CBR Pak Kelompok 5 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

CRITICAL BOOK REPORT MATA KULIAH : Pendidikan Agama Kristen DOSEN PENGAMPU : Luhut Simarmata, M.Th.



Disusun oleh :     



Susi Lamria Sihombing Irma E. Lumban Gaol Yoshia Sihombing Boy H. Sitopu Eido Nababan



KELAS : C/2019



JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2020



KATA PENGANTAR



Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat tuhan yang maha esa, yang telah memberikan rahmat dan karunia yang berkelimpahan kepada penulis , sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini. Adapun tugas ini adalah untuk pemenuhan tugas kkni. Yang menjadi judul tugas saya adalah “ critical book report”. Tugas critical book review ini disusun dengan harapan dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita semua khususnya bagi para mahasiswa . Jika dalam penulisan makalah ini terdapat berbagai kesalahan dan kekurangan dalam penulisan maupun penyusunannya , maka kepada para pembaca , penulis memohon maaf sebesar-besarnya atas koreksi-koreksi yang telah dilakukan. Hal tersebut semata–mata agar menjadi suatu evaluasi dalam pembuatan tugas ini. Tanpa adanya suatu evaluasi dari suatu hasil karya maka dipastikan karya tersebut belum matang materinya. Akhir kata kami mengucapkan banyak terimakasih dan semoga dengan adanya makalah ini bisa memberikan tunjangan maupun referensi untuk pengembangan karya tulis lain dan bermafaat pula bagi para pengguna.



Medan , 19 November 2020



Penulis



2|Page



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2 BAB I..........................................................................................................................................................4 PENDAHULUAN.......................................................................................................................................4 1.



Bibliografi Buku Utama...............................................................................................................4



2.



Bibliografi Buku Pembanding......................................................................................................4



BAB II.........................................................................................................................................................5 RINGKASAN BUKU.................................................................................................................................5 2.1



Ringkasan Buku Utama............................................................................................................5



2.2



RINGKASAN BUKU PEMBANDING..................................................................................31



BAB III......................................................................................................................................................60 PEMBAHASAN.......................................................................................................................................60 3.1 REPORT BUKU............................................................................................................................60 BAB IV.....................................................................................................................................................62 KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................................................................62 4.1



KESIMPULAN........................................................................................................................62



4.2 SARAN...........................................................................................................................................63 DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................64



3|Page



BAB I PENDAHULUAN 1. Bibliografi Buku Utama Judul



: SHANAN



Penulis



: Desi Sianipar



Penerbit



: UKI Ekspress



Kota penebit



: Jakarta



Tahun Terbit



: 2017



Tebal Buku



: 53 halaman



ISBN



: 2549-8061



2. Bibliografi Buku Pembanding Judul



: Pemimpin dan Kepemimpinan Kristen



Penulis



: Purnama Pasande



Penerbit



: Pustaka Star’s Lub 2020



Kota penerbit



: Sulawesi Tengah



Tahun terbit



: April 2020



Tebal buku ISBN



4|Page



: 142 halaman : 978-623-92454-3-6



BAB II RINGKASAN BUKU 2.1 Ringkasan Buku Utama Pendidikan apa pun semestinya bersifat membebaskan atau memerdekakan setiap naradidik dari kebodohan, kelemahan, kemiskinan, dan penindasan. Menurut KBBI, membebaskan artinya melepaskan dari (ikatan, tuntutan, tekanan, hukuman, kekuasaan, dan sebagainya); memberi keleluasaan untuk bergerak (berkata, berbuat, dan sebagainya); melepaskan dari (kekuasaan, asing); memerdekakan; memberhentikan (dari tugas dan jabatan) karena berbuat kesalahan. Frasa “pendidikan agama Kristen” sendiri sudah memperlihatkan penekanan pada pembebasan. Jika dikaji lebih dalam, istilah pendidikan berasal dari dua kata Latin



educare



dan



educere,



yang



menunjukkan



bahwa



educare



berarti



“merawat,



memperlengkapi dengan gizi, agar sehat dan kuat”, sedangkan educere artinya “membimbing keluar dari ....” Dengan pengertian ini, pendidikan dapat dipahami sebagai upaya sadar untuk memperlengkapi seseorang atau sekelompok orang, dan untuk membimbingnya keluar dari satu tahapan hidup ke tahapan lainnya yang lebih baik. Selanjutnya, agama dipahami sebagai satu jenis sistem sosial yang dibuat oleh para penganutnya yang berporos pada kekuatan-kekuatan non empiris, yang dipercayai dan didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi diri mereka dan masyarakat luas. Agama diharapkan sebagai sistem yang membebaskan para penganutnya



dari



masalah-masalah



yang



kerap



dihadapi,



yakni:



ketidakpastian,



ketidakberdayaan, kelangkaan, penderitaan, dan kematian. Pendefinisian frasa “pendidikan agama Kristen” telah menunjukkan sifatnya yang begitu kuat untuk membebaskan para pembelajar PAK. Bertolak belakang dengan sifat PAK yang membebaskan, kita malah kerap menemukan pendidikan agama Kristen yang justru membelenggu, menindas dan tidak mencerahkan para naradidiknya sehingga mereka tidak berkembang sebagaimana yang diharapkan.



5|Page



Secara umum, pendidikan terdiri dari tiga jenis, yaitu pendidikan formal, nonformal, dan pendidikan informal. Menurut UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003, pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan ini diselenggarakan ole pemerintah dan/atau masyarakat. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan yang mencakup pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Pendidikan jenis ini dapat diadakan oleh lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Sementara itu, pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri di mana hasilnya dapat diakui pemerintah sebagai setara dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan. Pembahasan pendidikan agama Kristen dalam kaitan keduanya karena pelaksanaan pendidikan agama Kristen secara formal tidak bisa berjalan sendiri, tetapi harus ditopang oleh pendidikan agama Kristen yang dijalankan secara nonformal dan informal di dalam gereja dan masyarakat. Pemerintah Indonesia melalui UU Sisdiknas tahun 2003 mendefinisikan pendidikan agama sebagai pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan. Dijabarkan pula tujuan dari standar isi pendidikan agama, termasuk di dalamnya pendidikan agama Kristen, yaitu: - memperdalam dan memperluas pengetahuan dan wawasan keberagamaan peserta didik. - mendorong peserta didik agar taat menjalankan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari. - menjadikan agama sebagai landasan akhlak mulia dalam kehidupan pribadi, berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. - membangun sikap mental peserta didik untuk bersikap dan berperilaku jujur, amanah, disiplin, bekerja keras, mandiri, percaya diri, kompetitif, kooperatif, ikhlas, dan bertanggung jawab. - mewujudkan kerukunan 6|Page



antar umat beragama. Berdasarkan ketentuan di atas, maka pendidikan agama Kristen mengutamakan pembangunan karakter atau akhlak yang mulia pada peserta didik sehingga mereka bisa memberikan kontribusi positif dan maksimal bagi masyarakat luas.



Pendidikan Agama Kristen yang Membebaskan Dalam dunia pendidikan, ide tentang pembebasan atau membebaskan telah diinspirasi oleh teologi pembebasan dari Amerika Latin dan pendidikan yang membebaskan dari Paulo Freire. Teologi pembebasan pada awalnya dimulai dan berkembang di Amerika Latin pada tahun 1968 yang dipelopori oleh para teolog Katolik Amerika Latin. Kemunculan teologi ini dimotivasi oleh sejumlah upaya pembaruan sosial, ekonomi, dan budaya sejak tahun 1960, saat di mana istilah “liberation” (pembebasan) muncul dalam teologi Amerika Latin. Pada intinya, teologi ini memperjuangkan pembebasan rakyat Amerika Latin dari berbagai tindakan eksploitif dari lembaga-lembaga nasional dan internasional melalui upayaupaya tranformasi radikal dalam bidang sosial dan ekonomi. Mereka mengkritisi identitas dan situasi yang mereka hadapi saat itu, yaitu berada dalam sistem oligarkhi, kapitalisme, kekerasan. Dengan itu, mereka berharap mampu menyingkapkan penyebab terjadinya: marginalitas sosial, kemiskinan, kebergantungan, dan kekerasan yang dialami oleh kaum mayoritas (rakyat). Penggunaan “liberation” ini kemudian meluas ke dalam pendidikan dengan menggunakan pemikiran Paulo Freire dari bukunya Pedagogy of the Oppresed untuk menekankan fungsi pendidikan yang membebaskan.



Pendidikan yang



membebaskan dipikirkan oleh Paulo Freire, sebagai pendidikan yang dijalankan berdasarkan teori kesadaran kritis dan metode dialog. Teorinya disusunnya dalam bukunya yang berjudul Conscientization. Dia memahami pendidikan sebagai bagian dari transformasi masyarakat yang revolusioner, yang dimotivasi oleh konteks



masyarakat Brazil tahun 1960 di mana separuh dari



populasi di sana hidup dalam budaya diam” (culture of silence). Mereka buta huruf dan apatis, tertindas, dan fatalis. Freire berharap metodenya akan melenyapkan keadaan-keadaan itu dengan menekankan pentingnya setiap orang memiliki kesadaran kritis sehingga orangorang Brazil dapat berperan sebagai subjek dalam situasinya (realitas sosial) dan mengetahui apa yang diperlukan untuk berubah. Kesadaran kritis adalah proses kesadaran yang berkembang dan memikili kekuatan untuk mentransformasi realitas. Untuk mencapai kesadaran kritis tersebut, sarana yang digunakan adalah dialog yang aktif dan pedagogi yang kritis yang mengubah isi pelajaran 7|Page



sehingga itu berasal dari pengalaman-pengalaman dan realitas sosial yang konkrit dan kemudian melakukan pemetaan masalah. Karena itu, analisis kritis dan kreativitas akan melemahkan perilaku belajar yang pasif. Metode Freire ini juga tampak dalam hubungan dialogis dan dialektis antara pendidik dan naradidik yang menciptakan aktivitas dan sikap belajar bersama. Paulo Freire adalah seorang edukator dan filsuf yang lahir di Brazil 19 September 1921. Dia dikenal dengan metode membaca dan menulis yang didasarkan pada kesadaran kritis dan dialog. Ideidenya memberikan kontribusi yang sangat penting bagi dunia pendidikan, misalnya: teori kesadaran diri dan dialog, pendidikan yang membebaskan, kritik terhadap pendidikan “banking”, dan kritik terhadap konsep perluasan sebagai invasi budaya (Juma E. Nyirenda, The Relevance of Paulo Demikian pula, tulisan ini diinspirasi oleh keduanya dan menghubungkannya ke dunia pendidikan agama Kristen karena penulis berharap pendidikan agama Kristen dapat memberi pengaruh yang besar bagi penyelamatan masyarakat Indonesia, khususnya generasi anak-anak hingga pemuda. Terutama, saat ini kita berada di tengah keprihatinan sosial dalam menyikapi berbagai kasus pemerkosaan yang marak di Indonesia; penggunaan narkoba yang makin meluas dan hampir menjadi bagian dari gaya hidup anak muda saat ini; pergaulan bebas di kalangan remaja dan pemuda; serta perilaku kasar di kalangan kaum muda (bullying), belum lagi ditambah dengan merosotnya keteladanan yang diberikan oleh orang-orang dewasa. Sementara itu, persaingan yang semakin tinggi di era MEA ini sangat menuntut kecerdasan berpikir, kecerdasan karakter, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual dari para pemuda yang siap memasuki dunia kerja. Pendidikan agama Kristen sebagai aktivitas yang terus berlangsung di dalam gereja dan penyelenggaraan pendidikan agama Kristen di sekolah dasar hingga perguruan tinggi seharusnya memperkuat dan memaksimalkan fungsinya untuk mengatasi masalah-masalah sosial yang melanda masyarakat kita. Karena itu, pemikiran tentang pendidikan agama Kristen yang membebaskan bisa menjadi pendorong bagi kita dalam memajukan masyarakat melalui pendidikan terhadap naradidik kita. Banyak kelemahan yang dijumpai dalam dunia pendidikan agama Kristen sehingga membuat pendidikan itu tidak bisa menjalankan fungsinya yang bersifat membebaskan, atau sebaliknya malah membebani peserta didik dengan hal yang tidak seharusnya. Pemikiran ini penting untuk dibangkitkan kembali karena pendidikan agama sekarang masih cenderung indoktrinatif. Selain itu, penulis mengamati kelemahan-kelemahan 8|Page



dalam dunia pendidikan agama Kristen, antara lain: a) tidak memiliki visi dan misi yang jelas dalam penyelenggaraan PAK, baik di gereja, sekolah, keluarga, dan masyarakat; b) kurangnya pemahaman yang utuh mengenai apa yang dimaksud dengan PAK; c) kurangnya para desainer kurikulum dan desainer program-program PAK di semua wilayah PAK, bahkan banyak pemimpin gereja dan sekolah yang asing dengan kurikulum PAK; d) kurangnya tenaga pendidik PAK yang berkualitas; e) minimnya biaya atau dana yang dialokasikan untuk pengembangan PAK di semua wilayah PAK; f) kurangnya sarana pendidikan yang mendukung kurikulum; g) kurangnya manajer terampil dan berkualitas untuk mengembangkan PAK di lembaga-lembaga yang menyelenggarakan PAK; pembelajaran PAK banyak dilakukan dengan pendekatan indoktrinasi.



Adalah penting untuk belajar dari sejarah untuk melihat seberapa jauh para



pengelola PAK di Indonesia melakukan pengembangan pendidikan agama Kristen yang membebaskan sebagaimana yang dimaksud di atas. 3. Suatu Kajian Historis PAK di Indonesia Pelaksanaan pendidikan agama Kristen dalam sejarah Kekristenan di Indonesia telah dimulai sejak Portugis masuk ke Indonesia dengan dua misinya, yakni untuk perluasan agama dan perluasan monopoli perdagangan. Akan tetapi dalam kajian ini, penulis berfokus pada pelaksanaan pendidikan agama Kristen Protestan yang dimulai dengan masuknya VOC ke Indonesia pada awal abad ke-17. a. Pendidikan Agama Kristen pada masa VOC Ketika VOC memasuki Indonesia pada awal abad ke-17, motivasi mereka tidak berbeda dengan motivasi Portugis, yaitu berusaha untuk memonopoli perdagangan di Indonesia, khususnya perdagangan rempah-rempah di Indonesia bagian Timur yang memikat hati bangsabangsa Eropa. Karena itu, setelah VOC menaklukkan Portugis dan merebut daerah jajahannya, maka para penganut agama Katolik hasil dari pekerjaan para misionaris Katolik dengan segera beralih menjadi penganut agama Protestan, baik dengan kemauan sendiri maupun karena pemaksaan/kekerasan yang dilakukan VOC. Pada masa VOC, pendidikan agama Kristen terjalin erat dengan kegiatan pekabaran Injil dan pendirian gerejagereja yang dilakukan oleh pendetapendeta yang diangkat VOC. Menurut Kroeskamp dalam bukunya Early Schoolmaster in a Developing Country, VOC sangat memberi perhatian yang besar pada masalah pendidikan di Indonesia sesuai dengan instruksi Gubernur Jenderal dan the Council of the East India tahun 1617. Pada waktu itu, gereja dan sekolah terhubung erat karena sekolah-sekolah dipandang sebagai tempat yang tepat untuk penanaman agama. Selain itu, 9|Page



sekolah juga dipandang sebagai alat untuk menyatukan masyarakat dengan VOC. Dengan demikian, kebijakan pendidikan merupakan percampuran antara dua kepentingan, yaitu kepentingan agama dan kepentingan ekonomi politik. Tenaga pendidik sangat kurang karena pekerjaan pendidikan agama Kristen pada masa itu dilakukan oleh gereja yang dipimpin oleh pendeta-pendeta Belanda yang jumlahnya sangat terbatas. Untuk mengatasi kekurangan tenaga pelayan ini, maka diangkat guru-guru yang bekerja rangkap, yakni mengurus gereja dan sekolah. Meskipun sudah ada guruguru, namun pada abad ke-17 dan 18, tidak ada pendidikan dan sekolah teologi formal untuk guru-guru Kristen pribumi. Semua pendeta Belanda yang diutus ke Indonesia dipersiapkan di Seminarium Indicum yang didirikan di Leiden antara tahun 16221632.9 Guru-guru tersebut juga hanya bersifat membantu karena mereka hanya mengajarkan apa yang sudah ditentukan untuk mereka ajarkan di sekolah atau di gereja. Mereka sama sekali tidak boleh membuat materi ajar sendiri. Kroeskamp menceritakan bahwa memang VOC juga sudah menunjukkan upaya yang serius untuk menata persekolahan, termasuk pembelajaran PAK dengan mempersiapkan berbagai aspek yang diperlukan, misalnya: pengorganisasian sistem pendidikan, bahasa pengantar pembelajaran, guru-guru, murid-murid, rancangan pedagogik (kurikulum, metode, jadwal sekolah, dan sarana pendidikan), pengawasan, dan kerjasama antar sekolah. Akan tetapi persiapan itu tampaknya sangat dipengaruhi oleh ideologi Barat yang merasa superior terhadap orang-orang jajahannya. Pengorganisasian sistem pendidikan pada masa itu sangat berorientasi pada gereja yang kemudian akan mewujudkan programnya melalui bantuan sekolah. Sekolah juga dipandang sebagai alat kekuasan pemerintah. VOC lah yang membiayai seluruh sistem sekolah dan mengatur sekolah melalui pekerjaan para pendeta yang melaksanakan kebijakan pendidikan dan mengawasi sekolah-sekolah berdasarkan peraturanperaturan yang dimuat dalam tata gereja. Kita melihat bahwa sekolah dibangun bukan atas kesadaran bahwa pendidikan itu pada hakikatnya diperlukan untuk membebaskan masyarakat dari kebodohan, kemiskinan, dan ketertindasan. Demikian pula halnya yang terjadi pada bahasa pembelajaran, sama sekali tidak berfungsi komunikatif dan efektif untuk menyampaikan materi pembelajaran kepada murid. Pada awalnya bahasa Belanda ditetapkan sebagai bahasa pembelajaran di semua sekolah, namun kemudian bahasa ini tidak berfungsi karena orang pribumi mengalami kesulitan. Sebenarnya, penggunaan bahasa 10 | P a g e



Belanda mengandung kebijakan politis, yakni untuk memperkuat kesetiaan kepada VOC. Dalam perkembangannya, bahasa Melayu dan bahasa Portugis kembali diberlakukan di sekolahsekolah, bergantung siapa yang menggunakannya, orang Indonesia atau keturunan India. Kedua bahasa ini telah meresap di antara orang Indonesia, orang India, dan orang Belanda. Keadaan ini kemudian menimbulkan kontroversi mengenai bahasa Melayu apa yang akan digunakan. Ketika Alkitab diterjemahkan LeydekkerVan der Vorm dalam bahasa Melayu tinggi, maka akhirnya VOC menetapkan bahasa Melayu tinggi sebagai bahasa sekolah. Pada tahun 1786, VOC membuat aturan di Batavia bahwa semua pengajaran sekolah harus disampaikan dalam bahasa Belanda, namun peraturan itu hanya berlaku di dua sekolah di kota itu. Di dua sekolah lainnya, bahasa Melayu dan Portugis digunakan sebagai bahasa resmi. Pada lima sekolah dari 11 sekolah swasta, bahasa Portugis digunakan sebagai bahasa sekolah oleh para pendirinya, yakni kalangan Mardijkers. Akan tetapi ternyata masalah bahasa sangat mengacaukan komunikasi karena tidak cocok digunakan dalam percakapan level tinggi. Bahasabahasa yang mereka gunakan adalah bahasa-bahasa yang kacau akibat percampuran berbagai unsur bahasa asing. Bahasa-bahasa itu menjadi tidak efektif



digunakan untuk



pendidikan moral dan pendidikan spiritual. Masalah bahasa sangat digumulkan pada abad ke-19 karena para ahli pendidikan mulai menyadari bahwa bahasa adalah dasar utama untuk keefektifan pendidikan. Pada masa VOC, setiap guru berfungsi ganda, yaitu mengajar di sekolah dan menggantikan tugas pengkhotbah, penghibur orang sakit, dan pendeta jemaat, di mana mereka melayankan ibadah pada setiap hari Minggu, mengadakan kelaskelas katekisasi, dan berbagai tanggungjawab gereja lainnya. Meski demikian, pada praktiknya, tidak satu pun dari mereka yang menerima pendidikan profesional menyangkut tugas ganda ini. Sebelum mereka masuk dalam pendidikan guru, mereka biasanya menerima pelatihan tambahan di rumah pendeta atau kadangkadang menerimanya dari pejabat pemerintah, misalnya: menyanyikan mazmur-mazmur, pendidikan agama, dan membaca. Hasil pendidikan sekolah sangat bergantung pada kecerdasan dan karakter guru. Tugas guru telah dimuat dalam General Church Order tahun 1643 bahwa seorang guru bertugas: pertama, untuk menanamkan rasa takut akan Tuhan kepada kaum muda; mengajarkan prinsipprinsip utama agama Kristen; mengajar mereka berdoa, menyanyi, 11 | P a g e



mengarahkan ke gereja, dan memberi pendidikan agama kepada mereka. Kedua, mengajar kaum muda untuk menaati orangtua, para penguasa, dan guru-guru. Ketiga, mengajar mereka membaca dan menulis, aritmatika. Keempat, mengajar mereka moral dan perilaku yang baik, dan akhirnya, memastikan bahwa bahasa Belanda adalah bahasa yang digunakan di sekolah-sekolah. Di dalam Peraturan Sekolah (the School Regulations) tahun 1684 dinyatakan bahwa syarat-syarat sebagai guru adalah dia harus mengakui agama Reformed, harus membaca semua buku cetak dan dokumen tertulis, menulis dengan baik, menyanyikan mazmur-mazmur Daud dengan bagus, pandai dalam Aritmatika. Di Maluku, syarat-syarat ini tidak dijalankan semuanya dengan serius karena Aritmatika tidak diajarkan di sana. Guruguru pada masa itu bekerja dengan penuh pengabdian karena pendapatan mereka yang sangat kecil. Di Batavia, guru boleh menerima hadiah sukarela dari para orangtua, kecuali dari orang-orang miskin dan budak-budak, bahkan anak-anak mereka harus diberikan pengajaran secara gratis. Pendidikan (umum dan agama) diberikan hanya kepada murid-murid yang merupakan anak-anak dari orangtua Kristen, baik orang Belanda maupun non Belanda. Orang-orang non Kristen tidak dilarang, tetapi kadang-kadang mereka didorong untuk mengikuti pendidikan, meskipun sejak tahun1780 kalangan Kristen dan non Kristen dipisahkan. Pada masa itu banyak sekolah swasta yang didirikan untuk memenuhi kebutuhan para pegawai VOC yang berkebangsaan Belanda karena mereka tidak ingin anakanak mereka dicampur dengan anak-anak miskin atau anak-anak budak yang berada di sekolah milik VOC. Kalangan Mardijker juga melakukan hal yang sama. Karena itu, pada tahun 1674 di Batavia terdapat 18 sekolah swasta, 6 yang dijalankan oleh orang-orang Belanda, dan 12 oleh kalangan Mardijker. Uraian di atas memperlihatkan bagaimana pola pikir yang diskriminatif telah membentuk persekolahan yang diskriminatif pula, baik di lingkungan pendidikan umum maupun di lingkungan pendidikan agama Kristen.



Rancangan pedagogik sangat menekankan pendidikan agama, walaupun tetap



memiliki kepentingan sosial. Di sekolah-sekolah VOC di Batavia, kurikulum memuat Aritmatika sebab Batavia adalah pusat perdagangan, sedangkan di pulau-pulau bagian Timur yang penduduknya hidup secara agraris, Aritmatika tidak diajarkan. Ada pula upaya untuk memberikan pelajaran tambahan di luar sekolah untuk menutupi kekurangan dalam pendidikan dengan belajar privat pada seorang guru pada waktu sore. Ada lima aspek yang dimuat dalam rancangan pedagogik ini, yaitu: kurikulum, metode, jadwal sekolah, peralatan pendidikan, dan pengawasan. Kurikulum disesuaikan dengan Peraturan Gereja tahun 1643 mengenai tugas guru, 12 | P a g e



tetapi karena keadaan guru yang sangat kurang, maka kurikulum tidak bisa dibuat dengan baik. Perubahan baru terjadi pada abad ke-18 ketika di Eropa banyak orang menaruh perhatian besar pada masalah pedagogik. Pada tahun 1778, para peserta didik mulai dibagi ke dalam 3 kelas berdasarkan kemajuan yang sudah dihasilkan. Kelas tiga atau yang paling rendah dimulai dengan belajar alfabet dan mengeja; di kelas dua, guru mengajar membaca, menulis, katekismus, dan menyanyi; dan di kelas pertama, guru mengajar Aritmatika sebagai tambahan pada pelajaranpelajaran lain. Metode belajar yang digunakan pada masa ini adalah metode menghafal, terutama dalam pelajaran bahasa-bahasa sekolah (Melayu, Portugis, dan Belanda). Sampai pertengahan abad ke-19, semua pelajaran diberikan tanpa menggunakan metode berpikir dengan baik, tetapi hanya menggunakan metode mengajar tradisional di mana pelajaran diturunkan dari satu guru kepada guru yang lain. Mengenai jadwal sekolah, awalnya pelajaran diberikan 4 jam perhari, kemudian meluas menjadi 6 jam. Hari Rabu dan Sabtu adalah hari bermain murid. Hari libur sekolah adalah pada hari-hari libur umum. Peralatan pendidikan yang dijelaskan di sini terutama buku-buku pelajaran sebab tidak ditemukan informasi menyangkut peralatan sekolah dan perlengkapan pendidikan lain, kecuali di Batavia. Bukubuku sekolah diperoleh dari Belanda berdasarkan daftar permintaan yang diajukan ke Belanda melalui kantor VOC di Batavia. Pengiriman buku-buku tersebut tidak bisa diperoleh dengan cepat karena jarak yang begitu jauh antara Amsterdam dan Batavia. Buku-buku tersebut ditulis dalam tiga bahasa: Belanda, Melayu, dan Portugis. Kadang-kadang muncul kesulitan, bila tiba-tiba bukunya menggunakan bahasa Spanyol. Pengawasan atas sekolah-sekolah pertama kali dilakukan oleh para pengkhotbah dengan mengunjungi sekolah-sekolah di distrik mereka dua kali setahun. Pengawasan di Batavia lebih baik karena pada waktu visitasi, pengkhotbah didampingi oleh seorang penatua dan seorang wakil pemerintah pusat. Pendeta biasanya memeriksa hasil pendidikan agama dengan mendengarkan murid-murid satu demi satu menyangkut katekismus, pengakuan iman, dan sebagainya. Dia memperhatikan kemajuan murid dalam membaca dan menulis; dan memberhentikan studi murid-murid yang telah mencapai usia maksimum. Selain para pengkhotbah, pihak-pihak lain yang diminta untuk turut serta dalam mengawasi sekolahsekolah adalah: para pengunjung orang sakit, para pengkhotbah awam, dan para pedagang. Ada dua keberatan yang seringkali ditujukan mengenai metode pengawasan, yaitu: pertama, para pejabat inspeksi tidak cukup menguasai pekerjaan itu. Para inspektor dapat menunjukkan 13 | P a g e



kesalahan-kesalahan para guru sekolah, tetapi mereka tidak dapat memberikan solusinya. Di Batavia, pengawasan dilakukan oleh Majelis Gereja.



b. Pendidikan Agama Kristen pada Masa



Pemerintahan Belanda Setelah terjadi serah terima kekuasaan politik dari VOC kepada pemerintah Belanda pada 1 Januari 1800, maka kemudian pemeliharaan gereja dan pendidikan agama Kristen menjadi tanggungjawab pemerintahan Belanda. Masuknya lembaga-lembaga zending dari Belanda, Jerman, dan Swiss ikut memperkaya upaya pendidikan agama Kristen. Seiring dengan peralihan dari VOC kepada pemerintahan Belanda, maka tenaga guru yang mengurus jemaat



semakin berkurang sehingga pengasuhan jemaat ditangani oleh guru jemaat



yang berasal dari kaum awam. NZG pernah berupaya untuk membuka sekolah untuk mendidik para guru jemaat, tetapi tidak jadi. Kemudian selama parohan pertama abad ke-19 pendidikan pribumi kurang diperhatikan oleh pemerintah kolonial karena mereka lebih tertarik pada keuntungan dan perkembangan ekonomi yang mengalir ke negeri Belanda ketimbang kemajuan penduduk pribumi yang berada di bawah kekuasaan mereka. Parlemen di Belanda telah mendesak pemerintah kolonial di daerah jajahan agar mengupayakan sistem sekolah yang dapat memenuhi kebutuhan pendidikan sekolah yang universal. Pendidikan yang dibangun dari kesadaran Kristiani diungkapkan kembali melalui aktivitas para misionaris (zending). Banyak anggota gereja di Belanda mendukung pekerjaan mereka di Indonesia. Mereka menyumbangkan uang untuk kepentingan misi, dan ada pula yang menyerahkan diri menjadi misionaris dan sekaligus guru. Sebagai contoh, tahun 1840-an dan 1850-an, Roskott dan Graafland membuka sekolah guru di Ambon dan Minahasa di saat berkembang ratusan sekolah desa di wilayah-wilayah itu. Roskott dan Graafland melakukan upaya-upaya yang kreatif untuk memajukan sekolah guru dengan memasukkan program pendidikan agrikultural dan seni ke dalam kurikulumnya. Selain itu, Graafland juga memajukan majalah bulanan sebagai media informasi dan pedoman berkelanjutan bagi para guru desa. Hal ini didukung oleh suasana keterbukaan dan kebebasan dalam membaca surat kabar pada masa itu. Di Tanawangko, Minahasa (1854-1883), Graafland menyelenggarakan sekolah calon guru sekaligus calon guru agama. Dia menyampaikan pelajaran agama atau pengetahuan Alkitab, yang kemudian nilainilai Kekristenan diperdalam melalui proses penyadaran. Para peserta didik diajak untuk berpikir, bertanya, mengkritik, dan mengeluarkan pendapat sendiri, tidak sekedar mencatat atau menghafal. Pendidikan juga bukan hanya dilakukan di dalam kelas, tetapi juga di luar jam sekolah, melalui kehidupan di asrama yang disiplin, namun tidak kaku. Mereka diajar 14 | P a g e



tata karma, kesehatan, dan kebersihan, serta keterampilan kerja. Bagi Graafland, iman dan agama harus menyatu dengan kehidupan sehari-hari dan seluruh tingkah laku. Di kalangan Zending sendiri diadakan pendidikan para zendeling yang bertujuan mempersiapkan pekabar Injil Eropa yang mampu juga mengajar agama kepada orang-orang pribumi yang baru bertobat. Syarat paling penting dalam penerimaan calon zendeling adalah watak yang baik, iman yang sungguh-sungguh dihayati, dan panggilan untuk melakukan penginjilan, dan memiliki pengetahuan pada tingkat murid katekisasi yang mendapatkan pelajaran yang tinggi, kesehatan jasmani dan rohani, serta kuat mental dalam menghadapi berbagai tantangan dan tekanan. Salah satu upaya untuk menjalankan pendidikan agama Kristen di gereja dan di sekolah adalah dengan merekrut guru-guru agama melalui sekolah guru. Sekolah ini merupakan tempat pendidikan para guru yang bertugas sebagai guru sekolah dan penghantar jemaat. Mata pelajaran yang diberikan adalah Membaca (Melayu dan bahasa daerah, huruf Latin dan huruf Arab), Menulis dan Menghitung, Ilmu Bumi, Sejarah, Ilmu Alam, Ilmu Pendidikan, Menggambar, Pengetahuan Alkitab, Pokok-pokok Iman, dan Menyanyi. Masa studi di sekolah-sekolah guru pada jaman Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1998), 154-155.



Seputar Pendidikan Agama 18 S.C. Graaf van Randwijck,



Oegstgeest: Kebijaksanaan Lembaga-lembaga Pekabaran Injil yang Bekerjasama 1897-1942 (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1989), 581. itu bervariasi, ada yang 2 tahun, 3 tahun dan 5 tahun. Pada tahun 1810-an pendidikan para pendeta pribumi (yang bertugas untuk pemeliharaan gereja, termasuk pendidikan agama Kristen) dilakukan dengan cara mereka berkumpul di sekitar para penginjil. Sesudah tahun 1867, di Indonesia bagian Timur didirikan berbagai Sekolah Pendidikan Guru Pribumi (STOVIL) di Ambon, Minahasa (didirikan tahun 1851 oleh N. Graafland di Tanawangko kemudian pindah ke Tomohon), kepulauan Sangihe Talaud dan di Timor; di Batak dibuka sekolah pendidikan penginjil atau sekolah guru agama dua tahun di Parausorat, di kemudian hari didirikan Seminari di Pansur Napitu (1883), Seminari di Narumonda (1905-1919); di pulau Jawa didirikan Seminari Depok, ada pula usaha dari Anthing untuk membuka sekolah guru tahun 1867 tetapi akhirnya bubar. Dari sekolah-sekolah tersebut yang paling ekumenis adalah Seminari Depok. Seminari Depok didirikan oleh J.A. Schuurman dengan dukungan P. Janz pada tahun 1878 dan bertahan dengan pola lama (mendidik para pemuda dari seluruh 15 | P a g e



Indonesia menjadi guru dan pengantar jemaat) sampai tahun 1926. Lama pendidikan adalah 4 tahun dengan waktu 23 jam per minggu. Kurikulum mencakup banyak mata pelajaran umum dan mata pelajaran teologis, seperti: eksegese, pengantar, dan dogmatika, mata pelajaran praktis, sejarah gereja, sejarah zending, sejarah agama Islam dan agama kafir. Bahasa pengantar adalah bahasa Melayu. Seminari di Pansur Napitu berada di wilayah kerja Zending Rheinische Mission. Seminari dipimpin oleh P.H. Johannsen. Awalnya lama pendidikan 2 tahun, tetapi kemudian ditingkatkan menjadi 4 tahun pada 1879. Menyangkut kurikulum, Johannsen memberikan semua mata pelajaran teologi. Sejak tahun 1883 seminari itu juga dilengkapi dengan kursus dua tahun untuk pendeta pribumi. Pada dasarnya, menurut J.S. Aritonang, kurikulumnya mengikuti pola di Barmen, yaitu: mata pelajaran Alkitab, tetapi kurang dalam studi Perjanjian Lama, pengetahuan katekismus, teologi praktika, apologetika, dan sejarah gereja. Dogmatika tidak ada dalam kurikulum, kemungkinan demi tujuan keterbukaan oikumenis. Pada tahun 1900, seminari itu pindah ke Sipoholon. Di Indonesia bagian Timur, beberapa STOVIL (di Ambon, Tomohon dan di Kupang) didirikan berdasarkan Keputusan Raja Belanda tahun1867 yang menetapkan jabatan Pendeta Pribumi (Inlandsh leraar). Para lulusannya bekerja sebagai pendeta pribumi di jemaat cabang dan beberapa orang dipercaya memegang resort pribumi. Gelar mereka adalah wakil pendeta yang diberi wewenang untuk melayani baptisan dan Perjamuan Kudus. Kurikulum yang diberlakukan adalah: bagian terpenting sejarah Alkitab, khususnya kehidupan Yesus; rangkuman isi buku-buku Alkitab; penafsiran dan penjelasan bagian-bagian Kitab Suci, terutama dari bukubuku sejarah Perjanjian Baru; prinsip-prinsip ilmu agama dan ajaran etika Kristen; ringkasan singkat mengenai Sejarah Gereja Kristen, khususnya Zaman Reformasi (hervorming) untuk menjelaskan asal-usul dan prinsip aliran Protestan; latihan praktis dalam memberi katekisasi dan khotbah. Perjanjian Lama diajarkan dengan sangat terbatas, tidak ada sejarah gereja dan sejarah zending. Katekismus dan naskah pengakuan iman tidak mendapat perhatian dalam kurikulum. Peningkatan pendidikan teologi (yang sekaligus mendidik para guru agama Kristen) untuk mengantisipasi masa kemandirian gereja-gereja di Indonesia dan keinginan untuk memperjuangkan agar para teolog Kristen di Indonesia dapat sejajar dengan para cendekiawan di bidang lain, terlihat melalui berdirinya sejumlah pendidikan teologi yang lebih tinggi di Indonesia. Pendidikan teologi ini merupakan pendidikan lanjutan bagi para lulusan sekolah guru 16 | P a g e



2 tahun dengan Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Beberapa sekolah teologi yang bisa disebut di antaranya adalah pendidikan teologi 6 tahun di Yogyakarta yang dibuka oleh Zending Gereformeerd tahun 1925 di mana Dr. J.H. Bavinck dan Pdt. D. Baker mengajar sebagai dosen. Pendirian sekolah ini adalah atas usulan dari R.S. Nimpoeno, seorang keturunan Priyayi, yang memberi alasannya bahwa para lulusan dari sekolah guru tidak diterima dalam lingkungan yang lebih tinggi di Jawa karena pendidikan mereka terbatas. Lagi pula pendeta Eropa kurang cocok masuk ke dalam lingkungan itu. Kurikulum yang diberlakukan antara lain: pengetahuan tentang animisme, Hinduisme, Islam dan teosofi, serta membaca literatur dalam bahasa Belanda. Di Malang, Jawa Timur dibuka Bale Wijata tahun 1927 untuk kepentingan gereja di Jawa Timur. Para mahasiswa pertamanya a.l. adalah: J. Mattheus Jr., Mardja Sir dan Drija Mestaka, yang setelah lulus menjadi dosen di sekolah tersebut. Kurikulumnya mencakup juga Bahasa Yunani dan Bahasa Inggris. Para dosennya di antaranya: Pdt. C.W. Nortier dan Dr. B.M. Schuurman. Pendidikan teologi di sini disesuaikan dengan pola pemikiran Jawa. Pada tahun 1934, di Bogor didirikan Sekolah Teologi Tinggi (Hoogere Theologische School; HTS), yang kemudian pindah ke Jakarta pada tahun 1936, dan sekarang namanya adalah Sekolah Tinggi Teologi Jakarta. Berdirilah sekolah ini dirintis oleh Hendrik Kraemer, B.M. Schuurman dan Johannes Warneck. Sekolah ini bersifat oikumenis karena merupakan tanda bertumbuhnya persatuan antara berbagai organisasi zending, gereja yang muda dan Gereja Protestan. Pendidikan di sekolah ini juga sudah dipandang setara dengan pendidikan akademis di bidang hukum, ilmu kedokteran dan teknik. Lama pendidikan adalah 6 tahun (berdasarkan diploma MULO/SMP) dengan memberi perhatian pada perkembangan intelektual dan jiwa, sehingga sekolah ini menggunakan juga sistem pembinaan di asrama. Selama 2 tahun pertama, para tamatan MULO harus meningkatkan pengetahuan mereka sampai pada taraf AMS/SMA. Di sekolah ini, bahasa Belanda digunakan sebagai bahasa pengantar dan dalam kurikulumnya dikembangkan theologia in loco. Mata pelajaran yang wajib diajarkan adalah Bahasa Yunani dan Bahasa Ibrani.



c. Pendidikan Agama Kristen pada masa Kemerdekaan RI dan Seterusnya



Setelah Indonesia merdeka, telah banyak berdiri lembaga-lembaga pendidikan teologi di berbagai wilayah Indonesia26, dan pendidikan agama Kristen dipahami sebagai bagian dari pendidikan teologi. Banyak terjadi perkembangan dalam pendidikan teologi. Di wilayah Indonesia bagian Timur, pada tahun 1948 Sinode GPM menetapkan bahwa untuk seterusnya tiap-tiap penghantar jemaat, apapun tingkat pendidikannya, memiliki wewenang yang sama 17 | P a g e



dalam hal pelayanan Firman dan sakramen. Pada tahun 1960, mutu pendidikan teologi ditingkatkan menjadi Akademi Theologia (1960). Para calon pendeta diharapkan memiliki pengetahuan umum yang memungkinkan mereka mengenal dan memahami soal-soal kemasyarakatan, dan memiliki ilmu teologi yang membuat mereka mampu menanggapi hal-hal itu secara teologis. Di Minahasa, pendidikan tinggi teologi tahun 1962 di Tomohon sebagai sebuah fakultas Universitas Kristen atau yang disebut Fak. Teologi UKI “Wenas.” Di pulau Jawa, perkembangan pendidikan teologi terlihat juga di Sekolah Theologia Tinggi (HTS) yang berada di Jakarta. Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar di kelas sudah diganti dengan bahasa Indonesia (1946). Kebanyakan dosennya adalah lulusan sekolah tersebut di mana P.D. Lautuihamallo diangkat sebagai dosen Indonesia yang pertama. Pada tahun 1954, nama Sekolah Theologia Tinggi diubah menjadi Sekolah Tinggi Theologia. Pada tahun 1958 sudah ada program studi lanjutan dan doktor pertama yang dihasilkan, yakni Fridolin Ukur. Dalam kunjungannya ke Indonesia tahun 1951, C. Stanley Smith, utusan Theological Education in South East Asia (FTESEA), melaporkan bahwa kebanyakan sekolah di Indonesia adalah sekolah-sekolah Alkitab dengan standar akademis yang rendah. Dia melihat Higher Theological College [maksudnya Sekolah Tinggi Teologi Jakarta) adalah satu-satunya pendidikan teologi terbaik di Indonesia dan yang hampir dapat dibandingkan dengan Nanking Theological Seminary (NTS) di Cina dan seminari-seminari yang kuat di India. Standar akademis di Higher Theological Seminary mungkin dapat disetarakan dengan gelar B.Th. (Bachelor of Theology) NTS. Akan tetapi, Smith melihat kurangnya profesor dan kurangnya literatur berbahasa Indonesia atau Cina di HTS.



Sebagaimana telah dikatakan di atas



bahwa pendidikan agama Kristen dipandang hanya sebagai bagian dari pendidikan teologi, maka yang berperan paling besar dalam menjalankan pendidikan agama kepada orang-orang Kristen, baik di gereja maupun di sekolahsekolah adalah para pendeta, meskipun secara praktis, pendeta tidak mengajar di Sekolah Minggu, melainkan dilakukan oleh Guru Jemaat atau Penatua. Guruguru agama Kristen tetap hanya berfungsi sebagai pembantu pendeta. Sebagai contoh, Robert R. Boehlke mengatakan bahwa sebelum Perang Dunia II, guru biasa yang mengajar di Sekolah HKBP pun, tidak boleh memimpin kebaktian anak-anak atau Sekolah Minggu. Demikian pula dengan kurikulum Sekolah Minggu belum ada. Ibadah anak-anak diatur seperti tatacara ibadah 18 | P a g e



orang dewasa. Boehlke menyimpulkan bahwa hampir satu abad lamanya sebelum kedatangan Elmer G. Homrighausen pada tahun 1955, tidak ada perubahan yang bermakna dalam pikiran dan praktik pendidikan agama Kristen di Indonesia. Boehlke berpendapat bahwa pendidikan agama Kristen di Indonesia mulai mengalami perubahan secara konseptual dan praktis melalui pengaruh Homrighausen. Dia menekankan pendekatan dialogis antara pendidikan, agama, dan karakter yang benar dari manusia. Melalui pendekatan ini, maka manusia harus memahami alasan ketaatannya kepada Tuhan dan alasan mengapa dia diciptakan dan dimaksudkan hidup. Homrighausen menolak pendekatan yang lebih menekankan ilmu jiwa dan ilmu pedagogik. Dia juga menolak baik teologi ortodoks yang kaku maupun teologi liberal. Dia berupaya untuk mempertemukan integritas intelektual dan agama Kristen. Seluruh bidang pendidikan agama perlu melakukan kajian yang cermat tentang kenyataan dunia, manusia, dan agama yang diajarkan.29 Sejak saat ini, pendidikan agama Kristen mendapatkan perhatian yang lebih baik, yang tercermin melalui upaya-upaya penyusunan kurikulum baik di gereja maupun di sekolahsekolah, serta upaya untuk merekrut para pengajar Pendidikan Agama Kristen yang berkualitas. Bagaimanapun, menurut penulis, perkembangan pendidikan agama Kristen itu belum maksimal jika memperhatikan dan mengikuti perkembangan teknologi yang sangat pesat pada masa kini. Jika dibandingkan dengan para ahli teologi, maka ahli PAK di Indonesia masih sangat kurang. 4. Analisis Historis Dalam bagian ini, penulis menyoroti beberapa hal menyangkut pola pendidikan agama Kristen dalam sejarah Kekristenan di Indonesia, yakni: visi dan misi, tujuan, isi pembelajaran, tenaga pendidik, metode belajar, sumber belajar, sarana pembelajaran. a. Visi dan misi VOC tidak memiliki visi dan misi yang jelas sebagai lembaga yang mengemban amanat dari pemerintah Belanda untuk melakukan pekabaran Injil di mana di dalamnya tercakup juga upaya untuk menjalankan pendidikan agama Kristen. VOC lebih sering mengutamakan kepentingan perdagangan ketimbang pekabaran Injil atau pendidikan agama Kristen di daerah jajahannya. Demikian pula pada masa pemerintahan Belanda di Indonesia, pendidikan belum mendapatkan perhatian yang serius. Upaya pengembangan pendidikan agama Kristen justru lebih banyak dilakukan oleh lembaga-lembaga zending yang datang dari Eropa. Pada masa kemerdekaan sampai pada saat ini, kelemahan ini masih terus ada. Padahal, visi dan misi sangat penting dimiliki oleh para penyelenggara pendidikan supaya dapat membuahkan hasil yang baik dan maksimal sesuai dengan yang diharapkan. 19 | P a g e



Pendidikan agama Kristen tidak akan bisa



maksimal membebaskan para peserta didiknya dari berbagai hal yang membelenggunya tanpa didasarkan pada visi dan misi yang jelas dan kuat. Visi adalah sesuatu yang diharapkan akan terwujud di masa depan, di suatu waktu yang telah ditentukan. Visi itu harus menjiwai semua orang yang terlibat dalam proses penyelenggaraan pendidikan. Untuk mewujudkan visi itu, diperlukan misi, yakni upaya-upaya yang dilakukan untuk mewujudkan visi tersebut, yang terukur, dapat diverifikasi, dan dapat dievaluasi secara terus-menerus. Dalam penjabaran visi dan misi itulah, sebagaimana yang dikatakan W. Gulo, bahwa penyelenggara pendidikan agama Kristen mempertimbangkan faktor-faktor internal dan eksternal, serta berbagai kecenderungan yang dapat diantisipasi dalam pengembangan pendidikan . Penyelenggaraan pendidikan tanpa visi dan misi yang jelas dan kuat, serta dijiwai oleh seluruh komponen yang terlibat di dalamnya, tidak akan menghasilkan kemajuan dan pembebasan terhadap berbagai hal yang mengikat para peserta didik, misalnya kebodohan, kemiskinan, ketidakadilan, penindasan, dan sebagainya. b. Fungsi Sekolah Penyelenggaraan pendidikan, termasuk pendidikan agama Kristen pada masa VOC, masa kolonial Belanda, bahkan hingga masa kini, masih banyak dipandang sebagai tempat penanaman suatu pola ajaran tertentu kepada peserta didik. Berdasarkan percakapan informal dengan beberapa guru agama Kristen di Jakarta, penulis mendapati bahwa pendidikan agama Kristen yang mereka lakukan adalah bertujuan untuk menanamkan seperangkat ajaran tertentu kepada para peserta didik mereka. Pandangan bahwa sekolah adalah tempat penanaman ajaranajaran tertentu akan berakibat pada penerapan indoktrinasi, di mana metode hafalan merupakan andalan dalam proses pembelajaran. Darmaningtyas dalam bukunya, Pendidikan yang Memiskinkan, juga mencermati fungsi pendidikan semacam ini di Indonesia. Menurut dia, berdasarkan pendapat Ortego Y. Gasset yang dikutipnya, pendidikan adalah penyebaran idea yang memungkinkan orang memilih antara yang ini dan yang itu, atau untuk hidup sedikit lebih baik. Seharusnya pendidikan agama membuat orang bukan hanya menjadi saleh dan taat pada hukumhukum agama; bukan hanya transfer ilmu, tetapi juga membuat orang aktif berefleksi tentang



kehidupan



yang



riil



sehingga



mampu



menghargai



nilai-nilai



kehidupan,



bertanggungjawab, dan mampu berkontribusi positif pada kehidupan masyarakat.



c. Kurikulum Ketersediaan kurikulum dan isi pembelajaran agama pada masa VOC, kolonial Belanda, dan pada masa kemerdekaan dan setelahnya, memperlihatkan ketidakseriusan 20 | P a g e



menggumuli permasalahan pendidikan agama di Indonesia. Sejak awal, pendidikan agama Kristen selalu merupakan bagian dari pendidikan umum, dan selanjutnya pada masa kolonial Belanda hingga kini, kebanyakan pendidikan agama Kristen masih merupakan bagian dari pendidikan teologi. Walaupun pada masa sekarang sudah ada kesadaran bahwa pendidikan agama Kristen dan pendidikan teologi merupakan dua disiplin yang berbeda walaupun masih berhubungan erat satu sama lain, namun masih tampak perhatian yang sangat kurang terhadap pengembangan kurikulum pendidikan agama Kristen. Kelemahan kurikulum juga disebabkan oleh kurangnya tenaga pendidik agama Kristen dan kurangnya kesadaran dari para pendeta dan misionaris pada jaman VOC dan kolonial Belanda dalam mendewasakan atau memandirikan para guru agama Kristen. Pada masa itu, mereka diangkat dan ditempatkan sebagai pembantu pendeta, dan tidak pernah dipandang sebagai rekan sekerja yang setara. Isi kurikulum pun belum memperlihatkan keberpihakan pada masalah-masalah sosial di Indonesia.



Unsur-unsur



pendukung yang lain, seperti tenaga pendidik, sumber belajar, sarana pendidikan, serta pembiayaan pendidikan yang sangat terbatas pada masa VOC hingga kini menyebabkan perkembangan pendidikan agama Kristen belum seperti yang diharapkan. Keterbatasan tersebut di atas menyebabkan peran pendidikan agama Kristen untuk membebaskan masih belum signifikan. Sekalipun pandangan dunia berbeda dengan pandangan Kristus, namun ada banyak orang Kristen belajar kepemimpinan dari pemimpin dunia, seharusnya orang Kristen belajar dari Alkitab bagaimana kepemimpinan yang sejati itu. Karena kepemimpinan yang diajarkan oleh Kristus adalah kepemimpinan yang menebus (redemptive leadership) yaitu kepemimpinan yang menerapkan konsep penebusan yang dilakukan Kristus sehingga orang lain memperoleh kesembuhan, pemulihan, dan transformasi dan dapat memenuhi tujuan Allah dalam hidup mereka.11 Sama seperti Kristus, Paulus sendiri memberikan panggilan yang jelas sekali seperti yang tertulis dalam I Korintus 11:1 yang mengatakan, "Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus." Kalimat ini ingin mengungkapkan kepada kita bahwa Paulus berani mempertanggung-jawabkan sesuatu dengan tingkah lakunya dengan apa yang firman tuntut. Ini tidak berarti Paulus sempurna tetapi ayat ini mau menunjukkan bahwa semangat menjadi teladan menjadi proses yang terus menerus terjadi dalam hidup kita. Panggilan ini seharusnya menjadi panggilan setiap orang Kristen. Ayat ini juga membuktikan bahwa pertanggung-jawaban bukan cuma secara logika atau intelektual, juga bukan hanya kedalaman secara pengalaman diri di 21 | P a g e



dalam Kristus melainkan itu juga termanifestasi di dalam hidup yang integral. Satu integritas antara kebenaran dengan kebenaran yang kita jalankan. Disini ada satu tuntutan bertumbuh sehingga setiap saat orang dapat melihat bagaimana hidup secara transparan dan terus belajar berproses dan hidup menjadi teladan. Ini menjadi tuntutan bukan hanya hamba Tuhan tetapi setiap orang Kristen. Maka kepemimpinan itu berkaitan dengan pengaruh, pemimpin yang ideal adalah seseorang yang memiliki hidup dan karakter yang dapat mendorong orang lain untuk meneladaninya.12 Penegasan serupa disampaikan oleh Jeff Hammond,: “Seorang pemimpin harus mempengaruhi sikap dan tindakan orang, Seorang Pemimpin adalah seorang yang orang lain mau ikuti”. Kalau



pemimpin tidak memiliki kemampuan untuk memberikan dorongan



kepada yang lain untuk mengikut dia, maka sesungguhnya pemimpin tersebut adalah pemimpin yang gagal. Pemimpin harus mampu mengarahkan orang lain mengikut dia tanpa ada unsur paksaan, baik itu melalui iming-iming hadiah, maupun ancaman tetapi karena wibawa dan cara hidup yang benar dan layak diteladani dari pemimpin tersebut. Jadi jelas kepemimpinan adalah karakter, bukan karena penampilan atau gaya atau teknik. Karakter Karakter adalah “the uniqe gualities and traits that separate one person from another” (kualitas dari seseorang yang membuat dia berbeda/unik dari orang lain). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti: 1). Sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain.Wyne mengungkapkan bahwa kata karakter berasal dari bahasa Yunani “karasso” yang berarti “to mark” yaitu menandai atau mengukir, yang memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Oleh sebab itu seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek, sementara orang yang berprilaku jujur, suka menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter erat kaitannya dengan personality (kepribadian) seseorang. Karakter atau pribadi adalah suatu istilah yang menunjuk pada sesuatu yang hidup, yang diciptakan Allah menurut gambar dan rupa Allah. Ini adalah hal yang sangat penting untuk diketahui dalam kekristenan karena manusia adalah pribadi yang diciptakan Allah, yang mempunyai keunikan khusus yang tidak ada duanya di muka bumi ini. “Saya adalah saya”, di mana tidak ada orang bisa menyamakannya. Jadi, karakter atau kepribadian orang masing-masing unik, tidak terulang, tidak dapat ditiru orang lain. Inilah yang berharga yang manusia miliki. Karakter terus 22 | P a g e



berkembang dari waktu ke waktu. Banyak orang mengatakan karakter seseorang terbentuk sedari kecil. Tidak diketahui dengan pasti kapan tepatnya karakter itu mulai berkembang. Akan tetapi, bisa dipastikan bahwa karakter tidak dapat berubah dengan cepat. Karakter seorang pemimpin bisa dikatakan sebagai kunci keberhasilan kepemimpinannya. Melalui karakter yang baik dan kuat, ia akan mampu melalui masalah yang sering kali hadir ketika ia da di puncak. Karakter jugalah yang menentukan apakah ia seorang pemimpin yang layak untuk diikuti. Albert Einstein pernah menulis jika kebanyakan orang mengatakan intelektualitaslah yang membuat seorang ilmuwan hebat. Mereka salah, yang membuatnya hebat adalah karakter. Hal ini senada dengan ungkapan



H. Norman Schwarzkopf yang pernah mengatakan, “Kepemimpinan adalah



kombinasi yang sangat kuat dari strategi dan karakter. Namun jika harus memilih salah satunya, pilihlah karakter. Karakter Kepemimpinan Paulus Setiap orang mempunyai jiwa kepemimpinan. Tetapi masing-masing orang mempunyai sikap yang berbeda dalam gaya kepemimpinan. Ketika menghadapi masalah, memimpin bawahan, dan mengerjakan tugas biasanya gaya kepemimpinan tersebut dapat terlihat dan teruji. Sama halnya dalam Alkitab dapat ditemukan gaya kepemimpinan yang berbeda dari masing-masing tokoh yang ada. Salah satu tokoh Alkitab yang akan menjadi sorotan dan dipelajari dalam tulisan ini adalah Rasul Paulus, dari Paulus dapat dilihat wawasan kepemimpinan yang cukup banyak. Wawasan kepemimpinan tersebut dapat dinikmati dan telusuri dalam tulisannya di Perjanjian Baru yang sebagian besar merupakan karyanya.



Paulus adalah salah satu pemimpin terbesar dalam jemaat mula-mula yang berhasil



mengembangkan kepemimpinan jemaat purba. Model kepemimpinan Paulus dapat dilihat bukan hanya dalam tulisannya namun dapat dilihat juga dalam kitab Kisah Para Rasul, pola pengembangan kepemimpinannya terlihat dengan nyata dalam hubungannya dengan para muridnya seperti Silwanus, Timotius, Titus dan jemaat lainnya. Rasul Paulus dalam suratnya kepada Timotius memintanya untuk memelihara sikap dan kepribadiannya agar menjadi teladan sehingga walau ia muda ia tidak diremehkan. Hal yang sama juga dilakukan kepada Titus (Titus 2:6,8). Kepemimpinan seseorang tidak hanya terletak pada ucapan-ucapannya, melainkan juga pada sikap dan tindakannya. Dalam suratnya kepada jemaat di Tesalonika, Paulus juga meminta mereka untuk meneladani dirinya dalam hal bekerja. Walaupun ia adalah seorang pekabar Injil, tetapi ia juga melakukan 23 | P a g e



pekerjaannya sebagai seorang pembuat kemah untuk menunjang kehidupannya. Selanjutnya menurut Paulus, orang yang menghendaki jabatan penilik jemaat menginginkan pekerjaan yang indah (1 Tim. 3:1).



Berarti cita-cita untuk menjadi seorang pemimpin rohani adalah suatu



keinginan yang mulia. Memang ada orang ambisius yang mencari kedudukan demi kepentingan diri sendiri, tetapi ada ambisiambisi yang mulia dan pantas dihargai dan patut dikejar. Apalagi pada zaman Paulus, kedudukan sebagai pemimpin rohani adalah suatu kedudukan yang berbahaya dan menuntut tanggung jawab yang berat. Tidak jarang upahnya adalah kesukaran, hinaan dan penolakan. Pada masa penganiayaan, maka pemimpinlah yang paling dahulu harus menderita. Hal itu terjadi juga pada masa kini. Lagipula yang ditekankan bukanlah jabatannya semata-mata, melainkan fungsi sebagai penilik. Pemimpin rohani yang sejati senantiasa lebih memperhatikan pelayanan yang dilakukannya untuk Tuhan dan sesamanya, daripada memikirkan keuntungan dan kesenangan yang dapat diperolehnya dalam hidup.



Ia bertujuan untuk



memberikan lebih banyak ke dalam hidup daripada yang diambilnya dari hidup ini. Sejarah tidak memperhatikan sama sekali pangkat, gelar atau jabatan seseorang, melainkan kualitas perbuatan dan sifat pikiran serta hatinya. Dasar Kepemimpinan Berkarakter Berikut ini akan dibahas apa yang menjadi dasardasar kepemimpinan berkarakter, dasar-dasar ini paling tidak harus dimiliki seorang pemimpin untuk menjawab kemerosotan dan krisis kepemimpinan yang terjadi saat ini baik dalam hidup berbangsa dan bernegara mapun dalam kehidupan bergereja. Integritas merupkan ciri esensial dari seorang pemimpin dan yang terpenting dari para penginjil. Billy Graham berkata, “Integritas adalah lem yang merekatkan cara hidup kita menjadi satu. Kita harus terus-menerus berjuang untuk menjaga agar integritas kita tetap utuh”. Ketika kekayaan hilang, tidak ada apa pun yang hilang; ketika kesehatan hilang, sesuatu hilang; ketika watak hilang, segala-galanya hilang. Dan masih menurut Billy Graham Secara nilai moral, seseorang yang memiliki integritas adalah orang yang sama baiknya di dalam maupun di luar, tidak berbeda antara apa yang diucapkan dengan yang dikerjakan, dia dapat dipercaya dan dia adalah orang yang sama pada saat jauh dari rumah sebagaimana dia di gereja atau di rumah.



Integritas adalah modal utama seorang



pemimpin, namun sekaligus modal yang paling jarang dimiliki oleh pemimpin. Inilah tragedi terbesar dalam kepemimpinan. Peneliti kepemimpinan James Kouzes dan Barry Posner dalam buku mereka berjudul Credibility : How Leaders Gain and Lose It, Why 24 | P a g e



People Demand It melaporkan hasil riset mereka selama hampir 20 tahun dari survey terhadap ribuan kaum profesional dari empat benua bahwa karakteristik nomor satu yang paling kritis bagi seorang pemimpin adalah integritas. Juga berintegritas dapat diartikan sebagai kualitas (value) yang dimiliki seseorang dan mewujud dalam tindakan (karakter). Nilai atau value yang dimiliki "seseorang" fondasi hidup. Sehingga seringkali kita mendengar orang berkata "saya memiliki integritas", itu sama saja dengan "saya punya nilai". Integritas (value) di dalam kekristenan harus dibangun di atas Kristus sebagai fondasi dalam membangun nilai hidup. Maka salah satu ciri orang disebut berkarakter yang baik adalah memiliki integritas. Karakter adalah sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, kalau itu ada maka ada integritas. Berintegritas juga merupakan standar yang Tuhan inginkan dari orang percaya, karena ketika orang Kristen hidup sebagai orang yang memiliki integritas dan berkarakter, maka orang akan mengenal bahwa orang Kristen adalah orang yang berintegritas dan memiliki Karakter Kristus. Apa yang dikatakan seseorang yang berintegritas, dengan mudah akan diterima oleh orang lain, sehingga orang percaya lebih mudah menyampaikan firman Tuhan kepada orang lain karena hidup orang percaya sudah memberikan kesaksian. Karena Integritas adalah keadaan yang sempurna, di mana perkataan dan perbuatan menyatu dalam diri seseorang. Seseorang yang memiliki integritas tidak akan meniru orang lain, tidak berpura-pura, tidak ada yang disembunyikan, dan tidak ada yang perlu ditakuti. Kehidupan seorang yang berintegritas dan berkarakter adalah seperti surat Kristus yang terbuka (2Kor. 3:2). Dalam Alkitab dapat dilihat bahwa Paulus adalah seorang yang sangat menghargai integritas pribadi dan nama baik. Ketika menasehati Timotius, Paulus mengatakan dalam 1Timotius 3:7 bahwa “Hendaklah ia juga mempunyai nama baik di luar jemaat, agar jangan ia digugat orang dan jatuh ke dalam jerat Iblis.” Hocking memberikan komentar tentang ayat ini, “para pemimpin Rohani harus memiliki suatu kesaksian dan gaya hidup yang konsisten diantara orang-orang yang tidak percaya maupun mereka yang percaya.” Paulus menjaga integritas pribadinya melalui beberapa sikat atau tindakan yang konsisten, antara lain dengan menjadi teladan (II Tes. 3:7-9). Paulus mempraktikkan apa yang ia ajarkan untuk memberi teladan bagi jemaat. Disamping itu, Paulus juga senantiasa menjaga kesucian (II Kor. 7:1), menghindari celaan, tidak cari untuk diri sendiri. Bagi Paulus integritas pribadi atau nama baik jauh lebih 25 | P a g e



penting, karena pelayannya dilakukan bukan untuk kepentingan egonya sendiri, namun supaya tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain dan tugas pemberitaan Injil tidak terkendala. Komitmen Dapat diyakini bahwa seseorang dengan prinsip, atau gagasan yang memiliki komitmen teguh merupakan satu kualitas tunggal yang menghasilkan seorang pemimpin. Saat seseorang mengarahkan sumber daya diri dan pribadi untuk suatu tujuan yang tampaknya "mustahil" ketimbang mengatasi segala rintangan, orang-orang lain akan mulai mengikutinya. Komitmen memiliki arti berbedabeda bagi tiap-tiap orang. Bagi seorang tentara, komitmen bisa berarti melintasi bukit tanpa mengetahui ada apa di baliknya. Komitmen seorang petinju berarti bangkit kembali meski sudah dipukul roboh berulang kali. Dan bagi seorang pemimpin, komitmen berarti berbuat lebih karena semua orang tergantung kepadanya. KBBI memberi arti, komitmen adalah perjanjian (keterikatan) untuk melakukan sesuatu; kontrak.



Defenisi lain



diberikan oleh Bansal, Irving dan Taylor sebagai kekuatan yang mengikat seseorang pada suatu tindakan yang memiliki relevansi dengan satu atau lebih sasaran. Ketika membaca pelayanan Paulus, terlihat bagaimana komitmennya atau tekad untuk menyelesaikan tugas yang dinyatakan dalam pekerjaannya. Paulus mempertaruhkan nyawanya dalam memberitakan Injil. Waktu berbicara mengenai kesukaran-kesukaran yang dihadapinya, Paulus berkata, "Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatungkatung di tengah laut. Dalam perjalanan, aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi, bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu. Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar dan dahaga; kerap kali aku puasa, kedinginan, dan tanpa pakaian" (2Kor. 11:24-27). Semua hal tersebut dapat dijalani oleh Paulus karena dia memiliki komitmen. Yesus sendiripun dapat taat sampai mati bahkan sampai mati dikayu salib adalah karena suatu komitmen, supaya manusia berdosa dapat diselamatkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa karakter yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah komitmen, dimana terhadap komitmen itu dia rela melakukan apa saja bahkan sampai mengorbankan nyawanya. Kerendahan Hati Dalam salah satu bukunya tentang kepemimpinan, John Stott menulis: "At no point does the Christian mind come into more 26 | P a g e



collision with the secular mind than in its insistence on with all the weakness it entails." Menurut Stott, tabrakan terdahsyat perspektif alkitabiah dan sekuler terjadi pada masalah kerendahan hati.31 Kerendahan hati merupakan hal yang langka dalam diri pemimpin-pemimpin dewasa ini. Bahkan lebih parah lagi, dunia pun tidak memberikan apresiasi sedikitpun tentang kerendahan hati. Bagi dunia saat ini kerendah hatian selalu diidentikkan dengan kerugian dan kelemahan. Itu sebabnya pemimpin sekarang yang diimpikan oleh dunia ini adalah pemimpin yang kalau bisa tangguh, otoritatif, ganteng/cakap, seperti pemimpin "ubermensch" atau "superman".



ala Nietzsche, yaitu



prinsip biblikal yang tentunya tidak sama dengan prinsip



sekuler. Bagi Yesus pemimpin justru yang paling rendah, pemimpin malah diidentikkan dengan anak kecil, artinya pemimmpin yang sangat tergantung kepada orang lain, pemimpin yang tidak memiliki kekuatan. Yesus juga mengatakan: “Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah



bangsa-bangsa



memerintah



rakyatnya



dengan



tangan



besi,



dan



pembesarpembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” (Mrk. 10:4245). Kepemimpinan bukanlah sekedar masalah prestise pada jabatan yang dimiliki. Bukan hanya sekedar kedudukan,kekuasaan dan bukan pula sekedar memiliki pengetahuan intelektual yang tinggi mengenai kepemimpinan. Harus ada keseimbangan antara kemampuan intelektual dengan kepemilikan karakter pribadi yang baik yang dibangun dari pengembangan kualitas kemampuan emosional dan spiritual. Namun yang terpenting adalah seorang pemimpin harus mempunyai sikap hati yang melayani yang terpancar melalui kerendahan hati. Karena seorang pemimpin yang sering mengunggulkan diri, pada umumnya lebih sering jatuh. Jadi kepemimpinan yang melayani adalah kepemimpinan yang lebih didasarkan pada kerendahan hati. KBBI menjelaskan arti dari rendah hati sebagai: hal (sifat) tidak sombong atau tidak angkuh. Rendah hati pada hakekatnya bermakna kesadaran akan keterbatasan kemampuan diri, jauh dari kesempurnaan dan terhindar dari setiap bentuk keangkuhan. Rendah hati akan mendorong terbentuknya sikap realistis, mau membuka diri untuk terus belajar, menghargai pendapat orang lain, menumbuh kembangan sikap 27 | P a g e



tenggang rasa, seta mewujudkan kesederhanaan, penuh rasa syukur dan ikhlas di dalam mengemban hidup ini. Apa arti sesungguhnya dari kerendahan hati? Kerendahan hati tidak identik dengan inferioritas atau rasa minder. Seorang pengkhotbah besar, Charles Spurgeon, mengatakan bahwa kerendahan hati adalah "to make a right estimate of oneself." Kerendahan hati adalah mengerti posisi diri kita dengan tepat di hadapan Tuhan. Kerendahan hati merupakan salah satu indikator dari tingginya kecerdasan spiritual seseorang. Seorang yang tidak bisa menunjukkan sikap atau karakter rendah hati, berarti belum mencapai kedamaian dengan dirinya. Pemimpin yang menempatkan dirinya sebagai pelayan berarti dia memiliki semangat yang rendah hati. Ia



Farias, “Soulish Leadership.” Seorang yang



rendah hati bukanlah seorang yang mengatakan bahwa ia tidak memiliki kemampuan apa pun dan tidak mampu melakukan segala sesuatu (karena itu berarti menghina Tuhan, pencipta-Nya). Seorang yang rendah hati adalah seorang yang mengatakan bahwa semua kemampuannya berasal dari Tuhan dan bahwa ia mampu melakukan sesuatu karena Tuhan yang memampukannya. Tanpa Tuhan, ia sama sekali bukan apa-apa. Buku klasik karya Andrew Murray yang berjudul "Humility" memberi definisi rendah hati sebagai berikut. "Humility is the sense of entire nothingness, which comes when we see how truly God is all, and in which we make way for God to be all." Dengan nada yang sama. Martin Luther dengan lugas berkata, "God created the world out of nothing, and as long as we are nothing, He can make something out of us juga tidak hanya berkata: sungai itu kotor melainkan ia mau membersihkan sungai tersebut. Orang yang rendah hati adalah orang yang mau “turun” langsung melihat realitas/kenyataan hidup. Dalam Flp. 2: 511, Paulus menunjukkan semangat Yesus yang sangat rendah hati. Yesus tidak sombong dengan kesalehan hidup-Nya atau karena Dia Allah. Kerendahan hati seorang pemimpin tampak juga dalam sikapnya yang mau mendengar kritik dari orang lain. Mau memperbaharui diri. Tidak menempatkan dirinya sebagai superior tetapi sebagai socius (teman/sahabat) yang solider. Kerendahan hati ala Yesus ini diadopsi oleh orang-orang dunia dalam kepemimpinannya seperti Paus Yohanes Paulus II, Mother Teresa bahkan Mahatma Gandi, dan memberi arti bahwa seorang pemimpin seharusnya rendah hati dalam hal tidak sombong, menunaikan tugas dengan diam-diam tanpa cari perhatian dan pujian dari orang lain, berani menerima kegagalan tanpa mempersalahkan orang lain, bekerja untuk kepentingan umum bukan diri pribadi. Hal inipun 28 | P a g e



pernah disuarakan oleh Lao Tzu bahwa :“Syarat menjadi seorang pemimpin adalah kerendahan hati.”Kompetensi Kompetensi merupakan sesuatu yang sangat signifikan. Seseorang yang kompeten akan dianggap pantas untuk menjadi pemimpin oleh orang lain. Orang yang kompeten akan disegani dan diikuti oleh orang-orang yang ada di sekitarnya. Dan hal itu akan mendorong terciptanya sebuah kepemimpinan yang sukses. KBBI memberikan defenisi kompetensi sebagai kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan sesuatu). Sedangkan dalam keputusan menteri pendidikan Nasional RI No. 045/U/2002 tentang Kurikulum Pendidikan Tinggi, kompetensi diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugastugas di bidang



pekerjaan tertentu. Kompetensi menurut Spencer & Spencer adalah an underlying characteristic’s of an individual which is causally related to criterion – referenced effective and or superior performance in a job or situation artinya sebagai karakteristik dasar yang dimiliki oleh seorang individu yang berhubungan secara kausal dalam memenuhi kriteria yang diperlukan dalam menduduki suatu jabatan. Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi yaitu sifat dasar yang dimiliki atau bagian kepribadian yang mendalam dan melekat kepada seseorang serta perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan sebagai dorongan untuk mempunyai prestasi dan keinginan berusaha agar melaksanakan tugas dengan efektif. Ketidaksesuaian dalam kompetensi inilah yang membedakan seorang pemimpin unggul dari orang lain. Spencer and Spencer menjelaskan bahwa terdapat 5 karakteristik kompetensi, 1.Motives, adalah sesuatu dimana sesorang secara konsisten berfikir sehingga ia melakukan tindakan. Spencer menambahkan bahwa motives adalah “drive, direct and select behavior toward certain actions or goals and away from others “. Misalnya sectoring yang memiliki motivasi berprestasi secara konsisten mengembangkan tujuan – tujuan yang memberi suatu tantangan pada dirinya sendiri dan bertanggung jawab penuh untuk mencapai tujuan tersebut serta mengharapkan semacam “ feedback “ untuk memperbaiki dirinya. 2.Traits Adalah watak yang membuat orang untuk berperilaku atau bagaimana sectoring merespon sesuatu dengan cara tertentu. Sebagai contoh seperti percaya diri, kontrol diri, ketabahan atau daya tahan. 29 | P a g e



3.Self Concept, adalah sikap dan nilai – nilai yang dimiliki sectoring. Sikap dan nilai diukur melalui tes kepada responden untuk mengetahui nilai yang dimiliki sectoring dan apa yang menarik bagi sectoring untuk melakukan sesuatu. 4. Knowledge, adalah informasi yang dimiliki sectoring untuk bidang tertentu. Pengetahuan merupakan kompetensi yang kompleks. Tes pengetahuan mengukur kemampuan peserta untuk memilih jawaban yang paling benar tetapi tidak bias melihat apakah sesorang dapat melakukan pekerjaan berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya. 5. Skills, adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik secara fisik maupun mental. Dengan mengetahui tingkat kompetensi maka perencanaan sumber daya manusia akan lebih baik hasilnya. bagi kepemimpinan Kristen), di mana karakter yang baik akan menentukan penerapan pengetahuan dan keahlian dengan baik, maka kepemimpinan Kristen harus memerhitungkan kompetensi dari segi karakter, yang hanya dapat dibaca melalui perilaku atau tindakan. Defenisi disiplin adalah: merupakan perasaan taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang dipercaya termasuk melakukan pekerjaan tertentu yang menjadi tanggung jawabnya. Sedangkan Disiplin diri merujuk pada pelatihan yang didapatkan seseorang untuk memenuhi tugas tertentu atau untuk mengadopsi pola perilaku tertentu, walaupun orang tersebut lebih senang melakukan hal yang lain. Sebagai contoh, seseorang mungkin saja tidak melakukan sesuatu yang menurutnya memuaskan dan menyenangkan dengan membelanjakan uangnya untuk sesuatu yang ia inginkan dan menyumbangkan uang tersebut kepada organisasi amal dengan pikiran bahwa hal tersebut lebih penting. Secara etimologi disiplin berasal dari bahasa Latin “disibel” yang berarti Pengikut. Seiring dengan perkembangan zaman, kata tersebut mengalami perubahan menjadi “disipline” yang artinya kepatuhan atau yang menyangkut tata tertib. Disiplin memerlukan integritas emosi dalam mewujudakan keadaan. disiplin diri dapat bermula pada suatu hal yang kecil, contoh : bagi pelajar yang mampu membagi waktu belajar, membagi waktu beribadah sehingga tak menimbulkan suatu pertabrakan kegiatan pada waktu yang sama. “Disiplin.” sendiri melalui pendisiplinan. Dalam bahasa Inggris kata-kata disciple (murid) dan discipline (disiplin) berasal dari akar kata yang sama. Yakub Tomatala menyatakan bahwa dalam kepemimpinan, disiplin harus diartikan sebagai "mendidik untuk perbaikan dan menjadi lebih baik". Disiplin di sini tidak diartikan sebagai hukuman untuk orang yang bersalah, tetapi merupakan didikan atau tuntunan 30 | P a g e



untuk bermotivasi, bersikap, dan berkinerja baik secara konsisten. Seorang pemimpin adalah seseorang yang telah bersedia menerima dan belajar menaati disiplin yang dipaksakan oleh orang lain, dan kemudian membebankan disiplin yang jauh lebih keras, yang berasal dari dirinya sendiri. Orang-orang yang menentang peraturan dan memandang rendah kedisiplinan diri jarang menjadi seorang pemimpin yang sukses. Mereka melalaikan kekerasan dan pengorbanan yang dibutuhkan dalam kedisiplinan dan menolak pelajaranpelajaran ilahi yang ada di dalam kedisiplinan. Lalu, apakah arti pendisiplinan itu? Pendisiplinan adalah adalah usaha usaha untuk menanamkan nilai ataupun pemaksaan agar subjek memiliki kemampuan untuk menaati sebuah peraturan. Pendisiplinan bisa jadi menjadi istilah pengganti untuk hukuman ataupun instrumen hukuman dimana hal ini bisa dilakukan pada diri sendiri ataupun pada orang lain.45 Atau dengan kata lain pelatihan yang membenarkan, membentuk, atau menyempurnakan; bisa melibatkan suatu hukuman dalam menegur. Terdapat dua elemen dalam pendisiplinan -- yang keduanya ada dalam firman Allah, yaitu: Pertama, teguran yang berfungsi untuk menyatakan kesalahan, dan kedua, pembenaran yang berfungsi untuk mengatakan/menunjukkan bagaimana mengubah kesalahan itu. Fungsi khusus dari disiplin seperti dijelaskan Tomatala dapat dijabarkan dalam tiga kisi penting berikut: 1. Meningkatkan kualitas karakter. Kualitas karakter akan terlihat pada komitmen kepada Tuhan, organisasi, diri, orang lain, dan kerja. Puncak komitmen akan terlihat pada integritas diri yang tinggi dan tangguh. 2. Mendukung proses pengejawanta-han kualitas karakter, sikap, dan kerja. Di



“Disiplin.”, kualitas sikap (komitmen dan integritas) ditunjang,



didukung, dikembangkan, dan diwujudkan dalam kenyataan. Komitmen dan integritas akan terlihat dalam kinerja yang konsisten. 3. Memproduksi kualitas karakter dalam hidup yang ditandai oleh adanya karakter kuat dari setiap orang, termasuk pemimpin dan bawahan. Pemimpin terbukti berdisiplin tinggi dalam sikap hidup dan kerja, dan hal yang akan mempengaruhi para bawahan untuk berdisiplin tinggi yang dijadikan model oleh bawahannya. Jadi disiplin harus dimulai dari diri sendiri dan mau tunduk keapada aturan yang dibuat oleh orang lain, karena itu adalah cara terbaik dalam melatih kepemimpinan yaitu bersedia menempatkan diri di bawah kehendak orang lain.. Untuk menjadi seorang pemimpin yang berkarakter seorang pemimpin harus berdisiplin keras, maka orang-orang lain akan merasakannya dan akhirnya orang-orang tersebut mau menunjukkan kerajasama dalam 31 | P a g e



menjalankan disiplin yang dikehendaki dari mereka. Pada akhirnya, perlulah disadari bahwa disiplin dalam kehidupan berorganisasi, bekerja, berkelompok, dan individu merupakan adanya gambaran tekad, kemauan, serta komitmen yang sedang diejawentahkan. Hal ini menentukan kohesi tinggi dalam mekanisme sosial yang memastikan hubungan dan kerja sama yang erat, yang secara pasti mengarah kepada keberhasilan/kesuksesan hidup dan kerja kelompok maupun individu.



2.2 RINGKASAN BUKU PEMBANDING A. Definisi Pemimpin dan Kepemimpinan Secara Umum Secara etimologi pemimpin (leader) berarti bergerak lebih awal, berjalan di depan, mengambil langkah pertama, mengarahkan pikiran-pendapat dan tindakan orang lain. Menurut Lenory Eims, seorang pemimpin adalah orang yang melihat lebih banyak, dari pada yang dilihat dari orang lain, melihat lebih jauh dari pada yang dilihat orang lain, dan melihat sebelum orang lain melihat. Makna kata Lead adalah (1). Loyality, seorang pemimpin harus mampu membangkitkan loyalitas rekan kerjanya dan memberikan loyalitasnya dalam kebaikan, (2). Educate, seorang pemimpin mampu untuk mengedukasi rekan-rekannya dan mewariskan pada rekan kerjanya. (3). Advice, memberikan saran dan nasihat dari permasalahan yang ada. (4). Discipline, memberikan keteladanan dalam berdisiplin dan menegakkan dalam setiap aktivitasnya. Hal penting dan yang pertama harus diketahui adalah apa itu Kepemimpinan? Kepemimpinan adalah seni untuk mengkoordinasikan dan memberikan dorongan terhadap individu atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan.. Kepemimpinan



adalah



proses



mengarahkan



dan memengaruhi



kegiatan



yang



berhubungan dengan tugas dari anggota kelompok. Kepemimpinan adalah suatu hubungan orang-orang di mana yang satu memengaruhi yang lain untuk tercapainya tujuan bersama. Kepemimpinan adalah hubungan kerja yang efisien antara pemimpin yang berkepentingan dengan konstituen.



Dari berbagi pengertian di atas, dapat dipetik beberapa kata kunci:



memengaruhi, memotivasi, tujuan. Kata kunci utama adalah memengaruhi. Kepemimpinan pada sisi lain adalah suatu gejala universal. Hal yang dimaksudkan di sini ialah bahwa kepemimpinan selalu ada pada setiap budaya dari segala bangsa di seluruh dunia. Dengan kata lain, setiap 32 | P a g e



budaya



dari



segala



bangsa



mengenal



adanya



kepemimpinan.13



Untuk



mendalami



kepemimpinan, ada beberapa faktor yang terkait yang perlu diperhatikan sehubungan dengan kenyataan dan studi kepemimpinan. Adapun faktor-faktor tersebut yaitu kepemimpinan mencakup interaksi individu (pemimpin dan bawahan) dan variable dalam situasi serta lokus (berkaitan dengan sosio-budaya dan kerja) kepemimpinan di mana kepemimpinan itu diterapkan. Kepemimpinan berurusan dengan sistem, mekanisasi atau masinal sosial dan orientasi humanis dalam mekanisme kepemimpinan. Faktor ini sangat menekankan tentang faktor manusia dan orientasi kemanusiaan dalam lingkup di mana kepemimpinan itu dijalankan; karena faktor manusialah yang menentukan segala sesuatu dalam kepemimpinan. Kepemimpinan berhubungan erat dengan orientasi teoretis dan riset empiris. Orientasi ini terlihat dalam menghadapi masalah kepemimpinan yang cenderung melihat permasalahan kepemimpinan secara global. Di sini dilihat sebagai suatu objek penelitian yang dapat diteliti karena adanya sampel serta dapat dievaluasi karena didasarkan atas varietas yang diketahui, dapat diobservasi dan dapat diukur. Kepemimpinan juga memiliki orientasi nilai (value orientation)19 dalam studi kepemimpinan dari segi socialbehavioral20. Kencenderungan ini sering disepelekan, sehingga menimbulkan masalah kepemimpinan dalam bidang lain. Orientasi ini berkaitan erat dengan hubungan antar orang sebagai faktor dasar kepemimpinan yang sangat penting. Kepemimpinan secara utuh menyentuh fungsi-fungsi kepemimpinan atau manajemen dan administrasi dalam seluruh kerangka, serta semua bagian dari struktur keorganisasian formal. Kepemimpinan bertalian erat dengan faktor kontekstual-historikal yang mempengaruhi pola masyarakat, budaya, politik, ekonomi, pendidikan, teknologi, dan lain sebagainya.



Hal ini



memiliki faktor yang sangat memengaruhi dan mewarnai kerangka serta pola kepemimpinan secara umum. Faktor-faktor ini memengaruhi manusia dalam lokus hidupnya. Kepemimpinan sangat berkepentingan dengan kerja/pekerjaan dalam segala esensi, sifat, unsur ekonomi, dan lingkungan (lokus) kerjanya. Di sini ada pengaruh integral timbal balik antara individu dan pemimpin, para pekerja serta seluruh tanggung jawab keorganisasian di mana mereka merupakan bagian yang utuh satu kepada yang lain dalam suatu lingkungan kerja. Dalam upaya menjelaskan lebih dalam mengenai kepemimpinan, maka perlu membahas tentang teori kepemimpinan, gaya kepemimpinan, dan ruang lingkup studi kepemimpinan. B. Teori Kepemimpinan 33 | P a g e



Ross Perot mengungkapkan, bahwa “Orang tidak bisa dikelola, inventaris bisa dikelola, tapi orang harus



Keorganisasian formal di sini dipahami sebagai kumpulan dari dua orang atau



lebih dalam keterkaitan menjalani tanggung jawab masing-masing sesuai dengan alur yang sesuai dengan aturan atau ketentuan yang berlaku. Inilah yang dimaksud bahwa ada keterkaitan erat hubungan antar orang sebagai faktor dasar kepemimpinan. Kontekstual historikal dipahami sebagai ada konteks dan ada sejarah; memahami konteks dan sejarahnya.



Tomatala,



Kepemimpinan Yang Dinamis , dipimpin”. Di setiap perguruan tinggi apakah itu universitas atau sekolah tinggi bahkan ada secara khusus di institut yang memiliki program studi kepemimpinan. Hal ini tidak mengherankan karena memang pemimpin adalah hal primer



dalam setiap



organisasi dan setiap generasi. Kepemimpinan telah dikenal sejak dahulu, yang usianya seumur manusia di bumi. Oleh karena itu jelas bahwa orang telah menggumuli kepemimpinan dalam jangka waktu yang sangat Panjang. Beberapa teori yang berkembang ketika mempelajari tentang kepemimpinan, adapun teori-teori itu: 1. Pemimpin itu dilahirkan ( Hereditary theory ) Seorang calon raja haruslah merupakan keturunan dari raja, sedangkan orang biasa tidak pantas jadi raja. 2. Pemimpin itu dibuat ( Psychological theory ) Menurut teori ini, setiap orang berpeluang untuk menjadi pemimpin bila mempunyai sifat dan perilaku yang layak sebagai pemimpin. Perilaku biasanya diambil untuk menentukan seorang pemimpin umumnya berupa keteladanan yang dapat diandalkan. Menurut teori ini juga, pemimpin ditinjau dari kualitas sumber daya manusia seperti kemampuannya (skill) secara baik dalam melakukan tugasnya dan tanggung jawabnya dan kemampuan. Primer di sini memberikan pengertian bahwa pemimpin itu hal utama, kebutuhan yang sangat penting, secara mendasar dibutuhkan. Sumber daya manusia di sini, selain ditinjau dari segi kemampuan (skill) dan intelektualitasnya (wawasan luas), juga dipahami dari segi kemampuan fisik dan kemampuan emosi.



dari segi intelektualnya dalam memikirkan dan



mengambil keputusan. 3. Teori lingkungan ( Situational theory ) Teori ini merupakan gabungan dari Pemimpin itu dilahirkan (Hereditary theory) dan Pemimpin itu dibuat (Psychological theory). Ada beberapa teori juga yang menyatakan bahwa penyebab muncul pemimpin: 1. Teori Genetis: Teori ini hampir sama dengan apa yang dikemukakan Djohan di atas, teori ini menyatakan bahwa pemimpin lahir dari pembawaan bakatnya sejak lahir, bukan dibentuk



34 | P a g e



menurut perencanaan yang disengaja. Pemimpin demikian lahir dari situasi yang bagaimanapun juga karena ia bersifat sudah ditetapkan. 2. Teori Sosial: Teori ini kebalikan dari teori genetis, pemimpin tidak muncul akibat bawaan sejak lahir, melainkan disiapkan dan dibentuk. Sebab itu, setiap orang bisa menjadi pemimpin asal dipersiapkan dan dididik secara sistematis. 3. Teori Ekologis: Teori ini muncul sebagai respon terhadap teori genetis dan teori sosial. Teori ini menyatakan bahwa pemimpin muncul melalui bakat-bakat sejak kelahirannya, lalu dipersiapkan Pembahasan kepemimpinan terasa semakin hangat dibicarakan di mana-mana. Hal ini menunjukkan bahwa sangat penting kepemimpinan itu, oleh karena kepemimpinan memegang peran yang menentukan maju dan mundurnya suatu organisasi. Fakta bahwa, telah terbukti kepemimpinan memengaruhi kehidupan organisasi mana pun di dunia ini.



C. Gaya Kepemimpinan “Seorang pemimpin membawa orang lain ke tempat yang mereka inginkan. Seorang pemimpin yang hebat membawa orang lain ke tempat yang barangkali tidak mereka inginkan, namun sebenarnya mereka harus berada di sana” (Rosalynn Carter). Di lingkungan masyarakat, baik dalam organisasi formal maupun non formal selalu ada seseorang yang dianggap lebih dari orang lain. Seseorang yang memilki kelebihan itu dianggap cakap dan kemudian diangkat atau ditunjuk sebagai orang yang dipercayakan untuk mengatur orang lain. Biasanya, orang itu disebut pemimpin. Dari kata pemimpin itu kemudian muncul istilah kepemimpinan. Istilah kepemimpinan muncul melalui proses yang panjang



Dari sisi bahasa kepemimpinan adalah



leadership yang berasal dari kata leader. Kata leader muncul pada 1300-an sedangkan kata leadership muncul kemudian sekitar tahu 1700-an. Hingga tahun 1940-an kajian kepemimpinan tentang kepemimpinan didasarkan pada teori sifat. Teori sifat adalah teori yang mencari sifatsifat kepribadian, sosial, fisik atau intelektual yang membedakan antara pemimpin atau bukan pemimpin. Setiap orang mempunyai gaya dalam memimpin, keberhasilan atau kegagalan dalam



35 | P a g e



suatu organisasi sangat bergantung pada faktor-faktor ini. Pengaruh gaya kepemimpinan besar perannya dalam sebuah kinerja dan juga pada berjalannya sebuah organisasi. D. Ruang Lingkup Studi Kepemimpinan “Pemimpin tidak lahir begitu saja. Kepemimpinan dipelajari dan dikembangkan. Proses itu dimulai sejak awal hidup kita dengan diri kita sendiri sebagai Individu” (Valerie Sokoloski). Pemahaman mengenai seluk-beluk kepemimpinan dapat dimulai dengan mengenal ruang lingkup studi kepemimpinan dan memahami definisi kepemimpinan itu sendiri. Berikut ini beberapa definisi kepemimpinan yang menurut para ahli. 1. William G. Scott (1962). Kepemimpinan adalah proses memengaruhi kegiatan yang diselenggarakan dalam kelompok, dalam upaya mereka untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok.



. Young (dalam Kartono, 2003). Kepemimpinan



adalah bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus. . Pemimpin yang impoten itu: sibuk mengamankan kedudukannya; keputusannya selalu mengenai hal-hal yang populer bukan pada hal-hal yang penting,; rajin mencari kambing hitam untuk setiap permasalahan; merasa dirinya paling penting, dan tanpa dirinya perubahan tidak bisa dijalankan; malas berpikir mencari akar permasalahan; tidak sadar dengan perubahan, dan hanya mau berubah bila terpaksa; anggapan bahwa belajar hanya bisa datang dari pengalaman; anggapan bahwa perubahan membutuhkan kompromi absolut setiap orang dalam organisasi. Selanjutnya yang dimaksud dengan pemimpin beracun adalah pemimpin yang mengeksploitasi kebutuhan psikologis dan ketakutan pengikutnya untuk kepentingan dirinya. Pemimpin beracun itu; tipikalnya penjilat, ia tidak mau melayani; tidak memperhatikan bawahannya atau anggotanya yang berjasa, merasa terlalu gengsi untuk membantu bawahannya, suka memperalat orang lain atau bawahannya; kadang kala sengaja ciptakan konflik yang disfungsional; egois dan gila hormat; suka mencatut nama orang besar (penting) untuk menakuti bawahannya atau jika ingin minta tolong untuk mencapai keinginannya; selalu menyatakan dirinya sebagai pahlawan kepada bawahannya atau anggotanya seperti telah memperjuangkan nasib bawahannya atau anggotannya; merasa tahu segalanya, membuat diri selalu sibuk, merasa diri suci, suka mengatur; tidak transparan dan suka dengan kalimat ambigu untuk menghidari tanggung jawab; 36 | P a g e



BAB 2 Definisi Pemimpin dan Kepemimpinan Kristen “Seorang pemimpin mengetahui Tuhan dan mengetahui jalan Tuhan. Seorang pemimpin rohani mengetahui ketika Tuhan berbicara. Dia mengetahui ke mana Tuhan pergi dan mengikuti Dia. Seperti Yesus katakan, “Dombaku mengenal suaraku, dan mengikut aku”



—Henry



Blackaby— Beberapa perumusan tentang pemimpin dan kepemimpinan. Pemimpin adalah orang yang membimbing dan mengarahkan orang lain. Pemimpin adalah orang yang dapat menggerakkan orang lain untuk mengikuti jejaknya. Pemimpin adalah orang yang berhasil menimbulkan perasaan ikut serta, perasaan ikut bertanggung jawab, kepada bawahannya terhadap pekerjaan yang sedang dilakukan di bawah pimpinannya. Jadi yang dimaksud dengan pemimpin adalah orang yang melakukan kegiatan atau aktivitas, memengaruhi orang lain dalam suatu aktivitas tertentu melalui proses komunikasi, yang diarahkan guna mencapai tujuan tertentu. Kepemimpinan adalah proses pengaruhmemengaruhi antar pribadi atau antar orang dalam suatu situasi tertentu, melalui aktivitas komunikasi yang terarah untuk mencapai suatu tujuan atau tujuan-tujuan tertentu. Dalam kepemimpinan selalu terdapat unsur pemimpin, yakni yang memengaruhi tingkah laku pengikutnya atau para pengikutnya dalam suatu situasi. Bertolak dari pengertian pemimpin dan kepemimpinan di atas, maka dapat diidentifikasi unsur-unsur dalam kepemimpinan. Unsurunsur yang dimaksud adalah adanya seseorang yang berfungsi memimpin yang disebut pemimpin. Adanya orang lain yang dipimpin. Adanya kegiatan yang menggerakkan orang lain yang dilakukan dengan memengaruhi dan mengarahkan perasaan, pikiran dan tingkah lakunya. Adanya tujuan yang hendak dicapai, baik yang dirumuskan secara sistematis maupun yang bersifat seketika. Berlangsung berupa proses dalam kelompok atau masyarakat, baik besar dengan banyak orang, maupun sedikit orang yang dipimpin. Dalam Alkitab baik Perjanjian Lama (PL) dan Perjanjian Baru (PB) diungkapkan bahwa mereka yang diangkat menjadi pemimpin umat atau menjadi pelayan adalah mereka yang dipilih, ditetapkan untuk melayani. Dalam prosesnya, kepemimpinan tentu saja mengandalkan Tuhan. Peran kepemimpinannya berdasarkan Firman Tuhan. Pemimpin Kristen dan Kepemimpinan Kristen ialah pemimpin dalam kepemimpinannya dimotivasi oleh kasih dan dipersiapkan khusus untuk melayani. Itu berarti pemimpin Kristen dalam kepemimpinannya telah diserahkan kepada kekuasaan Kristus dan teladan-Nya. 37 | P a g e



A. Visi Kepemimpinan Kristen “Visi Anda akan menjadi jelas hanya ketika Anda melihat ke dalam hati Anda. Yang melihat ke luar, mereka sedang memiliki mimpi; mereka yang melihat ke dalam, mereka terbangun” (Carl Jung). Secara umum, visi adalah pandangan jauh ke depan dari individu atau suatu organisasi, berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai, dan apa yang perlu dilakukan untuk mewujudkan visi tersebut di masa depan. Visi menggambarkan aspirasi masa depan untuk mencapainya yang diinginkan (target/goal). Visi yang efektif adalah visi yang mampu membangkitkan inspirasi. Beberapa definisi visi menurut para ahli. 1. John Stott Visi ialah ketidakpuasan yang mendalam tentang masa kini selaku fakta, dibarengi dengan pandangan yang amat tajam tentang sesuatu kemungkinan yang berlaku. 2. Sinamo (1984) Secara ringkas visi adalah apa yang didambakan organisasi untuk “dimiliki” atau diperoleh dimasa mendatang. 3. J.B. Whittaker Visi adalah gambaran masa depan yang akan dipilih dan yang akan diwujudkan pada suatu saat yang ditentukan. 4. Wibisono Visi merupakan rangkaian kalimat yang menyatakan cita-cita atau impian sebuah organisa si atau perusahaan yang ingin dicapai di masa depan.



5. Indrakaralesa Visi adalah refleksi



berbagai keyakinan dan asumsi-asumsi dasar tentang berbagai hal, termasuk tentang kemanusiaan, teknologi, ekonomi, politik, seni budaya, dan etika 6. Djamaludin Ancok Visi adalah statement yang berisi arahan yang jelas mengenai apa yang akan dilakukan oleh suatu organisasi di masa depan. 7. A. Aditya Visi adalah pandangan jauh tentang perusahaan, tujuantujuan perusahaan, dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut di masa mendatang. 8. Mita B. H Visi adalah sesuatu yang kita bayangkan secara ideal yang akan kita capai di masa yang akan datang. Seorang pemimpin perlu untuk memiliki visi. Ia perlu menggunakan imajinasinya guna membayangkan apa yang ingin ia capai di masa depan Bersama organisasinya. Visi adalah konsep alkitabiah. Dokumen tertua yang memuat dan mengajarkan tentang visi secara eksplisit adalah Alkitab. Dalam Alkitab visi berfungsi menunjukkan arah kepada para pemimpin Kristen. Dengan fakta ini, seharusnya gereja dan organisasi Kristen memiliki visi yang lebih baik dibandingkan dengan organisasi lain. Pemimpin Kristen; Pendeta, Penginjil, Gembala, Pengajar, dll, seharusnya lebih mengerti dibandingkan dengan pemimpin organisasi non Kristen. Tetapi yang terjadi justru terbalik, banyak gereja dan pemimpin Kristen 38 | P a g e



kurang jelas visinya. Jika demikian, bagaimana mungkin pemimpin Kristen melakukan kegiatan pelayanan dan persekutuan dengan jelas dan terarah bila visi yang menggarahkan itu tidak jelas dan tidak terarah? Menurut pandangan Bob Gordon, bahwa dalam kekristenan, visi datangnya dari Tuhan dan merupakan pekerjaan Tuhan di dalam seseorang. Roh Tuhan yang bekerja dalam diri seseorang yang didiami-Nya pada saatsaat perjumpaannya dengan Tuhan. Dialah yang menciptakan visi itu dan pemimpin Kristen menerimanya. Searah dengan itu, Bishop Rueben P. Job mengatakan bahwa, visi adalah sebuah pemberian dari Tuhan. Visi adalah upah dari sikap disiplin, setia, dan mau mendengarkan Tuhan." Visi merupakan pemberian dari mata iman untuk melihat yang tidak kelihatan, untuk mengetahui apa yang tidak mampu diketahui, dan memikirkan apa yang tidak mampu dipikirkan. Lalu, visi itu menjadi titik temu atau sasaran arah gerak kita sebagai umat-Nya. Dengan adanya visi dari Tuhan, maka akan mendorong pemimpin Kristen untuk melangkah maju menuju sasaran yang ada di dalam visi-Nya. Jikalau seorang pemimpin Kristen tidak memiliki visi dari Tuhan, ia akan stagnan dan statis. Jadi, visi bukan hasil dari pengamatan pemimpin Kristen tentang apa yang perlu dilakukan atau apa yang ingin dicapai, melainkan suatu petunjuk dari Tuhan yang ditanggapi oleh pemimpin Kristen dan Tuhan yang memanggil pemimpin Kristen untuk mulai bergerak. Kepemimpin Kristen harus diawali dengan visi. Sebab seorang pemimpin Kristen akan merumuskan dan menetapkan visi organisasinya. Oleh karena organisasinya adalah bagian dari hidupnya maka visi pribadinya harus berhubungan dengan visi organisasi. Dengan kata lain, visi pribadi harus sejalan dengan visi organisasi. Tanpa visi manusia menjadi liar, berbuat semaunya dan sulit dikendalikan. Visi mengarahkan kehidupan manusia dan perjalanan hidup manusia. Dalam Habakuk 2:2-3, Tuhan berfirman “Tuliskankanlah penghilatan itu dan ukirkanlah itu pada loh-loh, supaya orang sambil lalu dapat membacanya. Sebab penghilatan itu masih menanti saatnya.” Kata penglihatan dapat diartikan juga sebagai visi. Di dalam suatu terjemahan Alkitab bahasa inggris, kata vision (visi) yang digunakan. Secara implisit bagian kitab Habakuk ini menyatakan bahwa visi itu harus jelas, harus tertulis, dapat dibaca dan dapat dipahami setiap orang, oleh karena merupakan arah dan tujuan yang harus



dijalani dan dicapai di masa yang akan datang.80 Ketidakadaan dan



ketidakjelasan visi di antara pemimpin Kristen maka akan mengalami kelelahan, ketidakpastian, kebingungan, ketidakteraturan, dan keterpurukan. 39 | P a g e



Oleh sebab itu, visi sangat penting. Pemimpin yang akan berhasil adalah pemimpin yang memiliki visi dan menggunakan visi sebagai kekuatan yang mengarahkan dan menuntun dalam kepemimpinannya. Memiliki dan memahami visi merupakan langkah awal bagi seorang pemimpin Kristen dalam memimpin.



Memiliki visi merupakan hal yang terutama bagi



pemimpin Kristen yang berkualitas. Visi dalam kepemimpinan Kristen adalah untuk melihat keinginan yang suci yang diberikan oleh Tuhan di hati guna menjawab kebutuhan yang erat kaitannya dengan kehidupan seseorang atau setiap pribadi dan organisasi yang dipimpinnya. Dalam hal ini menekankan bahwa visi itu bersumber dari Tuhan. Perumusan visi penting dilakukan bagi pemimpin Kristen. Hal ini merupakan suatu proses yang menggambarkan suatu masa depan yang diuraikan dalam bentuk kalimat atau bahasa pada saat ini, dan diyakini bahwa apa yang dirumuskan itu akan dicapai. Semakin terperinci suatu visi dikemukakan, maka akan semakin kuat visi itu. B. Pemimpin Kristen yang Visoner “Ketika kita melihat ke depan ke abad berikutnya, para pemimpin akan menjadi orang-orang yang memberdayakan orang lain” (Bill Gates) Visioner (visionary) dimaknai sebagai orang yang memiliki pandangan atau wawasan ke masa depan. Kepemimpinan Kristen yang visioner ( visionary leadership ) dapat diartikan sebagai kemampuan pemimpin Kristen dalam mencipta, merumuskan,



mengkomunikasikan,



mensosialisasikan,



mentransformasikan,



dan



mengimplementasikan pemikiran-pemikiran ideal yang bersumber dari hikmat Tuhan untuk dirinya, dan juga sebagai hasil interaksi di antara pemimpin Kristen dan anggota organisasi serta stakeholders81 yang diyakini sebagai citacita organisasi di masa depan yang harus dicapai melalui kerja keras, kerja cerdas dan komitmen. Pendidikan formal adalah merupakan pendidikan yang diselengarakan di sekolah-sekolah pada umumnya, dan jalur pendidikan ini mempunyai jenjang yang jelas. Pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di luar Pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk secara mandiri yang dilakukan secara sadar dan bertanggung jawab. Tuhan tidak mencari kelompok pemimpin atau para pemimpin, tetapi pemimpin secara individual. Beberapa kutipan di Alkitab dalam hal Tuhan mencari pemimpin: Saat sekarang ini, Gereja dan organisasi Kristen sangat membutuhkan para pemimpin Kristen yang visioner. 40 | P a g e



Namun, tidak semua orang yang menurut standar manusia adalah pemimpin yang dapat dijadikan sebagai pemimpin Gereja dan organisasi Kristen. Ciri-ciri pemimpin Kristen yang visioner adalah:  Pemimpin Kristen yang visioner akan selalu mendahulukan Tuhan, pemberi visi dalam segala sesuatu, melalui pikiran, perasan, kehendak, sikap, kata dan tindakan. Hubungan dengan Tuhan mendominasi dan menjadi nilai tertinggi yang diungkapkan sebagai pendoa yang taat , hidup setia dan harmonis dengan Tuhan.  Pemimpin Kristen yang visioner adalah menghargai pikiran besar untuk memperoleh dan mengembangkan gambaran mental besar bagi tujuan visi besar yang akan dihasilkannya.  Pemimpin Kristen yang visioner adalah orang yang bersedia rela berkorban menanggung resiko visi besar dengan keberanian yang besar, yang ditandai adanya komitmen tinggi untuk mengabdi.



 Pemimpin Kristen yang visioner adalah



memberikan perioritas kepada nilai sinergi yang melibatkan orang lain atas dasar penghargaan tinggi bagi kapasitas, prestasi dan kemauan baik orang untuk bekerjasama mengusung dan mencapai visi;  Pemimpin Kristen yang visioner adalah mementingkan sikap altruistis84 terhadap setiap orang yang ada dalam kepemimpinannya maupun orang lain yang bersentuhan dengannya.  Pemimpin Kristen yang visioner terlihat bagaikan bayangan yang melindungi dari terik matahari, api yang menghangatkan dikala kedinginan, cahaya yang menerangi dalam kegelapan, air yang menyejukkan bagi yang dahaga terhadap semua orang yang bersentuhan dengannya; pemimpin Dengan ciri-ciri penting di atas, pemimpin Kristen yang visioner tersebut sungguh dapat dipastikan bahwa nilai yang teguh akan menopang visi yang teguh yang memberikan ciri visioner bagi pemimpin Kristen yang sejati. Hanya orang buta terbatas pada sentuhannya, dunia orang bodoh ditandai dengan keterbatasan pengetahuannya, dunia orang besar tak terhalang oleh keterbatasan pandangannya visinya yang Tuhan berikan, persiapkan bagi hari depan yang penuh pengharapan.85 Pemimpin Kristen disebut visioner jika ia mampu mentransformasikan visi Tuhan. Pemimpin Kristen yang visioner harus memiliki komitmen, pendoa, aktif, pekerja keras dan kreatif. Memiliki kecakapan yang memadai dalam merancang strategi untuk mencapai tujuan. Pemimpin Kristen yang visioner dapat mentransfer apa yang dikehendaki Tuhan kepada orang, kelompok, atau organisasi yang dipimpin. Bila pemimpin Kristen telah memahami visi-



41 | P a g e



Nya, berarti ia telah membuat sebuah hal yang luar biasa yaitu menjalankan kepemimpinannya sesuai dengan kehendak-Nya. C. Misi Pemimpin Kristen “Komitmen membedakan pelaku dengan pemimpin. Orang-orang tidak akan mengikuti para pemimpin yang tidak memiliki komitmen” (Stephen Gregg). Misi adalah pernyataan tentang apa yang harus dilakukan dalam upaya untuk mewujudkan visi tersebut.87 Misi pemimpin Kristen adalah tujuan dan alasan mengapa pemimpin Kristen itu ada. Misi ini akan memberikan arah sekaligus membatasi proses mencapai visi. Nikijuluw dan Sukarto mendefinisikan misi dengan mengutip dari Longman Dictionary of Contemporary English (kutipan ini telah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia):  Suatu tugas penting yang dilakukan oleh pasukan tentara, khususnya penyerangan terhadap musuh.  Sekelompok orang yang diutus oleh pemerintahnya ke negara lain untuk melakukan tugastugas negara.  Suatu pekerjaan penting yang ditugaskan kepada seseorang khususnya ketika orang yang diutus pergi ke lokasi atau tempat lain.  Tugas yang harus dilakukan seseorang karena itu memang merupakan keharusan yang terkait dengan identitasnya.  Pekerjaan pemuka atau organisasi agama yang pergi ke negara lain dalam mengajarkan orang tentang kekristenan atau untuk menolong orang-orang miskin. Dalam buku yang berjudul Misi Umat Tuhan, Chris Wright membagi mission dalam bentuk (tunggal) dan missions dalam bentuk (jamak). Dalam bentuk jamak, misi biasanya mengacu pada karya misioner gereja secara lintas budaya. Perkataan misi selalu mengingatkan akan para penyiar agama Kristen atau misionaris yang bekerja penuh waktu meninggalkan negara asalnya dan hidup di negara lain. Kata misi juga berkaitan dengan aktivitas berbagai lembaga penginjilan pada tingkat lokal, nasional dan global. Dengan kata lain misi (dalam bentuk tunggal) atau misi-misi (dalam bentuk jamak), menurut pengertian awalnya selalu terkait dengan kegiatan agama Kristen. Dalam hal kata misi (dalam bentuk tunggal dan jamak), Eckard Scanabel juga memberikan penjelasan. Misi (dalam bentuk tunggal) adalah menjelaskan karya Tuhan secara komprehensif untuk dunia yang pelaksanaannya melibatkan umat Tuhan, dan misi dalam (bentuk jamak) adalah aktivitas-aktivitas misionaris, penginjil, pendiri gereja, kaum-kaum 42 | P a g e



awam yang menjangkau orang-orang yang belum percaya Injil Yesus Kristus. Misi adalah kata yang menjadi ciri khas agama Kristen. Namun dalam perkembangannya, misi sudah diterima oleh seluruh masyarakat dunia serta digunakan secara luas dalam berbagi bidang. Hampir semua organisasi resmi di dunia ini menggunakan kata misi untuk menunjukkan tugas, fungsi target dan cita-cita organisasi. Misi harus disandingkan dengan visi dan kemudian dijadikan sepasang kalimat yang menunjukkan konsep, gagasan, harapan, cita-cita, atau tujuan esensial yang ingin dicapai seseorang atau organisasi. Pernyataan misi menjadi dasar penting dari suatu organisasi. Setiap organisasi harus memiliki misi dan misi tersebut harus dinyatakan secara jelas sehingga mudah dipahami setiap orang. Pernyataan misi memperlihatkan tugas utama yang harus dilakukan pemimpin Kristen dalam mencapai visi. Dalam pernyataan misi di atas terkandung maksud yang jelas tentang tugas dan tanggung jawab yang diemban pemimpin Kristen dan dalam kurun waktu tertentu. Pernyataan misi menunjukkan dengan jelas arti penting eksistensi pemimpin Kristen, karena misi juga merupakan dasar pemimpin Kristen dalam memimpin. Perumusan misi penting dilakukan oleh pemimpin Kristen. Mengenai perumusan misi hal-hal yang perlu dilakukan dan diperhatikan adalah meyakini kebenaran dan ketetapan misi, mengkaji dan menganalisis dengan teliti kelengkapan tugas organisasi (semua yang terkait di dalamnya), melibatkan semua satuan kerja atau bagian organisasi, menerjemahkan visi organisasi pada kurun waktu tertentu, merumuskan dengan pernyataan terperinci dan tegas, menyatakannya secara tertulis, memuat hal-hal yang bersifat pokok. Misi harus sedemikian rupa dinyatakan sehingga misi itu bisa mengerahkan seluruh organisasi (yang terkait di dalamnya). Misi bukan hanya dimiliki atau dipahami oleh pemimpin Kristen (bagian tertentu saja dalam organisasi), tetapi seluruh bagian dalam organisasi. D. Pemimpin Kristen yang Misioner “Kepemimpinan adalah kapasitas mengejawantahkan visi menjadi realita” (Warren G. Bennis). Istilah misi berasal dari bahasa Latin “missio”, yang artinya mengirim atau mengutus. Disini, yang dikirim diutus dengan otoritas dari yang mengirim, untuk tujuan khusus yang akan dicapai. 89 Penekanan penting dari misi atau pengutusan Allah ini, berbicara tentang Allah sebagai pengutus, di mana Allah adalah: sumber, inisiator, dinamisator,



pelaksana, dan



penggenap misi-Nya. Misi terfokus dan berfokus kepada aktivitas penyelamatan dari Allah yang 43 | P a g e



secara dinamis menyelamatkan manusia yang berdosa di seluruh dunia yang sekaligus menghadirkan kerajaan Allah. Pemimpin Kristen yang bermisi di tengah-tengah masyarakat modern yang oikumenis, pluralis dan sekularis mempunyai unsur-unsur paradigma yang dipahami sebagai berikut:  Misi pemimpin Kristen sebagai Gereja  Misi Pemimpin Kristen sebagai Missio Dei



 Misi pemimpin Kristen sebagai Pemberita Keselamatan,



 Misi



pemimpin Kristen sebagai Pejuangan dalam Keadilan dan Kesejahteraan  Misi pemimpin Kristen sebagai Pemberita Injil  Misi pemimpin Kristen sebagai Pembebas  Misi pemimpin Kristen sebagai Saksi  Misi pemimpin Kristen sebagai Pelayanan bagi umat Tuhan Pemimpin Kristen yang bermisi hadir tidak pada ruang kosong, tetapi hadir pada suatu realitas hidup dan dalam konteks masyarakat yang majemuk. Karena itu, Pemimpin Kristen yang misioner harus memperhitungkan realitas hidup dan konteks masyarakat di mana orang atau manusia tinggal dan berada. Pemimpin Kristen yang misioner harus dipahami sebagai suatu usaha orang Kristen, yang berbeda-beda untuk mengadakan perubahan dalam segala aspek kehidupan dan terutama misi membawa berita keselamatan di dalam Tuhan melalui Yesus Kristus. Bahkan dalam dinamika baru pemimpin Kristen yang misioner telah lebih meluas dalam konsep dunia, di mana Maksud dari Missio Dei adalah bahwa firman sebagai wahyu Allah berjumpa dunia, seraya memperlihatkan kepada dunia kebutuhan akan Allah. misi telah meliputi seluruh dunia, seluruh umat manusia, seluruh alam semesta secara holistik dan universal. Dengan demikian, pemimpin Kristen yang misioner harus dilihat dalam pemahaman yang lebih luas. Pemimpin Kristen dalam misinya harus memahami bahwa di dunia tempat ia berada, memiliki tanggung jawab sebagai pembebas dalam konteks masing-masing, sehingga kehadiran pemimpin Kristen dapat menjadi berkat serta mampu



memberi jawaban terhadap segala



persoalan yang dihadapi oleh kelompok, organisasi dan masyarakat. Pemimpin Kristen tidak boleh tutup mata dan tutup telinga terhadap segala persoalan kehidupan yang dihadapi oleh kelompok, organisasi dan masyarakat. Dengan kata lain, kehadiran pemimpin Kristen untuk menjalankan tugas dan panggilan sebagai umat Tuhan dalam menghadirkan tanda-tanda kerajaan Tuhan bagi kehidupan. Pemimpin Kristen menjalankan tugas dan panggilan kudus ini tidak pernah selesai dan berkesudahan (regenerasi) sebelum waktunya tiba, sampai hari kedatangan Tuhan yang kedua kali. Penentuan atas waktu tersebut tidak diketahui oleh siapapun, bahkan Yesus sendiri tidak mengetahuinya selain oleh Bapa di Sorga 44 | P a g e



yang menentukan dan mengetahuinya (bdk. Matius 24:14, 36; Matius 24:42; Markus 13:32-33). Oleh karena itu pemimpin Kristen tetaplah berjaga-jaga dan tekun mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya. Salah satu misi pemimpin Kristen adalah penebusan, untuk menjalankan misi penebusan ini dilakukan dengan cara pemberitaan Injil, kabar penebusan kepada semua orang. Dengan demikian, sebagai pemimpin Kristen tidak bisa berperan lain, selain berperan sebagai instrument Kristus, menyaksikan Kristus, menyampaikan kabar baik kepada semua orang. Pemimpin Kristen terpanggil untuk berperan aktif sebagai utusan Kristus menghadirkan Kerajaan Tuhan di dunia ini. Pemimpin Kristen menjadi mitra Tuhan mewujudkan damai sejahtera Tuhan di dunia ini. Dengan demikian



pemimpin Kristen menjadi berkat bagi sesama dan dunia ini.



Pemimpin Kristen sebagai agen Missio Dei adalah rancangan Tuhan dalam pengutusan-Nya yang kekal untuk membawa perubahan dan pembebasan kepada manusia dan segenap ciptaanNya untuk menghadirkan kerajaan Tuhan yang kekal. Pemahaman ini mengemukakan bahwa pemimpin Kristen yang misioner bertujuan membawa kedamaian dan ketentraman serta keselamatan bagi manusia dan segenap ciptaan-Nya. Tujuan tertinggi misi Tuhan adalah kerajaan-Nya yang membawa kemuliaan bagi nama-Nya. Pemimpin Kristen yang misioner adalah membagi atau memberitakan kabar baik kepada orang lain. Kabar baik tersebut ialah Yesus Kristus sendiri yang diberitakan oleh orang Kristen bahwa Ia telah mati dan bangkit dari antara orang mati bagi penebusan manusia berdosa. Inilah tugas penginjilan yang pada intinya pertobatan, pertobatan kepada Kristus dan secara pribadi menjadi murid-Nya.



Di dalam



pergulatan relasi antara kekristenan dengan wawasan dunia yang berkembang di sekitarnya maka pemimpin Kristen yang misioner perlu memikirkan bekal pemahaman yang cukup untuk berdiri bukan hanya sebagai saksi Kristus dalam hal menarik mereka pada kebenaran yang sesungguhnya. Tetapi lebih kepada kepedulian dalam usaha meningkatkan taraf hidup sesama dalam segala bidang. Aksi sosial, membela ketidakadilan, pendidikan, hukum dan politik serta masalah ekonomi. Dalam tulisan John Stott menyatakan bahwa ada empat hal yang bisa menjadi tolak ukur apakah sebuah misi berjalan dengan tepat atau tidak. Empat hal tersebut adalah:  Apakah orang-orang percaya bertekun pada ajaran para rasul sesuai dengan ajaran Yesus.  Apakah hubungan atau relasi ini terjalin baik satu sama lain.  Apakah mereka berhubungan dengan baik dengan Tuhan.  Apakah mereka berhubungan baik dengan dunia luar dalam menjadi saksi Yesus. Pemimpin Kristen yang misioner tidak bisa menghilangkan salah satu 45 | P a g e



variabel dari keempat variabel ini. Selamat membentuk diri menjadi pemimpin Kristen yang visioner dan pemimpin Kristen yang misioner. BAB 3 Dasar-Dasar Kepemimpinan Kristen “Seorang pemimp in yang baik haru s terlebih dahulu mau dipimpin” — Aristoteles — Sejauh ini, dalam pembahasan telah menyajikan mengenai kepemimpinan Kristen. Namun hal itu tidak membuat untuk tidak lagi belajar memahami lebih dalam tentang dasar kepemimpinan Kristen. Dalam semangat belajar, hal ini akan membuat semakin memahami tentang kepemimpin Kristen. Menurut J. R. Clinton, kepemimpinan Kristen adalah seorang yang mendapat kapasitas dan tanggung jawab dari Tuhan untuk memberi pengaruh kepada kelompok umat Tuhan tertentu untuk menjalankan kehendak Tuhan bagi kelompok tersebut. Hal ini menaruh perhatian pada inisiatif Tuhan dalam panggilan kepemimpinan. Ini merupakan sesuatu yang sangat ditekankan oleh Alkitab. Kepemimpinan Kristen adalah suatu proses terencana yang dinamis dalam konteks pelayanan Kristen (yang menyangkut faktor waktu, tempat, dan situasi khusus) yang di dalamnya oleh campur tangan Tuhan, ia memanggil bagi diri-Nya seorang pemimpin (dengan kapasitas penuh)



untuk



memimpin



umat-Nya



(dalam



pengelompokan



diri



sebagai



suatu



institusi/organisasi) guna mencapai tujuanNya (yang membawa keuntungan bagi pemimpin, bawahan, dan lingkungan hidup bagi dan melalui umatNya untuk kerajaan-Nya. Kepemimpinan Kristen pada dasarnya memiliki matra kepemimpinan yang sama dengan kepemimpinan umum. Pada kenyataannya yang membedakan adalah hakikat, dinamika serta falsafah yang didasarkan pada Alkitab. Maksudnya, dasar utama kepemimpinan Kristen adalah bahwa Tuhan dalam kehendak-Nya telah menetapkan setiap pemimpin Kristen untuk memimpin. Menurut Tomatala kepemimpinan Kristen adalah suatu proses terencana yang dinamis dalam konteks pelayanan Kristen yang di dalamnya untuk memimpin umatnya guna mencapai tujuan Tuhan melalui manusia. Manusia diciptakan Tuhan dengan materi kepemimpinan. Dalam Kej.1:26, dikatakan bahwa manusia diciptakan Tuhan untuk berkuasa atas alam. Arti berkuasa dalam Kej.1:26 adalah “ radah ” (menginjak, menaklukkan) dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa tujuan penciptaan manusia adalah untuk memerintah, berkuasa, menguasai, berotoritas, dan memimpin atas bumi dan lingkungannya. Tuhan telah menetapkan tugas kepemimpinan Kristen, sehingga pemimpinpemimpin Kristen bertanggung jawab kepada Tuhan. 46 | P a g e



Pemimpin Kristen harus mempertanggungjawabkan hasil pekerjaannya pada orang yang mereka pimpin, karena Tuhan sendirilah yang sudah menyediakan orang itu. Dasar motif kepemimpinan Kristen, antara lain membina hubungan dengan orang yang dipimpinnya dan orang lain pada umumnya (Markus 3:13-19; Matius 10:14; Lukas 6:12-16). Perlu disadari bahwa hubungan baik yang menentukan keberhasilan seseorang sebagai pemimpin Kristen . Hubungan tersebut yang pada akhirnya dapat menciptakan kesatuan anggota dalam keharmonisan. Jika pemimpin Kristen itu diumpamakan sebagai seorang pilot, maka ia dituntut untuk mengarahkan pesawat dan sekaligus menyatukan seluruh penumpang dan pramugara/pramugari. Bagi seorang pemimpin Kristen, ia harus mengetahui posisi dan sekaligus tahu akan digerakkan ke mana anggota, organisasi yang sedang dipimpinnya. Dasar Teologis Kepemimpinan Kristen “Kepemimpinan yang hebat biasanya dimulai dengan kesediaan hati, sikap positif, dan keinginan untuk membuat perbedaan” (Mac Anderson) Istilah pemimpin yang digunakan dalam Perjanjian Lama adalah “Sare dan Nesi’e”. Istilah “Sare” merupakan bentuk kata benda maskulin jamak yang akar katanya “sar” (pejabat, pemimpin pangeran). Dalam konteks ini istilah “sar” dihubungkan dengan istilah “Nesi’e” (pemuka, kepala, raja) dan istilah ini dekat kata “Seret” (melayani). Akar kata dari “Nesi’e” adalah nesi merupakan bentuk kata benda maskulin jamak. Kata pemimpin dalam bahasa Yunani diterjemahkan dari kata benda “hodegos” (pemimpin, penuntun, pembimbing). Dalam bentuk kata kerja dipakai kata hodegein (memimpin, menuntun, membimbing). Dalam Perjanjian Baru kata hodegos dan hodegein dipakai secara bervariasi. Pada satu pihak kedua kata itu dipakai dalam pengertian yang negatif. Namun di pihak lain, kedua kata itu juga dipakai dalam arti yang positif. Dalam Injil Yohanes 16:13 menyatakan bahwa apabila Roh Kebenaran itu datang Ia memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran, kata memimpin dalam bahasa Yunaninya memakai kata hodegese. John Gage Allee mendefenisikan pemimpin dengan: “Leader; a guide; a conductor; a commander” (pemimpin itu ialah pemandu, penunjuk, penuntun; komandan). Di dunia ini banyak mencari pemimpin yang ideal dengan berbagai kriteria, contohnya dalam mencari pemimpin, lebih banyak dicari adalah yang mempunyai elektabilitas yang tinggi dibandingkan dengan kredibilitas, maka pencitraan merupakan modal utama bagi para calon pemimpin.



47 | P a g e



Kepemimpinan ada bukan membuat pemimpin menjadi penguasa, namun yang lebih jelas pengertiannya, dia haruslah sebagai pemimpin yang melayani. Dari pengertian tersebut di atas maka kita mendapatkan pemahaman, bahwa kepemimpinan para petugas gereja, terlebih para pendeta perlu sekali menggunakan istilah gembala tersebut untuk sukses membawa dombadombanya. Karena Yesus sudah menjadikan dirinya sebagai Gembala yang terbaik dan mewariskannya kepada setiap pemimpin Kristen. Yang kesemuanya ini meminta suatu pengenalan diri, pengenalan jabatan dan peraturan-peraturan, pengenalan warga dan kehidupan masyarakat. Kualitas Pemimpin Kristen “Guru biasa-biasa saja memberitahu. Guru yang baik menjelaskan. Guru unggul menunjukkan. Guru besar menginspirasi” (William Arthur Ward). Kepemimpinan adalah misteri Meskipun setiap seorang dapat mengenali seorang pemimpin ketika melihatnya, identifikasi proses kepemimpinan sendiri tetap merupakan teka-teki yang sulit dipecahkan. Rabbi Daniel Lupin menggambarkan hal tersebut dengan sangat bagus ketika ia bertanya? “Kenapa semua orang sepakat tentang bagaimana menciptakan dokter, insinyur, dan ahli fisika yang berkualitas, tetapi tampaknya tak seorang pun sepakat tentang bagaimana menciptakan pemimpin yang berkualitas? Pendidikan kedokteran di Bombay tidak jauh berbeda dengan dokter di Boston; tetapi setiap program pelatihan kepemimpinan mengklaim punya sistem



uniknya masing-



masing” Dalam pemahaman kepemimpin an, masing-masing memiliki perspektif yang berbedabeda.



Crosby, mendefinisikan bahwa



kualitas sama dengan persyaratan. Kualitas merupakan salah satu hal penting bagi pemimpin Kristen. Adakalanya orang yang terlihat baik, kuat, maju, berhasil, belum dapat dikatakan memiliki kualitas diri sebagaimana melihat keberadaan jasmani atau fisiknya. Orang yang terlihat jelek, lemah, kurang maju dari penampilan, kurang berhasil dari segi pendidikan belum dapat dikatakan kualitas diri juga jelek (tidak berkualitas). Berusaha berkembang dalam kualitas diri sama dengan memperluas dirinya dan memberi pengaruh positif yang signifikan. Ada tiga unsur kualitas seseorang yang mau mengembangkan dirinya, perlu memperhatikan dan melaksanakannya. Pertama, unsur spiritual, kedua unsur konseptual, ketiga unsur relasi. Hubungan timbal balik dari ketiga unsur ini memengaruhi, dan pelaksanaan pengembangan diri memerlukan seseorang yang cakap 48 | P a g e



mengelola kehidupannya mencapai tujuan yakni berhasil.



Orang yang berhasil mampu



mengelola tiga unsur kualitas diri seperti yang dimaksud di atas. Mengelola kehidupan yang berkualitas atau bermutu, mampu melepaskan diri dari tekanan, mampu menjadi terang. Jika di dalam konteks kelompok atau organisasi di level pimpinan dinyatakan dalam (1 Korintus 3:11) “ Karena tidak ada seorang pun yang dapat meletakkan dasar lain daripada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus.” Seorang pemimpin Kristen adalah seorang yang bertanggung jawab atas sekelompok orang tertentu atau organisasi dan berusaha memengaruhi orang-orang yang dipimpinnya untuk bersama-sama mencapai tujuan yang dimiliki oleh kelompok atau organisasi tersebut. Dengan kata lain, berhasil atau tidaknya seorang pemimpin Kristen bergantung kepada mampu atau tidaknya ia memimpin dan menggerakkan serta memotivasi semua anggota yang dipimpinnya untuk bekerja dan berusaha bersama-sama mencapai tujuan yang ada. Memahami ada beberapa hal keterkaitan di dalam sebuah organisasi di mana di setiap organisasi itu terdiri dari bagian-bagian antara lain; pemimpin, yang dipimpin (anggota organisasi) dan tujuan organisasi. Adapun hal keterkaitan itu; mengenai hubungan pemimpin dengan tujuan organisasi, mengenai hubungan pemimpin dengan anggota yang dipimpin, mengenai hubungan anggota dengan tujuan organisasi. Dalam hal keterkaitan, yang ditekankan adalah hubungan seorang pemimpin dengan tujuan organisasi yang dipimpinnya. Seorang pemimpin Kristen harus tetap fokus kepada tujuan organisasi yang dipimpinnya dan berusaha dengan maksimal untuk mencapai visi yang telah ditetapkan. Ini disebut dengan pemimpin Kristen yang memiliki konsistensi dan mempunyai komitmen kepada visi organisasi. Seorang pemimpin Kristen tidak dibenarkan untuk bercabang hati atau bercabang visi. Tanpa konsistensi dan komitmen dari seorang pemimpin Kristen kepada tujuan organisasi maka sudah dipastikan bahwa pemimpin Kristen tersebut tidak akan berhasil di dalam memotivasi dan menggerakkan orang-orang yang dipimpinnya untuk mencapai visi organisasi. Seorang pemimpin Kristen, adalah seorang yang berjalan terlebih dulu dan memimpin melalui contoh, sehingga yang lain termotivasi untuk mengikutinya (hal dibutuhkan di sini adalah hikmat) . Ini adalah tuntutan yang mendasar. Dalam hal pencapaian visi, misi dan tujuan yang telah dirumuskan dan ditetapkan, maka perlu juga memerhatikan proses, karena kualitas seorang pemimpin Kristen tidak hanya menekankan pada hasil tetapi juga memperhatikan prosesnya (Hal ini menekankan tentang kejujuran).



49 | P a g e



Yang dimaksud dengan konsistensi adalah ketetapan dan kemantapan dalam bertindak secara terus-menerus. Komitmen adalah melakukan tugas dan tanggung jawabnya dengan setia. Hikmat menurut Alkitab adalah pengetahuan dan kepandaian yang berasal dari Tuhan (Amsal 2:6). Sumber hikmat agar dimiliki seseorang adalah takut akan Tuhan. “Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal yang Maha Kudus adalah pengertian” (Amsal 9:10).Pemimpin Kristen harus memiliki karakter baik, cerdas emosional dan spiritual, memiliki kemampuan kongitif dan konseptual, berintegritas dan memiliki visi dan misi yang tajam. Kepemimpinan yang berkualitas adalah personal yang memimpin interpersonal untuk dapat setia yang besar itu dengan memberikan kepadanya seorang anak yang duduk di takhtanya seperti pada hari ini.” Kolose 4:1 “Hai tuan-tuan, berlakulah adil dan jujur terhadap hambamu; ingatlah, kamu juga mempunyai tuan di sorga.” Roma 2:2 “Tetapi kita tahu, bahwa hukuman Tuhan berlangsung secara jujur atas mereka yang berbuat demikian.” Lukas 16:11 “Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya?” Tugas dan Tanggung Jawab Pemimpin Kristen “Jika memimpin dengan memukul kepala orang, itu dinamakan preman, bukan kepemimpinan” (Purnama Pasande) Persoalan kepemimpinan selalu memberikan kesan yang menarik. Dalam beberapa literatur membahas tentang kepemimpinan dengan memberikan penjelasan bagaimana menjadi pemimpin yang baik, sikap dan gaya yang sesuai dengan situasi kepemimpinan, dan syarat-syarat pemimpin yang melakukan tugas dan bertanggung jawab. Suatu organisasi akan berhasil atau bahkan gagal sebagian besar ditentukan oleh kepemimpinan. Suatu ungkapan yang mengandung makna yang sangat dalam, mengatakan bahwa pemimpinlah yang bertanggung jawab atas kegagalan pelaksanaan suatu pekerjaan. Hal ini menunjukkan dan mendudukkan posisi pemimpin dalam suatu kelompok atau organisasi pada posisi yang sangat penting (vital). Kepemimpinan adalah konsep yang dipakai baik oleh gereja maupun dunia. Namun tidak boleh diasumsikan bahwa paham kepemimpinan Kristen dan paham kepemimpinan dunia pada umumnya adalah identik. Oleh sebab itu penelitian terhadap kepemimpinan secara umum dan kekhasan kepemimpinan Kristen mutlak diperlukan agar organisasi-organisasi Kristen termasuk gereja dapat memberlakukan kepemimpinan yang kontekstual pada dirinya sendiri sehingga dapat secara efektif melaksanakan tugas panggilannya di dunia dengan optimal. 50 | P a g e



Kepemimpinan yang baik tentu menghasilkan kehormatan, dan kepemimpinan yang tidak baik mengundang caci maki atau kutukan dan hujatan. Orang tentu menyukai kehormatan. Tidak ada larangan untuk mencari kehormatan atau untuk menjadi orang terhormat atau orang terkemuka. Namun kehormatan yang sungguh hanya dapat diperoleh dengan prestasi dan kerendahan hati. Prestasi dan kerendahan hati itu diwujudkan dengan melakukan tugas seorang “pelayan” atau “hamba” terhadap orangorang yang terkait dengan tugas itu. Dalam hal ini, menurut Meno Soebagjo, kehormatan tidak didasarkan atas status formal seseorang sebagai pemimpin, tetapi justru oleh pelayanan yang diberikan secara baik. Itulah bentuk pelayanan sebagai model keteladanan yang mendatangkan kehormatan.



BAB 4 Karakteristik Pemimpin Kristen “ Kebanyakan orang mengatakan intelektualitaslah yang membuat ilmu an hebat. Mereka salah, yang membuat hebat adalah karakter ” —Albert Einstein— Karakteristik berasal dari kata karakter, yang berkaitan dengan keadaan diri seseorang. Jadi karakteristik adalah ciri khas yang dimiliki oleh setiap individu atau seseorang atau dengan kata lain keseluruhan dari individu yang terdiri dari unsur psikis dan fisik. Istilah karakter dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia mempunyai arti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Karakter adalah seperangkat sifat yang selalu dikagumi sebagai tanda-tanda kebaikan, kebajikan dan kematangan moral seseorang. Secara etimologi, istilah karakter berasal dari bahasa Latin character, yang berarti watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian dan akhlak. Pengertian karakter diungkapkan oleh Thomas Lickona “karakter merupakan sifat alami seseorang dalam merespon situasi secara bermoral. Sifat alami itu dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati dan menghargai orang lain.” Sedangkan KI Hadjar Dewantara “memandang karakter sebagai watak atau budi pekerti.” Pendapat lain dikemukakan oleh Suyanto dalam Agus dan Hamrin “karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.” Kemudian menurut Tadkiroatun Musfiroh dalam Agus dan Hamrin “karakter itu mengacu pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills).” 51 | P a g e



Sedangkan menurut Kemendiknas dalam Agus dan Hamrin “karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan , yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak.” Berdasarkan beberapa pendapat di atas mengenai karakter, dapat disimpulkan bahwa karakter adalah sifat alami seseorang untuk merespon situasi secara bermoral sesuai dengan sikap, ciri khas, tabiat, watak, akhlak ataupun kepribadian yang terbentuk melalui internalisasi untuk bekerjasama dan digunakan sebagai landasan untuk berfikir, bersikap dan bertindak. Dalam drama yang dinamis dari kepemimpinan yang dimainkan di pentas dunia zaman sekarang ini, ada banyak tokoh yang tidak berkarakter. Di samping itu jejak sejarah dicemari dengan banyak laki-laki dan perempuan yang menjadi orang yang besar yang memanfaatkan kendali kekuasaan di berbagi bidang: politik, sosial, ekonomi, korporat, atletik, spiritual dan lain-lain. Mereka memiliki pengaruh dan kendali yang besar atas hidup orang lain; banyak menikmati kekayaan materi dan ketenaran, tetapi akhirnya menyaksikan semuanya hancur dan lenyap seperti debu ditiup angin karena kelemahan karakter yang tragis Ketika istilah karakter digunakan dalam konteks kepemimpinan Kristen, dan ditujukan secara khusus kepada seorang pemimpin Kristen, maka pemimpin tersebut harus menjalankan perannya atau tugasnya dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin Kristen sesuai dengan karakter yang baik berdasarkan firman Tuhan. Melihat hal di atas maka peran pemimpin Kristen sangat dibutuhkan dan tidak sembarang pemimpin. Yang dibutuhkan adalah pemimpin Kristen berkarakter sesuai dengan kehendak-Nya. Ciri-ciri karakteristik yang harus dimiliki pemimpin Kristen, sudah dijelaskan di bab sebelumnya bahwa pemimpin Kristen dipanggil untuk pelayanan dan pembangunan tubuh Kristus, Ef. 4: 13. Di sini sangat jelas bahwa kedudukan seorang pemimpin dalam organisasi gereja adalah berdasarkan panggilan Tuhan. Seorang pemimpin Kristen dalam melaksanakan fungsinya ada keharusan meneladani kehidupan Kristus, Sang Gambala Agung. Karakteristik Kristus yang harus diteladani oleh para pemimpin Kristen itu ialah menyangkut dan tertuju para:  Kerendahan hati (Mat. 11: 29).



Yesus menasihati



agar pemimpin rendah hati seperti Dia, supaya jiwa mendapat ketenangan. Yesus Kristus adalah Tuhan itu sendiri telah datang ke dunia dengan kerendahan hati, agar kita sebenarnya yang tidak layak lagi di hadapan Tuhan, dilayakkan, sehingga kita dapat menghampiri-Nya.



menurut



pandangan dunia. Pekerjaan memimpin tersebut adalah dalam rangka memuliakan Allah. Untuk menerapkannya, seorang yang memimpin harus yakin akan panggilan Tuhan dalam 52 | P a g e



melayaniNya sebagai pemimpin di dalam gereja atau kelompok/organisasi. Pemimpin Kristen sesungguhnya harus yakin bahwa pekerjaan yang ia lakukan adalah merupakan pekerjaan yang paling indah di dunia ini. Melakukan pekerjaan yang paling indah tersebut hanya untuk mempermuliakan nama Tuhan atau tidak mencari pujian bagi diri sendiri. Pemimpin Kristen Berorientasi Pada Pelayanan “Para pemimpin sejatinya memahami bahwa kepemimpinan bukanlah tentang mereka tetapi tentang mereka yang dilayani. Ini bukan tentang meninggikan diri mereka sendiri tetapi tentang mengangkat orang lain” (Sheri L. Dew). Di era yang baru ini, model kepemimpinan berusaha untuk meningkatkan pertumbuhan pekerja serta memperbaiki mutu dan juga kepedulian terhadap organisasi melalui kerjasama tim dan terlibatnya individuindividu dalam pengambilan keputusan. Hal ini berbeda dengan model kepemimpinan tradisional yang masih bersifat hirarki dan otokratis, sehingga dalam



Pemimpin yang otokratis ciri-cirinya adalah: memberikan



perintahperintah yang selalu ingin diikuti, menentukan kebijaksanaan tanpa sepengetahuan yang lain. Tidak memberikan penjelasan secara terperinci tentang rencana yang akan datang, tetapi sekedar mengatakan kepada anggotanya tentang langkah-langkah yang mereka lakukan dengan segera dijalankan. Memberikan pujian kepada mereka yang selalu menurut kehendaknya dan melontarkan kritik kepada mereka yang tidak mengikuti kehendaknya. Pemimpin yang otokratis sifatnya diktator dan arogan. Pemimpin yang diktator adalah pemimpin yang menganggap bahwa kekuasaan itu mutlak miliknya. Pemimpin yang arogan adalah pemimpin yang angkuh, sombong, congkak, mempunyai perasaan superioritas (merasa memiliki kelebihan/keunggulan dari orang lain) yang dimanifestasikan dalam sikap suka kepemimpinan menempatkan pelayanan sebagai hal yang paling utama. Kepemimpinan dan pelayanan yang baru timbul ini disebut juga dengan kepemimpinan pelayan atau “ servant leadership” . Model kepemimpinan yang baru ini diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan pribadi bawahan serta dapat memperbaiki kualitas dan pelayanan melalui rasa kebersamaan yang kuat dengan melibatkan anggota organisasi dalam pembuatan keputusan. Istilah kepemimpinan pelayan atau “ servant leadership” ini muncul karena adanya pendapat menurut Greenleaf “Bahwa di suatu tempat kerja penerapan suatu model kepemimpinan yang dikenal dengan kepemimpinan pelayan sangat diperlukan, di mana kepemimpinan pelayan merupakan suatu model kepemimpinan yang memprioritaskan pelayanan kepada pihak lain, baik pihak kepada 53 | P a g e



karyawan (rekan kerja/bawahan), pelanggan atau masyarakat sekitar.” Selain itu Greenleaf juga mempunyai pandangan bahwa hal pertama kali yang perlu dilakukan oleh seorang pemimpin besar adalah melayani orang lain dengan tujuan motivasi yang ada pada dirinya sendiri. Dalam konteks kepemimpin Kristen istilah pemimpin adalah pelayan “servant leadership” sudah sejak lama dikenal. Model kepemimpinan melayani adalah model yang absah dan alkitabiah, baik dalam Perjanjian Lama maupun



memaksa atau pongah. Pongah sendiri artinya sangat



sombong;angkuh baik dalam perkataan maupun dalam perbuatan. Perjanjian Baru. Mereka yang diangkat menjadi pemimpin di tengah-tengah umat Tuhan, selalu diangkat untuk melayani, entah sebagai imam, raja, atau nabi. Ketika Salomo diangkat menjadi raja, hal yang paling menyenangkan hati Tuhan adalah ketika dia memohon hati yang paham untuk membedakan antara yang baik dan jahat (1 Raja-Raja 3:9). Di sini jelas, permintaan ini bukan untuk kepentingan pribadinya, tetapi untuk pelayanan kepada masyarakat yang dipimpinnya.148 Tuhan Yesus juga mengacu pada model yang sama. Ia mengajar murid-murid-Nya cara memimpin yang harus mereka miliki, "Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu." (Matius 20:25-27).



"Yesus dan murid-murid-



Nya berangkat dari situ dan melewati Galilea, dan Yesus tidak mau hal itu diketahui orang; sebab Ia sedang mengajar murid-murid-Nya. Ia berkata kepada mereka: "Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia, dan mereka akan membunuh Dia, dan tiga hari sesudah Ia dibunuh Ia akan bangkit." Mereka tidak mengerti perkataan itu, namun segan menanyakannya kepada-Nya. Kemudian tibalah Yesus dan murid-murid-Nya di Kapernaum. Ketika Yesus sudah di rumah, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: "Apa yang kamu perbincangkan tadi di tengah jalan?" Tetapi mereka diam, sebab di tengah jalan tadi mereka mempertengkarkan siapa yang terbesar di antara mereka. Lalu Yesus duduk dan memanggil kedua belas murid itu. Kata-Nya kepada mereka: "Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya." Maka Yesus mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka, kemudian Ia memeluk anak itu dan berkata kepada mereka:



"Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia



menyambut Aku. Dan barangsiapa menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, tetapi Dia 54 | P a g e



yang mengutus Aku." (Markus 9:30-37). Dalam konteks Markus 9, yang dipermasalahkan oleh murid-murid adalah soal siapa yang terhebat di antara mereka. Ironisnya, hal itu terjadi setelah Yesus memberitahukan untuk kedua kalinya bahwa Ia akan menuju salib. Setelah peristiwa itu, Yesus mengajar mereka bahwa yang ingin menjadi pemimpin harus menjadi hamba, dan Yesus merangkul seorang anak kecil sebagai model. Dalam Lukas 22:26, Yesus kembali menekankan bahwa yang memimpin hendaklah menjadi pelayan. Selama pelayanan-Nya di dunia, Yesus dengan keras menegur para ahli Taurat dan orang Farisi, yang pada saat menjabat sebagai pemimpin jemaat "suka duduk di tempat terhormat" (Matius 23:6-7). Pemimpin Kristen adalah pemimpin yang melayani. Ini artinya bahwa seorang pemimpin Kristen bukan menerapkan kekuasaannya berdasarkan keinginannya sendiri, tetapi berdasarkan tugas dan tanggung jawab. Seorang pemimpin yang berdasarkan keinginannya sendiri akan memuaskan keinginannya sendiri dalam setiap tujuan, sedangkan pemimpin yang dimotivasi oleh tugas dan tanggung jawab, akan membuat dia mengorbankan keinginannya sendiri bagi suatu tujuan. Perlu diantisipasi bahwa seorang pemimpin Kristen yang dikendalikan keinginan sendiri, akan mengurangi integritasnya. Esensi kepemimpinan Kristen tidak terletak pada jabatan, gelar, atau pangkat, tetapi pada "kain dan basi" sebagaimana teladan Yesus saat Ia membasuh kaki muridmurid-Nya.151 Perlu diingat bahwa dalam konsep "pemimpin pelayan" yang menjadi penekanan di sini bukanlah aspek "pemimpin", tetapi aspek "pelayan." Pemimpin pelayan bukan pemimpin yang melayani, tetapi pelayan yang memimpin. Sejatinya pemimpin Kristen adalah pemimpin yang berorientasi pada pelayanan. B. Pemimpin Kristen Selalu Memiliki Pikiran Positif “Seorang pemimpin sejati benar-benar memiliki pikiran positif yang lahir dari jiwa yang benar” (Vera Herlina). Istilah berpikir positif pertama kali dipopulerkan oleh penulis pembangkit inspirasi Amerika, Norman Vincent Peale pada tahun pada tahun 1952. Penting bagi sebagai seorang pemimpin Kristen untuk berpikir positif tentang segala sesuatu. Kalau misalnya diri sendiri adalah pengikut dan bukan pemimpin maka berpikir positif hanya akan bermanfaat bagi diri sendiri dan tidak akan memengaruhi siapa pun. Tapi, jika diri sendiri adalah seorang pemimpin Kristen maka pikiran positif dari diri sendiri akan nampak dalam sikap, tingkah laku, pola pikir, pengambilan keputusan, pekerjaan, pelayan bagi orang-orang yang ada dalam kelompok atau organisasi yang 55 | P a g e



dipimpin. Berpikir positif adalah suatu hal yang mudah, yang dapat dilakukan semua orang. Berpikir positif sesungguhnya adalah suatu kekuatan yang menakjubkan. Jika seorang pemimpin Kristen berpikir positif, maka dalam organisasi, seluruh pengikut (orang yang dalam kelompok/organisasi), dapat terhisap dalam pemikiran seorang pemimpin Kristen yang berpikir positif tersebut. Sehingga perlu untuk disadari bahwa seorang pemimpin Kristen menjadi seorang yang luar biasa memengaruhi banyak orang. Kekuatan pemikiran positif pemimpin Kristen akan menghasilkan banyak hal yang baik dan bermanfaat bagi banyak orang. Sebaliknya berpikiran negatif hanya akan mematikan harapan, membunuh motivasi, menghancurkan prestasi dan potensi para pengikut. Pada masa kini pikiran positif bahkan dimasukkan dalam salah satu disiplin ilmu untuk dipelajari lebih mendalam. Sebenarnya apakah yang dimaksud dengan berpikir positif? Menurut Ubaedy, berpikir positif adalah upaya kita untuk mengisi ruang-ruang di dalam pikiran yakni nalar, naluri dan nurani dengan berbagai bentuk pemikiran yang benar, baik dan bermanfaat. Menurut Herlina, berpikir positif bukan sekedar mengisi ruang dalam pikiran namun merupakan sesuatu buah dari jiwa yang benar yang berdampak pada pikiran dan perbuatan.



Istilah “Benar” bagi sebagian orang adalah membenarkan diri. Banyak orang



membenarkan dirinya walaupun kelakuannya salah dengan tujuan mendapatkan ketenangan nurani. Padahal itu sama saja dengan menipu diri sendiri. Seorang pemimpin yang dituntut memiliki integritas yang tinggi tidak boleh membenarkan diri lalu menyebutnya sebagai pikiran positif dari semua yang ia lakukan dan mengatakan ujung-ujungnya untuk kebaikan walaupun caranya salah.



Seringkali kita mendapati seorang pemimpin tidak bisa ditegur, tidak bisa



dinasehati dan selalu merasa dirinya benar dan mengklaim bahwa dirinya berpikiran positif. Hal ini pada akhirnya hanya membawa pada kemunafikan. Seorang pemimpin Kristen sejati, benarbenar memiliki pikiran positif yang lahir dari jiwa yang benar. Membiasakan diri melakukan berbagai cara berpikir positif tersebut bisa Anda aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, mulailah untuk berpikir positif agar hidup menjadi lebih indah. Belajarlah berpikir positif di dalam nilai-nilai kebenaran dan Anda akan melihat manfaatnya yang luar biasa untuk menumbuhkan kepercayaan para pengikut terhadap Anda. Bahkan bukan hanya itu, pikiran positif itu memengaruhi yang lain. Percaya atau tidak, jika pemimpin Kristen berpikiran positif maka pasti akan memancarkan energi positif,159 dan tanpa disadari akan membangun komunitas yang berpikiran positif. 56 | P a g e



Hargailah segala sesuatu, nilailah dengan positif, bersyukurlah untuk setiap situasi dan kondisi walau tidak seperti yang diharapkan. Temukan kekuatan pikiran positif sebagai seorang pemimpin Kristen. Dengan memiliki pikiran positif, pemimpin Kristen akan mampu untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman ini.



C. Pemimpin Kristen Memiliki Prinsip Belajar Seumur Hidup “Ketika Anda berhenti Belajar, Anda berhenti memimpin” (Rick Warren). Pertanyaan yang perlu dijawab bagi pemimpin. Mengapa para pemimpin harus terus belajar dan belajar terus? Tidakkah cukup pengetahuan yang sekarang ini dimiliki? Apakah menjadi pemimpin itu tugas dan tanggung jawabnya mudah? Kehebohan perubahaan sistem di semua bidang termasuk dalam bidang kepemimpinan di dunia ini benarbenar menjadi fenomenal. Hampir semua memperbincangkannya, semua pakar berkomentar atasnya. Ini memberikan pemahaman dan juga mengingatkan untuk selalu antisipatif bahwa perubahan itu akan terus dan terjadi. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seorang pemimpin harus cerdas dan mampu mengikuti perkembangan tersebut dalam menghadap cenderung lebih sehat, karena mampu menghadapi stres yang dimilikinya dengan baik. Mereka juga cenderung lebih mudah menjalani gaya hidup sehat, sehingga tidak rentan terserang penyakit. Revolusi industri 4.0 bisa berawal dari strategi pemerintah Jerman pada tahun 2011 dalam hal produksi, yang memfokuskan komputerisasi dalam proses manufakturnya. Pemerintah Jerman mengingikan adanya cara yang lebih efisien dalam hal produksi barang secara masal dengan menggandalkan dan mengaplikasikan teknologi. Terutama teknologi otomatis (automation) yang tidak banyak membutuhkan campur tangan manusia dalam operasinya. Dampak sosial dari revolusi industri 4.0 adalah hal yang paling menonjol penggunaan teknologi dan mesin yang dapat menggantikan peran manusia dalam proses industri. Kegiatan ini dapat menyebabkan berkurangnya peranan atau campur tangan manusia dalam proses produksi. Hasilnya adalah berkurangnya lapangan pekerjaan dalam industri manufaktur. Revolusi industri 4.0 atau Era Disrupsi merupakan peluang dan tantangan bagi pemimpin Kristen sekarang dan bagi pemimpin Kristen generasi berikut.



57 | P a g e



Learning” merupakan pelajar yang tekun dan bersungguhsungguh. Dia orang yang mau terus belajar kapan pun dan di mana pun selama dia mampu. Seorang “Intentional Learner” juga tidak akan enggan untuk keluar dari zona nyamannya dan pergi keluar untuk mencari ilmu sebanyakbanyaknya. Menjadi seorang Intentional Learner harus memiliki semangat belajar yang tinggi. Seseorang tidak akan bisa menjadi Intentional Learner tanpa memiliki kemauan yang tinggi untuk mencari dan mempelajari ilmu. Semangat



belajar dapat ditingkatkan melalui



motivasi dari internal maupun eksternal. Mengapa Intentional Learner diperlukan dalam menjadi seorang pemimpin Kristen? Sebagai seorang pemimpin, dituntut untuk memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas. Pengetahuan dan wawasan akan memengaruhi seseorang dalam memimpin orang lain. Semakin luas pengetahuan dan wawasan seseorang pemimpin Kristen maka akan semakin maksimal dalam memimpin. Selain itu, seorang pemimpin Kristen akan berhadapan dengan banyak orang. Orang yang dihadapi tentu memiliki berbagai macam sifat dan karakter. Dengan kemauan belajar terus dan terus belajar, diharapkan seorang pemimpin Kristen mampu menyerap dan mempelajari sifat atau kemauan bawahannya atau orangorang dalam orgasisasinya yang berbeda-beda sifat atau karakter. Kemauan belajar tersebut juga harus dimunculkan dari dalam diri seorang pemimpin Kristen setiap saat. Seorang pemimpin Kristen harus belajar untuk mengenal siapa yang dipimpinnya dan yang lebih penting lagi belajar mengenal diri sendiri. Tanpa pengenalan dan penghargaan pada diri sendiri, tidak mungkin seorang pemimpin Kristen akan mengenal dan menghargai orang lain yang dipimpinnya. Seorang pemimpin Kristen juga perlu belajar tentang arti penting kehadiran dan peran orang lain dalam kehidupannya. Belajar untuk menghargai orang lain inilah yang memperkaya dirinya secara pribadi dan memungkinkan dirinya semakin berkembang secara maksimal. Ray Kroc berkata : “Selama Anda tetap hijau, Anda akan tetap tumbuh. Begitu Anda matang, Anda akan mulai membusuk.” Atasilah Sukses Anda. Jika Anda sudah sukses di masa lalu, hati-hatilah. Kesuksesan bisa menghambat Anda untuk belajar dan mau diajar. Kalimat Ray Kroc di atas memberikan tanda awas (warning) bahwa jika pemimpin Kristen telah sukses maka harus berhati-hati karena kesuksesan itu bisa menghambat untuk tidak mau lagi belajar dan diajar, oleh karena menganggap bahwa dirinya telah sukses dan sudah mengetahui semua sehingga itu membuatnya sukses. Selain itu, kalimat Ray Kroc di atas juga memberikan



58 | P a g e



pelajaran bahwa setiap pemimpin Kristen harus belajar dan terus belajar serta mau



diajar, karena dari belajar dan diajar seorang pemimpin Kristen akan mengalami pertumbuhan, perkembangan serta kemajuan (dari tidak tahu menjadi tahu). Belajar dari salah satu tokoh dalam Perjanjian Lama yaitu Musa. Musa seorang Pemimpin Nasionalis, juga pemimpin pembuat hukum (Legislator). Kisah hidup Musa selama 120 tahun. 40 tahun hidup di Mesir dibesarkan dan diajar oleh putri Firaun, 40 tahun di Midian sebagai gembala ternak, 40 tahun perjalanan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir. Hal menjadikan Musa menjadi Pemimpin Besar. Jika melihat kisah di atas, Musa menjadi pemimpin besar oleh karena ia belajar dan mau diajar. Proses belajar dan diajar tidak terjadi dengan instan. Membutuhkan waktu cukup lama dengan proses yang begitu Panjang. Musa menjadi pemimpin besar bukan hanya karena memiliki kecakapn tetapi juga Musa dalam memiliki sifat dan karakter yang tidak pantang menyerah termasuk ketika belajar dan diajar. Setiap pembelajaran bisa didapatkan melalui hal yang sudah terjadi maupun hal yang mungkin terjadi. Setiap pemimpin Kristen harus berani mengambil risiko dari setiap pembelajaran yang telah diterima. Untuk itu seorang pemimpin Kristen harus mampu memotivasi dirinya sendiri dan orang-orang dalam kelompok atau organisasinya untuk semangat belajar dan diajar agar berkembang dan maju, juga agar menjadi berani dalam mempelajari hal yang baru. Pemimpin Kristen yang luar biasa itu tidak lahir dalam semalam. Pemimpin Kristen



yang luar biasa itu berproses dan terus



berkembang dari waktu ke waktu. D. Pemimpin Kristen yang Memuliakan Tuhan “Memuliakan Tuhan berarti mengakui bahwa Dia adalah Yang Maha Mulia Yang tidak ada alasan untuk Tidak memuliakan-Nya” (Eva Tulaka). Setelah membahas Pemimpin Kristen Berorientasi Pada Pelayanan, Pemimpin Kristen Selalu Memiliki Pikiran Positif, Pemimpin Kristen Memiliki Prinsip Belajar Seumur Hidup, maka selanjutnya akan membahas Pemimpin Kristen yang Memuliakan Tuhan. Seorang pemimpin Kristen harus mengerti akan substansinya dalam memimpin yang mengarah kepada dinamika spiritualitasnya. Mengapa demikian? Oleh karena mengerti substansi kepemimpinan sebagai pemimpin Kristen merupakan dasar penting dan utama dari panggilan, tugas dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin Kristen. Sebagai seorang pemimpin Kristen yang adalah hamba Tuhan, dirinya harus yakin bahwa ia dipilih dan dipanggil serta ditetapkan ke dalam tugas dan tanggung jawab pelayanan.



59 | P a g e



BAB III PEMBAHASAN 3.1 REPORT BUKU



60 | P a g e



Adapun materi dari kedua buku Pendidikan Agama Kristen yang telah dipaparkan diatas maka dapat diambil beberapa kelemahan maupun kelebihan yang dimiliki masing-masing buku antara lain : 



Dari buku pertama maupun buku kedua sama-sama memiliki identitas buku yang lengkap baik dari ISBN , kota penerbit, tahun terbit, dll. Sehingga dalam pencarian buku ini akan mudah dicari oleh pembaca yang ingin mengambil referensinya sendiri.







Pada buku utama dan buku pembanding sama-sama membahas tentang kepemimpinan Kristen yang baik dan benar, sehingga dalam materinya pun terdapat beberapa kesamaan yang tersurat dan makna tersirat.







Pada buku utama terdapat pembahasan mengenai kepemimpinan Kristen yang disejarahkan dari penjajahan VOC Belanda berdasarkan penyebarannya secara perlahan hingga sekarang, dapat dilihat dari materi pendukung Pendidikan Agama Kristen pada Masa Pemerintahan Belanda Setelah terjadi serah terima kekuasaan politik dari VOC kepada pemerintah Belanda pada 1 Januari 1800, maka kemudian pemeliharaan gereja dan pendidikan agama Kristen menjadi tanggungjawab pemerintahan Belanda. Masuknya lembaga-lembaga zending dari Belanda, Jerman, dan Swiss ikut memperkaya upaya pendidikan agama Kristen. Seiring dengan peralihan dari VOC kepada pemerintahan Belanda, maka tenaga guru yang mengurus jemaat



semakin berkurang sehingga



pengasuhan jemaat ditangani oleh guru jemaat yang berasal dari kaum awam. NZG pernah berupaya untuk membuka sekolah untuk mendidik para guru jemaat, tetapi tidak jadi. Kemudian selama parohan pertama abad ke-19 pendidikan pribumi kurang diperhatikan oleh pemerintah kolonial karena mereka lebih tertarik pada keuntungan dan perkembangan ekonomi yang mengalir ke negeri Belanda ketimbang kemajuan penduduk pribumi yang berada di bawah kekuasaan mereka. 



Pada buku pembanding kepemimpinan Kristen yang dibahas sudah pada zaman sekarang, sehingga materi yang disampaikan lebih modern isinya, dapat dilihat dari materi pendukung : Pemimpin Kristen harus mempertanggungjawabkan hasil pekerjaannya pada orang yang mereka pimpin, karena Tuhan sendirilah yang sudah menyediakan orang itu. Dasar motif kepemimpinan Kristen, antara lain membina hubungan dengan orang yang dipimpinnya dan orang lain pada umumnya (Markus 3:13-19; Matius 10:14; Lukas 6:1216). Perlu disadari bahwa hubungan baik yang menentukan keberhasilan seseorang



61 | P a g e



sebagai pemimpin Kristen . Hubungan tersebut yang pada akhirnya dapat menciptakan kesatuan anggota dalam keharmonisan. Jika pemimpin Kristen itu diumpamakan sebagai seorang pilot, maka ia dituntut untuk mengarahkan pesawat dan sekaligus menyatukan seluruh penumpang dan pramugara/pramugari. Bagi seorang pemimpin Kristen, ia harus mengetahui posisi dan sekaligus tahu akan digerakkan ke mana anggota, organisasi yang sedang dipimpinnya. 



Pada buku utama yang membuat materinya terasa lebih bagus adalah karena penempatan sejarahnya sedangkan pada buku pembanding materinya sudah bagus hanya saja materi yang disampaikan terlalu formal dan mengarah terhadap perkembangan revolusi 4.0.







Dalam kepemimpinan Kristen diharapkan diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan pribadi bawahan serta dapat memperbaiki kualitas dan pelayanan melalui rasa kebersamaan yang kuat dengan melibatkan anggota organisasi dalam pembuatan keputusan. Istilah kepemimpinan pelayan atau “ servant leadership” ini muncul karena adanya pendapat menurut Greenleaf “Bahwa di suatu tempat kerja penerapan suatu model kepemimpinan yang dikenal dengan kepemimpinan pelayan sangat diperlukan, di mana



kepemimpinan



pelayan



merupakan



suatu



model



kepemimpinan



yang



memprioritaskan pelayanan kepada pihak lain, baik pihak kepada karyawan (rekan kerja/bawahan), pelanggan atau masyarakat sekitar.”



BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN



4.1 KESIMPULAN



62 | P a g e



Pendidikan agama Kristen sebagai aktivitas yang terus berlangsung di dalam gereja dan penyelenggaraan pendidikan agama Kristen di sekolah dasar hingga perguruan tinggi seharusnya memperkuat dan memaksimalkan fungsinya untuk mengatasi masalah-masalah sosial yang melanda masyarakat kita. Karena itu, pemikiran tentang pendidikan agama Kristen yang membebaskan bisa menjadi pendorong bagi kita dalam memajukan masyarakat melalui pendidikan terhadap naradidik kita. Banyak kelemahan yang dijumpai dalam dunia pendidikan agama Kristen sehingga membuat pendidikan itu tidak bisa menjalankan fungsinya yang bersifat membebaskan, atau sebaliknya malah membebani peserta didik dengan hal yang tidak seharusnya. Pemikiran ini penting untuk dibangkitkan kembali karena pendidikan agama sekarang masih cenderung indoktrinatif. Selain itu, penulis mengamati kelemahan-kelemahan dalam dunia pendidikan agama Kristen, antara lain: a) tidak memiliki visi dan misi yang jelas dalam penyelenggaraan PAK, baik di gereja, sekolah, keluarga, dan masyarakat; b) kurangnya pemahaman yang utuh mengenai apa yang dimaksud dengan PAK; c) kurangnya para desainer kurikulum dan desainer program-program PAK di semua wilayah PAK, bahkan banyak pemimpin gereja dan sekolah yang asing dengan kurikulum PAK; d) kurangnya tenaga pendidik PAK yang berkualitas; e) minimnya biaya atau dana yang dialokasikan untuk pengembangan PAK di semua wilayah PAK; f) kurangnya sarana pendidikan yang mendukung kurikulum; g) kurangnya manajer terampil dan berkualitas untuk mengembangkan PAK di lembaga-lembaga yang menyelenggarakan PAK; pembelajaran PAK banyak dilakukan dengan pendekatan indoktrinasi.



Adalah penting untuk belajar dari sejarah untuk melihat seberapa jauh para



pengelola PAK di Indonesia melakukan pengembangan pendidikan agama Kristen yang membebaskan sebagaimana yang dimaksud di atas.



4.2 SARAN Adapun makalah kritikan buku Pendidikan Agama Kristen ini adalah semata-mata untuk memenuhi tugas KKNI yang disampaikan dari pihak pendidik terhadap kami mahasiswa. Sehingga, dalam penyusunan makalah ini pun masih belum sempurna untuk itu penulis mengharapkan kritikan maupun saran dari para pembaca untuk penyusunan makalah yang lebih baik. 63 | P a g e



DAFTAR PUSTAKA Sianipar, Desi. 2017. SHANAN. Jakarta : UKI Ekspress Pasande, Purnama. 2020. Pemimpin dan Kepemimpinan Kristen. Sulawesi Tengah: Pustaka Star’s Lub 2020



64 | P a g e