Buku Antologi - KKN VDR 102 - Pucung Lor [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SEMESTA BERBUDAYA Penulis: Citra Raddha Puspita, Febriana Mar’atussolikah, Muhamad Doni Saiful Anwar, Sofi Lailatur Rosyada, Ainun Naqiyah, Tazya Gandhi Mahatma, Laylinica Safira, Nanda Nuzul Wakhidah, Nadila Irrin, M.Faishal Atiq, Mukhtar Nasrudin, Arika Maulida Kusuma, Devin Anggraeni Fitri, Chusnul Mai’dah, Suci Octaviany, Chusnul Chotimah, Irfan Bagus Prasetyo, Ali Muhamad Rizky, Intan Kusuma Wardani, Siti Kolifah Nour Anisak, Muslimatun Nada, Fitri Ani, Erika Sinta Sari, Ety Novitasari, Soni Setio Nugroho, Robiatul Adawiyah, Intan Kusuma Dewi, Hania Angrraini, Ika Septiya Putri, Norma Indah Cahyati, Anchella Rizqiany, Yoga Febrian Herdino, Ilham Nuruskma Valentino, M. Ibnu Ilmawan, Moh. Fahrul Rozi, Naning Khusniatu Sholihah



SEMESTA BERBUDAYA Copyright © Citra Raddha Puspita, Febriana Mar’atussolikah, Muhamad Doni Saiful Anwar, dkk 2021 Hak cipta dilindungi undang-undang All right reserved Penulis : Citra Raddha Puspita, Febriana Mar’atussolikah, Muhamad Doni Saiful Anwar, dkk Layout : M. Rudi Cahyono Desain cover : Devin Anggraeni Fitri Penyelaras Akhir : Dr. Hj. Luk Luk Nur Mufidah, M.Pd.I viii + 182 hlm : 14,8 x 21 cm Cetakan Pertama, Februari, 2021 ISBN: 978-623-6172-11-7 Diterbitkan oleh: BIRU ATMAJAYA Jl. Mayor Sujadi No.7 Plosokandang Kedungwaru Tulungagung [email protected] Bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) IAIN Tulungagung Jl. Mayor Sujadi Timur No. 46 Tulungagung Telp/Fax: 0355 321513/321656



ii



KATA PENGANTAR



Budaya adalah segala hal yang bersangkutan dengan akal budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, bangunan dan karya seni. Melestarikan budaya adalah salah satu bentuk sikap nasionalisme mengingat indonesia sendiri kaya akan budaya, sebagai anak bangsa kita berkewajiban untuk menjaga dan melestarikan budaya dari nenek moyang kita. Berawal dari banyaknya ragam budaya mahasiswa yang mengikuti KKN VDR 102 ( Virtual dari Rumah ) yang di lakukan di desa pucung lor kecamatan ngantru , tercetuslah ide untuk membuat sebuah karangan buku tentang budaya yang terdapat di desa mereka. Ide tulisan ini bukan hanya sebuah kalimat biasa, para mahasiswa KKN bebas menuliskan budaya desa yang mereka tempati, hal-hal unik apa yang ada di desa mereka, penglaman pengalaman selama di desa mereka dan masih banyak cerita yang merekaalami. Terakhir, kami mengucapakan terimakasih kepada teman teman KKN VDR 102 tahun 2021 yang telah menulis serta memberikan kepercayaan kepada kami untuk menyusun tulisan tulisan inspiratif ini. Atas segala kekurangan kami mohon maaf. Tulungagung , 16 februari 2021 Tim Penyusun



KATA PENGANTAR



iv



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii DAFTAR ISI .......................................................................................................... v KEBUDAYAAN, BUDAYA DI DESAKU Oleh: Citra Raddha Puspita .......................................................................... 1 CINTA BUDAYA INDONESIA SEBAGAI UPAYA MEMPERKUAT IDENTITAS TRADISI NYADRAN DI PESAREAN DS. GANDEKAN KEC. WONODADI KAB. BLITAR Oleh: Febriana Mar’atussolikah ................................................................. 5 BUDAYA MASYARAKAT DESA BIROWO (MANAQIB) Oleh: Muhamad Doni Saiful Anwar .......................................................... 9 DESAKU MEMBUDAYA, SEMESTAKU KAYA Oleh: Sofi Lailatur Rosyada ....................................................................... 15 PENGALAMAN KKN SAAT PANDEMI Oleh : Ainun Naqiyah ................................................................................... 21 BERBAGAI MACAM KEBUDAYAAN YANG TERDAPAT DI DESA TAMBAN KECAMATAN PAKEL, KABUPATEN TULUNGAGUNG Oleh: Tazya Gandhi Mahatma ................................................................. 27 KEMBALI KE DESA, SEMARAKKAN BUDAYA Oleh : Lailynica Sefira .................................................................................. 31 KENDURI DI DESA REJOSARI EMANG BEDA! Oleh: Nanda Nuzul Wakhidah .................................................................. 37 SEJARAH DESA TANGGUNGGUNUNG Oleh : Nadila Irrin .......................................................................................... 41 MENGENAL LEBIH JAUH SEJARAH DESA GODOG



DAFTAR ISI



Oleh: M.Faishal Atiq ...................................................................................... 45 KEBUDAYAAN- KEBUDAYAAN YANG MASIH ADA DI DESA GODEAN DAN KEBUDAYAAN YANG PERLAHAN MENGHILANG DARI DESA GODEAN 0leh: Mukhtar Nasrudin ............................................................................. 49 BUDAYA BERSIH DESA DI TAWANGBRAK GARUM...................... 53 Oleh: Arika Maulida Kusuma NGURI-NGURI TRADISI TAKIR PLONTANG DESA PURWOKERTO Oleh : Devin Anggraeni Fitri ..................................................................... 57 WISATA BUDAYA SITUS PENINGGALAN KERAJAAN MAJAPAHIT DI TROWULAN Oleh: Chusnul Ma’idah................................................................................. 61 TRADISI BARITAN SEBAGAI BENTUK MENYAMBUT BULAN SYURO DI DESA SEKETI Oleh : Suci Octaviany .................................................................................... 67 TRADISI RUWAHAN DI MALAM NISFU SYA’BAN Oleh : Chusnul Chotimah ............................................................................ 73 TRADISI NYADRAN SEBELUM HAJATAN DI DESA SUMBERINGIN KIDUL Oleh: Irfan Bagus Prasetyo ........................................................................ 77 PELESTARIAN KESENIAN JARANAN TURONGGO YAKSO DI DESA DONGKO KECAMATAN DONGKO Oleh: Ali Muhamad Rizky ........................................................................... 81 LENGSERNYA KEBUDAYAAN DI DESA WONOCOLO Oleh: Intan Kusuma Wardani................................................................... 87 TRADISI - TRADISI DI DESA DELING KECAMATAN SEKAR KABUPATEN BOJONEGORO vi



KKN - VDR 102 IAIN TULUNGAGUNG 2021



Oleh: Siti Kolifah Nour Anisak ................................................................. 91 KEBUDAYAAN SEBAGAI TOMBAK PENGUAT SILATURRAHIM Oleh: Muslimmatun Nada .......................................................................... 97 BEBERAPA MACAM KEBUDAYAAN YANG TERDAPAT DI DESA TAMBAN, KECAMATEN PAKEL KABUPATEN TULUNGAGUNG Oleh : Fitri Ani ............................................................................................... 103 RUWAT SATU SURO Oleh : Erika Sinta Sari ................................................................................ 109 RUTINITAS MEMANCING IKAN LELE SETIAP TANGGAL SATU SURO Oleh : Ety Novitasari................................................................................... 115 BUDAYA DI DESA SOBONTORO Oleh: Soni Setio Nugroho ......................................................................... 121 TRADISI BERI SAJEN WATU BLOROK Oleh: Robiatul Adawiyah.......................................................................... 125 NGURI-NGURI BUDAYA JAWI Oleh: Intan Kusuma Dewi ........................................................................ 131 TRADISI 4 BULAN DAN 7 BULAN KEHAMILAN YANG TERUS BERJALAN Oleh: Hania Anggraini................................................................................ 137 KEBUDAYAAN DESA KADEMANGAN KECAMATAN MOJOAGUNG KABUPATEN JOMBANG Oleh: Ika Septiya Putri ............................................................................... 143 LUMBUNG DESA, KEARIFAN LOKAL YANG MULAI HILANG Oleh: Norma Indah Cahyanti .................................................................. 147 TRADISI PEMBERSIHAN DESA



vii



DAFTAR ISI



Oleh: Anchella Rizqiany ............................................................................ 153 POTENSI KEBUDAYAAN DESA TENGGONG Oleh: Yoga Febrian Herdino .................................................................. 157 MENGULIK KESENIAN JARANAN DESA KALIOMBO, KOTA KEDIRI Oleh : Ilham Nursukma Valentino........................................................ 163 KEBUDAYAAN DESA Oleh: M. Ibnu Ilmawan .............................................................................. 169 BUDAYA REBO PONAN DAN WOT OGAL AGIL Oleh : Moh. Fahrul Rozi ............................................................................. 175 ESSAI KEBUDAYAAN DESA NGADISUKO Oleh: Naning Khusniatu Sholihah ........................................................ 179



viii



KEBUDAYAAN, BUDAYA DI DESAKU



Oleh: Citra Raddha Puspita



Saya lahir di Tulungagung, tepatnya di Desa Plosokandang, Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung. Seperti yang sudah di ketahui di Tulungagung ada banyak sekali macammacam kebudayaan. Salah satu contohnya adalah kebudayaan tiban di Desa Wajak. Tiban merupakan kesenian yang di dalamnya terdapat adu kekuatan daya tahan tubuh dengan menggunakan cambuk yang terbuat dari sada aren yang ditelampar atau disuh (dalam Bahasa Jawa) menjadi satu dan dinamakan ujong sebagai senjatanya. Kesenian tiban dalam pertunjukannya diwujudkan lewat gerakan-gerakan atau ungkapan tarian yang diiringi alat musik gamelan. Adu kekuatan yang ada pada kesenian Tiban, dalam pengungkapan permainannya harus sampai mengeluarkan darah dari lecutan yang disampaikan. Darah yang keluar ini dipercaya dapat mempengaruhi keadaan alam agar turun hujan. Di desa saya yaitu Plosokandang ada beberapa kebudayaan yang selama ini di lakukan oleh masyarakat Desa Plosokandang yaitu budaya grebek suro. Grebek suro adalah acara budaya tradisi tahunan masyarakat dalam wujud pesta rakyat. Grebek suro merupakan acara tahunan yang di rayakan setiap tanggal 1 Muharram (1 suro dalam kalender jawa). Memperingati tahun baru Islam (hijriyah), setiap daerah mungkin memiliki budayanya masing-masing. Di desa saya, setiap tanggal 1 Muharram 1



KEBUDAYAAN, BUDAYA DI DESAKU



masyarakat akan mengadakan grebek suro. Kegiatan grebek suro adalah kirab budaya dan tumpeng Desa Plosokandang. Menurut masyarakat Desa Plosokandang acara grebek suro mampu menjunjung tinggi semangat masyarakat untuk melestarikan budaya Jawa dengan nuansa religius. Awal mula adanya grebek suro di Desa Plosokandang adalah karena adanya inisiatif dari sekelompok pemuda karang taruna yang mempunyai ide untuk melaksanakan acara PHBI (Perayaan Hari Besar Islam) yaitu grebek suro di Desa Plosokandang. Masyarakat Desa Plosokandang sangat berantusias dalam melaksanakan grebek suro. Grebek suro sendiri di laksanakan dengan cara berjalan kaki dengan menggotong tumpeng raksasa yang berisi sayur mayor dan buah-buahan yang banyak. Masyarakat Desa Plosokandang berjalan mengelilingi Desa Plosokandang mulai dari Masjid Nurul Huda Mbah Dul sampai lapangan desa. Jika sudah sampai lapangan Desa Plosokandang masyarakat akan berebut untuk mengambil buah maupun sayuran yang ada pada tumpeng raksasa tersebut. Acara grebek suro di laksanakan setiap tahun oleh masyarakat Desa Plosokandang. Berdasarkan penuturan dari sesepuh Desa Plosokandang, Desa Plosokandang sendiri sudah ada sejak masa akhir kerajaan Majapahit. Dalam sejarah itu ada nama Kyai Agung Taruno yaitu Kyai Plosokandang pada masa itu. Beliau adalah salah satu murid dari Kyai Pacet pimpinan perguruan Bonorowo. Pada waktu itu, Kyai Agung Taruno mendirikan sebuah padepokan di Desa Plosokandang. Hingga beliau wafat dan dimakamkan di Desa Plosokandang yang sampai saat ini masyarakat Desa Ploskandang meyakini bahwa makam beliau adalah makam yang sakral yang ada di Desa Plosokandang. Banyak sekali kebudayaan yang di lakukan oleh masyarakat Desa Plosokandang dari jaman dahulu. Namun ada beberapa kebudayaan yang masih melekat hingga saat



2



Oleh: Citra Raddha Puspita



ini. Selain acara grebek suro juga ada tradisi nyadran. Tradisi nyadran merupakan salah satu warisan leluhur turun temurun yang sampai sekarang masih di lakukan oleh masyarakat Desa Plosokandang. Tradisi nyadran merupakan bentuk kepercayaan masyarakat Desa Plosokandang sebagai penghormatan kepada leluhur desa. Tokoh yang dijadikan objek upacara nyadran di Desa Plosokandang adalah yang saya sebutkan di atas yaitu Kyai Agung Taruno. Beliau di anggap sebagai leluhur pendiri Desa Plosokandang sekaligus orang yang paling disegani pada waktu itu. Nyadran adalah tradisi pembersihan makam yang di lakukan oleh masyarakat. Bukan hanya pembersihan makam saja, namun ada beberapa rangkaian yang di lakukan oleh masyarakat Desa Plosokandang. Antara lain adalah tabur bunga, selamatan di makam leluhur yang dihadiri oleh beberapa masyarakat desa, pembacaan ayat suci Al-Qur’an, dzikir, tahlil dan doa. Kemudian tradisi nyadran di tutup dengan acara makan bersama yang di lakukan oleh masyarakat yang mengikuti tradisi nyadran di Desa Plosokandang. Nyadran bukan hanya 1 kali atau 2 kali dilakukan dalam 1 tahun. Namun, nyadran juga di lakukan saat ada acara hajatan masyarakat Desa Plosokandang. Itu adalah upacara sakral yang wajib di lakukan oleh masyarakat Desa Plosokandang teruatama bagi yang masih mempercayai hal tersebut. Karena tidak semua masyarakat Desa Plosokandang melakukan itu. Namun, tradisi itu masih ada sampai sekarang. Selain budaya grebek suro dan nyadran, yang selalu di lakukan oleh masyarakat Desa Plosokandang adalah budaya bersih desa. Bersih desa di lakukan setiap tahun oleh masyarakat sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia yang di berikan berupa keselamatan, kelimpahan rezeki (hasil panen yang melimpah) dan kesejahteraan yang di dapat selama setahun dan juga permohonan untuk kesejahteraan dan keselamatan warga Desa Plosokandang untuk satu tahun yang



3



KEBUDAYAAN, BUDAYA DI DESAKU



akan datang. Bersih desa biasanya di lakukan pada awal bulan syawal yaitu bulan ke-11 pada kalender Jawa. Ritual ini merupakan wujud bersatunya manusia dengan alam. Ritual bersih desa terdiri dari beberapa tahapan, di awali dengan kerja bhakti membersihkan lingkungan yang di lakukan oleh masyarakat Desa Plosokandang. Masyarakat biasanya membersihkan selokan dan tempat tempat pembuangan sampah. Setelahnya masyarakat juga membersihkan makam keramat milik Kyai Agung Taruno sekaligus melakukan ziarah kubur di makam tersebut. Masyarakat Desa Plosokandang juga melakukan istighosah di Balai Desa yang di pimpin oleh sesepuh/ Kyai Desa Plosokandang saat ini. Masyarakat juga melakukan slametan tumpeng dengan doa dan hajat rasa syukur yang telah di berikan Tuhan kepada warga masyarakat Desa Plosokandang. Masyarakat mempercayai bahwa tradisi bersih desa mampu melindungi dan memberi kesejahteraan bagi masyarakat Desa Plosokandang. Acara bersih desa sendiri ditutup dengan pagelaran wayang kulit semalam suntuk yang di lakukan di Balai Desa Plosokandang. Tentunya pada acara penutup tersebut, banyak masyarakat yang datang ke Balai Desa untuk melihat pagelaran Wayang Kulit. Bukan hanya orang tua saja, namun juga ada para remaja serta anak-anak yang datang ke Balai Desa. Itu adalah beberapa kebudayaan yang ada di desa saya yaitu Desa Plosokandang. Sebenarnya masih banyak Kebudayaan yang sering dilakukan oleh masyarakat desa. Namun, ketiga budaya tersebut yang masih melekat dan yang sering di lakukan setiap tahunnya oleh masyarakat Desa Plosokandang. Seluruh masyarakat Desa Plosokandang tentunya berharap mereka selalu di beri keselamatan dan kesejahteraan serta rezeki yang melimpah dari Tuhan Yang Maha Esa. Bukan hanya masyarakat Desa Plosokandang saja namun seluruh masyarakat Indonesia. Aamiin aamiin Ya Rabbal Alamiin.



4



CINTA BUDAYA INDONESIA SEBAGAI UPAYA MEMPERKUAT IDENTITAS TRADISI NYADRAN DI PESAREAN DS. GANDEKAN KEC. WONODADI KAB. BLITAR Oleh: Febriana Mar’atussolikah



Masyarakat jawa biasanya mengaitkan sebuah peristiwa satu dengan peristiwa lainnya. Upacara tradisi jawa biasa dilaksanakan dalam peristiwa sebelum perkawinan, sesudah kelahiran dan kematian. Masyarakat melaksanakan tradisi-tradisi tersebut sebagai bentuk pelestarian. Salah satu tradisi jawa islam yang melekat pada masyarakat adalah tradisi nyadran. Handayani menyatakan bahwa Tradisi ini ada yang mengatakan merupakan peninggalan penganut Hindu yang kemudian diberi sentuhan ajaran Islam didalamnya. Hal ini berkaitan sangat erat dengan penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh tokoh walisongo di Pulau Jawa dengan menggunakan pendekatan persuasif tanpa menghapus tradisi dan kesenian yang ada, namun memberikan sentuhan baru. Menurut Poerwadarminto kata nyadran sendiri memiliki arti selamatan (sesaji) ing papan sing kramat. bagi masyarakat Jawa, kegiatan yang biasa dikenal nyadran atau sadranan ini merupakan ungkapan refleksi sosial keagamaan. Menurut adat kejawen, nyadran adalah berziarah ke makam nenek moyan dengan membawakan menyan, bunga, air dan mendoakannya. Sadran `berarti kembali atau menziarahi makam atau punden, tempat yang dianggap cikal bakal suatu desa.1 1



Darori Amin, Islam dan kebudayaan jawa, (Yogyakarta : Gama media, 2000), hlm. 72.



5



CINTA BUDAYA INDONESIA SEBAGAI UPAYA MEMPERKUAT IDENTITAS TRADISI NYADRAN DI PESAREAN DS. GANDEKAN KEC. WONODADI KAB. BLITAR



Tradisi nyadran ini merupakan salah satu bentuk akulturasi islam dengan kebudayaan jawa, yang masih nampak hubungan antara manusia dengan para leluhurnya. Namun, para wali menghubungkannya menjadi sebuah ritual untuk mendoakan para leluhur atau orang tua yang sudah tiada. Tradisi nyadran merupakan sebuah budaya yang memiliki makna dan nilai bagi masyarakat jawa. Tradisi nyadran juga merupakan upacara sakral yang didalamnya terdapat berbagai jenis aktivitas dan makanan yang mengandung pesan dan nasehat untuk masyarakat sekitarnya. Dulu masyarakat Ds. Gandekan, Kec. Wonodadi, Kab. Blitar memepercayai bahwa tradisi nyadran ini memiliki proses atau tata caranya yang mengandung makna, nilai serta fungsi tersendiri, karena sudah turun-temurun. Menurut Karkono dalam bukunya yang berjudul “Nyadran Dalam Perspektif Budaya” dapat diketahui bahwa sadran berasal dari kata sraddha yang artinya adalah suatu upacara menghormati dan untuk kebaikan keluarga yang sudah meninggal dunia. Setelah mengalami perubahan tempat bunyi hurufnya kata “sraddha” berubah menjadi “sadranan atau nyadran”.2 Sadran adalah mengunjungi makam atau tempat keramat pada bulan tertentu atau hari tertentu untuk memberikan do’a kepada leluhur yang sudah meninggal dunia dengan membawa bunga atau sesaji, menyan atau dupa dan makanan. Ada perbedaan pemahaman dan tata cara pelaksanaan nyadran dalam masyarakat jawa di masing-masing daerah. Disini membahas nyadran di pesarean Ds. Gandekan, Kec. Wonodadi, Kab. Blitar. Asal mula adanya pesarean ini, itu dulunya di tempat ini ada tiga orang sahabat yang tengah melakukan penyebaran agama islam yaitu, Raden Bagus seorang prajurit pangeran diponegoro, Ali Musthofa seorang kyai dari Banten dan Abdul Sukur seorang tabib yang juga dari Banten. Setiap hari kemanapun 2



Koentjaraningrat, pengantar ilmu antropologi, (Jakarta : PT. Raneka Cipta, 2009), hlm. 202.



6



Oleh: Febriana Mar’atussolikah



mereka pergi mereka selalu bersama, akhirnya suatu hari ketiganya ditemukan dalam keadaan tak bernyawa hingga penduduk daerah setempat sepakat untuk tetap memakamkannya di tempat itu juga dan para penduduk memberikan sebutan khusus untuk makam tersebut dengan nama “Pesarean Serut”. Letak pesarean serut bersebelahan dengan pohon beringin, mushola, dan balai tempat orang berziarah ke makam. Menurut catatan sejarah, tradisi nyadran memiliki kesamaan dengan tradisi “craddha” yang ada pada zaman kerajaan majapahit. Kesamaannya terletak pada kegiatan manusia berkaitan dengan leluhur yang sudah meninggal, seperti pengorbanan, sesaji dan ritual sesembahan yang hakikatnya adalah bentuk penghormatan terhadap yang sudah meninggal. Secara etimologis kata “craddha” artinya keyakinan, percaya atau kepercayaan. Masyarakat jawa kuno meyakini bahwa leluhur yang sudah meninggal, sejatinya masih ada dan memengaruhi kehidupan anak cucu atau keturunannya. Ada beberapa masyarakat yang masih menganggap pelaksanaan tradisi nyadran didasarkan pada hal-hal yang berbau mistis, akan tetapi itu hanya sebagian masyarakat saja yang beranggapan seperti itu, sekarang masyarakat Desa Gandekan sudah mulai faham bagaimana upaya tetap melestarikan budaya dan kearifan lokal dengan tidak melanggar aturan-aturan yang berlaku dan tradisi yang mereka lakukan itu semata-mata hanya untuk meminta ridha dari Tuhan Yang Maha Esa dan menghormati para leluhur yang sudah mendahuluinya. Penerapan nilai-nilai tersebut dalam tradisi nyadran di Desa Gandekan antara lain adanya nilai gotong royong, dalam tradisi nyadran tersebut terlihat dalam penyelanggaraan mulai dari awal persiapan hingga akhir acara dilaksanakan bersama-sama oleh masyarakat. Para pemuda desa dan orang tua saling bekerjasama untuk terselenggarakannya nyadran dengan lancar dan baik.



7



CINTA BUDAYA INDONESIA SEBAGAI UPAYA MEMPERKUAT IDENTITAS TRADISI NYADRAN DI PESAREAN DS. GANDEKAN KEC. WONODADI KAB. BLITAR



Kedua, nilai Persatuan dan Kesatuan yang tercermin pada saat pembagian sedekah makanan dan makan bersama baik pada makam dan dirumah masyarakat masing-masing. Ketiga, nilai musyawarah yang ditunjukkan dalam tradisi nyadran dengan diselenggarakan dan dibentuknya pengurus nyadran oleh juru kunci setempat dan dilakukannya dengan musyawarah bersama antar warga setempat. Keempat, nilai pengendalian sosial, dalam tradisi nyadran masyarakat memberikan ucapan sekaligus perwujudan rasa syukur kepada Sang Pencipta dan berharap masyarakat mampu untuk mempertahankan dan menjaga tradisi leluhur. Keanekaragaman budaya Indonesia menunjukkan eksistensi masyarakat Indonesia,dan menjadi pertanda bahwa Indonesia adalah bangsa yang berpotensi besar. Masyarakat Indonesia harus banyak mempelajari kebudayaan yang baru. Rasa memiliki dan bangga akan budaya lokal harus ditingkatkan dan tertanam dalam setiap pribadi masyarakat Indonesia3. Kita harus berfikir bahwa kebudayaan bukanlah sekedar penghias pakaian kita, bukan juga pakaian kita, tetapi kebudayaan adalah tubuh kita dengan keragaman budaya sebagai pakaiannya. Oleh karena itu, kadar cinta dan kebanggaan akan kebudayaan indonesia tetap terjaga sehingga dengan terjaganya eksistensi budaya maka akan memperkuat identitas bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar.



3 Abdul Latif dkk. 2007. Pendidikan berbasis nilai kemasyarakatan. (Bandung: PT. Refika Aditama).



8



BUDAYA MASYARAKAT DESA BIROWO (MANAQIB)



Oleh: Muhamad Doni Saiful Anwar



Budaya, budaya merupakan salah satu adat istiadat yang berkembang di lingkungan masyarakat. Budaya juga dapat diciptakan dari pikiran masyarakat setempat. Berbicara mengenai budaya ada salah satu budaya yang berkembang dimasyarakat di desa terpencil tempat saya dilahirkan dan dibesarkan yaitu tepatnya di Desa Birowo terletak di wilayah Kecamatan Binangun, Kabupaten Blitar. Desa ini mempunyai berbagai macam budaya, kekayaan alam, dan masyarakat yang majemuk. Mengenai Budaya desa ini sangat terkenal dengan budaya manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jailani yang mana budaya manaqib ini merupakan kegiatan sosial masyarakat yang keberadaanya sudah menjadi tradisi di desaku. Bahkan keberadaanya sudah menjadi tradisi turun-temurun, manaqib ini tentunya tidak ada dengan sendirinya akan tetapi bersinggungan erat dengan konsepsi-konsepsi khusus mengenai pergeseran masyarakat dan kebudayaan yang menuju kepada perubahan yang melalui proses-proses diantaranya; internalisasi, sosialisasi, akulturasi, evolusi, difusi, asimilasi, hingga pembaruan atau inovasi. Manaqib ini diikuti dari anakanak, remaja bahkan orang yang sudah lanjut usia. Keberadaan manaqib saat ini menyejarah dengan budaya dan psikologi masyarakat desa dari waktu ke waktu, yang kemudian sangat berpengaruh terhadap perubahan perilaku masyarakat 9



BUDAYA MASYARAKAT DESA BIROWO (MANAQIB)



disebagian atau disemua aspek kehidupan masyarakat. Selain itu, budaya manaqiban ini juga mempunyai aspek mistikal. Kata manaqiban berasal dari kata ‘manaqib’ dalam bahasa arab yang berarti biografi, kemudian ditambah dengan akhiran ‘an’ dalam bahasa indonesia menjadi manaqiban yang berarti suatu kegiatan pembacaan manaqib (biografi) Syaikh Abdul Qodir al-Jailani, seorang wali yang sangat legendaris di Indonesia, isi dari kitab manaqib itu meliputi : silsilah nasab Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani, sejarah hidup beliau, akhlak dan karomah-karomahnya, disamping itu dalam kitab manaqib ini juga tercantum doa-doa bersajak (nadham) yang bemuatan sebuah pujian dan tawasul (berdoa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala melalui perantaran Syaikh ‘Abdul Qodir) Para pengamal atau pembacaan manaqib ini mempunyai harapan agar mendapat keberkahan dari pembacaan manaqib ini, didasarkan atas keyakinan bahwa Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani adalah quthb al-‘auliya yang sangat istimewa, yang dapat mendatangkan berkah dalam kehidupan seseorang (wawancara dengan aula miftaqudin, pada 29 Januari 2021). Akan tetapi, dari banyaknya muatan mistis dan legenda tentang Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani, yang paling dianggap istimewa dan diyakini memiliki berkah dalam pembacaan manaqib adalah karena dalam kitab manaqib terdapat silsilah nasab beliau, dengan membaca silsilah nasab ini maka seseorang akan mendapat berkah yang sangat besar. Kegiatan manaqib di Desa Birowo biasanya digilir di masjid dan mushola terdekat, dengan membawa makanan untuk dibagikan diakhir acara untuk warga-warga nya. Tujuan dari manaqib ini adalah tabarruk atau ngalap barokah atas hajat mereka, melalui perantara waliyullah yakni Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani. Jadi dengan pembacaan manaqib Insya Allah merupakan salah satu jalan tempuh untuk memperoleh rahmat dan karunia Allah dengan cepat sebab dengan manaqib ini 10



Oleh: Muhamad Doni Saiful Anwar



kita dapat mengenal, memahami, serta menyelami karakter serta sifat-sifat wali Allah yang tujuan akhirnya adalah untuk diteladani. (wawancara dengan bapak Lukman Hakim, pada 29 Januari 2021). Jika memiliki dana lebih, Masjid atau Musola tempat diselenggarakan acara manaqib tersebut akan dihias dengan indah biasanya identik dengan putih dan emas, selama acara manaqib di Desa Birowo dimulai biasanya akan dinyalakan menyan yang berasal dari arab. Acara manakib identik dengan adanya wewangian, bunga sedap malam, dan bunga melati yang dirangkai. Terkadang ada juga yang mengamalkan pembacaan manaqib ini secara berkala setiap satu minggu sekali, bulanan atau bahkan tahunan. Tentu saja mereka berharap agar memperoleh keberkahan dalam kehidupan jasmani maupun rohani, serta dunia dan akhirat. Sebagian besar di masyarakat Desa Birowo memuji akan kebesaran dan keluhuran dari Syekh Abdul Qadir al-Jailani sebagai ulama besar dan waliyullah, sikap masyarakat memuji ini bukan berarti mendewakan atau menganggap beliau sebagai Tuhan, melainkan hanya sekedar memuji, mencintai, dan memuliakan beliau sebagai seorang ulama besar, waliyullah yang masih ada nasab dari nabi Muhammad Saw. Orang yang bertawasul kepada nabi, wali, dan para ulama’ bukan berarti ia telah menafikan Allah swt. Dengan demikian membaca manaqib hanyalah merupakan sebuah manifestasi atau perwujudan bentuk kecintaan kita terhadap Syekh Abdul Qodir alJailani. Sedangkan istilah berkah yang sering dipakai di masyarakat pada umumnya itu menunjukkan suatu kondisi psikologis dan sosial yang bersifat positif yang dapat dirasakan oleh seseorang atau suatu masyarakat. Oleh karena itu, berkah bisa bermakna kecukupan, kesejahteraan, keselamatan, atau ketenangan,kesehatan, berkah itu bukan hanya urusan materi saja.



11



BUDAYA MASYARAKAT DESA BIROWO (MANAQIB)



Menurut salah seorang jamaah al- khidmah Desa Birowo, secara umum mereka dapat merasakan ketenangan dan keberkahan setelah melaksanakan pembacaan manaqib ini, walaupun sebenarnya inti dari kegiatan manaqib adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. untuk menenangkan hati, jalan yang harus ditempuh adalah hanya dengan kembali kepada Allah dengan cara beribadah baik ibadah secara mahdhah maupun ghairu makhdah. Manusia hanyalah makhluk lemah yang tidak mempunyai sebuah daya dan upaya, bahkan dalam kegiatan sehari-hari sering manusia sering mengalami kegagalan. Oleh sebab itu, kita harus senantiasa mendekatkan diri kita kepada Allah swt. Acara pembacaan manaqib merupakan salah satu sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah swt yang secara psikologis akan mengimplikasi kita untuk mengarungi atau menjalankan kehidupan di dunia, Manusia hanya bisa sekadar berusaha dan berdoa, sedangkan yang menentukan hanyalah Allah swt. Menurut sebagian masyarakat di desa, tradisi manaqiban harus dijaga kelestariannya, karena merupakan sarana beribadah, bersosial, dan kearifan lokal. Menurut Bapak Slamet, salah satu warga sekaligus jama’ah Al- Khidmah Birowo, kegiatan manaqib termasuk bid’ah hasanah (diperbolehkan), karena dalam tradisi manaqib tidak mengandung unsur syirik sedikitpun, semua tata aturannya ada dalam al-Qur’an dan hadits. Oleh karena itu, tradisi manaqib harus dijaga kelestariannya dengan tetap berpegang pada al-Qur’an dan sunah rasul. Kerena beliau adalah hamba-hamba pilihan Allah maka sudah sepantasnya jika kita mencintai mereka. Sedangkan salah satu hal yang bisa menambah rasa kecintaan kita kepada para wali adalah dengan membaca manaqibnya. Dengan membaca manaqibnya, in sya allah kita bisa mengetahui kesalehan dan kebaikannya, hal ini tentunya akan semakin menambah kecintaan 12



Oleh: Muhamad Doni Saiful Anwar



kita terhadap nya. Dari sini dapat di pahami bahwa membaca manaqib Syaikh Abdul Qadir Jaelani itu sangat baik. Karena akan menambah kecintaan kita kepada beliau, yang notebennya adalah salah seorang wali Allah, bahkan beliau disemati gelar sebagai sulthan al-awliya` atau pemimpin para wali.



13



BUDAYA MASYARAKAT DESA BIROWO (MANAQIB)



14



DESAKU MEMBUDAYA, SEMESTAKU KAYA



Oleh: Sofi Lailatur Rosyada



Pikirku bias, tak mampu berucap atau membantah ujaran bahwa ternyata KKN (Kuliah Kerja Nyata) yang kutunggu-tunggu harus divirtualkan. Aku sudah lama menanti semenjak sekolah dasar, melihat kakak-kakak KKN pasti sangatlah asyik bisa punya segudang pengalaman hal baru, bercengkrama dengan masyarakat baru, bermain dengan anak-anak tanpa terlihat menanggung beban, pun bisa belajar komunikasi dan manajemen kehidupan. Aku tahu jika mahasiswa mengembara ilmu tanpa diberi kesempatan melakukan KKN, saya kira hilanglah salah satu trilogi mahasiswa yakni pengabdian. Tak tanggung pula, pengajaran perkuliahan dengan presentasi bergilir yang senantiasa menemui repetisi tiap harinya atau hanya mendengarkan ceramah dosen yang menyeyakkan belum ditambah lagi tumpukan makalah dan buku yang arus kami kaji. Pasti dunia pendidikan akan membosankan saja bukan?. Secarik pena dan gumpalan kertas takkan ada apa-apanya jika tidak diimplementasikan, maka terketuklah hati ini: “Pandemi bukanlah alasan untuk mahasiswa menunda pengabdian atas ilmuilmu yang dimiliki”. Dengan memantapkan hati, “bismillah walau virtual aku harus tetap mengabdi dan mengamalkan ilmu untuk kemashlahatan masyarakat, aku harus jadi orang yang bermanfaat



15



DESAKU MEMBUDAYA, SEMESTAKU KAYA



jangan sampai aku sebagai mahasiswa ditanah kelahiranku menjadi sampah masyarakat bagi mereka.” Setiap kumpulan manusia yang hidup dalam dunia ini pasti berbudaya, tentang bagaimana cara mereka hidup dari generasi ke generasi sehingga budaya lambat laun berkembang. Tak luput kebudayaan desa yang begitu kental dengan tradisi dan kesenian. Desa yang menjadi daya tarikku, sekaligus kampung halamanku berada di lereng gunung kendil beradius kurang lebih 9km dari gunung kelud. Tempatnya begitu asri dan tradisi tetap lestari di desa ini walau sudah banyak yang melek teknologi dan budaya asing yang masuk. Jaranan dan karawitan sebagai kesenian yang mereka banggakan di desa ini, tepatnya Dusun Gobet, Desa Pondok Agung, Kec. Kasembon, Kab. Malang. Jaranan merupakan kesenian tradisional yang dimainkan oleh para penari dengan menaiki kuda tiruan yang terbuat dari anyaman bambu. Selain kaya akan estetika (nilai keindahan) dalam tariannya, jaranan juga sangat kental dengan kesan magis dan nilai spiritual sehingga tidak jarang para pemain mengalami trace atau kesurupan pada saat pertunjukan. Hal ini berkaitan dengan kepercayaan masyarakat jawa pada zaman dahulu akan roh-roh para leluhur. Dalam kesenian ini, terdapat seorang pawang atau bisa kita sebut gambuh, yang bertugas melakukan ritual, berkomunikasi dengan leluhur dan menyembuhkan penari kesurupan. Selain sebagai acara hiburan, jaranan juga berfungsi sebagai media ritual dan penghormatan terhadap leluhur mereka. Tak lupa suguhan karawitan di desa ku yang dimainkan secara berkelompok menggunakan musik gamelan dan seni suara yang bertangga nada slendro dan pelog (pemukul dan sinden). Karawitan secara bahasa berasal dari kata “rawit” yang artinya halus atau lembut, jadi karawitan berarti kelembutan perasaan yang terkandung dalam seni gamelan.



16



Oleh: Sofi Lailatur Rosyada



Ditemani rintik-rintik hujan, aku ditemani saudariku untuk melakukan wawancara pada sesepuh desa dan kepala kesenian kampung. Jaranan menjadi ikon desa dan banyak diminati masyarakat apalagi kalau waktunya pertunjukan. Jaranan asli di dusun ini bernamakan Jaranan Campursari Langgeng Saputro yang diketuai oleh Bapak Sukari yang berdiri pada 10 Agustus 2013. Penampilan jaranan ini masih sangat murni, jika jaranan pada umumnya menggunakan kaset maka jaranan yang satu ini menggunakan iringan gamelan asli. Pak Tukiyo sebagai pelatih jaranan campursari ini telaten dalam mengajari anak-anak dan pemuda kampung yang beranggotakan 65 orang. Penampilan jaranan khusus untuk kegiatan desa dan hari-hari besar seperti peringatan hari kemerdekaan, bersih desa, dan juga hajatan. Pertemuan dengan Pak Sukari sore itupun selesai, kami pamit melanjutkan langkah. Ternyata diluar hujan sudah reda, kami kembali menyusuri kampung tercinta dengan diiringi nyanyian burung yang bertengger di pohon, terlihat bahagia tanah dan udara kembali segar atas guyuran hujan hari ini. Langkah kami terhenti ketika menemukan rumah bergambarkan wayang di dinding depan terlihat estetis dan mengindikasikan pemiliknya pasti menyukai kesenian. Kami pun singgah dan menemui di dalamnya banyak gamelan. Saya pun berbincang hangat dengan beliau Pak Supono pemilik Karawitan Campursari Puspita Budaya. Sanggar karawitan ini telah berdiri sejak 07 Oktober 2013. Karawitan ini beranggotakan 44 orang dan Pak Tri Umar Wanto sebagai pelatihnya. Sebelum letusan gunung meletus tahun 2014 silam, latihan digelar pada malam hari seminggu sekali. Kini karena jalan sulit, banyak yang rusak akhirnya mereka memilih siang hari untuk latihan. Pementasaan karawitan ini digelar pada acara agustusan, hajatan, dan bersih desa. Beliau menuturkan, hadirnya karawitan di kampung ini sebab beliau sangat senang dengan karawitan. Beliau ingin menanamkan kecintaan pada seni



17



DESAKU MEMBUDAYA, SEMESTAKU KAYA



pada masyarakat, dengan berlatih gamelan di rumahnya tidak usah jauh-jauh tuturnya. Haripun semakin gelap, kami pun pamit undur diri. Desaku kaya akan budaya, tradisi pun sejak nenek moyang senantiasa diwariskan dari generasi ke generasi hingga saat ini pun tetap dijalankan dan dipercayai kekuatan dampaknya oleh masyarakat jawa. Beberapa tradisi yang tak luntur meski banyaknya budaya modern yang masuk antara lain: slametan, suroan, bersih desa, suwuk, ruwatan, barikan, tedak siten, tingkeban, serta adat pernikahan jawa seperti siraman, midodareni, serah-serahan/peningsetan, upacara ngerik, balangan suruh, nyantri, ritual kacar-kucur /tampa kaya, temu penganten/panggih, balangan suruh, ritual wiji dadi, ritual dhahar klimah/dhahar kembul, upacara sungkeman, dll. Setiap hal yang tumbuh dan akan berkembang selalu menemui masa rintangannya. Hal itu juga terjadi pada kesenian yang ada di masyarakat tak semuanya suka. Ada sebagian dari mereka yang menganggap bahwa jaranan itu sesat, suatu acara yang mengundang makhluk ghaib, acara bersih desa yang mana makanan dari penduduk diberikan pada danyang (penunggu desa) bukankah dengan ini mereka menganggap ada suatu kekuatan lain dari yang Maha Kuasa?. Sejatinya orang yang mengatakan demikian adalah mereka yang kelimuannya kurang atau hanya sekedar membabi buta saja tanpa tau dasarnya. Kehadiran kesenian disini sebenarnya tidaklah untuk memuja kekuatan lain selain Allah SWT melainkan sebagai rasa syukur atas nikmat yang diberi. Setiap ritual yang dilakukan mempunyai makna yang tersirat. Tradisi yang berkembang di Jawa seperti yang disebutkan tadi tentunya hasil dari akulturasi budaya dan menemui proses bagaimana diIslamisasikan. Beragamnya budaya di negeriku akan menambah kebanggaan, dan kecintaan untuk



18



Oleh: Sofi Lailatur Rosyada



terus melestarikan dan mewariskan pada generasi selanjutnya. Jayalah negeriku!.



19



DESAKU MEMBUDAYA, SEMESTAKU KAYA



20



PENGALAMAN KKN SAAT PANDEMI



Oleh : Ainun Naqiyah



Saya akan menceritakan tentang budaya yang ada di desa saya yaitu Desa Gunungteguh. Di desa Gunungteguh ada beberapa dusun dan setiap dusun budaya dan adat istiadat nya agak sedikit berbeda. Jadi saya akan meceritakan lebih spesifik di kampung saya di dusun Menara. Pada zaman dahulu nama dusun ini adalah Kalompek sebeum akhirnya menjadi menara. Saya tidak akan mencaritakan tentang asal usul penamaan tersebut, saya akan lebih fokus ke budaya yang ada. Dusun ini bisa dikatakan lebih agamis dibandingkan dengan dusun-dusun lainnya. Mengapa?, karena di dusun ini banyak sekali Kyai dan orang-orang yang mengerti ilmu agama. Banyak sekali adat istiadat yang masih dilestarikan sampai sekarang, seperti : Maulid (molot), pesta penikahan, Hadrah, berzanjian, dll. Di pulau Bawean menggunakan bahasa Madura tapi ada sedikit perbedaan dari bahasa Madura. Agama di pulau Bawean mayoritas Muslim dan hampur tidak ada non Muslim. Sehingga adat istiadat yang ada itu tidak bertentangan dengan agama. Di dusun Menara sendiri yang paling terkenal dari dulu hingga saat ini yaitu hadrah, yang mana hadrah ini biasanya digunakan untuk kegiatan tertentu lebih tepatnya menjadi hiburan pada saat acara pernikahan. Dan untuk pernikahana sendiri itu menggunakan adat bawean sendiri. Hiburan dalam 21



PENGALAMAN KKN SAAT PANDEMI



pernikahan bukan hanya hadrah ada satu lagi yang unik yaitu keluarga mempelai membagi-bagikan uang dengan cara menaburnya dan masyarakat saling berebutan untuk mendapatkannya. Pernikahan sebagai salah satu dari fase proses kehidupan manusia yang merupakan acara yang sakral. Pernikahan dimaknai sebagai utuhnya tanggung jawb seorang anak dan terlepasnya dari ketergantungan tanggung jawab oranng tuanya. Dengan semikian usailah tugas sang orang tua dalam mengasuh, mendidik dan melindungi anaknya. Kegembiraan pernikahan tersebut oleh masyarakat dimeriahkan sedemikian rupa mengikuti kemampuan finasial keluarga yang mempunyai hajat meupun status sosialnya. Orang yang dipandang ammpu tidak keberatan untuk mengeluarka biaya yang begitu banyak demi pengakuan atas statusnya. Bahkan tidak jarang ada orang yang mengeluarkan melebihi dari kemampuannya sehingga melahirkan hutang demi mendapatkan pengakuan bahwa dirinya mampu. Perayaan tersebut pada umumnya digelar tiga hari tiga malam. Namun, pada keluarga yang mampu bisa saja acaranya digelar tujuh hari tujuh malam. Pernikahan pada masyarakat menara dahulu lebih banyak berdasrkan pilihan orang tua atau dijodohkan oleh orang tua mereka. Orang tua yang memiliki anak laki-laki yang telah dianggap telah cukup umur dan bekal untuk berkeluarga, akan mulai meilih-milih gadis yang akan dinikahkan dengan anaknya. Di dalam pemilihan jodoh ini selain kondisi fisik anak gadis, juga dipertimbangkan mengenai asal-usul, keturunan, dan keadaan ekonomi kelurga bakal calon besannya. Pencocokan hitungan perjodohan dilakukan degan sistem perhitungan tersendiri berdasarkan jumlah huruf nama kedua anak tersebut maupun berdasarkan tanggal lahirnya.



22



Oleh : Ainun Naqiyah



Sebelum lamaran dilaksanakan, diutus tetua adat kerumah mempelai wanita untuk menjajaki kemungkinan dilangsungkannya lamaran. Pada tahap ini, orang tua pihak lelaki yang terdiri dari kedua orang tua, keluarga yang dituakan, dan lurah datang kerumag keluarga wanita yang menjadi pilihannya dengan maksud melamar. Lamaran pihak lelki ini dilain waktu akan dibalas oleh pihak orang tua sang gadis mendatangi rumah keluarga lelaki. Dalam kunjungan balasan ini jika lamaran lelaki diterima, sekaligus menentukan tanggal pernikahan dan perhelatan yang akan digelar. Selanjutnya, jika lamaran diterima harus segera melapor ke lurah karena acara pernikahan tersebut akan melibatkan seluruh warga masyarakat. Di hari pertama pernikahan berlangsung dari pagi hingga siang dengan mamasang, muda-mudi secara bergantian memainkan musik dhungka yang merupakan pertanda menghabarkan bahwa ditempat itu akan ada perhelatan pernikahan. Muda-mudi dan orang tua sibuk dalam kebersamaan gotong royong mendirikan tarop, membersihkan lingkungan sekitar rumah pengantin, menghias dan membuat pelaminan. Ibuibu mempersiapkan makanan dan kue untuk perhelatan ini. Pada hari kedua kita melihat mamarase yakni berupa memotong bagian depan rambut yang merupakan rambut-rambut kecil dikening pengantin putri. Pemotongan rambut ini dilakukan oleh to’a-to’a dan juru rias. Pagi hari atau malam harinya dilaksanakan Salamet Kabin dan akad nikah. Selamatan pernikahan ini dilangsungkan dirumah pengantin pria dan wanita pada waktu yang berbeda di siang hari. Di dua tempat tersebut mengundang sanak famili, teman, kenalan dan warga kampung lainnya. Pada acara selamatan di tempat pengantin wanita sekaligus dilangsungkan akad nikah dengan disaksikan seluruh hadirin.



23



PENGALAMAN KKN SAAT PANDEMI



Pada hari ketiga, `Panganten Matammattammat/Nammattaken, yang mana penganten putri membaca alQur’an hingga khatam di rumah pengantin wanita dengan di saksikan keluarga pengantin pria, wanita dan masyarakat pada siang hingga sore hari. Kemampuan dalam membaca al-Qur’an bagi wanita Bawean menjadi prasyarat tersendiri dan sekaligus sebagai perlambang atas muatan pengetahuan agama si pengantin wanita. Setiap selesai pembacaan satu surat al-Qur’an, keluarga mempelai laki-laki dan wanita memberi uang tombhuk ke wadah yang disediakan di hadapan mempelai wanita sebagai ungkapan tingginya kemuliaan wanita yang memiliki pengetahuan agama sebagai bekal calon ibu di dalam keluarga. Pada hari keempat, disebut sebagai panganten Ater Pandi. Kedua mempelai dimandikan dihalaman rumah mempelai putri dengan disaksikan seluruh keluarga dan warga desa. Selanjutnya, seluruh keluarga dan warga desa saling siram. Acara siraman ini dimulai dengan memandikan kedua mempelai oleh seorang modhin perempuan dengan suatu tata cara laku tersendiri dengan ubu rampenya. Setelah selesai kedua mempelai dimandikan, maka semua keluarga saling siram hingga basah kuyup. Keluarga dan handai tolan yang tidak hadir di tempat tersebut di cari kerumah atau tempat kerja masing-masing untuk disiram dan saling siram. Pada hari kelima, diadakan adu pencak silat antar pendekar beserta murid-muridnya yang melibatkan hampir seluruh pendekar pencak silat yang ada di Bawean. Adu ketangkasan seni pencak silat ini merupakan salah satu hiburan yang banyak digemari oleh masyarakat. Nah, selanjutnya yaitu acara maulid nabi yang mana sejak dahulu itu memang unik. Maulid nabi di rayakan sejak dahulu dirayakan sangat mewah. Pada zaman dahulu di dusun menara sangat gembira menyambut maulid nabi. Maulid nabi ini juga unik, dimana semua orang berlomba-lomba mengeluarkan uang untuk



24



Oleh : Ainun Naqiyah



membeli perabotan ataupun makanan dan di hias dalam baskom sehingga menjadi bagus. Baskom itu ditukarkan kepada orang lain. Jadi istilahnya itu tukeran baskom. Dan pada saat maulid nabi juga diadakan lomba-lomba untuk anak-anak dan juga orang dewasa seperti panjat pinang, tarik tambang, dll. Seiring berjalannya waktu, maulid sekarang tidak semewah yang dulu. Dikarenakan menurut sesepuh/Kyai bahwasanya itu tidak baik dilakukan, sama saja menghambur-hamburkan uang. Jadi lebih baik uang nya disedekahkan. Sehingga saat ini maulid nabi di dusun Menara itu hanya bancaan (ngangkak talam) dan membayar uang secekupnya untuk pembangunan jalan yang rusak ataupun keperluan desa lainnya. Selanjutnya yaitu berzanjian, yang mana tiap malam minggu masyarakat berkumpul dan membaca berzanji bersama-sama. Tapi, seiring berjalannya waktu berzanji itu sekarang sudah tidak ada lagi. Mungkin, karena kesibukan masing-masing sehingga tidak bisa menyempatkan diri untuk berzanjian. Banyak yang hilang dari adat istiadat yang ada di dusun Menara, penyebabnya adalah karena menurut sesepuh itu kurang baik dan tidak sesuai dengan ajaran islam. Contohnya seperti acara pernikahan. Dahulu ada yang namanya (ngereng-ngereng) dalam bahasa indonesianya seperti ngunduh mantu. Seperti pada hari ini ada acara pernikahan. Dilaksanakan dirumah mempelai laki-laki setelah acara dirumah mempelai laki-laki. Kedua mepelai menaiki kuda atau mobil dan di iringi oleh masyarakat untuk ke rumah mempelain perempuan dengan membawa seserahan. Tapi sekarang hal seperti itu sudah tidak lagi diperbolehkan. Hal ini tidak diperbolehkan jauh sebelum adanya pandemi covid. Adat di dusun menara kebanyakan menantu laki-laki itu pulang kerumah istrinya (mertuanya). Dan tinggal dirumah mertuanya. Sebagian besar masyarakat di dusun menara



25



PENGALAMAN KKN SAAT PANDEMI



merantau ke malaysia. Sehingga setelah sebulan atau beberapa menikah para istri akan ditinggal oleh suaminya marantau. Sebelum adanya covid ketika ada acara nikahan semua oarang datang ikut meramaikan acara tersebut. Dan juga penasaran dengan dandangan mempelai wanitanya. Semejak adanya covid ini acara pernikahan tidak lagi rame, undangan pun di batasi. Tidak ada lagi hiburan. Sehingga menyebabkan acara pernikahan itu terkesan membosankan. Setelah adanya pandemi semua kesenangan dan kebahagiaan yan ada tidak lagi menarik perhatian. Karena masyarakat takut dengan adanya virus ini sehingga mereka lebih memilih untuk berdia diri dirumah masing-masing demi menjaga dan mentatati protokol kesehatan.



26



BERBAGAI MACAM KEBUDAYAAN YANG TERDAPAT DI DESA TAMBAN KECAMATAN PAKEL, KABUPATEN TULUNGAGUNG



Oleh: Tazya Gandhi Mahatma



Berbicara tentang kebudayaan, tentu saja setiap daerah mempunyai kebudayaan tersendiri. Kebudayaan setiap daerah terkadang ada yang hamper mirip satu sama lain, bahkan ada juga yang kebudayaannya sama antara wilayah tersebut. Di Desa Tamban, desa yang saya tinggali ini, tentu saja ada banyak kebudayaannya seperti di daerah lainnya. Desa Tamban adalah desa di Kecamatan Pakel, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Indonesia. Menurut desa, Desa Tamban mulai berdiri pada tahun 1823. Pada saat itu dirintis oleh Bapak Torawi yang mulai menjabat sebagai kepala desa pada tahun 1854. Adapun nama Tamban diambil karena pada saat itu banjir menggenangi wilayah ini tiada hentinya. Lalu banjir menyebabkan datangnya suatu wabah penyakit. Hampir semua wilayah ini menggunakan penawar penyakit (Jawa: tombo) lalu oleh karenanya wilayah ini disebut sebagai desa Tamban. Ngomong – ngomong tentang kebudayaan, berikut ini berbagai macam kebudayaan yang terdapat di Desa Tamban: Tingkepan (Mitoni). Upacara mitoni atau tingkepan biasa dilakukan oleh masyarakat Jawa ketika kehamilan wanita yang sudah berumur sekitar 7 bulan. Rangkaian acara upacara ini yang harus dijalankan, yaitu mandi air dengan kembang tujuh rupa. 27



BERBAGAI MACAM KEBUDAYAAN YANG TERDAPAT DI DESA TAMBAN KECAMATAN PAKEL, KABUPATEN TULUNGAGUNG



Setelah acara mitoni selesai maka akan didoakan oleh para sesepuh yang bertujuan supaya bayi yang di kandung selamat sampai proses persalinan selesai nanti. Upacara Kenduren. Sesaji identik dengan upacara ritual sama seperti yang satu ini, yaitu upacara kenduren atau lebih dikenal oleh orang Jawa dengan sebutan selamatan. Upacara kenduren ini merupakan hasil perpaduan dari budaya Jawa dan Islam. Upacara ini sebagai ungkapan rasa syukur mereka ditunjukan dengan cara makan bersama. Tradisi Brokohan. Selamatan brokohan di adat jawa biasanya dilakukan satu hari setelah kelahiran bayi. Tradisi ini bertujuan untuk memohon keselamatan dan perlindungan untuk bayi yang baru lahir. Dalam acara brokohan, biasanya diadakan acara doa bersama untuk si bayi yang baru lahir dan diselingi dengan hidangan yang disediakan oleh tuan rumah. Brokohan biasanya dipersiapkan dengan bantuan saudara-saudara perempuan tuan rumah dan ibu-ibu tetangga yang datang sebagai rewang (membantu) yang kemudian saling membagi tugas untuk menyiapkan hidangannya. Para tamu biasanya juga datang membawa macam-macam oleh-oleh untuk menunjukkan turut bahagia atas lahirnya si bayi. Tradisi Sepasaran. Selamatan sepasaran di adat jawa biasanya dilakukan setelah 5 hari kelahiran si bayi. Tradisi sepasaran ini juga menjadi acara untuk mengumumkan pemberian nama untuk si bayi kepada para tamu. Biasanya pihak keluarga mengundang tetangga sekitar dan keluarga besar untuk perayaan ini. Acara sepasaran biasanya dilengkapai dengan kenduri dan bancakan. Tradisi Selapanan. Selamatan selapanan biasanya dilakukan 35 hari setelah kelahiran si bayi. Selapan adalah istilah Jawa yang berarti tiga puluh lima hari. Angka 35 ini merupakan hasil perkalian dari 5 hari jawa (Pahing, Pon, Wage, Kliwon, Legi) dan 7



28



Oleh: Tazya Gandhi Mahatma



hari Masehi (Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, dan Minggu). Biasanya dalam acara selapanan dilakukan pengguntingan rambut dan kuku bayi. Pemotongan rambut untuk pertama kali dilakukan oleh Ayah dan Ibunya, kemudian dilanjutkan oleh para sepuh atau anggota keluarga lain yang lebih senior. Tujuan pemotongan rambut bayi tersebut, yaitu agar rambut dan kuku jemari si bayi yang tumbuh benar-benar bersih. Pitonan. Pitonan adalah kegiatan pelaksanaan upacara yang dilaksanakan bila usia sudah 7 bulan bayi setelah dilahirkan. Tetangga dan kerabat dekat datang untuk mengucapkan selamat dan doa. Biasanya tetangga dan kerabat dekat yang datang juga membawa sanggan berupa sembako dan tak lupa juga amplop berisi uang dan embel-embel. Embel-embel yaitu makanan yang terbuat dari tepung beras atau ketan, di dalamnya ada gula jawa lalu dibungkus daun pisang yang dikukus berbentuk limas. Upacara Tedak Sinten. Tedak siten atau selamatan, yang mana di dalam kebudayaa Jawa harus di adakan tedak siten. Selamatan di mulai dari bayi yang sudah mulai belajar berjalan. Di sebagian daerah – daerah di Indonesia tedak siten disebut turun tanah. Upacara tedak siten ini tidak ada maksud apa- apa yang berkaitan dengan hal – hal yang berbau mistik. Upacara tedak siten bertujuan untuk mengunkapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karea Alloh SWT telah memberikan begitu nikmat yang banyak berupa kesehatan dan kesempuraan fisik pada sang bayi tersebut. Upacara Kematian. Upacara kematian adalah apabila ada salah satu warga dari desa ada yang meninggal dunia, maka ritual Jawa akan mengiringinya. Ritual tersebut bertujuan supaya orag yang meninggal dunia tersebut bias mendapatka tempat yang terbaik di sisi Alloh SWT dan di akhirat nanti. Ritual tersebut yaitu Selamatan.



29



BERBAGAI MACAM KEBUDAYAAN YANG TERDAPAT DI DESA TAMBAN KECAMATAN PAKEL, KABUPATEN TULUNGAGUNG



Upacara Mendak kematian. Upacara mendak kematian adalah upacara mendak kematian, kalau dalam bahasa Indonesia yaitu memperingati meninggal dunia seseorang setelah satu tahun kematian orang tersebut. Sebenarnya bukan hanya itu saja dalam adat Jawa seperti mitoni, ini kalau dalam bahasa Indonesia merupakan tujuh hari pasca kematian. Upacara Nyewu. Nyewu adalah upacara atau tradisi masyarakat Jawa untuk memperingati kematian seseorang. Dalam upacara ini biasa di lakukan masyarakat sekitar dan bersamasama. Rangkaian kegiatan tersebut yaitu dengan mendoakan orang yang telah meninggal seperti bacaan tahlil dan yahsin yang di pimpin oleh tokoh agama atau masyarakat. Upacara Pernikahan. Ada banyak sekali keunikan pada saat acara pernikahan di Jawa, seperti bayar tukon, tukar cincin, meletakkan ayam ketika perjalanan ke proses pernikahan, sungkeman, srah-srahan baru temu pengantin laki-laki dan perempuannya. Itulah beberapa tradisi atau kebudayaan yang sering masyarakat Desa Tamban jalankan. Mungkin setelah kalian semua selesai membaca essai tetang kebudayaan Desa Tamban, tradisinya atau kebudayaannya umum. Itu memang benar karena di Desa Tamban sendiri tradisi/kebudayaannya memang umum seperti di daerah Jawa lainnya. Di Desa Tamban tidak ada tradisi/kebudayaan yang istimewa, tetapi umum seperti di daerah Jawa pada umumnya.



30



KEMBALI KE DESA, SEMARAKKAN BUDAYA



Oleh : Lailynica Sefira



Dari berbagai banyaknya daerah di Jawa Timur saya cukup beruntung bertempat tinggal di Kota Blitar dengan segala beragam budaya dan pariwisatanya. Selain disebut sebagai Kota Patria, kota ini juga disebut sebagai Kota PETA (Pembela Tanah Air) karena di bawah kepimpinanan Suprijadi sebagai Laskar PETA. Berada di tengah-tengah kota, Bendogerit merupakan kelurahan yang terdapat di Kecamatan Sananwetan. Daerah tempat tinggal saya yakni kelurahan Bendogerit merupakan daerah sentra pariwisata bagi Kota Blitar. Kebudayaan, dan adat istiadat Suku Jawa di Jawa Timur bagian barat menerima banyak pengaruh dari Jawa Tengahan, sehingga kawasan ini dikenal sebagai Mataraman, termasuk salah satunya daerah Blitar. Masyarakat yang kental akan sifat halus dan sopan tetap dijunjung tinggi antar warga. Potensi pariwisata Kota Blitar tidak lepas dari nilai-nilai sejarah yang masih kental tergurat di kota yang pernah menjadi salah satu tempat berkecamukmya semangat kepahlawanan pejuang bangsa. Nama-nama besar seperti Adipati Aryo Blitar, Proklamator Bung Karno, Sudanco Suprijadi, dan lain sebagainya menjadi inspirasi yang ikut mewarnai dinamika, arah, dan kemajuan kota yang sedang tumbuh ini. Khususnya kelurahan Bendogerit menjadi pusat berbagai warisan sejarah. Mulai dari 31



KEMBALI KE DESA, SEMARAKKAN BUDAYA



Makam Proklamator Ir.Soekarno dan Perpustakaan Nasional Bung Karno berdiri dikawasan Bendogerit yang secara rinci beralamat di Jl.Ir.Soekarno No.52 Bendogerit. Perpustakaan Bung Karno yang selain berisi segala bentuk memorabilia Bung Karno, juga dikembangkan sebagai pusat studi terpadu. Beberapa koleksi yang ada saat ini adalah lukisan hidup Bung Karno yang konon dapat berdetak tepat pada bagian jantungnya, uang bergambar Bung Karno yang dapat menggulung sendiri menurut saksi dari para karyawan perpustakaan maupun kesaksian dari masyarakat yang berkunjung, dan koleksi sumbangan dari Yayasan Idayu. Masih dalam wilayah kelurahan yang sama terdapat pula Taman Makam Pahlawan Raden Wijaya dan tepat di depan Taman Makam Pahlawan dibangun pula Monumen pejuang PETA. Monumen Blitar yang dimaksud adalah monument Supriyadi merupakan monumen yang dibangun untuk mengenang peristiwa pemberontakan tentara PETA yang dipimpin oleh Sudanco Supriyadi melawan tentara Jepang. Monumen ini dibangun di depan bekas markas PETA. Awalnya pada monumen ini hanya dibangun sebuah patung saja, namun sekarang telah dibangun 6 patung lagi. Untuk mengenang lebih dalam jasa-jasa para pahlawan PETA, setiap tahunnya di tempat ini selalu diselenggarakan pementasan Teater Pemberontakan PETA. Taman Makam Pahlawan Raden Wijaya, taman makam ini dibangun sebagai tempat pemakaman pahlawan-pahlawan bangsa. Di dalam TMP Raden Wijaya juga terdapat Monumen Potlot. Walaupun Monumen Plotot hanyalah sebuah tiang bendera namun keberadaan monumen ini tidak dapat diabaikan begitu saja, karena di monument inilah Bendera Merah Putih untuk pertama kalinya dikibarkan oleh Shodanco Partohardjono dalam detik-detik pemberontakan pada tanggal 14 Februari 1945 di Kota Blitar



32



Oleh : Lailynica Sefira



Sedikit ke wilayah selatan kelurahan Bendogerit terdapat Taman Hijau Kota yang memiliki nama Taman Kebon Rojo. Kebun Rojo Merupakan taman hiburan dan rekreasi keluarga yang berada dikompleks Rumah Dinas Walikota Blitar yang disediakan untuk masyarakat umum/ wisatawan secara gratis. Ditaman tersebut terdapat beberapa jenis hewan yang sengaja dipelihara didalam satu kawasan khusus seperti rusa, monyet dan burung Merak. Ditempat ini juga tersedia fasilitas bermain anak, tempat bersantai, patung hewan dan ornamen-ornamen yang melekat pada areal panggung apresiasi untuk para seniman dengan latar belakang tugu peringatan Satu Abad Bung Karno. Ditengah – tengah kawasan Kebon Rojo terdapat air mancur dan berbagai jenis tanaman langka yang berfungsi sebagai paru-paru kota. Berbagai segmen sejarah budaya dan lokasi wisata inilah yang menarik minat para wisatawan datang ke Bendogerit dan masuk menjadi kekayaan daerah. Tradisi ramah tamah yang selalu dijunjung oleh warga Bendogerit membuat para pengunjung merasa sangat enjoy berlibur dikawasan ini. Hal ini juga yang memicu masyarakat dan pemerintah kelurahan Bendogerit untuk mengembangkan sektor industri yang diharapkan akan membawa kemajuan dan kemakmuran wilayah dan masyarakatnya. Para masyarakat memproduksi kain batik khas Blitar yang diproduksi asli oleh warga Bendogerit, usaha para masyarakat yang gigih menjadikan batik Blitar diminati berbagai wisatawan maupun warga lokal Blitar sekalipun. Warga Bendogerit lainnya pun juga mengambil peluang usaha sebagai konveksi baju yang akan dijual dikios-kios area Makam Bung Karno bisnis inipun meraup keuntungan yang bagus karena melihat angka pengunjung Makam Bung Karno yang terus mengalami peningkatan. Terdapat pula peluang usaha yang digeluti masyarakat Bendogerit sebagai pengrajing hiasan manikmanik ya dijadikan gelang maupun kalung. Itulah beberapa



33



KEMBALI KE DESA, SEMARAKKAN BUDAYA



gambaran budaya masyarakat Bendogerit sebagai masyarakat yang banyak menggeluti bidang pariwisata, diharapkan para masyarakat akan terus meningkatkan sektor budaya melalui berbagai media industri yang akan merambah pasar nasional maupun internasional. Selain dari segi budaya pariwisata, Bendogerit yang notabennya sebagai Kelurahan bukanlah Desa tetap melestarikan berbagai budaya dan kebiasaan para leluhur, seperti kenduri yang ditetap dilestarikan sebagaimana para leluhur terdahulu melakukannya. Sederet rangkaian acara digelar oleh masyarakat pada bulan Muharram atau tradisi satu suro, masyarakat Bendogerit memperingati acara satu suro dengan melestarikan kebudayaan kenduri tradisional yakni kenduri klonthang, klonthang sendiri merupakan sebuah wadah kenduri yang berasal dari pelepah pisang yang dibentuk persegi. Ditengahnya ada anyaman bambu untuk menopang makanan. Sebelum ditaruh diatas klonthang, makanan terlebih dulu dibungkus dengan daun pisang serta diselipi daun kepala muda atau Janur. Rupanya, makna menanti cahaya surga, tersaji dalam encek tersebut. pelepahnya tapi pisangnya. Pelepah pisang yang dipakai adalah pisang raja. Ini artinya cita-cita yang besar. Kemudian ada Janur. Jan itu Jannah artinya Surga, Nur itu Cahaya. Jadi Janur itu asalnya Nur Jannah, cahaya surga. Sayangnya kenduri ini yang para leluhur lakukan adalah kenduri di perempatan jalan, masyarakat kelurahan Bendogerit melakukan hanyak di masjid Bendogerit hal ini dilakukan karena adanya pandemi di tahun ini dan menjaga agar tidak terjadi kerumunan antara para masyarakat yang kenduri dengan para masyarakat yang melihat maupun dengan pengguna jalan. Kelurahan Bendogerit juga tetap melestarikan kegiatan rutin tahunan yakni bersih desa. Harapan dari diselenggarakan kegiatan ini tercipta kebersamaan dan kerukunan warga, selalu



34



Oleh : Lailynica Sefira



menghormati leluhur, menumbuhkan rasa memiliki dan dapat menciptakan lingkungan yang sehat, aman, dan nyaman . Rangkaian Bersih Desa melibatkan masyarakat secara langsung dan antusias masyarakat cukup tinggi. Baik itu Kenduri, Pawai Budaya maupun kegiatan yang lain. Antusias masyarakat sangat tinggi ditunjukkan ketika pawai, kegiatan ini dilaksanakan untuk menggali dan mempromosikan potensi dari seluruh RW di kelurahan Bendogerit.



35



KEMBALI KE DESA, SEMARAKKAN BUDAYA



36



KENDURI DI DESA REJOSARI EMANG BEDA!



Oleh: Nanda Nuzul Wakhidah



Desa Rejosari adalah sebuah desa yang berada di sebelah selatan kabupaten madiun tepatnya berada di kecamatan kebonsari kabupaten madiun. Desa ini berbatasan dengan kabupaten ponorogo dan kabupaten magetan. Rejosari terkenal akan industry pertaniannya, karena jika sudah ke desa ini, kita akan banyak menjumpai hamparan pesawahan. Selain industry pertanian desa ini mempunyai dua pondok pesantren dan berbagai sekolah dari tingkat TK-SLTA. Ada juga beberapa kebudayaan yang ada di desa Rejosari ini, tentunya kebudayaan ini tidak lepas dari adat jawa dari nenek moyang yang sudah mendarah daging. Kenduri sudah ada di tanah jawa sejak puluhan tahun yang lalu. Budaya ini cukup awet dikalangan pedesaan. Tujuan dari adanya kenduri adalah untuk meminta kelancaran atas hajat dari keluarga yang menyelenggarakan kenduri. Dalam kenduri biasanya ada yang memanjatkan doa atau imam dalam berlangsungnya kenduri. Imam ini berasal dari tetangga terdekat yang sudah dipercaya untuk memimpin seperti layaknya ustadz di desa. Kenduri bisa dikatakan meminta doa kepada Alloh SWT. dari beberapa orang yang sudah diundang. Kenduri di Desa Rejosari ini alur pelaksanaannya adalah dihadiri oleh bapak-bapak yang sudah diundang kemudian duduk 37



KENDURI DI DESA REJOSARI EMANG BEDA!



dipinggiran tikar. Kemudian jika sudah terkumpul semua dan imam doa juga sudah hadir maka kenduri bisa dimulai. Setelah acara berdoa selesai anak muda yang iku kenduri ke dapur mengambil makanan dan minuman yang dikhususkan untuk para hadirin kenduri. Setelah makan selesai kemudian para pemuda mengambil berkat yang sudah disediakan oleh tuan rumah. Yang berbeda dari desa ini adalah untuk makanan memang ada dua jenis, yang pertama dikhususkan untuk orang kenduri kemudian berkatan untuk dibawa pulang. Jika di desa lain pun untuk makanan berkat diletakkan di tengah-tengah tikar untuk berdoa sebelum para bapak-bapak datang. Bahkan ada yang hanya satu jenis makan saja yang disediakan dalam kenduri, untuk dimakan ditempat dan jika tidak habis bisa dibawa pulang. Di dalam kenduri juga ada istilah berkatan atau jika diartikan makanan untuk dibawa pulang ke rumah masing-masing. Di Rejosari sendiri isi dari berkatan adalah nasi yang di taruh di cething kemudian diatasnya di beri mika yang berisi lauk seperti telur rebus, ayam goreng atau bakar, dan terkadang adapula lauknya ikan, kemudian ada kering, bihun, slundreng. Meskipun bermacam-macam lauknya makanan berkatan ini banyak mengandung filosofi di dalam istilah nenek moyang zaman dahulu. Rejosari mempunyai empat jenis kenduri yaitu kenduri untuk anak yang baru dilahirkan ke dunia, pernikahan, membangun rumah, dan orang meninggal. Kenduri untuk anak yang baru melahirkan umur satu hari dinamakan brokohan. Di hari brokohan ini bayi di beri nama, kemudian di pencukuran rambut yang dilakukan oleh beberapa pemuka agama, kemudian dibacakan sholawat nabi dan berzanji yang biasanya akan di suarakan ketika di tengah-tengah acara kenduri. Kemudian setelah prosesi pencukuran ustadz yang mencukur bayi tadi memanjatkan doa bersama dengan para tamu kenduri. Kemudian setelah berdoa



38



Oleh: Nanda Nuzul Wakhidah



makanan untuk tami di hidangkan biasanya berupa soto, pecel, atau sate kopat. Kemudian makanan berkat untuk dibawa pulang. Di dalam pemberian nama biasanya orang tua menyembelih 1 ekor kambing jika anaknya perempuan, dan dua ekor kambing jika anaknya laki-laki. Jika orang tua belum mampu maka bisa di lakukan di hari-hari kemudian, bahkan jika si bayinya sudah beranjak dewasa. Kedua ada kenduri pernikahan, kenduri ini diadakan sebelum ataupun sesudah ijab dilakukan. Kenduri ini dinamakan syukuran, karena ini ungkapan rasa syukur dan juga untuk bisa memberitahukan kepada tetangga atau masyarakat bahwa calon mempelai ini akan menikah. Kenduri ini dilaksanakan dari keluarga perempuan ataupun dari keluarga laki-laki. Setelah acara kenduri selesai makanan pun disajikan sama seperti kendurikenduri yang lain, kemudian ada berkatan juga untuk dibawa pulang. Lalu ketiga ada kenduri orang membangun rumah, kenduri ini sedikit berbeda dari jenis kenduri yang lain. Karena dilaksanakan saat pagi hari, setelah itu kayu untuk genting di angkat bersama bapak-bapak. Kenduri ini biasa dinamakan “Munggah Molo”, karena kenduri ini dilaksanakan ketika waktunya membangun rumah bagian menaikkan atap rumah atau biasa disebut molo untuk penyangga genteng. Dalam adat jawa sesajen tidak pernah ketinggalan, dalam sesajen ini terdapat beberapa benda yang disediakan oleh tuan rumah seperti padi yang sudah diikat, pisang dengan jumlah yang banyak, kelapa, tebu yang utuh dari tanahnya, bendera merah putih, koin, dan jajanan pasar, dsb. Sajen ini tentu mempunyai filosofi di dalamnya, seperti halnya tebu, filosofi yang ada didalamnya yaitu agar keluarga bisa beristiqomah dalam melakukan kebaikan seperti pangkal dari tebu yang tegak menopang batangnya. Lalu ada pisang yang bermakna agar keluarga dari tuan rumah bisa



39



KENDURI DI DESA REJOSARI EMANG BEDA!



berbaur dan juga bisa harmonis dengan masyarakat sekitar. Kemudian ada ayam jago yang dimasak juga mempunyai makna ketenangan hati yang bisa diraih dengan rasa sabar. Keempat ada kenduri orang meninggal, kenduri ini biasa di adakan tujuh hari setelah meninggal, empat puluh hari, seratus hari, dan seribu hari setelah meninggal, terkadang ada yang melakukannya setiap tahun. Banyak sekali tuduhan diluar mengenai makanan yang disuguhkan sebagai rasa syukur orang yang di doakan tersebut meninggal. Padahal filosofi sebenarnya adalah makanan yang disuguhkan untuk para tamu diniatkan sedekah yang pahalanya untuk mayit yang didoakan tersebut atau berharap dosa di alam sana bisa di maafkan oleh Allah SWT. karena sudah bersedekah didunia. Orang jawa punya nila-nilai norma yang bisa digunakan untuk pedoman hidup mereka. Di karenakan masyarakat jawa sendiri tidak bisa lepas dari budaya jawa dan juga adat istiadatnya. Hal ini disebabkan mereka menganggap bahwa dengan adanya budaya jawa punya nilai yang cukup tinggi dan juga akan mengangkat identitas dari wilayahnya. Nilai norma yang terkandung di dalam budaya kenduri masyarakat ataupun generasi muda zaman sekarang semakin percaya bahwasannya budaya ini sebenarnya adalaha suatu budaya yang harus dijaga dengan baik. dari budaya kenduri ini juga masyarakat juga bisa bersedekah tidak hanya dengan saudaranya saja ataupun tetangga.



40



SEJARAH DESA TANGGUNGGUNUNG



Oleh : Nadila Irrin



Desa Tanggunggunung terletak di Kecamatan Tanggunggunung Kabupaten Tulungagung, berdirinya desa Tanggunggunung pada tahun 1943. Kepala desanya dijabat oleh Bapak Pardiman (Almarhum) dan sekertaris desa Bapak Sukatmo sampai tahun 1989. Tahun 1990 kepala desa dijabat oleh Bapak Imam Syafi’i dan sekertaris desa dijabat Bapak Sukatmo. Pada kepemimpinan beliau terjadi pemekaran Dusun yaitu Dusun Tanggung dan Dusun Ngemplaksari, ini terjadi sekitar tahun 1994 sehingga sampai saat ini desa Tanggunggunung terdiri dari 6 dusun. Beliau menjabat sampai tahun 1997. Pada tahun tersebut kepala desa diganti oleh Bapak Supriyono dan Sekertaris Desa oleh Bapak Tunjung Kristiantoro. Untuk periode 2007-2013 dijabat kembali oleh Bapak Supriyono dan Bapak Gito sebagai Sekertaris Desa. Mulai tahun 2013 kepala Desa di jabat oleh Bapak Mardjono sampai sekarang. Desa Tanggunggunung terdiri dari 5 dusun yaitu:3 a. Dusun Kalitalun b. Dusun Tanggung c. Dusun Ngipik d. Dusun Pule e. Dusun Klampok 3. Latar Belakang Penduduk Desa Tanggunggunung Jumlah penduduk Desa Tanggunggunung adalah 4.112 jiwa, dengan perincian sebagai berikut: Laki-laki : 2.228 jiwa Perempuan :2.149 jiwa. Para penduduk yang bermukim di Desa Tanggunggunung kebanyakan adalah penduduk asli, dan sebagian adalah pendatang, meskipun 41



SEJARAH DESA TANGGUNGGUNUNG



jumlahnya tidak seberapa. Dalam hal pendidikan, masyarakat Desa Tanggunggunung memiliki latar belakang pendidikan bermacam-macam. Dari data di atas dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan masyarakat mayoritas didominasi oleh jenjang SD dengan total 1.022 jiwa, namun demikian juga tidak sedikit yang telah mengenyam bangku perguruan tinggi (sarjana). Ini menunjukkan bahwa pola pemikiran masyarakat Desa Tanggunggunung telah maju dan berkembang. Dengan bukti terus beranjak naiknya taraf/tingkat pendidikan masyarakat. Dalam hal agama/ aliran kepercayaan yang ada di Desa Tanggunggunung adalah agama islam. Seluruh masyarakat Desa Tanggunggunung memeluk agama islam. Banyak dijumpai tempat-tempat ibadah yang digunakan oleh masyarakat, seperti masjid dan mushola. Hampir setiap Rukun Tetangga (RT) memiliki masjid/mushola masingmasing. Secara geografis wilayah Desa Tanggunggunung berjarak 20Km dari alun-alun tulungagung. Dan berbatasan langsung dengan 2 kecamatan berbeda yaitu Kalidawer dan Campurdarat. Maka dari itu wilayah perbatasan keseluruhan Tanggunggunung diapit beberapa desa antara lain 1. Sebelah Utara : Desa Ngepoh 2. Sebelah Timur : Desa Kresikan 3. Sebelah Selatan : Desa Jengglungharjo 4. Sebelah Barat : Desa Ngrejo Wilayah Desa Tanggunggunung merupakan suatu daerah yang dapat dikatakan sebagai suatu daerah yang termasuk banyak Tenaga Kerja Wanita (TKW) di luar negeri, saat ini memiliki Perekonomian yang sedang mengalami perkembangan, dibuktikan dengan banyaknya para tenaga kerja wanita yang bekerja di luar negeri dan membawa hasil yang memuaskan setelah pulang dari luar negeri, sehingga masyarakat banyak yang



42



Oleh : Nadila Irrin



tertarik ketika melihat tetangganya berhasil dan sukses di luar negeri bahkan dalam hubungan keluarga ketika ditinggal istri ke luar negeri tetap bertahan harmonis. Namun juga tidak sedikit yang bekerja sebagai pedagang, Wiraswasta, Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan lainnya. hal ini juga dapat disaksikan melalui sebuah kajian observasi, yang mana kebanyakan penduduk masyarakat semakin sadar akan pentingnya melaksanakan berbagai hal keagamaan yang senada dengan peraturan perundang-undangan, kebaikan ini diimplimentasikan oleh masyarakat. 8 Dengan banyaknya masyarakat yang mensekolahkan anakanaknya pada pendidikan lebih baik dan tinggi, karena para orang tua. tidak ingin anak-anaknya seperti mereka yang hanya lulusan SD. berdasarkan sensus dan data yang kami terima ternyata kesadaran masyarakat semakin tinggi. Iklim dan kondisi lingkungan di Desa Tanggunggunung sangat sejuk, nyaman dan asri karena jauh dari kota dan pabrik yang biasanya banyak polusi yang diakibatkan dari banyaknya kendaraan dan pabrik. Di Tanggunggunung, tempat ibadah sangat dihormati. Penghormatan tersebut nampak dari luar di saat gencarnya pembangunan di wilayah ini. Semua orang akan tergerak hatinya untuk ikut membantu kegiatan pendirian ataupun renovasi tempat ibadah. Bantuan ini bisa berupa tenaga ataupun uang, tergantung dari kemampuan masing-masing orang. Untuk urusan ini, tidak ada kata tidak. Meskipun mereka semua berasal dari latar belakang dan tingkat keimanan yang berbeda, tidak ada sekat diantara mereka untuk hal demikian. Mereka akan mempermasalahkan jika orang tersebut tidak datang membantu hajat bersama ini. Dasar tergeraknya hati mereka karena menganggap tempat ibadah sebagai milik bersama. Berbekal dari milik bersama inilah semua orang patut menjaga. Selain itu, bangunan ini memiliki sakralitas tersendiri. Masjid menjadi rumah ruhani bagi setiap Muslim. Masyarakat tidak berani



43



SEJARAH DESA TANGGUNGGUNUNG



berbuat macam-macam di tempat ini. Istilah Jawanya ora ilok menggunakan tempat suci ini untuk hal yang tidak terpuji. Masyarakat biasanya menyebutnya rumah Tuhan. Alasannya sederhana, tempat ini digunakan sebagai komunikasi manusia dengan Tuhannya, sehingga masyarakat sangat berhati-hati sekali dalam menjaga perilakunya di tempat ini. Di Tanggunggunung sendiri situasinya sama, bahkan melebihi wilayah pegunungan lainnya di Tulungagung. Tercatat sekitar 30 Masjid dan 92 tersebar di pelbagai desa di Tanggunggunung.2 Penyebaran ini merata di seluruh desa yang ada di Tanggunggunung. Jumlah ini terbilang banyak, meskipun wilayah Tanggunggunung jauh dari pusat pemerintahan Tulungagung.



44



MENGENAL LEBIH JAUH SEJARAH DESA GODOG



Oleh: M.Faishal Atiq



Asal mula berdirinya Desa Godog diawali dengan adanya pemukiman penduduk yang berada sekitar 500 meter di sebelah utara kuburan desa atau dulu disebut dengan makam lawas. Saat itu desa godog bernama desa meliwis. Pada saat itu masyarakat desa meliwis terserang sebuah wabah yang disebut oleh warga sekitar dengan sebutan pageblok (wabah kolera). Wabah tersebut berdampak pada satu desa dan menimbulkan banyak korban jiwa. Wabah pageblok berlangsung berulang kali dan menyebabkan hampir semua warga Desa Meliwis meninggal dunia. Sisa dari warga meliwis tersebut selanjutnya berpindah ke daerah Kliteh. Alasan warga meliwis berpindah ke Kliteh dikarenakan ditempat tersebut terdapat sumber air. Saat itu para warga berbondonbondong menggali sumber air. Kegiatan menggali sumber air (ngliteh) inilah awal mula dinamakannya daerah tersebut dengan nama Kliteh. Setelah menemukan sumber air warga Meliwis mulai bercocok tanam berbagai jenis tanaman seperti jagung, kacang, dan cabai. Warga menanam tanaman disekitar area sumber air sampai ke daerah utara atau sekarang dikenal dengan lapangan sepak bola Oro-Oro. Disekitar area sumber air dikelilingi beberapa pohon yang rindang dan dibawah pohon itulah warga meliwis berkumpul untuk memasak ubi. Kegiatan memasak umbi-umbian (godok ubi) tersebutlah yang mencetuskan dinamakannya Desa 45



MENGENAL LEBIH JAUH SEJARAH DESA GODOG



Godog. Penamaan desa Godog sendiri pada awalnya berakhiran dengan huruf K bukan G seperti sekarang, hal ini karena menurut beberapa bestek Belanda nama desa Godog semua berakhiran dengn huruf K. Adanya perubahan huruf G berlangsung pada masa pemerintahan bapak H. Toha. Proses perkembangan desa godog pada era penjajahan belanda cenderung berkembang ke arah barat dan selatan dari daerah Kliteh. Dahulu batas selatan desa terletak di selatan area masjid At-Taqwa dan terdapat sebuah danau kecil. Beberapa alasan yang menyebabkan perkembangan desa ke arah baratselatan dan tidak ke arah utara disebabkan oleh daerah utara Kliteh yang masih dipenuhi dengan pepohonan lebat sehingga masih banyak hewan liar disana. Awal berdirinya desa godog kepala desa pertama yang memimpin desa adalah bapak Sarpin singosari. Pada saat itu bapak Sarpin singosari menjabat sebagai kepala desa hampir setengah umurnya. Bapak Sarpin singosari meninggal pada umur 125 tahun. Berikutnya kepala desa Godog diperoleh menurut hasil pemilihan. Dahulu proses pemilihan kepala desa dinamakan dengan biting jembogo. Orang yang mencalonkan diri sebagai kepala desa harus memiliki pengkut. Pemilih harus memegangi pundak calon kepala desa yang dipilih kemudian selanjutnya dilakukan perhitungan. Proses pemilihan kepala berlangsung di daerah barat desa Godog lebih tepatnya sekarang dijadikan sebagai Balai Desa. Saat itu terdapat dua calon kepala desa yaitu bapak Hadist (menantu bapak Sarpin singosari) dan bapak Karmiden (adik bapak Sarpin singosari). Setelah dilakukan perhitungan, hasil pemilihan kepala desa pada saat itu seri. Ternyata hanya bapak Sarpin singosari yang belum memilih. Berikutnya bapak Sarpin singosari memilih bapak Hadist sebagai kepala desa Godog. Alasan beliau memilih bapak Hadist dikarenakan Bapak Hadist merupakan menantunya. Bapak Sarpin singasari tidak ingin kehilangan menantunya. Sedangkan alasan



46



Oleh: M.Faishal Atiq



bapak Sarpin singosari tidak memilih bapak Karmiden dikarenakan belia adalah adiknya, apabila dikemudian hari bapak Karmiden pergi meninggalkan keluarganya akan tetap menjadi adiknya. Setelah masa jabatan bapak Hadist berakhir, selanjutnya yang terpilih menjadi kepala desa adalah bapak Giri yang tidak lain adalah adik dari bapak Hadist. Bapak Giri tidak lama menjabat sebagai kepala Desa Godog kemudian dilanjutkan Bapak H. Toha sebagai kepala desa. Desa Godog sendiri pada saat itu memiliki beberapa tempat yang menurut beberapa warga desa memiliki mitos tersendiri. Beberapa tempat tersebut antara lain Kerti, Keramat, Kemambang, Mbegal, Sungon, Dandu, Kulonembong, dan Dolembong. Berdirinya sekolah pertama kali di Desa Godog berada di tanah milik K.H Hasyim beliau juga yang mengajar di sekolah tersebut. Setelah bapak K.H Hasyim meninggal dunia tanah beserta bangunan sekolah diserahkan kepada bapak Sarpin singosari yang pada saat itu menjabat sebagai kepala desa. Kemudian pada era kemerdekaan republik Indonesia sekolah tersebut kembali aktif dan digunakan sebagai sarana untuk menuntut ilmu dan mengaji. Saat itu telah terbentuk Madrasah Ibtidaiyah Al-Islamiyah yang di rintis oleh Bapak H. Showab pada era kepala desa Bapak H. Toha. Saat itu sekolah madrasah di desa Godog hanya khusus laki-laki sedangkan perempuan bertempat di Desa Bulubrangsi. Tahun 1973 madrasah yang semula berada di tanah bapak K.H Hasyim pindah di RW 4 sampai sekarang. Tahun 1974 barulah madrasah menerima murid laki-laki dan perempuan. Tahun 1975 sekolah menengah pertama atau dahulu dikenal dengan nama SMP Diponegoro yang didirikan oleh Bapak Royhan dari Desa Bulubrangsi kemudian disusul dengan berdirinya Madrasah Aliyah. Saat itu desa Godog menjadi pusat pendidikan di Kecamatan Laren sehingga banyak murid dari luar desa yang menempuh pendidikan di Desa Godog. Beberapa murid



47



MENGENAL LEBIH JAUH SEJARAH DESA GODOG



yang bersekolah di Desa Godog antara lain berasal dari desa Gelap, Moropelang, Bulutigo, Karangungu lor, Tejoasri, dan Kalitengah. Baru pada tahun 1976 berdiri Sekolah Dasar (SD) yang merupakan paket dari pemerintah pada masa pemerintahan Kepala Desa Bapak H. Toha. Proses pembangunan masjid Desa Godog sendiri berlangsung pada masa pemerintahan Kepala Desa Bapak H. Toha. Dahulu masjid desa sempat berpindah sebanyak tiga kali kemudian pada tahun 1960 berdirilah masjid desa hingga sekarang. Saat itu bangunan sekitar masjid merupakan danau kecil (telaga). Masyarakat Desa Godog saat itu diminta untuk membantu menutup telaga dengan cara mengambil tanah dari sawah sebanyak satu cikar untuk masing-masing warga. Pada awal berdirinya masjid desa mulailah dibuat beduk yang difungsikan sebagai penanda waktu sholat. Dahulu tokoh agama dan kepala desa berkolaborasi untuk membuat beduk masjid. Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) di Desa Godog di rintis oleh Bapak H. Abdullah Aziz. Saat itu bentuk kegiatan IPM adalah muhadhoro yang dilakukan di sekolah. Biasanya kegiatan muhadhoro diikuti lebih dari 25 orang. Selain muhadhoro kegiatan lain IPM desa Godog adalah latihan rutin bulutangkis yang dilaksanakan di area lapangan perguruan Muhammadiyah Godog sedangkan untuk anggita perempuan mempunyai aktivitas dibidang wirausaha seperti berjualan rujak pada saat itu.



48



KEBUDAYAAN- KEBUDAYAAN YANG MASIH ADA DI DESA GODEAN DAN KEBUDAYAAN YANG PERLAHAN MENGHILANG DARI DESA GODEAN



0leh: Mukhtar Nasrudin



Desa Godean merupakan desa yang bertempat di daerah Kabupaten Nganjuk. Tepatnya di Kecamatan Loceret Kabupaten Nganjuk yang bertempat di Kawasan Kaki Gunung Wilis. Budaya merupakan sebuah perilaku masyarakat yang dilakukan secara turun temurun dari nenek moyang, budaya sendiri berbentuk seperti pakaian adat, tradisi, kesenian, kuliner, pengobatan tradisional, dan warisan. Kebudayaan Yang Masih Ada Di Desa Godean 1.



Upacara Bersih Desa Desa Godean memiliki suatu budaya adat leluhur yaitu nyadranan Yang diperingati setiap Bulan Suro yang bertujuan untuk membersihkan desa dari segala bahaya akhirnya membudaya dan tetap dilestarikan sampai sekarang. Upacara bersih desa ini merupakan upacara Religi, karena upacara ini ditujukan agar masyarakat di Desa Godean selalu mendapat lindungan dari Tuhan YME dan terhindar dari berbagai halhal yang tidak baik misalnya di dalam kesehatan agar masyarakat terhindar dari berbagai wabah penyakit,di dalam pertanian semoga diberikan keberhasilan dalam panennya



49



KEBUDAYAAN- KEBUDAYAAN YANG MASIH ADA DI DESA GODEAN DAN KEBUDAYAAN YANG PERLAHAN MENGHILANG DARI DESA GODEAN



2.



sehingga masyarakat di Desa Godean ini menjadi makmur dan sejahtera. Upacara nyadranan ini dilakukan sejak dulu sampai sekarang dilaksanakan secara turun temurun karena sudah menjadi warisan leluhur yang tetap dipertahankan dan di lestarikan. Di lihat dari segi latar belakang masyarakat desa sebagian besar juga percaya akan adanya kekuatan dhayang (kekuatan roh halus penunggu) yang berada di desa tersebut dan mereka percaya bahwa upacara bersih desa ini dapat mengusir roh-roh jahat dari desa mereka. Dalam pelaksanaannya setelah upacara bersih desa kemudian dilanjutkan dengan mementaskan kesenian jaranan, tayub, wayang tidak lupa juga dilengkapi dengan sesaji atau yang biasa kita sebut sajen. Karena kesenian tersebut dapat dipadukan menjadi satu sistem upacara sebagai sarana komunikasi untuk memenuhi segala kebutuhan spiritual maupun material. Selain kebudayaan tersebut kelengkapan yang tidak kalah pentingnya adalah sesaji, yaitu segaka sesuatu yang disaikan dalam upacara berupa buah-buahan, nasi, telur, lauk-pauk, urap-urap, tahu, tempe, lalapan, krupuk, bakmi, ingkung panggang yang semuanya merupakan seperangakat makanan untuk kendurenan yang kemudian dibawa ke punden untuk dilakukannya doa bersama. Upacara Perkawinan



3.



Di desa godean masih banyak orang yang saat melakukan pernikahan masih menggunakan adat budaya jawa mulai dari siraman, ngerik, midoreni, srah-srahan, nyantri, temu manten, balangan suruh, ritual wiji dadi, ritual kacar kucur, ritual dhahar dan sungkeman. Upacara tesebut masih banyak dilakukan di desa Upacara Tingkepan



50



0leh: Mukhtar Nasrudin



Upacara tingkepan atau mitoni merupakan upacara adat yang dilakukan oleh seorang yang tengah hamil 7 bulan. Pada upacara ini wanita tersebut dimandikan air kembang di iringi doa-doa dari sesepuh agar kehamilanya lancar sampai proses persalinannya nanti. Kebudayaan yang Mulai Hilang karena Adanya Moderenisasi Upacara ini adalah upacara yang dilakukan oleh masyarakat desa Godean yang kebanyakan berprofes sebagai petani. Upacara ini merupakan bentuk ungkapan rasa syukur oleh petani kepada tuhan YME karena telah memberikan kenikmatan berupa hasil bumi yang sangat banyak sehingga dapat mencukupi kebutuhan masyarakat di desa godean. Upacara-upacara dimulai sejak dari menabur benih, pada waktu perawatan dan pada siklus-siklus sesudahnya, sampai saat tanaman tersebut di panen. 1.



Upacara Menabur Benih Upacara ini biasanya dilakukan oleh seorang lelaki kegiatan yang dilakukan meliputi: menanam sembilan butir gabah,satu dilakuan di tengah dan delapan butir ditanam di delapan penjuru mata angin. Upacara ini juga dilakukan saat dimulainya tanam atau yang biasa kita sebut tandur. Dengan kelengkpan upacara berpa jenang beras (bubur utih), pisang, kinang, dan bunga. Kelengkapan upacara ini kemudian di bawa ke sawah kemudian diletakan di sawah kita. Setelah dibacakan doa atau mantra dibarengi dengan membakar menyan, kelengkapan sesaji kemudian dibagi menjadi beberapa bagian kemudian masing-masing bagian iletakan di sudut sawah atau yang biasa kita sebut mbuwaki untuk disajikan kepada penjaga sawah atau yang biasa kita sebut baureksa. Setelah itu sisa kelengkapan upacaa tersebut dibagikan kepada para pekerja yang ada di sawah.



51



KEBUDAYAAN- KEBUDAYAAN YANG MASIH ADA DI DESA GODEAN DAN KEBUDAYAAN YANG PERLAHAN MENGHILANG DARI DESA GODEAN



2.



Upacara bunting Upacara ini dilakukan saat padi mulai meteng atau yang biasa kita sebut njebul. Kelengkapan dari upacara ini berupa bubur putih,telur yang diletakan di sudut sawah kemudian di dekat kelengkapan upacara tersebut diletakan kemenyan yang dibakar dengan maksud mengusir roh jahat atau penyakit. Upacara ini juga dilengkapi buah-buahan yang asam.



3.



Upacara Wiwit Upacara wiwit ini dilakukan saat musim panen tiba kelengkapan upacara ini adalah nasi,ingkung dan urap-urap kemudian dibagikan ke tetangga dan para pekerja sawah upacara ini bertujuan untuk mengungkapkan rasa syukur kita terhadap apa yang diberikan tuhan kepada kita.



4.



Upacara Selametan Upacara ini merupakan upacara yang terakhir dilaksanakan pada saat akan menumbuk padi di dalam lumbungpadi. Upacara ini berupa selametan ini diwujudkan dalam bentuk kenduren yang dihadiri oleh seluruh warga dan dipimpin oleh sesepuh warga. Oleh karena itu kita sebagai mahasiswa ataupun warga negara harus senantiasa menjaga adat dan istiadat dari lingkungan atau negara, karena untuk menjaga budaya kita agar tidak di klaim oleh negara lain.



52



BUDAYA BERSIH DESA DI TAWANGBRAK GARUM



Oleh: Arika Maulida Kusuma



Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Sedangkan Budaya daerah merupakan pembentuk jati diri bangsa, kekayaan bangsa yang harus diperhatikan secara serius dan seksama terutama dalam memajukan era globalisasi saat ini. Budaya daerah dapat memberi andil yang sangat besar dalam pembentukan jati diri bangsa dan proses regenerasi bangsa. Masyarakat terbentuk melalui sejarah yang panjang, perjalanan berliku, tapak demi tapak. Pada titik-titik tertentu terdapat peninggalan-peniggalan yang eksis atau terekam sampai sekarang yang kemudian menjadi warisan budaya. Keanekaragaman tersebut merupakan kekayaan milik Bangsa Indonesia yang harus kita jaga dan lestarikan sehingga mampu memberikan warna ketentraman dan kedamaian bagi rakyat Indonesia agar ke depan tidak banyak menimbulkan persoalan yang mengancam disintegrasi bangsa. Persatuan dan kesatuan bangsa yang terwujud dari sejumlah suku bangsa yang semula merupakan masyarakat yang berdiri sendiri dan mendukung kebudayaan yang beraneka ragam itu



53



BUDAYA BERSIH DESA DI TAWANGBRAK GARUM



perlu diperkokoh dengan kerangka acuan yang bersifat nasional, yaitu kebudayaan nasional. Macam macam budaya indonesia sangatlah beragam. Tiap tiap daerah memiliki kebudayaan masing-masing. Biasanya hal ini menjadi ciri khas atau identitaa suatu daerah. Macam-macam budaya indonesia adalah: Bahasa daerah. Tiap-tiap daerah memiliki bahasa daerah masing-masing, yang membuat indonesia semakin unik, Upacara adat,seperti bersih desa atau ruwat desa, Tarian daerah,seperti tari jaipong, tari piring, Musik daerah, Pakaian daerah,contoh: kebaya, Lagu daerah,contoh: ampar ampar pisang dari kalimantan, Rumah adat,contoh rumah joglo, Senjata daerah.contoh keris. Dari Kota Blitar menuju desa Tawanbrak Garum memerlukan waktu sekitar 20 menit dalam menempuh perjalanan banyak pemandangan yang masih asri yang dapat dinikmati. Desa tawangbrak merupakan tempat tinggal saya saat kecil sampai saat ini. Saya bangga bertempat tinggal di desa ini karena tidak terlalu jauh dari perkotaan, udara yang masih segar, orangnya ramah-ramah dan tidak lupa juga masih banyak budaya yang masih dilestarikan di desa ini. Salah satunya bersih desa ritual Bersih Desa dapat didefinisikan sebagai wujud rasa syukur warga sebuah desa atas berkat yang diberikan Tuhan kepada masyarakat desa, baik dari hasil panen, kesehatan, dan kesejahteraan yang telah diperoleh selama setahun dan juga sebagai permohonan akan keselamatan dan kesejahteraan warga desa untuk satu tahun mendatang. Ritual Bersih Desa sendiri biasanya dilaksanakan satu kali dalam setahun setelah musim panen tiba dan tradisi ini telah dilakukan secara turun-temurun dari zaman nenek moyang. Hari pelaksanaanya pun tidak sembarangan ditentukan, melainkan ada hari-hari tertentu di dalam kalender Jawa yang merupakan hari sakral untuk melaksanakan Ritual Bersih Desa.



54



Oleh: Arika Maulida Kusuma



Ritual Bersih Desa sendiri terdiri dari beberapa tahapan, diawali dengan kerja bakti membersihkan lingkungan yang dilakukan oleh seluruh warga desa baik membenahi jalan atau gang-gang, selokan, pos ronda agar terlihat rapi dan bersih. Selain itu biasanya warga juga membersihkan makan-makam yang dianggap keramat, terutama makam-makam leluhur, sosok atau tokoh yang pernah menjadi panutan masyarakat desa tersebut. Tujuan lain adalah untuk membersihkan halangan atau kesusahan yang ada (resik sukerta/sesuker) agar kehidupan seluruh warga tenang dan tenteram. Kegiatan ini kemudian dilanjutkan dengan persiapan upacara adat yang dilaksanakan untuk wujud rasa syukur dan permohonnan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kesejahteraan dan kesehatan yang diberikan kepada warga desannya. Adapun rangkaian kegiatan tradisi Bersih Desa yaitu : 1. Istighosah Qubro, 2. Pagelaran Wayang Kulit Semalam Suntuk, 3. Ziarah Makam Leluhur Kelurahan, 4. Slametan Tumpengan, Pertunjukan Iring- Iringan Reog Ponorogo. Ritual Bersih Desa tidak selalu sama di setiap daerah atau desa karena memang leluhur yang membawa tradisi tersebut berbeda di setiap daerah. Oleh karena itu upacara adat yang dilaksanakan pun berbeda tergantung pada leluhur siapa yang disakralkan. Hari-hari pelaksanaannya pun berbeda. Selain bersih desa ada juga budaya dibiasakan oleh desa saya yaitu budayakan memakai masker dan juga mencuci tangan. Budaya ini muncul karena COVID yang tidak kunjung hilang banyak tetangga saya yang terkena COVID. Setiap rumah harus menyediakan tempat air didepan gunanya untuk setiap tamu yang datang harus mencuci tangan terlebih dahulu. Dampak dari virus ini sangat lah banyak salah satunya penghasilan banyak yang menerun ada juga sampai ada yang di PHK pembelajaran disekolah secara tatap muka ditiadakan dilakukan secara daring atau online. Setiap ada kegiatan di desa



55



BUDAYA BERSIH DESA DI TAWANGBRAK GARUM



warga diwajibkan mematuhi protokol kesehatan jika ada warga yang lupa tidak memakai masker akan diberi teguran dan dikasih masker secara gratis. Kegiatan kumpulan atau rapat desa juga dibatasi tidak boleh terlalu banyak agar bisa berjaga jarak. Disetiap perbatasan desa juga di jaga diberi seperti palang agar orang asing tidak mudah masuk keluar desa. Setiap hari desa di tutup pukul 21.00 - 04.00. setiap malam ada bapak-bapak yang digilir untuk menjaga setiap perbatasan desa. Budaya ini dilakukan agar wabah ini cepat hilang dan kembali seperti semula.



56



NGURI-NGURI TRADISI TAKIR PLONTANG DESA PURWOKERTO



Oleh : Devin Anggraeni Fitri



Purwokerto- merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar Provinsi Jawa Timur. Secara geografis Desa Purwokerto berbatasan dengan lima desa yaitu Desa Selokajang pada bagian Timur, Desa Maron pada bagian Timur Laut, Desa Wonorejo pada bagian utara, Desa Karanggayam pada bagian barat, sedangkan wilayah bagian selatan Desa Purwokerto berbatasan langsung dengan Sungai Brantas. Sehingga Desa Purwokerto merupakan desa yang terletak dibagian paling selatan dari Kecamatan Srengat. Berdasarkan data desa, maka topografi Desa Purwokerto berupa dataran rendah, wilayahnya dibagi menjadi 4 dusun, mulai dari Dusun Tumpuk yang terletak di ujung timur, lalu Dusun Domot, Dusun Wates dan yang paling barat adalah Dusun Bedali. Khusus untuk Dusun Domot, dibagi menjadi Domot timur, Domot Tengah dan Domot Barat. Hal tersebut dilakukan untuk mempermudah pendataan karena cakupan wilayah Dusun Domot yang lumayan luas. Berdasarkan data yang diperoleh, luas wilayah Desa Purwokerto mencapai angka 5,08 km2 membuat desa ini menyandang gelar desa terluas di Kecamatan Srengat. Kata Purwokerto sendiri sedikit asing jika didengar oleh orang luar daerah Kabupaten Blitar. Purwokerto diambil dari dua kata yaitu Purwo yang artinya wiwitane atau dalam Bahasa 57



NGURI-NGURI TRADISI TAKIR PLONTANG DESA PURWOKERTO



Indonesia berarti awalan, dan Kerto yang artinya rame atau ramai. Sehingga Purwokerto diartikan sebagai wiwitane rame atau awalnya ramai. Warga desa meyakini bahwa maksud dari wiwitane rame adalah segala wirausaha ataupun konflik yang berada di Desa Purwokerto hanya akan ramai diawal saja dan tidak akan bertahan lama. “Teng mriki niku lekne bikak warung namung rame pas awal, lekne warga sekitar sampun ngertos rasane nggeh sampun, mboten wonten niatan mindo (Disini itu kalau membuka warung/usaha hanya ramai di awal, ketika warga sekitar sudah mengetahui rasanya maka sudah dan tidak berniat untuk membeli lagi)” Tutur Munjiati, salah satu warga Desa Purwokerto. Mayoritas penduduk Desa Purwokerto adalah beragama Islam. Tak ayal jika banyak ditemui masjid atau mushola di sepanjang jalan desa ini, baik jalan utama maupun jalan kampung. Selain itu, desa ini memiliki banyak tradisi budaya yang masih dijaga dan dijalankan hingga saat ini antara lain genduri, bersih desa, takir plontang dan lain sebagainya. Tradisi adalah segala sesuatu yang dilakukan sejak lama dan berulang-ulang dengan cara yang sama pula. Suatu tradisi biasanya dipertahankan karena masyarakat sekitar meyakini bahwa hal tersebut merupakan peninggalan dari nenek moyang / leluhur mereka terdahulu yang memiliki tujuan baik untuk kehidupan. Takir Plontang- salah satu budaya atau tradisi yang masih diuri-uri atau dijaga di Desa Purwokerto. Takir plontang sendiri merupakan sebuah wadah yang diisi dengan mekanan atau sesaji. Wadah yang digunakan biasanya terbuat dari daun pisang dan janur yang dibentuk menyerupai perahu kemudian dikunci dengan lidi pada bagian kiri dan kanan. Bagi orang Jawa tradisi ini memiliki makna sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan karena telah diberikan kerukunan dalam bermasyarakat.



58



Oleh : Devin Anggraeni Fitri



Menurut sesepuh Desa Purwokerto, takir plontang dimaknai menjadi tiga hal sesuai daun yang dipilih. Pertama, daun yang masih muda (pupus) bermakna manusia harus berserah diri atau tawakal kepada keputusan Tuhan dalam setiap langkah di hidupnya. Kedua, daun hijau tua (ujungan) bermakna manusia hendaknya mengabdi atau beribadah secara total kepada Tuhan sebagaimana tujuan manusia diciptakan adalah untuk beribadah kepada-Nya. Ketiga, daun yang sudah kering (klaras) bermakna dalam hidup hendaknya manusia selalu memikirkan setiap langkah yang diambil dan menghindari sifat tergesa-gesa sehingga langkah yang diambil benar-benar sudah matang dan sudah difikirkan kosekuensinya. Takir plontang biasanya dilakukan pada bulan Suro dan bertempat di perempatan atau tepi jalan. Umumnya warga Desa Purwokerto melakukan tradisi takir plontang setelah sholat maghrib. Warga sekitar akan bergotong royong menyiapkan tempat duduk lesehan beralaskan tikar. Cirikhas dari takir plontang adalah setiap keluarga membawa makanan yang wadahnya berupa daun, jumlah yang dibawa sesuai dengan jumlah anggota keluarga. Acara dimulai dengan menyusun takir secara memanjang, selanjutnya warga duduk bersila mengelilingi takir tersebut. Jika dirasa warga sekitar sudah hadir maka kyai atau sesepuh akan memulai acara dengan menyampaikan sedikit sambutan dilanjutkan membaca dzikir dan tahlil lalu ditutup dengan do’a. Setelah do’a selesai dipanjatkan, warga bersamasama memakan takir di lokasi tersebut. Ada beberapa juga yang memilih untuk dibawa pulang karena porsi takir yang terlalu banyak sehingga tidak habis dimakan saat itu juga. Salah satu yang khas dari takir plontang di Desa Purwokerto adalah warga tidak memakan takir yang mereka buat, melainkan saling tukar-menukar dengan takir yang dibawa oleh warga yang lainnya. Rasa kekeluargaan dan kerukunan sangat kental disini,



59



NGURI-NGURI TRADISI TAKIR PLONTANG DESA PURWOKERTO



tidak ada jurang pemisah antara kaya dan miskin. Saling bercakap dibawah langit malam dan beralaskan tikar sederhana membuat suasana semakin menghangat. Selain itu, ciri khas dari takir plontang yang dilakukan di Desa Purwokerto adalah warga selalu menyisihkan satu takir untuk diletakkan di tengah jalan sebagai simbol rasa syukur serta pengharapan keberkahan dan keselamatan. Sebagai salah satu warga Desa Purwokerto tentu menjadi sebuah kebanggan tersendiri karena dapat menjadi bagian dari masyarakat yang nguri-nguri tradisi takir plontang. Seperti yang kita tau, di jaman ini semakin sedikit masyarakat yang mempertahankan budaya atau tradisi secara utuh. Tidak sedikit dari mereka yang mengganti wadah takir plontang menjadi kertas atau foam dengan alasan efisien bahkan ada juga yang sudah meninggalkan tradisi tersebut karena dianggap kuno. Melihat fenomena tersebut sungguh sangat mengkhawatirkan karena jika tidak dikenalkan sejak dini dan tidak dikenalkan dengan tradisi yang asli maka lambat laun tradisi tersebut pasti akan luntur dan bisa saja hilang, terparahnya adalah tradisi tersebut dapat diculik dan diangkat seolah-olah menjadi tradisi di negara lain. Ada beberapa cara untuk nguringuri tradisi yang ada didesa, pertama dengan terus melaksanakan tradisi tersebut, kedua dengan mengenalkan tradisi kepada anak cucu sejak dini dan terakhir dengan menjaga keutuhan tradisi baik dari segi peralatan, tatacara maupun waktu pelaksanaan.



60



WISATA BUDAYA SITUS PENINGGALAN KERAJAAN MAJAPAHIT DI TROWULAN



Oleh: Chusnul Ma’idah



Trowulan merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Indonesia. Memiliki luas wilayah 3.740.320 Ha dengan suhu rata-rata 42-31℃. Trowulan dikenal sebaga ibu kota Kerajaan Majapahit yang tercantum dalam kakawin Negara Kertagama oleh Prapanca dan tercatat dalam salah satu karya Thomas Stamford Raffles dalam bukunya The History of Java. Kerajaan Majapahit dianggap menarik untuk dikaji lebih dalam oleh para arkelog, sejarawan maupun budayawan Indonesia maupun Mancanegara. Hal ini disebabkan karena kedudukan Kerajaan Majapahit zaman dulu sebagai landasan kesejahteraan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kerajaan Majapahit menjadi contoh gemilang masa lalu Indonesia dan dijadikan acuan batas politik negara Republik Indonesia. Kebesaran Kerajaan Majapahit serta berbagai intrik politik menjadi sumber inspirasi para seniman untuk menuangkan kreasinya. Situs peninggalan Kerajaan Majapahit di Trowulan merupakan bukti sejarah bahwa zaman dulu Majapahit menjadi pusat pemerintahan Kerajaan besar yang berhasil menyatukan wilayah Nusantara. Menurut catatan sejarah dan beberapa prasasti menunjukkan bahwa pusat pemerintahan Kerajaan 61



WISATA BUDAYA SITUS PENINGGALAN KERAJAAN MAJAPAHIT DI TROWULAN



Majapahit berada di wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Mojokerto tepatnya di Trowulan. Selain mempunyai nilai sejarah yang tinggi, daya tarik wisatanya pun sangat memikat. Seperti benda-benda peninggalan berupa patung serta peninggalan lain yang dapat dilihat dalam museum purbakala yang terletak dekat dengan Pendopo Agung. Museum purbakala ini merupakan bangunan khas jawa Majapahit yang didirikan dimana terdapat beberapa umpak yang diyakini sebagai umpak bangunan keraton Majapahit. Sudah tidak asing lagi bahwa Trowulan memiliki berbagai situs candi, antara lain Candi Brahu, Candi Wringin Lawang, Candi Bajang Ratu, Candi Tikus, Candi Kedaton, Candi Gentong, Makam Putri Cempa Situs Lantai Segi Enam Sentonorejo, Makam Panjang, Siti Inggil, Candi Minak Jinggo, Situs Umpak Sentonorejo, Museum Purbakala serta Kolam Segaran yang dipercaya sebagai pusat irigasi untuk mengairi lahan pertanian dan Makam Syech Jumadil Qubro yang biasa disebut Makam Troloyo sebagai tempat religi yang dipercaya sebagai nenek moyang Wali Songo dan diyakini sebagai keturunan ke-10 dari al-Husain cucu Nabi Adam as. Ada juga Patung Budha Tidur yang mirip seperti di Thailand. Hal ini menjadi suatu aspek penting bagi perkembangan kepariwisataan, khususnya bidang pariwisata budaya. Trowulan mempunyai potensi besar untuk dikembangkan menjadi objek wisata budaya andalan Kabupaten Mojokerto. Karena memiliki berbagai situs sejarah peninggalan Kerajaan Majapahit yang merupakan aset berharga bagi pengembangan wisata budaya. Obyek wisata budaya ini, dikemas dengan berbagai obyek lainnya yang ada di Mojokerto dan sekitarnya. Hal ini menjadikan suatu produk paket wisata yang menarik untuk dijual kepada wisatawan lokal maupun mancanegara. Diharapkan para wisatawan dapat mengetahui bukti sejarah kebesaran Kerajaan Majapahit secara nyata. Para wisatawan dapat menikmati



62



Oleh: Chusnul Ma’idah



keindahan arsitektur bangunan candi yang menjadi simbol kejayaan Majapahit pada zaman dahulu. Kekayaan warisan budaya yang luar biasa tersebut belum memperoleh penghargaan yang semestinya dari masyarakat sekitar. Hal ini dibuktikan dengan adanya pembuatan bata merah dengan bahan baku tanah liat sawah yang menimbulkan kerusakan situs yang baru secara luar biasa. Karena sampai saat ini dilingkungaan sekitar sering dijumpai situs peninggalan Kerajaan Majapahit yang baru ditemukan. Hal ini menjadi biasa, karena latar belakang lingkungan sekitar merupakan lingkungan Kerajaan Majapahit zaman dahulu. Ada kurang lebih 300 industri bata merah yang tersebar di kawasan situs Trowulan. Pencarian bata merah kuno yang akan diproduksi menjadi semen merah masih berlangsung karena permintaan konsumen cukup tinggi. Upaya pencegahan terhadap perusakan situs masih berlangsung sampai saat ini. Keamanan situs peninggalan menjadi prioritas utama, namun masyarakat tidak harus kehilangan bahan mata pencahariannya. Kawasan yang mengandung deposit barang berharga dapat dimunculkan sebagai sumber daya yang dapat memberikan manfaat secara berkelanjutan bagi masyarakat sekitar. Berkaitan dengan hal ini, pariwisata sebagai pilihan bentuk pemanfaatan sumber daya arkeologi merupakan suatu hal yang cukup menarik dan realistis untuk ditawarkan. Sebagai sistem industri, pariwisata dinilai dapat memberikan peluang kepada banyak orang untuk berpartisipasi. Dalam upaya mewujudkan suatu wilayah sebagai tujuan wisata, perlu dikembangkan upaya pemberdayaan seluruh potensi yang ada untuk ditampilkan. Selain adanya peninggalan arkeologi, Trowulan juga mempunyai suasana pedesaan yang layak ditawarkan sebagai daya tarik wisata. Wilayah pedesaan yang cukup terasa, keindahan alam pedesaan serta keramahan penduduk mempunyai daya tarik tersendiri bagi berlangsungnya



63



WISATA BUDAYA SITUS PENINGGALAN KERAJAAN MAJAPAHIT DI TROWULAN



industri pariwisata suatu daerah. Semakin banyak jenis daya tarik yang ditawarkan, maka semakin banyak pula yang didapatkan serta mempunyai peluang untuk wisatawan tinggal lebih lama di tempat tersebut. Daya tarik budaya dalam bentuk peninggalan arkeologi merupakan daya tarik unggulan bagi kawasan Trowulan sebagai daerah tujuan wisata. Trowulan identik dengan sisa-sisa Peninggalan Kerajaan Majapahit menjadi ciri khusus yang membentuk citra suatu daerah tujuan wisata. Pengembangan daya tarik budaya ini, harus dilakukan dengan ekstra hati-hati. Karena kegiatan ini, melibatkan benda cagar budaya dengan intensitas yang cukup tinggi. Maka bentuk tampilannya harus memperhatikan keamanan situs ataupun benda cagar budaya tersebut. Pengembangan dari apa yang sudah ada sekarang ini, merupakan tindakan yang cukup bijak. Pemugaran terhadap beberapa situs Candi telah dilakukan seperti Candi Wringin Lawang, Candi Brahu serta kompleks Makam Troloyo. Beberapa bangunan yang telah berdiri seperti Museum Trowulan, Pendopo Agung merupakan awal yang baik untuk pengembangan lebih lanjut yang menjadi kelengkapan penting kawasan ini. Upaya pengembangan objek wisata di Trowulan pun mengalami berbagai kendala diantaranya minimnya dana yang digunakan untuk perlindungan cagar budaya tersebut. Persebaran lokasi situs sejarah juga terpencar-pencar serta berada di area yang cukup luas, sehingga upaya pengembangan yang akan dilakukan tidak dapat terfokus. Kurangnya respon serta partisipasi masyarakat sekitar untuk ikut berperan aktif dalam upaya pengembangan industry pariwisata di Mojokerto khususnya Trowulan merupakan suatu kendala yang cukup serius. Tingkat kesadaran masyarakat sekitar juga masih rendah terhadap peninggalan sejarah dan purbakala menjadi kendala



64



Oleh: Chusnul Ma’idah



sekaligus ancaman bagi pengembangan objek wisata budaya di Trowulan. Saya sebagai mahasiswa yang menginginkan desa saya lebih maju bisa melakukan hal kecil seperti melakukan promosi baik melalui leatfel, booklet, brosur serta melalui media cetak lain dan media elektronik terutama internet, website yang cukup efektif memasarkan objek wisata Trowulan yang bisa dijangkau lebih luas. Hal ini juga bisa meningkatkan pendapatan daerah yang menjadikan dana untuk pengembangan wisata budaya pun ikut meningkat. Berbagai penyuluhan perlu dilakukan untuk menanamkan pemahaman bahwa industry pariwisata yang dikelola secara baik, mampu memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Keberlangsungan industry kecil juga harus diperhatikan, misalnya kerajinan logam atau cor dan patung yang ada di sekitar Trowulan. Hasil industry kecil tersebut seharusnya mampu menjadi cinderamata khas bagi objek wisata Trowulan yang sampai saat ini belum terealisasikan. Bisa dilakukan melalui upaya pengelolaan serta pemanfaatan berbagai industry kecil dengan pembuatan sentra penjualan kerajinan tangan disekitar objek wisata Trowulan. Dengan adanya sentra penjualan ini, dapat dengan mudah memasarkan hasil karya mereka yang dapat mendukung perkembangan pariwisata di Kawasan Trowulan. Untuk pedagangnya bisa didata dari masyarakat lingkungan. Hal ini, dapat mendongkrak perekonomian masyarakat sekitar serta mengurangi jumlah pengangguran



Candi Tikus



65



WISATA BUDAYA SITUS PENINGGALAN KERAJAAN MAJAPAHIT DI TROWULAN



Candi Bajang Ratu



Candi Brahu



Candi Tikus



Kolam Segaran



Candi Gentong



Makam Troloyo



Pendopo Agung



66



TRADISI BARITAN SEBAGAI BENTUK MENYAMBUT BULAN SYURO DI DESA SEKETI



Oleh : Suci Octaviany



Indonesia merupakan Negara yang memiliki banyak pulau di dalamnya. Dari setiap pulau tersebut terdapat berbagai keragaman budaya, suku, dan tradisi yang berbeda setiap daerah. Perbedaan ini dipengaruhi oleh lingkungan serta kondisi geografis. Tradisi merupakan gambaran sikap dan periaku manusia yang telah berproses dalam waktu lama dan tradisi yang berkembang dalam lingkungan masyarakat tertentu, biasanya telah dilaksanakan oleh nenek moyang mereka secara turuntemurun sehingga tetap dilaksanakan sampai sekarang. Tradisi yang diwariskan tentunya berkaitan dengan nilai religi dan nilai sosial yang merupakan salah satu wujud kebudayaan. Desa Seketi merupakan salah satu desa yang berada di Kabupaten Kediri. Masyarakatnya mayoritas beragama islam dan berprofesi sebagai petani. Seperti desa pada umumnya, Desa Seketi memiliki tradisi yang terus dilakukan di setiap tahunnya, yaitu Baritan. Baritan merupakan tradisi yang dilaksanakan untuk memperingati Hari Raya Islam atau biasa disebut 1 Suro. Baritan merupakan hal yang menjadi salah satu budaya penting bagi masyarakat Islam Jawa karena merupakan tradisi untuk



67



TRADISI BARITAN SEBAGAI BENTUK MENYAMBUT BULAN SYURO DI DESA SEKETI



menyambut bulan Syuro. Tradisi Baritan ini telah dilaksanakan oleh orang-orang terdahulu. Selaian sebagai bentuk memperingati 1 Suro, tradisi ini juga dilaksanakan sebagai wujud terima kasih dan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah diberi rezeki, kesehatan dan keselamatan. Ada beberapa daerah yang juga melaksanakan tradisi Baritan, namun dengan tujuan yang berbeda. Misalnya di Desa Asemdoyong Pemalang, Baritan disini dilaksanakan dengan melakukan pelarungan ancak/jolen ke laut sebagai wujud syukur atas hasil tangkapan ikan mereka. Sedangkan Baritan dalam tradisi Betawi dilaksanakan pada bulan Maulud saja dan hari pelaksanaannya juga sudah ditetntukan oleh leluhur yaitu Baritan harus jatuh pada hari Jumat. Di Desa Seketi, Baritan dilaksanakan untuk memperingati 1 Muharram/ 1 Suro. Pelaksanaan baritan disini biasanya tidak selalu tepat pada tanggal 1 Muharram asalkan masih pada bulan Muharram, karena pelaksanaan ini harus melewati rapat dengan pengurus masjid dan RT. Baritan akan dilaksanakan sore hari setelah sholat Ashar di perempatan jalan. Pelaksanaan Baritan di perempatan jalan bertujuan untuk menolak bala dari segala arah. Maksudnya yaitu agar bencana yang dari timur kembali ke timur, bencana dari barat akan kembali ke barat dan seterusnya. Selain untuk memperingati Hari Raya Islam, Baritan juga dilaksanakan sebagai bentuk ucapan rasa syukur dan terimakasih Karena telah diberi keselamatan, rezeki dan kesehatan. Dalam tradisi Baritan, setiap warga akan membawa takir yang berisi nasi dan lauk pauk. Banyaknya jumlah takir yang dibawa sama dengan banyaknya anggota keluarga. Takir adalah tempat untuk menaruh lauk dan nasi yang terbuat dari daun pisang dan berbentuk menyerupai mangkuk. Takir yang digunakan harus diberi janur di setiap ujungnya yang disebut planthang. Sedangkan isinya harus menggunakan nasi kuning, untuk lauknya tidak ditentukan isinya, tergantung si pemberi. 68



Oleh : Suci Octaviany



Sebelum baritan dimulai, beberapa orang akan menyiapkan tempatnya dahulu seperti membersihkan dan menggelar tikar. Kemudian, setelah usai sholat ashar warga akan mulai berdatangan ke perempatan dengan takirnya masing-masing. Kemudian takir akan disusun di tengah sehingga warga akan duduk melingkari takir. Setelah semuanya tertata rapi, baritan siap dimulai. Pertama ta’mir masjid akan menyampaikan sambutan. Kedua, imam masjid akan menyampaikan kultum singkat dan dilanjutkan dengan memimpim do’a. Do’a yang dipanjatkan yaitu tentang ungkapan rasa syukur, meminta perlindungan, keberkahan, rahmat dan juga meminta dijauhkan dari segala bentuk malapetaka. Setelah doa usai, takir akan dibagikan kepada setiap warga yang datang. Setelah takir selesai dibagikan kepada warga yang datang, selanjutnya akan ditutup dengan doa bersama. Beberapa ada yang memakannya bersamasama ditempat dan ada juga yang dibawa pulang. Jika jumlah takir masih tersisa, takir akan dibagikan kepada orang yang lewat di perempatan jalan diadakannya Baritan atau juga diberikan kepada masyarakat sekitar yang memiliki banyak anggotan keluarga dirumahnya. Dengan terus dilaksanakannya tradisi Baritan maka tradisi ini akan terus terjaga hingga anak cucu kita nanti. Pelaksanaan ini juga merupakan bentuk dari pelestarian budaya yang telah diwariskan nenek moyang sehingga tidak boleh ditinggalkan. Dalam pelaksanaan Baritan terkandung nilai social, nilai social sendiri adalah nilai perilaku yang menggambarkan suatu tindakan masyarakat, nilai perilaku yang menggambarkan suatu kebiasaan dalam lingkungan masyarakat, serta nilai sikap yang secara umum menggambarkan kepribadian suatu masyarakat dalam lingkungannya. Bentuk nilai sosial dalam baritan antara lain adalah saat Baritan semua elemen masyarakat membaur menjadi satu sehingga menambah kerukunan antar masyarakat dan



69



TRADISI BARITAN SEBAGAI BENTUK MENYAMBUT BULAN SYURO DI DESA SEKETI



sebelum pelaksanaan Baritan mereka juga melaksanakan musyawarah mengenai pelaksanaan Baritan. Mereka bersamasama menyiapkan tempat untuk pelaksanaan baritan dan menyusun takir yang telah dibawa dan juga bersama-sama membersihkan perempatan yang akan digunakan sebagai tempat pelaksanaan baritan. Dari hal tersebut maka dapat dikatakan dengan Baritan akan menumbuhkan rasa kekeluargaan, kebersamaan, dan kerukunan antar anggota masyarakat. Selain nilai social, Baritan juga mengandung nilai religious. Salah satu bentuknya adalah ketika mereka memanjatkan doa bersama. Doa merupakan hal yang paling ampuh dan tidak ada yang lebih ampuh daripada doa. Doa yang berisikan ungkapan rasa terima kasih dan ungkapan rasa syukur serta meminta perlindungan kepada Allah akan mengingatkan mereka bahwa segala hal adalah kuasa dari Allah SWT. Allah SWT juga menganjurkan umatnya untuk saling bersilaturrahmi. Melalui tradisi ini, silaturrahmi antar warga akan tetap terjaga. Pelaksanaan Baritan juga mampu meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan. Melalui tradisi ini, masyarakat diingatkan bahwa segala bentuk ujian dan berkah yang dialami dalam hidup merupakan atas izin Allah. Tersapat beberapa makna yang terkandung dalam prosesi Baritan antara lain, Baritan adalah salah satu kebudayaan daerah yang dapat memperkaya kebudayaan nasional dan baritan bisa menjadi ajang sosialisasi kepada masyarakat. Saat masa pandemic seperti sekarang, Baritan tetap dilaksanakan perempatan jalan. Namun, setiap masyarakat yang ikut dianjurkan untuk tetap memakai masker dan menjaga jarak. Pengurus masjid akan selalu mengawasi jalannya prosesi Baritan dan mengingatkan setiap orang yang melanggar aturan protokol kesehatan. Petugas dari desa akan berkeliling memantau jalannya Baritan, apakah sudah mematuhi protocol kesehatan atau belum. 70



Oleh : Suci Octaviany



Setelah acara usai, jika biasanya beberapa orang memakannya bersama-sama di tempat maka di masa pandemic ini mereka diharuskan untuk langsung pulanh dan tidak boleh memakannya bersama-sama dikarenakan akan menimbulkan kerumunan.



71



TRADISI BARITAN SEBAGAI BENTUK MENYAMBUT BULAN SYURO DI DESA SEKETI



72



TRADISI RUWAHAN DI MALAM NISFU SYA’BAN



Oleh : Chusnul Chotimah



Jombang adalah sebuah kabupaten yang berada ditengah pulau Jawa Timur. Kota yang dikenal sebagai kota santri. Jombang biasa disebut dengan “Jombang Beriman“ karena banyaknya sekolah pendidikan islam (pondok pesantren) di wilayahanya. Pusat pemerintahan kota jombang terletak di tengah-tengah kota Jombang. Kabupaten Jombang memiliki posisi yang strategis karena berada di persimpangan jalur lintas utara dan selatan Pulau Jawa. Motto Kabupaten Jombang yaitu Beriman (Bersih, Indah, dan Nyaman). Di pusat kota juga berdiri sebuah Masjid Agung Jombang sda pula gereja katolik Santa Maria dan klenteng Hok Lion King yang didirikan pada tahun 1890. Hubungan yang harmonis berbagai agama,etnis dan kelompok hidup rukun. Kota Jombang merupakan Ibukota Kabupaten Jombang. Secara hirarki kota Jombang merupakan pusat utama pelayanan penduduk di wilayah Kabupaten Jombang , maka secara langsung dan tidak langsung Kota Jombang ini menjadi orientasi penduduk dari wilayah kecamatan hinterlandnya dan bahkan seluruh wilayah kecamatan yang ada di wilayah Kecamatan yang ada di Kabupaten Jombang. Konon kata Jombang merupakan akronim dari kata berbahasa Jawa yaitu IJO (hijau) dan ABANG (merah). Ijo mewakili kaum santri (Agamis) dan abang mewakili kaum abangan (nasionalis/kejawen). Kedua kelompok tersebut hidup 73



TRADISI RUWAHAN DI MALAM NISFU SYA’BAN



berdampingan dan harmonis di kabupaten Jombang. Bahkan kedua elemen ini digambarkan dalam warna dasar lambing daerah kabupaten Jombang. Ada yang mengatakan Jombang adalah pusat pondok pesantren ditanah Jawa karena hampir seluruh pendiri pondok pesantren di Jawa pasti pernah berguru di Jombang. Diantara pondok pesantren yang terkenal adalah Tebuireng, Denanyar Tambak Beras, dan Darul Ulum (Rejoso). Banyak tokoh terkenal Indonesia yang dilahirkan di Kabupaten Jombang, diantaranya adalah Presiden Republik Indonesia ke-4 yaitu KH Abdurrahman Wahid, pahlawan nasional KH Hasyim Asy’ari, dan KH Wahid Hasyim, tokoh intelektual islam Nurcholis Madjid, serta budayawan Emha Ainun Najib dan seniman Cucuk Espe. Di kota Jombang juga terdapat sebuah Desa yang ada di perbatasan antara Kabupaten Jombang dan Kabupaten Kediri yaitu Desa Banyauarang . Di desa Banyuarang itu memiliki beberapa Dusun, temasuk di dusun Banyuaang sendiri. Di desa banyuarang terdapat sebuah acara yang rutin di gelar oleh warga sekitar. Salah satu acara yang rutin digelar oleh masyarakat sekitar desa Banyuarang adalah ruwahan yang biasa dilakukan pada malam nisfu sa,ban. Ruwahan adalah acara yang di gelar oleh masyarakat desa Banyuarang untuk memperingati haul dari kiai Ali Muhtar. Beliau di kenal sebagai sesupuh desa, pembuka desa atau orang yang pertama kali membuka desa Banyuarang tersebut. Beliau dimakamkan dipemakaman khusus didesa Banyuarang, lokasi pemakaman itu juga terdapat ditengah-tengah desa Banyuarang . makam yang dikelilingi dengan persawahan yang lumayan lebar membuat makam menjadi sejuk dipagi hari dan terlihat sunyi di malam hari. Acara ruwahan yang dilakukan pada malam nisfu sa’ban tersebut biasanya dilakukan dengan cara seperti mengadakan



74



Oleh : Chusnul Chotimah



acara sholawat ishari , istighosah dan pembacaan tahlil pada pagi hari yang di barengi dengan acara tumpengan, semua rangkaian acara itu dilakukan di makam tempat kiai Ali Muhtar dimakamkan. Dalam acara sholawat Ishari biasanya banyak orang yang ingin mengikutinya dan orang itu rata-rata dari luar kota, saat itu orang-orang bergantian membaca sholat dan yang lain mengikutinya . Acara ruwahan biasanya dilakukan selama tiga hari berturut-turut belum lagi persiapan yang dilakukan sebelum acara dilakukan. Masyarakat desa semua berbondong bondong untuk datang dan mengikuti acara tersebut karena acara tersebut yang hanya dilakukan setiap satu tahun sekali, maka dari itu acara sangata sayang jika dilewatkan. Acara ruwahan yang biasanya dilakukan tiga hari berturutturut itu biasanya di awali dengan acara bersih-bersih makam pada pagi hari yang dilakukan secara gotong royong oleh masyarakat desa Banyuarang, meskipun setiap hari mkam dibersihkan oleh penjaga makam tapi sebelum acara ruwahan biasanya banyak masyarakat yang membantu membersihkan makam tujuannya agar makam lebih bersih saat acara ruwahan sekaligus memperingati haul dari kiai Ali Muhtar. Biasanya setelah bersih-bersih masyarakat menggelar istighosah bersama pada sore hari dan banyak pula masyarakat yang bermalam dimakam sekaligus mempersiapkan untuk acara inti pada hari kedua. Pada hari kedua adalah hari dimana acara inti dilakukan. Dari pagi masyarakat bergotong royong untuk merapikan tempat dan menyiapkan persiapan yang lainnnya. Untuk konsumsi yang akan diberikan kepada para tamu yang datang dari luar desa Banyuarang atau yang dari dalam desa diberikan lewat iuran dari ibu-ibu. Jadi sebelumnya ibu-ibu masyarakat Banyuarang sudah dikordinir setiap dusunnya untuk menyiapkan sejumplah kotak nasi. Kotak nasi itu dikumpulkan di dusun masing-masing yang sudah di kordinir oleh satu rumah setelah itu nanti panitia acara



75



TRADISI RUWAHAN DI MALAM NISFU SYA’BAN



akan mengambilnya untuk selanjutnya diberikan kepada para tamu. Acara dilakukan dengan sangat meriah, dengan senandungsenandung sholawat ishari. Terkadang acara bisa berjalan sampai menjelang subuh (tengah malam). Pada hari ke-tiga yang dilakukan oleh masyarakat desa Banyuarang adalah melakukan bersih-bersih secara gotong royong baik di area makam maupun di sekitarnya. Tapi sebelum bersih bersih biasanya masyarakat beserta perangkat desa melakukan acara tumpengan dimakam. Beberapa orang ada yang membawa nasi tumpeng tapi ada juga yang tidak. Setelah membaca tahlil bersama lalu dilanjutkan dengan doa nissfu sa’ban lalu doa bersama. Sebenarnya acara tumpengan ini bisa dilakukan didaerah masing-masing tetapi ada juga yang mempercayai dan masih meyakini jika tumpengan ini lebih afdhol di lakukan di makam para leluhur. Acara tumpengan dimakam biasanya dilakukan pada pagi hari waktu matahari belum begitu terik dan udara masih segar. Tapi orang yang membawa tumpeng juga tidak banyak karena pada saat itu biasanya para ibu masih sibuk didapur dan belum selesai menyiapkan makanannya. Setelah melakukan doa bersama masyarakat biasanya masih berkumpul untuk makan-makan makanan bawaannya dan berbincangbincang ringan. Itu bisa menjalin tali silaturahmi antar masyarakat. Masyarakat bisa lebih mengenal satu sama lain. Setelah makan-makan selesai masyarakat baru bergotong royong membersihkan area makan setelah acara yang dilakukan tadi malam. Melihat kebersamaan itu menjadikan masyarakat desa terlihat rukun dan saling tolong menolong.



76



TRADISI NYADRAN SEBELUM HAJATAN DI DESA SUMBERINGIN KIDUL



Oleh: Irfan Bagus Prasetyo



Desa memiliki keunggulan tersendiri di bandingkan kota. Masyarakat yang hidup didesa suka dianggap remeh oleh masyarakat yang hidup dikota. Mungkin karena profesinya ataupun gaya hidup yang sederhana yang ada didesa. Namun pada hakikatnya desa mempunyai peran penting dalam sebuah negara, mengingat mayoritas masyarakat yang ada di Indonesia sendiri banyak yang tinggal di desa ketimbang tinggal yang di kota. Banyak sekali sumberdaya yang terdapat didesa yang masih tersimpan, bahakan di desalah pemasok kebutuhan pokok itu di produksi. Misalnya saja padi, padi diolah menjadi beras dan kemudian diolah lagi menjadi nasi yang kemudian di konsumsi oleh semua masyarakat. Masyarakat perkotaan tidak akan bisa menanam padi karena seperti yang kita tau di perkotaan lahan kosong itu sangatlah minim bahakan hampir tidak ada karena di penuhi oleh bangunan-bangunan. Jadi bayangkan saja jika masyarakat didesa mogok bercocok tanam padi, sudah pasti semua masyarakat akan kebingunan untuk mencari sumber makanan pokok pengganti nasi tersebut. . Desa sumberingin kidul, adalah salah satu desa yang ada di kecamatan Ngunut kabupaten Tulungagung. Didesa inilah dimana saya dibesarkan dan didik sejak kecil dengan harapan nantinya bisa beguna bagi orang disekitarnya. Desa yang tidak begitu luas 77



TRADISI NYADRAN SEBELUM HAJATAN DI DESA SUMBERINGIN KIDUL



namun banyak budaya yang tersimpan di dalamnya, mulai dari unsur budaya jawa yang masih kental dijunjung didalam masyarakat yang berpadu dalam nuansa Islaminya. Hal tersebut menjadi sebuah cirikhas tersendiri yang ada di desa Sumberingin Kidul. Mayoritas penduduknya berprovesi sebagai petani, yang mana terbukti dengan hamparan persawahan di desa ini. Desa ini juga terkenal sebagai penghasil parutan kelapa baik parutan kelapa yang masih manual ataupun yang menggunakan mesin. Bahakan masyarakat desa ini telah berinovasi untuk membuat mesin untuk mencapkan kawat ke kayu bakal parut yang di gunakan sebagai bahan dasar parutan kelapa. Jadi yang dulunya hanya di kerjakan dengan gunting kawat khusus dan sebuah palu, sekarang sudah di buatkan sebuah mesin dengan penggerak dinamo, dengan begitu produksi yang dihasilkan bisa maksimal. Desa ini mempunyai kebudayaan unik yang mungkin tidak ada di daerah lain. Salah satunya adalah pada saat mengadaan acara hajatan misalnya pernikahan biasanya pasti menyewa atau mendirikan sebuah tenda, desa ini anti dengan kain atau slambu warna warna hijau muda. Hal ini berkaitan dengan kepercayaan masyarakat karna warna hijau muda berkaitan erat dengan legenda penguasa laut pantai selatan atau nyirorokidul yang identik dengan warna hijau muda. Masyarakat sangat percaya apabila dilanggar maka acara atau hajatan tersebut akan mengghadapi beberapa masalah misalnya pada saat acara terjadi hujan lebat. Antara memang kebetulan atau memang karena melanggar kepercayaan adat setempat, hal ini pernah terjadi pada salah satu warga yang memang berstatus sebagai warga pendatang. Ia mengadakan hajatan pernikan, karena sebagai warga pendatang entah ia tidak atau atau memang tidak percaya dengan kepercayaan adat setempat dan ternyata ia menggunakan slambu warna hijau untuk tenda hajatan tersebut. Pada saat acara mulai hari pertama soundsystem di bunyikan hujan langsung



78



Oleh: Irfan Bagus Prasetyo



turun deras, hampir seharian terus terjadi gerimis dan hujan lebat. Pada akhirnya warga atau tetangganya menyuruhnya mengganti slambu tersebut dengan warna lain, dan ternyata hujan malai berhenti sampei hari selanjutnya sampe acara selesaipun tidak terjadi hujan. Selain itu di dalam sebuah hajatan, desa ini pasti ada prosesi sesajen yang harus disiapkan oleh sohibul hajat atau penyelenggara hajatan. Ada beberapa jenis sesajen yang harus di buat dan semua itu sesuai dengan tempat dimana meletakkannya. Yang petama ada sesajen yang kecil yang isinya ada telur ayam kampung, jahe, kencur, miri, kunir (orang menyebutnya emponempon) yang di bungkus dengan daun pisang berbentuk seperti mangkok atau orang setempat menyebutnya cokbakal. Cokbakal disini biasanya di gantung dengan janur (pelepah kelapa muda) di setiap sudut-sudut perkarangan rumah yang tujuannya agar tidak ada gangguan roh-roh gaib yang masuk kerumah sehingga acara bisa berjalan dengan lancar. Kemudian ada juga sesajen yang isinya adalah pisang sesisir, kelapa, dan juga cokbakal, yang kemudian diberikan wadah dimasukkan wadah yang terbuat dari anyaman bambu (biasa disebut besek), biasanya di letakkan di tempat-tempat tertentu seperti dapur, kamar tidur, dan oprator soundsystem. Tujuannya adalah diberikan kelancaran dalam menjalankan hajatan tersebut. Kemudian yang terakhir ada sesajen cokbakal akan diletakkan di tempat sakral yaitu ada di kediaman makam mbah sumber yang menurut para sesepuh desa beliau adalah tokoh yang pertama kali membabat desa Sumberingin kidul, makam tersebut berbentuk semacam candi yang terbuat dari batubata. Pada masa dulu menurut cerita para sesepuh desa, tempat tersebut sangat terawat dan banyak patung-patung berjejeran dari mulai pintu masuk makam samai tempat makam itu sendiri. Namun keberadaan patung-patung batu tersebut sekarang sudah



79



TRADISI NYADRAN SEBELUM HAJATAN DI DESA SUMBERINGIN KIDUL



lenyap hanya tersia beberapa saja, menurut cerita warga sekitar patung-patung batu tersebut telah diambil dan dijual kepada para kolektor-kolektor sejarah oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Sungguh sanggat memprihatinkan tempat yang seharusnya bisa menjadi cagar budaya rusak dan bahkan tidak terawat, hal tersebut tidak lepas dari kurangnya tegas dari pemerintahan desa yang kurang memperhatikan ataupun melestarikan peninggalan pada masa dahulu. Terlepas dari itu, kepercayaan masyarakat terkait kesakralan dari makam Mbah Sumber disini tidak pernah luntur. Nyadran sebelum melakukan sebuah hajatan merupakan bagian menghormati perjuangan para leluhur agar diberikan kelancaran dalam acara yang akan dilaksanakan. Warga percaya apabila hal tersebut tidak dilakukan maka pada saat proses memasak makanan untuk dihidangkan akan tidak bisa matang meskipun dimasak sudah lama, kepercayaan ini sudah menjadi tradisi turun temurun yang ada di desa yang masih berlaku singga sekarang ini. Pengembangan desa dilakukan dengan menjaga tradisi dan kebudayaan menjadi hal yang sangat penting karena kehidupan di masyarakat desa di topang oleh kebiasaan adat dan etika masyarakat yang tumbuh atas kesadaran dan penghormatan terhadap kebudaan yang ada. Masyarakat desa biasa menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi, kesetaraan, solidaritas, rasa sosial, gotong royong, dan saling mengharagai. Mewujudkan desa yang mandiri perlu dilakukan dengan proses penggalian kembali nilainilai sejarah yang ada di desa itu sendiri



80



PELESTARIAN KESENIAN JARANAN TURONGGO YAKSO DI DESA DONGKO KECAMATAN DONGKO



Oleh: Ali Muhamad Rizky



Desa Dongko adalah salah satu desa di Kecamatan Dongko, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur. Desa ini terletak di tengahtengah Kecamatan Dongko. Kondisi wilaya Desa Dongko merupakan pegununggan , wilayah Desa Dongko berada pada ketinggian 528 m di atas permukaan air laut. Batas wilayah Desa Dongko terletak pada sebelah utara Desa Sumberbening ,sebelah barat Desa Siki, sebelah selatan Desa Petung, sebelah timur Desa Pringapus dan Desa Ngerdani . luas wilayah Desa 15.109.040 m2. Desa memiliki penduduk terbanyak se-Kecamatan Dongko, yaitu dengan jumlah penduduk 11.774 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 5.973 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 5.801 jiwa, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 2.944 dan sex ratio sebanyak 102.97. Saat ini, Desa Dongko merupakan desa yang berkembang dengan pesat. Hal ini menjadikan Desa Dongko dan beberapa desa lain di sekitarnya sebagai salah satu lokasi Kuliah Kerja Nyata – Virtual Dari Rumah (KKN-VDR) IAIN Tulungagung 2020 dengan fokus utama Kesehatan Umum. Kehadiran KKN-VDR ini diharapkan dapat menunjang perkembangan desa ini sekaligus menjadi sarana untuk menerapkan bidang keilmuan masingmasing bersama masyarakat sekitar. 81



PELESTARIAN KESENIAN JARANAN TURONGGO YAKSO DI DESA DONGKO KECAMATAN DONGKO



Desa ini juga memiliki budaya kesenian, salah satunya Kesenian Jaranan yang menjadi ciri khas budaya yang ada di Desa Dongko. Kesenian Jaranan ini banyak digemari oleh masyarakatnya tanpa pandang usia, mulai dari pemuda sampai kaum manula. Kesenian Jaranan ini biasanya dimainkan oleh para penari dengan menaiki kuda tiruan yang terbuat dari anyaman bambu, tarian ini juga sangat kental akan kesan magis dan nilainilai spiritual. Biasanya dalam pertunjukan Tari Jaranan ini diiringi dengan musik gamelan seperti kenong, gong, kendang dan lain-lain di mana ini akan menjadikan penari Tari Jaranan akan menari dengan gerakan yang dinamis sesuai dengan musik pengiring tersebut. Selain menari, penari jaranan ini juga dapat memainkan kuda kepang buatan yang dinaiki dengan gerakan yang variatif. Tari Jaranan ini masih menjadi kesenian yang sangat terkenal yang sudah seharusnya untuk dilestarikan dan tidak kalah menarik dengan kesenian-kesenian modern. Desa Dongko memiliki beberapa grub paguyuban jaranan, yakni Turangga Sakti dari Dongko, Satria Muda dari jajar , Turangga Putra dari watumpak, Pegon Sakti dari Jabung dan Setyo Budaya dari karang tengah. Grub-grub jaranan ini sering melakukan pertunjukkan pada saat tahun baru dan festival budaya. Selain itu, biasanya juga tampil dalam memeriahkan berbagai acara seperti pernikahan, sunatan serta acara hajatan. Pada saat melakukan pertunjukan ini banyak yang menonton dari semua kalangan, bahkan dari masyarakat luar Desa Dongko tidak ingin kalah untuk menonton seni pertunjukkan jaranan ini. Melihat pertunjukan jaranan ini menurut saya membawa kesan tersendiri apalagi bagi mereka yang sangat suka dengan pertunjukkan Kesenian Jaranan. Waktu itu saya juga pernah melihat pertunjukkan jaranan ini dari salah satu paguyuban jaranan yang ada di Desa Dongko. Secara langsung Kesenian Jaranan memang begitu menarik, karena disamping banyak penari 82



Oleh: Ali Muhamad Rizky



yang melakukan atraksi-atraksi diluar batas yang membuat para penonton tertarik untuk melihatnya juga ada pertunjukkan penari-penari yang mengalami kesurupan. Hal ini berkaitan dengan kepercayaan masyarakat jawa pada jaman dahulu akan roh-roh para leluhur. Yang lebih menariknya lagi ketika para penari ndadi atau sering disebut dengan kesurupan, biasanya mereka meminta hal-hal yang tidak wajar karena raga mereka sudah dimasuki makhluk halus. Kemudian para penari tersebut akan bergerak secara liar dengan mata terpejam yang diiringi suara alunan musik gamelan. Saat pemain ndadi alias kesurupan biasanya pemain ini meminta hal-hal yang tidak wajar. Dalam Tari Jaranan ini terdapat seorang pawang atau disebut dengan istilah gambuh. Gambuh biasanya bertugas untuk melakukan ritual dan berkomunikasi dengan leluhur yang merasuki tubuh pemain. Gambuh nantinya juga bertugas untuk menyembuhkan para pemain jaranan yang kesurupun. Pada saat pertunjukkan berlangsung, sang gambuh ini membacakan sebuah mantra dan memanggil roh leluhur untuk merasuki raga sang pemain. Setelah roh tersebut masuk ke raga sang penari maka para penari akan menari dengan liar dan penuh energik. Selain itu mereka akan akan meminta hal-hal yang ekstrim seperti meminta ayam untuk dimakan secara mentah, memakan bunga, memakan pecahan kaca, meminta untuk membakar kemenyan. Semua hal tersebut dilakukan dengan keadaan tidak sadar karena tubuhnya sudah dikuasai oleh makhluk halus. Ada tiga jenis tarian dalam kesenian jaranan, pertama Tarian Jaranan dimana dalam pertunjukkan jaranan tari ini ditampilkan oleh empat penari menggunakan kuda tiruan. Kedua, Tari Barongan di mana biasanya tari ini dilakukan setelah tarian jaranan selesai, penari dalam tari barongan ini menggunakan kostum menyerupai macan. Pada waktu Tari Barongan ini biasanya mulai banyak para penari yang ndadi dan melakukan



83



PELESTARIAN KESENIAN JARANAN TURONGGO YAKSO DI DESA DONGKO KECAMATAN DONGKO



atraksi-atraksi yang membuat penonton berteriak histeris. Dan yang terakhir yaitu Tari Celengan sebagai tanda akan berakhirnya pertunjukan seni jaranan. Paguyuban-paguyuban jaranan Desa Dongko ini sendiri menjadi kesenian yang sangat digemari oleh masyarakat sekitar maupun luar. Salah satu dari paguyuban tersebut pemainpemainnya masih muda dan dalam pertunjukkannya ada atraksiatraksi yang membuat para penonton histeris dan menjadi daya tarik tersendiri bagi mereka yang menontonya. Sebelum adanya Covid-19, paguyuban-paguyuban yang ada di desa ini sering melakukan pertunjukkan, tidak hanya di desa sendiri namun juga di desa tetangga. Lebih ramai lagi pada saat pertunjukkan jaranan dilakukan pada tahun baru yang biasanya di adakan di Pantai Konang. Hal ini dikarenakan ada wisatawan dari luar kota yang juga ikut melihat pertunjukkan jaranan dari desa ini. Pada waktu festival budaya juga tidak kalah ramai, karena beberapa paguyuban yang ada di desa ini melakukan pertunjukkan yang membuat masyarakat berbondong-bondong untuk menontonya. Namun, dengan adanya Covid-19 ini, paguyuban jaranan di Desa Dongko tidak lagi mengadakan pertunjukkan seperti biasanya karena harus mematuhi protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah. Selain itu, dengan adanya Covid-19 ini segala kegiatan di Desa Dongko yang mengakibatkan adanya kerumunan dilarang keras oleh kepala Desa Dongko. Akibatnya, semua masyarakat tidak ada yang melaksanakan kegiatan seperti acara pernikahan, sunatan, hajatan dan lain sebagainya. Meskipun demikian, sebenarnya pertunjukkan jaranan ini sudah sangat di nanti-nantikan masyarakat dari kalangan pemuda sampai orang tua. Kesenian Jaranan sudah menajadi sarana hiburan bagi masyarakat Desa Dongko. Seiring dengan perkembangan zaman,



84



Oleh: Ali Muhamad Rizky



pertunjukkan jaranan ini juga memasukkan unsur modern seperti memadukan musik tradisonal dengan musik dangdut. Adanya perpaduan musik dangdut ini membuat masyarakat Desa Dongko khususnya kaum pemuda semakin tertarik untuk menonton pertunjukkan jaranan.



85



PELESTARIAN KESENIAN JARANAN TURONGGO YAKSO DI DESA DONGKO KECAMATAN DONGKO



86



LENGSERNYA KEBUDAYAAN DI DESA WONOCOLO



Oleh: Intan Kusuma Wardani



Masyarakat desa wonocoyo memiliki beberapa kebudayaan berupa permainan musik yang kemudian disebut dengan istilah karawitan, lalu ada juga kesenian tari tradisional yang dimainkan oleh para penari dengan menaiki kuda tiruan yang terbuat dari anyaman bambu yaitu tari jaranan, kemudian juga ada taria tiban, tari ini lebih ke arah titual untuk mendatangkan hujan. Salah satu kegiatan yang banyak diminati di desa ini yaitu tari jaranan. Jaranan merupakan salah satu kegiatan yang banyak diminati di desa wonocoyo tepatnya didusun wonocoyo. Disini banyak anakanak muda yang ikut berpartisipasi dalam kegiaatan jaranan. Dalam kegiatan jaranan menyan-menyan atau sejenisnya itu kadang diikut sertakan di kegiatan itu, dan hal itu memang tidak dianjurkan oleh agama, meskipun memang tidak dianjurkan. Jika wasilah untuk menjadikan orang kesurupan itu hal-hal yang mengandung kekufuran maka hukumnya kufur. Jika jampijampinya berupa hal-hal yang haram maka hukumnya haram. Jika tidak maka dilihat dari dampaknya. Oleh karena itu jaranan kalau berdampak negatif atau membahayakan untuk diri sendiri atau untuk orang lain maka hukumnya haram. Akan tetaapi jika tidak berbaya maka hukumnya boleh. Selain itu masyarakat di desa wonocoyo ini memiliki kebiasaan untuk meminta hujan dengan cara melakukan ritual 87



LENGSERNYA KEBUDAYAAN DI DESA WONOCOLO



tiban atau ada juga yang menyebutnya tari tiban. Tari tiban dulu rutin dilakukan ketika musim kemarau panjang. Tari Tiban sudah menjadi kebudayaan yang mendarah daging dengan kehidupan masyarakat desa wonocoyo. Pelaksanaannya sendiri dilakukan secara turun-menurun sejak zaman nenek moyang. Dalam kegiatan Tari Tiban ini juga selalu diiringi alunan musik gamelan dengan komposisi lengkap. Yang terdiri dari kendang, kentongan, dan gambang laras. Kegiatan tari tiban ini memang cukup membahayakan karena bersifat kekerasan biasanya Tari Tiban ini terbagi menjadi dua kelompok, masing-masing dipimpin satu orang wasit atau biasanya disebut dengan Landang atau Plandang. Didalam permainan Tari Tiban ini ada beberapa peraturan yang harus dipatuhi oleh pemain, diantaranya yaitu, para peserta melepas baju saat memasuki gelanggang, mereka hanya dibolehkan mengenakan celana saja saat permainan berlangsung. Tidak hanya itu saja, dalam memegang pecut harus benar yaitu dengan menggunakan tangan kanan dan genggamannya setara dengan pucuk bawah lidi. Dalam hal mencambuk pun harus diperhatikan, mencambuk harus dari arah kanan, tidak boleh dari arah kiri. Yang paling penting dari itu semua, para pemain tidak diperbolehkan mengenai kepala dan alat kelaminn lawan. Lalu masing-masing kelompok saling mengadu kesaktian dan mencambuk lawan. Cambuk yang dipakai di dalam Tarian ini merupakan ujung lidi dari pohon aren. Sementara itu, hitungan cambukan ditentukan oleh landang. Permainan adu kesaktian ini berlangsung hingga sore hari, namun jika ada kelompok yang tidak sanggup melanjurkan permainan, maka akan diatur oleh kelompok berikutnya. Tetapi hal ini merupakan kegiatan sukrela, tidak ada unsur paksaan dalam melakukan kegiatan ini, jadi untuk siapa yang mau melakukannya saja. Tapi kegiatan ini pun bisa menjadi ajang balas dendam, mengapa demikian, karena jika salah satu relawan dalam tiban ini mempunyai saudara dan



88



Oleh: Intan Kusuma Wardani



saudaranya tersebut tidak terima jika saudaranya dipukul maka saudara dari relawan ini boleh memukul balik orang yang memukul saudara yang menjadi relawan tersebut. Selain itu dalam didesa ini memang kerap diadakan acara krawitan, krawitan adalah seni gamelan dan seni suara yang bertangga nada slendro dan pelog. Kesenian Karawitan ini dibuat dengan alunan instrumen gamelan dan vokal yang indah sehingga enak untuk didengar dan dinikmati. Selain enak didengarkan, kesenian karawitan ini juga kaya kan nilai historis dan filosofis. Diantaranya juga diajarkan bagaimana tentang etika hidup serta cara bersosialisasi didalam masyarakat. Di tahun 2000an pun masih banyak acara krawitan ini tetapi seiring berjalannya waktu krawitan di desa ini jarang ditemui bahkan sudah tidak ada sama sekali. Alat-alat yang yang biasa digunakan dalam krawitan pun sekarang sudah dipindahkan, dan disimpan ke dusun tetangga. Namun seiring dengan berjalannya waktu semua itu dilengserkan karena tidak ada pengurus untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan tersebut.selain itu juga mungkin jika ada yang bisa mengkoordinasikannya mereka akan mendapat banyak kritikn dari warga. Mengapa demikian karena masyarakat yang dulu dengan yang sekarang pola pikirnya sudah berbeda. Dahulu mereka belum terlalu memahami tentang hukum-hukum islam, akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya pendidikan, masyarakat sini pun mulai menganggap kegiatan-kegiatan seperti itu tidak sesuai dengan aturan agama. Dan dalam kegiatan jaranan didesa ini benar saja ada unsur yang tidak diperbolehan seperti adanya menyan-menyan dan lain sebagainya oleh karena itu tidak heran jika memang adanya kritikan dari kegiatan ini maupun kegiatan yang lain yang tidak sesuai syariat agama.



89



LENGSERNYA KEBUDAYAAN DI DESA WONOCOLO



Akan tetapi semua kegiatan-kegiatan itu diganti dengan kegiatan-kegiatan yang lebih islami, seperti hadroh, hadroh merupakan kesenian rebana yang mengakar pada kebudayaan islam yang sering disebut sebagai kegiatan syiar lewat syair. Hadroh didesa ini pesertanya hanya laki-laki saja, belum ada perempuan yang ikut serta dalam hadroh tersebut. Mungkin hanya itu saja yang bisa diceritakan mengenai kebudayaan di desa wonocoyo, pogalan, trenggalek ini, memang melestarikan apa yang sudah di turunkan leluhur itu penting, akan tetapi meluruskan kegiatan-kegiatan yang berlawanan dengan hukum islam islam itu jauh lebih penting agar tidak dapat memperbaiki generasi selanjutnya.



90



TRADISI - TRADISI DI DESA DELING KECAMATAN SEKAR KABUPATEN BOJONEGORO



Oleh: Siti Kolifah Nour Anisak



Dari Dukuh Kumbul Desa Deling Kecamatan Sekar Kabupaten Bojonegoro, dalam kehidupan masyarakatnya ada kebiasaankebiasaan tertentu. Kebiasaan tersebut dipahami objektif oleh masyarakatnya sehingga didalam sistem sosialnya terbentuklah suatu budaya dan tradisi. Budaya merupakan poin penting dalam kehidupan bermasyarakat, kebudayaan merupakan suatu aspek terpenting dalam kehidupan manusia yang menjadi komponen kemudian menjadi satu kesatuan. Unsur dalam kebudayaan terdiri dari sistem ilmu pengetahuan, sistem mata pencaharian, organisasi soksial, sistem religi, sistem peralatan hidup dan sistem bahasa. Dan komponen-komponen tersebut ada di seluruh daerah. Pada dasarnaya semua derah mempunyai kebudayaan yang berbeda dengan komponen di dalamnya. Bagaimanapun bentuknya tradisi akan tetap di lestarikan, karena dapat meningkatkan kebersamaan, ikatan persaudaraan antar warga. Dengan adanya tradisi generasi yang akan datang tidak akan kehilangan identitas dan jati dirinya. Seperti desa Deling contohnya yang masih memiliki hutan, sawah yang luas, serta ladang yang luas juga, mayoritas dukuh ini merupakan petani bawang merah, padi dan jagung, yang memiliki tanah subur serta hasil yang nelimpah. Dengan ini sudah cukup untuk membuktikan



91



TRADISI - TRADISI DI DESA DELING KECAMATAN SEKAR KABUPATEN BOJONEGORO



bahwa kebudayaan masyarakat desa Deling sebagai budaya yang anggraris, masyarakat percaya akan adanya sesuatu yang memberikan hidup dan kehidupan sehingga wajar apabila dalam sejarah masyarakat desa Deling melakukan ritual dan tradisi yang berkaitan dengan pertanian serti mengirim sesaji kepada arwah yang di anggap menempati tempat tertentu di suatu desa yang di sebut dengan dhanyang. Masyarakat meyakini bahwa bendabenda yang di sekitarnya memiliki nyawa serta kekuatan. Seperti arwah leluhur dan mahluk-mahluk halus yang mendiami lingkungan sekitar. Mereka yakin bahwa arwah itu bisa menyebabkan sial dan penderitaan. Untuk menghindari ganguangangguan itu masyarakat memuja dengan melakukan ritual-ritual dan mengirim sesaji. Desa Deling merupakan desa dengan berbagai macam budaya lokal. Ada juga budaya keagmaan yang ada di desa deling seperti taahlilan, istighosah, yasinan, manaqib, megengan dan muludan ( Maulid Nabi). Sedangkan budaya lokal yang ada di desa Deling seperti : nyadranan ( sedekah bumi), wiwit ( mengawali panen), tingkepan, brokohan dll. Tradisi nyadran merupakanmemberikan sesaji pada arwah / roh yang di anggap sebagai pembuka desa, dusun atau kampung. Roh tersebut masyarakat menyebutnya dengan dhanyang sing mbaurekso. Ini bukan nenek moyang atau orang yang telah meninggal dunia ia merupakan roh yang baik dan juga bisa jahat yang bertempat di suatu dusun / desa atau di pohon yang berusia tua, disebuah mata air, makam, sumur, tikungan di jalan dll. Namun tradisi nyadran di desa deling ini adalah ungkapan rasa syukur kepada Allah atas nikmat yang telah di berikan baik rupa rizky ataupun kenikmatan kesehatan, tradisi ini juga di sebut dengan kirim do’a untuk penduduk dusun yang telah meninggal dunia. Tradisi ini di laksanakan satu tahun sekali saat usai panen dan tepatnya di hari jum’at pahing, dikarenakan desa Deling ini masyarakatnya mayoritas sebagai petani, dan dalam hidupnya 92



Oleh: Siti Kolifah Nour Anisak



mengandalkan hasil bumi. Masyarakat desa Deling ini melaksanakan nyadran di sumber mata air yang terletak di atas angin, sumber mata air itu di sebut dengan sumber air abadi karena tidak akan habis walaupun di musim kemarau yang panjang, berkat sumber mata air itu masyarakat tidak kekurangan air dan bisa menghidupi lahan pertanian didesa Deling. Dalam tradisi ini masyarakat berbondong-bondong kesumber mata air itu dengan membawa nasi serta lauk pauk yang lengkap dan jajanan pasar. Menurut nenek saya tradisi nyadran ini akan terus di kembangkan dengan masyarakat karena tradisi ini sudah ada dari zaman nenek moyang kami. Masyarakat desa deling membersihkan tempat simber mata air ini guna untuk berbakti kepada para pendahulu atau leluhur, kerukunan serta mengikat tali persaudaraan ketika nyadran ini berlangsung. Nyadran yang di jaga bertahun-tahun mengajarkan kita untuk mengenang dan mengenal para leluhur dan memetik ajaran baik dari pendahulu serta pepatah orang jawa yang mengatakan ( mikul duwur mendem jero) yang mempunyai makna “ajaran yang baik kita junjung tinggi yang di anggap tidak baik kita kubur dalam-dalam”. Wiwit menjelang panen yang telah tiba, tradisi ini di lalakukan sejak zaman dahulu. Dilaksanakan dengan rasa syukur atas anugerah tuhan yang menciptakan, tradisi wiwit di laksanakan di area sawah si pemilik yang sudah siap panen dengan di pimpin orang tua yang sudah pakar dalam wiwit yang mempunyai mantra-mantranya yang di sebut dengan mbah kaum. Ritual ini dilaksanakan atas rasa syukur serta bertrimaksih kepada bumi dan kepada dewi padi atau yang di sebut dengan dewi sri, Karena telah melimpahkan riskinya kepada petani. Sebelum padi di potong petani yang mempunyai kebun telah menyiapkan alat-alat yang di gunakan untuk wiwit yaitu kendil berisikan air, ani-ani (alat yang di gunakan untuk memotong padi), bungan mawar, kemenyan dan kain jarik yang digunakan



93



TRADISI - TRADISI DI DESA DELING KECAMATAN SEKAR KABUPATEN BOJONEGORO



untuk menggendong padi yang telah di petik oleh mbah kaum. Setelah mbah kaum melaksanakan prosesi berdo’a kemudian memetik sebagian padi menandakan telah siap di panen. Tingkepan merupakan ritual masyarakat deling ketika kandungan ibu hamil berusia tujuh bulan yang biasanya di sebut dengan mitoni, adat ini biasanya di laksanakan pada seseorang yang baru mengandung. Hari dilaksanakannya tingkepan yaitu menurut hitungan neptu yaitu hari lahirnya si calon bapak dan calon ibu. Setelah saya bertanya kepada nenek saya alat yang di gunakan untuk ritual tingkep yaitu diperlukan suatu pendukung bermacam-macam barang dan semuanya tidak asal pilih dan semua memiliki makna tertentu. Peralatan-peralatan tersebut diantaranya yaitu ngaron (yang digunakan sebagai wadah air yang di ambil dari tujuh sumur), kembang telon (yaitu bungan mawar, bunga kantil, dan kenanga), kain jarik, serta kain mori, dingklik (kursi kecil yang terbuat dari kayu), daun kluwih, alang-alang, bedog/kapak, kloso (tikar dari daun pandan, janur kuning, keris, telur ayam kampung, kunyit, kelenting, kelapa gading (kelapa yang belum berisi atau masih muda), ayam, gayung batok kelapa yang masih ada kelapanya dan rujak. Dari yang di sebutkan di atas ada yang lebih penting yaitu tumpeng beserta lauknya. Yaitu tumpeng gundul, tumpeng robyong, tumpeng, jenang procot, nasi kuning, jenang merah, jenang putih, jenang palang merah, jenang baro-baro merah dan putih, jenang sumsum dan bubur sum-sum. Adat tingkep ini mengandung makna terimakasih kepada tuhan serta doa kepada tuhan agar semua proses sebelum dan sesudah persalinan lancar. Brokohan merupakan rasa syukur kepada allah atas lahirnya anak dengan selamat serta menyambut kelahiran si jabang bayi.



94



Oleh: Siti Kolifah Nour Anisak



Brokohan ini seseorang telah menyiapkan nasi layaknya seseorang yang kenduri. Tradisi-tradisi ini yang terus di lakukan oleh masyarakat desa deling dan tradisi-tradisi ini bersumber dari nenek saya yang telah saya wawancarai.



95



TRADISI - TRADISI DI DESA DELING KECAMATAN SEKAR KABUPATEN BOJONEGORO



96



KEBUDAYAAN SEBAGAI TOMBAK PENGUAT SILATURRAHIM



Oleh: Muslimmatun Nada



KKN kali ini adalah KKN yang mengharuskan kita untuk selalu menaati protokol kesehatan seperti mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak lebih tepatnya adalah KKN VDR (Virtual Dari Rumah). Rintangan dan hambatan pasti ada, dengan semua pembekalan dari kampus menuntut agar setiap peserta KKN VDR lebih mandiri dan menerapkan semua ilmunya dalam kehidupan masyarakat desa. Karena pada dasarnya mengabdikan hidup kepada masyarakat dan bermanfaat bagi masyarakat adalah jaminan bahwa kita benar-benar hidup. Terus bersembunyi di balik meja, mendengarkan ceramah dosen, dan menyelesaikan tugas-tugas yang menumpuk pastilah membuat kita bosan dan jenuh. Namun, ketika KKN VDR ini rasanya ada hal menarik dan baru karena mampu mengabdikan diri kepada desa meskipun itu desa kita sendiri. KKN VDR membukakan mata kita bahwa bermanfaat bukanlah hanya untuk tetangga rumah saja tapi seluruh masyarakat desa.



Kebudayaan masyarakat Desa Slumbung KKN VDR yang diadakan oleh IAIN Tulungagung ini memberi kesempatan kepada setiap peserta KKN VDR untuk mengenalkan kebudayaan desa masing-masing peserta agar dapat dilihat oleh 97



KEBUDAYAAN SEBAGAI TOMBAK PENGUAT SILATURRAHIM



seluruh masyarakat Indonesia. Kebudayaan yang ada di desa Slumbung Kecamatan Ngadiluwih, Kediri, Jawa Timur memiliki potensi budaya yang bermacam-macam. Berbagai warisan budaya yang terus diterapkan di desa Slumbung antara lain: Yasinan, Istighosah, Fida’an, Tahlil, Bazar desa, pawai hari raya, makan bersama saat hari raya. Desa Slumbung memang kental dengan budaya islaminya. Kiyai dan tokoh agama sangat banyak di desa Slumbung ini. Kegiatan seperti Jaran Kipang, Orkes, dan Dangdut dilarang untuk diadakan di desa Slumbung. Yasinan Kegiatan wajib yang dilaksanakan setiap hari kamis malam jum’at oleh masyarakat desa Slumbung laki-laki. surat yasin dan kalimat toyyibah yang menjadi doa-doa bacaan dalam yasinan ini. Yasinan dilaksanakan di setiap rumah masyarakat desa Slumbung dengan bergantian. Tujuan yasinan sendiri adalah untuk mengirim doa-doa untuk anggota keluarga yang sudah meninggal dunia. “Rumah yang akan menjadi tempat yasinan adalah rumah warga yang mengajukan diri untuk di tempati sebagai lokasi yasinan”. Karena masyarakat desa Slumbung tidak pernah mamaksa warga untuk rumahnya digunakan sebagai tempat yasinan. Istighosah Kegiatan istighosah hampir sama dengan yasinan. Kegiatan ini dilaksanakan setiap hari senin malam selasa oleh masyarakat desa Slumbung perempuan. Bacaan yang di baca adalah surat yasin, istighosah, dan kalimat toyyibah. Istighosah dilaksanakan di setiap rumah masyarakat desa Slumbung secara bergantian. Tujuan istighosah sama dengan yasinan yaitu mengirim doa-doa untuk anggota keluarga yang sudah meninggal dunia. Rumah yang akan menjadi tempat istighosah adalah rumah warga yang mengajukan diri untuk di tempati sebagai lokasi istighosah. 98



Oleh: Muslimmatun Nada



Fida’an Kegiatan ini hanya dilaksanakan ketika ada keluarga masyarakat desa Slumbung yang meninggal dunia. Fida’an dilaksanakan sampai malam ke 7 mulai orang tersebut meninggal. “Bahan pokok, sembako, dan keperluan mayit akan di tanggung bersama sama oleh masyarakat desa Slumbung khususnya tetangga keluarga mayit akan dengan saling membantu mulai dari awal fida’an sampai selesai”, sambung ibu Siti Royana dalam wawancara. Bacaan yang di baca surat al ikhas sebanyak 100x dan surat yasin. Surat yang di baca tersebut dikhusus hanya kepada si mayit tersebut. Tahlil Kegiatan tahlil ini biasanya hanya dilaksanakan ketika ada masyarakat desa Slumbung yang memiliki hajat, baik itu 40 harian mayit, 100 harian mayit, haul mayit, 1000 harian mayit, dan lain sebagainya. Bacaan yang di baca adalah surat yasin, tahlil, istighosah, dan kalimat toyyibah. Bacaan yang di baca tersebut bisa dikhususkan kepada semua anggota keluarga yang sudah meninggal atau satu saja anggota keluarga yang meninggal, kadang pula ada yang di khususkan untuk anaknya yang sedang merantau. Bazar desa Setiap setahun sekali pada bulan agustus, masyarakat desa Slumbung mengadakan bazar desa sebagai perayaan 17 agustus. Kegiatan ini sangat meriah, mulai dari tingkat pendidikan, pegawai desa, dan beberapa masyarakat yang antusias menjajakan segala macam makanan, kue, kreatifitas dan lain sebagainya. Bazar desa dilaksanakn untuk umum sehingga banyak sekali yang datang mulai dari tetangga desa atau bahkan seKecamatan Ngadiluwih. Bazar desa biasa dilaksanakan selama 2



99



KEBUDAYAAN SEBAGAI TOMBAK PENGUAT SILATURRAHIM



malam, tentunya keamanan dan kenyamanan sangat diperhatikan dalam kegiatan bazar ini. Mulai dari polisi, satpam, dan banser semua menjaga agar kegiatan bazar terlaksana dengan aman dan lancar sesuai harapan. “Sholawat hadroh tidak ketinggalan dalam acara bazar”, jawab adik Khulud dalam wawancara. Bahkan kadang juga ada lomba-lomba anak SD tidak luput memeriahkan kegiatan bazar. Sungguh kegiatan bazar ini sangan di tunggutunggu oleh masyarakat desa Slumbung. Pawai hari raya Kegiatan ini tidak kalah meriahnya dengan bazar tadi, semangat, rasa syukur, dan bahagia bercampur aduk di hari penuh kemenangan ini. Kebahagian ini di rasakan masyarakat desa Slumbung pada hari raya idul fitri dan hari raya idul adha. Semua masyarakat desa Slumbung mulai dari anak kecil, muda, dewasa, bahkan sampai nenek kakek semua antusias dalam kegiatan ini. “Naik mobil box ramai-ramai, mengelilingi kecamatan ngadiluwih, dilihat banyak orang, dan canda tawa mengiringi hari penuh kemenangan ini”, jawab adik Khulud dengan wajah rindu suasana tersebut. Suara takbir yang terus terdengar dari truk-truk, mushola, dan masjid menjadi pengiring perjalanan kami. Tidak kadang juga udara dingin dalam perjalan menambah pengalaman yang sangat indah ini. Pawai hari raya dilaksanakan pada awal malam hari raya, dimulai setelah sholad isya’ sampai jam 9 malam. Ngantuk, kedinginan, dan masuk angin kadang mengiringi akhir perjalan. Setelah selesai, masyarakat desa Slumbung beramairamai duduk didepan rumah menghilangkan ngantuk yang tadi menyerang. Canda tawa, suara takbir, dan mobil-mobil pawai dari desa lain mengiringi kami saat menunggu truk zakat. Truk zakat tersebut berkeliling desa Slumbung untuk membagikan zakat bagi masyarakat yang menerimanya.



100



Oleh: Muslimmatun Nada



Makan bersama saat hari raya Pagi jam 6, semua masyarakat desa Slumbung berbondongbondong datang ke masjid untuk melaksanakan shola died di awal hari raya baik itu idul fitri atau idul adha. Sholat, berdoa, saling bersalaman, dan bertemu banyak orang menjadi momen yang sangat membahagiaka. Setelah semua itu selesai, lanjut makan bersama-sama. Berpiringkan daun pisang, bersendokan tangan dan berbagi lauk sungguh kesederhanaan yang sangat tak terlupakan. Begitulah budaya yang ada di Desa Slumbung Kecamatan Ngadiluwih Kabupaten Kediri. Semoga bisa bermanfaat bagi masyarakat Desa Slumbung dan desa lain juga.



101



KEBUDAYAAN SEBAGAI TOMBAK PENGUAT SILATURRAHIM



102



BEBERAPA MACAM KEBUDAYAAN YANG TERDAPAT DI DESA TAMBAN, KECAMATEN PAKEL KABUPATEN TULUNGAGUNG



Oleh : Fitri Ani



Berbicara mengenai kebudayaan, secara umum masyarakat Indonesia terutama di suatu daerah maupun wilayah memiliki kebudayaan yang sangat beragam. Beberapa macam kebudayaan yang sering sekali dilaksanakan oleh masyarakat seperti halnya dalam memperingati hari - hari keramat, bersih desa, prosesi dalam pernikahan, kelahiran bayi, kematian dan masih banyak lagi kebudayaan yang lain. Masyarakat dengan berbagai latar belakang dan adat istiadat sangat mempengaruhi corak masingmasing kebudayaan mereka. Tentu saja di setiap daerah maupun desa mempunyai kebudayaan tersendiri. Kebudayaan setiap daerah tentu terkadang ada yang hampir sama satu dengan yang lain, bahkan ada juga yang kebudayaannya sama antara wilayah tersebut. Di Desa Tamban, desa yang saya tinggali saat ini, tentu saja ada banyak kebudayaannya seperti di daerah lainnya. Tamban merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Pakel, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Dari informasi yang saya dapat dari sesepuh desa, bahwa desa tamban berdiri pada tahun 1823. Pada saat itu dipimpin oleh Bapak Torawi yang menjabat sebagai kepala desa pada tahun 1854. Adapun nama Tamban diambil, karena pada saat itu banjir 103



BEBERAPA MACAM KEBUDAYAAN YANG TERDAPAT DI DESA TAMBAN, KECAMATEN PAKEL KABUPATEN TULUNGAGUNG



menggenangi wilayah ini tiada hentinya, sampai masyarakat menjuluki desa tamban sebagai desa rawa. Banjir menyebabkan datangnya wabah penyakit. Hal ini menyebabkan hampir seluruh wilayah ini menggunakan penawar dalam mengobati penyakit (Jawa: tombo) oleh karenanya wilayah ini disebut sebagai Tamban. Berikut ini berbagai macam kebudayaan yang terdapat di Desa Tamban: Slametan 1 Muharram (Suro), selamatan umumnya dilakukan seusai mujahadah atau menghadirkan hati, berzikir, dan berdoa bersama dengan sepenuh hati yang dilakukan usai isya. Selametan dilaksanakan dengan membawa nasi ambeng masing-masing orang dengan lauk pauk seadanya seperti sayur, tahu, tempe dan sejenisnya dengan arti sebagai simbol kesederhanaan, hidup apa adanya dan menerima ketentuan Allah SWT. Pada intinya agar tehindar dari kejelekan didunia maupun diakhirat. Doa - doa yang dibaca biasanya merupakan doa selamat dan tolak bala untuk menghindari hal - hal yang tidak diinginkan. Bersih desa, Bersih desa merupakan acara yang selalu dilakukan, acara ini biasanya berupa slametan ataupun upacara adat jawa yang memberikan sesaji kepada danyang desa tersebut. Kewajiban setiap keluarga untuk memberikan sesaji berupa menyumbangkan makanan. Hal ini dilakukan masyarakat dusun untuk membersihkan desa yang ditinggali dari roh - roh jahat yang menganggu kehidupan masyarakat. Upacara pernikahan. Pada adat jawa upacara pernikahan adalah salah satu tradisi yang sangat sakral dilakukan, adapun banyak sekali tahapan yang dilalui sebelum acara pernikahan, seperti halnya bayar tukon, tukar cincin, meletakkan ayam ketika perjalanan ke proses pernikahan, sungkeman, srah-srahan baru temu pengantin laki-laki dan perempuannya. Selain itu ada juga tradisi prosesi pernikahan, salah satunya yaitu pingitan adalah salah satu tradisi dalam proses pernikahan adat Jawa, di mana



104



Oleh : Fitri Ani



calon pengantin perempuan dilarang Ke luar rumah selain itu tidak diperbolehkan bertemu dengan calon pengantin laki lakinya selama waktu yang telah ditentukan tersebut. Tidak diperbolehkan bertemu sampai acara pernikahan tiba biasanya. Tingkepan, merupakan salah satu tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Jawa ketika kehamilan seorang wanita yang sudah berumur 7 bulan. Dalam adat jawa sendiri biasanya dikenal dengan istilah ataupun sebutan mitoni yang berarti mengandung doa dan harapan yang besar untuk kehamilannya. Dengan ini berharap begitu besar semoga kehamilannya mendapatkan pertolongan dari Allah Swt, dan semoga bayi beserta calon ibu selalu diberikan keselamatan dan kesehatan sampai proses persalinan. Mitoni juga terkenal dengan sebutan tingkeban. Rangkaian acara ini yang harus dijalankan saat mitoni, yaitu mandi air dengan kembang setaman. Tradisi Brokohan. Tradisi brokohan dalam adat jawa dilakukan biasanya sehari setelah kelahiran bayi. Brokohan merupakan kata yang diambil dari bahasa arab yang memiliki arti yakni mengharapkan berkah dari yang kuasa. Dengan diadakan nya tradisi atau ritual ini bertujuan memohon perlindungan dan keselamatan dari hal-hal yang tidak diinginkan untuk bayi yang baru lahir tersebut. Acara brokohan ini biasanya diadakan dengan acara doa bersama disertai dengan hidangan yang telah disediakan oleh tuan rumah. Orang-orang yang datang untuk mendoakan diacara kenduri pada malam harinya, selain itu para tamu berdatangan dengan membawa berbagai macam oleh-oleh dengan tujuan untuk menunjukkan keikutserta bahagianya atas kelahiran bayinya. Biasanya, acara brokohan dilanjutkan dengan budaya sewengenan. Pada acara sewengenan para bapak - bapak maupun orang tua yang ikut berjaga semalaman dengan tujuan menjaga rumah si bayi tersebut.



105



BEBERAPA MACAM KEBUDAYAAN YANG TERDAPAT DI DESA TAMBAN, KECAMATEN PAKEL KABUPATEN TULUNGAGUNG



Tradisi Sepasaran. Selametan sepasaran ini sesuai adat jawa biasanya dilaksanakan atau dilakukan 5 hari setelah kelahiran si bayi. Kata sepasaran diambil dari kata sepasar yang memiliki arti lima hari, tradisi ini juga dijadikan acara dalam mengumumkan atau pemberian nama bayi kepada para tamu yang datang. Dalam hal ini pihak keluarga biasanya mengundang para tetangga sekitar rumah dan seluruh keluarga besar untuk ikut serta dalam perayaan ini. Acara ini dilengkapi atau dilakukan dengan acara kenduri dan bancakan. Setelah tuan rumah memberikan sambutan, kemudian dilanjutkan dengan memanjatkan doa bersama dan menyajikan berbagai hidangan di tampah yang besar untuk anak - anak. Tradisi Selapanan. Tradisi ini merupakan selamatan selapanan yang diadat jawa biasanya dilakukan atau dilaksanakan pada 35 hari setelah kelahiran bayi. Dengan menggunakan angka 35 yang berarti merupakan perkalian dari 5 hari jawa yaitu pahing, pon, wage, kliwon dan legi. Selain itu juga 7 hari masehi yaitu hari senin, selasa, rabu, kamis, jumat, sabtu dan juga minggu. Dalam acara selapan ini dilakukan dengan penggutingan rambut dan juga kuku si bayi tersebut. Hal ini dilakukan karena bertujuan agar rambut dan juga kuku jemari si bayi tersebut tumbuh dengan benar-benar bersih selain itu masyarakat jawa percaya bahwa dengan diadakannya acara pemotongan atau penggutingan rambut dan kuku jemari si bayi karena rambut bayi yang lahir itu masih bawaan dari air ketubannya, oleh karena itulah mengapa dipotong sebanyak 3 kali. Pitonan. Pitonan adalah kegiatan pelaksanaan upacara yang dilaksanakan bila usia sudah 7 bulan bayi setelah dilahirkan. Tetangga dan kerabat dekat datang untuk mengucapkan selamat dan doa. Biasanya tetangga dan kerabat dekat yang datang juga membawa sanggan berupa sembako dan tak lupa juga amplop berisi uang dan embel-embel. Makanan yang dipakai dalam acara



106



Oleh : Fitri Ani



ini biasanya disebut dengan embel - embel yang terbuat dari tepung ketan ataupun tepung beras yang didalamnya diberi kelapa atau gula jawa dan dibungkus dengan menggunakan daun pisang setelah itu dikukus. Upacara Mendak kematian. Tradisi ini adalah tradisi yang dimana memperingati kematian seseorang yang meninggal dunia setelah satu tahun kematian nya tersebut. Dalam acara ini biasanya mulai dari acara tiga hari kematian, 7 hari kematian, 40 hari kematian, 100 hari kematian, mendak satu dan dua sampai yang paling terakhir yaitu acara 1000 hari kematiannya. Dalam bahasa arab 1000 hari istilahnya adalah haul yang berarti satu tahun, sebutan haul tersebut biasanya dipergunakan untuk satu tahun berikutnya. Upacara Nyewu, nyewu hari setelah kematian atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan 1000 hari sesudah kematian, nyewu merupakan upacara/tradisi masyarakat Jawa untuk memperingati kematian seseorang. Upacara nyewu ini biasanya dilakukan oleh masyarakat sekitar secara bersama-sama. Untuk mempererat tali persaudaraan antar tetangga. Rangkaian kegiatan tersebut yaitu degan mendoakan orang yang telah meninggal seperti bacaan tahlil dan yahsin yang di pimpin oleh tokoh agama/masyarakat. Diakhir acara nyewu biasanya diakhiri dengan makan bersama untuk menjalin keakraban sesama yang hadir diacara tersebut. Itulah tradisi/kebudayaan yang ada di Desa Tamban yang sering dijalankan. Mungkin kalian setelah selesai membaca essai tentang kebudayaan Desa Tamban ini berfikir jika kebudayaan nya sangatlah bersifat umum dilakukan seperti daerah lain. Karena di Desa Tamban tidak ada tradisi/kebudayaan yang menonjol atau istimewa, tetapi merupakan kebudayaan yang ada didaerah pada umumnya. Semoga bermanfaat dan sedikit memberikan informasi.



107



BEBERAPA MACAM KEBUDAYAAN YANG TERDAPAT DI DESA TAMBAN, KECAMATEN PAKEL KABUPATEN TULUNGAGUNG



108



RUWAT SATU SURO



Oleh : Erika Sinta Sari



Tak KKN maka tak paham akan mengabdi, mungkin tagline ini akan mudah terdengar di telinga mahasiswa. KKN menjadi suatu keharusan bagi mahasiswa di lingkungan IAIN Tulungagung, sebagai upaya pengabdian perguruan tinggi di kalangan masyarakat sekitar kampus. Namun KKN kali kedua ini dilaksanakan berbeda dengan KKN sebelumnya. Bentuk KKN-nya diadakan via online, karena masa pandemi covid-19, yang masih menjadi-jadi. Walaupun online jangan kira mengabdi tak dapat dilaksanakan. Mengabdi dapat diupayakan walaupun dengan banyak keterbatasan. Misalnya saja tak dapat bertemu teman sekelompok dengan tatap muka, karena jarak rumah yang cukup jauh. Serta banyaknya kota yang memberlakukan PPKM (Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) karena pandemi covid-19. Dengan adanya pandemi ini tiap-tiap kelompok KKN-VDR (Virtual Dari Rumah) mengupayakan semaksimal mungkin agar koordinasi serta kegiatan mengenai pengabdian dilaksanakan daring. Namun dengan kendala-kendala yang ada tidak menyurutkan teman-teman KKN-VDR untuk mengabdi. Pengalaman saya dalam KKN-VDR ini cukup bersemangat ingin 109



RUWAT SATU SURO



terlibat dalam setiap langkah yang diambil oleh kelompok. Sehingga meskipun KKN ini bentuknya virtual, namun saya berharap historisnya akan terkenang. Langkah-langkah dilalui dalam pelaksanaan KKN-VDR kelompok 102 Desa Pucung Kecamatan Ngantru Kabupaten Tulungagung. Diawali dengan mendaftar tengah malam pada tanggal 15 Januari 2021. Dilakukan tengah malam karena takut tidak masuk kuota yang disediakan. Selanjutnya mencari grup whatsapp kelompok dengan mencari kesana-kemari. Perkara pandemic menjadikan pertemuan saya dan teman-teman kelompok di grup whatsapp. Ketika masih semester 3 dahulu sering membayangkan akan satu posko dengan teman beda prodi dan fakultas. Yang mana akan menambah relasi pertemanan. Akan tetapi semuanya sirna akibat pandemi. Selanjutnya kami saling berkoordinasi membentuk struktur kelompok dengan disusul penyusunan program kerja. Dalam KKN-VDR ini peserta memiliki tugas individu dan kelompok. Salah satu dari tugas individu tersebut adalah membuat essai pengalaman KKN Virtual Dari Rumah dengan jumlah minimum kata yang spektakuler yakni 900 kata. Sebagai peserta cukup mengucapkan astaghfirullah!!. Dalam essai individu kelompok saya memilih tema tentang budaya desa masingmasing. Bukan desa penari yang pernah viral itu. Desa saya bernama Tempursari Kecamatan Tempursari Kabupaten Lumajang. Jangan ditanya dimana, desa ini dikelilingi pegunungan dengan akses jalan naik turun. Yang pastinya pelosok tapi mempesona. Tak hanya diunggulkan karena aksesnya yang sulit namun budaya-budaya di desa Tempursari masih terjaga dengan baik, serta masih dilestarikan. Contoh budaya tersebut adalah Ruwat 110



Oleh : Erika Sinta Sari



Desa. Ruwat Desa dilakukan tiap satu tahun sekali .Tiap satu suro. Tujuannya adalah menyucikan desa serta melebur hal-hal buruk yang ada selama satu tahun berlangsung. Serta berharap satu tahun kedepannya hal-hal baik akan memberkati desa. Dalam Ruwat Desa ini melibatkan seluruh elemen masyarakat, baik itu perangkat desa, budayawan, dan masyarakat umum. Pihak perangkat desa biasanya menjadi panitia event Ruwat Desa ini. Sedangkan budayawan menampilkan pertunjukan. Masyarakat umum akan berperan sebagai penonton. Termasuk saya sebagai penonton setia Ruwat Desa. Setahu saya acara ini sudah digelar sejak saya masih kecil, hingga sekarang masih dilestarikan. Bentuk Ruwat Desa bisa berupa pertunjukkan wayang kulit, ludruk, dan campursari. Ini adalah bentuk kegiatan wajib. Selain itu, ada yang lebih wajib yaitu iring-iringan Reog Ponorogo dan jathilan. Iring-iringan ini diikuti oleh perangkat desa, budayawan reog dan para jathil. Dimulai dengan sowan ke makam mbah Rebo dan mbah Kemis yang konon katanya penemu (yang membabat) tanah desa Tempursari untuk pertama kalinya. Setelah itu iringiringan berangkat dengan berbagai sanggar reog dan iringan lagu khas jaranan. Di jalan poros desa akan ramai dengan kerumunan warga desa untuk menyaksikan acara tahunan ini. Baik kalangan anak-anak maupun dewasa. Iring-iringan akan berjalan dari Koramil Desa Tempursari menuju Ndayangan. Jaraknya sekitar 2 km. Entah mengapa pusat dari kegiatan ruwat ini mesti berakhir di tempat yang disakralkan ini. Pada prosesi iring-iringan di setiap perempatan sanggar reog akan menunjukkan tarian. Sesampainya di Ndayangan, reog-reog dan para jathil beristirahat. Karena selanjutnya akan memberikan pertunjukan terakhirnya di prosesi Ruwat Desa. Biasanya pada prosesi ini sangat andem. Dahulu saat saya masih kecil, saya melihat tetua desa akan mengucapkan sesuatu dibawah pohon beringin dengan membawa dupa dan sesajen. Prosesi ini paling ditunggu-tunggu. Karena setelah itu



111



RUWAT SATU SURO



andemic pertunjukan reog dan andemic beberapa.orang yang kerasukan. Menurut saya hal inilah yang paling menarik dan menakutkan. Biasanya orang yang kerasukan ini akan meminta bunga atau beling untuk dimakan. Sebagai anak kecil saya dan teman-teman sangat terpacu dalam melihat hal semacam ini. Cukup aneh bagi anak-anak umur 6-15 tahunan. Dengan adanya Ruwat Desa semacam ini menjadi sebuah hiburan bagi masyarakat. Apalagi di awal bulan suro. Gambar di atas adalah prosesi di Ndayangan. Ndayangan ini konon katanya adalah tempat semayamnya danyang desa, yaitu sosok yang dituakan dan menjaga desa dari hal-hal buruk. Tempat ini cukup andem karena disekitar pohon beringin diberi pagar pembatas, agar tidaksembarang orang bisa masuk kesana. Sosok danyang dalam tiap desa selalu ada. Sosok danyang desa atau baureksa dipercaya sebagai sosok pendiri atau pembuka desa, yang konon katanya merupakan tokoh-tokoh sejarah yang sudah meninggal, pendiri desa atau orang pertama yang membabat tanah desa. Mereka adalah makhluk tak kasat mata, yang telah dipercaya mendiami suatu tempat sebelum tempat tersebut ditempati manusia. Oleh karena itu, keberadaan danyang desa sangat dihormati oleh penduduk setempat, salah satunya adalah dengan memberikan banyak sesajen. Selain dengan iring-iringan, Ruwat Desa juga dilakukan malam setelah prosesi iring-iringan dengan mengadakan wayang kulit, ludruk, ataupun campursari. Pernah Ruwat Desa mengundang cak Percil dan juga Abah Topan. Ludruk fenomenal daerah Jawa Timur. Biasanya acara ini digelar di halaman kantor desa ataupun lapangan desa. Warga desa sangat antusias untuk turut serta dalam kegiatan ini. Lantas bagaimana perayaan Ruwat Desa tahun 2020 di masa pandemic kemarin?. Tetap ada Ruwat desa berupa iring-iringan, namun masyarakat dihimbau untuk 112



Oleh : Erika Sinta Sari



tidak membuat kerumunan untuk melihat acara tahunan ini. Sehingga iring-iringan tahun lalu hanya diikuti panitia dan budayawan. Tak mengapa meski tak dapat melihat kegiatan ini, demi pandemi masyarakat tetap stay at home. Meski pandemi, budaya harus tetap dilestarikan. Salam budaya.



113



RUWAT SATU SURO



114



RUTINITAS MEMANCING IKAN LELE SETIAP TANGGAL SATU SURO



Oleh : Ety Novitasari



KKN (kuliah kerja nyata) itulah salah satu pengabdian setiap mahasiswa IAIN TULUNGAGUNG untuk masyarakat. Akan tetapi KKN kali ini kita menggunakan VDR (virtual dari rumah). Yang dimana saat ini Negara Indonesia masih mengalami pandemic virus corona (COVID-19) yang mengharuskan kita selalu tetap di rumah saja, kita harus selalu menerapkan protokol-protokol kesehatan. Salah satunya yaitu mencuci tangan dengan air mengalir, memakai masker, dan berjaga jarak. Kita sebagai mahasiswa harus bisa mencontohkan kepada masyarakat agar selalu menerapkan protocol kesehatan agar pandemi COVID-19 segera meghilang. 27 januari 2021, para mahasiswa mendapat pembekalan dari kampus. Dari pembekalan ini saya mendapat banyak manfaat. Dalam KKN VDR kali ini pasti banyak sekali tantangan dan hambatan yang di alami oleh para mahasiswa. Contohnya saja banyak rumah teman-teman kita yang jauh dari tempat tujuan KKN VDR ini yang mengharuskan kita selalu bertumpu pada media social. Dan tak lupa tugas yang diberikan kepada mahasiswa. Ada tiga macam tugas yang diberikan kepada mahasiswa, salah satunya yaitu membuat ESSAI KEBUDAYAAN DAN KESENIAN. Dalam salah satu tugas tersebut kita sebagai mahasiswa mampu mengembangkan bahasa penulisan kita untuk 115



RUTINITAS MEMANCING IKAN LELE SETIAP TANGGAL SATU SURO



memenuhi tugas essai tersebut. Dan hal menariknya yaitu essai tersebut dilaksanakan di desa masing-masing mahasiswa. Dimana pasti semua kesenian maupun budaya dalam suatu desa pasti akan berbeda dan tentunya menarik. Itulah kenapa Indonesia memiliki banyak sekali macam-macam budaya dan kesenian. Dan kali ini saya akan menceritakan salah satu kebudayaan di desa saya yaitu kebudayaan lomba memancing ikan lele setiap satu suro. MEMANCING IKAN LELE SETIAP TANGGAL SATU SURO Kebudayaan di desa ngunggahan kecamatan bandung kab tulungagung memiliki banyak budaya salah satunya yaitu kebudayaan yasinan setiap malam jum’at, diba’an, istighosah, dan lomba memancing lele setiap tanggal satu suro. Kegiatan memancing ikan lele ini bertujuan untuk memperingati tanggal satu suro di desa ngunggahan. Banyak masyarakat desa ngunggahan yang percaya bahwa tanggal satu suro remaja putra maupun putri dilarang keluar rumah jauh-jauh. Karena pada tanggal tersebut banyak kalangan dari perguruan pencak silat SH (setia hati) yang keluar rumah untuk melakukan proses SAHSAHAAN. Dalam sah-sahan tersebut dilakukan untuk memperingati sebagai masyarakat yang telah melalui proses latihan yang begitu lama agar masuk dalam warga perguruan SH (setia hati). Dalam ragka tersebut masyarakat yang di tes dalam SAH-SAHAN tersebut tidak di perbolehkan tidur dalam waktu satu hari satu malam. Hal tersebut dilakukan sebagai salah satu syarat untuk menjadi warga. Itulah kenapa warga ngunggahan melarang putra putri mereka yang masih belum paham akan situasi tersebut di larang keluar rumah saat tanggal satu suro. Hal ini dilakukan orang tua desa ngunggahan demi kebaikan putra putri beliau. Dari sini kepala desa ngunggahan yang melihat situasi tersebut beliau berinisiatif untuk menciptakan suatu kegiatan pada tanggal 116



Oleh : Ety Novitasari



tersebut untuk menyenangkan masyarakat desa ngunggahan. Pada tahun 2018 kepala desa ngunggahan belum ada koordinasi pada pihak rt/rw disetiap dusun menciptakan kegiatan tersebut masih belum maksimal. Kegiatan tersebut banyak membuat kaget masyarakat di dekat rumah yang dekat dengan saluran ain persawahan. Pasalnya kegiatan tersebut masih belum banyak masyarakat yang membicarakan kegiatan tersebut. Satu hari sebelum acara tersebut kepala desa mengumumkan dengan menggunakan mobil keliling di desa ngunggahan bahwasanya setiap rumah dalam acara tersebut harus ada yang terjun untuk lomba memancing. Dari sini para masyarakat sangat antusias dalam mengikuti kegiatan tersebut. Satu hari berlalu teryata siapapun yang dapat memancing ikan lele tersebut dapat membawa ikan lele tersebut pulang ke rumah masingmasing. Banyak masyarakat yang mendapatkan satu baskom besar yang berisi ikan lele besar-besar. Kegiatan ini berlangsn\ung dari jam Sembilan pagi sampai jam dua belas. Kegiatan memancing ikan lele tersebut tidak cukup hanyak satu hari saja, akan tetapi kegitan tersebut dilakukan dua hari berturut turut. Pada hari ke dua, ikan lele yang dimasukkan kedalam parit tersebut teryata lebih besar dari hari sebelumnya. Hal menariknya ikan yang ditandai dengan tali warna merah mendapatkan hadiah. Hadiah tersebut terdiri dari payung, setrika, kaos, dan lain-lain. Untuk hadiah pertama yang mendapatkan ikan dengan 2 tali merah di badannya mendapatkan sebuah kipas angin. Kegiatan ini berlangsung sangat ramai, pasalnya banyak masyarakat di luar desa ngunggahan berbondong-bondong untuk melihat kegiatan tersebut. Kegiatan tersebut sangat membuat masyarakat desa ngunggahan sangat bersemangat dan bergembira, tentunya saya sendiri warga masyarakat desa ngunggahan yang melihat langsung kegiatan tersebut sangat bahagia sekali. Banyak lekukan senyum disetiap wajah



117



RUTINITAS MEMANCING IKAN LELE SETIAP TANGGAL SATU SURO



masyarakat karena kegiatan tersebut. Dari anak-anak kecil sampai orang dewasa yang berbndong-bondong untuk memeriahkan acara tersebut. Tak lupa juga banyak penjual makanan maupun minuman yang berjualan di sekitar termpat tersebut. Dari sisi lain banyak masyarakat yang memperoleh penghasilan dari kegiatan memancing ikan lele ini. Kegiatan memancing ikan lele pada tanggal satu suro ini sekarang tidak akan menjai keresahan bagi setiap orang tua. Karena adanya kegiatan tersebut dilakukan setiap tahun. Kadang jika kalau ada hari besar kegiatan memancing ikan lele itu tiba-tiba dilakukan lagi tanpa harus menunggu tanggal satu suro. Tahun 2019, Indonesia mengalami musibah yang sampai saat ini masih berlangsung, bukan tambah berkurang akan tetapi semakin menambah. Musibah tersebut yaitu virus corona disebut juga dengan virus COVID-19 yang berawal dari Negara china lalu berkembang sampai setengah dari berbagai Negara. Salah satunya yaitu Negara Indonesia yang dimana Negara Indonesia ini memiliki penduduk yang banyak. Virus COVID-19 ini berkembang sangat pesat di Negara Indonesia, banyak penduduk Negara Indonesia yang meninggal dunia karena terpapar virus COVID-19 ini. Untuk itu pemerintah indonesia memberikan perintah dilarang adanya suatu kegiatan yang menimbulkan keramaian disetiap daerah. Dan pemerintah mengumumkan selalu menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan setiap bersentuhan dari siapapun atau habis dari keluar rumah. Ditahun tersebutlah kegiatan dalam memancing ikan lele di berhentikan sejenak, sampai adanya pemberitahuan bahwasanya virus COVID-19 benar-benar bersih dari Negara Indonesia. Adanya pemberitahuan tersebut banyak masyarakat desa ngunggahan yang sudah melupakan kegiatan tersebut. Mereka hanya berfokus bagaimana carannya menghilangkan virus COVID19 ini menghilang dari Indonesia. Satu tahun lamanya virus



118



Oleh : Ety Novitasari



COVID-19 tak kunjung hilag, bukan semakin berkurang akan tetapi semakin bertambah. Tahun 2020. Masyarakat desa ngunggahan tidak memiliki kegiatan yang dapat menimbulkan keramaian sama sekali. Kegiatan memancing ikan lele tiba-tiba hilang seketika. Seperti ditelan bumi. Tahun berganti tahun akan tetapi virus COVID-19 tak kunjung hilang. Doa masyarakat disetiap malam jumat selalu memanjatkan agar virus COVID-19 ini segera menghilang, dan budaya memancing ikan lele setiap satu sura akan tetap berjalan setiap tahunnya. Begitulah kebudayaan setiap tanggal satu suro di desa ngunggahan kecamatan bandung kabupaten tulungagung. Semoga kegiatan memancing ikan lele setiap tanggal satu suro ini berjalan lagi seperti dahulu.



119



RUTINITAS MEMANCING IKAN LELE SETIAP TANGGAL SATU SURO



120



BUDAYA DI DESA SOBONTORO



Oleh: Soni Setio Nugroho



Kupatan (hari raya ketupat) adalah salah satu tradisi masyarakat Jawa dalam merayakan Idul Fitri. Acara ini jatuh sekitar seminggu setelah lebaran dalam kalender nasional. Filosofi kupat (bhs. Jawa=ketupat) sendiri ada yang memaknainya berasal dari gabungan kata “ngaku lepat” (mengakui kesalahan). Artinya, di antara kita pasti pernah berbuat salah. Melalui kupatan ini, bersama-sama kita mengakui kesalahan kita pada sesama. Saling memberi maaf dan menerima maaf secara bersama-sama. Memang acara ini bukan barang baru bagi penulis khususnya. Dahulu ada tradisi ater-ater, saling berkirim ketupat di antara tetangga. Masa kini, tinggal di perkotaan tidak memungkinkan untuk melihat dan merasakan secara langsung kemeriahan tradisi ini. Ya, seumur-umur, memang baru kali ini saya mengikuti perayaan ini secara berbeda. Memang, lokasi ini bukan termasuk daerah (desa) yang mengadakan seremoni besar-besaran, seperti mengadakan pawai/karnaval. Tetapi setidaknya, potret kecil inilah wujud nyata hidup guyub rukun masyarakat kita sebenarnya. Dengan keadaannya, mereka bergotong-royong, bahumembahu untuk menyajikan yang terbaik momen setahun sekali ini. Ada yang bersama-sama mempersiapkan masakan wajib berupa lontong kupat beserta sayur dan segala yang berkaitan 121



BUDAYA DI DESA SOBONTORO



dengan itu. Ada ‘tim’ lain yang mempersiapkan tempat perhelatan acara ini. Menghiasinya sebisa mungkin menarik perhatian. Kalaupun ada panggung hiburan sebagai penyemarak acara, itu bonus. Dalam perkembangan, kemudian karena sebagian ‘oknum tamu’ itu terus merasa mendapat tempat, dan ia merasa sudah kuat, bisa menang dari pemilik rumah, maka ulahnya semakin menjadi-jadi. Tuan rumah yang sangat baik itu disingkirkan jati dirinya. Mereka dianggap sesat atau kafir, jika tak mau beriman yang sama dengan si tamu. Akhirnya, pemilik rumah pun mengalah. Tidak apa-apa mendapat tempat yang kecil, tidak strategis, dan dijauhkan dari kehidupan bersama di rumah miliknya sendiri. Namun, yang tidak tidak disadari para tamu, mereka mau tak mau tetap tunduk pada pola perilaku yang sudah ada (terbentuk) dari si pemilik rumah. Tidak apa-apa pemilik rumah mengalah, tetapi para tamu tidak bisa terlepas bebas membentuk aturan hidup sendiri. Jika itu dilakukan, mereka akan hengkang sendirinya dari rumah tumpangan. Berbagi dalam Kebersamaan Kira-kira setelah salat magrib, atau sekitar pukul. 18.00 WIB, dari arah Balai Desa, kembang api menyala bersahut-sahutan mengiringi pembukaan acara ini. Dan di tiap dusun pun tak ketinggalan turut serta menambahkan penyalaan kembang api. Jadinya, langit bertaburan warna-warni yang indah. Tradisi kupatan yang diselenggarakan di salah satu desa di Kabupaten Tulungagung (tidak semua ada tradisi ini), tepatnya berada di Desa Sobontoro (Dsn. Ngreco) tahun ini berlangsung secara berbarengan (serentak) pada Rabu (13/7). Jadi bisa disebut sebagai kupatan massal satu desa. Para warga (dan tamu), sejak dibukanya acara ini, secara serentak berhamburan menuju ‘stand’ yang dipersiapkan sebelumnya. Mereka bisa



122



Oleh: Soni Setio Nugroho



menikmati makan gratis bersama-sama. Meskipun, yang dipersiapkan jumlahnya cukup banyak, tetapi hanya dalam waktu sekejap (tak sampai 30 menit), semuanya pun ludes. Tampak kegembiraan menyeruak bersama di antara mereka. Bersih-bersih tetap menjadi budaya di Desa Sobontoro Program Kampung Bersih di RW 03 Dusun Ngreco Desa Sobontoro dilaksanakan pada Tahun 2011. Sejak Tahun 2011 sampai Tahun 2015 Program Kampung Bersih di RW 03 Dusun Ngreco Desa Sobontoro dirasa cukup berhasil, karena Program Kampung Bersih ini memberikan banyak dampak positif yang ditimbulkan. Perubahan-perubahan atau dampak positif tersebut yaitu Dampak Individual yang dirasakan dengan adanya Program Kampung Bersih di RW 03 Dusun Ngreco Desa Sobontoro yaitu meningkatnya kepedulian masing-masing warga terhadap lingkungan sekitar tempat tinggalnya dengan melakukan pengelolaan sampah melalui pembuatan komposter dan pengumpulan sampah-sampah bekas ini menjadikan lingkungan sekitar tempat tinggalnya menjadi lebih bersih, lebih terawat dan lebih tertata. Sehingga dengan adanya Program Kampung Bersih ini dapat merubah pola perilaku masing-masing warga lebih tertib dalam menjaga dan mengelola lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Dampak Organisasional, Program Kampung Bersih di RW 03 Dusun Ngreco Desa Sobontoro secara tidak langsung, Program Kampung Bersih ini meningkatkan semangat para kelompok pengrajin sampah bekas dalam mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki dan menciptakan ide-ide baru dalam mengolah sampahsampah bekas. Sehingga dengan adanya Program Kampung Bersih ini meningkatkan kesejahteraan kelompok pengrajin sampah bekas, karena dengan menciptakan kerajinankerajinan dari sampah bekas ini menjadikan kelompok pengrajin



123



BUDAYA DI DESA SOBONTORO



sampah bekas dan RW 03 lebih dkenal oleh kalangan masyarakat luas karena potensi-potensi yang dimilikinya. Dampak Masyarakat, Program Kampung Bersih di RW 03 Dusun Ngreco memberikan dampak positif terhadap masyarakat yaitu dapat merubah masyarakat dalam mengikuti kerja bakti di lingkungan tempat tinggalnya. Serta meningkatkan kepedulian masyarakat dalam menjaga dan mengelola lingkungan. Kepedulian masyarakat dapat meningkatkan kekompakan masyarakat dalam membangun lingkungan. Tingginya kekompakan yang dimiliki oleh masyarakat RW 03 Dusun Ngreco dalam membangun lingkungan, menjadikan masyarakat RW 03 mencapai keberhasilannya menjadi pemenang peringkat pertama dalam Program Kampung Bersih secara berturut-turut pada Tahun 2014 dan 2015. Dampak Lembaga dan Sistem Sosial, adanya Program Kampung Bersih di RW 03 Dusun Ngreco Desa Sobontoro merupakan akibat dari faktor lingkungan yang mempengaruhi lembaga-lembaga sosial untuk ikut andil dalam pelaksanaan program. Sehingga adanya Program Kampung Bersih ini dapat menumbuhkan kekompakan dari lembaga sosial dalam melakukan kegiatan-kegiatan lingkungan.



124



TRADISI BERI SAJEN WATU BLOROK



Oleh: Robiatul Adawiyah



Mojokerto adalah sebuah kota yang letaknya 50 km barat daya kota Surabaya. Nama watu Blorok sudah tidak asing lagi bagi warga Mojokerto, terlebih yang bermukim di bagian utara Sungai Brantas. Namun tak banyak orang yang mengetahui tentang batu yang dikeramatkan tersebut. Batu ini memendam legenda kutukan dari ksatria pada zaman Majapahit. Watu Blorok yang terletak di pinggiran jalan raya, tepatnya di daerah Desa Kupang, Kecamatan Jetis di tepi hutan Perhutani. Watu Blorok hingga kini masih diyakini oleh warga sekitar sebagai bentuk keselamatan dalam berbagai bentuk. Seperti halnya: ketika sekelompok orang atau individu ketika melakukan perjalanan dari Desa Kupang menuju arah Desa Bangeran ataudari arah Mojokerto menuju arah Gresik yang dalam perjalanan harus melewati pertanjakan jalan dimana tempat batu keramat tersebut berada. Batu ini memiliki diameter sekitar 1 meter. Batu ini juga nampak mencolok jika dilihat dari arah jalan. Sebagian batu tersebut ditutupin oleh kain putih yang sudah agak lusuh, taburan bunga yang setengah mongering berada diatas batu dan juga batu itu diberi peneduh dari bahan galvalum. Jika kita melewati tempat ini maka sekilas kita akan mencium aroma wangi dari dupa yang dibakar dibawahnya. 125



TRADISI BERI SAJEN WATU BLOROK



Watu Blorok berada sisi kanan-kiri jalan perbatasan Desa Kupang dengan Desa Bangeran. Tempat tersebut dikelilingi oleh hutan wilis atau hutan kayu putih. Jalan yang dilewati berkelokkelok, menanjak, memiliki jurang dan juga kesunyian hutan dekat jalan raya sehingga membuat masyarakat memiliki sisi ketakutan tersendiri. Disitu banyak terjadi kecelakaan, tiba-tiba terjatuh, kendaraan yang tiba-tiba mati di tengah jalan. Dan cerita-cerita dari masyarakat yang pernah mendengar dan mengalami kejadian langsung menjelaskan banyak pengendara yang melewati jalan tersebut mengalami kecelakaan mobil, truk, motor dan sering juga menabrak pohon yang berada di belokan jalan. Masyarakat yang memiliki keyakinan tersebut juga mengatakan kejadian yang terjadi pada seseorang yang melewati jalan tersebut. Watu Blorok merupakan dua batu yang dikeramatkan masyarakat dari zaman Majapahit hingga saat ini. Dua batu ini adalah laki-laki dan perempuan yang memiliki nama asli yaitu Jaka Wilis dan Roro Welas. Nama tersebut dikarenakan mereka lahir di gunung Wilis yaitu tempat mereka tersebut berada sekarang. Mereka adalah anak dari Wiro Bastam yaitu salah satu orang kepercayaan dari kerajaan Majapahit pada tahun 1293. Wiro Bastam diutus untuk mencari pusaka yang hilang. Wiro Bastam mencari pusaka tersebut sampai ke gunung wilis dimana Watu Blorok sekarang berada dan di dalam pencarian tersebut Wiro Bastam bertemu dengan Dewi Kemuning yaitu ibu Jaka Wilis dan Roro Welas. Saat mereka berdua tumbuh dewasa, Wiro Bastam melanjutkan untuk mencari pusaka dengan di bantu oleh kedua anaknya tersebut. Akan tetapi Wiro Bastam tidak tega melihat istrinya sendirian di rumah. Dan akhirnya yang mencari pusaka yang hilang itu hanya kedua anaknya. Setelah lama mencari pusaka kedua anaknya kembali dengan tangan kosong. Pada malam hari Roro Welas bermimpi bahwa



126



Oleh: Robiatul Adawiyah



pusaka tersebut berada didalam hutan dimana keluarganya tinggal. Roro Welas menceritakan kepada ayahnya, mereka berdua berencana mencari pusaka itu kembali di sekitar gunung Wilis. Sebelum berangkat ayah mereka berpesan agar memasuki hutan terlarang yang letaknya di sebelah timur gunung Wilis. Setelah lama mencari dan mereka tak kunjung menemukan pusaka itu, Roro Welas berencana memasuki hutan terlarang tersebut untuk mencari pusaka yang hilang. Tetapi Jaka Wilis mengingatkan pesan ayahnya untuk tidak masuk kedalam hutan larangan tersebut. Roro Welas bersikeras untuk memasuki tepat tersebut. Saat berada didalam hutan terlarang Roro Welas menemukan sebuah sumur dan berencana mengajak saudaranya untuk mencari kedalam. Akan tetapi Jaka Wilis tidak ingin melanggar apa yang sudah dikatakan oleh ayahnya. Karena saudaranya tidak mau membantunya mencari di dalam sumur itu akhirnyta Roro Welas masuk sendirian ke adlam sumur itu dan pada saat didalam sumur Roro Welas merasakan panas dan gatal-gatal. Saat keluar dari sumur Roro Welas menemui Jaka Wilis dan menceritakan apa yang sedang terjadi. Akan tetapi Jaka Welas tidak percaya kalau itu adalah adik kandungnya karena sekujur tubuh Roro Welas menjadi berbintik-bintik hitam putih karena memasuki sumur tersebut. Karena mereka beruda tak kunjung pulang ke rumah, sang ayah mencari merekan dan menemukannya sedang bertengkar. Wiro Bastam yang mencoba memisahkan mereka malah terpental akibat dari serangan mereka berdua. Karena kekesalan Wiro Bastam dengan kedua anaknya ia mengucapkan kata-kata kutukan kepada anaknya bahwa hati dan pikiran mereka seperti batu, tanpa disadari kedua anaknya menjadi batu. Watu Blorok diambil dari nama Blorok karena



127



TRADISI BERI SAJEN WATU BLOROK



anaknya Roro Welas memiliki kulit bintik-bintik akibat ia memasuki sumur yang ada di dalam hutan terlarang. Tradisi yang sekarang masih terjaga keasliannya seperti kepercayaan masyarakat terhadap Watu Blorok di Desa Kupang Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto masih dilestarikan karena memiliki maksud dan tujuan tertentu. Suatu aktivitas yang demikian sacral masyarakat lakukan karena mereka meyakini akan suatu hal dengan memberikan sajen atau koin setiap mereka melewati Watu Blorok tersebut. Hal ini juga menjadi adat-istiadat rakyat seperti yang masih terpelihara diperdesaan, merupakan sumber informasi mengenai bentu-bentuk hidup dari masa lalu. Sebagian masyarakat Desa Kupang sangat mempercayai adanya makhluk gaib, itu disebabkan karena adanya pengaruh Animisme dan Dinamisme, Hindu dan Budha. Hal ini terbukti dengan diberikan sajen oleh masyarakat setiap kali musim tanam seperti cabe, jagung, padi dan tembakau, dengan tujuan agar terlepasnya diri dari rasa kekhawatiran akan adanya gangguan dari makhluk halus atau roh-roh jahat yang dianggap sebagai sumber timbulnya berbagai malapetaka. Ada juga masyarakat yang datang untuk ziarah ketika bulan Ramadhan tiba. Bukti lain dengan adanya persembahan sesaji berupa bunga dan uang koin yang ditaruh diatas Watu Blorok yang diyakini sebagai persemayamnya para leluhur.kepercayaan yang dianut masyarakat Desa Kupang ini guna mendapat berkah atau rizki yang banyak, juga terhindar dari marabahaya yang mengancam. Symbol-symbol ritual diantaranya adalah ubarampe, yang disajikan dalam ritual selametan, ruwetan, kenduri, bersih desa, dan bersih desa dan diberikan masyarakat Desa Kupang terhadap Watu Blorok sebagai penghormatan dan rasa syukur. Memang harus diakui bahwa symbol-simbol ritual dan diaktualisasikan oleh masyarakat Jawa mengandung pengaruh asimilasi antara



128



Oleh: Robiatul Adawiyah



Hindu-Jawa, Budha-Jawa dan Islam-Jawa yang menyatu padu dalam kultural mistik. Membakar kemenyan itu biasanya diniatkan sebagai “talining iman, urubing cahaya kumara, kukuse nambah swarga, ingkang nampi dzat ingkang maha kuwoso” atau sebagai tali pengikat keimanan, nyalanya diharapkan sebagai cahaya kumara, asapnya diharapkan sebagai bau surge, dan agar dapat diterima oleh Tuhan Yang Maha Esa. Jika dilihat dari niat tersebut, maka dapat dipahami bahwa pembakaran kemenyan dalam ritual mistik sebagai kaum Islam-Jawa. Kesadaran akan budaya ini sering kali menjadi sumber kebanggaan dan identidas kultural. Orang-orang inilah yang memelihara warisan budaya jawa secara mendalam sebagai Kejawen. Untuk melindungi semua itu, orang Kejawen memberi sesaji yang dipercaya dapat mengelakkan kejadian-kejadian yang tidak di inginkan dan mempertahankan batin dalam keadaan tenang. Sesaji yang biasanya digunakan terdiri daari nasi dan aneka makanan lainnya, daun, bunga dan kemenyan.



129



TRADISI BERI SAJEN WATU BLOROK



130



NGURI-NGURI BUDAYA JAWI



Oleh: Intan Kusuma Dewi



Mayoritas penduduk Kabupaten Tulungagung adalah suku bangsa Jawa. Kabupaten Tulungagung terdiri dari 19 Kecamatan, 14 Kelurahan, serta 257 desa. Dari setiap tempat memiliki kebudayaan dan keseniaan yang sangat beragam. Kekayaan budaya Tulungagung terdiri dari tarian tradisional, makanan khas, alat musik tradisional, permainan rakyat dan masih banyak lagi. Jaranan adalah kesenian khas jawa yang sangat berkembang di Desa Bendosari, Kecamatan Ngantru, Kabupaten Tulungagung. Jaranan sendiri adalah kesenian tradisional yang sebenarnya berasal dari Kediri. Seni jaranan dikatakan berasal dari Kediri karena menurut sejarah ada banyak versi tentang sejarah asal mulanya seni jaranan. Salah satu cerita sejarah yang berkembang di masyarakat adalah cerita tentang pernikahan Sanggalangit dengan Klana Sewandana. Pada tahun 1041 kerajaan kahuripan telah terbagi menjadi 2 bagian, yaitu Kerajaan Jenggala di bagian timur dan Kerajaan Panjalu yang selanjutnya disebut dengan Kediri bagian barat. Dewi Sanggalangit adalah putri dari Kerajaan Panjalu yang memiliki wajah yang sangat cantik jelita, sehingga banyak pria yang ingin menikahinya. Klana Sewedana dari Wengkerlah yang akhirnya bisa menjadi suami Dewi Sanggalangit. Saat prosesi iring-iringan temanten dari Kerajaan Panjalu ke Wengker kedua



131



NGURI-NGURI BUDAYA JAWI



pengantin diarak prajurit kerajaan dengan menggunakan kuda serta diiringi alat-alat musik yang terbuat dari bambu dan besi. Untuk mengenang iring-iringan pernikahan Dewi Sanggalangit dan Klana Sawedana maka terciptalah seni jaranan. Seni jaranan adalah kesenian yang dalam pertunjukannya pemain menggunakan alat yang menyerupai kuda (jaran) yang terbuat dari bambu yang dianyam, serta penari jaranan juga membawa pecut di tangannya. Dalam pertunjukannya penari jaranan diiringi oleh musik gamelan. Para penari yang menggunakan alat menyerupai jaranan yang dianyam dari bambu melambangkan para prajurit Kerajaan Jenggala yang manaiki kuda Ketika iringiringan temanten, sedangkan yang memainkan gamelan melambangkan para pemusik yang memainkan alat musik bambu dan besi. Di dalam seni jaranan terdapat keunikan dari para penari yang sangat dinanti oleh para penonton, yaitu ketika para penari kesurupan lantas mereka menari tanpa sadarkan diri. Ketika para penari kesurupan biasanya akan melakukan hal-hal yang sangat ekstrim yang dapat membuat semua penontonnya tercengang melihatnya, seperti memakan beling, memainkan obor, memakan ular dengan mentah-mentah, sampai memakan bunga kenangan tanpa sadarkan diri. Para penari bisa kesurupan karena memang roh-roh halus sengaja didatangkan pada saat pertunjukan seni jaranan. Orang-orang yang bisa memanggil roh-roh halus dinamakan dengan gambuh dan gambuh juga yang dapat mengusir roh-roh halus tersebut agar para penari bisa sadarkan diri kembali. Dalam seni jaranan terdapat sesajen yang diletakkan bersama bunga setaman dan air yang dimasukkan kedalam kendi. Seni jaranan selain sebagai sarana untuk hiburan masyarakat tetapi juga dijadikan masyarakat setempat untuk berkomunikasi dengan para leluhur mereka. Menurut beberapa penelitian seni jaranan juga merupakan ritual menolak bala, mengatasi berbagai



132



Oleh: Intan Kusuma Dewi



musibah, meminta kesuburan pada lahan pertanian, mengharap keberhasilan panen, dan juga agar masyarakat aman dan tentram. Pada zaman primitive terdapat kepercayaan bahwa kerusakan lingkungan, wabah penyakit, bencana alam dan sebagainya terjadi karena kekuatan roh nenek moyang. Seiring dengan perjalanan waktu, setiap musibah, bencana atau berbagai masalah dalam kehidupan dihubungkan dengan roh nenek moyang itu disusun menjadi serangkaian cerita yang berkembang menjadi mitos yang diyakini dalam masyarakat. Kecamatan Ngantru yang tepatnya berada di desa Bendosari adalah salah satu desa yang masih nguri-nguri budaya jawi yaitu kesenian khas jawa yang sering disebut seni jaranan. Seni jaranan sudah berkembang di desa Bendosari sejak tahun 2008 samapai saat ini. Ada 2 macam seni jaranan yang yang masih terus dikembangkan di desa ini yaitu seni jaranan jawa dan juga seni jaranan sentherewe. Jaranan jawa adalah jaranan yang masih menggunakan alat-alat dan musik tradisional serta biasanya dimanikan oleh orang-orang yang sudah tua. Dalam pertunjukan jaranan jawa jaran (kuda) yang digunakan ukurannya lebih besar dari pada jaranan sentherewe pakainan yang digunakan para pemainnya pun juga lebih sederhana. Sedangkan jaranan sentherewe adalah seni jaranan yang memasukkan unsur modern, tetapi tetap saja tidak meninggalkan hakekat aslinya. Seni jaranan sentherewe menggunakan alat musik yang dipadukan dengan musik dangdut dan pakaian yang digunakan lebih beragam. Pemain jaranan sentherewe adalah anak-anak kecil serta remaja. Dari tahun 2008 samapai saat ini sudah ada 8 grup jaranan yang berdiri di desa Bendsari. antara lain Satrio Putro Manggolo (SPM), Putra Kencana, Kuda Kusuma, Kudho Nur Cahyo, Wahyu Turonngo Mudho, Wahyu Krida Asmara, dan Kudha Manggala, yang masing-masing grup seni jaranan memiliki ciri khas dan keunikan masing-masing. Seni pertunjukan jaranan kurang



133



NGURI-NGURI BUDAYA JAWI



lengkap jika tidak diiringi oleh alat musik gamelan yang terdiri dari gong, kendang, bonang, demung, peking, termpet dan drum. Dalam pertunjukan jaranan biasanya juga dilengkapi dengan adanya sinden. Sinden adalah seorang yang bernyanyi mengiringi gamelan saat pertunjukan jaranan. Selain keunikan berupa kesurupan dalam pertunjukan jaranan di Desa Bendosari biasanya diselingi dengan pertunjukan barongan dan ganongan. Barongan adalah pemain jaranan yang membawa barongan yang terbuat dari kayu yang diletakkan di kepala mereka. Para pemegang barongan biasanya beragam ada yang tua bahkan ada yang muda samapai anak-anak. Para pemain jaranan yang memegang barongan juga tak jarang seorang wanita. Sedangkan ganongan adalah pemain jaranan yang tidak membawa alat menyerupai kuda (jaran) tetapi menggunakan tpeng yang beragam, mereka lebih menyuguhkan atraksi-atraksi yang dibalut dengan lelucon yang ada di dalamnya. Biasanya penampilan ganongan berada setelah penampilan barongan sehingga dapat mencairkan suasana tegang karena melihat barongan yang kesurupan atau tidak sadarkan diri. Namun, sejak adanya pendemi covid-19 seni jaranan mulai jarang digelar lagi, seperti yang diketahui dalam masa pendemi seperti saat ini tidak boleh mengadakan kegiatan yang dapat menimbulkan kerumunan sehingga mereka tidak bisa melakukan pertunjukan seni jaranan secara langsung seperti biasanya. Tapi dalam hal ini mereka tetap dapat eksis dan nguri-nguri budaya jawi dengan tetap melakukan pertunjukan jaranan ,menggunakan alat seadanya serta saat pertunjukan tidak ada penonton. Dalam hal ini mereka akan memanfaatkan teknologi yang ada, seperti contoh mereka tetap melakukan pertunjukan jaranan dan di upload di akun youtube sehingga pecinta jaranan dapat tetap menikmati kesenian meskipun hanya melalui layar ponsel mereka.



134



Oleh: Intan Kusuma Dewi



135



NGURI-NGURI BUDAYA JAWI



136



TRADISI 4 BULAN DAN 7 BULAN KEHAMILAN YANG TERUS BERJALAN



Oleh: Hania Anggraini



Desaku, Desa Cepoko yang terletak di Dusun Darungan Tengah, Kecamatan Sumber Kabupaten Probolinggo. Untuk sampai ke desaku harus melewati jalan yang berkelok-kelok dan jalan tanjakan. Jalan di desaku masih sangat memprihatikan, dimana separuh jalannya sudah diperbaiki, tetapi sebagian jalan didepan rumahku sampai balai desa masih bebatuan. Dengan jalan bebatuan tersebut membuat kesulitan bagi masyarakat, terutama saat akan pergi kemana-mana dimana harus melewati jalan yang sangat rusak. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat didesaku rata-rata bekerja sebagai Petani dan Buruh Tani. Kehidupan didesaku masih sangat asri karena banyak pepohonan dan tumbuhan yang ditanam baik di kebun atau dipekarangan rumah masing-masing, terutama pekerjaan masyarakat sebagai petani. Kegiatan bertani dilakukan oleh masyarakat di desaku karena mereka memliki lahan-lahan atau kebun yang bisa digunakan masyarakat desa untuk bertahan hidup, mereka bisa bertahan bahkan memajukan kehidupan dengan pekerjaan sebagai Petani dan Buruh Tani. Selain karena memiliki lahan yang hanya bisa digunakan untuk bertani, masyarakat memilih menjadi Petani karena rendahnya pendidikan mereka, yang menjadikan mereka memilih menjadi Petani dan Buruh Tani, karena pekerjaan 137



TRADISI 4 BULAN DAN 7 BULAN KEHAMILAN YANG TERUS BERJALAN



tersebut tidak harus melamar pekerjaan menggunakan ijazah sekolah atau nilai sekolah. Seperti yang diceritakan Ibuku, orang dulu paling tinggi sekolah hanya tingkat SD, SMP. Jika ada yang SMA dan kuliah dulu hanya beberapa, dikarena orang tua mereka mampu dan mempunyai uang untuk membiayainya sekolah, tetapi untuk masyarakat yang memiliki keuangan rendah setelah lulus sekolah dasar mereka sudah bekerja atau bahkan sudah menikah, terkadang juga ada masyarakat yang tidak sekolah sama sekali, mereka sudah ditugaskan untuk bekerja dan menikah . “ Aku mbek bapakku biyen ngoli neng tegale wong, maringunu ngale nyambut nang pabrik, suwe-suwe ajar tani polae duwe tegal yo mbek nambahi duwek kenek gawe tuku-tuku” menurut tutur ibuku. Kehidupan Masyarakat dulu dan sekarang bisa bertahan hidup kebanyakan karena menjadi petani dan buruh tani. Berbicara tentang budaya, negeriku Indonesia adalah negara yang kaya dengan kebudayaan dan karena kebudayaan tersebutlah yang menjadi ciri khas Indonesia. Di Indonesia terdapat berbagai budaya dari daerah yang berbeda-beda. Perbedaan budaya antara satu daerah satu dengan yang lain, memberikan ciri tersendiri yang menjadi identitas daerah masingmasing. Dalam kesempatan kali ini, aku akan menceritakan budaya yang masih melekat didesaku sejak turun temurun nenek moyangku. Didalam kehidupan sehari-hari, meskipun beberapa masyarakat tidak begitu pintar mengenai perkembangan teknologi-teknologi, dan beberapa masyarakat juga mengikuti alur perkembangan zaman, tetapi tidak membuat mereka melupakan budaya didesa yang sudah ada sejak dahulu. Seiring kemajuan bangsa tak membuat budaya nenek moyang yang sudah melekat, hilang karena waktu. Masyarakat selalu menjaga dan tetap menanamkan budaya itu kepada putra-putri mereka. Salah satunya yaitu budaya 4 bulan dan 7 bulan bagi perempuan yang



138



Oleh: Hania Anggraini



sedang hamil. Kata Ibuku budaya 4 bulanan dan 7 bulanan sudah ada dari zaman dulu dan sampai sekarang . Tradisi 4 bulan atau yang disebut petang wulanan yaitu seorang keluarga dari perempuan yang sedang hamil akan mengadakan acara sederhana atau hajatan untuk usia kehamilan yang sudah 4 bulan. Kata ibu ku “Dalam acara 4 bulanan ini terdapat hal-hal yang harus dipenuhi yaitu: menyiapkan sandingan (nasi 2 piring, kopi 2 gelas, lauk pauk, dan juga rokok diatas meja), jenang abang (merah) 4 teplek, dan kemenyan”. Acara 4 bulanan ini dilakukan untuk memberikan do’a kepada sang ibu dan calon bayi agar selamat. Selanjutnya dalam acara 4 bulanan mengadakan acara pengajian dengan membaca surah yasin, dan surah-surah lainnya, serta do’a-do’a, baru setelah itu dilanjutkan dengan acara mandi kembang kepada ibu hamil dengan sederhana yaitu dengan memercikkan air ke kepala calon ibu bayi beserta suaminya. Setelah selesai acara tersebut biasanya keluarga akan mengundang tetangga-tetangga dekat untuk datang dan merasakan makanan yang telah dibuat, dengan acara tersebut membuat hubungan keakraban antara masyarakat dan tetangga akan tetap terjalin. Selanjutnya yaitu tradisi budaya 7 bulan atau pitung wulanan atau juga disebut tingkepan bagi keluarga dari ibu hamil. Acara pitung wulanan biasanya dilakukan saat usia kandungan sudah genap 7 bulan atau lebih dari 7 bulan, dalam acara ini keluarga mengadakan acara sederhana atau hajatan besar. Menurut ibuku Hal-hal yang harus dipenuhi dalam acara ini yaitu: jenang procot dibungkus godong Nongko (daun nangka), jenang abang (merah) 4 teplek, sandingan, wadae (tempatnya) bunga, 2 buah kepala, rasul, dan gedang ayu. Selanjutnya yaitu ada wakol bebres yang diisi nasi ketan setengah mateng, kemudian diatasnya diisi telur 7 butir yang disusun. Dalam acara 7 bulan ini bisa mengadakan pengajian atau tidak tergantung dari pihak keluarga, tetapi lebih



139



TRADISI 4 BULAN DAN 7 BULAN KEHAMILAN YANG TERUS BERJALAN



disarankan untuk mengadakan. Setelah acara mengajian selesai, dukun bayi akan membakar kemenyan dan membaca do’a-do’a, baru setelah itu dilanjutkan acara mandi besar dengan air kembang yang sudah disiapkan. Dalam bak yang berisi air kembang di letakkan satu buah kelapa, dan uang boleh receh atau senilai seribu atau dua ribu rupiah atau lebih, yang akan digunakan untuk ibu hamil untuk mandi besar. Proses mandi kembang dilakukan oleh ibu hamil dan suaminya dengan duduk berdua kemudian ibu dari sang perempuan dan laki-laki serta saudara-saudara bergantian memandikan, cara memandikannya yaitu dengan menyimar satu gayung satu orang sampai semua saudara selesai menyiramnya. Untuk kelapa yang kedua digunakan untuk digelindingkan dari pangkuan ibu hamil dan ditangkap oleh ibu mertua atau ibu kandung dengan menggunakan gendongan. Gendongan adalah sejenis jarik cuma berbeda kegunaannya, jika gendongan digunakan oleh ibu-ibu untuk mengendong anaknya. Setelah kelapa menggelinding ibu menangkap dan bilang” Nemu anak, nemu anak” baru kelapa digendong dan di bawa masuk untuk disimpan dan dipecah saat udah bayi lahir. Seperti acara 4 bulanan dalam acara 7 bulanan masyarakat juga akan mengundang kerabat dekat dan tetangga dekat untuk datang merasakan masakan yang telah dibuat setelah selesai acara. Tak lepas dari tradisi 4 bulan dan 7 bulan dalam acara tersebut juga terdapat kebiasaan lain yang masih melekat yaitu tradisi membakar kemenyan. Tradisi tersebut dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai pengetahuan dan ilmu yang sangat tinggi dan luas, yang digunakan untuk membantu acara, serta menjaga acara agar tetap berlangsung, misalnya untuk menjaga acara agar tetap berjalan lancar tanpa adanya gangguan baik dari orang yang jahat atau makhluk-makhluk yang dianggap gaib, menjaga agar cuaca tetap cerah dan tidak hujan. Kegiatan



140



Oleh: Hania Anggraini



membakar kemenyan adalah bentuk antisipasi masyarakat yang sudah ada sejak dahulu, tetapi seiring berjalannya waktu membakar kemenyan hanya dilakukan untuk hal-hal yang penting saja, seperti biasanya pada malam Jum’at dan malam Senin, dimana masih ada keluarga yang percaya mengenai hal-hal mistis, jadi mereka menyiapkan nasi dua piring, kopi 2 gelas, lauk pauk, serta juga rokok atau yang bisanya disebut sandingan untuk diletakkan dimeja makan. Kegiatan tersebut dilakukan karena mereka percaya para almarhum-almarhuma akan datang untuk singgah atau sekadar ingin makan dirumah. Setelah selesai menyiapkan hal-hal tersebut kemudian dilanjutkan dengan acara membakar kemenyan pada perapian yang sudah disiapkan disertai dengan do’a-do’a yang mereka pelajari. Kebiasaan membakar kemenyan biasanya diiringi dengan do’a-do’a Islam, aku juga kurang mengerti mengapa berdo’a diiringi dengan membakar kemenyan, tetapi yang ku tahu dari ibuku tradisi itu sudah ada sejak dulu, dan keluarga ku pun tetap menjaganya. Walaupun ada kebiasaan membakar kemenyan tetapi masyarakat didesaku tetap memegang erat agama Islam, mereka tetap melaksanakan shalat, dan berpuasa, mereka melakukan kegiatan tersebut dikarena itu sudah ada sejak dulu . Itulah sedikit cerita tentang budaya didesaku yang masih melekat dan selalu di turunkan ke putra dan putri mereka, budaya akan selalu melekat selama ada sikap menjaga, menghargai budaya kita meskipun ada kemajuan yang terus terarah. Adanya budaya yang melekat adalah identitas desa kita yang mampu memberikan ciri khas desa kita.



141



TRADISI 4 BULAN DAN 7 BULAN KEHAMILAN YANG TERUS BERJALAN



142



KEBUDAYAAN DESA KADEMANGAN KECAMATAN MOJOAGUNG KABUPATEN JOMBANG



Oleh: Ika Septiya Putri



Salah satu desa di Kabupaten Jombang adalah Desa Kademangan. Di Desa Kademangan ini mempunyai beraneka ragam adat istiadat dan kebudayaan yang dilakukan oleh masyarakat sebagai bentuk warisan budaya leluhur yang secara terus-menerus tetap dilestarikan dari generasi ke generasi hingga saat ini. Kebudayaan yang masih dilestarikan oleh masyarakat Desa Kademangan ini, salah satunya yaitu upacara adat pernikahan atau biasa disebut dengan istilah TEMU MANTEN. Temu Manten merupakan prosesi pernikahan adat jawa yang biasanya dilakukan di rumah pengantin wanitanya. Temu Manten dilaksanakan setelah prosesi akad nikah. Temu Manten atau dalam bahasa Indonesia disebut bertemunya pasangan pengantin ini masih mempunyai beberapa prosesi lagi di dalamnya. Yang meliputi penukaran kembar mayang, balang suruh (lempar daun sirih), wiji dadi (injak telur), sinduran (gendong manten), timbangan, kacar-kucur (menucurkan “lambing harta”), saling menyuapi, mapak besan dan sungkeman. Sampai saat ini prosesi upacara adat pernikahan ini masih dilakukan oleh sebagian besar masyarakat di desa Kademangan Tahapan-tahapan prosesi yang dilakukan oleh masyarakat Desa Kademangan pada saat melangsungkan pernikahan yakni 143



KEBUDAYAAN DESA KADEMANGAN KECAMATAN MOJOAGUNG KABUPATEN JOMBANG



kedua mempelai harus didandani terlebih dahulu selayaknya putri dan pangeran. Kemudian mempelai wanita dibawa keluar menuju tempat duduk yang telah disediakan yang telah di rias dengan indah ditemani oleh kedua anak yang membawa kipas yang duduk disebelah kanan dan kirinya. Pengantin wanita duduk untuk menunggu sang pengantin pria. Kemudian pengantin pria datang di dampingi oleh kerabat-kerabatnya dan salah satu keluarganya memasrahkan pengantin pria kepada pihak pengantin wanita atau yang sering di sebut pasrah temanten. Setelah pihak pengantin wanita menerima pengantin pria yang disebut tinampi pasrah temanten. Dilanjutkan prosesi kembar mayang, balang suruh, panggih temu, menginjak telur, pengantin wanita membasuh kaki pengantin pria, ayah pengantin putri membawa kain sindhur, sungkeman, dulangan, dan kacar-kucur. Semua tahapan-tahapan prosesi mengandung makna yang berbeda-beda. Prosesi kembar mayang yaitu rangkaian dua buah hiasan yang terdiri dari daun kelapa atau janur yang di bentukbentuk seperti gunung, keris, belalang, burung, cambuk, ikan, terompet dan kitiran. Selain daun janur juga terdapat daun beringin, puring dan dadap srep. Wujud dari kembar mayang yaitu dua rangkaian janur. Kembar mayang selalu dibuat sepasang melambangkan kedua pasangan pengantin yang berbahagia. Kembar mayang biasa dilakukan dengan berjalan memutar mengiringi kedua pengantin hal ini merupakan simbol yang dapat dijadikan nasehat dalam mengarungi kehidupan yang baru. Balang suruh atau adalah daun sirih yang di isi dengan gambir yang di linting lalu di ikat dengan benang berwarna putih. Gantal harus di lempar oleh pengantin pria dan wanita sekitar jarak 2 meter, tujuan dari lempar gantal yaitu daun sirih dipercaya sebagai penangkal hal yang buruk hal itu dapat dilihat dari bentuk ruas daun sirih yang melingkar dan tidak terputus, hal ini sama dengan harapan pernikahan kedua mempelai yang bertahan



144



Oleh: Ika Septiya Putri



selamanya atau langgeng. Selanjutnya ritual Panggih temu yaitu pertemuan kedua pengantin dari jarak yang dekat setelah melempar gantal suruh. Kedua pengantin disatukan dengan bersalaman dan tangan kedua pengantin di pegang oleh pemimpin upacara panggih temu dengan melafalkan do’a-do’a kebaikan untuk kedua pengantin dengan harapan agar kedua mempelai dapat hidup berumah tangga dengan baik dan selalu harmonis. Menginjak telur yaitu pengantin pria memecahkan telur jawa menggunakan kaki kanan dengan tanpa alas, hal ini melambangkan bahwa telur adalah bentuk kesucian wanita yang masih utuh. Dan diinjak oleh mempelai pria tanpa alas kaki melambangkan bahwa yang bekerja keras dalam mencari kebutuhan keluarga adalah sang suami yang tanpa bergantung kepada siapapun. Membasuh kaki pengantin pria yaitu pengantin wanita membasuh telapak kaki pengantin pria sebanyak tiga kali dengan menggunakan air bunga tiga rupa, hal ini dilakukan sebagai lambang berbaktinya istri kepada sang suami dan tetap menjaga keharuman dalam berkeluarga. Kemudian pengantin pria membantu pengantin wanita berdiri hal ini bermakna bahwa saling membantu dan bekerja sama dalam membangun dan menyelesaikan masalah dalam keluarga. Orang tua pengantin wanita membawa kain sindhur. Kain sindhur merupakan kain yang berwarna merah dan putih yang dililitkan di pundak pengantin pria dan pengantin wanita, kemudian ayah dari pengantin wanita menuntun berjalan ketempat duduk kedua mempelai yang sudah di hias. Hal ini melambangkan bahwa kewajiban orang tua menuntun anaknya menuju ke arah kebaikan. Dilanjutkan dengan Sungkeman hal ini dilakukan sebagai wujud terima kasih anak kepada orang tua yang rela berjuang mendidik dan membesarkan hingga dewasa dan wujud permohonan anak agar di bukakan pintu maaf atas setiap



145



KEBUDAYAAN DESA KADEMANGAN KECAMATAN MOJOAGUNG KABUPATEN JOMBANG



kesalahan dan perbuatan yang telah dilakukan, serta meminta do’a restu agar diberikan keluarga yang bahagia selamanya. Dahar kembul yaitu ritual yang dilaksanakan oleh kedua pengantin saling suap-suapan nasi secara bersamaan. Hal ini bermakna bahwa dalam hidup berumah tangga harus rukun, bekerja sama, dan saling membantu agar tercipta keluarga yang bahagia. Ritual yang terakhir Kacar-kucur yaitu pengantin pria memberikan bermacam-macam biji-bijian kepada pengantin wanita. Biji-bijian tersebut berupa kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, kedelai, beras kuning dan logam. Kemudian sang pengantin wanita menerima semua biji-bijian tersebut menggunakan kedua tangan dengan dilapisi sapu tangan dan tidak boleh berceceran. Hal ini bermakna bahwa istri berhak menerima nafkah dari suaminya, dan sang istri mempunyai kewajiban mengelola dengan baik nafkah yang diberikan kepadanya. Semua tahapan-tahapan prosesi temu manten tersebut memiliki makna yang berbeda-beda. Namun tujuannya sama yakni memohon agar diberikan keluarga yang bertanggung jawab, saling menghormati, bahagia baik di dunia maupun di akhirat. Melaksanakan tradisi temu manten juga di percaya sebagai penyelamat dari gangguan roh-roh halus dan mengharap mendapat berkah dan ridho dari Tuhan Yang Maha Esa sehingga dapat menjalankan kehidupan keluarga yang bahagia. Masyarakat desa pule masih melaksanakan tradisi tersebut. Sehingga mereka beranggapan jika tidak melaksanakan tahapan-tahapan prosesi akan menimbulkan keburukan, dan sebaliknya jika melaksanakan tahapan-tahapan akan mendapatkan kebaikan seperti langgengnya pernikahan mereka.



146



LUMBUNG DESA, KEARIFAN LOKAL YANG MULAI HILANG



Oleh: Norma Indah Cahyanti



Desa Wates, Kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulungagung. Desa Wates merupakan salah satu desa tertua di wilayah Tulungagung. Desa ini salah satu penghasil sentra tembakau. Dulunya, Desa Wates dikenal dengan sebutan “Bumi Lawadan”. Menurut sesepuh setempat, dulu desa ini sebagian besar adalah rawa-rawa sehingga dalam melakukan bercocok tanam maupun bertani cukup sulit. Tetapi dengan seiring perkembangan zaman, rawa-rawa yang ada mulai tergantikan dengan gundukan tanah yang rata sehingga banyak penduduk yang menempati desa ini, hingga sekarang dikenal dengan sebutan Desa Wates. Disini masih erat dengan kebudayaan turun temurun atau budaya lokal dari sesepuh terdahulu. Budaya lokal merupakan nilai-nilai hasil budaya masyarakat suatu daerah yang terbentuk secara alami dan dilakukan secara turun temurun dari waktu ke waktu. Budaya lokal dapat berupa tradisi, seni, pola pikir, atau hukum adat. Di Desa Wates ini memiliki banyak budaya, mulai dari kegiatan genduri, slametan (hajat seseorang atau orang meninggal), perayaan panen, lumbung desa, dan lain-lain. Untuk itu, penulis mengangkat salah satu budaya yang ada di Desa Wates yaitu “Lumbung Desa”.



147



LUMBUNG DESA, KEARIFAN LOKAL YANG MULAI HILANG



Apakah kalian tahu, ternyata kita sudah mengenal tradisi tentang lumbung yang digunakan sebagai penyimpanan bahan makanan dalam kisah Nabi Yusuf, dimana untuk menyelamatkan negerinya dari musim paceklik atau kekurangan bahan pangan, Nabi Yusuf mengarahkan pemimpin setempat untuk membuat sistem penyimpanann pada masa panen yang tengah berlimpah. Alhasil, pada saat musim paceklik datang, negeri mereka pun tidak mendapat kesulitan dalam pasokan makanan bagi rakyatnya. Lumbung desa atau bisa disebut omah gabah (istilah rumah padi dalam bahasa jawa) yang bertujuan untuk memberikan pinjaman kepada para petani pada bulan-bulan sebelum panen dimana persediaan padi masih sedikit untuk mengurangi penduduk yang menjual hasil panennya secara besar-besaran kepada tengkulak. Lumbung juga melambangkan persatuan dan kesetiakawanan. Ada rasa saling memiliki dan saling membantu antar masyarakat yang membuat mereka rela memberikan sebagian hasil kerja di lahan untuk disimpan dilumbung desa. Hasil panen tak hanya digunakan untuk makan mereka sendiri, namun penyimpanan tersebut juga digunakan untuk membantu warga lain yang tengah kesulitan atau kekurangan pangan. Disinilah sikap tolong menolong dan bahu-membahu pun tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Lumbung desa juga bisa dimanfaatkan sebagai penyimpanan benih. Petani zaman dulu biasa menyisihkan beberapa gabah (padi) untuk dipilih yang paling berkualitas kemudian dijadikan benih. Benih yang telah dipilih kemudian dibiarkan dengan kondisi utuh bertangkai dan diikat, selanjutnya disimpan di dalam lumbung desa. Dalam cakupan universal, sistem lumbung sebagai pusat cadangan pangan, terutama di kawasan pedesaan kini semakin sulit ditemukan. Dengan zaman yang semakin modern, sisa



148



Oleh: Norma Indah Cahyanti



kearifan lokal itu tergerus oleh perubahan zaman. Ada beberapa penyebab mengapa sistem lumbung semakin dipinggirkan. Pertama, kecenderungan petani yang berperilaku konsumtif. Di negara berkembang contohnya, mayoritas masyarakatnya cenderung lebih menyukai berbelanja daripada menabung. Terkadang, hasil panen yang melimpah yang mendorong petani untuk cepat menjualnya dan segera mendapat uang. Kedua, adanya model-model kelembagaan lain yang banyak berkembang. Banyak lembaga keuangan yang memberikan fasilitas misal perkreditan dengan syarat yang mudah bagi para petani. Karena itu, petani cenderung berpikir praktis dan cepat tanpa berusaha belajar mengatur permodalan usaha taninya sendiri. Ketiga, adanya petani yang mengalami sistem ijon yaitu petani rela menjual komoditasnya sebelum panen kepada tengkulak. Hal ini bisa dikarenakan terdesaknya kebutuhan dan keinginan hidup ada juga karena hasil panennya kurang memuaskan. Dan terakhir adanya sifat apatis dari petani. Eksistensi lumbung desa pada kenyataannya didasari pada sikap kekeluargaan dan gotong royong masyarakat setempat. Seiring pudarnya nilai-nilai tersebut dan akibat masuknya globalisasi maka secara perlahan tapi pasti lumbung desa akan ditinggalkan. Mengaktifkan kembali sistem lumbung memang bukan perkara mudah. Dibutuhkan kerjasam dari semua pihak. Pemerintah bisa memberikan arahan melalui program-program penyuluhan kepada petani baik berupa pelatihan, pendampingan, dan lain-lain. Petani dapat mengelola sendiri atas dasar musyawarah tanpa rekayasa dan berdasar kebutuhan faktual mereka. Menurut Pak Nyoman yang merupakan salah satu ketua RT di Desa Wates ini mengatakan bahwa tradisi lumbung desa sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu di desa Wates ini. Akan tetapi



149



LUMBUNG DESA, KEARIFAN LOKAL YANG MULAI HILANG



dengan tergerusnya zaman, semakin lama lumbung desa ini tidak diaktifkan. Dengan inisiatif dari pak Nyoman, agar tradisi ini tetap berjalan sekitar 5 tahun yang lalu kegiatan lumbung desa tetap diadakan dan di kelola langsung oleh pak Nyoman selaku ketua RT setempat yang juga merangkap sebagai ketua kelompok tani tersebut. Hasil usaha yang didapat tidak hanya digunakan untuk menambah jumlah gabah, tetapi bisa diputar lagi untuk dipinjam seluruh masyarakat bukan hanya pemilik sawah saja. Pak Nyoman mengatakan bahwa, “kita semua disini hidup berdampingan, kita merupakan makhluk sosial ora bisa urip dewe-dewe (tidak bisa hidup sendiri) untuk itu jangan mementingkan urusan pribadi, kita harus saling membantu antar sesama karena kita sama-sama makhluk ciptaan-Nya”. Menurutnya dengan dilaksanakan lumbung desa ini bisa melestarikan tradisi yang ada di Desa Wates. Pak Nyoman menjelaskan ketika musim panen tiba, warga Desa Wates khususnya yang berada satu RT dengan beliau selalu mengadakan kegiatan makan bersama (selamatan) yang dilaksanakan di salah satu sawah warga yang akan memanen hasil padinya dengan tujuan rasa syukur atas nikmat dan harapan panen selanjutnya yang didapat juga melimpah. Para ibu-ibu kelompok tani bergotong royong dengan memasak bersama-sama untuk mempersiapkan makanan yang digunakan untuk acara selamatan. Acara selamat dengan tujuan bersyukur atas nikmat dan rezeki yang telah Allah SWT berikan dilakukan pagi hari sekitar pukul 08.00 WIB. Acara dimulai dengan bacaan doa sesepuh setempat dan diakhiri dengan pembagian berkat untuk dimakan bersama. Kemudian, hasil panen yang telah didapat setiap petani dianjurkan untuk menyimpan sebagian padinya pada lumbung desa dengan tujuan saat musim paceklik datang, mereka



150



Oleh: Norma Indah Cahyanti



mempunyai simpanan yaitu boleh meminjam padi dari lumbung desa dengan kewajiban mengembalikannya pada waktu yang telah disepakati. Agar tetap ada dan dijalankan, pengelola lumbung desa hendaknya mendapat pembinaan pengelolaan lumbung desa untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) petani atau kelompok tani untuk mengelola lembaga cadangan pangan masyarakat desa sekaligus mendukung usaha dan mewujudkan kedaulatan pangan. Sebagai kaum muda penerus generasi bangsa ini, janganlah melupakan budaya yang telah memberikan kita pengetahuan dan menjadikan Indonesia ini memiliki banyak budaya beragam.



151



LUMBUNG DESA, KEARIFAN LOKAL YANG MULAI HILANG



152



TRADISI PEMBERSIHAN DESA



Oleh: Anchella Rizqiany



Dalam hal budaya, Indonesia memiliki budaya yang beragam. Setiap provinsi, kota, hingga desa memiliki budayanya masingmasing. Semua budaya pasti memiliki filosofi tersendiri, terlebih lagi budaya tanah Jawa yang sarat akan makna. Budaya tanah Jawa biasanya merupakan wujud syukur warga setempat atas keselamatan, rezeki, hingga berkaitan dengan menghalang terjadinya musibah. Salah budaya yang masih dilaksanakan saat ini adalah bersih desa. Bersih desa merupakan upacara adat Jawa yang berupa memberikan sesaji kepada leluhur desa, dengan tujuan membersihkan desa dari roh-roh atau segala sesuatu yang akan merugikan desa. Tradisi ini juga disebut sedekah bumi pada beberapa daerah tertentu. Kegiatan bersih desa masih sering dijumpai di wilayah Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Salah satu desa yang rutin melaksanakan kegiatan ini adalah desa Gandekan Kecamatan, Wonodadi Kabupaten, Blitar. Desa Gandekan berada tepat di perbatasan kabupaten Blitar dan kabupaten Tulungagung. Bersih desa di desa Gandekan dapat diartikan sebagai wujud syukur atas rahmat dan nikmat Yang Maha Kuasa terhadap warga desa Gandekan. Pelaksanaan bersih desa di desa Gandekan juga memiliki makna membersihkan desa dari segala gangguan yang akan datang, dengan menggunakan sesaji yang berupa nasi



153



TRADISI PEMBERSIHAN DESA



tumpeng dan lauk pauk yang dipersiapkan oleh warga desa. Bersih desa di desa Gandekan dilaksanakan pada malam Jum’at Kliwon bulan Sela (Zdulqo’dah) atau bulan ke-11 pada kalender Jawa. Setiap tahunnya bersih desa akan dilaksanakan di tempat atau dusun yang berbeda. Karena desa Gandekan memiliki tiga dusun, maka pemberian sesaji juga dilaksanakan di tempat yang berbeda. Dusun di Desa Gandekan ada tiga, yaitu Dusun Wadang yang terletak di bagian paling timur, dusun Gandekan yang terletak di tengah desa, dan dusun Setinggil yang berbatasan dengan Kabupaten Tulungagung. Pelaksanaan persembahan sesaji pada dusun Wadang dilakukan di makam Mbah Serut yang berada di Wolo. Sedangkan untuk dusun Gandekan dan Setinggil berada di makam Kebonduren yang berada di dusun Gandekan. Dalam pemberian sesaji di makam leluhur akan dipimpin oleh kepala dusun masing-masing. Serangkaian bersih desa di Desa Gandekan juga termasuk acara tahlil bersama, pagelaran Wayang Kulit semalam suntuk, serta Ruwatan. Dalam pelaksanaan bersih desa, pihak desa akan membentuk panitia yang berasal dari warga dusun masing-masing. Tugas panitia bersih desa meliputi persiapan lauk pauk untuk sesaji, persiapan panggung untuk pagelaran Wayang Kulit, serta persiapan untuk acara Ruwatan. Kegiatan-Kegiatan pemberian sesaji ke makam leluhur biasanya dilaksanakan pada sore hari sesudah Ashar. Kemudian dilanjut dengan acara tahlil bersama setelah Maghrib yang bertempat di rumah kepala dusun. Setelah tahlil selesai, acara dilanjutkan dengan pagelaran Wayang Kulit semalam suntuk. Cerita yang dibawakan Dalang saat mementaskan Wayang Kulit biasanya cerita yang bersifat baik. Contoh lakon yang sering dibawakan adalah Bharatayuda, Wahyu Makutharama, Wahyu Purbasejati, dan Wahyu Ganda Inten. Setelah pagelaran Wayang Kulit semalam suntuk, acara akan dilanjutkan dengan Ruwatan.



154



Oleh: Anchella Rizqiany



Acara Ruwatan adalah tradisi membuang sial atau menyelamatkan orang dari gangguan tertentu. Tradisi Ruwatan dalam serangkaian bersih desa dilaksanakan pada hari Jum’at malam Sabtu setelah tradidi mengirim sesaji ke tempat keramat. Dan dilaksanakan bergantian di salah satu dusun tiap tahunnya. Acara Ruwatan biasanya dilaksanakan oleh dalang khusus yang menguasai bidang Ruwat. Tujuan Ruwat antara lain untuk membebaskan desa dari malapetaka, dan agar desa menjadi suci. Pelaksanaan acara Ruwat tidak jauh berbeda dengan pagelaran Wayang Kulit semalam suntuk, yang membedakan ada lakon yang akan dibawakan oleh dalang. Lakon yang dibawakan dalam prosesi Ruwat adalah lakon Murwakala. Lakon ini berisi tentang ketidaksempurnaan manusia, yang selalu terlibat dalam kesalahan serta bisa menimbulkan bencana. Peralatan yang dibutuhkan dalam acara Ruwat antara lain; alat musik Jawa (Gamelan), Wayang Kulit satu kotak (komplit), layar atau kelir, dan blencong atau lampu dari minyak. Dalam acara Ruwat juga memerlukan sesaji. Sesaji yang digunakan bukan lagi nasi dan lauk pauk, tetapi beberapa gerabah, pisang, tikar anyam, dan lain-lain. Setelah pelaksanaan mengirim sesaji ke makam leluhur, tahlil bersama, pagelaran Wayang Kulit, serta Ruwatan dilaksanakan, acara bersih desa telah dinyatakan sah. Serangkaian acara tersebut biasa dilakukan desa Gandekan sebelum terjadi pandemi Covid-19. Acara bersih desa yang dulunya selalu dinanti warga desa Gandekan karena meriahnya ritual bersih desa, kini tidak dilaksanakan semeriah dulu. Dalam pelaksanaan bersih desa di masa pandemi, semua acara harus berpedoman pada protokol kesehatan. Sedangkan pada ritual sebelumnya warga akan berkerumun memadati dusun pelaksana bersih desa. Dengan adanya peraturan dari pemerintah acara bersih desa di masa pandemi hanya dilaksanakan pegawai desa dan orang-orang yang sekiranya diperlukan saja.



155



TRADISI PEMBERSIHAN DESA



Acara bersih desa yang semula melaksanakan tahlil bersama dengan skala yang cukup besar, kini orang yang hadir juga berkurang banyak. Bersih desa yang dulunya selalu mementaskan pagelaran Wayang Kulit semalam suntuk, kini juga ditiadakan, karena acara tersebut mampu menimbulkan klaster baru yang disebabkan berkumpulnya banyak orang. Acara inti Ruwatan yang dulu dilaksanakan secara meriah, semasa pandemi ini dilaksanakan hanya dengan beberapa orang saja. Tetapi dalam pelaksanaan Ruwatan tetap menghadirkan dalang khusus yang dapat menjadi pemandu berjalannya acara Ruwatan. Dalang khusus Ruwat yang biasanya adalah dalang ternama, kini beralih menjadi dalang daerah setempat, yang terpenting tradisi Ruwat tetap berlangsung. Meskipun dengan jumlah peserta yang sedikit, tetapi makna bersih desa tetaplah disakralkan. Setiap warga desa masih tetap mengadakan sejenis doa atau tahlil meskipun dari masjid atau mushola terdekat yang bertujuan untuk kemakmuran desa. Dan tentunya dalam pelaksanaan warga juga menggunakan masker sekaligus menjaga jarak, warga yang hadirpun juga dibatasi jumlahnya. Dengan begitu diharapkan tradisi bersih desa di masa pandemi ini hanya berbeda kuantitas orang yang terlibat, tanpa mengurangi khitmat acara. Sebagai suku Jawa, kita haruslah menjunjung tinggi tradisi dan kebiasaan kita yang berkaitan dengan keragaman budaya daerah dan budaya nasional. Serta dengan adanya peran pemuda dalam melestarikan budaya desa masing-masing akan menjadikan budaya desa tetap lestari. Sebagai pemuda suku Jawa kita harus bangga akan keanekaragaman, dan tidak boleh melupakan budaya kejawen kita. Karena tanpa adanya budaya daerah yang beragam, tidak ada pula budaya nasional yang beragam pula.



156



POTENSI KEBUDAYAAN DESA TENGGONG



Oleh: Yoga Febrian Herdino



Desa Tenggong adalah desa yang letaknya di Kecamatan Rejotangan, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Indonesia. Di Desa Tenggong ini terdapat bukit gunung cemenung yang mengandung kandungan pangan dan batu kapurnya yang banyak ditambang oleh masyarakat. Sejarahnya Desa Tenggong terbagi menjadi tiga dusun, dan setiap dusun memiliki kisah cerita bersejarah diantaranya: 1. Dusun Krajan : Dusun Krajan adalah pusat pemerintahan Desa Tenggong. 2. Dusun Troboyo : Dusuh Troboyo yang mula-mula adalah Mbah Astro, ketika menebang hutan belantara untuk dijadikan pemukiman, Mbah Astro menemukan buaya, akhirnya dusun ini dinamakan Troboyo. 3. Dusun Sucen : Di dusun ini dulunya ada sebuah sumber air yang banyak digunakan oleh masyarakat untuk bersuci, dan pada akhirnya, air yang suci ini dinamakan Dusun Sucen hingga sampai sekarang ini masih ada keberadaannya. POTENSI KEBUDAYAAN DI DESA TENGGONG Desa Tenggong terdapat banyak sekali menyimpan sejarah pada masa kejayaan industri batu kapur dan pangan sejak pada masa penjajahan Belanda. Terdapat bukti banyak adanya sisa-sisa



157



POTENSI KEBUDAYAAN DESA TENGGONG



bangunan pabrik pengolahan pangan yang berada di Bukit gunung Cemenung. Wisata Bukit Cemenung di Desa Tenggong merupakan salah satu tempat wisata yang ramai dikunjungi wisatawan pada hari biasa maupun waktu liburan. Wisata bukit gunung Cemenung di Desa Tenggong ini memiliki pesona keindahan yang sangat menarik untuk dikunjungi. Namun sekarang ini lokasi tersebut sudah tidak digunakan untuk tempat penambangan. Karena lokasi Bukit gunung Cemenung tersebut sekarang mulai dijadikan sebagai tempat wisatawan bagi masyarakat sekitar maupun wisatawan luar untuk menikmati keindahan yang disuguhkan dari wisata bukut gunung cemenung. Selain itu bagi para wisatawan biasanya sering sekali melakukan kegiatan berfoto selfie dengan panorama yang terdapat di bukit gunung cemenung. Wisata bukit gunung cemenung di Desa Tenggong sendiri merupakan tempat wisata yang harus anda kunjungi karena pesona keindahannya tidak ada duanya. Penduduk lokal daerah sekitar juga sangat baik dan ramah terhadap wisatawan lokal maupun wisatawan asing. Kota Tulungagung sendiri juga dikenal dengan keindahan tempat wisatanya, dan salah satunya adalah wisata bukit gunung cemenung yang terletak di Tulungagung. Keunikan dan daya tarik lainnya dari wisata bukit gunung cemenung ini adalah adanya sisa bangunan besar dengan cerobong di bagian atasnya. Keberadaan bangunan-bangunan bercerobong di bukit gunung cemenung ini dikarenakan pada jaman dahulu kala daerah tersebut adalah kawasan tambang kapur dan batuan pangan yang juga termasuk pabrik gamping (batu kapur). Sekilas bentuk bangunan yang bercerobong ini seperti mirip dengan model bangunan kincir yang terletak di negara Belanda. Sehingga para wisatawan bisa mengabadikan potret diri berlatarbelakang bangunan unik tersebut. Pemandangan yang disuguhkan dari bujit gunung cemenung sendiri dari ketinggian memang memberikan sensasi dan



158



Oleh: Yoga Febrian Herdino



keindahan yang sangat luar biasa. Memilih tempat berkunjung ke daerah perbukitan akan menjadi pilihan yang sangat tepat untuk menyegarkan pikiran dari tuntutan aktifitas sehari-hari. Udara dikawasan bukit gunung cemenung ini cukup dingin akan melengkapi perjalanan wisatawan dan Menikmati keindahan alam tersebut dapat memberikan ketenangan dan pengalaman yang menarik saat mengunjunginya. Wisata bukit gunung cemenung di desa tenggong ini sangat cocok untuk mengisi waktu kegiatan liburan, karena keindahan wisata bukit gunung cemenung ini sangatlah baik dan indah bagi wisatawan untuk merapat mengunjungi tempat wisata tersebut. Selain itu wisata bukit gunung cemenung seringkali dijadikan sebagai lokasi kegiatan offroad bagi para komunitas tersebut. Selain potensi keindahan alam gunung cemenung di desa Tenggong, Kegiatan kebudayaan yang sering dilakukan di desa Tenggong adalah selalu mengadakan perlombaa di setiap tahunnya. Perlombaan yang sering dilakukan adalah lomba sepak bola dan lomba voli antar dusun dan rt rw di desa Tenggong. Kegiatannya selalu ramai dipertontonkan dan menarik setiap dusun saling mengalahkan untuk menjadi pemenang, dan selain itu di setiap tahunnya juga mengadakan bazar. Bazar yang disediakan banyak sekali seperti pada umumnya, ada makanan, mainan, pakaian dll. Selain ada beberapa macam hal, harga yang diperjualan sangat terjangkau sehingga selalu namyak yang membeli sampai habis. Waktu bazar juga menyediakan pentas seni wayang, Dalam satu malam saja kegiatan di Desa Tenngong daerah Tulungagung terdapat pertunjukan wayang sangat ramai dan banyak disukai. Terlebih lagi pada waktu libur Banyak pemerintah desa di wilayah Tulungagung yang mengadakan acara wayang tersebut. Pada momentum seperti bazar ini, banyak mereka yang mengundang dalang lokal yang dimiliki Tulungagung, seperti Ki



159



POTENSI KEBUDAYAAN DESA TENGGONG



Minto Sudarsono dari Rejotangan, Ki Budi Plandhang dari Ringin Pitu, Ki Heru Rahadi dari Tanggung-Campurdarat, Ki Sugito dari Ngantru, Ki Sun Gondrong dari Mirigambar-Sumbergempol, Ki Eko Kondo Prisdianto dari Kendalbulur-Boyolangu, Ki Marsaid dari Bandung dan sebagainya. Pagelaran wayang di Desa Tenggong biasanya ditutup dengan acara ritual ruwatan atau ngruwat oleh dhalang ruwat pada pagi harinya di akhir pertunjukan. Sedangkan tujuannya antara lain untuk menghindarkan sukerta (bencana, musibah, mala petaka) dan mendapatkan kebahagiaan serta ketentraman bagi warga desa. Jika zaman dulu pagelaran wayang identik dengan tontonan dan tuntunan bagi warga desa, tetapi di zaman sekarang ini masih juga jadi tontonan dan tuntunan warga kota. Mengapa? disebabkan, sejak dahulu sampai sekarang memiliki agenda rutin menyelenggarakan pagelaran wayang di tiap Kabupaten setiap tahunnya. Bahkan, dalang yang diundang tergolong dalang kondang, seperti Ki Anom Suroto, Ki Mantep Sudarsono, Ki Purbo Asmoro, Ki Enthus Susmono, dan sebagainya. Selain merupakan tontonan yang menghibur, Wayang juga mencontohkan mengenai budi pekerti dan karakter yang kuat bagi masyarakat. Bukan hanya itu, media wayang nampaknya juga efektif untuk alat sosialisasi. Selain berbagai instansi di atas, warga masyarakat di Desa Tenggong Tulungagung pun juga sering mengadakan pementasan wayang semalam suntuk, terutama ketika mereka mempunyai hajat syukuran menikahkan putra-putrinya, acara khitan, dan sebagainya. Meski pada banyak kesempatan ini, mereka terkadang harus merogoh koceknya puluhan juta rupiah, tetapi karena merupakan hobi atau kegemaran, hal itu tidak menjadi sebuah masalah. Belum lagi dengan adanya acara penyelenggaraan festival pedalangan yang diikuti para siswa tingkat SD, SMP dan SMA yang dilaksanakan di Balai Budaya, utara alun-alun



160



Oleh: Yoga Febrian Herdino



Tulungagung. Dalam berbagai kesempatan, para siswa SD sampai SMA/SMK juga sering menampilkan seni kethoprak (seni drama tradisional) dan seni pedalangan yang diiringi gamelan. Semakin lama semakin seru dan greget-nya seni budaya yang ada di Tulungagung, terutama seni pedalangan itu sendiri tak terlepas dari banyaknya bantuan gamelan dari Kemendikbud pusat di sekolah-sekolah Tulungagung. Dengan adanya bantuan gamelan tersebut, tentu pihak Dikbud (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan) berusaha untuk memajukan dan mengembangkan bakat seni budaya bagi para siswa di semua tingkatan. Meski pagelaran maupun pementasan wayang di daerah Surakarta (Solo) tak seramai di Tulungagung, namun para dalang kondang kebanyakan tinggal di Solo. Ia mencontohkan para dalang besar yang tinggal di Solo, antara lain Ki Purbo Asmoro, Ki Anom Suroto, Ki Warseno Slank dan lain sebagainya. Secara umum, di daerah Mataraman yang wilayahnya selatan pedalaman Jawa Timur, memang sangat marak pementasan wayang kulit, seperti di Tulungagung, Kediri, Blitar, Trenggalek, Nganjuk, Ponorogo hingga Madiun. Hanya saja, nampaknya di Tulungagung yang menempati ranking pertama dalam hal ini. Antusiasme warga masyarakat memang sangat luar biasa.



161



POTENSI KEBUDAYAAN DESA TENGGONG



162



MENGULIK KESENIAN JARANAN DESA KALIOMBO, KOTA KEDIRI



Oleh : Ilham Nursukma Valentino



Negara Indonesia merupakan Negara kepulauan yang menyebabkan keberagaman etnis, budaya, suku dan juga bahasa daerah yang dimilikinya. Budaya yang dimiliki Negara Indonesia sangatlah beragam, seperti budaya-budaya yang dimiliki setiap daerahnya sangatlah beragam. Budaya merupakan bentuk karya cipta manusia yang terbentuk melalui proses belajar. Budaya yang dimiliki Indonesia diantaranya yaitu kesenian kuda lumping atau biasa orang jawa menyebutnya dengan jaranan. Jaranan merupakan warisan kebudayaan yang sudah ada sejak zaman dahulu. Jaranan merupakan sebuah tarian yang menggunakan alat dari bambu yang di anyam biasa disebut jaran kepang, pecut, dan juga memakai mahkota yang di gunakan dikepala para penari kuda lumping atau jaranan. Karna kebanyakan menceritakan sejarah kerajaan di pulau jawa. Belum tau pasti darimana asalnya kesenian jaranan itu bersal, ada yang mengatakan bahwa kesenian jaranan berasal dari provinsi Jawa Timur, tepatnya di Ponorogo. Kesenian jaranan ini sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia bahkan sampai warga Negara asing. Kesenian jaranan disetiap daerahnya memilki cirri khasnya masing-masing. Seperti halnya kesenian jaranan yang ada di Desa kaliombo Kota Kediri.



163



MENGULIK KESENIAN JARANAN DESA KALIOMBO, KOTA KEDIRI



Desa Kaliombo terletak di Kota Kediri Provinsi Jawa Timur. Desa Kaliombo, merupakan salah satu desa di Kota Kediri yang warganya kebanyakan menyukai kebudayaan. Khususnya kesenian kuda lumping atau masyarakat sekitar menyebutnya dengan “jaranan”. Kebudayaan yang dimiliki desa ini sangatlah banyak, diantaranya adalah, kesenian wayang golek, shalawat diba’, dan juga kesenian jaranan. Kesenian jaranan yang ada di desa Kaliombo memiliki nama seni jaranan “ Satrio Waringin”. Satrio Waringin memiliki arti yaitu tentang pemuda atau kesatria karna kebanyakan para pemainya adalah laki-laki sedangkan waringin itu sendiri adalah lokasi latihan jaranan tersebut yang di bawah pohon beringin. Terbentunya keseninan jaranan Satrio Waringin berawal dari sekumpulan masyarakat yang sangat menyukai kebudayaan jawa Khususnya para pemuda, terutama kesenian jaranan. Dari sinilah awal mulanya terbentuknya kesenian jaranan Satrio Waringin. Jaranan Satrio Waringin, dipimpin oleh bopo Joko Warsito, atau masyarakat sekitar biasa memanggilnya dengan sebutan mbah Joko atau mbah war. Awal kemunculan kesenian jaranan ini, diperkenalkan kepada masyarakat luas yaitu dengan cara mengadakan pentas dari panggung ke panggung. Dana yang diperoleh untuk melaksanakan pentas adalah dari iuran khas seiap bulan para anggotanya, karena bagi mereka yang betul-betul menyukai seni, dengan bisa pentas dan bisa memperkenalkan ke khalayak umum merupakan kebahagiaan yang tidak akan bisa dibeli. Cara ini terbukti dapat menarik minat para masyarakat luas terhadap kesenian jaranan ini. Walaupun begitu, tidak mudah bagi kru jaranan Satrio Waringin dalam melakukan promosi kesenian ini, banyak juga diantara masyarakat yang tidak menyukainya, namun hal demikian bukan alas an bagi bopo Joko dan juga para kru untuk tetap mempromosikan kesenian jaranan ini. Lambat laun,



164



Oleh : Ilham Nursukma Valentino



kesenian ini bisa diterima oleh masyarakat dan juga banyak peminatnya. Kesenian jaranan sendiri, yaitu sebuah kesenian yang menampilkan tari kuda lumping, seperti tari srampat, tari barong, tari jowo blejed dan masih banyak lainya. Tari kuda lumping juga memiliki filosofi ataupun makna di dalamnya. Contohnya saja seperti tari barong, tari barong disini memiliki filosofi Dimana barong sendiri menggambarkan tentang manusia hidup di dunia ini. Menggambarkan mengenai angkara murka yang mana keserakahan sifat yang dimiliki manusia. Hal ini bisa dilihat dari ketika para pemain kuda lumping membunyikan pecutnya, si barong akan selalu menghampirinya. Pakaian penari kuda lumping yang menggambarkan kehidupan bangsawan dulu selalu menunggangi kuda. Tari kuda lumping juga diiringi oleh gamelan jowo dan juga oleh sesinden. Sesinden adalah wanita yang menyanyi diiringi oleh gamelan-gamelan jowo, dan biasanya mereka menyanyikan lagu-lagu jawa biasa dikenal dengan Tembang Jowo. Sesinden biasanya menggunakan pakaian khas jawa dan memakai sanggul dikepalanya. Tari jaranan juga memiliki cirri khas dengan adegan kesurupanya, atau orang jawa menyebutnya dengan istilah “kesurupan”. Ketika kesurupan biasanya para pemain akan bertingkah aneh diluar kesadaranya, seperti makan ayam hidup, makan ular, makan beling, makan bunga, makan dupa dan masih banyak lagi keanehan yang diciptakan saat para pemain kuda lumping kesurupan. Kesenian jaranan Satrio Waringin ini juga termasuk potensi budaya yang dimiliki oleh Desa Kaliombo Kota Kediri. Hal ini bisa dilihat dari minat masyarakat luar daerah terhadap keseian ini. Kebudayaan ini juga merupakan kesenian kebanggan masyarakat desa Kaliombo. Karena itu kesenian ini sering kali digunakan untuk acara penyambutan tamu-tamu terhormat yang datang di desa Kaliombo, seperti untuk acara penyambutan bapak Wali



165



MENGULIK KESENIAN JARANAN DESA KALIOMBO, KOTA KEDIRI



kota, bapak Bupati dan lain sebagainya. Jaranan Satrio Waringin juga biasa dipentaskan untuk memperingati hari-hari besar Nasional, dan hari besar islam seperti hari kemerdekaan Bangsa Indonesia, rejeban atau suroan Dengan adanya kesenian jaranan Satrio Waringin yang ada di desa Kaliombo Kota Kediri ini, berharap dapat memperkenalkan kepada masyarakat yang lebih luas jangkauanya tentang apa kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat desa besuki. Kesenian ini juga bisa di jadikan icon desa yang mana ketika masyarakat luar mengingat desa Kaliombo, maka juga akan mengingat kesenian jarananya. Namun demikian, agar bisa mencapai tujuan tersebut maka haruslah ada yang mau memperkenalkan kepada masyarakat luas dan juga melestarikanya. Melestarikan kebudayaan yang sudah kita miliki adalah kewajiban bagi warga Negara, agar kebudayaan yang sudah kita miliki tidak diakui oleh Negara lain. Melestarikan kebudayaan bisa dilakukan dengan banyak cara. Bisa dilakukan dengan mempelajari kebudayaan yang kita miliki, memperkenalkan kebudayaan yang kita miliki kekhalayak umum, dan juga mencintai kebudayaan apa yang sudah kita miliki. Hal ini juga berlaku untuk kesenian Jaranan Satrio Waringin. Kesenian ini juga haruslah dilestarikan oleh geneerasi-generasi selanjutnya agar idak hilang ditelan zaman. Selain itu juga, manfaat dari melestarikan kebudayaan ini juga termasuk melestarikan potensi budaya yang ada di desa Kaliombo. Karena hal ini juga bisa membantu untuk perkembangan desa, kemakmuran masyaraktnya, juga bisa dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi warga desanya. Dengan demikian, untuk para generasi muda, mempelajari kebuadayaan daerah, mencintai kebudayaan asli Indonesia haruslah kita tanamkan pada diri. Jangan sampai kejadian



166



Oleh : Ilham Nursukma Valentino



kebudayaan asli Negara kita diakui oleh Negara lain, karena memang kita sendiri tidak mau mempelajarinya. Kebudayaan yang kita miliki merupakan juga sebagai identitas suatu daerah. Maka dari itu kita harus senantiasa menjaga dan juga melestarikanya.



167



MENGULIK KESENIAN JARANAN DESA KALIOMBO, KOTA KEDIRI



168



KEBUDAYAAN DESA



Oleh: M. Ibnu Ilmawan



Nyadran atau Nyadranan merupakan kegiatan bersih desa yang mana kegiatan tersebut dilaksanakan selama 4 hari dengan ditandai malam puncak pada hari terahir yang selalu ditepatkan pada malam jum'at pahing. Dan di malam puncak tersebut sangat meriah dengan dipenuhi ratusan masyarakat setempat, bahkan dari luar desa maupun luar kecamatan banyak yang berdatangan untuk melihat berbagai tontonan kesenian yang diadakan disana. seperti jaran kepang, wayang kulit, nobar, orkes musik, juga banyak permainan dan masih banyak lagi tontonan lainnya. Nyadran menjadi tradisi tahunan yang diciptakan oleh tokoh terdahulu masyarakat pada tahun 1995 dengan mengarak sesaji jolen dari balai desa menuju situs yang dianggap makam leluhur. Dan leluhur yang dimaksut adalah Mbah Sahid. Melalui prosesi Nyadran muncul berbagai mitos yang dipelihara dan diyakini oleh masyarakat. Makna yang terbentuk di masyarakat diidentifikasi berdasarkan prosesi Nyadran, simbol, nilai, mitos dan konstruksi sejarah yang ada dimasyarakat. Komunikasi dalam Perspektif Asia yang menekankan ritual dan memandang makna sebagai proses menuju kesadaran diri, kebebasan dan kebenaran digunakan untuk mendialogkan fenomena Nyadran sebagai komunikasi. Konsep komunikasi ritual James W. Carey juga digunakan untuk menunjukkan bahwa komunikasi tidak sekedar proses transmisi 169



KEBUDAYAAN DESA



namun sebuah partisipasi, asosiasi, dan kepemilikan atas keyakinan bersama. Tokoh yang dijadikan obyek upacara adalah Mbah Sahid, leluhur yang dianggap sebagai pendiri Desa Sonoageng. Desa Sonoageng merupakan desa yang lumayan luas dan terdiri dari 5 dusun yaitu dukuh Sonoageng, dukuh Banyu urip, dukuh Sumber, dukuh Nggading, dan ndukuh waung dengan jumlah penduduk sekitar 10.000 jiwa. Acara Seni Budaya di Desa Sonoageng antara lain, Kesenian Jaranan kempang, Kentrung (Tari Topeng), Electone 4 tempat, Wayang Kulit 4 tempat dan Wayang Krucil (kayu), menceritakan cerita-cerita Panji (Kepanjian), Layar tancap, Pasar malem di Lapangan Desa Sonoageng. Kesenian ini diadakan untuk menghibur Masyarakat Sonoageng dan sekitarnya, dengan harapan agar Kesenian Daerah terangkat keberadaannya. Juru kunci Makam Mbah Sa’id, Mbah Podho, menuturkan saat di temui wartawan Beritamadani, “Acara ini Acara Nyadran (Bersih Desa) maksudnya adalah berdoa Kepada Tuhan YME dan mengirim doa kepada para sesepuh desa terdahulu. Dan terkhusus kan kepada Mbah Sa’id seorang yang membabad Dusun Sonoageng. Peringatan Bersih Desa ini bila di hitung lebih dari 60 kali, mulai saya masih kecil sudah ada sampai sekarang usia saya 21 th. Tujuan daripada acara tersebut adalah supaya di beri kesarasan (kesehatan, red) menopo kemawon lancar nandurnandur nggih subur (kesemuanya lancar bercocok tanam juga subur. Prosesi pada malam puncak acara ini di mulai pada hari Kamis, mulai sore hingga malam Acara adat ini dilakukan untuk leluri (melestarikan) para leluhur yang merupakan Budaya Bangsa dan perlu di kembangkan di masa-masa yang akan datang. Suharto Kepala Desa di Balai Desa Sonoageng, mengatakan kepada Beritamadani, bahwasanya, “acara ini di lakukan secara turun



170



Oleh: M. Ibnu Ilmawan



temurun setiap 1 tahun sekali setelah Panen kedua (walik’an) Hari Jum’at Pahing. Kirab di mulai dari Balai Desa Sonoageng sampai ke Makam Mbah Sa’id, berjarak kurang lebih 500 meter. Tujuan dari Kirab Budaya dan Tumpengan dalam acara Bersih Desa tersebut adalah sebagai Tanda Syukur Kepada Tuhan Yang Maha Esa, bahwasanya Warga Desa Sonoageng diberikan keselamtan, kesehatan, ketentraman dan hasil pertaniannya melimpah tidak di serang hama. Juga bertujuan agar generasi muda bisa mencontoh para pendahulu-pendahulunya dengan baik, tidak melakukan halhal yang bisa merusak generasi muda. Dan terkait dengan sejarah keberadaan Makam Mbah Sa’id sebagai Pusat Nyadran (Bersih Desa dan Tumpengan) keterangan lebih lanjut Wartawan Beritamadani menemui Ki Panuju selaku Kamituo Dusun Sonoageng dan juga panitia tumpengan tersebut. Ki Panuju menceritakan bahwa, “Pada tahun 1796 terjadi perang antara Kesultanan Yogyakarta Pangeran Mangku Bumi (Hamengku Buwono I) memerangi Kasunanan Solo dibawah Kepemimpinan Mas Sa’id (Adipati Mangkunegaran). Akhirnya di menangkan oleh Kasultanan Yogyakarta. Kemudian Mas Sa’id diasingkan ke Sailon. Mas Sa’id punya putra dari selir, namanya Raden Sa’id Anom menyingkir ke wilayah timur dengan beberapa kerabat dekat akhirnya menetap di Desa Sonoageng ini. Akhirnya Raden Sa’id Anom ini menjadi Pendeta (Kyai) sampai beliau meninggal dan di makamkan di desa ini. Sedangkan di perkotaan, tradisi Nyadran sudah tidak ada. Padahal, Nyadran merupakan hasil budaya di daerah Jawa. Sedangkan di desa, kegiatan tradisi Nyadran tetap dilakukan pada setiap tahunnya. Upaya melestarikan tradisi Nyadran dimaksudkan untuk kegiatan ritual. Inti dari sebuah upacara tradisi Nyadran ialah kirim doa arwah leluhur. Selain itu, juga sebagai ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bayuadhy menyatakan bahwa tradisi Nyadran merupakan sebuah ritual



171



KEBUDAYAAN DESA



yang berupa penghormatan kepada leluhur atau arwah nenek moyang dan memanjatkan doa yang puncaknya berupa acara kenduri selamatan. Dalam berdoa khususnya pada tradisi Nyadran tercermin kepercayaan dan agama masyarakat pelaku Nyadran. Ritual yang dilakukan dalam upacara tradisi Nyadran tergolong sakral dan tidak semua orang bisa memimpin jalannya upacara. Dalam puncaknya, tradisi Nyadran di Desa Sonoageng tidak terlepas dari harapan-harapan yang dituangkan dalam mantra. Dan mantra tersebut hanya dipercayakan pada seorang sesepuh Desa Sonoageng. Sesepuh tersebut diamanahi menjadi pemantra di setiap pelaksanaan tradisi Nyadran. Oleh karena dalam komunikasi berupa mantra kepada Tuhan tersebut memiliki tujuan yang tidak lain untuk kebaikan seluruh masyarakat Desa Sonoageng, maka masyarakat harus dapat menyesuaikan. Termasuk dalam suatu tradisi Nyadran, masyarakat percaya bahwa hanya orang-orang tertentu yang memiliki pengaruh dalam berkomunikasi. Mantra merupakan ucapan yang mengandung hikmah atau kekuatan gaib. Kekuatan batin mantra berupa permainan bunyi dan biasanya bersuasana mistis dalam hubungan manusia dengan Tuhan. Mantra dalam tradisi Nyadran yang ternyata mengandung dua bahasa yang dikelompokkan dalam perpaduan bahasa Arab dan Jawa. Istilah dalam perpaduan antara dua kebudayaan Arab dan Jawa, disebut dengan akulturasi. Ajaran agama Islam mengajarkan doa-doanya menggunakan bahasa Arab yang diajarkan oleh Wali Songo. Sedangkan mayarakat Jawa cenderung menggunakan bahasa Jawa dengan ajaran Hindhu-Buddha. Sehingga, ketika berdoa mereka menggunakan bahasa Jawa. Oleh sebab itu, dalam berdoa, Wali Songo menggabungkan kedua bahasa tersebut untuk bisa diterima masyarakat Jawa saat itu. Fakta tersebut terjadi dalam bahasa mantra tradisi Nyadran di Desa Sonoageng Kecamatan Prambon Kabupaten Nganjuk.



172



Oleh: M. Ibnu Ilmawan



Nyadran Sonoageng dimaknai melalui istilah: nyekar, syukur, ngalap berkah, dan silaturahmi. Istilah tersebut direpresentasikan masyarakat melalui tindakan-tindakan nyata dalam ritual Nyadran dengan penuh kesadaran dari masing-masing anggota masyarakat. Partisipassi masyarakat merupakan aspek penting dalam terselenggaranya ritual ini. Nyadran mampu menciptakan mitos yang diyakini oleh masyarakat sehingga memengaruhi tindakan masyarakat dalam melakukan ritual. Dalam hal ini desa sonoageng telah menunjukkan bahwa banyaknya berbagai makna yang terdapat perbedaan dalam pemahaman aspek sejarah maupun kepercayaan masyarakat terhadap leluhur. Namun, masyarakat Sonoageng tetap melakukan ritual Nyadran dalam satu kebersamaan. Nyadran Sonoageng merupakan tradisi yang diciptakan, dipelihara dan dilembagakan oleh masyarakat. Konstruksi sejarah memengaruhi kepercayaan dan pemahaman masyarakat terhadap nilai-nilai sejarah, kepercayaan terhadap leluhur dan pemaknaan terhadap ritual Nyadran.



173



KEBUDAYAAN DESA



174



BUDAYA REBO PONAN DAN WOT OGAL AGIL



Oleh : Moh. Fahrul Rozi



Salah satu dusun yang berada di desa jogomerto yaitu dusun sukorejo adalah dusun yang berada pada tengah tengah desa jogomerto, secara geografis dusun sukorejo terletak di antara 2 kali yaitu 1 kali kecil dan 1 kali besar , dan dusun sukorejo juga termasuk dengan dusun yang strategis apabila jika ada suatu pembangunan industri di karenakan letak dusun sukorejo dekat dengan jalan raya penghubung provinsi, dan juga di bagian barat Dusun Sukorejo terdapat jalan raya jalur Nganjuk-Kediri, hal itu banyak sekali para investor investor yang ingin membangun sebuah pabrik ataupun perisndutrian di kawasan sawah sukorejo karena letaknya yang cukup strategis, apalagi di kabarkan juga kediri akan membuat bandara itu akan membuat jalan di kawasan barat sukorejo padat untuk di lalui lalang kendaraan karena termasuk jalan nganjuk kediri alternatif . Istilah dusun sukorejo di beri nama sukorejo artinya adalah suko: suka, rejo: rame yang artinya kalau di gabung menjadi suka keramaian dalam arti menyukai keramaian adalah suka berbaur dengan banyak orang dan bergaul. Tak ayal di dusun sukorejo sendiri masyarakatnya disini semuanya menyukai keramaian dengan di buktikan dengan banyaknya warung di dusun sukorejo membuat dusun sukorejo siang ataupun malam banyak sekali orang orang dari kalangan 175



BUDAYA REBO PONAN DAN WOT OGAL AGIL



muda ataupun tua nongkrong di warung dengan bersendagurau. Hal itu membawa dampak positif sendiri bagi dusun sukorejo hal positif tersebut adalah sangat jarang atau bahkan tidak pernah ada kasus pencurian di dusun sukorejo di karenakan warung kopi yang tidak pernah sepi di tambah lagi banyak anak muda yang nongkrong di jembatan kali dan secara tidak langsung membuat desa aman dari kasus pencurian. Di dusun sukorejo sendiri jembatan penghubung kali adalah jembatan peninggalan belanda di bagian tembok jembatan terdapat tulisan (van heouten) dari cerita orang orang tua itu adalah nama pembuat jembatan atau bisa disebut dengan mandor waktu membuat jembatan tersebut. Di karenakan jembatan tersebut peninggalan belanda maka tak memungkiri banyak sekali kisah kisah mistis yang di alami sebagian atau bahkan semua masyarakat pernah mengalaminya, mulai dari suara suara taupun wujud asli dari sosok penunggu jembatan tersebut. Tetapi bagi masyarakat sukorejo sendiri hal itu menjadi hak yang biasa dan juga di karenakan banyak nya pemuda di Dusun Sukorejo yang nongkrong di jembatan dan terkadangjuga mancing di jembatan maka dari itu hal tersebut membuat hal hal mistis itu menjadi biasa bagi masyarakat sukorejo. Rata-rata mata pencaharian masyarakat di Dusun Sukorejo adalah petani dan penjual buah sawo, itu tergantung musim. Apabila padamusim panen masyarakat terjun bekerja di sawah dan apabila musim buah sawo masyarakat terjun untuk menjual buah sawo. Dusun Sukorejo termasuk pemasok buah sawo terbesar di Desa Jogomerto itu di karenakan banyaknya pohon sawo di Desa Sukorejo dan banyaknya para pencari buah sawo di Dusun Sukorejo, di Dusun Sukorejo sendiri rasa sawo yang dihasilkan berbeda dengan kecamatan lain sawo di Dusun Sukorejo dikenal dengan rasanya yang manis dan berair hal itu membuat rasa buah sawo tersebut menjadi segar. Mayoritas atau



176



Oleh : Moh. Fahrul Rozi



bahkan semua agama dari masyarakat Dusun Sukorejo adalah Islam maka dari itu banyak sekali masjid masjid dan mushola yang berada di Dusun Sukorejo dan juga acara acara keagamaan di Dusun Sukorejo, walaupun di Dusun Sukorejo sangat aktif dalm segi keagamaan namun masyarakat sukorejo tidak lupa dengan budaya budaya yang di wariskan para leluhur sebelumya, di Dusun Sukorejo sendiri terdapat makam salah satu pemuka tokoh agama terkenal dari jawa tengah orang orang biasa memanggilnya makam mbah bisri. Makam ini di bangun seperti mushola biasanya setiap malam suro banyak orang orang dari luar kota untuk berziarah ke makam mbah bisri ini dan melakukan pembagian mori, makam sukorejo sendiri ini memiliki juru kunci, nama dari juru kunci tersebut adalah mbah soni dia adalah sesepuh di dusun sukorejo. Dengan keunikan keunikan di Dusun Sukorejo ini maka banyak budaya budaya di Dusun Sukorejo yang agak berbeda dnegan desa desa lain yaitu salah satunya adalah budaya rebo ponan Rebo Ponan Rebo ponan sendiri adalah acara pengajian yang diadakan setiap hari rabu pon, namun acara rebu ponan ini di hadiri hanya oleh bapak bapak. Acara rabu ponan ini dilakukan bergantian dari rumah satu kerumah yang lain, di dalam acara rabu ponan ini sendiri acaranya adalah mengaji tahlil untuk keluarga yang mempunyai hajat dan ceramah dari tokoh pemuka agama setempat. Rabu ponan sendiri di mulai pada saat habis isyak dan selesai pada jam 9 malam. Menurut dari pendiri rabu ponan ini sendiri adalah memberi wawasan kepada masyarakat tentang agama dan budaya dan juga untuk memperkuat silaturahmi antara masyarakat di dusun sukorejo ini sendiri. dalam acara rabu poinan ini juga tidak lupa untuk mengirim doa kepada sesepuh sesepuh pendiri dusun sukorejo, maka dari itu acara rabu ponan ini juga termasuk pelestarian budaya dari leluhur leluhur



177



BUDAYA REBO PONAN DAN WOT OGAL AGIL



sebelumnya dan juga acara rabu ponan ini membawa dampak psoitif bagi masyarakat di dusun sukorejodi karenkan mendapat ilmu agama dari ceramah pemuka agama setempat. Wot Ogal Agil Di Dusun Sukorejo sendiri terdapat acara agustusan yang tidak ada di desa lain yaitu adalah acara wot oga lagil, wot ogal agil ini sendiri adalah acara yang di dadakan untuk memperingati agustusan di karenakan Dusun Sukorejo yang letaknya dekat dengan kali atau sungai maka hal ini di manfaatkan oleh para pendahulu untuk membuat acara yang unik danberbeda dnegan acara lomba di desa lain. Bentuk lomba ini sendiri adalah menggunakan bambu dan tampar, bambu ini di susun seperti jembatan dan di ujung bambu nantidi pasang bambu yang lain secara vertikal atauke atas di atas tersebut ada banyak macam macam hadiah apabila bisa menyebrang diatas bambu tersebut kita bisa memanjat dan mengambil hadiah tersebutan apabila kita terjatuh maka kita akan terjatuh ke sungai tersebut atau nyemplung ke sungai tersebu, acara ini biasanya di meriahkan pada saat agustusan dan di ikuti oleh para pemuda di Dusun Sukorejo namun tak jarang juga bapak bapak juga ikut dalam wot ogal agil ini. Dalam wot ogal agil ini syaratnya yaitu harus atau wajib bisa berenang karena pada saat kita terjatuh itu nanti akan terjatuh di sungai. Namun di karenakan dusun sukorejo sangat dekat dengan sungai maka banyak anak anak kecil yangsudahmahir berenang karena sedari kecil mereka sudah berian di kali,oleh karena itu dusun ini memiliki simbol atau moto (ojo ngaku wong sukorejo nak gak iso nglangi) yang dalam bahasa indonesia artinya jangan mengaku warga sukorejo kalau tidak bisa berenang.



178



ESSAI KEBUDAYAAN DESA NGADISUKO



Oleh: Naning Khusniatu Sholihah



Desa adalah lingkungan hidup yang dihuni oleh sebagian masyarakat Indonesia. jika kita mendengar nama desa, bayangan mayoritas masyarakat identik dengan lingkungannya yang sejuk dan warganya yang selalu ramah tamah kepada semua orang meskipun belum mereka kenal. Di samping itu warga masyarakat di desa tingkat kepeduliannya dan tingkat kekeluargaannya ke semua orang sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari adanya adat istiadat dan budayanya yang masih kental. Salah satu adat istiadat dan budaya yang masih kental dan masih di junjung tinggi oleh masyarakat desa Ngadisuko adalah berupa "Nyadranan". Nyadran berasal dari bahasa Sanskerta, sraddha yang artinya keyakinan. Nyadran adalah tradisi pembersihan makam oleh masyarakat Jawa, umumnya di pedesaan. Dalam bahasa Jawa, Nyadran berasal dari kata sadran yang artiya ruwah syakban. Nyadran adalah suatu rangkaian budaya yang berupa pembersihan makam leluhur, tabur bunga, dan puncaknya berupa kenduri selamatan di makam leluhur. Adapun masyarakat desa Ngadisuko tepatnya di dusun Kedung Sobrah menghidupkannya dengan susunan acara berupa tahlilan, sholawatan, do'a bersama dan lain sebagainya. Selanjutnya Masyarakat desa Kedungsuko memiliki kegiatan berupa Upacara Syukuran Awal Musim. Upacara Syukuran Awal 179



ESSAI KEBUDAYAAN DESA NGADISUKO



Musim Tanam Pertama sudah menjadi tradisi turun-temurun yang diwariskan para petani dahulu yang ada di Desa Ngadisuko yang sampai saat ini masih dipelihara dan dilaksanakan setiap awal musim tanam pertama atau MT 1. Acara adat ini dilaksanakan setelah para petani yang ada di Desa Ngadisuko khusunya yang ada di area Dusun Tawing yang sarana irigasinya memanfaatkan DAM Kedung Sobrah sawahnya telah tertanami padi semua atau diistilahkan masyarakat sudah nutup. Acara ini biasanya dipimpin oleh Kepala Desa Ngadisuko. "perdukuh itu ada yasinan baik putra maupun putri, untuk yang lain sholawatan atau khadrohan, yang sifatnya ritual, kui ada di Kedung Sobrah" Dari pernyataan yang di ungkapkan oleh Bapak Kepala Desa Ngadisuko, dapat kita ketahui bahwa di Desa Ngadisuko terdapat kegiatan Rutinan yang kerap disebut dengan yasinan. Yasinan adalah suatu kegiatan keagamaan khusunya masyarakat NU, berupa pembacaan yasin, tahlil dan diselingi dengan pengajian atau lainnya. "lek lanang kui sing roto-roto malam jum'at, lek putri malem senen, tapi hari yo podo tutup karena pergrupe kan untuk kegiatan sosial" Rutian tersebut di ikuti oleh masyarakat desa Kedungsuko baik laki-laki maupun perempuan secara terpisah. Untuk laki-laki dilaksanakan pada hari kamis malam, sedangkan untuk perempuan dilaksanakan pada hari minggu malam. Akan tetapi berhubung adanya wabah covid'19 yang berkepanjangan, maka segala bentuk kegiatan sosial diminimalisir bahkan di liburkan total oleh pemerintah. Dengan ini, wujud ketaatan pengurus desa maupun masyarakatnya sendiri yaitu tetap melaksanan kegiatan rutinan akan tetapi dengan jumlah yang lebih sedikit sampai dengan satu persen saja dan tetap mematuhi protokol kesehatan.



180



Oleh: Naning Khusniatu Sholihah



Sampai disini penulis dapat menarik kesimpulan, bahwa setiap desa selalu memiliki kegiatan adat istiadat dan kebuadayaannya masing-masing. Adapun adat istiadat maupun kebudayaan yang masih lestari hingga saat ini merupakan buah dari sikap gotong-royong masyarakat pedesaan yang sudah mendarah daging dan menjadi ciri khas mereka sendiri, Harapan penulis semoga Indonesia tetap lestari akan kekayaann budayanya dengan masyarakatnya stay humble.



Trenggalek, 2021



181



ESSAI KEBUDAYAAN DESA NGADISUKO



182