Definisi Spiritualitas Dan Religiusitas [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Definisi Spiritualitas Menurut Prijosaksono, kata spiritual memiliki akar kata spirit yang berarti roh. Kata ini berasal dari bahasa latin, spiritus, yang berarti bernafas. Selain itu kata spiritus dapat diartikan juga sebagai alkohol yang dimurnikan. Oleh karena itu spiritual dianggap suatu hal yang murni. Roh bisa diartikan sebagai energi kehidupan, yang membuat kita hidup, bernapas dan bergerak. Spiritual berarti pula segala sesuatu diluar tubuh, fisik kita, termasuk pikiran, perasaan, dan karakter kita (Kurniawati & Abrori, 2005: 114-115). Spiritualitas adalah konsep yang luas dengan berbagai dimensi dan perspektif yang ditandai adanya perasaan keterikatan (koneksitas) kepada sesuatu yang lebih besar dari diri kita, yang disertai dengan usaha pencarian makna dalam hidup atau dapat dijelaskan sebagai pengalaman yang bersifat universal dan menyentuh. Beberapa individu menggambarkan spiritualitas



dalam



pengalaman-pengalaman



hidupnya



seperti



adanya



perasaan



terhubung/transendental yang suci dan menentramkan, sebagaian individu yang lain merasaan kedamaian saat berada di masjid, gereja, kuil atau tempat suci lainnya. Beberapa ahli memberikan definisi tentang spiritualitas dengan pendekatan yang berbeda-beda berpendapat bahwa spiritualitas adalah aspek kemanusiaan yang mengacu pada cara individu mencari dan makna tersurat dan tujuan dan cara mereka mengalami keterhubungan mereka untuk saat ini, untuk diri, orang lain, dengan alam, dan dengan kebermaknaan atau suci (Christina Puchalski, MD, Director of the George Washington Institute for Spirituality and Health) Menurut Mario Beauregard and Denyse O’Leary, researchers and authors of The Spiritual Brain berpendapat bahwa Spiritualitas berarti pengalaman yang berpikir untuk membawa mengalaminya ke dalam kontak dengan Tuhan (dengan kata lain, bukan hanya pengalaman yang terasa bermakna). Ruth Beckmann Murray dan Judith Proctor menulis bahwa dimensi spiritual mencoba untuk menjadi selaras dengan alam semesta, dan berusaha untuk jawaban tentang yang tak terbatas, dan datang ke dalam fokus ketika seseorang menghadapi stres emosional, penyakit fisik, atau kematian. (Krentzman, 2013) Davis dkk (2003) menyatakan bahwa spiritualitas berhubungan dengan transendensi tanpa merujuk pada ajaran agama tertentu, sedangkan religiusitas berkonotasi dengan kedekatan pada sistem keyakinan agama tertentu. Meskipun spiriualitas sulit untuk didefinisikan, terdapat dua karakteristik penting tentang spiritualitas yang disetujui oleh sebagian orang: (1) Spiritualitas adalah kesatuan tema dalam kehidupan kita. (2) Spiritualitas merupakan keadaan hidup. Jika diambil dari definisi



fungsionalnya, spiritualitas adalah komitmen tertinggi individu yang merupakan prinsipyang paling komprehensif dari perintah atau nilai final yaitu argument yang sangat kuat yang diberikan untuk pilihan yang dibuat dalam hidup kita (Potter & Perry, 2005).



Definisi Religiusitas Barnett dkk (1996) menyatakan bahwa religiusitas biasanya didefinisikan dalam istilah: (1) kognitif, yaitu pengetahuan religius dan keyakinan religius; (2) afektif, yaitu kedekatan secara emosional atau perasaan emosional tentang agama; (3) perilaku, yaitu perilaku yang dilakukan individu berkaitan dengan agama, misatnya kunjungan ke tempat ibadah, membaca kitab suci, dan berdoa. Lebih lanjut Barnett dkk (1996) menjelaskan bahwa operasionalisasi konsep retigiusitas juga bermacam-macam, mlsalnya orientasi religius yang dikemukakan oleh Allport, tipologi religiusitas yang dikemukakan oleh Glock dan Stark, kekolotan agama (religious orlodoxy) yang dikemukakan oleh Hunsberger, dan fundamentalisme agama yang dikemukakan oleh McFarland. Levine dkk (1995) mendefinisikan dan mengoperasionalkan konsep religiusitas dalam keterlibatan agama yang terdiri dari 3 dimensi, yaitu organisasionat (misalnya: kunjungan ke tempat ibadah dan partisipasi dalan kegiatan keagamaan bersama orang lain), nonorganisasionat (misalnya: memba c a kitab suci, berdoa, mendengarkan ceramah di lV) dan subjektif (penerimaan nilai-nilai agama dan agama dijadikan acuan dalam kehidupan). Secara mendalam Chaplin (1997) mengatakan bahwa religi merupakan sistem yang konfleks yang terdiri dari kepercayaan, keyakinan yang tercermin dalam sikap dan melaksanakan upacara, upacara keagaman yang dengan maksud untuk dapat berhubungan dengan Tuhan. Ananto (2003, dalam Thontowi 2003) menerangkan religius seseorang terwujud dalam berbagai bentuk dan dimensi, yaitu: 1. Seseorang boleh jadi menempuh religiusitas dalam bentuk penerimaan ajaran-ajaran agama yang bersangkutan tanpa merasa perlu bergabung dengan kelompok atau organisasi penganut agama tersebut. Boleh jadi individu bergabung dan menjadi anggota suatu kelompok keagamaan, tetapi sesungguhnya dirinya tidak menghayati ajaran agama tersebut. 2. Pada aspek tujuan, religiusitas yang dimiliki seseorang baik berupa pengamatan ajaran-ajaran maupun penggabungan diri ke dalam kelompok keagamaan adalah



semata-mata karena kegunaan atau manfaat intrinsik religiusitas tersebut. Boleh jadi bukan karena kegunaan atau manfaat intrinsik itu, melainkan kegunaan manfaat yang justruk tujuannya lebih bersifat ekstrinsik yang akhirnya dapat ditarik kesimpulan ada empat dimensi religius, yaitu aspek intrinsik dan aspek ekstrinsik, serta sosial intrinsik dan sosial ekstinsik. Religiusitas merupakan suatu bentuk hubungan manusia dengan penciptanya melalui ajaran agama yang sudah terinternalisasi dalam diri seseorang dan tercermin dalam sikap dan perilakunya sehari-hari. Dalam Islam, menurut Daradjat (1995) bahwa wujud religiusitas yang paling penting adalah seseorang dapat merasakan dan mengalami secara batin tentang Tuhan, hari akhir dan komponen agama yang lain. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa religiusitas adalah kedalaman seseorang dalam meyakini suatu agama disertai dengan tingkat pengetahuan terhadap agamanya yang diwujudkan dalam pengalaman nilai-nilai agama yakni dengan mematuhi aturan-aturan dan menjalankan kewajiban-kewajiban dengan keikhlasan hati dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan ibadah.



Referensi Ardian, I. (2016). KONSEP SPIRITUALITAS DAN RELIGIUSITAS DALAM KONTEKS KEPERAWATAN PASIEN DIABETES MELITUS. Jurnal Keperawatan dan Pemikiran Ilmiah, 1-9. Barnet, T, Ken, B, and Gene, B. (1996). Religiosity, Ethical Ideology, and ltentions to Report A Peer's Wrongdoing. Joumal of Bussiness Ethics, Vol. 15, 11, 1161-1175. Daradjat, Zakiah. (1995). Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang. Davis, T.L., Kerr,BA., and Kurpius S.E.R. . (2003). Meaning, Purpose, And Religiosity In At-Risk Youth: The Relationship Between Anxiety And Spirituality. Joumal of Psychology and Theology, Vol.31, 4, p. 356 . Krentzman, A. R. (2013). What is Spirituality. Takingcharge.csh.umn.edu. Kurniawati, E & Abrori, L. (2005). Korelasi SQ dengan Kinerja pada Karyawan UIN Malang. Malang: Psikoislamika.



Mayasari, R. (2014). RELIGIUSITAS ISLAM DAN KEBAHAGIAAN. Al-Munzir, Vol.7. No.2. Wahyuningsih, H. (2008 ). RELIGIUSITAS, SPIRITUALITAS, DAN KESEHATAN MENTAL: META ANALISIS. PSIKOLOGIKA, Vol. 13 No. 25 .