (Tarihoran, 2010). Posisi tubuh lateral dengan maximum 30 derajat bermanfaat mencegah kulit dari pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear). Pemberian posisi yang benar sangatlah penting dengan sasaran utama pemeliharaan integritas kulit yang dapat mengurangi tekanan, membantu kesejajaran tubuh yang baik dan mencegah neuropati kompresif (Smeltzer, 2010). Pada posisi alih baring biasa saat posisi lateral hanya diberi bantalan pada punggung untuk memberi sokongan tubuh agar tidak kembali keposisi supinasi. Sedangkan pemberian posisi miring 30 derajat dengan penggunaan bantal dibawah kepala, dibelakang punggung, diantara mata kaki, diantara lutut kanan dan kiri. Tindakan tersebut mampu mengurangi derajat dekubitus serta memulihkan kulit seperti semula.
5
Penelitian Defloor (2000) menyatakan dari sepuluh posisi yang berbeda-beda tekanan yang paling minimal dicapai tubuh yaitu pada saat pasien diposisikan miring 30 derajat, posisi ini diharapkan dapat mengurangi resiko terjadinya dekubitus pada pasien yang mengalami penurunan gerak tersebut. Posisi ini terbukti menjaga pasien terbebas dari penekanan pada area trokanter dan sakral (NPUAP 1996). Dari penelitian yang dilakukan Karisma dwi ana (2016) menunjukan bahwa setelah diberikan pengaturan posisi miring 30 derajat selama lima hari pada hari keempat dan kelima terjadi perubahan penurunan kejadian dekubitus. Hasil penelitian yang dilakukan Nuh Huda (2012) menunjukan bahwa berdasarkan data dari 20 pasien yang dilakukan posisi miring 30 derajat 19 orang bebas dari resiko terjadinya dekubitus. Aplikasi dari posisi miring 30 derajat ini cukup dapat dilakukan oleh perawat mengingat tidak perlu energi yang besar untuk memiringkan pasien. Mekanisme dari perubahan posisi miring 30 derajat yaitu membebaskan tekanan sebelum terjadi iskemia jaringan hingga terjadi reaktif hiperemia dan mengatasi hipoksia jaringan, maka iskemik jaringan tidak sempat terjadi dan dekubitus pun tidak akan pernah ada. Hasil penelitian Huda (2012) mengatakan bahwa pemberian posisi miring/lateral 30derajat yang dilakukan secara kontinyu dan benar akan memberikan dampak yang bagus terhadap pasien yang mengalami kelemahan anggota gerak yaitu mencegah dan mengurangi adanya dekubitus.
6
Beberapa peneliti sudah melakukan penelitian mengenai mobilisasi lateral dengan sudut maximum 30 derajat efektif menurunkan kejadian dekubitus pada pasien stroke. Literature Review mengenai efektivitas mobilisasi lateral terhadap kejadian dekubitus pada pasien stroke ini perlu dilakukan mengingat tidak hanya memberikan gambaran bagi banyak orang mengenai hasil penelitian. Telaah ini digunakan sebagai salah satu cara untuk memaparkan pandangan kritis peneliti terhadap masalah yang ditelitinya peneliti juga dapat mencari tahu permasalahan yang belum dikaji dalam hasil penelitian yang ditelaahnya. Peneliti belum menemukan peneliti yang melakukan Literatrue Review mengenai mobilisasi lateral terhadap kejadian dekubitus pada pasien stroke sehingga peneliti tertarik untuk melakukan Literature Review mengenai mobilisasi lateral terhadap kejadian dekubitus pada pasien stroke. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian permasalahan pada latar belakang diatas, maka rumusan permasalahan dalam lierature review ini yaitu: “Bagaimana efektivitas mobilisasi lateral terhadap kejadian dekubitus pada pasien stroke”. C. Tujuan Literature Review Literature Review ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penatalaksanaan efektivitas mobilisasi lateral terhadap kejadian dekubitus pada pasien stroke melalui kajian beberapa penelitian sebelumnya.
7
D. Manfaat Literature Review 1. Manfaat Bagi Penulis Memperoleh gambaran penatalaksanaan mobilisasi lateral terhadap kejadian dekubitus pada pasien stroke. 2. Manfaat Bagi Rumah Sakit Literature ini dapat menjadi tambahan ilmu pengetahuan keperawatan khususnya dalam penatalaksanaan mobilisasi lateral terhadap kejadian dekubitus pada pasien stroke serta pembuktian ilmiah terkait dengan efektivitas mobilisasi lateral terhadap kejadian dekubitus pada pasien stroke. 3. Manfaat Bagi Masyarakat Meningkatkan pengetahuan masyarakat bagaimana cara mengatasi terjadinya dekubitus pada pasien stroke.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Stroke 1. Pengertian Stroke Stroke merupakan penyakit yang terjadi secara mendadak, progresif, cepat berupa deficit neurologist fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan oleh gangguan darah otak non traumatic (Mansjoer, 2014). Stroke adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak dalam beberapa detik atau secara cepat dalam beberapa jam. Stroke merupakan penyakit yang disebabkan karena adanya penyempitan pada pembuluh darah di otak sehingga aliran darah dan oksigen ke otak terhambat bahkan gejala atau tanda-tanda sesuai daerah yang terganggu (Irfan, 2012). Pasien stroke yang tidak teratasi segera akan mengalami perubahan status mental, bicara tidak lancar akibat kelumpuhan wajah, gangguan persepsi penglihatan dan kelumpuhan yang dapat berdampak pada ulkus dekubitus (Dinkes Jateng, 2015). Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa stroke merupakan gangguan fungsi otak yang disebabkan terhambatnya suplai darah ke otak baik karena sumbatan maupun pendarahan sehingga kebutuhan oksigen tidak terpenuhi. 9
2. Etiologi Stroke Faktor-faktor yang menyebabkan stroke (Nurarif, Hardi, 2015) : 1. Faktor yang tidak dapat dirubah (Non Reversibel) a. Jenis kelamin Pria lebih sering ditemukan menderita stroke dibanding wanita. b. Usia Makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena stroke. Setiap manusia akan bertambah umurnya dengan demikian kemungkinan terjadinya stroke semakin besar. Pada umumnya resiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan meningkat dua kali dalam tahun berikutnya. c. Keturunan Adanya riwayat keluarga yang terkena stroke 2. Faktor yang dapat dirubah (Reversibel) a. Hipertensi Faktor ini merupakan resiko utama terjadinya stroke iskemik dan perdarahan, yang sering disebut the silent killer, karena hipertensi meningkatkan terjadinya stroke sebanyak 4-6 kali. Makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke semakin besar karena terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga memudahkan terjadinya penyumbatan/perdarahan otak.
10
b. Penyakit jantung Hubungan kausal antara beberapa jenis penyakit jantung dan stroke telah dapat dibuktikan. Gagal jantung kongestif dan penyakit jantung koroner mempunyai peranan penting dalam terjadinya stroke. Dua pertiga dari orang yang mengidap penyakit jantung kemungkinan akan terkena serangan jantung. c. Kolestrol tinggi Kondisi ini dapat merusak pembuluh darah dan juga menyebabkan jantung koroner. Kolestrol yang tinggi akan membentuk plak didalam pembuluh darah baik dijantung maupun diotak. d. Obesitas Obesitas merupakan predisposisi penyakit jantung koroner dan stroke. Berat badan yang berlebihan menyebabkan adanya tambahan beban ekstra pada jantung dan pembuluh-pembuluh darah, hal ini akan semakin meningkatkan terkena stroke. e. Diabetes melitus Diabetes melitus atau kencing manis sama bahayanya dengan hipertensi, yaitu sering menjadi salah satu penyebab terjadinya stroke. Gula darah yang tinggi dapat menimbulkan kerusakan endotel pembuluh darah yang berlangsung secara progresif. Pada pria yang menderita diabetes melitus, cenderung berada pada posisi yang beresiko tinggi akan terkena serangan stroke daripada mereka yang tidak menderita diabetes melitus, sekalipun penyakit mereka
11
dibawah pengawasan. Pada orang yang menderita diabetes melitus resiko untuk terkena stroke 1,5-3 kali lebih besar. 3. Kebiasaan Hidup a. Merokok Merokok meningkatkan terjadinya stroke hampir dua kali lipat. Adapun perokok pasif beresiko terkena stroke 1-2 kali lebih besar. Nikotin dan karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding pembuluh darah, disamping itu juga mempengaruhi komposis darah sehingga mempermudah terjadinya proses penggumpalan darah (stroke non hemoragik). b. Peminum Alkohol Konsumsi
alkohol
dapat
mengganggu
metabolisme
tubuh,
sehingga terjadi diabetes melitus, mempengaruhi berat badan dan tekanan darah, dapat merusak sel-sel darah tepi, saraf otak dan lain-lain. Peminum berat alkohol dapat meningkatkan resiko terkena stroke 1-3 kali lebih besar. c. Obat-obatan terlarang. d. Aktivitas yang tidak sehat, kurang olahraga dan makanan kolestrol.
3. Patofisiologi Stroke Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak mempunyai persediaan atau cadangan oksigen. Jika aliran darah ke setiap bagian otak terhambat karena thrombus dan embolus, maka mulai terjadi
12
kekurangan oksigen ke jaringan otak. Kekurangan selama 1 menit dapat mengarah pada gejala yang dapat pulih seperti kehilangan kesadaran. Selanjutnya kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih lama dapat menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron-neuron. Area nekrotik kemudian disebut infark. Kekurangan oksigen pada awalnya mungkin disebabkan akibat dari bekuan darah, udara, plaque, atheroma flakmen lemak. Jika etiologi stroke hemoragik dan faktor pencetus adalah hipertensi. Abnormalitas vaskuler, aneurisma serabut dapat terjadi rupture dan menyebabkan hemoragik. Pada stroke thrombosis atau metabolik maka otak mengalami iskemia dan infark sulit ditentukan. Ada peluang dominan stroke akan meluas setelah serangan pertama sehingga dapat terjadi edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan kematian pada area yang luas. Prognosinya tergantung pada daerah otak yang terkena luasnya saat terkena. Gangguan pasokan otak dapat terjadi dimana saja didalam arteri. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu dilihat bahwa oklusi disuatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdaahi oleh arteri tersebut (Price 2005 dalam wijaya, 2015). Kondisi ini karena terdapat sirkulasi kolateral yang memadai daerah tersebut. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu
13
dari berbagai proses yang terjadi didalam pembuluh darah yang memperdarahi otak. Patologinya terdapat : 1. Keadaan penyakit dalam pembuluh darah itu sendiri, seperti arterosklerosis dan thrombosis robeknya dinding pembuluh darah atau peradangan. Berkurangnya perfusi akibat gangguan aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah. 2. Gangguan aliran darah terdapat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium. 3. Rupture vaskuler didalam jaringan atau ruang subarkhoid.
4. Manifestasi Klinik Stroke Tanda dan gejala menurut (Smeltzer dan Bare, 2001 dalam Ikhsan, 2015): 1. Kehilangan motorik Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunteer terhadap gerakan motorik. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain. 2. Kehilangan komunikasi Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum.
14
Disfungsi bahasa dan komunikasi antara lain, disfagia, aparaksia disartria. 3. Gangguan presepsi Ketidakmampuan menginterprestasikan sensasi. Stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi, yaitu : a. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensori primer di antara mata dan korteks visual. b. Gangguan hubungan visual spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih obyek dalam area spasial) sering terlihat pada pasien dengan hemiplegia kiri. c. Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterprestasikan stimulasi visual, taktil, dan auditorius. d. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik. Bila kerusakan telah terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori, atau intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkun rusak. e. Disfungsi kandung kemih, pasien pasca stroke mungkin mengalami inkontinesnsia urinarius sementara karena konfusi, ketidakmampuan ketidakmampuan
mengkomunikasikan menggunakan
kontrol motorik dan postural.
15
urinal
kebutuhan, karena
dan
kerusakan
5. Klasifikasi Stroke Secara garis besar stroke dibagi kedalam dua kelompok yaitu stroke
hemoragic
(perdarahan)
dan
stroke
nonhemoragic
(iskemik/infark karena sumbatan arteri otak) (Lemone, Karen, dan Genre, 2017). a. Stroke Hemoragic Stroke hemoragik / hemoragi intrakranial, terjadi ketika pembuluh darah serebral rupture. Darah yang keluar dari pembuluh darah dapat masuk kedalam jaringan otak, sehingga terjadi hematom. Hematom ini menyebabkan timbulnya tekanan tinggi intrakranial (TTIK). Keadaan tersebut terjadi apabila terjadi perdarahan pada intrakranial. Pada hemoragik darah dapat masuk kedalam rongga subarachnoid yang disebut sebagai subarakhnoid sekunder. Bila sumber perdarahan berasal dari rongga subrakhnoid maka disebut perdarahan subrakhnoid primer. Perdarahan dapat disebabkan oleh aneurisma arteri besar, malforasi arteri vena, lesi arterosklerotik, infeksi, hipertensi, angioma/tumor otak, dan trauma kepala. b. Stroke Non hemoragik (iskemik) Jenis stroke ini terjadi akibat subatan atau bekuan darah (baik sebagai trombus maupun embolus), atau dari stenosis pembuluh yang terjadi akibat penumpukan plak. Sumbatan pembuluh darah
16
besar biasanya oleh trombus. Sstroke pembuluh darah kecil menimbulkan infark di pembuluh dalam area nonkortikal otak atau batang otak. Stroke emboli kardiogenik disebabkan oleh bekuan darah bergerak melalui pembuluh darah serebral hingga pembuluh terlalu kecil untuk memungkinkan gerakan lebih lanjut.
6. Fase – fase Stroke a. Fase hiperakut atau fase emergensi Fase ini berlangsung selama 0-3 / 12 jam pasca serangan stroke. Penatalaksanaan fase ini lebih ditujukan untuk menegakan diagnosis dan usaha untuk membatasi lesi patologik yang terbentuk. b. Fase Akut Fase ini berlangsung sesudah 12 jam – 14 hari pasca serangan stroke. Program pada fase ini biasanya mulai aktif sesudah keadaan klien mulai stabil. Penatalaksanaan pada fase ini ditujukan untuk mencegah terjadinya komplikasi, usaha yang sangat fokus pada restorasi / rehabilitasi dini dan usaha preventif sekunder. c. Fase Subakut Fase ini berlangsung sesudah 14 hari – kurang dari 180 hari pasca serangan stroke dan kebanyakan penderita sudah tidak dirawat dirumah sakit serta penatalaksanaan lebih ditujukan untuk usaha
17
preventf sekunder serta usaha yang fokus pada neuro restorasi / rehabilitasi dan usaha menghindari komplikasi.
7. Komplikasi Stroke 1. Tekanan darah tidak stabil 2. Ketidaseimbangan cairan dan elektrolit 3. Malnutrisi 4. Infeksi 5. Gangguan kemampuan sensorik 6. Penurunan tingkat kesadaran 7. Aspirasi 8. Kerusakan kulit 9. Emboli paru 10. Depresi
B. Konsep Dasar Dekubitus 1. Pengertian Dekubitus Dekubitus merupakan masalah yang dihadapi oleh pasien-pasien dengan penyakit kronis, pasien yang sangat lemah, dan pasien yang lumpuh pada waktu lama, bahkan saat ini merupakan suatu penderitaan sekunder yang banyak dialami oleh pasien-pasien yang banyak dirawat dirumah sakit (Morisson, 2016). Dekubitus adalah lesi dikulit yang terjadi akibat rusaknya epidermis dan kadang-kadang jaringan subkutis
18
dan tulang dibawahnya. Terjadinya dekubitus disebabkan karena terjadinya kerusakan seluler baik akibat terjadinya tekanan langsung pada kulit, sehingga menyebabkan stress mekanik terhadap jaringan (Morisson, 2016).
2. Faktor Resiko Terjadinya Dekubitus a. Mobilitas dan aktivitas Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien yang berbaring terus menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk merubah posisi beresiko tinggi untuk terkena luka tekan. Imobilitas adalah faktor yang paling signifikan dalam kejadian luka tekan. b. Penurunan sensori persepsi Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami penurunan untuk merasakan sensasi nyeri akibat tekanan di atas tulang yang menonjol. Bila ini terjadi dalam durasi yang lama, pasien akan mudah terkena luka tekan. c. Kelembaban Kelembaban
yang
disebabkan
karena
inkontinensia
dapat
mengakibatkan terjadinya maserasi pada jaringan kulit. Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah mengalami erosi. Selain itu
19
kelembaban juga mengakibatkan kulit mudah terkena pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear). d. Tenaga yang merobek (shear) Merupakan kekuatan mekanis yang meregangkan dan meobek jaringan, pembuluh darah serta struktur jaringan yang lebih dalam yang berdekatan dengan tulang yang lebih menojol. Contoh yang paling sering dari tenaga yang merobek ini adalah ketika pasien diposisikan dalam posisi dalam posisi semi fowler yang melebihi 30 derajat. Pada posisi ini pasien bisa merosot kebawah, sehingga mengakibatkan tulangnya bergerak kebawah namun kulitnya masih tertinggal. e. Pergesekan (friction) Pergesekan terjadi ketika dua permukaan bergerak dengan arah yang berlawanan. Pergesekan ini bisa terjadi saat penggantian sprei pasien yang tidak berhat-hati. f. Nutrisi Hipoalbuminemia, umumnya
kehilangan
diidentifikasi
berat
sebagai
badan,
faktor
dan
malnutrisi
predisposisi
untuk
terjadinya luka tekan. g. Usia Pasien yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk terkena luka tekan karena kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan penuaan.
20
h. Temperatur Peningkatan temperatur merupakan faktor yang signifikan dengan resiko terjadinya luka tekan (Suriadi, 2004).
3. Patofisiologi Dekubitus Jaringan mendapatkan nutrisi dan oksigen dan membuang sampah sisa
metabolisme
melalui
darah.
Penekanan
mempengaruhi
metabolisme seluler dengan menurunkan atau menghambat sirkulasi jaringan, yang akhirnya akan menimbulkan iskemik jaringan dan nekrosis. Iskemik jaringan adalah tidak terdapatnya darah atau penurunan sebagian besar aliran darah yang terlokalisir akibat dari sumbatan. Ketika pasien dalam posisi berbaring atau duduk, berat badan tubuh tertumpu pada tonjolan-tonjolan tulang. Semakin lama penekanan terjadi, maka semakin besar pula resiko kulit untuk mengalami kerusakan. Pada saat tertekan tersebut dijauhkan, terjadi periode dari reaktif hiperemia atau peningkatan darah yang tiba-tiba kearea tersebut, ini disebut sebagai respon atau kompensasi dan ini hanya akan berguna apabila tekanan pada kulit dijauhkan sebelum terjadi nekrosis. Kerusakan jaringan terjadi ketika tekanan melebihi cappilary closing pressure normalnya 13-32 mmhg (Wolf et al, 2015). Setelah periode iskemik, kulit yang berwarna putih dan berwarna cerah dapat berubah menjadi hipermik yang normal dan abnormal. Reaktif
21
hiperemik yang normal ditandai dengan adanya vasodilatasi yang normal sebagai respon tubuh akan kekurangan aliran darah kejaringan dibawahnya biasanya kurang dari satu jam. Sedangkan reaktif hiperemik yang abnormal yakni vasodilatasi yang berlebih yang baru dapat berhenti > 1 jam hingga 2 minggu setelah tekanan hilang (Crisp & Taylor, 2014). Kulit dan jaringan subkutan dapat mentoleransi beberapa tekanan. Namun bagaimanapun apabila tekanan dari luar melebihi tekanan didinding kapiler akan menurunkan dan menghambat aliran darah menuju jaringan. Jaringan ini akan mengalami hipoksia dan akhirnya terjadi injury akibat iskemik. Apabila tekanannya lebih dari 32 mmHg dan terus menerus sampai pada titik hipoksia, maka pembuluh darah akan kolaps dan terbentuk trombus, dan apabila tekanan ini dapat terhindarkan sebelum titik kritis hipoksia, maka sirkulasi yang menuju jaringan tersebut kembali pulih.
4. Manifestasi Klinis Dekubitus Manifestasi klinis luka dekubitus didahului dengan kulit tampak kemerahan yang tidak hilang setelah tekanan diadakan pada tahap dini ini tidak terlihat nekrosis sebab permukaan kulit masih utuh iskhemi dan nekrosis sudah terjadi pada lapisan dalam tetapi baru terlihat setelah beberapa hari dan berapa kulit yang kemerahan dan mengelupas sedikit nekrosis kulit dan batasnya menjadi jelas. Biasanya
22
nekrosis ini mencapai hilang atau fascia didasarnya. Akibat tekanan terutama diatas tulang menonjol, mengganggu fungsi sirkulasi normal dan menyebabkan paling banyak sakit tekanan (dekubitus) Brunner & Sudadart (2010).
5. Derajat Dekubitus Derajat Ulkus Dekubitus Pasien Stroke Derajat ulkus dekubitus menurut Tambayong (2009) dalam Damayanti (2012) adalah sebagai berikut : a) Derajat I : Derajat ini ditandai dengan terbentuknya abrasi yang mengenai epidermis, luka tampak merah, hangat dan mengeras. b) Derajat II : Ulserasi mengenai epidermis, dermis dan meluas sampai ke jaringan adiposa.Terlihat eritema dan indurasi. Stadium ini dapat sembuh dalam 10-15 hari. Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh atau membentuk lubang yang dangkal. c) Derajat III : Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkutis, dan otot sudah mulai terganggu dengan adanya edema, inflamasi, infeksi dan hilangnya struktur fibril. Tepi ulkus tidak teratur dan terlihat hiper atau hipopigmentasi dengan fibrosis. Kadang-kadang terdapat anemia dan infeksi sistemik. Biasanya sembuh dalam 3-8 minggu. Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi
23
kerusakan atau nekrosis dari jaringan subkutan atau lebih dalam, akan tetapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam. d) Derajat IV : Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia, otot, tulang serta sendi. Dapat terjadi artritis septik atau osteomielitis dan sering diserti anemia. Dapat sembuh dalam 3-6 bulan. Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV dari luka tekan.
Gambar 2.1 Derajat Dekubitus
6. Lokasi Dekubitus Dekubitus dapat terjadi dalam waktu 3 hari sejak terpaparnya kulit oleh tekanan (Reddy, 1990 dalam Vanderwee at al 2006). Daerah yang paling
sering
terkena
dekubitus
adalah
sacrum,
trochanter,
tuberositas, ischium. Distribusi lokasi terjadinya dekubitus sangat tergantung
pada
status
fungsional,
24
struktur
anatomi
sacrum,
trochanter, tuberositas, ischium pasien. Pada pasien yang hanya bisa duduk, lokasi yang paling sering terkena adalah ischium. Pada pasien yang tidak mampu melakukan apapun, maka ulkus dapat timbul di lutut, tumit, malleoli, scapula, occiput, dan daerah tulang belkang (spina).
Gambar 2.2 Lokasi Dekubitus
7. Pencegahan Dekubitus Tindakan pencegahan luka dekubitus pada pasien stroke harus dilakukan sedini mungkin dan terus menerus. Pemberian posisi yang benar sangat penting dengan sasaran utama pemeliharaan integritas kulit yang dapat mengurangi tekanan, membantu kesejajaran tubuh yang baik, dan mencegah neuropati kompresif. Pengaturan posisi bukan semata-mata merubah posisi pasien berbeda dari posisi sebelumnya, melainkan membutuhkan tekhnik-tekhnik tertentu agar tidak menimbulkan masalah dekubitus yang baru. Oleh karena itu salah satu prinsip pencegahan luka dekubitus sekaligus prinsip perawatan luka dekubitus adalah mobilisasi (pengaturan posisi). Mobilisasi (perubahan posisi) adalah kemampuan untuk melakukan
25
gerakan secara bebas dan imobilisasi mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk bergerak secara bebas. Pelaksanaan pemberian perubahan posisi pada pasien secara berkala setiap 2 jam dalam waktu 24 jam selama 6 hari (Perry & Potter, 2015).
8. Komplikasi Dekubitus Dekubitus atau luka tekan merupakan sebuah tantangan klinis bagi perawat, yakni terkait dengan tindakan preventif perawat dan mengenai penatalaksanaan pada setiap tahap terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan. Dekubitus memiliki dampak yang serius baik secara klinis, psikologis, sosial, dan implikasi ekonomi. Dampak secara klinis yang lebih ekstrim lagi yakni pasien meninggal akibat dari komplikasi dekubitus tersebut. Hal ini didukung dari pernyataan (Ayello, 2008) bahwa dekubitus menimbulkan komplikasi yang serius pada pasien seperti sepsis bahkan kematian. Durasi
waktu
yang
dibutuhkan
untuk
penanganan
atau
pengobatannya, pasien dapat menghabiskan waktu selama berbulanbulan dan beberapa kasus mencapai tahunan. Dampak yang serius dari dekubitus khususnya pada pasien usia lanjut yang mengalami penurunan fungsi akan lebih luas pengaruhnya tidak hanya pada pasien namun juga sistem pelayanan kesehatan. Gangguan integritas kulit masalah yang sangat serius potensial menyebabkan kematian dan penderitaan pasien.
26
C. Penatalaksanaan Mobilisasi 1. Pengertian Mobilisasi Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan keegiatan dengan bebas (Kosier, 2010). Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi merupakan suatu kebutuhan dasar manusia yang diperlukan oleh individu untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang berupa pergerakan sendi, sikap, gaya berjalan, latihan maupun kemampuan aktivitas (Perry & Potter,2015).
2. Tujuan Mobilisasi Tujuan mobilisasi menurut Heriana (2014) : a. Memenuhi kebutuhan dasar manusia b. Mencegah kelemahan otot-otot dan mempertahankan kekuatan otot c. Mempertahankan derajat kesehatan d. Mencegah kekakuan sendi (ankilosa) e. Mencegah dekubitus
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi a. Gaya hidup
27
Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tetang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda dengan seorang pramugari atau seorang pemambuk. b. Proses penyakit dan injuri Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untuk mobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi. Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidurkarena mederita penyakit tertentu misallya; CVA
yang
berakibat
kelumpuhan,
typoid
dan
penyakit
kardiovaskuler. c. Kebudayaan Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan aktifitas misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berebda mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan seorang wanita madura dan sebagainya.
28
d. Tingkat energi Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi dengan seorang pelari. e. Usia dan status perkembangan Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya dibandingkan dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam
masa
pertumbuhannya
akan
berbeda
pula
tingkat
kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering sakit. f. Faktor resiko Berbagai
faktor
fisik,
psikologis,
dan
lingkungan
dapat
menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut (Kozier, 2010).
4. Jenis-jenis mobilisasi Jenis mobilisasi menurut Heriana (2014) ada dua macam yaitu: a. Mobilisasi penuh Bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilisasi penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang, seperti pasien post operasi akibat pengaruh anestesi.
29
b. Mobilisasi sebagian Mobilisasi sebagian merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pasien paraplegi dapat mengalami mobilisasi sebagian pada ekstrimitas bawah karena kehilangan control motorik dan sensorik. Mobilisasi sebagian ini dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Mobilitas sebagian temporer yaitu kemampuan individu untuk
bergerak
dengan
batasan
yang
sifatnya
sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversible pada sistem musculoskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang. 2) Mobilitas
sebagian
permanen
yaitu
kemampuan
individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap yang disebabkan rusaknya sistem syaraf. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang reversible, contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomyelitis karena tergantungnya sistem saraf motoric dan sensorik.
30
5. Indikasi mobilisasi Indikasi di perbolehkan untuk latihan rentang gerak menurut Perry & Potter (2015): a. Stroke atau penurunan tingkat kesadaran . b. Kelemahan otot c. Fase rehabilitasi fisik d. Klien dengan tirah baring lama
6. Kontra indikasi mobilisasi Kontra indikasi untuk latihan rentang gerak menurut Perry & Potter (2015) : 1. Trombus/emboli pada pembuluh darah 2. Kelainan sendi atau tulang 3. Klien fase imobilisasi karena kasus penyakit (jantung) 4. Trauma medulla spinalis atau trauma sistem saraf pusat.
7. Standar Operasional Prosedur Mobilisasi Lateral A. Posisi lateral Posisi Lateral adalah posisi dimana klien berbaring diatas salah satu sisi bagian tubuh dengan kepala menoleh kesamping. Posisi lateral yaitu posisi lateral diantara pinggul dan matrass yang disertai penggunaan bantal pada daerah-daerah berikut diantara
31
lutut kanan dan lutut kiri, diantara mata kaki, dibelakang punggung, serta dibawah kepala untuk mencegah terjadinya dekubitus (Tarihoran 2010). B. Tujuan : Tujuan pemberian posisi miring menurut Darliana (2014) adalah sebagai berikut : 1. Mempertahankan body aligement 2. Mengurangi komplikasi akibat immobilisasi 3. Meningkankan rasa nyaman 4. Mengurangi kemungkinan tekanan yang menetap pada tubuh akibat posisi yang menetap sehingga menyebabkan luka (dekubitus). C. Indikasi Indikasi pemberian posisi miring menurut Darliana (2014) adalah sebagai berikut : 1. Pasien yang ingin beristirahat dengan nyaman. 2. Pasien yang ingin tidur dengan pergantian posisi. 3. Pasien yang posisi fowler atau dorsal recumbent dalam posisi lama. 4. Penderita yang mengalami kelemahan dan adanya luka tekan. D. Prosedur posisi lateral : A. Persiapan alat : 1. Bantal 3-4
32
2. Gulungan handuk (handuk kecil) atau underpad (alas) B. Tahap orientasi : 1. Memberikan salam dan memperkenalkan diri. 2. Menanyakan identitas pasien dan menyampaikan kontrak waktu. 3. Menjelaskan tujuan dan prosedur. 4. Menanyakan Persetujuan dan persiapan pasien C. Tahap Pelaksanaan : 1. Mencuci tangan. 2. Buatlah posisi tempat tidur yang memudahkan untuk bekerja (sesuai tinggi perawat). 3. Sesuaikan berat badan pasien dan perawat bila perlu carilah bantuan atau gunakan alat bantu pengangkat. 4. Atur tinggi tempat tidur pada posisi datar, ambilah semua bantal dan perlengkapan lain yang digunakan pada posisi sebelumnya. Beri bantal pada tempat tidur pasien bagian atas. Pindahkan pasien pada bagian atas tempat tidur. Ajak pasien kerjasama. 5. Tekuk lutut pasien dan anjurkan untuk meletakan tangan diatas dadanya. 6. Letakan satu tangan anda dibawah bahu dan tangan yang lain dibawah paha pasien. 7. Angkat dan tarik pasien, sesuai yang diinginkan, perintahkan pasien untuk mendorong kakinya.
33
8. Bantu pasien miring. Tempatkan diri anda dan pasien secara tepat sebelum bergerak. 9. Pindahkan pasien keposisi berlawanan. 10. Letakan tangan pasien yang jauh dengan perawat ke dada dan ketangan yang dekat dari perawat sedikit kedepan badan pasien. 11. Letakan
kaki
pasien
yang
terjauh
dengan
perawat
menyilangkan diatas kaki yang terdekat 12. Tempatkan diri sedekat mungkin dengan pasien 13. Tempatkan tangan dibokong dan bahu pasien 14. Tarik pasien sehingga menjadi posisi miring. 15. Letakan gulungan handuk atau underpad dibawah kepala dan leher. 16. Atur posisi bahu sedikit fleksi dan agak condong ke depan. 17. Letakan bantal dibawah tangan. 18. Meletakan bantal keras pada punggung pasien untuk menstabilkan posisi. 19. Meletakan dua atau lebih bantal diantara kaki pasien dengan posisi kaki sebelah semi fleksi. 20. Mencuci tangan. D. Tahap Terminasi 1. Evaluasi respon pasien. 2. Lakukan dokumentasi tindakan dan hasil.
34
Gambar 2.3 Posisi Lateral
8. Efektivitas Mobilisasi Lateral Terhadap Dekubitus Penelitian yang dilakukan Santoso (2014) memberikan alih baring posisi tubuh lateral dengan sudut maximum 30 derajat juga akan mencegah kulit dari pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear). Penelitian Purwati (2018) juga mengatakan bahwa alih baring dengan memiringkan klien 30 derajat secara teratur dan menyangganya dengan matras dapat mencegah terjadinya kejadian dekubitus pada klien stroke. Menurut Ika Sari Huda (2015) posisi miring 30 derajat kiri dan kanan akan sangat berguna untuk mencegah terbentuknya luka tekan pada lokasi yang paling umum di belakang, pinggul, dan ankles. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sarwanto et al (2016) yang mengatakan bahwa posisi 30 derajat lebih efektif dibandingkan posisi 90 derajat dalam menurunkan risiko dekubitus.
35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Menurut Cony (2010) Literature Review merupakan sebuah aktivitas untuk meninjau atau mengkaji kembali berbagai literature yang telah dipublikasikan oleh akademisi atau peneliti lain sebelumnya terkait topik yang akan diteliti. Literature review juga disebut bahan yang tertulis berupa buku, jurnal, yang membahas topik yang akan diteliti. Penelitian ini merupakam tinjauan sistematis terhadap literature yang ada untuk mengevaluasi respon subjektif pasien setelah diaplikasikannya mobilisasi lateral terhadap kejadian dekubitus pada pasien stroke. B. Strategi Pencarian PICO/PICOT merupakan sarana yang dapat digunakan dalam pencarian informasi klinis. PICO/PICOT merupakan metode pencarian informasi klinis yang merupakan akronim dari 5 komponen: P (patient, population, problem), I (intervention, prognostic factor, exposure), C (comparison, control), dan O (outcome) T (time). Dengan menggunakan PICOT, kita dapat memastikan penelitian yang dicari sesuai dengan pertanyaan klinis, PICOT terdiri dari : 1. P : Patient, Population, Problem
36
Kata-kata ini mewakili pasien, populasi, dan masalah yang menjadi pertanyaan klinis. Berbagai masalah medis yang ingin dicari bisa dimasukan disini. Pertanyaan yang membantu untuk menyusun P adalah bagaimana gambaran pasien atau karakteristik penting dari pasien. 2. I : Intervention, Prognostic Factor, Exsposure Kata-kata ini mewakili intervensi, prognosis atau paparan yang ada dalam pertanyaan klinis yang diajukan. Yang tercakup disini antara lain adalah terapi fisik maupun farmakoterapi, tes diagnostik, maupun paparan faktor resiko. Pertanyaan yang membantu untuk menyusun I adalah intervensi apa yang di pertimbangkan untuk diberikan kepada pasien atau apa yang harus dilakukan pada pasien. 3. C : Comparasion atau Control Kata-kata ini mewakili perbandingan atau kontrol yang digunakan sebagai pembanding dari intervensi yang dilakukan. Bagian C ini tidak selalu harus ada pada pertanyaan klinis yang disusun. Pertanyaan yang membantu untuk menyusun C adalah apa yang menjadi pembanding dari intervensi yang dipilih untuk pasien, yang bisa berupa obat lain, modalitas terapi lain, placebo, atau tes lain. 4. O : Outcome Kata-kata ini mewakili luaran yang ingin dicapai dari pertanyaan klinis yang diajukan, luaran ini bisa bersifat disease oriented atau patient oriented. Pertanyaan yang membantu untuk menyusun O adalah apa yang ingin dicapai dengan intervensi : ukuran, perbaikan, atau dampaknya.
37
5. T : Time, Type of question, Type of study Butuh waktu untuk intervensi untuk mencapai hasil a. Type of question Intervention/therapy, etiology/risk factor, diagnosis/diagnosis test (measurement), prognosis/prediction, meaning b. Type of study Desain penelitian yang dapat menjawab PICO Menggunakan PICO untuk Menyusun Pertanyaan Klinis PICO yang sudah dibentuk dapat digunakan untuk menyusun pertanyaan klinis. Misalnya kita menangani pasien stroke yang mengalami dekubitus dengan pemberian mobilisasi lateral Dari kasus tersebut, kita bisa menyusun PICO sebagai berikut a. P - patient, yaitu pasien stroke yang mengalami dekubitus (problem) b. I - intervention, yaitu efektivitas mobilisasi lateral c. C - comparation d. O - outcome, yaitu menurunkan dekubitus Dari PICO tersebut, kita dapat menyusun pertanyaan klinis sebagai berikut: Pada pasien stroke yang mengalami dekubitus, apakah pemberian mobilisasi lateral efektif untuk menurunkan kejadian dekubitus?
38
Strategi pencarian bertujuan untuk mencari artikel yang sudah diterbitkan. Pencarian dilakukan melalui Google Scholar karena jurnal mengenai mobilisasi lateral hanya didapatkan di aplikasi pencarian tersebut. Kata kunci yang digunakan adalah kombinasi dari Posisi lateral, Dekubitus, Stroke. Pencarian berfokus pada jurnal yang menggunakan Posisi lateral terhadap dekubitus yang publish sampai dengan tahun 2019. Artikel yang digunakan dalam pembahasan ini adalah artikel yang menggunakan bahas indonesia. Kriteria inklusi untuk pencarian yaitu studi yang dilakukan pada pasien stroke, dengan dekubitus, intervensi dengan pemberian mobilisasi lateral dengan outcome berfokus pada penurunan dekubitus. C. Jadwal Penelitian Berikut adalah jadwal penelitian dari pembuatan Karya Tulis Ilmiah : No
Kegiatan
Maret Minggu 1
1.
Pengajuan topic
2.
Kegiatan bimbingan proposal
3.
Pencarian Jurnal
4.
Analisis Jurnal
5.
Penyusunan Laporan KTI
6.
Ujian Sidang KTI
39
2
April Minggu 3
4
1
2
Mei Minggu 3
4
1
2
3
4
BAB IV HASIL ANALISIS
A. Hasil Pencarian Dari hasil pencarian yang dilakukan melalui Google Schlolar (Gambar 4.1). Sebanyak 108 jurnal diperoleh dengan menggunakan kombinasi kata kunci Posisi lateral, dekubitus, dan stroke jurnal publish kurang dari 2016. Lalu sebanyak 33 jurnal diperoleh dengan menggunakan kombinasi kata kunci Posisi lateral, dekubitus, dan stroke jurnal publish kurang dari 2019. Sehingga total 4 artikel yang memenuhi semua kriteria pencarian. Ringkasan Hasil Pencarian Gambar 4.1 Diagram Pencarian Literature
40
Identificati Screening
Jumlah jurnal yang dikaji (n = 30 )
Include
Jumlah jurnal yang tersaring (n = 33)
Eligibility
Jurnal yang didapat scholar (n = 108)
Jumlah jurnal yang layak (n = 4)
Jumlah jurnal yang di exluded (n =75)
Teks lengkap di exluded, dengan alasan (n = 26)
Intervensi lainnya (n =10) Outcome bukan penurunan dekubitus (n = 16)
B. TABEL 4.1 Ringkasan Hasil Penelitian N
Judul,Aut Metode
Jumlah
Tekhnik
o
hor,
Sample
Sampling
Intervensi
Hasil
Tahun, 1.
Tempat Pengaruh
Metode
Jumlah
Tekhnik
Pelaksanaan
Posisi miring
posisi
yang
sample
pusposive
pemberian
terhadap
miring
digunaka
sebanyak
sampling
posisi miring
penurunan
untuk
n yaitu
20
dengan
30 derajat
kejadian
mengura
prospekti
responden. kriteria
tersebut,
dekubitus
ngi luka
f cohort.
Usia
pasien
pasien
melaporkan
antara 45
mengalami
dilakukan
bahwa hasil
tekan
41
pada
tahun – 75
parse
perubahan
penelitian
pasien
tahun.
ekstremitas,
posisi secara
berdasarkan data
dengan
gangguan
berkala setiap dari 20 pasien
gangguan
gerak dan
2 jam. Yaitu
yang dilakukan
persyaraf
kekuatan otot
mulai jam
posisi miring 30
an, Nuh
kurang.
08.00-10.00
derajat 19 orang
Huda,
wib pasien
bebas dari resiko
2012, RS
dimiringkan
terjadinya luka
Cipto
ke arah
tekan,
Mangun
kanan,
sedangkan 1
kusumo
kemudian
orang luka tekan
Jakarta.
jam 10.00-
grade 1.
12.00 wib
Penyebab dari
pasien
hal ini karena
diterlentangk
faktor toileting
an , dan jam
yang kurang
12.00-14.00
bagus yang
wib pasien
ditandai selalu
dimiringkan
terdapat
ke arah kiri,
rembesan pada
dan
pempers saat
seterusnya
observaasi pagi
seperti itu.
hari. Hal ini lah
42
Obeservasi
yang memicu
dilakukan
terjadinya iritasi
setiap hari
pada daerah
yaitu dengan
lokal tersebut
melakukan
sehigga
pemeriksaan
menimbulkan
dan penilaian
kerusakan pada
terhadap
daerah tersebut.
terjadinya luka tekan yang dialami pada pasien tersebut. Obeservasi pada setiap pasien dilakukan sampai 6 hari perawatan. Daerah yang diobservasi adalah terutama
43
daerah tulang-tulang yang menonjol yaitu daerah belakang kepala, sacrum, iskium, koksik, tumit dan trokanter. Kondisi yang diobservasi mencakup perabaan kulit yang hangat, adanya perubahan konsistensi jaringan lebih keras atau lunak, adanya
44
perubahan sensasi dan adanya kulit yang berwarna 2.
Pengatur
Metode
Sample
Tekhnik
merah. Intervensi
an posisi
penelitia
terdiri dari
Consecutive
yang
didapatkan,
20
Sampling
diberikan
Setelah
miring 30 n
Hasil penelitian
derajat
kuantitati kejadian
yaitu dengan
diberikan
dengan
tatif
pressure
pemberian
pengaturan
kejadian
desain
ulcer.
pengaturan
posisi miring 30
pressure
quasi
posisi miring
derajat selama
ulcer,
eksperim
30 derajat.
lima hari, pada
Karisma
en
hari keempat
Dwi Ana, dengan
dan kelima
2016,
pendekat
terjadi
Ruang A
an the
perubahan
Rumah
one
penurunan
Sakit
group
kejadian
Umum
posttest
pressure ulcer,
Daerah
only
hal ini
“X” Jawa desaign.
dikarenakan
Timur.
dengan
45
memberikan pengaturan posisi secara bertahap dan berkelanjutan dapat menjaga kelembaban jaringan kulit, mencegah kulit dari pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear) sehingga dapat mengurangi pressure ulcer. Data dianalisis dengan mengguakan uji statistik yaitu wilcoxon dan mann whitney test dengan
46
signifikasi