DHF Makalah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KEPERAWATAN ANAK ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DHF Dosen Pembimbing : Trimawati, S,Kep., Ns., M.Kep



Disusun oleh : 1. Azizah Nur Farida 2. Iis Triwulan 3. Lailatus Syarifah



(010114A014) (010114A044) (010114A0)



FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS NGUDI WALUYO UNGARAN 2017



BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus, ditandai dengan demam 2 - 7 hari disertai dengan manifestasi perdarahan, penurunan jumlah trombosit < 100.000 / mm3, adanya kebocoran plasma ditandai peningkatan hematokrit ≥ 20 % dari nilai normal. (Kemenkes, 2013) Sekitar 2,5 milyar (2/5 penduduk dunia) mempunyai resiko untuk terkena infeksi virus Dengue. Lebih dari 100 negara tropis dan subtropis pernah mengalami letusan demam berdarah. Kurang dari 500.000 kasus setiap tahun di rawat di RS dan ribuan orang meninggal. Penyakit Demam Berdarah Dengue masih merupakan permasalahan di Jawa Tengah dimana pada tahun 2015 Incidence Rate (IR) penyakit DBD sebesar 47,9 per 100.000 penduduk dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 1,6 persen. Sebagai akibatnya hampir 35% paien DHF yang terlambat ditangani di RS mengalami syok hipovolemik hingga meninggal. Saat ini angka kejadian DHF di RS semakin meningkat, tidak hanya pada kasus anak, tetapi pada remaja dan juga dewasa. Oleh karena itu diharapkan perawat memiliki ketrampilan dan pengetahuan yang cukup dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan DHF. Ketrampilan yang sangat dibutuhkan adalah kemampuan untuk mengidentifikasi tanda-tanda syok dan kecepatan dalam menangani pasien yang mengalami Dengue Syok Sindrom (DSS).



B. 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Rumusan Masalah Apa yang dimaksud dengan DBD ? Apa epidemologi dari DBD ? Apa saja etiologi dari infeksi postpartum ? Apa saja klasifikasi dari DBD ? Apa manifestasi dari DBD ? Bagaimana penatalaksanaan pada pasien DBD?



7. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan DBD ? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian dari DBD 2. Untuk mengetahui epidemologi dari DBD 3. Untuk mengetahui etiologi dari DBD 4. Untuk mengetahui klasifikasi dari DBD 5. Untuk mengetahui manifestasi dari DBD 6. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada pasien DBD 7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien DBD



BAB II Tinjauan Teori A. Pengertian Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak 2 sampai dengan 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechiae, lebam (echymosis) atau ruam (purpura). Kadang-



kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun atau renjatan (Shock). (Kemenkes, 2011) DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus, ditandai dengan demam 2 - 7 hari disertai dengan manifestasi perdarahan, penurunan jumlah trombosit < 100.000 / mm3, adanya kebocoran plasma ditandai peningkatan hematokrit ≥ 20 % dari nilai normal. (Kemenkes, 2013) B. Epidemologi Dengue adalah penyakit virus nyamuk yang menyebar paling cepat didunia. Dalam 50 tahun terakhir kejadian telah meningkat 30-fold. Diperkirakan 50 juta infeksi dengue terjadi setiap tahun dan sekitar 2,5 milyar orang hidup dinegaranegara endemik dengue. Sejak tahun 2000, epidemi dengue telah menyebar ke daerah-daerah baru dan telah meningkat di derah yang sudah terkena. Pada tahun 2003 delapan negara termasuk didalmnya Indonesia melaporkan kasus demam berdarah. Dengue epidemi adalah masalah utama di indonesia, Myanmar, Sri lanka, thailand, dan timor leste yang dimuson tropis dengan zona khatulistiwa dimana Aedes aegypty ini tersebar luas didaerah perkotaan dan pedesaan, dimana beberapa serotipe virus yang beredar dan dengue adalah penyebab utama rawat inap dan kematian pada anak-anak.



Di indonesia lebih dari 35% populasi negara ini menetap dikawasan perkotaan, sebesar 150.000 kasus dilaporkan pada tahun 2007 (rekor tertinggi) dengan lebih dari 25.000 kasus yang dilaporkan dari jakarta dan jawa barat. Tingkat kasus kematian adalah sekitar 1%. (WHO, 2009) C. Etiologi Penyakit demam berdarah dengue umumnya ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (meskipun juga dapat ditularkan oleh Aedes albopictus yang hidup di kebun). Nyamuk ini mendapat virus dengue pada waktu mengisap darah penderita penyakit demam berdarah dengue atau orang tanpa gejala sakit yang



membawavirus itu dalam darahnya (carier). (Kemenkes, 2011) Virus dengue (DEN) adalah virus RNA berantai tunggal kecil terdiri dari empat serotipe yang berbeda (DEN 1-DEN 4) dan sekarang dikenal sebagai flaviviridae, famili flaviviridae. Serotipe utama selama beberapa tahun terakhir adalah DEN 2 dan DEN 3. Serotipe berbagai virus dengue menular kemanusia melalui gigitan nyamuk Aedes terinfeksi, terutama Ae. Aegypti. Nyamuk ini adalah spesies tropis dan subtropis secara luas didistribusikan di seluruh dunia. Wabah demam berdarah dengue juga dikaitkan dengan Aedes albopictus. Hostnya adalah manusia yang telah digigit oleh nyamuk dan masa inkubasinya adalah 4-10 hari. (WHO, 2009) D. Klasifikasi Menurut WHO (2009) klasifikasi dan derajat keparahan dari infeksi virus dengue yaitu kriteria probable dengue, warning sign, dan kriteria severe dengue. Probable dengue



Warning sign



Kriteria severe dengue



Tinggal di/ melakukan perjalanan kedaerah endemik demam berdarah. Demam dan 2 kriteria yang mengikuti:



 Nyeri abdominal kelembutan



 Mual, muntah



 Letargi, kegelisahan



 Ruam



 Pembesaran hati > 2 cm



 Nyeri dan kesakitan



 Lab: peningkatan HCT bersamaan dengan penurunan cepat jumlah platelet



 Tes tourniquet positif  Leukopenia  Tanda peringatan lainnya



atau



 Muntah persisten  Akumulasi cairan klinik  Perdarahan mukosa



Kebocoran hebat



plasma



Mengarah ke:  Syok  Akumulasi cairan dengan respiratory distress Perdarahan hebat Seperti dokter



dievaluasi



Keterlibatan parah



oleh organ



 Hati AST/ALT >=1000  CNS : kesadaran



gangguan



 Jantung lainnya



dan



organ



E. Manifestasi Klinis Penderita penyakit demam berdarah dengue pada umumnya disertai tandatanda sebagai berikut: a.



Hari pertama sakit: panas mendadak terus-menerus, badan lemah/lesu. Pada tahap ini sulit dibedakan dengan penyakit lain



b.



Hari kedua atau ketiga: timbul bintik-bintik perdarahan, lebam, atau ruam pada kulit muka, dada, lengan, atau kaki dan nyeri ulu hati. Kadang-kadang mimisan, berak darah atau muntah darah. Bintik perdarahan mirip dengan bekas gigitan nyamuk. Untuk membedakannya kulit diregangkan; bila hilang bukan tanda penyakit demam berdarah dengue.



c.



Antara hari ketiga sampai ketujuh, panas turun secara tiba-tiba. Kemungkinan yang selanjutnya: 1) Penderita sembuh, atau 2) Keadaan memburuk yang ditandai dengan gelisah, ujung tangan dan kaki



dingin, banyak mengeluarkan keringat. Bila keadaan berlanjut, terjadi renjatan 9lemah lunglai, denyut nadi lemah atau tak teraba). Kadang-Kadang Kesadarannya menurun. (Kemenkes, 2011)



Menurut WHO (2009) membagi 3 gejala klinis demam berdarah dengue menjadi 3 fase yaitu: 1. Fase I- fase Demam Pasien biasanya timbul demam tinggi tiba-tiba, demam akut ini biasanya berlangsung 2-7 hari dan sering disertai dengan muka kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh badan, mialgia, atralgia, dan sakit kepala. Beberapa pasien mungkin mengalami sakit tenggorokan, faring hiperemis dan injeksi konjungtiva. Anoreksia, mual dan muntah sering terjadi dan sulit



untuk membedakan demam non-dengue pada fase awal. Uji tourniquet dalam fase ini meningkatkan kemungkinan dari dengue. Manifestasi perdarahan ringan seperti petechiae dan perdarahan membran mukosa(misalnya hidung dan gusi) dapat terlihat. Gejala tidak khas seperti perdarahan vagina dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi. Hati dapat membesar dan terasa sakit sewaktu demam pada beberapa hari sewaktu demam. Penurunan sel darah putih dapat memberikan tanda sebagai infeksi dengue.tanda dan gejala ini kurang dapat membedakan antara severe dan non-severe dengue sehingga perlu monitoring lebih untuk berhati-hati dalam menilai fase perkembangan ke fase kritis. 2. Fase II-fase Kritis : pada tahap ini, demam masih berlangsung pada hari ke 3-7 hari namun temperatur sedikit menurun yaitu 37,5-38 ˚C atau lebih rendah dan juga



menyebabkan



peningkatan



permebialitas



kapiler



dengan



level



hematokrit yang meningkat. Ini menandai awal dari fase kritis. Periode kebocoran plasma berlangsung selama 24-48 jam. Leukopenia parah diikuti dengan penurunan hitung trombosit mengindikasikan terjadinya kebocoran plasma. Pada pasien dengan tidak diikuti peningkatan permeabilitas kapiler akan membaik namun pasien yang memiliki keadaan tersebut akan bertambah parah dengan kehilangan volume plasma. Efusi pleura dan asites dapat terdeteksi tergantung dari tingkat keparahan kebocoran plasma dan volume terapi cairan. Rontgen dan USG abdomen dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis. Kadar hematokrit yang melebihi batas normal dapat digunakan sebagai acuan melihat derajat keparahan kebocoran plasma. Syok dapat terjadi ketika volume plasma hilang melalui kebocoran dan sering didahului tanda-tanda peringatan. Selama terjadi syok suhu tubuh dibawah normal. Syok yang berlangsung lama menyebabkan hipoperfusi organ sehingga dapat mengakibatkan gangguan organ, metabolik asidosis, dan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC). Perdarahan yang parah terjadi akibat penurunan hematokrit. Leukopenia biasanya terdeteksi sebelum



fase demam. Pada pasien dengan perdaahan hebat jumlah sel darah putih akan meningkat. Pasien yang membaik setelah suhu badan mengalami penurunan hingga normal dapat dikatakan mengalami demam berdarah yang tidak parah. Beberapa pasien menjadi kritis karena kebocoran plasma tanpa mengalami penurunan suhu tubuh menjadi normal.Pasien memburuk jika terjadi manifestasi dari tanda peringatan. DBD dengan tanda bahaya akan teratasi dengan rehidrasi intravea. 3. Fase III- fase Pemulihan Jika pasien membaik pada 24-48 jam setelah fase kritis, reabsorbsi cairan ekstravaskuler dalam 48-72 jam, dimana keadaa umum akan membaik, nafsu



makan



bertambah,



gejala



gastrointestinal



berkurang,



status



hemodinamik stabil, dan diuresis terjadi. Ruam, pruritis, bradikardia dapat terjadi pada fase ini. Hematokrit dapat kembali stabil atau menurun akibat efek pengenceran dari absorbsi cairan. Sel darah putih perlahan mengalami peningkatan setelan suhu tubuh menurun diikuti dengan peningkatan trombosit. Respiratory distress akibat efusi pleura masif dan asites dapat terjadi akibat terapi cairan IV yang berlebih sewaktu fase kritis ataupun fase pemulihan yang dapat dikaitkan dengan edema paru atau gagal ginjal kongestif. 4. Demam berdarah berat Demam berdarah berat didefinisikan oleh satu atau lebih hal berikut: (1) kebocoran plasma yang dapat menyebabkan syok dan/atau akumulasi cairan dengan atau tidak adanya distress pernafasan dan atau(2) perdarahan berat (3) kerusakan organ. Penurunan permeabilitas vaskuler, hipovolemia memburuk yang dapat menyebakan syok yang biasanya terjadi saat penurunan suhu tubuh menjadi normal pada hari keempat atau kelima (kisaran hari ketiga-ketujuh) yang didahului dengan tanda-tanda peringatan. Pada fase awal syok mekanisme kompensasi yang mempertahankan tekanan darah sistolik juga menyebabkan



takikardi dan vasokonstriksi perifer dengan penurunan perfusi jaringan yang menyebabkan akral dingin, dan menurunnya waktu pengisisan kapiler. Pasien dengan demam berdarah berat biasanya masih sadar. Pasien sering mengalami dekompensasi dan tekanan sistolik dan diastolik tiba-tiba menghilang. Syok hipotensi dan hipoksia yang berkepanjangan dapat menyebabkan kegagalan multi organ dan sulit untuk menangani masalah klinis pasien. Pasie dianggap syok jika tekanan darah (yaitu perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik ≤ 20 mmHg atau terjadinya penurunan perfusi jaringan (ekstremitas dingin, lambatnya pengisian kapiler, atau nadi meningkat). Pasien demam berdarah dengan syok mengalami abnormalitas koagulasi sarah tetapi biasanya tidak menyebabkan perdarahan hebat. Saat terjadi perdarahan hebat biasanya menyebabkan syok berulang. Hal ini juga disebabkan karena adanya trombositopenia, hipoksia, asidosis, yang dapat menyebabkan kerusakan multi. Perdarahan masif mungkin terjadi tanpa adanya syok berulang misalnya ketika pasien diberi asam (aspirin), asetil silsilat, ibuprofen, atau kortikosteroid. Dengue shock syndrome dapat dipertimbangkan jika pasien berada pada daerah resiko demam berdarah dengan demam 2-7 hari dan ditambah salah satu dari : 1. Ada bukti kebocoran plasma a) Tinggi atau meningkatnya hematokrit b) Efusi pleura atau asites c) Gangguan sirkulasi atau syok (takikardia, akral dingin atau lembab, waktu pengisian kapiler lebih dari 3 detik, denyut nadi lemah atau tidak teraba, tekanan darah menyempit, syok berulang, tekanan darah tidak terdeteksi) 2. Ada perdarahan signifikan 3. Gangguan kesadaran (letargi atau gelisah, koma, kejang)



4. Gangguan



gastrointestinal



berat



(muntahyang



terus



menerus,



meningkatnya intensitas nyeri perut, ikterik) 5. Kerusakan



organ



(gagal



ginjal



akut,



gagal



hati



akut,



ensepalopati,kardiomiopati) atau manifestasi yang tidak biasa lainnya. F. Penatalaksanaan Menurut Kemenkes (2009) upaya pemberantasan penyakit demam berdarah dengue dilaksanakan dengan cara tepat dengan peran serta masyarakat yang meliputi: 1. Pencegahan Pencegahan dilaksanakan oleh masyarakat di rumah dan Tempat umum dengan melakukan Pemberantasan sarang Nyamuk (PSN) yang meliputi: a.



Menguras tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali, atau menutupnya rapat-rapat.



b.



Mengubur barang bekas yang dapat menampung air



c.



Menaburkan racun pembasmi jentik (abatisasi)



d.



Memelihara ikan



e. Cara-cara lain membasmi jentik.



2. Penemuan, Pertolongan dan Pelaporan Penemuan, pertolongan dan pelaporan penderita penyakit demam berdarah dengue dilaksanakan oleh petugas kesehatan dan masyarakat dengan cara-cara sbb: a.



Keluarga yang anggotanya menunjukkan gejala penyakit demam berdarah dengue memberikan pertolongan pertama (memberi minum banyak, kompres dingin dan dan obat penurun panas yang tidak mengandung asam salisilat) dan dianjurkan segera memeriksakan kepada dokter atau unit pelayanan kesehatan.



b.



Petugas kesehatan melakukan pemeriksaan, penentuan diagnosa dan pengobatan/perawatan sesuai dengan keadaan penderita dan wajib melaporkan kepada puskesmas.



c.



Kepala keluarga diwajibkan segera melaporkan kepada lurah/kepala desa melalui kader, ketua RT/RW, Ketua Lingkungan/Kepala Dusun.



d.



Kepala asrama, ketua RT/RW, Ketua Lingkungan, Kepala Dusun yang mengetahui adanya penderita/tersangka diwajibkan untuk melaporkan kepada Puskesmas atau melalui lurah/kepala desa.



e.



Lurah/Kepala Desa yang menerima laporan, segera meneruskannya kepada puskesmas.



f.



Puskesmas yang menerima laporan wajib melakukan penyelidikan epidemiologi dan pengamatan penyakit.



3. Pengamatan Penyakit dan Penyelidikan Epidemiologi a. Pengamatan penyakit dilaksanakan oleh Puskesmas yang menemukan atau '



menerima laporan penderita tersangka untuk: 1) Memantau situasi penyakit demam berdarah dengue secara teratur



sehingga kejadian luar biasa dapat diketahui sedini mungkin 2) Menentukan adanya desa rawan penyakit demam berdarah dengue. b. Penyelidikan epidemiologi dilaksanakan oleh petugas kesehatan dibantu oleh



masyarakat, untuk mengetahui luasnya penyebaran penyakit dan langkahlangkah untuk membatasi penyebaran penyakit sebagai berikut: 1) Petugas Puskesmas melakukan penyelidikan epidemiologi. 2) Keluarga penderita dan keluarga lain disekitarnya membantu kelancaran



pelaksanaan penyelidikan. 3) Kader, Ketua RT/RW, Ketua lingkungan, Kepala Dusun, LKMD,



membantu



petugas



penderita/tersangka



kesehatan dan



dengan



mendampingi



menunjukkan



petugas



kesehatan



rumah dalam



pelaksanaan penyelidikan epidemiologi. c. Kepala Puskesmas melaporkan hasil penyelidikan epidemiologi dan adanya



kejadian luar biasa kepada Camat dan Dinas Kesehatan Dati II, disertai rencana penanggulangan seperlunya. 4. Penanggulangan seperlunya a. Penanggulangan seperlunya dilakukan oleh petugas kesehatan dibantu oleh



masyarakat untuk membatasi penyebaran penyakit. b. Jenis kegiatan yang dilakukan disesuaikan dengan hasil penyelidikan epidemologi sebagai berikut: 1)



Bila :  Ditemukan penderita atau tersangka demam berdarah dengue lainnya atau  Ditemukan 3 atau lebih penderita panas tanpa sebab yang jelas dan ditemukan jentik dilakukan penyemprotan insektisida (2 siklus interval 1 minggu) disertai penyuluhan dirumah penderita atau tersangka dan sekitarnya dalam radius 200 meter dan sekolah yang bersangkutan bila penderita atau tersangka adalah anak sekolah.



2) Bila terjadi kejadian luar biasa atau wabah, dilakukan penyemprotan insektisida (2 siklus dengan interval 1 minggu) dan penyuluhan diseluruh wilayah yang terjangkit. 3) Bila tidak ditemukan keadaan seperti diatas, dilakukan penyuluhan di RW/dusun yang bersangkutan c. Langkah kegiatan 1) Pertemuan



untuk



musyawarah



masyarakat



desa



dan



RW/lingkungan/dusun 2) Penyediaan tenaga untuk pemeriksa jentik dan penyuluhan untuk dilatih 3) Pemantauan hasil pelaksanaan di tiap RW/dusun Menurut WHO (2009) prinsip penanganan pasien dengan DBD dibagi menjadi 3 group yang tergantung dari manifestasi klinis dan kondisi lain pasien yaitu:



1. Group A Pasien yang dapat dirawat dirumah. Pasien yang mampu mentoleransi keadekuatan volume cairan oral dan keluaran urine minimal tiap 6 jam, dan tidak memiliki tanda peringatan terutama saat demam turun. Pasien rawat jalan harus diperiksa perkembangan penyakitnya (menurunnya sel darah putih, penurunan suhu tubuh, dan adanya tanda bahaya) sampai pasien keluar dari masa kritis. Pasien dengan hematokrit stabil dapat diperbolehkan pulang setelah disarankan untuk pulang kembali kerumah sakit segera jika berkembag menjadi tanda-tanda peringatandan bersedia memenuhi rencana tindakan sebagai berikut: a)



Mematuhi masukan rehidrasi oral,jus buah dan cairan lain yang mengandung elektrolit dan gula untuk mengembalikan kehilangan cairan akibat demam dan muntah. Masukan cairan oral yang cukup didapatkan untuk mengurangi angka hospitalisasi



b) Beri paracetamol untuk demam yang tinggi jika pasien tidak merasa nyaman. Interval pemberian paracetamol harus tidak kurang dari 6 jam. Kompres hangat jika pasien masih demam tinggi, jangan memeberikan asetil salisilat dan asam (aspirin), ibuprofen, atau non steroid anti inflamsi agen sebab obat tersebut dapat memperparah gastritis atau perdarahan. Asetil salisifat (aspirin) dapat menyebabkan Reye’s Syndrom. c)



Insruksi dari pemberi pelayaann kesehatan agar pasien harus dibawa ke rumah sakit segera jika ada tanda-tanda : tidak ada perbaikan klinis, kemunduran waktu dari penurunan suhu tubuh, nyeri abdomen yang berat, munath, persisten, ektermitas dingin dan lemabab, latergi atau gelisah, atau perdarahan (misalnya : hitam dan ada stoselnya atauseperti kopi pada muntahnya), tidak kencing lebih dari 4-6 jam Pasien yang diperbolehkan pulang harus dimonitor setiao hari oleh penyedian layanan kesehatan untuk grafik suhu, volume intake dan output, keluaran urien (volume dan frekuensi), tanda peringat, tanda



kebocoran plasma dan perdrahan, hematokrit,sel darah putih dan trombosit. 2. Grup B



Pasien mungkin perlu dirawat di pusat perwatan kesehatan untuk mengobservasi lebih dekat terutama saat mereka mendekati fase kritis. Hal ini termasuk pasien dengan tanda peringatan, mereka yang dengan kondisi yang memeperburuk yang dapat membuat DBD atau penaganagan lebih komplek ( misalnya ibu hamil, bayi, lansia, obesitas, diabetes milletys, gagal ginjal, dan penyakit hemolitik kronis), dan keadaan sosial tertentu (misalnya : hidup sendiri, atau hidup jauh dari pelayana kesehatan tanpa ada transportasi yang diadalkan). Jika pasien dengan demam berdarah dengan tanda bahaya, rencana tindakan yang harus dilakukan adalah : a) Cek hematokrit sebelum dilakukan terapi cairan. Beri isotonik misalnya NaCl 0,9% saline, RL, atau Hartaman’s. Mulai dengan 5-7 cc/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian kurangi hingga 2-3 Ml/kgBB/jam atau kurang sesuai dengan respon klinis pasien. b) Nilai kembali status klinis pasien dan cek ulang hematokrit. Jika hematokrit tetap sama atau hanya mengalami sedikit kenaiakn lanjutkan dengan terapi yang sama (2-3 ml/kg/jam) sampai 2-4 jam. Jika tanda-tanda vital memburuk dan hematkrit meningkat dengan cepat naikan cairan kira-kira 5-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam. Nilai ulang status klinis pasien. Cek ulang hematokrit dan nilai ulang ketepatan tetesan infus. c) Beri volume cairan intravena untuk mempertahankan perfusi dan keluaran urine sekitar 0.5 ml/kg/jam. Cairan intravena bisanya dibutuhkan hanya 24-48 jam. Kurangi airan intravena secara bertahap jika perdarahan plasma menurun menjelang akhir fase kritis.



d) Pasien dengan tanda bahaya harus doobservasi oleh penyedia layanan kesehatan sampai periode beresiko berakhir. Keseimbangan cairan harus dijaga. Parameter yang harus dimonitor meliputi tandatanda vital dan perfusi jaringan (1-4 jam sampai pasien keluar dari fase kritis ), hematokrit (sebelum dan sesudah penggantian cairan sekitar 6-12 jam), glukosa darah, dan fungsi organ lain (misalnya : kondisi ginjal, hati, koagulasi darah) Jika pasien DBD tanpa tanda peringatan, rencana tindakan yang harus dilakukan sebagi berikut : 1) Dorong masukan oral. Jika pasien tidak mampu, awali dengan terapi cairan intavena dengan NaCl 0,9 saline atau RL dengan atau tidak dengan dextrose di tingkat maintenanace. Untuk pasien obesitas gunakan barat badan ideal untuk mengatur cairan infus. 2) Pasien harus dimonitor oleh penyedia layanan kesehatan untuk mengobservasi suhu, volume intake dan output cairan, keluaran urin (volume dan frekuensi), tanda peringatan, trombosit, sel darah putih dan hematokrit, dan tes laboratorium lain(misalnya tes fungsi hati dan ginjal) dapat dilakukan tergantung klinis pasien 3.



Group C Pasien yang harus memrlukan penanganan gawat darurat dan harus segera dirujuk saat terjadi demam berdarah hebat. Pasien memerlukan tindakan emergensi dan rujuk segera saat mereka berada pada fase kritis yaitu jika pasien mengalami: 1) Kebocoran plasma yang mengarah pada syok dan atau akumulasi cairan dengan distres cairan 2) Perdarahan berat 3) Kerusakan organ yang berat (gangguan fungsi hati, kerusakan



ginjal, kardiomiopati, enchepalopati) Semua pasien dengan demam berdarah hebat harus dirawat dirumah sakit yang memiliki akses untuk fasilitas perawatan intensif dan tranfusi darah. Protap resusitasi cairan intravena penting dan biasanya satu-satunya hal yang diperlukan. Larutan kristaloid harus menjadi isotonik dan volume harus cukup untuk mempertahankan sirkulasi sejak kebocoran plasma. Plasma yang rendah harus segera diganti dengan larutan kristaloid atau jika dalam kasus syok hipotensi, penanganannya dengan koloid. Jika mungkin pantau hematokrit sebelum dan setelah resusitasi cairan. Hal ini harus diakhiri dengan pengulangan untuk kehilangan plasma lebih lanjut untuk memelihara keefektifan sirkulasi untuk 24-48 jam. Untuk pasien yang kelebihan berat badan dan obesitas, berat badan ideal harus digunakan untuk mengukur rata-rata cairan infus. Cross match harus dilakukan untuk semua pasien dengan syok. Tranfusi darah harus diberikan hanya untuk kasus dengan perdarahan berat. Tujuan dari resusitasi cairan termasuk meningkatkan sirkulasi dan perifer (menurunkan takikardia, meningkatkan tekanan darah, volume nadi, ekstremitas yang hangat dan berwarna merah muda, waktu pengisian kapiler < 2 detik), meningkatkan berakhirnya kerusakan organ dengan adanya kesadaran yang stabil (lebih dari waspada atau tidak gelisah), urine output ≥ 0,5 ml/kg/jam, dan menurunkan kemungkinan terjadinya asidosis metabolik. Rencana terapi pasien dengan syok terkompensasi adalah sebagi berikut: 1) Mulai dengan resusitasi cairan intravena dengan kristaloid isotonik 510 ml/kg/jam selama lebih dari satu jam. Kemudian observasi kondisi pasien (tanda-tanda vital, waktu pengisian kapiler, hematokrit, dan keluaran urin) 2) Bila kondisi pasien membaik, cairan intravena harus diturunkan bertahap 5-7 cc/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, kemudian 2-3 ml/kg/jam dan kemudian tergantung



pada status hemodinamik dimana dapat dipertahankan selama 24-48 jam 3) Jika tanda-tanda vital masih tidak stabil (ahock persisten) setelah bolus pertama dilakukan pengecekan hematokrit. Jika hematokrit naik atau masih tinggi (>50%) ulang bolus kedua dari larutan kristaloid 1020 ml/kg/jam selama 1-2 jam. Setelah bolus kedua, jika ada perbaikan turunkan bolus cairan menjadi 7-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam dan kemudian diturunkan secara bertahap. Indikator adanya perdarahan, cross match dan tranfusi darah segera mungkin jika hematokrit awal (< 40% untuk anak-anak dan wanita dewasa, < 45% untuk laki-laki dewasa) 4) Bolus cairan lebih lanjut dari kristaloid atau koloid mungkin diberikan selama 24-48 jam berikutnya.



ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DHF A. Pengkajian 1. Identitas pasien Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang tua dan pekerjaan orang tua. 2. Keluhan uatama Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke RS adalah panas tinggi dan anak lemah. 3. Riwayat penyakit sekarang Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan saat demam kesadaran kompos mentis.turunnya panas terjadi antara hari ke 3 dan ke 7 dan anak semakin lemah. Kadang kadang disertai dengan keluhan batuk, pilek, nyeri telan,



mual dan muntah anoreksia, diare/konstipasi,sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal,serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi(grade III dan IV ), melena atau hematemesis. 4. Riwayat penyakit yang pernah diderita Penyakit apa saja yang pernah diderita pada DHF, anak bisa mengalami serangan 5.



ulangan DHF dengan tipe virus yang lain. Riwayat imunisasi. Apabila mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan timbulnya



6.



komplikasi dapat dihindarkan. Riwayat gizi. Status gizi yang menderita DHF dapat bervariasi, dengan status gizi yang baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya. Pasien yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka akan mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya



menjadi kurang. 7. Kondisi lingkungan. Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih ( seperti air yang menggenang dan gantungan baju dikamar). 8. Pola kebiasaan 1) Nutrisi dan metabolisme frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berkurang dan nafsu makan menurun. 2) Eliminasi Alvi (buang air besar), kadang-kadang anak mengalami diare/konstipasi, sementara DHF pada grade III dan IV bisa terjadi melena. 3) Eliminasi urine (buang air kecil) perlu dikaji apakah sering kencing, sedikit/banyak, sakit/tidak, pada DHF grade IV sering terjadi hematuria. 4) Tidur dan istirahat, anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami sakit/nyeri otot, dan persendian sehingga kualitas dan kuantitas istirahat menjadi kurang. 5) Kebersihan, upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk aedes aegypti.



6) Perilaku dan tanggapan keluarga bila ada keluarga yang sakit serta upaya 9.



untuk menjaga keseharian. Pemeriksaan fisik, terdiri dari : Inspeksi, adalah pengamatan secara seksama terhadap status kesehatan klien (inspeksi adanya lesi pada kulit). Perkusi, adalah pemeriksaan fisik dengan jalan mengetukkan jari tengah ke jari tengah lainnya untuk mengetahui normal atau tidaknya suatu organ tubuh. Palpasi, adalah jenis pemeriksaan fisik dengan meraba klien. Auskultasi, adalah dengan cara mendengarkan menggunakan stetoskop (auskultasi dinding abdomen untuk mengetahu bising usus). Adapun pemeriksaan fisik pada anak DHF diperoleh hasil sebagai berikut: a. Keadaan umum : Berdasarkan tingkatan (grade) DHF keadaan umum adalah sebagai berikut : 1) Grade I



: Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, tanda – tanda



vital dan nadi lemah. 2) Grade II : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur. 3) Grade III



: Keadaan umum lemah, kesadaran apatis, somnolen, nadi lemah,



kecil, dan tidak teratur serta tensi menurun. 4) Grade IV : Kesadaran koma, tanda – tanda vital : nadi tidak teraba, tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin berkeringat dan kulit tampak sianosis. b. Kepala dan leher. 1) Wajah : Kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan fotobia, pergerakan bola mata nyeri. 2) Mulut : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor, (kadang-kadang) sianosis. 3) Hidung : Epitaksis



4) Tenggorokan : Hiperemia 5) Leher : Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut atas rahang daerah servikal posterior. c. Dada (Thorax). Nyeri tekan epigastrik, nafas dangkal. Pada Stadium IV : Palpasi



: Vocal – fremitus kurang bergetar.



Perkusi



: Suara paru pekak.



Auskultasi



: Didapatkan suara nafas vesikuler yang lemah.



d. Abdomen (Perut). Palpasi



: Terjadi pembesaran hati dan limfe, pada keadaan dehidrasi turgor



kulit dapat menurun, suffiing dulness, balote ment point (Stadium IV). e. Anus dan genetalia. Eliminasi alvi : Diare, konstipasi, melena. Eliminasi urin : Dapat terjadi oligouria sampai anuria. f. Ekstrimitas atas dan bawah. Stadium I



: Ekstremitas atas nampak petekie akibat RL test.



Stadium II – III



: Terdapat petekie dan ekimose di kedua ekstrimitas.



Stadium IV



: Ekstrimitas dingin, berkeringat dan sianosis pada jari tangan



10. Pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan darah klien DHF akan dijumpai : 1) Hb dan PCV meningkat ( ≥20%). 2) Trambositopenia (≤100.000/ml). 3) Leukopenia. 4) Ig.D. dengue positif.



5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia, hipokloremia, dan hiponatremia. 6) Urium dan Ph darah mungkin meningkat. 7) Asidosis metabolic : Pco2