Defleksi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LENDUTAN (Deflection) 1. Pendahuluan Dalam perancangan atau analisis balok, tegangan yang terjadi dapat ditentukan dari sifat penampang dan beban-beban luar. Pada prinsipnya tegangan pada balok akibat beban luar dapat direncanakan tidak melampaui suatu nilai tertentu, misalnya tegangan ijin. Perancangan yang berdasarkan batasan tegangan ini dinamakan perancangan berdasarkan kekuatan (design for strength). Pada umumnya lendutan/defleksi balok perlu ditinjau agar tidak melampaui nilai tertentu, karena dapat terjadi dalam perancangan ditinjau dari segi kekuatan balok masih mampu menahan beban, namun Iendutannya cukup besar sehingga tidak nyaman lagi. Perancangan yang mempertimbangkan batasan lendutan dinamakan perancangan berdasarkan kekakuan (design for stiffness). Selain didesain untuk menahan beban yang bekerja, suatu struktur juga dituntut untuk tidak mengalami lendutan yang berlebihan (over deflection) agar mempunyai kemampuan layan (serviceability) yang baik. Lendutan yang terjadi harus masih dalam batas yang diijinkan (permissible deflection). Pembatasan ini ditujukan untuk mencegah terjadinya retak atau kerusakan serta menjamin supaya gerak suatu peralatan (contoh : sistem rel pada crane seperti pada Gambar 1.1)



Gambar 1.1. Crane pada sistem portal



Pada Gambar 1.1, roda crane terletak di atas suatu rel pada suatu portal dengan bentang L. Jika bentang L diperbesar, maka lendutan yang terjadi juga semakin besar, sehingga roda mungkin akan tergelincir dari rel dan crane menjadi tidak berfungsi karena tidak bisa dijalankan.



Semua balok akan terdefleksi (atau melendut) dari posisi awalnya apabila terbebani (paling tidak disebabkan oleh berat sendirinya). Dalam struktur bangunan, seperti : balok dan plat lantai tidak boleh melendut terlalu berlebihan (over deflection) untuk mengurangi kemampuan layan (serviceability) dan keamanannya (safety) yang akan mempengaruhi psikologis (ketakutan) pengguna. Deformasi adalah salah satu kontrol kestabilan suatu elemen balok terhadap kekuatannya. Biasanya deformasi dinyatakan sebagai perubahan bentuk elemen struktur dalam bentuk lengkungan ( ) dan perpindahan posisi dari titik di bentang balok ke titik lain, yaitu defleksi ( ) akibat beban di sepanjang bentang balok tersebut. Ada beberapa metode yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan persoalanpersoalan defleksi pada balok. Di sini hanya akan dibahas 4 (empat) metode, yaitu : 1. Metode integrasi ganda (double integrations method) 2. Metode luas bidang momen (moment area method) 3. Metode balok padanan (conjugate beam method) 4. Metode beban satuan (unit load method) Asumsi yang dipergunakan untuk menyelesaikan persoalan tersebut adalah hanyalah defleksi yang diakibatkan oleh gaya-gaya yang bekerja tegak-lurus terhadap sumbu balok, defleksi yang terjadi relatif kecil dibandingkan dengan panjang baloknya, dan irisan yang berbentuk bidang datar akan tetap berupa bidang datar walaupun terdeformasi (Prinsip Bernoulli). 2. Metode Integrasi Ganda (Double Integration)



Suatu struktur balok sedehana yang mengalami lentur seperti pada Gambar 2.1, dengan y adalah defleksi pada jarak yang ditinjau x, adalah sudut kelengkungan (curvature angle), dan r adalah jari-jari kelengkungan (curvature radius).



Gambar 2.1. Lenturan pada balok sederhana



Dari Gambar 2.1, dapat dihitung besarnya dx seperti Pers. 2.1 : (2.1) karena nilai d relatif sangat kecil, maka tg d = d saja, sehingga Pers. 2.1 dapat ditulis ulang menjadi : atau



(2.2)



Jika dx bergerak kekanan maka besarnya d akan semakin mengecil atau semakin berkurang sehingga didapat persamaan berikut : (2.3) Lendutan relatif sangat kecil sehingga



, sehingga Pers. 2.3 berubah



menjadi : (2.4) Diketahui bahwa persamaan tegangan adalah : (2.5) sehingga didapat persamaan : (2.6) kemudian bentuk akhir persamaannya adalah : (2.7) Jika dilakukan operasi integral dua kali pada Pers. 2.7, akan didapatkan persamaan berikut : reaksi vertikal



(2.8)



beban merata



(2.9)



Pers. 2.7 merupakan persamaan deferensial, sehingga untuk menyelesaikannya diperlukan syarat batas sesuai dengan jenis struktur yang ada seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2 dan 2.3. a.



Tumpuan jepit



Gambar 2.2. Kondisi batas tumputan jepit untuk x = 0, maka y = 0 untuk x = 0, maka



b.



Tumpuan sendi-roll



Gambar 2.3. Kondisi batas tumpuan sendi-roll untuk x = 0 dan x = L, maka y = 0 untuk x = L/2, maka 2.1. Balok kantilever dengan beban titik



Gambar 2.4. Balok kantilever dengan beban titik Dari Gambar 2.4, besarnya momen pada jarak x adalah : Persamaan tersebut disubstitusi ke dalam Pers. 2.7, sehingga didapat : Persamaan tersebut diintegralkan terhadap x, sehingga didapat :



Dengan meninjau kondisi batas tumpuan, Mmaks terjadi pada x = L dan pada lokasi tersebut tidak terjadi rotasi



, sehingga persamaannya menjadi :



Sehingga persamaannya akan menjadi : Persamaan tersebut kemudian diintegralkan kembali terhadap x, sehingga menjadi :



Pada x = L, lendutan y = 0, sehingga didapat C2 sebagai berikut :



Persamaan tersebut menjadi :



Pada x = 0 akan terjadi rotasi maksimum sebesar :



dan lendutan maksimum :



2.2. Balok kantilever dengan beban merata



Gambar 2.5. Balok kantilever dengan beban merata Dari Gambar 2.5, besarnya momen pada jarak x adalah : Persamaan tersebut disubstitusi ke dalam Pers. 7, sehingga didapat : Persamaan tersebut diintegralkan terhadap x, sehingga didapat :



Dengan meninjau kondisi batas tumpuan, Mmaks terjadi pada x = L dan pada lokasi tersebut tidak terjadi rotasi



, sehingga persamaannya menjadi :



Sehingga persamaannya akan menjadi : Persamaan tersebut kemudian diintegralkan kembali terhadap x, sehingga menjadi :



Pada x = L, lendutan y = 0, sehingga didapat C2 sebagai berikut :



Persamaan tersebut menjadi :



Pada x = 0 akan terjadi rotasi maksimum sebesar :



dan lendutan maksimum :



2.3. Balok sederhana dengan beban titik



Gambar 2.6. Balok sederhana dengan beban titik Dari Gambar 2.6, besarnya reaksi dukungan dan besarnya momen pada jarak x adalah : dan untuk x



a



untuk x



a



Persamaan tersebut disubstitusi ke dalam Pers. 2.7, sehingga didapat : untuk x



a



untuk x



a



Persamaan tersebut diintegralkan terhadap x, sehingga didapat :



untuk x



a



untuk x



a



Pada x = a, dua persamaan tersebut hasilnya akan sama, dan jika diintegralkan lagi terhadap x akan didapatkan persamaan berikut : untuk x



a



untuk x



a



Pada x = a, maka nilai C1 harus sama dengan C2 (C1 = C2) dan C3 = C4, sehingga persamaannya menjadi : Dengan meninjau kondisi batas tumpuan : untuk x = 0, maka y = 0, sehingga nilai C3 = C4 = 0 untuk x = L, maka y = 0, sehingga persamaannya menjadi : karena L



a = b, maka persamaan tersebut dapat ditulis :



Sehingga setelah C1 disubtitusi, persamaannya akan menjadi : untuk x



a



untuk x



a



Pada kasus beban titik terletak di tengah bentang (a = b = L/2), maka rotasi maksimum akan terjadi di x = 0 atau x = L, sehingga diperoleh : untuk x



a



Pada kasus beban titik terletak di tengah bentang (a = b = L/2), maka lendutan maksimum akan terjadi di x = L/2, sehingga diperoleh : untuk x



a



2.4. Balok sederhana dengan beban merata



Gambar 2.7. Balok sederhana dengan beban merata Dari Gambar 2.7, besarnya reaksi dukungan dan besarnya momen pada jarak x adalah :



Persamaan tersebut disubstitusi ke dalam Pers. 2.7, sehingga didapat : Persamaan tersebut diintegralkan terhadap x, sehingga didapat :



Dengan meninjau kondisi batas tumpuan, Mmaks terjadi pada x = L/2 dan pada lokasi tersebut tidak terjadi rotasi



, sehingga persamaannya menjadi :



Sehingga persamaannya akan menjadi : Persamaan tersebut kemudian diintegralkan kembali terhadap x, sehingga menjadi :



Pada x = 0, lendutan y = 0, sehingga didapat C2 sebagai berikut :



Persamaan tersebut menjadi :



Pada kasus merata terletak penuh di sepanjang bentang, maka rotasi maksimum akan terjadi di x = 0 atau x = L, sehingga diperoleh :



Pada kasus beban merata terletak penuh di sepanjang bentang, maka lendutan maksimum akan terjadi di x = L/2, sehingga diperoleh :



3. Metode Luas Bidang Momen (Moment Area Method) Pada metode dobel integrasi telah dijelaskan dan dihasilkan persamaan lendutan dan rotasi untuk beberapa contoh kasus. Hasil tersebut masih bersifat umum, namun mempunyai kelemahan apabila diterapkan pada struktur dengan pembebanan yang lebih kompleks dan dirasa kurang praktis karena harus melalui penjabaran secara matematis. Metode luas bidang momen inipun sebenarnya juga mempunyai kelemahan yang sama apabila dipakai pada konstruksi dengan pembebanan yang lebih kompleks. Namun Demikian, metode ini sedikit lebih praktis karena proses hitungan dilakukan tidak secara matematis tetapi bersifat numeris (untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.1)



Gambar 3.1. Balok yang mengalami lentur Dari Gambar 3.1 dapat diperoleh persamaan berikut : (3.1) atau yang dapat ditulis menjadi : (3.2) dari Pers. 3.2, dapat dibuat teorema berikut : Teorema I : Elemen sudut d yang dibentuk oleh dua tangen arah pada dua titik yang berjarak dx, besarnya sama dengan luas bidang momen antara dua titik tersebut dibagi dengan EI. Dari Gambar 3.1, apabila dx adalah panjang balok AB, maka besarnya sudut yang dibentuk adalah : (3.3)



Berdasarkan garis singgung m dan n yang berpotongan dengan garis vertikal yang melewati titik B akan diperoleh : (3.4) dengan : M.dx = luas bidang momen sepanjang dx M.x.dx = statis momen luas bidang M terhadap titik yang berjarak x dari elemen M Sehingga dari Pers. 3.4 dapat dibuat teorema berikut : Teorema II : Jarak vertikal pada suatu tempat yang dibentuk dua garis singgung pada dua titik suatu balok besarnya sama dengan statis momen luas bidang momen terhadap tempat tersebut dibagi dengan EI. (3.5) Untuk menyelesaikan Pers. (3.5) yang menjadi permasalahan adalah letak titik berat suatu luasan, karena letak titik berat tersebut diperlukan dalam menghitung statis momen luas M.dx.x. Letak titik berat dari beberapa luasan dapat dilihat pada Gambar 3.2.



Gambar 3.2. Letak titik berat luasan penampang



3.1. Balok kantilever dengan beban titik



Gambar 3.2. Balok kantilever dengan beban titik Momen di A akibat beban titik sebesar MA = PL Letak titik berat ke titik B sebesar = 2L/3 Berdasarkan Teorema I, besarnya sudut terhadap titik B adalah sebesar :



Berdasarkan Teorema II, besarnya lendutan vertikal di B adalah sebesar :



3.2. Balok kantilever dengan beban merata



Gambar 3.2. Balok kantilever dengan beban merata



Momen di A akibat beban merata sebesar Letak titik berat ke titik B sebesar = 3L/4 Berdasarkan Teorema I, besarnya sudut terhadap titik B adalah sebesar :



Berdasarkan Teorema II, besarnya lendutan vertikal di B adalah sebesar :



3.3. Balok sederhana dengan beban titik



Gambar 3.4. Balok sederhana dengan beban titik Momen di C akibat beban titik sebesar MC = PL/4 Letak titik berat ke titik A sebesar = L/3 Berdasarkan Teorema I, besarnya sudut terhadap titik C adalah sebesar :



Berdasarkan Teorema II, besarnya lendutan vertikal di C adalah sebesar :



3.4. Balok sederhana dengan beban merata



Gambar 3.5. Balok sederhana dengan beban merata Momen di C akibat beban merata sebesar Letak titik berat ke titik A sebesar = 5L/16 Berdasarkan Teorema I, besarnya sudut terhadap titik C adalah sebesar :



Berdasarkan Teorema II, besarnya lendutan vertikal di C adalah sebesar :



4. Metode Balok Padanan (Conjugate Beam Method) Dua metode yang sudah dibahas sebelumnya mempunyai kekurangan yang sama, yaitu apabila konstruksi dan pembebanan cukup kompleks. Metode balok padanan (conjugate beam method) yang menganggap bidang momen sebagai beban dirasa lebih praktis untuk digunakan. Metode ini pada pada prinsipnya sama dengan metode luas bidang (moment area method), hanya sedikit terdapat modifikasi. Untuk penjelasannya dapat dilihat pada Gambar 4.1, sebuah konstruksi balok sederhana dengan beban titik P, kemudian bidang momen yang terjadi dianggap sebagai beban.



Gambar 4.1. Balok sederhana dan garis elastika beban titik Dari Gambar 4.1, W adalah luas bidang momen yang besarnya : (4.1)



Berdasarkan Teorema II yang telah dibahas pada metode luas bidang momen (moment area method), maka didapat : (4.2) Dengan menganggap bahwa lendutan yang terjadi cukup kecil, maka berdasarkan pendekatan geometris akan diperoleh : atau (4.3) Analog dengan cara yang sama, akan diperoleh : (4.4)



Dari Pers. (4.3) dan (4.4), dapat dibuat kesimpulan bahwa rotasi di A dan B besarnya sama dengan reaksi perletakan dibagi EI . Berdasarkan



Gambar 4.1, sebenarnya yang akan dicari adalah defleksi pada titik sejauh x meter dari tumpuan A (potongan i-j-k) yaitu sebesar x. jk (4.5) x = ij = ik Berdasarkan geometri, maka besarnya ik = Ax, sehingga : (4.6) Sedangkan berdasarkan Teorema II adalah statis momen luasan Amn terhadap bidang m-n dibagi dengan EI, maka akan diperoleh : (4.7) Sehingga lendutan



x yang



berjarak x dari A, adalah : (4.8)



Berdasarkan Pers. (4.8) dapat dibuat sebuah teorema. Teorema III : Lendutan disuatu titik dalam suatu bentang balok sederhana besarnya sama dengan momen di titik tersebut dibagi dengan EI, apabila bidang momen dianggap sebagai beban. 4.2. Balok kantilever dengan beban titik



Gambar 4.2. Balok kantilever dengan beban titik Untuk penyelesaiannya adalah dengan mencari bidang momen terlebih dahulu, hasilnya ditunjukkan pada Gambar 4.2.b. Hasil bidang momen tersebut kemudian dijadikan sebagaimana beban, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.2.c. Kemudian dicari besarnya reaksi tumpuan dan momennya. Nilai adalah sebesar RA akibat beban momen dibagi dengan EI, sedangkan nilai adalah sebesar MB akibat beban momen dibagi dengan EI. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada perhitungan berikut :



Berdasarkan Gambar 4.2.a, didapat momen di A seperti pada Gambar 4.2.b yang besarnya : Dari bidang momen yang ditunjukkan pada Gambar 4.2.b, kemudian dibalik dan dijadikan beban seperti pada Gambar 4.2.c, kemudian dihitung reaksi tumpuan yang besarnya : (besarnya sama dengan Amn = W) Dengan demikian rotasi di B dapat dihitung, yaitu sebesar : Dari Gambar 4.2.c, dapat dihitung momen di A, yaitu sebesar : Besanya lendutan di B dapat dihitung, yaitu sebesar :



4.3. Balok kantilever dengan beban merata



Gambar 4.3. Balok kantilever dengan beban merata Untuk penyelesaiannya adalah dengan mencari bidang momen terlebih dahulu, hasilnya ditunjukkan pada Gambar 4.3.b. Hasil bidang momen tersebut kemudian dijadikan sebagaimana beban, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.3.c. Kemudian dicari besarnya reaksi tumpuan dan momennya. Nilai adalah sebesar RA akibat



beban momen dibagi dengan EI, sedangkan nilai adalah sebesar MB akibat beban momen dibagi dengan EI. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada perhitungan berikut : Berdasarkan Gambar 4.3.a, didapat momen di A seperti pada Gambar 4.3.b yang besarnya : Dari bidang momen yang ditunjukkan pada Gambar 4.3.b, kemudian dibalik dan dijadikan beban seperti pada Gambar 4.3.c, kemudian dihitung reaksi tumpuan yang besarnya : (besarnya sama dengan Amn = W) Dengan demikian rotasi di B dapat dihitung, yaitu sebesar : Dari Gambar 4.3.c, dapat dihitung momen di A, yaitu sebesar : Besanya lendutan di B dapat dihitung, yaitu sebesar :



4.4. Balok sederhana dengan beban titik



Gambar 4.4. Balok sederhana dengan beban titik Untuk penyelesaiannya adalah dengan mencari bidang momen terlebih dahulu, hasilnya ditunjukkan pada Gambar 4.4.b. Hasil bidang momen tersebut kemudian dijadikan sebagaimana beban, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.4.c. Kemudian



dicari besarnya reaksi tumpuan dan momennya. Nilai adalah sebesar RA akibat beban momen dibagi dengan EI, sedangkan Nilai adalah sebesar RA akibat beban momen dibagi dengan EI, dan nilai C adalah sebesar MC akibat beban momen dibagi dengan EI. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada perhitungan berikut : Berdasarkan Gambar 4.4.a, didapat momen di C seperti pada Gambar 4.4.b yang besarnya : Dari bidang momen yang ditunjukkan pada Gambar 4.4.b, kemudian dibalik dan dijadikan beban seperti pada Gambar 4.4.c, kemudian dihitung reaksi tumpuan yang besarnya : (besarnya sama dengan Amn = W) Dengan demikian rotasi di A dan B dapat dihitung, yaitu sebesar : Dari Gambar 4.4.c, dapat dihitung momen di C, yaitu sebesar : Besanya lendutan di C dapat dihitung, yaitu sebesar :



4.5. Balok sederhana dengan beban merata



Gambar 4.5. Balok sederhana dengan beban merata



Untuk penyelesaiannya adalah dengan mencari bidang momen terlebih dahulu, hasilnya ditunjukkan pada Gambar 4.5.b. Hasil bidang momen tersebut kemudian dijadikan sebagaimana beban, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.5.c. Kemudian dicari besarnya reaksi tumpuan dan momennya. Nilai adalah sebesar RA akibat beban momen dibagi dengan EI, sedangkan Nilai adalah sebesar RA akibat beban momen dibagi dengan EI, dan nilai C adalah sebesar MC akibat beban momen dibagi dengan EI. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada perhitungan berikut : Berdasarkan Gambar 4.5.a, didapat momen di C seperti pada Gambar 4.5.b yang besarnya : Dari bidang momen yang ditunjukkan pada Gambar 4.5.b, kemudian dibalik dan dijadikan beban seperti pada Gambar 4.5.c, kemudian dihitung reaksi tumpuan yang besarnya : (besarnya sama dengan Amn = W) Dengan demikian rotasi di A dan B dapat dihitung, yaitu sebesar : Dari Gambar 4.5.c, dapat dihitung momen di C, yaitu sebesar : Besanya lendutan di C dapat dihitung, yaitu sebesar :



5. Metode Beban Satuan (Unit Load Method) Metode Energi Regangan (Strain Energy Method) adalah metode yang sangat baik (powerful) untuk memformulasi hubungan gaya dan perpindahan pada suatu struktur. Pembahasan metode energi regangan (strain energy method) termasuk didalamnya adalah kekekalan energi dan metode beban satuan (unit load method) atau yang juga dikenal dengan metode kerja maya (virtual work method). Sebagai ilustrasi dari kekekalan energi, misal sebuah elemen struktur dibebani gaya P dan Q, maka pada struktur akan terdapat : Kerja luar (external work) : produk gaya luar (KL) Kerja dalam (internal work) : produk gaya dalam (KD) KL = KD kondisi keseimbangan (equilibrium) Kerja dalam (internal work) merupakan respon terhadap kerja luar (external work) akibat adanya beban yang diaplikasikan pada struktur dan deformasinya. KD mempunyai kapasitas untuk menghasilkan kerja dan menjaga struktur pada konfigurasi asalnya, karena perilaku dari struktur masih dalam batas kondisi elastis. Untuk lebih dapat memahami tentang KD yang juga sering disebut dengan energi regangan (strain energy) dan dinotasikan dengan U dapat dilihat pada Gambar 5.1.



Gambar 5.1. Energi regangan pada balok Dari Gambar 5.1.b, dapat dihitung besarnya d seperti Pers. 5.1 : (5.1) Energi regangan balok sepanjang dx dapat dihitung dengan persamaan berikut : (5.2) Jadi energi regangan balok secara keseluruhan merupakan hasil integral dari dU seperti berikut : (5.3) Selanjutnya akan dijelaskan tentang energi potensial pada struktur yang dinotasikan dengan yang terbentuk atas dua komponen, yaitu U (energi regangan) dan (kerja luar). (5.4) dengan : (5.5) (5.6) jadi : (5.7) Pers. (5.7) merupakan persamaan fungsi dan jika diturunkan terhadap d , maka : (5.8) Pada kondisi seimbang (equilibrium) atau , maka : (5.9) Pers. (5.9) menunjukkan hubungan antara gaya (F) dan perpindahan ( ) dengan k sebagai nilai kekakuan dari suatu struktur.



Teorema Castigliano I : Potential energi ( ) sering ditunjukkan dalam fungsi dari Degree of Freedom, DoF (derajat kebebasan) seperti pada Pers. (5.10). (5.10) Pada kondisi seimbang (equilibrium) atau , maka : (5.11) sehingga dari Pers. (5.11) dapat ditulis ulang dalam bentuk matriks seperti berikut : F1 F2 F3 Fn



= = = = =



K11D1 K21D1 K31D1



K12D2 K22D2 K32D2



K13D3 K23D3 K33D3



K1nDn K2nDn K3nDn



Kn1D1



Kn2D2 Kn3Dn



KnnDn (5.12)



Pers (5.12) identik dengan Pers. (5.9).



Teorema Castigliano II : Untuk struktur yang berperilaku linier elastik, lendutan pada suatu titik dalam struktur merupakan turunan parsial dari energi regangan terhadap gaya (Pers. 5.13) dan rotasi merupakan turunan parsial dari energi regangan terhadap kopel pada garis kerja (Pers. 5.14). (5.13) (5.14) Untuk lebih memahami tentang Teorema Castigliano II, dapat ditinjau sebuah balok sederhana yang diberi beban seperti pada Gambar 5.2.



Gambar 5.2. Energi regangan pada balok sederhana Dari Gambar 5.2, energi regangan pada balok = kerja luarnya, yaitu : (5.15) Pers. (5.15), energi regangan dapat juga ditulis dalam bentuk fungsi beban atau gaya seperti berikut : (5.16) Jika P2 ditingkatkan sebesar dP2 yang akan menyebabkan lendutan di titik 2 juga meningkat sebesar d 2, maka energi regangan juga meningkat menjadi : (5.17) atau (5.18) Jika suku pertama pada Pers. (5.18) dapat diabaikan, sehingga persamaannya dapat ditulis menjadi : (5.19) Dengan memperhatikan bahwa Pers. (5.17) identik dengan Pers. (5.19), maka dapat ditulis dalam bentuk :



atau identik dengan Pers. (5.13).



Jadi lendutan di suatu titik adalah merupakan hasil turunan energi regangan ke gaya di titik tersebut pada arah kerjanya. Dengan cara yang sama juga dapat diperoleh rotasi di suatu titik seperti pada Pers. (5.14).



5.1. Balok kantilever dengan beban titik



Gambar 5.3. Balok kantilever dengan beban titik Dengan menggunakan Pers. (5.13) dapat dihitung lendutan di titik B seperti berikut :



Sedangkan rotasi di titik B dapat dihitung dengan menggunakan Pers. (5.14) seperti berikut :



5.2. Balok kantilever dengan beban merata



Gambar 5.4. Balok kantilever dengan beban merata Dengan menggunakan Pers. (5.13) dapat dihitung lendutan di titik B seperti berikut :



Sedangkan rotasi di titik B dapat dihitung dengan menggunakan Pers. (5.14) seperti berikut :



5.3. Balok sederhana dengan beban titik



Gambar 5.5. Balok sederhana dengan beban titik Dengan menggunakan Pers. (5.13) untuk interval 0 di titik C seperti berikut :



Sedangkan rotasi di titik A untuk interval 0 menggunakan Pers. (5.14) seperti berikut :



x



x



L/2 dapat dihitung lendutan



L/2 dapat dihitung dengan