B.indo Xi - Bab 4 Teks Cerita Pendek [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

UNIT KEGIATAN BELAJAR MANDIRI (UKBM) NAMA MATA PELAJARAN : KELAS : SEMESTER : KOMPETENSI DASAR : MATERI POKOK : ALOKASI WAKTU : TUJUAN PEMBELAJARAN : MATERI PEMBELAJARAN :



BAHASA INDONESIA XI 1 (GANJIL) MENELADANI NILAI KEHIDUPAN DALAM CERITA PENDEK UNSUR-UNSUR CERPEN 2 X 45’ KALIAN DIMINTA DAPAT MENELADANI NILAI KEHIDUPAN DALAM CERPEN STRUKTUR DAN KAIDAH KEBAHASAAN CERPEN



Kompetensi Inti KI. 3.Memahami, menerapkan dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusian, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. KI. 4.Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan. Komptensi Dasar 3.8 Mengidentfikasi nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam kumpulan cerita pendek yang dibaca. 3.9 Menganalisis unsur-unsur pembangun cerita pendek dalam buku kumpulan cerita pendek. 4.8 Mendemonstrasikan salah satu nilai kehidupan yang dipelajari dalam cerita pendek. 4.9 Mengonstruksi sebuah cerita pendek dengan memperhatikan unsur-unsur pembangun cerpen. Peta Konsep Aspek pembelajaran meliputi:



A. Mengindentifikasi Nilai-Nilai Kehidupan dalam Cerita Pendek Cerita pendek (cerpen) adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang memberikan kesan tunggal yang dominan dan memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu situasi (KBBI, 2017: 263). Cerita pendek menyajikan cerita yang hanya memiliki satu konflik. . Umumnya, cerita yang diangkat memiliki relevansi dalam kehidupan sehari-hari. Tokoh yang ditampilkan sebagai pusat cerita. Karakter dalam cerita pendek secara umum terdiri atas protagonis dan antagonis. Kedua karakter tersebut merupakan cerminan nyata dalam kehidupan sehari-hari yang dapat diambil pelajaran. Rumah yang Terang Karya Ahmad Tohari Listrik sudah empat tahun masuk kampungku dan sudah banyak yang dilakukannya. Kampung seperti mendampat injeksi tenaga baru yang membuatnya menggeliat penuh gairah. Listrik memberi kampungku cahaya, musik, es, sampai api dan angin. Di kampungku, listrik juga membunuh bulan di langit. Bulan tidak lagi menarik hati anak-anak. Bulan tidak lagi mampu membuat bayang-bayang pepohonan. Tapi kampung tidak merasa kehilangan bulan. Juga tidak merasa kehilangan tiga lakilaki yang tersengat listrik hingga mati. Sebuah tiang lampu tertancap di depan rumahku. Seperti semasa teman-temannya sesama tiang listrik yang membawa perubahan pada rumah yang terdekat, demikian halnya beton langsing yang menyangga kabel-kabel di depan rumahku itu. Bedanya, yang dibawa ke rumahku adalah celotehceloteh sengit dua tetangga di belakang rumahku. Sampai sekian lama, rumahku tetap gelap. Ayahku tidak mau pasang listrik. Inilah yang membuat tetangga di belakang rumah jengkel terusterusan. Keduanya sangat berhasrat menjadi pelanggan listrik. Tapi hasrat mereka tak mungkin terlaksana sebelum ada dakstang di bubungan rumahku. Rumah dua tetangga di belakang itu terlalu jauh dari tiang. Kampungku yang punya kegemaran berceloteh seperti mendapat jalan buat berkata seenaknya terhadap ayah. Tentu saja dua tetangga itulah sumbernya. “Haji Bakir itu seharusnya berganti nama menjadi Haji Bakhil. Dia kaya tetapi tak mau pasang listrik. Tentu saja dia kawatir akan keluar banyak duit.” Kadang celoteh yang sampai di telingaku sedemikian tajam sehingga aku tak kuat lagi menerimanya. Mereka mengatakan ayahku memelihara tuyul. “Tentu saja Haji Bakir tak mau pasang listrik karena tuyul tidak suka cahaya terang.” Yang terakhir kedua tetangga itu merencanakan tindakan yang lebih jauh. Entah belajar dari mana mereka menuduh ayahku telah melanggar asas kepentingan umum. Mereka menyamakan ayahku dengan orang yang tidak mau menyediakan jalan bagi seseorang yang bertempat tinggal di tanah yang terkurung. Konon mereka akan mengadukan ayahku kepada lurah. Aku sendiri bukan tidak punya masalah dengan sikap ayah. Pertama, akulah yang lebih banyak menjadi bulan-bulanan celoteh yang kian meluas di kampungku. Ini sungguh tidak nyaman. Kedua, gajiku sebagai propagandis pemakaian alat kontrasepsi memungkinkan aku punya radio, pemutar pita rekaman, juga TV (karena aku masih bujangan). Maka alangkah konyolnya sementar listrik ditawarkan sampai ke depan rumah, aku masih harus repot dengan setiap kali membeli baterei dan nyetrum aki. Ketika belum tahu latar belakang sikap ayah, aku sering membujuk. Lho, kenapa aku dan ayah tidak ikut beramai-ramai bersama orang sekampung membunuh bulan? Pernah kukatakan, apabila ayah enggan mengeluarkan uang maka pasal memasang listrik akulah yang menanggung biayanya. Karena kata-kataku ini ayah tersinggung. Tasbih di tangan ayah yang selalu berdecik tiba-tiba berhenti.



“Jadi kamu seperti orang-orang yang mengatakan aku bakhil dan pelihara tuyul?” Aku menyesal. Tapi tak mengapa karena kemudian ayah mengatakan alasan yang sebenarnya mengapa beliau tidak mau pasang listrik. Dan alasan itu tak mungkin kukatakan kepada siapa pun, khawatir hanya mengundang celoteh yang lebih menyakitkan. Aku tak rela ayah mendapat cercaan lebih banyak. Betapa juga ayah adalah orang tuaku, yang membiayai sekolahku sehingga aku kini adalah seorang propagandis pemakaian alat kontrasepsi. Lalu mengapa orang kurang menghayati status yang kini kumiliki. Menjadi propagandis tersebut tidak hanya membawa keuntungan materi berupa gaji dan insentif melainkan ada lagi yang lain. Jadi, aku mengalah pada keteguhan sikap ayah. Rela setiap kali beli baterai dan nyetrum aki, dan rela menerima celoteh orang sekampung yang tiada hentinya. Ketika ayah sakit, beliau tidak mau dirawat di rumah sakit. Keadaan beliau makin hari makin serius. Tapi beliau bersiteguh tak mau diopname. Aku berusaha menyingkirkan perkara yang kukira menyebabkan ayah tak mau masuk rumah sakit. “Apakah ayah khawatir di rumah sakit nanti ayah akan dirawat dalam ruang yang diterangi lampu listrik? Bila demikian halnya maka akan kuusahakan agar mereka menyalakan lilin saja khusus bagi ayah. Tanggapan ayah ada rasa tersinggung yang terpancar dari mata beliau yang sudah biru memucat. Ya, Tuhan, lagi-lagi aku menyesal. Dan jiwaku mendadak buntu ketika mendengar ucapan ayah yang keluar tersendat-sendat. “Sudahlah, Nak. Kamu lihat sendiri aku hampir mati. Sepeninggalku nanti kamu bisa secepatnya memasang listrik di rumah ini.” Tidak pernah sekalipun aku mendengar kata-kata ayah yang mengandung ironi demikian tajam. Sesalku tak habis-habisnya. Dan malu. Kewahlianku melakukan pendekatan verbal yang biasa aku lakukan selama menjadi propagandis alat kontrasepsi ternyata hanya punya arti negatif di hadapan ayah. Lebih malu lagi karena ucapan ayah tadi adalah kata-kata terakhir yang ditujukan kepadaku. Seratus hari sudah kematian ayah orang-orang bertahlil di rumahku sudah duduk di bawah lampu neon dua puluh watt. Mereka memandangi lampu dan tersenyum. Dua tetangga belakang yang tentu saja sudah pasang listrik mendekatiku. “Nah, lebih enak dengan listrik, ya Mas?” Aku diam karena sebal melihat gaya mereka yang pasti menghubung-hubungkan pemasangan listrik di rumahku yang baru bisa terlaksana sesudah kematian ayah. Oh, mereka tidak tahu bahwa aku sendiri menjadi linglung. Listrik memang sudah kupasang tapi aku justru takut menghidupkan radio, TV, dan pemutar pita rekaman. Sore hari aku tak pernah berbuat apa pun sampai ibu yang menghidupkan lampu. Aku enggan menjamah sakelar karena setiap kali aku melakukan hal itu tibatiba bayangan ayah muncul dan kudengar keletak-keletik suara tasbihnya. Linglung. Maka tiba-tiba mulutku nyerocos. Kepada tamu yang bertahlil aku mengatakan alasan yang sebenarnya mengapa ayahku tidak suka listrik, suatu hal yang seharusnya tetap kusimpan. “Ayahku memang tidak suka listrik. Beliau punya keyakinan hidup dengan listrik akan mengundang keborosan cahaya. Apabila cahaya dihabiskan semasa hidupnya maka ayahku khawatir tidak ada lagi cahaya bagi beliau di dalam kubur”. Aku siap menerima celoteh dan olok-olok yang mungkin akan dilontarkan para tamu. Karena aku sendiri pernah menertawakan pikiran ayah yang antik itu. Aneh, para tamu malah menunduk. Aku juga menunduk, sambil berdoa tanpa sedikitpun kadar olok-olok. Kiranya ayahnya mendapat cukup cahaya di alam sana. Sumber: Senyum Karyamin Kumpulan Cerita Pendek, 2019: 43



Sesuai namanya, cerpen merupakan cerita yang dikemas secara pendek. Ukuran panjang dan pendek suatu cerita relatif. Akan tetapi, cerpen umumnya merupakan cerita yang dibaca dalam waktu singkat. Oleh karena itu, cerpen sering dianalogikan dengan ungkapan “cerita yang dapat dibaca dalam sekali duduk”. Untuk memahami isi cerpen, termasuk nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, diawali dengan mengajukan beberapa pertanyaan. Dengan demikian, pemahaman terhadap isi cerpen akan lebih mendalam. Dimulai dari pemahaman literal, interpretatif, kritis, dan kreatif. 2. Menganalisis Nilai-Nilai Kehidupan dalam Cerpen Dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang isi cerpen, kita akan menemukan nilai dari cerpen tersebut. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang penting, berguna, dan bermanfaat bagi manusia. a. Nilai agama Nilai agama adalah nilai-nilai dalam cerpen yang berkaitan dengan aturan atau ajaran yang bersumber dari agama tertentu. Nilai agama dapat diketahui dari deskripsi tokoh dengan ciri fisik atau simbol-simbol agama tertentu, kutipan atau dalil yang berasal dari kitab suci, atau penggambaran nilai-nilai kehidupan yang dilandasi ajaran agama yang universal seperti kejujuran, kebaikan, dan lain-lain. b. Nilai moral Nilai moral adalah nilai-nilai dalam cerpen yang berkaitan dengan akhlak, peringai, atau estetika. Nilai moral dapat digambarkan melalui deskripsi tokoh, hubungan antartokoh, dialog, dan lain-lain. Nilai moral dalam cerpen berupa nilai moral yang baik dan buruk. c. Nilai pendidikan Nilai pendidikan adalah nilai-nilai yang berkenaan penggunaan akal/pikiran dengan pilihan pengetahuan yang ada di sekitar. Nilai pendidikan ditunjukkan dengan penggambaran sikap, pola pikir, cara berbicara, pengambilan tindakan atau keputusan saat tokoh cerita menyelesaikan masalah. d. Nilai budaya Nilai budaya adalah nilai-nilai yang berkenaan dengan kebiasaan, tradisi atau adat istiadat yang berlaku pada suatu daerah. Nilai budaya ditujukan dengan penggambaran adat istiadat, kebiasaan yang berlaku di tempat para tokoh, bahasa dan gaya bicara tokoh yang mencerminkan bahasa tertentu, serta nilai-nilai yang hanya berlaku di tempat tinggal tokoh tersebut. e. Nilai sosial Nilai sosial adalah nilai-nilai yang berkenaan dengan tata pergaulan antarindividu di dalam masyarakat. Nilai sosial ditunjukkan dengan penggambaran antartokoh di dalam masyarakatnya, baik melalui narasi maupun dialog. B. Mendemonstrasikan Nilai Kehidupan yang Dipelajari dalam Teks Cerita Pendek 1. Menentukan Nilai-Nilai Kehidupan dalam Teks Cerita Pendek Sebuah cerpen menjadi menarik bagi pembaca karena ada sesuatu yang bermakna dalam cerpen tersebut. Hal itu biasanya berupa cerita yang sesuai dengan dunia nyata atau kebutuhannya. Cerpen bertujuan memberikan hiburan atau pengalaman hidup bagi pembacanya. Manfaat yang langsung dapat dirasakan ketika membaca cerita pendek yaitu dapat memberikan hiburan, perasaan senang,



atau kenikmatan batin. Dengan membaca cerpen. seolah-olah kita ikut merasakan dan menjalani kehidupan bersama tokoh-tokoh dalam cerpen. Membaca suatu cerpen juga membuat kita belajar tentang kehidupan; kita dapat menjadi lebih bijak dalam menghadapi beragam peristiwa yang dihadapi dalam hidup dan mengambil tindakan solusinya dengan bijaksana. 2. Mempresentasikan Sebuah Teks Cerita Pendek dengan Nilai Kehidupan Wangon Jatilawang Karya Ahmad Tohari Mendengar dongeng itu, kedua tamuku yang berbaju lengan panjang dan bersepatu bagus tersenyum. Kali ini senyumnya lepas. Kukira mereka membenarkan sikap emakku terhadap Sulam, entahlah. Sementara itu, aku teringat Sulam yang saat ini pasti dalam perjalanan menuju Pasar Jatilawang. Kadang dalam perjalanan antara Wangon dan Jatilawang Sulam pintar meniru gaya penyiar tv meski suara yang keluar dari mulutnya hampir tidak punya makna apa pun. Memasuki bulan puasa, Sulam tetap singgah ke rumahku setiap hari. Akan tetapi, sikapnya berubah. Dia kelihatan malu ketika menyantap nasi yang kuberikan. Setiap kali dalam kesempatan berbeda, Sulam selalu berkata, Pak, wong gemblung boleh tidak puasa, kan?” “Ya, kamu boleh tidak berpuasa. Anakku yang masih kecil juga tidak berpuasa.” “Akan tetapi, aku bukan anak kecil, Pak. Aku wong gemblung,” kata Sulam serius. “Ah, siapa yang mengatakan kamu demikian?” Sulam tidak menjawab. Kemampuan nalarnya kukira sangat terbatas. Inilah rupanya yang menyebabkan semua orang yang tinggal di antara Wangon dan Jatilawang mengatakan Sulam wong gemblung. Kukira mereka memang tidak mempunyai istilah lain. Sebutan itu menempal kepada Sulan sejak dia masih anak-anak. Emak Sulam yang sama-sama menderita keterbelakangan mental, meninggal dan rumah kecil itu punah tidak lama kemudian. Sulam yang sebatang kara, lalu menjadi anak Pasar Jatilawang dan Pasar Wangon. Dekat hari Lebaran, pagi-pagi sekali, Sulam sudah berada di rumahku. Aku tak melihat kedatangannya dan tiba-tiba saja dia sudah duduk di ruang makan. Wajahnya kelihatan bimbang. Nasi dan sekeping uang yang kuletakkan di atas meja di depannya, tidak segera menarik perhatiannya. Ketika kutanya mengapa demikian, Sulam malah balik bertanya; “Sudah hampir Lebaran ya, Pak?” “Ya, empat atau lima hari lagi. Kenapa?” Sulam menunduk. Terbengong-bengong sehingga muncul semua tanda keterbelakangannya. “Mestinya Lebaran ditunda sampai Emak pulang.” “Hus! Lebaran tidak boleh ditunda. Nanti semua orang marah.” “Akan tetapi, Emak belum pulang. Dia sedang pergi ke kota membeli baju.” “Oh, aku tahu sekarang. Kamu tak usah menunggu Emakmu. Nanti aku yang memberimu baju.” Sulam mengangkat muka lalu tersenyum aneh. Nasi di depannya dimakan dengan lahap, sementara aku pergi ke belakang mengurus ayam. Kukira aku cukup lama di kandang ayam; tapi ketika aku masuk kembali ke rumah. Sulam masih duduk di ruang makan. “Sudah hampir Lebaran ya, Pak?” “Oh iya. Nanti kamu akan memakai baju yang baik. Akan tetapi, aku tidak menyerahkan baju itu kepadamu sekarang. Nanti saja tepat pada hari Lebaran kamu pagi-pagi kemari.” “Di Pasar Wangon dan Jatilawang orang-orang sudah membeli baju baru.”



“Ya, tetapi untukmu, nanti saja. Aku tidak bohong. Bila baju itu kuberikan sekarang, wah repot. Kamu pasti akan mengotorinya dengan lumpur sebelum Lebaran tiba?” “Aku kan wong gemblung, Pak.” “Nanti dulu, aku tidak berkata demikian.” Aku ingin berkata lebih banyak. Namun, Sulam melangkah pergi. Wajahnya murung. Aku mengikutinya sampai ke pintu halaman. Dari belakang kuperhatikan langkahnya yang pendekpendek, menyeret-nyeret ujung celananya yang kombor dan kelewat panjang, celana pemberian orang. Mobil-mobil masih menyalakan lampu kecil, karena pagi sangat berkabut mendahului Sulam. Makin jauh tubuh Sulam makin samar. Sebelum seratus meter jauhnya, Sulam telah raib dalam keremangan pagi berkabut. Aku mulai menyesal, mengapa tidak memenuhi permintaan Sulam akan baju dan celana yang layak. Mengapa aku khawatir tentang kebiasaan Sulam yang suka mengotori baju yang kuberikan atau menukarnya begitu saja dengan sebungkus nasi rames di Pasar Wangon. Sebenarnya aku tidak cukup mengerti tentang lelaki kerdil yang setiap hari menyusuri jalan raya antara Wangon dan Jatilawang itu. Dengan demikian, aku sungguh tidak layak mengaku sebagai sahabat Sulam. Jam tujuh pagi hari itu juga penyesalanku menghunjam ke dasar hati. Seorang tukang becak sengaja datang ke rumahku “Pak, Sulam mati tertabrak truk di batas Kota Jatilawang!” Bisa jadi tukang becak itu masih berkata banyak. Namun kalimat pertamanya yang kudengar sudah cukup. Aku tak ingin mendengar ceritanya lebih jauh. Aku malu, perih. Demikian malu sehingga aku tak berani menjenguk mayat Sulam di Jatilawang meski istriku berkali-kali menyuruhku ke sana. Sulam telah menyindirku dengan cara yang paling sarkastik sehingga aku mengerti bahwa diriku sama sekali tidak lebih baik daripadanya atau memang demikianlah keadaan yang sesungguhnya. Karena dalam hati sejak lama aku percaya, setiap hari Tuhan tak pernah jauh dari diri Sulam. Aku yang konon telah mencoba bersuci jiwa hampir sebulan lamanya, malah menampik permintaan Sulam yang terakhir. Padahal, sungguh aku mampu memberikannya. Menjelang pagi di hari Lebaran, Sulam datang lagi dalam angan-anganku. Dia sama sekali tidak meminta baju yang telah kujanjikan. Dia hanya menatapku dengan wajah yang jernih dengan senyum yang sangat mengesankan. Kemudian Sulam gaib sambil meninggalkan suara tawa ceria yang panjang. Namun, aku perih mendengarnya. Malu. Sumber: Wangon Jatilawang, Ahmad Tohari, 2019 Berbagai makna atau sesuatu yang penting lainnya bisa jadi kita temukan setelah membaca cerpen tersebut sampai tuntas. Kebermaknaan cerpen tersebut tampak pada temanya atau yang lebih umum dinyatakan dalam amanat, ajaran moral, atau pesan didaktis yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karyanya. Amanat tersirat di balik kata-kata yang disusun dan juga berada di balik tema yang diungkapkan. Oleh karena itu, amanat selalu berhubungan dengan tema cerita. Tulislah nilai-nilai kehidupan yang terdapat dalam teks cerita pendek “Wangon Jatilawang”. Tulislah pula pengalaman-pengalaman yang pernah Anda alami yang terkait dengan nilai-nilai kehidupan yang terdapat dalam teks cerpen tersebut! C. Menganalisis Unsur-Unsur Pembangun Cerita Pendek 1. Menentukan Unsur-Unsur Pembangun Cerita Pendek Cerita pendek memiliki dua unsur pembangun, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur pembangun cerpen yang berasal dari dalam cerpen itu sendiri.



Unsur intrinsik cerpen terdiri atas tema, amanat, penokohan, alur, latar, dan gaya bahasa. Berikut penjelasannya. a. Tema Dalam sebuah cerpen, tema merupakan roh atau nyawa dari setiap karya cerpen. Dengan kata lain tema merupakan ide atau gagasan dasar yang melatarbelakangi keseluruhan cerita yang ada dari cerpen. Tema suatu cerita menyangkut segala persoalan, di antaranya masalah kemanusian, kekuasaan, kasih sayang, dan kecemburuan. Cara menentukan tema adalah dengan mencari apa yang dibahas dalam teks cerpen tersebut. b. Amanat Amanat adalah pesan moral atau pelajaran yang dapat kita petik dari cerita pendek tersebut. Di dalam suatu cerpen, amanat biasanya tidak ditulis secara langsung, melainkan tersirat dan akan bergantung sesuai pemahaman pembaca akan cerita pendek tersebut. c. Penokohan Penokohan merupakan cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter tokohtokoh dalam cerita. Adapun penggambaran karakteristik tokoh sebagai berikut. 1) Teknik analitik langsung Pengarang menuliskan langsung watak tokoh dalam penulisanya Hasan tersenyum pahit. Dilihatnya tangan dan jari-jarinya. Tulang bersalut kulit semata. Diraba pipinya, cekung. Pernah badannya berat 58 kilo. Minggu yang lalu cuma 47 kilo lagi. 2) Penggambaran fisik dan perilaku tokoh Seorang gadis berambut panjang terusai basah kena hujan menghampiriku. Ah, dia tidak menghampiriku. Dia hanya ingin mencari perlindungan dari guyuran hujan sepertiku. Celana dan kaus hitamnya basah. Setelah sampai di dekatku, dia memberi senyuman. Barisan giginya putih rapi. Bibirnya tipis. Gadis itu cantik aku membatin. Ah, apa peduliku dengan kecantikannya! Dalam perjalananku keliling beberapa kota untuk pementasan, selalu saja dapat kutemui gadis-gadis cantik “terpajang” di etalase-etalase kampus, pertokoan, dan pasar. Mereka dipermak, dirias sedemikian rupa menjadi sebuah kamuflase fashion dan make up. 3) Penggambaran lingkungan kehidupan tokoh Desa Karangsaga tidak kebagian listrik. Padahal, kampung-kampung tetangganya sudah terang semua. Desa itu gelap gulita kalau malam; ditambah cepat becek kalau hujan tiba. Banyak anjing berkeliaran di sana, beberapa di antararanya tidak jelas empunya. 4) Penggambaran tata kebahasaan tokoh Pernah kukatakan, apabila ayah enggan mengeluarkan uang maka pasal memasang listrik akulah yang menanggung biayanya. Karena kata-kataku ini ayah tersinggung. Tasbih di tangan ayah yang selalu berdecik tiba-tiba berhenti. 5) Pengungkapan jalan pikiran tokoh Ia ingin menemui anak gadisnya itu tanpa ketakutan; ingin ia mendekapnya, mencium bau keringatnya. Dalam pikirannya, cuma anak gadisnya yang masih mau menyambutnya. Dan mungkin ibunya, seorang janda yang renta tubuhnya, masih berlapang dada menerima kepulangannya. 6) Penggambaran oleh tokoh lain Ia paling pandai bercerita, menyanyi, dan menari. Tak jarang ia bertandang ke rumah sambil membawa aneka brosur barang-barang promosi. Yang menjengkelkan saua, seluruh keluargaku jadi menaruh perhatian kepadanya.



d. Alur Alur adalah urutan jalan cerita dalam cerpen yang disampaikan oleh penulis. Dalam menyampaikan cerita, ada tahapan-tahapan alur yang disampaikan oleh sang penulis. Tahaptahap alur antara lain tahap perkenalan, tahap penanjakan, tahap klimaks, anti klimaks, dan tahap penyelesaian. e. Latar Latar (setting) meliputi tempat, waktu, dan budaya yang digunakan dalam suatu cerita. Latar dalam suatu cerita bisa bersifat faktual maupun imajinatif. Latar berfungsi memperkuat atau mempertegas keyakinan pembaca terhadap jalannya cerita. Dengan demikian, apabila pembaca sudah menerima latar sebagai sesuatu yang benar adanya, maka cenderung akan lebih siap dalam menerima pelaku ataupun kejadian-kejadian dalam latar itu. f. Gaya bahasa Dalam cerita, penggunaan bahasa berfungsi untuk menciptakan suatu nada atau suasana persuasif serta merumuskan dialog yang mampu memperlihatkan hubungan dan interaksi antara sesama tokoh. Kemampuan sang penulis mempergunakan bahasa secara cermat dapat menjelmakan suatu suasana yang berterus terang atau satiris, simpatik atau menjengkelkan, objektif atau emosional. Bahasa dapat menimbulkan suasana yang tepat untuk adegan yang seram, adegan romantis, ataupun peperangan, keputusan, maupun harapan. Bahasa dapat pula digunakan pengarang untuk menandai karakter seseorang tokoh. Karakter jahat dan bijak dapat digambarkan dengan jelas melalui kata-kata yang digunakannya. Demikian pula dengan tokoh anak-anak dan dewasa, dapat pula dicerminkan dari kosakata ataupun struktur kalimat yang digunakan oleh tokoh-tokoh yang bersangkutan. 2. Menelaah Teks Cerpen Berdasarkan Struktur dan Kaidah Struktur cerpen merupakan rangkaian cerita yang membentuk cerpen itu sendiri. Dengan demikian, struktur cerpen tidak lain berupa unsur yang berupa alur, yakni berupa jalinan cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab akibat ataupun secara kronologis. Secara umum jalan cerita terbagi ke dalam bagian-bagian berikut. a. Pengenalan situasi cerita (exposition, orientation) Dalam bagian ini, pengarang memperkenalkan para tokoh, menata adegan dan hubungan antartokoh. b. Pengungkapan peristiwa (complication) Dalam bagian ini disajikan peristiwa awal yang menimbulkan berbagai masalah, pertentangan, ataupun kesukaran-kesukaran bagi para tokohnya. c. Menuju pada adanya konfik (rising action) Dalam bagian ini terjadi peningkatan perhatian kegembiraan, kehebohan, ataupun keterlibatan berbagi situasi yang menyebabkan bertambahnya kesukaran tokoh. d. Puncak konfik (turning point) Bagian ini disebut klimaks. Inilah bagian cerita yang paling besar dan mendebarkan. Pada bagian pula, ditentukannya perubahan nasib beberapa tokohnya. Misalnya, apakah dia kemudian berhasil menyelesaikan masalahnya atau gagal. e. Penyelesaian (ending atau koda)



Sebagai akhir cerita, pada bagian ini berisi penjelasan tentang sikap ataupun nasib-nasib yang dialami tokohnya setelah mengalami peristiwa puncak itu. Namun ada pula, cerpen yang penyelesaian akhir cerita diserahkan kepada imaji pembaca. Jadi, akhir ceritanya itu dibiarkan menggantung, tanpa ada penyelesaian. Cerpen tergolong ke dalam jenis teks fiksi naratif. Dengan demikian, terdapat pihak yang berperan sebagai tukang cerita (pengarang). Terdapat beberapa kemungkinan posisi pengarang di dalam menyampaikan ceritanya, yakni sebagai berikut. a. Berperan langsung sebagai orang pertama, sebagai tokoh yang terlibat dalam cerita yang bersangkutan. Dalam hal ini pengarang menggunakan kata orang pertama dalam menyampaikan ceritanya, misalnya aku, saya, kami. b. Berperan sebagai orang ketiga, berperan sebagai pengamat. Ia tidak terlibat di dalam cerita. Pengarang menggunakan kata dia untuk tokoh-tokohnya.



Cerpen juga memiliki ciri-ciri kebahasaan seperti berikut. a. Menggunakan kalimat bermakna lampau, yang ditandai oleh fungsi-fungsi keterangan yang bermakna kelampauan, seperti ketika itu, beberapa tahun yang lalu, telah terjadi. b. Menggunakan kata yang menyatakan urutan waktu (konjungsi kronologis), misalnya sejak saat itu, setelah itu, mula-mula, kemudian. c. Menggunakan kata kerja yang menggambarkan suatu peristiwa yang terjadi, seperti menyuruh, membersihkan, menawari, melompat, menghindar. d. Menggunakan kata kerja yang menunjukkan kalimat tak langsung sebagai cara menceritakan tuturan seorang tokoh oleh pengarang. Contoh: mengatakan bahwa, menceritakan tentang, mengungkapkan, menanyakan, menyatakan, menuturkan. e. Menggunakan kata kerja yang menyatakan sesuatu yang dipikirkan atau dirasakan oleh tokoh. Contoh: merasakan, menginginkan, mengarapkan, mendambakan, mengalami. f. Menggunakan banyak dialog. Hal ini ditunjukkan oleh tanda petik ganda (“....”) dan kata kerja yang menunjukkan tuturan langsung. Contoh: 1) Alam berkata, “Jangan diam saja, segera temui orang itu!” 2) “Di mana keberadaan temanmu sekarang?” tanya Ani pada temannya. 3) “Tidak. Sekali saya bilang, tidak!” teriak Lani. g. Menggunakan kata-kata sifat (descriptive language) untuk menggambarkan tokoh, tempat, atau suasana. Contoh: Segala sesuatu tampak berada dalam kendali sekarang: Bahkan, kamarnya sekarang sangat rapi dan bersih. Segalanya tampak tepat berada di tempatnya sekarang, teratur rapi dan tertata dengan baik. Ia adalah juru masak terbaik yang pernah dilihatnya, ahli dalam membuat ragam makanan Timur dan Barat ‘yang sangat sedap’. Ayahnya telah menjadi pencandu beratnya.



MENGASOSIASI Carilah sebuah cerpen yang menarik bagi Anda! Identifkasilah unsur-unsur pembangun cerita dan ciriciri kebahasaan teks cerpen tersebut! Kerjakan dalam format tabel berikut!



Struktur Cerpen



Kutipan



Penjelasan



Pengenalan cerita Pengungkapan peristiwa Menuju konflik Puncak konflik Penyelesaian Simpulan Soal Latihan 1. Apakah saja unsur pembangun dalam cerita pendek? 2. Apakah yang dimaksud unsur intrinsik cerita pendek? 3. Apakah yang dimaksud dengan penokohan? 4. Sebutkan struktur cerpen! 5. Apa sajakah pronomina persona yang sering digunakan dalam cerpen? D. Mengonstruksi Cerita Pendek dengan Memperhatikan Unsur-Unsur Pembangunnya 1. Menentukan Unsur-unsur Pembangun Cerita Pendek Topik cerpen dapat diambil dari kehidupan diri sendiri ataupun pengalaman orang lain. Seorang penulis cerpen memperlakukan pengalaman itu sesuai dengan emosi dan nuraninya sendiri, memilih dan merangkai kata-kata yang mengandung unsur emosi agar mampu membangkitkan suasana ”emosi”, agar terasa tidak hambar dan menarik. Memilih kata-kata memerlukan kemampuan yang apik dan kreatif. Kata-kata atau ungkapan yang dipilih adalah kata-kata yang mempribadi, dibiarkan mengalir apa adanya agar tercipta sebuah karya yang segar, menarik, dan alamiah. 2. Menelaah Teks Cerita Pendek Berdasarkan Struktur dan Kaidah Menulis karangan jarang yang bisa sekali jadi. Aada saja kesalahan atau kekeliruan yang harus diperbaiki, baik itu berkaitan dengan isi tulisan, sistematikanya, keefektifan kalimat, kebakuan kata, ataupun ejaan/tanda bacanya. Oleh karena itu, peninjauan ulang atau langkah penyuntingan atas karangan yang telah dibuat merupakan sesuatu yang penting dilakukan. Berikut beberapa persoalan yang diperhatikan berkenaan dengan penyempurnaan karangan. a. Mengemukakan ide yang tepat dalam karangan. b. Memperbaiki sistematika penulisan, misalnya uraian yang bolak-balik dan banyaknya pengulangan akan menjadikan karangan tidak menarik dibaca. c. Menyederhanakan karangan yang bertele-tele atau mengembangkan jarangan yang terlalu sederhana. d. Menggunakan bahasa yang baik, kalimat yang efektif, kejelasan makna kata-katanya. Dalam hal ini, buku ejaan dan tata bahasa dan kamus diperlukan untuk dijadikan rujukan, terutama ketika ingin memastikan kebenaran atau ketepatan penggunaan bahasa.



Evaluasi Kompetensi Siswa 4



A. Berilah tanda silang (X) pada huruf a, b, c, d, atau e di depan jawaban yang benar! Bacalah teks berikut untuk menjawab soal nomor 1–5! ... Akibat rasa kaget yang luar biasa, Gendari merasakan perutnya sakit tiada terkira. Bercak darah mulai merembes dari balik kain panjangnya, disusul sesuatu berwarna hitam, kental dan berbau amis. Kiranya Gendari telah melahirkan. Namun, bukan jabang bayi yang keluar, melainkan segumpal daging yang berdenyut-denyut dan bergerak-gerak mengerikan. Mengetahui hal demikian, Gendari menjerit histeris. Ia merasa sangat terpukul dan kecewa. Dengan marah ia menendang apa pun di hadapannya. Mulutnya tak henti meracau, mengutuk para dewa, menyumpah-serapahi suaminya, juga mencaci-maki Pandu dan Dewi Kunti. Gendari menangis menggerung-gerung. Suaranya terdengar hingga ke telinga Resi Abyasa yang kebetulan lewat di sekitar kaputren. Dengan kesaktian yang dimilikinya, sang resi segera paham apa yang sedang terjadi. Perlahan Resi Abyasa mendekati Gendari, lalu membisikinya dengan kalimat menenangkan, "Bersabarlah, Nakmas Ayu. Apa pun bentuknya, segumpal darah ini adalah putraputramu. Lihatlah!" ... 1. Pernyataan yang benar tentang kutipan cerita tersebut adalah .... a. Menurut ciri-cirinya, kutipan cerita tersebut adalah cerita rakyat mite/mitos. b. Kutipan cerita tersebut adalah legenda karena terdapat kemustahilan di dalamnya. c. Tokoh-tokoh dalam kutipan cerita tersebut adalah tokoh dalam cerita pewayangan. d. Latar istana sentris sangat dominan dalam kutipan cerita hikayat tersebut. c. Kutipan cerita tersebut merupakan cerita pelipur lara karena ceritanya mengharukan. 2. Hal yang ditonjolkan dalam kutipan cerita tersebut adalah ... a. amanat d. alur/ plot b. point of view e. latar/ setting c. penokohan 3. Kutipan tersebut menunjukkan ... dalam cerita. a. alur b. suspens c. klimaks d. antiklimaks e. latar 4. Kutipan cerita tersbut menggunakan alur .... a. progresif d. regresif b. campuran e. sorot balik c. loncat 5. Cerita tersebut diadaptasi dari .... a. cerita babad (genre sastra jawa, karya”nya babad mengandung campuran, mitos, sejarah. Sebagian besar babad ditulis dalam macapat.)



b. cerita panji ( c. cerita mite d. cerita sage c. cerita legenda 6. Pernyataan yang tidak benar tentang perbedaan cerita novel dengan cerita pendek adalah .... a Tokoh dalam cerita pendek mengalami perubahan nasib . b. Hanya terdapat satu masalah pokook dalam cerita. c. Tokoh-tokoh cerita novel dideskripsikan secara lengkap. d. Klimaks cerita novel cenderung lambat dan kompleks. c. Tokoh dalam cerita novel mengalami perubahan nasib . 7. Berikut yang bukan merupakan ciri-ciri cerpen adalah .... a. jalan ceritanya pendek b. memiliki jumlah sekitar 10.000 kata c. berasal dari kehidupan sehari-hari d. penggambaran semua kisah tokohnya e. permasalahan cerita sangat dalam dan kompleks 8. Penulis mulai memperkenalkan tokoh-tokoh, dan latar yang ada di dalam cerita. Hal ini termasuk dalam tahapan alur.... a. perkenalan b. pemunculan masalah c. menuju konflik d. ketegangan e. penyelesaian Perhatikan pernyataan-pernyataan berikut untuk menjawab soal nomor 9 dan 10 (1) Pengarang menggambarkan watak-watak tokoh dengan mendeskripsikan wataknya secara langsung. (2) Teknik ini sangat sederhana karena tidak membutuhkan banyak deskripsi, (3) Tokoh dihadirkan ke hadapan pembaca dengan tegas, tidak berbelit-belit. (4) Pembaca tidak perlu berpikir lagi akan watak tokoh tersebut (5) Pengarang tetap memperhatikan, mempertahankan, dan mencerminkan konsistensi karakter dan pola kedirian setiap tokoh. 9. Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut, hal yang dibahas adalah teknik penokohan …. a. analitik d. psikis b. dramatik e. sederhana c. fisik 10. Kekurangan dari teknik penokohan tersebut adalah .... a. terdapat konsistensi dalam pemberian sifat dan watak tokoh b. terdapat konsistensi dalam pemberian sikap dan peilaku tokoh c. terdapat konsistensi dalam dan perkataan/dialog tokoh



d. kecil kemungkinan terjadi salah tafsir oleh pembaca e. pembaca tidak ikut aktif berpikir dan menafsirkan karakter tokoh cerita 11. Cermatilah pernyataan berikut! Pengarang menampilkan tokoh secara tidak langsung atau tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan serta tingkah laku tokoh sehingga pembaca harus menafsirkan sendiri setiap bentuk ucapan, pikiran, perbuatan, bentuk fisik, lingkungan, reaksi, ucapan, dan pendapat karakter tersebut. Peengarang membuat setiap tokoh memperlihatkan karakter-karakternya melalui tingkah laku, peristiwa yang terjadi, dan lain sebagainya. Hal-hal seperti kejadian-kejadian yang terjadi di sebuah karya fiksi tidak hanya untuk memperkembangkan plot, tetapi menceritakan pendirian masing-masing tokoh. Teknik penokohan ini lebih efektif karena berfungsi ganda, kaitan yang erat antara berbagai unsur fiksi seperti contoh plot, latar, dan sebagainya. Teknik ini lebih realistik, sangatlah mungkin tokoh berubah karakternya karena pengaruh lingkungan baru, teman baru, pekerjaan, dan lainnya. Berdasarkan pernyataan tersebut, hal yang dibahas adalah .... a. teknik penokohan analitik b. teknik penokohan dramatik c. teknik penokohan fisik d. teknik penokohan psikis e. teknik penokohan sederhana 12. Faktor-faktor dari dalam diri pengarang yang memengaruhi dalam menulis cerita disebut .... a. latar belakang pengarang b. unsur ekstrinsik cerita c. sudut pandang pengarang d. kondisi sosial pengarang e. latar belakang masyarakat 13. Faktor-faktor di dalam lingkungan sosial yang memengaruhi dalam menulis/mengarang sebuah karya disebut .... a. latar belakang pengarang b. unsur ekstrinsik cerita c. sudut pandang pengarang d. kondisi sosial pengarang e. latar belakang masyarakat Bacalah teks berikut untuk menjawab soal nomor 14 dan 15! Pagi itu, aku sedang berjalan menghirup udara segar. Tanpa sengaja, aku melihat seorang anak kecil sedang mengorek-ngorek tong sampah. Kudengar anak itu berkata dengan lemah. ”Ibu, Ayah, mengapa engkau tidak membawa Igun bersamamu? Aku lapar, Bu. Aku haus, Ayah. Kepada siapa Igun harus meminta? Ke mana Igun harus mencari? Rupanya anak itu bernama Igun. 14. Sudut pandang yang digunakan pengarang dalam kutipan cerita tersebut yaitu .... a. orang pertama pelaku sampingan b. orang pertama pelaku utama



c. orang ketiga mahatahu d. orang ketiga di luar cerita e. orang ketiga di dalam cerita 15. Latar yang menonjol dalam kutipan cerita tersebut adalah .... a. waktu b. tempat c. sosial d. suasana e. budaya Perhatikan teks berikut untuk menjawab soal nomor 16–18! (1) Gelap! (2) Hitam pekat, tiada warna, tiada cahaya. (3) Itulah pemandangan yang selalu menemaniku di setiap hari. (4) Memang tidak mudah untuk terbiasa dengan kegelapan, tanpa celah bagi cahaya untuk masuk. (5) Aku benci keadaanku ini. 16. Teks cerita tersebut bercerita tentang .... a. tokoh cerita yang tidak mempunyai pekerjaan b. tokoh cerita yang tidak dapat menggerakkan tubuhnya karena sakit c. tokoh cerita yang tidak dapat membaca sehingga miskin ilmu d. tokoh cerita yang tidak dapat mendengar (tunarungu) e. tokoh cerita yang tidak dapat melihat (tunanetra) 17. Latar suasana sedih yang paling menonjol ditunjukkan oleh diksi dalam kalimat .... a. (1), (2), dan (3) b. (1), (2), dan (5) b. (1), (3), dan (5) c. (2), (3), dan (4) e. (3), (4), dan (5) 18. Gaya pengisahan dalam cerita tersebut adalah .... a. diaan b. diaan mahatahu c. diaan terbatas d. akuan e. akuan dan diaan Perhatikan teks berikut untuk menjawab soal nomor 19 dan 20! ... Pada suatu pagi ketika hendak bekerja Elisa melihat kakek tua yang terjatuh saat berjalan. Kakek tua itu tampaknya sangat lelah sehingga tersungkur. Elisa segera membantu kakek tersebut dan mengobati luka kakek. Setelah cukup beristirahat Elisa menawarkan untuk mengantarkan si kakek. Akan tetapi, kakek itu menolak ... 19. Nilai yang ditonjolkan dalam kutipan cerita tersebut adalah .... a. nilai religius b. nilai sosial



c. d. e. 20. a. b. c. d. e. 21. a. b. c. d. e.



nilai moral nilai pendidikan nilai ekmonomi Karakter yang tidak sesuai dengan tokoh Elisa dalam kutipan cerita tersebut adalah .... penolong penyabar jujur rendah hati bertanggung jawab Nilai yang menjelaskan sifat baik dan buruknya perilaku tokoh cerita adalah .... nilai agama nilai moral nilai sosial nilai budaya nilai pendidikan



Bacalah kutipan cerita berikut untuk menjawab soal nomor 22 dan 23! Betapa juga ayah adalah orang tuaku. Jadi, aku mengalah pada keteguhan sikap ayah. Rela setiap kali beli baterai dan nyetrum aki, dan rela menerima celoteh orang sekampung yang tiada hentinya. 22. Latar suasana dalam kutipan cerita tersebut menonjolkan .... a. konflik verbal antartokoh b. konflik pikiran tokoh c. konflik psikis tokoh d. konflik fisik antartokoh e. konflik batin tokoh 23. Nilai yang ditonjolkan dalam kutipan cerita tersebut adalah .... a. nilai agama b. nilai moral c. nilai sosial d. nilai budaya e. nilai pendidikan 24. Nilai yang berkenaan penggunaan akal/pikiran dengan penggambaran sikap, pola pikir, cara berbicara, pengambilan tindakan atau keputusan saat tokoh cerita menyelesaikan masalah disebut nilai.... a. agama d. budaya b. moral e. pendidikan c. sosial Bacalah kutipan cerita berikut untuk menjawab soal nomor 25 dan 26! Lampu di beranda depan rumah sudah dipasang ibu. Zulbahri juga bercerita, kadang-kadang lambat, tetapi sering cepat-cepat. Angin mendesir-desirkan daun-daun jarak. Bulan semakin terang.



Zulbahri berhenti bicara. Dari kantongnya dikeluarkan sehelai kertas, diberikan kepada ayah. Air teh yang disediakan ibu, tidak disinggung-singgungnya. Ia berdiri dengan merunduk, lalu meninggalkan kami. 25. Latar yang sesuai dengan kutipan cerita tersebut adalah .... a. tengah malam di pinggir sungai b. fajar hari di sebuah ruang makan c. selepas magrib di sebuah teras rumah d. senja hari di taman depan rumah e. menjelang pagi di depan sebuah rumah 26. Majas yang menonjol dalam kutipan cerita tersebut adalah .... a. perumpamaan d. hiperbola b. metafora e. ironi c. personifikasi 27. Kebahasaan di dalam teks cerpen yang berfungsi untuk meningkatkan efek makna, memperkenalkan dan membandingkan suatu hal dengan hal lain yang lebih umum. hal ini mengacu pada pengertian .... a. diksi cerpen d. ragam bahasa cerpen b. kosakata cerpen e. gaya bahasa cerpen c. gaya pengisahan cerpen 28. Cermatilah teks berikut! Segala sesuatu tentangnya sudah tampak berubah sekarang. Tampilannya rapi dan sopan. Bahkan, ia menjadi ramah, murah senyum, dan acuh terjadap orang-orang di sekitarnya. Mata yang dulu sembab dan tak jarang berubah merah menyalak sudah sirna. Hanya aura kebahagiaan yang menyelimutinya. Kebahasaan yang dominan digunakan dalam kutipan teks cerita pendek tersebut adalah .... a. kalimat tidak langsung b. descriptive language c. kalimat bermakna lampau d. figurative language e. kalimat imperatif 29. Figurative language merupakan istilah untuk .... a. diksi d. majas b. kosakata e. gaya bahasa c. gaya pengisahan 30. Berikut yang bukan merupakan contoh peribahasa adalah .... a. air beriak tanda tak dalam b. adat pasang turun naik c. bagaikan abu di atas tanggul d. berjuang sampai titik darah penghabisan



e. menang jadi arang, kalah jadi abu B. Lengkapilah pernyataan-pernyataan berikut dengan jawaban yang tepat! 1. Cerita pendek yang tokoh-tokohnya binatang untuk meberikan pelajaran moral adalah …. # Fabel 2. Genre cerita pendek yang berbentuk khayalan, angan-angan atau imajinasi pengarang yang diceritakan dalam alur normal, sedikit dilebihkan dalam yang semua unsur ceritanya sehingga terkesan tidak realistis adalah …. # Cerita Fantasi 3. Cerita tentang kepahlawanan, misalnya Ramayana dan Mahabharata termasuk dalam jenis #Epos atau Wiracarita 4. Teknik penokohan secara langsung dan sederhana dalam cerita disebut …. # Tehnik Penokohan analitik 5. Nilai yang berkenaan dengan kebiasaan, tradisi - adat istiadat yang pada suatu daerah disebut …. # Nilai budaya 6. Gagasan dasar yang melatarbelakangi keseluruhan masalah cerita adalah …. # Tema 8. Tingkat pendidikan, keyakinan, latar budaya dan sosial pengarang termasuk …cerita. # Unsur Eksrinsik 9. Perbedaan karakter tokoh-tokoh cerita akan membangun … cerita. # Konflik 7. Pelajaran yang dapat dipetik pembaca setelah membaca suatu cerita pendek disebut …. # Amanat Cerita 10.Amanat sebuah cerita pendek biasanya dapat diambil dari struktur bagian …. #Koda C. Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut dengan singkat dan jelas! 1. Sebutkan ciri-ciri teks cerita pendek!  Memiliki alur tunggal dan lurus.  Penokohan begitu sederhana,singkat serta tak mendalam.  Memiliki bentuk tullisan yang padat, singkat, dan lebih pendek dibanding novel.  Sumber cerita berasal dari kehidupan sehari-hari.  Tulisannya kurang dari 10.000 kata 2. Jelaskan struktur teks cerpen secara umum!  Pengenalan situasi cerita (exposition, orientation) Dalam bagian ini, pengarang memperkenalkan para tokoh, menata adegan dan hubungan antartokoh.  Pengungkapan peristiwa (complication) Dalam bagian ini disajikan peristiwa awal yang menimbulkan berbagai masalah, pertentangan, ataupun kesukaran-kesukaran bagi para tokohnya.



 Menuju pada adanya konfik (rising action) Dalam bagian ini terjadi peningkatan perhatian kegembiraan, kehebohan, ataupun keterlibatan berbagi situasi yang menyebabkan bertambahnya kesukaran tokoh.  Puncak konfik/Klimaks (turning point) Inilah bagian cerita yang paling besar dan mendebarkan. Pada bagian ini pula, ditentukannya perubahan nasib beberapa tokohnya. Misalnya, apakah dia kemudian berhasil menyelesaikan masalahnya atau gagal.  Penyelesaian (ending atau koda) pada bagian ini berisi penjelasan tentang sikap ataupun nasib-nasib yang dialami tokohnya setelah mengalami peristiwa puncak itu. Namun ada pula, cerpen yang penyelesaian akhir cerita diserahkan kepada imaji pembaca. Jadi, akhir ceritanya itu dibiarkan menggantung, tanpa ada penyelesaian. 3. Sebutkan unsur-unsur intrinsik cerpen! a. Tema tema merupakan ide atau gagasan dasar yang melatarbelakangi keseluruhan cerita yang ada dari cerpen. Tema suatu cerita menyangkut segala persoalan, di antaranya masalah kemanusian, kekuasaan, kasih sayang, dan kecemburuan. Cara menentukan tema adalah dengan mencari apa yang dibahas dalam teks cerpen tersebut. b. Amanat Amanat adalah pesan moral atau pelajaran yang dapat kita petik dari cerita pendek tersebut. Di dalam suatu cerpen, amanat biasanya tidak ditulis secara langsung, melainkan tersirat dan akan bergantung sesuai pemahaman pembaca akan cerita pendek tersebut. c. Penokohan Penokohan merupakan cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter tokohtokoh dalam cerita. Adapun penggambaran karakteristik tokoh sebagai berikut. d. Alur Alur adalah urutan jalan cerita dalam cerpen yang disampaikan oleh penulis. Dalam menyampaikan cerita, ada tahapan” alur yang disampaikan oleh sang penulis antara lain tahap perkenalan, tahap penanjakan, tahap klimaks, anti klimaks, dan tahap penyelesaian. e. Latar Latar (setting) meliputi tempat, waktu, dan budaya yang digunakan dalam suatu cerita. Latar dalam suatu cerita bisa bersifat faktual maupun imajinatif. Latar berfungsi memperkuat atau mempertegas keyakinan pembaca terhadap jalannya cerita. f. Sudut pandang Sudut pandang merupakan strategi yang digunakan oleh pengarang cerpen untuk menyampaikan ceritanya. Baik itu sebagai orang pertama, kedua, ketiga. Bahkan acapkali para penulis menggunakan sudut pandang orang yang berada di luar cerita. G. Gaya bahasa Dalam cerita, penggunaan bahasa berfungsi untuk menciptakan suatu nada atau suasana persuasif serta merumuskan dialog yang mampu memperlihatkan hubungan dan interaksi antara sesama tokoh. Kemampuan sang penulis mempergunakan bahasa secara cermat dapat



menjelmakan suatu suasana yang berterus terang atau satiris, simpatik atau menjengkelkan, objektif atau emosional. 4. Apakah yang dimaksud dengan amanat? Amanat adalah pesan moral atau pelajaran yang dapat kita petik dari cerita pendek tersebut. Di dalam suatu cerpen, amanat biasanya tidak ditulis secara langsung, melainkan tersirat dan akan bergantung sesuai pemahaman pembaca akan cerita pendek tersebut. 5. Tulislah teknik-teknik yang digunakan pengarang dalam menggambarkan karakter tokoh cerita!  Teknik analitik langsung Pengarang menuliskan langsung watak tokoh dalam penulisanya Hasan tersenyum pahit. Dilihatnya tangan dan jari-jarinya. Tulang bersalut kulit semata. Diraba pipinya, cekung. Pernah badannya berat 58 kilo. Minggu yang lalu cuma 47 kilo lagi.  Teknik dramatikal yaitu pengarang tidak secara langsung menuliskan watak tokoh melainkan menggunakan beberapa cara, yaitu penggambaran fisik dan perilaku tokoh, penggambaran lingkungan kehidupan tokoh, penggambaran tata kebahasaan tokoh, pengungkapan jalan pikiran tokoh, penggambaran tokoh oleh tokoh lain, dan cara tokoh menyelesaikan masalah 6. Sebutkan jenis-jenis sudut pandang/gaya pengisahan yang digunakan dalam teks cerita! Sudut pandang orang pertama atau sudut pandang akuan (menggunakan kata ganti saya, aku, beta, dll). Sudut pandang pertama terbagi menjadi 2 yaitu sudut pandang akuan sertaan (pelaku utama) yaitu orang pertama sebagai pelaku utama dan merupakan tokoh yang terlibat dalam masalah serta sudut pandang akuan tidak sertaa (pelaku sampingan) yaitu orang pertama sebagai pelaku sampingan  Sudut pandang orang ketiga atau sudut pandang diaan (menggunakan kata ganti,dia, mereka, atau menggunakan nama tokoh, dll). Sudut pandang orang ketiga terbagi menjadi 2 yaitu sudut pandang diaan serbatahu yaitu mengetahui segala hal seluk beluk tentang si tokoh yang diceritakan dan sudut pandang diaan terbatas yaitu hanya menyampaikan apa adanya. 7. Bacalah kutipan cerpen berikut! Pagi ini cuaca begitu cerah sehingga dapat mengubah suasana jiwaku yang penat karena setumpuk tugas yang terbengkelai menjadi teringankan. Namun, sekarang aku harus mulai bangkit dari tidurku dan bergegas untuk mandi karena pagi ini aku harus bekerja keras. Jelaskan sudut pandang/gaya pengisahan dalam teks cerita tersebut! # Sudut pandang orang pertama pelaku utama 8. Apakah yang dimaksud sudut pandang orang ketiga serbatahu? # dalam sudut pandang ini, si penulis tidak hanya menceritakan satu tokoh saja, melainkan semua tokoh yang ada di dalam ceritanya. 9. Jelaskan pengertian plot klimaks dan antiklimaks dalam cerita!



# Plot klimaks atau disebut juga dengan turning point adalah puncak dari sebuah konflik. Klimaks merupakan tahap di mana permasalahan atau ketegangan berada pada titik paling puncak. Sedangkan plot antiklimaks merupakan tahap dimana konflik mulai menurun. Pada tahap ini masalah mulai dapat diatasi dan ketegangan berangsur-angsur menghilang. 10.



Sebutkan unsur-unsur ekstrinsik suatu cerita/prosa! - Latar belakang masyarakat Latar belakang masyarakat adalah hal yang mendasari seorang penulis membuat sebuah cerpen yang mana menyangkut kondisi lingkungan masyarakat. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penulis antara lain ideologi negara, kondisi politik, kondisi sosial, dan kondisi ekonomi - Latar belakang pendidikan Latar belakang pendidikan penulis misal dari apabila penulis memiliki latar belakang pendidikan kedokteran, ia akan membuat cerita atau karya yang memiliki topik seputar kesehatan. - Latar belakang penulis Latar belakang penulis adalah faktor yang ada dalam diri penulis sehingga mendorong penulis dalam membuat cerpen. Ada beberapa faktor latar belakang penulis antara lain riwayat hidup penulis, kondisi psikologis, dan aliran sastra penulis - Nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen meliputi nilai agama, nilai sosial, nilai moral, nilai budaya, dan nilai pendidik



Perbaikan Suatu hari Roro Mendut bertemu Pranacitra yang selalu mencarinya. Mereka pun berencana untuk melarikan diri. Sesampainya di kerajaan, Roro mendut pun menceritakan ihwal pertemuannya dengan Pranacitra dan rencana mereka untuk melarikan diri dari kerajaan Mataram kepada dua orang selir Tumenggung Wiraguna yang tidak setuju Tumenggung menambah selir lagi. Namun sayang, usaha mereka diketahui oleh pengawal kerajaan. Roro Mendut pun dibawa kembali ke kerajaan. Roro Mendut meronta-ronta. Dan saat tangannya terlepas dari genggaman Tumenggung Wiraguna, secepat kilat ia menyambar keris milik Tumenggung Wiraguna dan segera berlari ke makam Pranacitra. Tumenggung Wiraguna berusaha menyusul untuk menghentikan Roro Mendut. Tetapi terlambat, Roro Mendut telah menancapkan keris itu ke tubuhnya, dan ia pun roboh di atas makam Pranacitra. Tumenggung Wiraguna sangat menyesal. Seandainya ia tidak memaksa Roro Mendut menjadi selirnya, tentu ia tak akan bunuh diri. Sebagai ungkapan penyesalannya, maka ia pun memakamkan Roro Mendut satu liang dengan Pranacitra. Sumber: http://menujukeluargaindah.blogspot.com/2013/01/roro-mendut-ceritarakyat-jawatengah.html dengan pengubahan 1. Sebutkan tokoh/pelaku cerita dalam kutipan cerpen tersebut! 2. Jelaskan latar dalam kutipan cerpen tersebut!



3. Jelaskan gaya pengisahan dalam kutipan cerpen tersebut! 4. Uraikan masalah yang terdapat dalam kutipan cerpen tersebut! 5. Jelaskan nilai-nilai yang terkandung dalam kutipan cerpen tersebut! Pengayaan Identifikasilah struktur, unsur-unsur pembangun, dan nilai-nilai dalam teks cerita berikut! Ketika Jaka Kendil Merajuk oleh: Lilik Fatimah Azzahra Belakangan ini anakmas kesayangan Simbok, si Jaka Kendil, merajuk. Ia bilang ke Simbok kepingin menikah, tapi oleh Simbok tidak digubris. Bukan apa-apa, Simbok merasa kurang sreg saja sebab calon istri yang diinginkan oleh Jaka Kendil adalah putri seorang Akuwu. Jelas Simbok tidak berani. Simbok merasa minder. Ketidakberanian Simbok itulah yang membuat Jaka Kendil purik, tidak mau makan. Jaka Kendil membuang muka setiap kali simbok menyendukkan nasi di atas piringnya. Ia tdak mau melirik ke arah nasi itu. Namun, diam-diam ia menyembunyikan ubi benem di balik selimutnya. Nanti begitu Simbok pergi, baru ia habiskan ubi benem itu dengan lahap. Jaka Kendil juga menolak dijagongi Simbok. Ia lebih suka nangkring di atas pohon mangga, berlama-lama duduk di sana sembari membayangkan wajah cantik putri Akuwu yang ditaksirnya. Melihat putra kesayangan merajuk seperti itu, hati Simbok merasa gundah. Lalu curhatlah Simbok kepada teman sejawatnya, Yu Jum, yang sama-sama berprofesi sebagai buruh penumbuk padi. "Yu, kalau anakmu ngambek, apa yang kamu lakukan?" Simbok berbasa-basi sembari memasukkan serumpun padi ke dalam lumpang. Yu Jum perlahan meletakkan alunya. "Anakku tidak pernah ada yang purikan, tuh, Mbok. Semua manut-manut saja." "Wah, enak kalau begitu. Lah, ini, Si Jaka Kendil, purik minta kawin." "Kawinkan saja dia, Mbok. Kan beres urusannya." "Tidak bisa semudah itu, Yu. Sebab yang diincar si Jaka itu putri seorang Akuwu." Yu Jum tertawa. Suara tawanya terdengar cempreng. Beberapa ekor burung yang hinggap di atap pondok sampai kaget dan giras mabur. "Bantu mencari jalan keluarnya, Yu. Aku khawatir, sebab si Jaka Kendil itu kalau ngambek tidak mau makan nasi selama berhari-hari." Yu Jum seketika menghentikan tawanya. Perempuan kurus berkulit hitam kecokelatan itu tercenung. "Wah, sudah gawat itu, Mbok. Harus segera diambil tindakan. Ayolah, lamar saja putri Akuwu itu. Daripada nanti anakmu gering." ***



Menunggu kepulangan Simbok dari sawah, membuat mata Jaka Kendil terkantuk-kantuk. Apalagi sejak ia ngambek tidak mau makan, Simbok jadi jarang menanak nasi. Alhasil, ia harus repot-repot mbenem ubi ke dalam abu tungku yang masih menyala. Derit pintu membuatnya turun dari ambin. Dilihatnya Simbok sudah berdiri di ambang pintu dengan wajah sumringah. "Tole, sore ini juga, Simbok akan melamar putri Akuwu sesuai dengan keinginanmu," Simbok berkata dengan riang. Jaka Kendil terperangah. Ia sedikit kaget. "Sudah jangan melongo begitu. Ayo segera berbenah," Simbok menepuk pundak Jaka Kendil perlahan. Tentu saja hati anakmas Jaka Kendil teramat girang. Tanpa menunggu perintah dua kali, ia bergegas menukar pakaian. *** Akuwu memiliki tiga orang putri. Ketiganya cantik-cantik. Tapi Simbok tidak tahu putri yang mana yang diinginkan Jaka Kendil. Keluarga Akuwu menyambut kedatangan tamu tak diundang itu dengan terheran-heran. Apalagi kalau bukan karena penampilan Simbok dan Jaka Kendil. Simbok terlihat begitu ndeso dan miskin. Demikian juga Jaka Kendil, ia amat bogel, perutnya jemblung semirip tempayan yang biasa dipakai oleh Ibu-ibu untuk menyimpan air. Wajahnya jauh dari kata tampan. Mulutnya lebar. Hidungnya ambles. Namun begitu, keluarga Akuwu tidak kuasa mengusir mereka. Keluarga terpandang itu tetap menerima Simbok dan anaknya secara baik-baik. Bahkan, ketiga putri cantik diminta untuk bertemu muka dengan Jaka Kendil. Meski apa yang dilakukan Akuwu itu hanya sekadar basabasi. Sebab sang Akuwu tahu, ketiga putrinya tidak bakal ada yang mau menerima pinangan pemuda buruk rupa itu. Siapa juga yang sudi menikah dengan lelaki bogel, jelek dan dekil seperti itu? Tidak. Akuwu sendiri tidak akan rela melepaskan salah satu putrinya dipersunting oleh orang yang sungguh jauh dari impiannya. Benarlah. Putri sulung tanpa menunggu lama segera mengangkat tangan disertai gelengan kepala, pertanda bahwa ia menolak pinangan Jaka Kendil. Putri kedua pun melakukan hal yang sama. Mata Simbok sudah berkaca-kaca. Hatinya sungguh sedih dan malu atas penolakan kedua putri Akuwu itu. "Sudah kubilang, kan, Le. Jangan seperti pungguk merindukan bulan," Simbok mulai terisak. Jaka Kendil segera memeluk pundak Simboknya, mencoba menenangkan perempuan tua yang sudah mengasuhnya itu. "Masih ada seorang putri yang belum memberikan jawabannya, Mbok. Jadi jangan menyerah," Jaka Kendil membisiki Simboknya. Putri ketiga, tidak bersikap seperti kedua kakaknya. Putri itu hanya diam membisu. Menatap Simbok dan Jaka Kendil secara bergantian. "Den Ayu tidak usah sungkan memberi jawaban. Kami ini memang orang miskin dan anak saya, si Jaka Kendil ini, memang ditakdirkan buruk rupa. Meski begitu, saya sangat



menyayanginya," Simbok beringsut dari duduknya. Menatap Jaka Kendil dengan pandangan kasih seorang Ibu. Di luar langit mendadak tersapu mendung. Simbok berdiri dari duduknya diikuti oleh Jaka Kendil. Keduanya ingin segera pamit pulang. Ibu dan anak itu sudah kehilangan harap. Namun yang terjadi selanjutnya sungguh di luar dugaan. Putri bungsu nan jelita itu mendekati Jaka Kendil. Tangannya yang halus terulur. Dengan senyum mengembang sang putri berkata, "Kangmas, aku menerima pinanganmu." Jlegeerrr! Petir menyambar disertai hujan deras mengguyur. Tubuh bogel dan dekil di hadapan keluarga Akuwu mendadak sirna. Tubuh itu beralih rupa menjadi seorang pangeran tampan. Kiranya, ketulusan cinta sang putri telah membebaskan Jaka Kendil dari kutukan. Simbok pun menangis lagi. Tapi kali ini menangisnya Simbok karena bahagia. *** Sumber: https://www.kompasiana.com/elfat67/59a3e751201ebd3fe261f312/dongengketika-jaka-kendil-merajuk



PERBAIKAN 1. Tokoh/pelaku cerita dalam kutipan sinopsi tersebut adalah Roro Mendut, Prancitra, dan Tumenggung Wiraguna 2. Latar: a. Tempat : kerajaan, makam Pranacitra b. Waktu : c. Suasana : sedih, haru, tragis d. Sosial/budaya : kehidupan di lingkungan kerajaan pada zaman dahulu 3. Gaya pengisahan dalam kutipan sinopsis tersebut menggunakan sudut pandang orang ketiga/diaan mahatahu. 4. Masalah atau konflik yang terdapat dalam kutipan sinopsis tersebut adalah kawin paksa dan kesewenang-wenangan penguasa/orang yang punya jabatan tinggi. 5. Nilai-nilai yang terkandung dalam kutipan sinopsis tersebut adalah a. Nilai moral: Karakter antagonis Tumenggung Wiraguna yang memaksakan kehendaknya walaupun melewati batas keajaran. c. Nilai pendidikan: Sikap yang ditunjukkan oleh tokoh tumenggung Wiraguna menjadi tanda bahwa penggunaan akal/pikiran dengan pilihan pengetahuan yang ada di sekitarnya bermutu rendah. d. Nilai budaya: Kebiasaan, tradisi atau adat istiadat yang berlaku di suatu daerah pada zaman dahulu yang menunjukkan bahwa penguasa mempunyai otoritas kekuasaan yang mutlak dalam segala hal. e. Nilai sosial: Hubungan yang terlalu marjinal, ada garis tegas yang menjadi diskriminasi hak antara rakyat jelata dengan orang-orang istana/kerajaan.



PENGAYAAN Identifikasi Struktur Ketika Jaka Kendil Merajuk oleh: Lilik Fatimah Azzahra Orientasi Belakangan ini anakmas kesayangan Simbok, si Jaka Kendil, merajuk. Ia bilang ke Simbok kepingin menikah, tapi oleh Simbok tidak digubris. Bukan apa-apa, Simbok merasa kurang sreg saja sebab calon istri yang diinginkan oleh Jaka Kendil adalah putri seorang Akuwu. Jelas Simbok tidak berani. Simbok merasa minder. Ketidakberanian Simbok itulah yang membuat Jaka Kendil purik, tidak mau makan. Komplikasi Jaka Kendil membuang muka setiap kali simbok menyendukkan nasi di atas piringnya. Ia tdak mau melirik ke arah nasi itu. Namun, diam-diam ia menyembunyikan ubi benem di balik selimutnya. Nanti begitu Simbok pergi, baru ia habiskan ubi benem itu dengan lahap. Jaka Kendil juga menolak dijagongi Simbok. Ia lebih suka nangkring di atas pohon mangga, berlamalama duduk di sana sembari membayangkan wajah cantik putri Akuwu yang ditaksirnya. Melihat putra kesayangan merajuk seperti itu, hati Simbok merasa gundah. Lalu curhatlah Simbok kepada teman sejawatnya, Yu Jum, yang sama-sama berprofesi sebagai buruh penumbuk padi. "Yu, kalau anakmu ngambek, apa yang kamu lakukan?" Simbok berbasa-basi sembari memasukkan serumpun padi ke dalam lumpang. Yu Jum perlahan meletakkan alunya. "Anakku tidak pernah ada yang purikan, tuh, Mbok. Semua manut-manut saja." "Wah, enak kalau begitu. Lah, ini, Si Jaka Kendil, purik minta kawin." "Kawinkan saja dia, Mbok. Kan beres urusannya." "Tidak bisa semudah itu, Yu. Sebab yang diincar si Jaka itu putri seorang Akuwu." Yu Jum tertawa. Suara tawanya terdengar cempreng. Beberapa ekor burung yang hinggap di atap pondok sampai kaget dan giras mabur. "Bantu mencari jalan keluarnya, Yu. Aku khawatir, sebab si Jaka Kendil itu kalau ngambek tidak mau makan nasi selama berhari-hari." Yu Jum seketika menghentikan tawanya. Perempuan kurus berkulit hitam kecokelatan itu tercenung. "Wah, sudah gawat itu, Mbok. Harus segera diambil tindakan. Ayolah, lamar saja putri Akuwu itu. Daripada nanti anakmu gering." *** Menunggu kepulangan Simbok dari sawah, membuat mata Jaka Kendil terkantuk-kantuk. Apalagi sejak ia ngambek tidak mau makan, Simbok jadi jarang menanak nasi. Alhasil, ia harus repotrepot mbenem ubi ke dalam abu tungku yang masih menyala. Derit pintu membuatnya turun dari ambin. Dilihatnya Simbok sudah berdiri di ambang pintu dengan wajah sumringah. "Tole, sore ini juga, Simbok akan melamar putri Akuwu sesuai dengan keinginanmu," Simbok berkata dengan riang. Jaka Kendil terperangah. Ia sedikit kaget. "Sudah jangan melongo begitu. Ayo



segera berbenah," Simbok menepuk pundak Jaka Kendil perlahan. Tentu saja hati anakmas Jaka Kendil teramat girang. Tanpa menunggu perintah dua kali, ia bergegas menukar pakaian. *** Evaluasi Akuwu memiliki tiga orang putri. Ketiganya cantik-cantik. Tapi Simbok tidak tahu putri yang mana yang diinginkan Jaka Kendil. Keluarga Akuwu menyambut kedatangan tamu tak diundang itu dengan terheran-heran. Apalagi kalau bukan karena penampilan Simbok dan Jaka Kendil. Simbok terlihat begitu ndeso dan miskin. Demikian juga Jaka Kendil, ia amat bogel, perutnya jemblung semirip tempayan yang biasa dipakai oleh Ibu-ibu untuk menyimpan air. Wajahnya jauh dari kata tampan. Mulutnya lebar. Hidungnya ambles. Namun begitu, keluarga Akuwu tidak kuasa mengusir mereka. Keluarga terpandang itu tetap menerima Simbok dan anaknya secara baik-baik. Bahkan, ketiga putri cantik diminta untuk bertemu muka dengan Jaka Kendil. Meski apa yang dilakukan Akuwu itu hanya sekadar basa-basi. Sebab sang Akuwu tahu, ketiga putrinya tidak bakal ada yang mau menerima pinangan pemuda buruk rupa itu. Siapa juga yang sudi menikah dengan lelaki bogel, jelek dan dekil seperti itu? Tidak. Akuwu sendiri tidak akan rela melepaskan salah satu putrinya dipersunting oleh orang yang sungguh jauh dari impiannya. Benarlah. Putri sulung tanpa menunggu lama segera mengangkat tangan disertai gelengan kepala, pertanda bahwa ia menolak pinangan Jaka Kendil. Putri kedua pun melakukan hal yang sama. Mata Simbok sudah berkaca-kaca. Hatinya sungguh sedih dan malu atas penolakan kedua putri Akuwu itu. "Sudah kubilang, kan, Le. Jangan seperti pungguk merindukan bulan," Simbok mulai terisak. Jaka Kendil segera memeluk pundak Simboknya, mencoba menenangkan perempuan tua yang sudah mengasuhnya itu. "Masih ada seorang putri yang belum memberikan jawabannya, Mbok. Jadi jangan menyerah," Jaka Kendil membisiki Simboknya. Resolusi Putri ketiga, tidak bersikap seperti kedua kakaknya. Putri itu hanya diam membisu. Menatap Simbok dan Jaka Kendil secara bergantian. "Den Ayu tidak usah sungkan memberi jawaban. Kami ini memang orang miskin dan anak saya, si Jaka Kendil ini, memang ditakdirkan buruk rupa. Meski begitu, saya sangat menyayanginya," Simbok beringsut dari duduknya. Menatap Jaka Kendil dengan pandangan kasih seorang Ibu. Di luar langit mendadak tersapu mendung. Simbok berdiri dari duduknya diikuti oleh Jaka Kendil. Keduanya ingin segera pamit pulang. Ibu dan anak itu sudah kehilangan harap. Namun yang terjadi selanjutnya sungguh di luar dugaan. Putri bungsu nan jelita itu mendekati Jaka Kendil. Tangannya yang halus terulur. Dengan senyum mengembang sang putri berkata, "Kangmas, aku menerima pinanganmu." Koda Jlegeerrr!



Petir menyambar disertai hujan deras mengguyur. Tubuh bogel dan dekil di hadapan keluarga Akuwu mendadak sirna. Tubuh itu beralih rupa menjadi seorang pangeran tampan. Kiranya, ketulusan cinta sang putri telah membebaskan Jaka Kendil dari kutukan. Simbok pun menangis lagi. Tapi kali ini menangisnya Simbok karena bahagia. *** Sumber: https://www.kompasiana.com/elfat67/59a3e751201ebd3fe261f312/dongeng-ketika-jakakendil-merajuk